• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Karakterisasi Tanah Tercemar HOW

Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal , sulfur dan nitrogen. Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada kompiosisi minyak mentah tersebut dan faktor lingkungan (Atlas, 1981).

Menurut Cookson (1995), salah satu faktor yang diperlukan untuk bioremediasi adalah tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar. Tingkat degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung dengan jenis hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin menurun dari urutan senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana bercabang > hidrokarbon aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik. Kondisi fisik hidrokarbon juga mempengaruhi biodegradasi. Biodegradasi mikrobial dapat diubah berdasarkan tingkat penyebaran bahan pencemar dan keheterogenitasan komposisi (Leahy dan Colwell, 1990), dan dapat dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang muncul dalam bentuk padatan (Atlas, 1981).

Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah culture collection bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yang diketahui memiliki kemampuan dalam mendegradasi HOW sebesar 60,13% selama 21 hari (Charlena, 2010).

Sebelum dilakukan proses bioremediasi terhadap tanah terkontaminasi Heavy Oil Waste (HOW), dilakukan analisis sifat fisik-kimia sampel yang meliputi kadar TPH, TS, PAH. Konsetrasi TPH pada sampel 38 %, TS 63%, dan hasil analisis PAHs yang terkandung pada sampel seperti yang terlihat pada Tabel 8 di bawah ini

(2)

Tabel 8 Hasil Analisis kandungan Poly Aromatik Hidrokarbon (PAH) pada sampel

No. Polynuclear Aromatic Hydrocarbons mg/ Kg

1. Naphthalene 372 2. Acenaphthalene <0.5 3. Acenaphthene 228 4. Fluorene 204 5. Phenanthrene 1240 6. Anthracene 225 7. Fluoranthrene 91 8. Pyrene 1080 9. Benz(a)anthracene 291 10. Chrysene 463

11. Benzo(b) & (k) fluoranthene 75

12. Benzo(a)pyrene 242

13. Indeno(1,2,3-cd)pyrene 18

14. Dibenz(a,h)acridine <0.5

15. Benzo(g,h,i)perylene 164

Method reference : USEPA 8270C 4.2. Persiapan starter bakteri yang digunakan

Sebelum digunakan dalam proses biodegradasi HOW, dilakukan persiapan starter bakteri yaitu penyegaran isolat, kultivasi dan adaptasi. Gambar 7 menunjukkan hasil penyegaran bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus Altitudinis MY12 yang siap di propagasi pada media nutrient agar dan penambahan garam mineral dari media air laut.

(3)

Gambar 7 Penyegaran isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12.

Pada Gambar 8 bakteri di berikan HOW sebagai fase adaptasi dalam melakukan proses biodegradasi tanah yang tercemar HOW. Masa adaptasi dilakukan pada media minimum dan media kaya selama 7 hari dan penumbuhan bakteri pada media minimal dilakukan sebanyak 3 kali hingga siap diaplikasikan pada tanah tercemar. Dengan metode TPC diperoleh jumlah bakteri yang tumbuh berkisar antara 2,1x107 – 5x108 CFU/ml.

Gambar 8 Propagasi dan adaptasi bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. a. Propagasi bakteri, b. Adaptasi dengan penambahan HOW, c. Adaptasi setelah 7 hari

Isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mengalami fase pertumbuhan yang cepat hingga hari ke 7 kemudian pertumbuhan mulai perlahan hingga hari ke 14. Setelah itu pertumbuhan mikroba mengalami penurunan secara perlahan hingga hari ke 21. Menurut Charlena (2010) bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mulai mengalami penurunan jumlah sel pada hari ke 21 dan 28. Penurunan jumlah sel ini disebabkan oleh

(4)

jumlah nutrisi yang tidak lagi mencukupi bagi pertumbuhan mikroba dan telah melewati fase stasioner menuju fase kematiannya. Adapun grafik pertumbuhan isolat Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 dapat dilihat pada Gambar 9. 0 2 4 6 8 10 0 7 14 21

Wa ktu (ha ri)

lo g T P C ( cf u /m l) L og TP C (c fu/ml) S alipiger s p. MY 7 log TP C (c fu/ml) B ac illus altitudinis MY 12

4.3. Penelitian Skala Laboratorium

Penelitian skala laboratorium dilakukan selama 14 hari. Penelitian biodegradasi HOW dengan menggunakan starter campuran Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 pada skala lab (500ml) volume kerja 200ml dengan perlakuan kombinasi persen padatan dan cemaran (Tabel 6 dalam metoda). Pengamatan yang dilakukan adalah TPH, TPC, suhu, dan pH.

Pemilihan waktu 14 hari didasarkan kepada penelitian Charlena (2010) yang melakukan penelitian bioremediasi heavy oil waste (HOW) dengan menggunakan bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12, dimana didapatkan waktu terbaik dalam proses bioremediasi HOW adalah 14 hari.

Gambar 9 Grafik pertumbuhan isolat Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12

(5)

4.3.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Degradasi Hidrokarbon

Tingkat degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) merupakan salah satu parameter dalam menentukan keberhasilan proses bioremediasi limbah hidrokarbon minyak bumi beserta turunannya dalam hal ini heavy oil waste (HOW).

Pengujian data pengamatan degradasi TPH skala laboratorium dengan rancangan Respon Permukaan memberikan persamaan 1. sebagai berikut :

Y1 = 26,537 – 15,817X1 + 3,246X2 – 0,112X12 – 4,761X22 – 8,452X1X2 (R 2 Keterangan : Y = 55,3%)

1 = Respon terhadap degradasi TPH X1 = Pesen Padatan X2 1 % degradasi 0 0 25 X2 50 -1 0 -1 1 X1

Surface Plot of % degradasi vs X2, X1

= Tingkat Cemaran dalam tanah

Gambar 10 Permukaan respon degradasi TPH

Dari persamaan di atas terlihat belum tercapai titik optimum bagi degradasi (HOW) dengan teknik bioslurry. Hal ini diduga karena proses biodegrdasi memerlukan waktu yang lebih lama, komposisi nutrisi dan perbandingan CNP

(6)

yang tepat serta kemampuan bakteri dalam mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon.

Namun dari penelitian skala laboratorium didapatkan persen degradasi tertinggi yaitu sebesar 80,16 % pada perlakuan campuran 15% TPH dan 10% padatan seperti yang terlihat pada Gambar 11.

0 20 40 60 80 100 10,5 10,15 40,5 40,15

X 1, X 2 (K ombinas i % P adatan dan % T P H)

D eg ra d as i T P H (% )

Gambar 11 Persentase degradasi TPH setelah 14 hari dalam proses biodegradasi HOW skala laboratorium

Tabel 9 Perlakuan persen padatan dan tingkat cemaran pada kombinasi perlakuan (+1/- 1)

No. X1 (% padatan) X2 (% cemaran) % degradasi

-1 10,5 -1 48.84

-1 10,15 1 80.16

1 40,5 -1 29.19

1 40,15 1 4.37

Penelitian Eris (2006) mendapatkan terjadi degradasi TPH optimum minyak diesel sebesar 85,29 % dari kombinasi perlakuan sebesar 32,62 % padatan dan 9,09 % cemaran.

Heavy oil waste mempunyai kandungan PAH yang cukup tinggi sehingga diduga bakteri belum mendapatkan kondisi yang optimal dalam mendegradasi

(7)

hidrokarbon rantai panjang dan rantai karbon struktur cincin. Bakteri diduga juga kesulitan mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon secara monokultur atau hanya dua species saja. Diduga dalam proses biodegaradasi HOW dibutuhkan konsorsium bakteri lain untuk membantu proses biodegrasi HOW lebih baik. Hasil penelitian Charlena (2010) mendapatkan bahwa campuran 3 species bakteri mampu mendegradasi HOW lebih baik dari pada campuran 2 jenis species bakteri. Selain itu perlu penambahan substrat lain seperti serbuk gergaji dan pupuk untuk meningkatkan kinerja bakteri dalam mendegradasi HOW terutama fraksi aromatik dan alifatik.

Hidrokarbon dengan struktur cincin lebih sulit didegradasi oleh mikroba dari pada hidrokarbon rantai lurus. HOW mempunyai kandungan PAH yang tinggi yang didominasi oleh pyrene sebesar 1.080 mg/kg dan phenanthrene sebesar 1.240 mg/kg. Struktur kimia pyrene dan phenanthrene yang mempunyai rantai carbón struktur cincin seperti yang disajikan pada Gambar 12.

Pyrene (C16H10) Phenanthrene (C14H10) Gambar 12 Struktur Kimia Pyrene dan Phenanthrene

4.3.2. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Pertumbuhan Populasi Bakteri

Proses biodegradasi memerlukan adanya aktivitas mikroba yang merupakan organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi limbah minyak bumi, termasuk HOW. Beberapa mikroba, termasuk bakteri, telah lama diketahui mempunyai kemampuan dalam mendegradasi limbah minyak bumi. Dalam proses biodegradasi, mikroba akan memanfaatkan karbon dari HOW sebagai sumber energinya.

(8)

0 2 4 6 8 10 10,5 10,15 40,5 40,15

X1,X2 (Kombinasi % padatan dan % TPH)

log T P C ( cf u /m l)

Gambar 13 Pertumbuhan mikroba setelah 14 hari dalam proses biodegradasi HOW skala laboratorium

Dari semua perlakuan perbandingan persentase tingkat cemaran dan padatan, dengan metode TPC, populasi bakteri yang tumbuh berkisar antara 4,1x107-1,6x109 CFU/ml. Kombinasi persentasi bahan pencemar dan padatan dengan nilai degradasi tertinggi, yaitu perlakuan 15% bahan pencemar dan 10 % padatan memiliki pertumbuhan populasi bakteri 3,8x108 CFU/ml.

Pada HOW didapatkan PAH yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri sulit mendegradasi hidrokarbon dengan rantai cincin apalagi PAH yang dominan didominasi oleh hidrokarbon dengan jumlah cincin 3 atau lebih. Senyawa PAH ini dapat bersifat toksik bagi bakteri. Namun dari penelitian Charlena (2010) diketahui bahwa bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan mendegradasi PAH hidrokarbon cincin.

4.3.3. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Perubahan pH

Biodegradasi limbah minyak bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang sangat penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan mikroba dan kemampuannya dalam mendegradasi limbah hidrokarbon. Salah satu faktor yang mempengaruhi tersebut adalah pH.

(9)

Pada penelitian skala laboratorium, pH masing masing perlakuan berkisar pH 6-7. Selama proses biodegradasi berlangsung pH berada pada selang pH normal.

Bakteri pada umumnya dapat tumbuh baik pada pH normal 6-8 yang merupakan selang pH yang kondusif bagi pertumbuhan bakteri dan proses metabolismenya dalam memanfaatkan HOW sebagai sumber karbonnya.

Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon (Leahy dan Colwell, 1990).

Tingkat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan bakteri, kemampuan bakteri dalam membangun sel, transportasi melalui mebran sel dan keseimbangan reaksi katalis (Cookson, 1995). Tingkat keasaman (pH) dapat berubah selama pertumbuhan mikroba. Peningkatan pH dapat terjadi jika adanya proses reduksi nitrat membentuk ammonia atau gas nitrogen, sedangkan penurunan pH terjadi bila terbentuknya asam-asam organik sebagai hasil proses fermentasi (Tanner, 1997).

Dari pembahasan hasil penelitian skala laboratorium diatas didapatkan kondisi terbaik proses degradasi HOW dengan teknik bioslurry menggunakan bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yaitu pada kombinasi tingkat cemaran 15 % dan 10 % padatan dengan nilai degradasi HOW terbaik sebesar 80,16 % yang diterapkan pada penelitian dengan skala yang lebih besar yaitu skala 32 Liter.

4.4. Penelitian Skala 32 Liter

Penelitian tahap skala 32 L ini merupakan lanjutan dari penelitian skala laboratoium dimana percobaan terdiri dari perlakuan kombinasi bahan pencemar dan persen padatan dengan penambahan mikroba Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12 dengan dua ulangan dan tanpa penambahan mikroba(sebagai kontrol). Penelitian tahap skala 32 L dilakukan selama 28 hari dengan selang

(10)

pengamatan 7 hari. Penentuan lama waktu degradasi 28 hari ini berdasarkan penelitian Charlena (2010) bahwa proses degradasi HOW mulai melambat dan bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12 mulai mengalami penurunan pertumbuhan jumlah sel pada hari ke ke 21 dan 28.

4.4.1. Degradasi Hidrokarbon

Selama 28 hari proses biodegradasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 terhadap Heavy Oil Waste (HOW), diperoleh penurunan TPH sebesar 36,61% untuk perlakuan dengan penambahan bakteri. Sedangkan tanpa penambahan bakteri penurunan TPH terjadi sebesar 13,50 % (Gambar 14). 0 5 10 15 20 7 14 21 28

Lama Proses Biodegradasi (hari)

K ad ar T P H ( %) Degradasi TPH perlakuan1 Degradasi TPH perlakuan2 Degradasi TPH kontrol 0 10 20 30 40 50 7 14 21 28

Lama Proses Biodegradasi (hari)

L aj u d egr ad as i (% T P H/h ar i)

Gambar 14 Penurunan persentase TPH dalam proses biodegradasi HOW

(11)

Dari hasil proses biodegradasi HOW skala 32 L terlihat bahwa dua perlakuan mengalami penurunan nilai TPH yang lebih rendah dari kontrol. Trend proses degradasi pada minggu pertama berlangsung lambat atau cenderung datar. Ini memperlihatkan bahwa bakteri yang mempunyai kemampuan dalam degradasi HOW masih dalam masa adaptasi terhadap bahan pencemar dalam memanfaatkan HOW sebagai sumber karbon. Setelah satu minggu hingga minggu kedua nilai degradasi TPH dan proses degradasi berjalan lebih cepat dengan grafik yang menurun tajam. Hal ini memperlihatkan bahwa mikroba telah memanfaatkan HOW sebagai sumber karbon dalam proses metabolismenya. Pada minggu ke tiga hingga keempat penurunan nilai TPH kembali perlahan dan laju degradasi mulai menurun ditandai dengan grafik terlihat melandai. Hal ini memperlihatkan bahwa bakteri sudah berada pada fase stationer kehidupannya dan menuju pada fase kematian.

Mariano et al. (2007) dan Sook Oh et al. (2001) menyatakan bahwa tingkat degradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh keseimbangan nutrien yang dibutuhkan bakteri dalam proses pemanfaatan hidrokarbon untuk hidupnya. Kekurangan unsur N dan P dapat menghambat kerja bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon yang berakibat pada rendahnya tingkat degradasi bakteri terhadap sumber karbon yang tersedia yang berasal HOW.

Perbedaan disain reaktor, metode dan disain agitator dan kecepatan agitasi diduga juga mempengaruhi proses biodegradasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12. Beberapa kondisi ini diduga mempengaruhi ketersediaan oksigen bagi mikroba.

Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi umumnya tergolong dalam mikroorganisme aerob, sehingga adanya oksigen sangat penting dalam proses degradasi. Ketersediaan oksigen pada tanah tergantung pada tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme, jenis tanah dan keberadaan substrat yang dapat digunakan untuk mengurangi oksigen. Keberadaan oksigen merupakan faktor pembatas laju degradasi hidrokarbon. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat dengan katalis enzim oksigenase. Hidrokarbon juga dapat didegradasi secara

(12)

anaerobik tetapi laju degradasi hidrokarbon tersebut lebih lambat jika di bandingkan dengan hidrokarbon yang didegradasi secara aerobik (Leahy dan Colwell, 1990).

Mikroorganisme dapat memperoleh oksigen dalam bentuk oksigen bebas yang terdapat di udara dan tanah, serta oksigen yang terlarut dalam air. Dalam studi laboratorium, penambahan oksigen dapat dilakukan dengan pengadukan dan aerasi. Pengadukan menyebabkan pecahnya lapisan minyak pada permukaan air sehingga berlangsung suplai oksigen dari udara. Dengan demikian kebutuhan mikroorganisme akan oksigen terpenuhi. Di samping itu, aerasi dan pengadukan menyebabkan terjadinya kontak yang lebih intensif antara mikroorganisme dengan senyawa hidrokarbon pencemar sehingga degradasi oleh mikroorganisme dapat berlangsung lebih cepat.

Bioremediasi tanah terkontaminsai petroleum hydracarbon dengan proses Bioslurry pada skala pilot oleh Banerji et al. (1997) mendapatkan hasil bahwa degradasi kandungan TPH berlangsung cepat pada 7 hari pertama hingga minggu kedua, setelah itu penurunan TPH berlangsung lambat hingga hari ke 30. Setelah 48 hari proses biodegradasi dengan proses bioslurry , penurunan TPH mencapai 91%. Bioslurry reaktor dengan sirkulasi yang memadai dapat menurunkan TPH pada tanah lebih besar dari 90% dalam waktu 48 hari, Namun demikian untuk beberapa tanah yang terkontaminasi petroleum hidrokarbon jangka waktu ini mungkin tidak cukup dan membutuhkan proses bioremediasi lebih lanjut.

4.4.2. Pertumbuhan Mikroba

Pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dibagi menjadi empat fase, yakni fase lag (pertumbuhan lambat), fase pertumbuhan logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Keberadaan mikroorganisme ditentukan oleh kemampuan metabolisme tiap-tiap individu serta ketahanan terhadap metabolic toksik. Degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan dengan populasi bakteri, pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di lingkungan minyak heavy oil, kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada pada fase pertumbuhan logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan semakin berkurang akibat aktivitas mikroorganisme dan pada saat mikroorganisme tersebut sudah tidak

(13)

mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon yang ada maka pertumbuhannya akan terus menurun dan akhirnya sel bakteri tersebut akan mati. (MECHEA, 1991).

0 2 4 6 8 10 0 7 14 21 28

Lama proses biodegradasi (hari)

log T P C ( cf u /m l)

Gambar 16 Populasi bakteri dalam proses biodegradasi HOW

Populasi bakteri pendegradasi HOW berlangsung cepat hingga hari ke 14, kemudian cenderung datar hingga hari ke 28. Dari gambar 16 terlihat bahwa jumlah populasi mikroba masih cukup tinggi pada hari ke 28 yang memungkinkan proses biodegradasi masih dapat terus berlajut dengan menjaga kondisi yang optimum bagi mikroba untuk tumbuh dan memanfaatkan HOW sebagai sumber energinya sehingga proses biodgradasi dapat terus berlanjut.

Hasil penelitian Hidayati (2009), bakteri pendegradsi PAH menunjukkan pertumbuhan yang tajam pada hari ke 0 hingga hari ke 7 dan pertumbuhan mulai melambat estela hari ke 14 dan menurun secara perlahan hingga hari ke 28. Sementara Charlena (2010) mendapati bahwa bakteri pendegradasi HOW megalami pertumbuhan yang pesat pada minggu pertama dan mulai melambat hingga minggu ke-2 dan menurun perlahan hingga hari ke 28. Jumlah pertumbuhan bakteri berkisar antara 106 hingga 109 CFU/ml yang merupakan kisaran jumlah bakteri yang optimum dalam mendegradsi hidrokarbon (Trinidad, 2004).

(14)

4.4.3. Perubahan pH

Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon (Leahy dan Colwell, 1990).

0 2 4 6 8 10 7 14 21 28

Lama proses biodegradasi (hari)

pH pH perlakuan

pH kontrol

Gambar 17 Nilai pH selama proses biodegradasi HOW

Selama 28 hari proses biodegradasi HOW, terjadi perubahan pH baik pada bioreaktor dengan perlakuan penambahan bakteri maupun bioreaktor tanpa penambahan bakteri (kontrol). Pada perlakuan dengan penambahan bakteri, pH berkisar 7-9 sedangkan perlakuan tanpa penambahan bakteri pH berkisar 7-8. Kisaran pH ini merupakan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan bakteri dimana mikroba dapat tumbuh dengan baik dan optimal dalam melakukan proses degradasi bahan pencemar. Peningkatan pH selama proses biodegradasi dan cenderung basa ini memperlihatkan bahwa selama proses biodegradasi berlangsung terjadi reaksi yang menghasilkan amoniak

Hasil penelitian Charlena (2010), bakteri pendegradasi HOW tumbuh baik pada selang pH 6-8. Sedangkan pada penelitian Hidayati (2009) selama proses biodegradasi PAH menggunakan bakteri Bacillus megaterium pH berkisar pada

(15)

selang 7-8. Dalam proses biodegardasi minyak diesel didapat nilai pH 7-9 (Eris, 2006)

4.4.4. Perubahan Temperatur

Temperatur mempengaruhi kondisi fisik hidrokarbon yang mencemari tanah dan mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Pada temperatur yang rendah, viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya biodegradasi. Temperatur yang semakin tinggi dapat meningkatkan tingkat metabolisme hidrokarbon menjadi maksimum yaitu antara 30 – 40o

0 5 10 15 20 25 30 35 40 7 14 21 28

Lama proses biodegradasi (hari)

Suhu oC Suhu perlakuan

Suhu kontrol

C. Di atas temperatur ini, aktivitas enzim akan menurun dan toksisitas hidrokarbon pada membran sel akan semakin tinggi (Leahy dan Colwell, 1990).

Gambar 18 Suhu selama proses biodergradasi HOW

Dalam proses biodegradasi skala 32 L, suhu perlakuan berkisar antara 28 – 30oC sedangkan suhu kontrol berkisar antara 29 – 34oC. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan bakteri dan proses degradasi adalah berada pada kisaran 30 – 40o

Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah

C.

(16)

Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis yang tertuang dalam KepMen LH No.128 tahun 2003, dimana dalam Kepmen ini salah satunya mensyaratkan hasil akhir proses bioremediasi dengan TPH sebesar 1% atau 10.000 ppm.

Dalam proses biodegradasi HOW skala 32 L selama 28 hari didapatkan persentase degradasi HOW sebesar 36,69% dengan nilai TPH akhir 11,93 %. Nilai TPH ini masih jauh diatas nilai TPH yang disyaratkan oleh otoritas lingkungan hidup di Indonesia yaitu Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KMLH).

Gambar

Tabel 8  Hasil Analisis kandungan Poly Aromatik Hidrokarbon (PAH) pada  sampel
Gambar 7 Penyegaran isolat bakteri Salipiger  sp. MY7 dan Bacillus altitudinis  MY12.
Gambar   14   Penurunan persentase TPH dalam proses biodegradasi HOW

Referensi

Dokumen terkait

Banyak keuntungan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, menurut Rusmana (2005: 78), di antaranya: 1) bimbingan kelompok lebih efektif dan efisien; 2)

Itu berarti, hak-hak keulayatan yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat baru dapat dilakukan “sepanjang menurut kenyataan masih ada, tidak bertentangan dengan kepentingan

SUSI YEMITA, S.SI, APT YESMITA, S.Pd TANGERANG KOTA BEKASI JAKARTA SELATAN JAKARTA SELATAN KOTA BEKASI JAKARTA SELATAN JAKARTA SELATAN KOTA BEKASI JAKARTA TIMUR JAKARTA

Terkait dengan hubungan variabel yang terbentuk maka judul yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Analisis Pengaruh Kepribadian Merek pada Loyalitas Merek

Ketiga jenis makanan tradisional tersebut memiliki bahan baku yang sebagian besar berupa tumbuhan, dengan jenis dan bagian tubuh tumbuhan cukup relevan dan potensial sebagai

Hasil statistik deskriptif didukung oleh pengujian hipotesis menggunakan uji t-paired diperoleh nilai t hitung diperoleh 3,537 dengan p =0,006 dengan menggunakan

Hasil uji statistik didapatkan nilai ρv sebesar 0,572 pada α 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur

Pembangunan kapal menuntut efisiensi yang tinggi dan hemat energi, berbagai macam ESD ( Energi Saving Device ) untuk meminimalisikan penggunakan daya atau