• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

AbstrakCara Alternatif untuk meningkatkan efisiensi pembangkit listrik tenaga gas adalah memasang instalasi tambahan Heat Recovery Steam Generator yang memanfaatkan panas flue gas dari turbin gas. Panas ini digunakan untuk pembangkit listrik tenaga uap. Kinerja HRSG ditentukan oleh kontur aliran flue gas saat melewati heat exchanger. Komponen yang menentukan bentuk aliran pada HRSG adalah inlet duct.

Setelah melewati inlet duct diharapkan memiliki kecepatan axial dan distribusi temperatur yang uniform. Hal ini bertujuan mengoptimalkan pressure drop dan mengurangi turbulensi gas sisa karena memiliki kecepatan tinggi. Turbulensi dapat menyebabkan tidak meratanya temperatur aliran karena ada panas terkonsentrasi pada titik tertentu sehingga dapat mengurangi perpindahan panas yang terjadi antara flue gas dan uap.

Penelitian ini menggunakan metode numerik dengan software fluent 6.3.26. pemodelan yang dilakukan adalah tiga dimensi.

Ada 3 macam inlet duct yang diteliti. Inlet duct 1 dengan panjang 8,4m. Inlet duct 2 memiliki panjang 10,811m. Inlet duct 3 memiliki panjang 8,4m dan ditambahkan flow correction device Data yang diambil berupa tekanan dan temperatur. Kecepatan lokal dari aliran sebelum menyentuh porous media pertama digunakan untuk menghitung RMS (root mean square). Semaki kecil nilai RMS aliran semakin uniform. Nilai RMS dari ketiga pemodelan didapat nilai HRSG 3 sebesar 52,17%. HRSG 2 52,44%. HRSG 1 55,61%.

Kata kunci: HRSG, Inlet duct, Porous Media, RMS.

I. PENDAHULUAN

Pada saat ini sebagian besar energi yang dihasilkan untuk keperluan sehari-hari manusia berasal dari proses pembakaran. Proses pembakaran ini menghasilkan gas sisa (flue gas). Flue gas ini masih memiliki temperatur yang cukup tinggi saat dibuang ke atmosfir. Hal ini sangat disayangkan apabila gas sisa tersebut tidak dimanfaatkan lebih lanjut. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memanfaatkan flue gas tersebut, untuk mengurangi emisi gas atau untuk keperluan yang lain. Salah satu alat yang dapat memanfaatkan flue gas tersebut adalah heat recovery steam generator atau HRSG. HRSG ini salah satu komponen yang ada di sebuah pembangkit tenaga (power plant) yang menggunakan sistem combined cycle. HRSG bekerja dengan cara menerima flue gas dari turbin gas yang selanjutnya digunakan untuk memproduksi uap panas (steam) yang dapat digunakan sebagai penggerak turbin uap atau digunakan untuk keperluan yang lain. Secara umum HRSG bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi dari power plant.

Param, et al [1] melakukan sebuah penelitian tentang profil aliran di dalam HRSG saat keluar dari inlet duct.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efek dari bentuk inlet duct pada HRSG terhadap profil aliran dari flue gas setelah melewati inlet duct. Di dalam penelitian ini dilakukan 5 studi kasus untuk dimensi inlet duct dan menggunakan viscous model standar K-ε. Lee, et al [2]

melakukan sebuah penelitian numerik tentang pembentukan aliran yang memiliki swirl angle tinggi menjadi lebih uniform setelah penambahan suatu flow correction device berupa pipa-pipa kecil yang berjajar. Hegde, et al [3]

melakukan suatu studi numerik membandingkan lokasi perforated plate pada inlet duct HRSG untuk mendapat aliran flue gas yang lebih uniform.

Penigkatan kapasitas HRSG dapat membuat aliran dari flue gas kurang optimal. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan aliran flue gas yang uniform setelah melewati inlet duct. Ada banyak variasi yang dapat dilakukan pada inlet duct untuk tujuan tersebut. Pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan tiga inlet duct.

II. METODOLOGIPENELITIAN A. Geometri dan Pemodelan Heat Recovery Steam Generator

Pembuatan geometri Heat Recovery Steam Generator dilakukan dengan menggunakan software GAMBIT 2.4.6 Adapun gambar geometri Heat Recovery Steam Generator dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Geometri HRSG

Dalam penelitian ini akan dilakukan uji secara numerik pada HRSG. Dengan memvariasikan dimensi dari bagian inlet duct akan diketahui variasi mana yang paling baik dalam menghasilkan aliran yang uniform.

B. Studi Kasus

Ada 3 macam dimensi inlet duct yang akan diteliti.

Inlet duct 1 memiliki panjang horizontal sebesar 8,4m. Jadi aliran akan mengalami pembesaran penampang pada inlet duct hingga sejauh 8,4m. Sementara inlet duct 2 merupakan perpanjangan dari HRSG 1 sebesar 28,7%, memiliki panjang horizontal 10,811m. Sementara inlet duct 3 memiliki panjang horizontal 8,4m dan ada tambahan flow correction device. Flow correction device yang digunakan adalah suatu plat berlubang yang memiliki nilai porosity 50% dan akan diletakkan di bagian tengah inlet duct. Tabel 1 menunjukkan domain / daerah simulasi dari penelitian ini.

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

Bayu Kusuma Wardhana), Vivien Suphandani Djanali2)

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: bayuenice@gmail.com1), vivien_s@me.its.ac.id2)

(2)

Tabel 1. Studi kasus

C. Grid independency

Tes grid independency perlu dilakukan sebelum pengambilan data numerik. Hal ini bertujuan untuk memeriksa apakah jumlah grid yang digunakan sudah tepat untuk pengambilan data. Perlu digunakan grid yang tepat supaya mendapatkan nilai pengamatan yang sesuai atau tidak menyimpang dari kondisi kenyataan. Selain itu juga untuk mendapatkan jumlah grid yang efisien.

Tes ini juga bertujuan untuk menemukan mesh yang baik dan efisien untuk dilakukan pengamatan numerik.

Gambar 2 menunjukkan hasil pengukuran kecepatan pada posisi x=18 meter dengan mesh yang memiliki jumlah cells berbeda-beda.

Gambar 2 Perbandingan x - velocity dari mesh yang dibuat

Hasil simulasi awal yang digunakan untuk proses grid independency dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Data kecepatan arah sumbu x (x-velocity) diambil pada x=18 dan z=0.

Tabel 2 Grid Independency

Grid Jumlah cells x - velocity (m/s)

1 61146 -1.584

2 128707 -0.908

3 960615 -0.836

Dari hasil diatas selisih x – velocity antara mesh dengan jumlah grid 128707 dan 960615 sangat kecil. Maka pada penelitian ini digunakan mesh dengan jumlah cells sebanyak 960615.

D. Meshing

Pembuatan mesh elemen hingga (meshing) adalah pembagian model solid menjadi elemen-elemen kecil sehingga kondisi batas dan beberapa parameter yang

diperlukan dapat diaplikasikan ke dalam elemen-elemen tersebut. Gambar 3 menunjukkan meshing yang digunakan.

Gambar 3 Meshing E. Pengukuran tingkat uniformity dari aliran

Pengukuran profil aliran diukur pada titik dimana aliran sesaat setelah meninggalkan inlet duct. Untuk mengukurnya digunakan perhitungan RMS (root mean square) yaitu :

√∑

Dimana: = kecepatan lokal = kecepatan rata-rata

= jumlah grid = fluktuasi kecepatan

Nilai RMS ini menunjukkan kualitas uniform dari aliran. Semakin kecil nilai RMS semakin uniform dari aliran karena menunjukkan variasi dari aliran semakin kecil.

III. ANALISADANDISKUSI A. Perbandingan Aliran Flue Gas dari 3 HRSG

Profil aliran flue gas saat memasuki HRSG memiliki profil seperti gambar Gambar 4 Flue gas memiliki swirl angle 40°.

Gambar 4 Kontur kecepatan x HRSG 1, 2 dan 3 pada bidang Z koordinat 0

Gambar 4 menunjukkan kontur kecepatan flue gas melewati HRSG 1, 2 dan 3. Dapat diketahui bahwa aliran di dalam inlet duct HRSG 1 dan 2 terdapat suatu back flow pada bagian tengah sehingga aliran flue gas terbagi menjadi dua bagian yaitu atas dan bawah. Oleh karena penampang yang dilewati kecil, menyebabkan kecepatan flue gas pada kedua bagian ini memiliki kecepatan yang tinggi. Aliran flue gas pada HRSG 3 yang menggunakan flow correction device dengan porosity 50% tampak tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan HRSG lainnya. Disini tetap terjadi suatu blockage oleh back flow. Akan tetapi backflow tersebut memiliki luasan yang lebih kecil dan terbentuk lebih jauh dari titik masuk inlet duct.

(3)

Dapat diketahui pula kontur kecepatan flue gas pada ketiga HRSG bervariatif. Hal ini kan berperngaruh terhadap distribusi panas flue gas dan akhirnya akan mempengaruhi perpindahan panas yang terjadi antara flue gas dan steam khususnya pada heat exchanger pertama yaitu modul 1.

Kontur flue gas setelah melewati heat exchanger pertama, sudah dapat dianggap aliran yang uniform. Maka perpindahan panas pada heat exchanger setelah modul 1 tidak dipengaruhi oleh kontur aliran kecepatan flue gas.

Oleh karena itu, pembahasan kontur kecepatan flue gas cukup sampai sesaat sebelum menyentuh modul 1.

Gambar 5 Vektor kecepatan HRSG 1, 2 dan 3 pada bidang Z koordinat 0

Gambar 5 dari kiri ke kanan menunjukkan vektor kecepatan flue gas pada setiap HRSG. Adanya back flow yang menjadi blockage aliran flue gas menyebabkan penyebaran flue gas menjadi tidak merata dan membuat kecepatan saat keluar dari inlet duct menjadi berbeda-beda.

Gambar 6 Pathlines kecepatan x HRSG 1, 2 dan 3 pada bidang Z koordinat 0 bagian inlet duct

Gambar 6 menunjukkan pola pathlines dari kecepatan x pada tiap HRSG. Disini terlihat bahwa aliran tampak tidak beraturan. Hal ini dikarenakan adanya swirl angle dari flue gas sehingga aliran memiliki pola tertentu. Swirl angle menyebabkan kecepatan dari flue gas semakin bervariatif saat keluar dari inlet duct

Gambar 7 Kontur komponen kecepatan ke arah x pada penampang X koordinat 18.6299

Gambar 7 menunjukkan kontur kecepatan flue gas sesaat sebelum melewati modul 1 pada HRSG 1, 2 dan 3.

Ketiga aliran flue gas hampir memiliki pola yang serupa.

Dimana kecepatan maksimum terjadi pada bagian bawah dari penampang. Pada ketiga bagian atas penampang memiliki kecepatan yang rendah. Kecepatan rendah yang

paling luas dimiliki HRSG 1. Pada sisi kanan dari ketiga penampang cenderung memiliki kecepatan yang lebih tinggi daripada sisi kiri. Penambahan panjang inlet duct pada HRSG 2 memberikan efek semakin kecilnya luasan flue gas berkecepatan rendah pada bagian tengah penampang pengamatan. Penambahan flow correction device pada HRSG 3 menghasilkan kontur flue gas yang tidak terlalu berbeda dengan HRSG 1. Dimana pada HRSG 3 luasan flue gas berkecepatan rendah hampir sama luas dengan HRSG 1.

Untuk memperjelas perbedaan kontur aliran flue gas, diambil sampel aliran pada titik tengah HRSG sebelum menyentuh modul 1. Ditunjukkan pada Gambar 8

Gambar 8 Perbandingan kontur kecepatan flue gas sebelum menyentuh modul 1

Untuk mengukur tingkat keseragaman (uniform) dari flue gas digunakan metode RMS. Dimana RMS ini menunjukkan standar deviasi dari kecepatan flue gas.

Semakin kecil nilai RMS, menunjukkan keseragaman yang semakin bagus karena penyebaran kecepatan semakin mengecil. Pengukuran RMS dilakukan pada penampang X sebelum menyentuh modul 1.

Tabel 3 menunjukkan hasil nilai pengukuran RMS dari penelitian.

Tabel 3 Data kuantitatif kecepatan flue gas pada bidang X koordinat 18.6299

HRSG RMS

1 55,61 %

2 52,44 %

3 52,17 %

B. Perbandingan Kontur Temperatur dari 3 HRSG

Gambar 9 Distribusi Temperatur Flue Gas HRSG 1, 2 dan 3 pada penampang Z koordinat 0

Gambar 9 menunjukkan distribusi temperatur flue gas sepanjang melewati jajaran heat exchanger pada HRSG 1, 2 dan 3. Pada tampilan penampang tengah ini, kontur temperatur yang dimiliki flue gas memiliki pola yang mirip.

Saat melewati heat exchanger, terjadi perpindahan panas 0

5 10 15 20 25

0 5 10

Ketinggian HRSG (m)

Kecepatan flue gas (m/s) Kontur kecepata n HRSG 1 Kontur keceptan HRSG 2 Kontur kecepata n HRSG 3

(4)

dari flue gas ke heat exchanger yang dimodelkan sebagai porous medium. Dengan berpindahnya panas tersebut, maka temperatur yang dimiliki oleh flue gas semakin lama semakin menurun. Ada lima modul pada tiap HRSG.

Perbedaan temperatur tampak jelas saat melewati tiap modul tersebut.

Gambar 10 Kontur temperatur pada penampang X koordinat 18.6299

Gambar 10 menunjukkan penyebaran temperatur flue gas pada penampang pengamatan X sesaat sebelum melewati modul 1. Pada HRSG 1 temperatur yang tinggi terletak pada bagian tepi bawah dari penampang. Sementara bagian tengahnya memiliki temperatur yang lebih rendah.

Temperatur paling rendah terletak pada bagian atas dari penampang. Pada HRSG 2 penyebaran temperatur mirip dengan HRSG 1. Temperatur yang tinggi terdapat pada bagian tepi bawah dari penampang. Sementara bagian tengahnya memiliki temperatur yang lebih rendah. Akan tetapi pada HRSG2, perbedaan temperatur pada penampang bagian tepi dan tengah tidak berbeda jauh seperti halnya pada HRSG 1. Hal ini menunjukkan penyebaran temperatur HRSG 2 lebih bagus. Sementara pada HRSG 3 memiliki kontur penyebaran temperatur seperti HRSG 1. Temperatur yang tinggi terdapat di bagian tepi bawah penampang.

Sementara temperatur yang rendah pada bagian tengah dan atas. Perbedaan temperatur pada penampang bagian tepi dan tengah berbeda cukup jauh. Terkonsentrasinya temperatur yang tinggi pada bagian bawah penampang dari ketiga HRSG disebabkan kecepatan flue gas bagian bawah memang lebih cepat. Maka persebaran heat pada bagian bawah dari penampang lebih besar. Persebaran heat ini dipengaruhi oleh kontur kecepatan flue gas. Begitu juga dengan heat tranfer pada modul 1 akan dipengaruhi kontur kecepatan flue gas. Kontur flue gas setelah melewati heat exchanger pertama, sudah dapat dianggap aliran yang uniform. Maka perpindahan panas pada heat exchanger setelah modul 1 tidak dipengaruhi oleh kontur aliran kecepatan flue gas.

Distribusi temperatur pada tiap-tiap HRSG berbeda- beda. Tabel 4 menunjukkan distribusi temperatur

Tabel 4 Nilai distribusi temperatur flue gas

Dari Tabel 4 diketahui temperatur masuk dan keluar dari masing-masing heat exchanger dari tiap HRSG memiliki nilai yang hampir sama. Akan tetapi total perbedaan temperatur saat melewati modul 1 yang paling besar adalah flue gas dari HRSG 3 yaitu sebesar 508.7644

K. Total heat transfer (Q) yang paling besar dari ketiga HRSG adalah HRSG 3 dimana nilainya 303,33 MW. HRSG 2 menghasilkan total perbedaan temperatur yang lebih kecil yaitu sebesar 507,8276 K dan Q yang lebih kecil dengan nilai 302,3704 MW. HRSG 1 menghasilkan nilai total perbedaan temperatur dan total Q yang lebih kecil lagi yaitu 506,9308 K dan 302,3506 MW. Nilai uniformity dari flue gas tiap HRSG memiliki perbedaan yang kecil. Sehingga menyebabkan perbedaan nilai total Q tidak berbeda secara signifikan. Perbedaan nilai Q antara HRSG 3 dan 2 sebesar 0,31%. Sementara nilai Q antara HRSG 3 dan 1 sebesar 0,032%.

C. Perbandingan Kontur Tekanan dari 3 HRSG

Gambar 11 Distribusi Tekanan Flue Gas HRSG 1, 2 dan 3 pada penampang Z koordinat 0

Gambar 11 menunjukkan distribusi tekanan yang dialami flue gas pada masing-masing HRSG 1, 2 dan 3.

Secara umum distribusi tekanan flue gas pada HRSG 1 dan 2 memiliki pola yang sama. Pada HRSG 1, setelah flue gas memasuki inlet duct yang berbentuk seperti diffuser, terjadi kenaikan tekanan yang dikarenakan adanya pembesaran penampang yang menyebabkan menurunnya kecepatan flue gas. Peningkatan tekanan yang terjadi terbilang kecil hingga pada pertengahan inlet duct. Hal ini disebabkan adanya blockage oleh back flow. Luasan penampang yang dilewati flue gas ke arah sumbu X tidak optimal sehingga kecepatan masih cukup tinggi. Dengan kecepatan yang tinggi, maka tekanan akan menurun. Setelah keluar dari inlet duct, flue gas menuju jajaran heat exchanger. Dengan adanya suatu tahanan inersia pada heat exchanger, menyebabkan penurunan tekanan pada flue gas. Kontur tekanan pada HRSG 2, hampir sama dengan HRSG 1. Peningkatan tekanan terbilang kecil hingga pada pertengahan inlet duct.

Pada HRSG 2, peningkatan tekanan terjadi pada jarak yang lebih jauh dari inlet duct dibandingkan dengan HRSG 1. Hal ini dikarenakan luasan blockage oleh backflow lebih jauh kebelakang. Pada HRSG 3, dengan adanya flow correction device (FCD) menunda terjadinya backflow. FCD bekerja untuk membuat aliran flue gas lebih uniform dengan mengurangi momentumnya. Akan tetapi dengan berkurangnyanya momentum pada flue gas, menyebabkan momuntum yang dimiliki semakin habis. Dengan berkurangnya momentum tersebut, flue gas tidak dapat menahan adverse pressure gradient yang menyebabkan backflow sehingga terbentuk blockage. Blockage yang terbentuk memiliki luasan yang lebih kecil daripada HRSG lainnya. Oleh karena adanya penurunan tekanan yang disebabkan oleh flow correction device maka peningkatan tekanan HRSG 3 setelah keluar dari inlet duct lebih kecil dibandingkan dengan HRSG yang lainnya. Perbedaan tekanan flue gas akibat perbedaan dimensi inlet duct pada penampang pengamatan X sebelum menyentuh modul 1 dapat dilihat pada gambar 12

(5)

Gambar 12 Kontur tekanan pada penampang X koordinat 18.6299

Dikarenakan kondisi kecepatan dan tekanan flue gas sebelum menyentuh modul 1 berbeda-beda, maka penurunan tekanan (pressure drop) yang dialami flue gas berbeda-beda.

Pada HRSG 1 dimana panjang inlet ductnya 8,4m, pressure drop tiap melewati heat exchanger lebih besar bila dibandingkan data HRSG 2. Sementara untuk HRSG 2 dengan panjang inlet duct 10,118m, pressure drop pada heat exchanger modul 1 dan modul 2 memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan data verifikasi. Sementara pressure drop pada heat exchanger lainnya sudah mendekati. Untuk HRSG 3 dimana terdapat tambahan flow correction device, pressure drop pada bagian modul 1 lebih besar bila dibandingkan dengan data HRSG 2. Sementara pressure drop pada bagian heat exchanger yang lain lebih kecil bila dibandingkan dengan data verifikasi. Total pressure drop oleh heat exchanger HRSG 1 sebesar 2938,95 Pa. Untuk HRSG 2 sebesar 2494,66 Pa. Untuk HRSG 3 sebesar 2629,68 Pa. Pressure drop pada HRSG 2 paling kecil, hal ini dapat disebabkan dengan penambahan panjang inlet duct menyebabkan sudut bukaan dari inlet duct mengecil.

Sehingga terjadi lebih sedikit separasi di dalamnya dan menurunkan nilai pressure drop.

Penyebab perbedaan nilai yang besar antara data numerik dengan data desain HRSG pada heat exchanger pertama dan kedua dapat disebabkan oleh input koeffisien inertial resistance (C2) yang kurang tepat. Perhitungan C2

untuk input pada fluent menggunakan rumus

. Dimana nilai ρ di sini didapat dari perhitungan fluent menggunakan asumsi nilai properti ρ yang mengikuti fungsi sebagai fluida incompressible ideal gas. Perbedaan nilai ρ pada temperatur tinggi dikhawatirkan berbeda dengan perhitungan data verifikasi.

IV. KESIMPULANDANSARAN

Dari simulasi 3D yang sudah dilakukan didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Aliran yang paling uniform saat flue gas keluar dari inlet duct adalah HRSG 3 dengan nilai RMS sebesar 52,17%. Diikuti flue gas dari HRSG 2 dengan nilai RMS 52,44%. HRSG 1 menghasilkan aliran flue gas yang paling tidak uniform dengan nilai RMS 55,61%.

2. Dengan penambahan panjang inlet duct sebesar 28,7%, memberikan perbaikan nilai RMS sebesar 0,514%.

3. HRSG 3 memberikan heat transfer paling baik dengan nilai total Q=303,332 MW. Diikuti HRSG 2 dengan nilai Q=302,3704 MW. HRSG 1 memberikan nilai heat transfer paling rendah dengan nilai Q=302,3506 MW.

4. Tingkat uniformity dari flue gas tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perpindahan

panas dikarenakan perbedaan nilai RMS dari ketiga flue gas terbilang kecil.

5. Pressure drop oleh heat exchanger paling besar dialami oleh flue gas dari HRSG 1 dengan nilai 2938,95 Pa. Diikuti HRSG 3 dengan nilai 2629,68 Pa. HRSG 2 mengalami total pressure drop sebesar 2494,66 Pa.

Dari ketiga kinerja HRSG dapat diketahui bahwa penambahan flow correction device dapat membuat aliran menjadi lebih uniform sehingga perpidahan panas menjadi lebih besar daripada HRSG lainnya. Penambahan panjang inlet duct sebesar 28,7% memberikan nilai pressure drop yang paling kecil. Sementara HRSG tanpa tambahan flow correction device dan tanpa pertambahan panjang inlet duct memiliki kinerja yang paling buruk.

UCAPANTERIMAKASIH

Penulis berterimakasih kepada orang tua, dosen pembimbing Vivien Suphandani Dj. ST. M.Eng Ph.D, PT.

ALSTOM ENERGI POWER INDONESIA untuk sumber data penelitian dan seluruh pihak yang telah membantu dan seluruh staf jurusan Teknik Mesin ITS Surabaya yang telah memberikan banyak pelajaran berharga kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Param, Hanieh Khalili , Moghari,Mojtaba , Sharifi Hosein. Hydrodynamicc Analysis of Flue Gas Flow Behavior Within a Heat Recovery Steam Generator.

MapnaBoiler Company, Iran.

[2] Lee, B. E , Kwon, S. B. , Lee, C. S. On the Effect of Swirl Flow of Gas Turbine Exhaust Gas in an Inlet Duct of Heat Recovery Steam Generator. Transactions of the ASME, Vol.124, pp. 496−502.

[3] Hegde, N , Han, I , Lee, T.W , Roy, R.P. Flow and Heat Transfer in Heat Recovery Steam Generators.

Transactions of the ASME, Vol. 129, pp. 232−242.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan bioflok yang dikombinasikan dengan probiotik terhadap sistem imun udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang di uji tantang

Salah satu upaya untuk mengurangi kesalahan bacaan yang keluar dari kaidah tajwid tersebut adalah dengan melaksanakan tahsin hafalan sesama anak didik dalam

17.1 Semua peserta yang lulus pembuktian kualifikasi dimasukkan oleh Pokja ULP ke dalam Daftar Pendek ( short list ), untuk Seleksi Umum paling kurang 5 (lima) dan

Peserta didik bersama guru merefleksi tentang proses pembelajaran hari ini dengan mengemukakan hal yang disukai dan tidak disukai.. Atau ha-hal yang dirasa

guru, siswa mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang dipakai untuk melakukan percakapan transaksional tentang nama-nama waktu dalam hari dan

Temuan penelitian mengungkap bahwa motivasi belajar, kemampuan berpikir kritis, capaian hasil be- lajar konseptual, dan capaian hasil belajar algoritmik pada siswa yang

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif rasio likuiditas terhadap kualitas pengungkapan pada laporan keuangan perusahaan pertambangan di BEI tahun

Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah di atas adalah metode pengenalan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang melekat pada kendaraan bermotor