• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN KARBOKSIMETIL SELULOSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBUATAN KARBOKSIMETIL SELULOSA"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN KARBOKSIMETIL SELULOSA (CMC) DARI SELULOSA KULIT NANGKA MUDA (Artocarpus heterophyllus)

DAN APLIKASINYA PADA PEMBUATAN SELAI NANAS (Ananas comosus)

SKRIPSI

CUT NURVIQAH 130802064

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN KARBOKSIMETIL SELULOSA (CMC) DARI SELULOSA KULIT NANGKA MUDA (Artocarpus heterophyllus)

DAN APLIKASINYA PADA PEMBUATAN SELAI NANAS (Ananas comosus)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 14 Januari 2019

CUT NURVIQAH 130802064

(3)

Judul : PEMBUATAN KARBOKSIMETIL SELULOSA (CMC) DARI SELULOSA KULIT NANGKA MUDA (Artocarpus heterophyllus) DAN APLIKASINYA PADA PEMBUATAN SELAI NANAS (Ananas comosus)

Kategori : SKRIPSI

Nama : CUT NURVIQAH

NomorIndukMahasiswa : 130802064

Program : SARJANA (S1) KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, 14 Januari 2019

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Pembimbing

Ketua,

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dr. Emma Zaidar Nst, M.Si

NIP: 197404051999032001 NIP: 195512181987012001

(4)

ABSTRAK

Pemanfaatan kulit nangka muda masih jarang dilakukan, sehingga limbah kulit nangka muda yang terbuang menjadi limbah bagi lingkungan. Salah satu metode yang bisa dilakukan untuk menangani masalah ini adalah mengisolasi α selulosa yang terkandung di dalam kulit nangka muda menjadi karboksimetil selulosa (CMC) yang dapat digunakan dalam berbagai produk industri seperti selai.

Kulit buah nangka muda (Artocapus heterophyllus) yang digunakan pada penelitian ini diekstrak selulosanya dengan metode asam sehingga diperoleh selulosa sebesar 13,84%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan CMC kulit nangka muda dalam pembuatan selai nanas. Variasi konsentrasi CMC yang digunakan adalah 0,25%; 0,5%; 0,75%; dan 1%. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa semakin banyak CMC maka nilai pH, kadar air, dan kadar serat akan semakin meningkat dan nilai densitas (kerapatan) semakin menurun. Sedangkan pada kadar gula, CMC tidak berpengaruh secara nyata (signifikan). Berdasarkan hasil uji organoleptis, selai nanas dengan CMC 0,5% lebih disukai dari aroma, warna, rasa, dan tekstur.

Kata kunci : kulit nangka muda, CMC, selai nanas

(5)

ABSTRACT

The use of young jackfruit skin is still rare, so the waste of young jackfruit skin is wasted into waste for the environment. One method that can be done to deal with this problem is to isolate α cellulose contained in young jackfruit skin into carboxymethyl cellulose (CMC) which can be used in various industrial products such as jam. The skin of young jackfruit fruit (Artocapus heterophyllus) used in this study was extracted by cellulose by the acid method so that cellulose was obtained by 13.84%.

This study aims to determine the effect of adding CMC of young jackfruit skin in the manufacture of pineapple jam. Variations in CMC concentration used were 0.25%;

0.5%; 0.75%; and 1%. From the results of the study it was found that the more CMC, the pH value, water content, and fiber content will increase and the value of density (density) decreases. Whereas in sugar levels, CMC does not have a significant effect.

Based on organoleptic test results, pineapple jam with CMC 0.5% is preferred from aroma, color, taste, and texture.

Keywords : young jackfruit rind, CMC, pineapple jam

(6)

Bismillahirrohmannirrohim.

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Berkah-Nya serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih setulusnya Penulis berikan kepada kedua orang tua Alm.

T. Munadi, M.Din dan Ibunda Oriza Sativa beserta keluarga yang senantiasa memberikan doa serta dukungan baik moril dan materil hingga akhirnya Penulis menyelesaikan studi sarjana ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Dr. Emma Zaidar Nst, M.Si sebagai Dosen Pembimbing dan juga kepada Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc sebagai Dosen Wali yang selalu menjadi tempat diskusi dan memberi masukan kepada Penulis dalam menyelesaikan Penelitian dan Skripsi ini. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Ibu Dr.

Rumondang Bulan, Bapak Drs. Firman Sebayang M.S dan Bapak M. Zulham Efendi Sinaga, M.Si sebagai Dosen Biokimia, Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Ibu Dr. Sovia Lenny, M.Si selaku sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, serta seluruh staff Dosen dan pegawai Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmu dan membantu segala keperluan Penulis.

Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman seperjuangan Kimia 2013 dan adik-adik kimia yang telah membantu penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi. Terimakasih kepada semua asisten Laboratorium Biokimia/KBM USU yang telah membantu Penulis dalam penelitian hingga penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini sangat Penulis

(7)

Medan, 08 Januari 2019

Cut Nurviqah

(8)

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR SINGKATAN xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Nangka 6

2.2 Selulosa 8

2.3 Karboksimetil Selulosa (CMC) 10

2.4 Selai Nanas 11

2.5 Bahan Pembuatan Selai Nanas 14

2.6 Karakteristik Selai Nanas 20

2.7 Analisa Kualitas Selai Nanas 21

2.6 Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FT—IR) 22

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 24

3.2 Alat dan Bahan 24

3.2.1 Alat 24

3.2.2 Bahan 25

3.3 Prosedur Penelitian 26

3.3.1 Persiapan Serbuk Kulit Nangka Muda 26

3.3.2 Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Kulit Nangka Muda 27

3.3.3 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 27

3.3.4 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC) 27

3.3.5 Analisa Gugus Fungsi dengan Spektroskopi FT-IR 28

(9)

3.3.9 Uji Densitas 29

3.3.10 Pengukuran Ph 30

3.3.11 Analisa Kadar Nutisi Selai Nanas 30

3.3.11.1 Uji Kadar Air 30

3.3.11.2 Uji Kadar Serat 30

3.3.11.3 Uji Kadar Gula 30

3.4 Bagan Penelitian 3.4.1 Persiapan Serbuk Kulit Nangka Muda 32

3.4.2 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Nangka Muda 33

3.4.3 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 34

3.4.4 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC) 35

3.4.5 Analisa Kualitatif Carboxymethyl Cellulose (CMC) 36

3.4.6 Pembuatan Selai Nanas 37

3.4.7 Pengukuran Densitas 38

3.4.8 Pengukuran Ph 39

3.4.9 Uji Kadar Air 40

3.4.10 Uji Kadar Serat 40

3.4.11 Uji Kadar Gula 41

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Isolasi α-Selulosa dari Serbuk kulit Nangka Muda 42

4.1.2 Hasil Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 42

4.1.3 Hasil Analisa Kualitatif Carboxymethyl Cellulose (CMC) 43

4.1.4 Hasil Analisis Gugus Fungsi Menggunakan Spektroskopi FTIR 45

4.1.5 Hasil Pembuatan Selai Nanas 46

4.1.6 Hasil Uji Organoleptik 47

4.1.7 Hasil Uji Densitas 47

4.1.8 Hasil Pengukuran Ph 48

4.1.9 Analisa Kadar Nutrisi Selai Nanas 48

4.2 Pembahasan 4.2.1 Hasil Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Kulit Nangka Muda 49

4.2.2 Hasil Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 49

4.2.3 Hasil Analisa Kualitatif Carboxymethyl Cellulose (CMC) 51

4.2.4 Hasil Analisis Gugus Fungsi Menggunakan Spektroskopi FTIR 52

4.2.5 Hasil Pembuatan Selai Nanas 53 4.2.6 Hasil Uji Organoleptik

(10)

4.2.9.1 Kadar Air 56

4.2.9.2 Kadar Serat 56

4.2.9.3 Kadar Gula 57

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 58

5.2 Saran 58

Daftar Pustaka 59

Lampiran 64

(11)

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1 Standar Mutu Selai Buah 13

2.2 Kriteria Mutu Selai Buah 14

2.3 Komposisi buah nanas untuk setiap 16

100 gram bagian yang dikonsumsi

2.4 Kelompok buah-buahan berdasarkan 19

kandungan pektin dan keasamannya

3.1 Uji Organoleptik Penelitian 29

4.1 Bilangan gelombang - selulosa komersial, 45 – selulosa dari kulit nangka muda,

CMC komersial, CMC dari kulit nangka muda

4.2 Hasil Pembuatan Selai Nanas 46

4.3 Variasi Selai Nanas 47

4.4 Penilaian Kesukaan panelis 47

4.5 Nilai Densitas Selai Nanas 48

4.6 Data Hasil Analisa pH Selai Nanas 48

4.7 Hasil Analisa Kadar Nutrisi Selai Nanas 48

(12)

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1 Buah nangka 7

2.2 Kulit nangka muda 8

2.3 Struktur Kimia Selulosa 9

2.4 Struktur Kimia Karboksimetil Selulosa 10

2.5 Buah Nanas (Ananas comosus) 15

4.1 α-Selulosa yang dihasilkan 42

4.2 CMC yang dihasilkan 43

4.3 CMC dengan Penambahan Aseton 43

4.4 CMC dengan Penambahan CuSO4 1,2 N 44

4.5 CMC dengan Penambahan 44

Aquadest + 1-naftol + H2SO4(p)

4.6 Spekturm FTIR - selulosa komersial, 46

– selulosa dari kulit nangka muda,

CMC komersial, CMC dari kulit nangka muda.

4.7 Reaksi Alkalisasi – Selulosa dengan 50

Menggunakan Isopropanol dan NaOH

4.8 Reaksi karboksimetilasi (esterifikasi) alkali 51 selulosa menjadi karboksimetil selulosa

4.9 Grafik Uji Organoleptik Selai Nanas 54

4.10 Grafik Uji Organoleptik Untuk Variasi CMC 0,5% 54

4.11 Grafik Nilai Densitas Selai Nanas 55

4.12 Grafik Ph Selai Nanas 55

4.13 Grafik Kadar Air Selai Nanas 56

4.14 Grafik Kadar Serat Selai Nanas 57

4.15 Grafik Kadar Gula Selai Nanas 57

(13)

Nomor Judul Halaman Lampiran

1 Proses Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Kulit Nangka Muda 64

2 Pembuatan Karboksimetil Selulosa (CMC) 65

3 Pembuatan Selai Nanas 66 4 Spektrum FTIR α-Selulosa Komersil 67

5 Spektrum FTIR α-Selulosa dari Kulit Nangka Muda 68

6 Spektrum FTIR CMC Komersil 69

7 Spektrum FTIR CMC dari Kulit Nangka Muda 70

8 Data Uji Kadar air 71

9 Data Uji Kadar Serat 71

10 Data Uji Kadar Gula 72

11 Data Uji Densitas 73 12 Data Hasil Uji Organoleptik 74

(14)

CMC = Carboxymethyl cellulose FT-IR = Fourier Transform Infra Red DP = Derajat Polimerisasi

SNI = Standar Nasional Indonesia SII = Standar Industri Indonesia Depkes = Departemen Kesehatan

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nangka (Artocarpus heteropyllus) merupakan tanaman yang banyak ditemui di Indonesia. Nangka memiliki banyak manfaat untuk konsumsi buah segar, sumber antioksidan, mineral dan vitamin, tetapi saat ini belum menjadi komoditas prioritas di Indonesia. Nangka (Artocarpus heterophyllus) berasal dari India dan menyebar ke Indonesia. Kultivar nangka di Indonesia sudah mencapai 30 kultivar dan 20 kultivar terdapat di Pulau Jawa. Nangka sebagai salah satu tanaman yang mampu berbuah diluar musim kaya akan manfaat terutama pada kandungan nutrisi gizi (dalam 100 g) yaitu karbohidrat 10 g, protein 0,9 g, lemak 0,8 g, amilosa 29 g (Hettiaratchi et al.

2011).

Buah nangka yang masih muda banyak dijadikan sebagai bahan sayur- sayuran oleh industri rumah tangga dan restoran sehingga bagian dari buah nangka muda yang tidak terpakai akan terbuang begitu saja dan menjadi limbah bagi lingkungan. Limbah utama dari pengolahan buah nangka muda sebagai sayur- sayuran adalah kulit. Pemanfaatan dan pengolahan kulit nangka muda ini masih kurang tersedia khususnya di Sumatera Utara.

Agustina (2015) telah melakukan penelitian tentang kadar selulosa yang terdapat dalam kulit nangka muda yang menunjukan bahwa kulit buah nangka muda yang diekstrak selulosanya dengan metode delignifikasi diperoleh selulosa sebesar 38,69%. Berdasarkan penelitian ini maka kulit nangka muda dapat dimanfaatkan selulosanya sehingga dapat meningkatkan manfaat dari buah nangka dan mengurangi limbah pada lingkungan.

Selulosa yang dihasilkan dari kulit nangka muda dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan carboxymethyl cellulose (CMC). CMC merupakan turunan selulosa yang sering digunakan pada industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik serta untuk mencegah terjadinya retrogradasi (Prayitno, 2002).

CMC merupakan bahan penstabil yang berfungsi sebagai bahan pengikat air dan pembentuk gel. CMC dapat ditambahkan pada produk-produk makanan. Secara umum level penggunaan CMC adalah kurang lebih 1%. Penggunaan CMC berguna

(16)

untuk meningkatkan kekentalan pada bahan dan penggunaan yang berlebihan akan menimbulkan efek bahan akan menjadi kasar atau bergumpal (Imeson, 1992).

CMC ini banyak digunakan dalam pembuatan produk makanan semi-basah seperti selai, es krim, yoghurt, dan sebagainya. CMC yang mempunyai fungsi sebagai penstabil ini ditambahkan untuk membuat campuran bahan menjadi baik.

Selain sebagai pengemulsi, CMC juga dapat berperan sebagai pengental untuk selai.

Selai merupakan jenis makanan olahan yang berasal dari sari buah atau buah- buahan yang sudah dihancurkan, ditambahkan dengan gula, dan dimasak sampai mengental. Selai tidak dikonsumsi langsung, melainkan digunakan sebagai bahan pelengkap pada roti tawar atau bahan pengisi pada roti manis, kue nastar atau pemanis pada minuman seperti yoghurt dan es krim (Syahrumsyah, dkk., 2010).

Penambahan CMC ke dalam proses pembuatan selai dapat memperbaiki tesktur dan mengurangi pemakaian gula yang berlebihan sehingga menghasilkan selai dengan kualitas yang baik. Selain itu diharapkan selai dengan kualitas yang baik dapat meningkatkan nilai jual dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Daniel, Zulkifli, dan Era (2016) telah melakukan penelitian pengaruh persentase CMC dan persentase gula terhadap mutu selai jagung. Diperoleh persentase CMC 0,75% dan persentase gula 50% menghasilkan selai jagung terbaik.

Tri Yuniarti (2016) telah melakukan penelitian pengaruh penambahan CMC biji salak dan CMC komersial terhadap sifat kimia, fisik, dan organoleptik selai salak. Diperoleh kadar air, total padatan terlarut, dan warna dengan penambahan CMC biji salak lebih rendah dibanding dengan penambahan CMC komersial dan selai salak yang ditambah dengan CMC biji salak lebih disukai dibanding selai yang ditambah CMC komersial.

Pramanti, dkk (2015) telah melakukan penelitian pengaruh penambahan CMC dan tingkat kematangan buah nanas terhadap sifat kimia dan sensoris selai nenas. Dipeoleh penambahan CMC 0,5 g dengan tingkat kematangan buah nanas berwarna kuning penuh yang menghasilkan selai nanas terbaik.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembuatan selai nenas dengan penambahan CMC yang dihasilkan dari selulosa kulit buah nangka muda sebagai bahan pengental dengan berbagai

(17)

variasi konsentrasi CMC yaitu 0,25%, 0,5%; 075%; dan 1% serta tanpa penambahan CMC.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana cara mensintesa CMC dari -selulosa hasil isolasi kulit nangka muda?

2. Bagaimana pengaruh penambahan CMC dari selulosa kulit nangka muda terhadap kualitas selai nanas?

3. Apakah Selai nanas dengan CMC lebih baik dan lebih disukai daripada selai nanas tanpa CMC?

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah di dalam penelitian ini antara lain :

1. Jenis buah nangka yang dimanfatkan kulitnya sebagai sumber selulosa adalah nangka muda.

2. Kulit nangka muda yang dipakai untuk isolasi α-selulosa adalah limbah dari penjualan nangka muda di Pajak Pagi, Medan, Sumatera Utara.

3. Buah nanas yang digunakan dalam pembuatan selai nanas adalah jenis queen yang dibeli di pajak pagi, Medan, Sumatera Utara.

4. Isolasi α-selulosa dilakukan menggunakan metode asam.

5. Suhu yang dipakai dalam pembuatan CMC yang adalah 25o – 30oC (suhu ruangan).

6. Konsentrasi CMC yang digunakan sebagai bahan aditif dalam pembuatan selai nanas adalah 0,25%; 0,5%; 0,75% dan1%.

7. Pengujian secara fisik yang dilakukan adalah uji organoleptis (warna, rasa, aroma dan tekstur) yang menggunakan metode Hedonik dan juga pengukuran densitas serta pH.

8. Analisa kualitas selai nanas yang dilakukan adalah uji kadar air, uji kadar serat, dan uji kadar gula.

(18)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui cara mensintesa CMC dari -selulosa hasil isolasi kulit nangka muda.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan CMC dari selulosa kulit nangka muda terhadap kualitas selai nanas.

3. Untuk mengetahui apakah selai nanas dengan CMC lebih baik dan lebih disukai daripada selai nanas tanpa CMC.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan limbah kulit kulit nangka muda sebagai bahan baku pembuatan CMC yang dapat digunakan sebagai bahan pengental dalam pembuatan selai .

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukaan di laboratorium pada awalnya dilakukan persiapan sampel yaitu serbuk kulit nangka dan kemudian diisolasi untuk mendapatkan α- selulosa. Karakterisasi yang digunakan adalah analisa gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi Fourier Transform-Infra Red (FTIR).

Selanjutnya dilakukan sintesis karboksilmetil selulosa (CMC) di mana α- selulosa ditambahkan dengan isopropanol, NaOH, dan monokloro asetat kemudian dipanaskan untuk membuat campurannya, selanjutnya direndam dengan metanol untuk mendapatkan inti – inti kristalnya, dinetralkan dengan menggunakan asam asetat, etanol, dan metanol absolut. Lalu dikeringkan dengan oven untuk mendapatkan serbuk CMC kering. Selanjutnya digunakan sentrifugator disertai penambahan akuades dan aseton untuk memurnikan hasil CMC yang didapat.

Karakterisasi yang digunakan adalah analisa kualitatif dan analisa gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi FTIR.

CMC yang dihasilkan akan diaplikasikan kedalam pembuatan selai nanas sebagai zat aditif makanan yang dapat berperan sebagai penstabil dan juga pengental dari tektur selai nanas dengan variasi konsentrasi dari CMC yaitu 0,25%; 05%;

0,75% dan 1%. Dilakukan uji karakteristik fisik dan analisa kualitas terhadap produk

(19)

selai yang didapat yang dimana uji fisik ialah uji organoleptik, derajat keasaman (pH) dan densitas selai. Analisa kualitas yang dilakukan adalah uji kadar air, uji kadar serat, dan uji kadar gula.

Adapaun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel tetap: Suhu (oC), Waktu (menit), Massa sampel (g), Massa serbuk α- selulosa (g), Volume (ml), Konsentrasi CH3COOH (%), Konsentrasi NaOH (%), Massa monokloro asetat (g)

2. Variabel terikat : pH, uji organoleptik, densitas, uji kadar air, uji kadar gula, dan uji kadar serat

3. Variabel bebas : Konsentrasi CMC (%).

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Nangka

Buah nangka termasuk ke dalam suku Moraceae. Nama ilmiah dari nangka yaitu Artocarpus heterophyllus. Daging buah yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang keras, berdaging terkadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, berturut-turut tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat seperti kulit, endokarp yang liat keras keputihan, dan eksokarp yang lunak. Keping bijinya tidak setangkup.

Nangka tumbuh dengan baik di iklim tropis sampai dengan lintang 25˚ utara maupun selatan, walaupun diketahui pula masih dapat berbuah hingga lintang 30˚.

Tanaman ini tumbuh dengan baik di wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun di mana musim keringnya tidak terlalu lama. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin, kekeringan dan penggenangan (Rukmana, 2008).

Pohon nangka umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun ada yang mencapai 30 meter. Batang pohon nangka berbentuk bulat silindris, sampai berdiameter sekitar 1 meter. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai (Purwono, 2007).

Di Indonesia pohon ini memiliki beberapa nama daerah antara lain nongko/nangka (Jawa, Gorontalo), langge (Gorontalo), anane (Ambon), lumasa/malasa (Lampung), nanal atau krour (Irian Jaya), nangka (sunda). Beberapa nama asing yaitu: jacfruit, jack (Inggris), nangka (Malaysia), kapiak (Papua Nugini), liangka (Filipina), peignai (Myanmar), khnaor (Kamboja), mimiz, miiz hnang (laos), khanun (Thailand), mit (Vietnam) (Heyne, 1987).

Menurut Syamsuhidayat (1991), kedudukan taksonomi dari buah nangka adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

(21)

Class : Magnoliopsida

Ordo : Urticales

Familia : Moraceace

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heterophyllus

Gambar 2.1 buah nangka muda

Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Selain buah yang merupakan produk utamanya, bagian akar, batang, daun, bakal buah, bahkan kulitnya pun dapat dimanfaatkan. Buah nangka yang muda dapat disayur dan dimanfaatkan untuk diolah menjadi gudeg, sedangkan buah yang matang enak dimakan segar (Rukmana, 1997).

Kulit buah nangka yang tidak digunakan akan menjadi limbah bagi lingkungan. Jika kulit nangka tersebut dapat diolah dengan baik dan benar tentu akan bermanfaat bagi masyarakat dan mengurangi penumpukan limbah pada lingkungan.

kulit buah nangka muda yang diekstrak selulosanya dengan metode delignifikasi diperoleh selulosa sebesar 38,69% (Agustina, 2015). Berikut gambar kulit nangka yang ditunjukan oleh gambar 2.2 berikut

(22)

Gambar 2.2 kulit nangka muda ( penelitian) 2.2 Selulosa

Selulosa adalah makromolekul dari unit glukosa yang terikat satu sama lain oleh ikatan glukosidik β 1,4 yang memiliki tiga gugus hidroksil pada setiap unit glukosa. Selulosa merupakan polimer alami yang jumlahnya sangat banyak di alam, biasanya merupakan komponen dasar dari tumbuhan seperti batang pohon, ranting, dan daun. Molekul selulosa memiliki ikatan yang sangat kuat antar molekul (intramolekul maupun intermolekul) yang terikat oleh ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen intramolekul merupakan penyebab utama molekul selulosa menjadi kaku atau membentuk struktur kristal. Hal tersebut juga yang menyebabkan timbulnya sifat hydrophobic antara molekul selulosa. Selulosa sulit untuk dipecah menjadi monomer-monomer karena jumlah ikatan hidrogen yang banyak dalam molekul selulosa (intramolekul ataupun intermolekul) dan karena adanya sifat hydrophobic antar molekul (Ambjornsson 2013).

Selulosa merupakan struktur poliskarida yang paling penting pada tumbuhan.

Karena selulosa terbuat dari satu sampai tiga tanaman organik, yang merupakan substansi organik yang berlimpah dibumi. Rata – rata 1000 triliun kg selulosa dihasilkan setiap tahun (McKee,T et al, 2003). Pada tanaman (kayu), selulosa yang dihasilkan masih berikatan kuat dengan senyawa lignin dan hemiselulosa. Persentase kandungan selulosa, lignin dan hemiselulosa adalah 42 %, 16 % dan 25 % dari kayu

(23)

lunak atau kayu daun lebar (Sjostrom, 1995).

Selulosa merupakan polimer yang dapat mengalami proses kristalisasi dengan struktur kristal yang berbeda-beda. Struktur kristal selulosa dibedakan dengan angka romawi I sampai IV. Struktur kristal selulosa yang paling penting adalah selulosa I dan selulosa II. Selulosa alami terbentuk dari kristal selulosa I yang memiliki dua macam struktur yang berbeda yaitu selulosa Iα dan Iβ (Bergh 2011).

Selulosa merupakan satu dari beberapa hasil tumbuhan yang dapat menjadi dietary fiber yang dipercaya begitu penting untuk kebaikan kesehatan. Karena sifat dari strukturnya, selulosa memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Produk seperti kayu, kertas, dan tekstil (misalnya kapas, lemari) dan banyak lainnya yang memiliki karakteristik unik yang juga mengandung selulosa. Adapun struktur kimia selulosa ditunjukkan oleh Gambar 2.2 berikut.

H O

H

OH H OH CH2OH

H O

*

O

O CH2OH H H

OH H H

OH

H

O

n 1

4

Gambar 2.3 Struktur Kimia Selulosa (McKee, T et al. 2003)

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa Natrium Hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

1. α-selulosa, adalah selulosa berantai panjang yang tahan dan tidak larut dalam NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi (DP) 600 – 1500. α-selulosa digunakan sebagai penduga tingkat kemurnian selulosa. Selulosa dengan derajat kemurnian α di atas 92%

memenuhi syarat untuk bahan baku pembuatan bahan peledak. Semakin tinggi kadar α-selulosa, maka akan semakin baik mutu bahannya.

2. β-selulosa, adalah selulosa berantai pendek yang larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi (DP) berkisar antara 15 – 90. β-selulosa dapat mengendap jika ekstrak dinetralkan.

(24)

3. γ-selulosa, adalah selulosa berantai pendek yang larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi (DP) kurang dari 15.

Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makan oleh tubuh, namun selulosa yang terdapat sebagai serat – serat tumbuhan, sayuran atau buah – buahan, berguna untuk memperlancar pencernaan makanan. Adanya serat – serat dalam saluran pencernaan, gerak peristaltik ditingkatkan dan dengan demikian memperlancar proses pencernaan dan dapat mencegah konstipasi (Poedjadi, 1994).

2.3 Karboksimetil Selulosa (CMC)

Karboksimetil Selulosa (CMC) adalah turunan selulosa yang dibuat dengan menukarkan gugus hidroksil selulosa dengan gugus karboksil yang terkandung dalam asam monokloroasetat dalam kondisi basa. Karboksimetil selulosa merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang dapat terurai secara biologi (biodegradable), tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam pelarut organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5-8.0, stabil pada rentang pH 2-10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Devi, 2008).

Secara komersial, jenis CMC dibedakan berdasarkan viskositas, ukuran partikel dan derajat substitusi untuk beberapa larutan tertentu. Semakin tinggi derajat substitusi, semakin tinggi kelarutan polimer CMC. Selain larut di dalam air, CMC juga larut di dalam pelarut organik seperti campuran air dan etanol (Murray, 2000).

CMC diproduksi dengan mereaksikan selulosa dengan larutan Natrium Hidroksida yang diikuti dengan asam monokloroasetat atau natrium monokloroasetat sesuai dengan reaksi esterifikasi Williamson. CMC teknis mempunyai kemurnian antara 94-99%, sedangkan yang digunakan untuk makanan dan minimum mempunyai kemurnian 99,5% (Nussinovitch, 1997). Berikut gambar struktur kimia CMC yang ditunjukan oleh gambar 2.4 berikut

(25)

Gambar 2.4 Struktur Kimia Karboksimetil Selulosa (Latif, A et al. 2007)

Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupa senyawa alkali. Karboksimetil selulosa juga merupakan senyawa serba guna yang memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi dan adsorpsi di permukaan (Deviwings, 2008).

CMC merupakan salah satu bahan pengental turunan selulosa yang berfungsi sebagai stabilizer, thickening agent dan pengemulsi pada makanan. Penggunaan CMC yang diperbolehkan hanya 1-2% untuk setiap produk (Sebayang, 2017). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dengan aroma netral (Murray, 2000). CMC adalah bahan pengental yang larut dalam air, anionik dan polimer linier (Nussinovitch, 1997).

CMC merupakan bahan penstabil yang berfungsi sebagai bahan pengikat air dan peningkatan kekentalan ini terjadi karena CMC yang ditambahkan memiliki kemampuan mengikat air, sehingga molekul – molekul air terperangkap dalam tekstur gel yang dibentuk CMC (Prayitno, 2002).

CMC juga berfungsi sebagai bahan penstabil emulsi. CMC ini banyak digunakan dalam pembuatan produk makanan semi-basah seperti selai, es krim, yoghurt dan sebagainya. CMC yang mempunyai fungsi sebagai penstabil ini ditambahkan untuk membuat campuran bahan menjadi baik. Selain itu sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki tesktur dari produk berkadar gula tinggi (Fardiaz, 1986). Bahan dasar pembuatan CMC adalah selulosa.

Jadi selama sampel yang digunakan mengandung selulosa tentunya dapat digunakan sebagai bahan pembuatan CMC (Mandal, et al. 2011).

2.4 Selai Nenas

Stabilitas mikroorganisme dari selai ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu:

(26)

1. Kadar gula yang tinggi, biasanya 65,75 % bahan terlarut 2. Keasaman tinggi dengan pH sekitar 3,1-3,5

3. Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105-106℃), kecuali jika diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah

4. Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan, misalnya dengan pengisian ke dalam wadah yang kedap udara (Buckle et al, 1985).

Perbandingan gula terhadap bobot buah yang digunakan dalam pembuatan selai untuk buah-buahan asam adalah satu bagian bobot buah dan satu bagian bobot gula (Muchtadi, 1989). Kadar air selai maksimum 35%, kadar gula minimum 55%

bobot kering, dan padatan tidak larut minimal 0,5%. Pada pembuatan selai perlu diperhatikan keseimbangan proposi pektin, asam, dan gula agar terbentuk selai dengan konsistensi sperti jeli. Jika keasaman buah tinggi, kandungan gula tinggi dan kematangan buah optimum maka penambahan gula lebih rendah dari 55 bagian, karena buahnya sendiri telah mengandung sejumlah gula yang perlu diperhitungkan.

Buah-buahan yang kandungan pektinnya rendah dapat ditambahkan pektin komersial pada saat pembuatan selai (Desrosier, 1988).

Pada persiapan bahan, pemilihan tingkat kematangan buah yang digunakan akan mempengaruhi hasil akhir selai yang dihasilkan. Bila digunakan buah segar, maka harus dipilih buah yang berkualitas baik, kemudian dilakukan pengupasan pada buah yang berkulit serta penghilangan biji pada buah buahan yang berbiji.

Selai yang bermutu baik mempunyai tanda spesifik yaitu:

1. Konsistensi kokoh 2. Warna cemerlang 3. Distribusi buah merata 4. Tekstur lembut

5. Flavor buah alami

6. Tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan (Suryani et al., 2004).

Standar mutu selai buah berdasarkan SNI 3746: 2008 ditunjukan oleh tabel 2.1 sebagai berikut :

(27)

Tabel 2.1 Standar Mutu Selai Buah

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Bau Normal

1. Keadaan Rasa Normal

Warna Normal

Tekstur Normal

2. Padatan Terlarut % brix Min. 65

Bahan Tambahan Makanan

Pewarna SNI 01-0222-1995

3. Pengawet SNI 01-0222-1995

Pemanis buatan Negatif

Timbal mg/kg Maks. 1,5

4. Cemaran Logam Tembaga mg/kg Maks. 10,0

Seng mg/kg Maks. 40,0

Timah mg/kg Maks. 40,0

5. Cemaran Arsen mg/kg Maks. 1,0

Angka lempeng total

Koloni Maks. 5,102

6. Cemaran Mikroba

Bakteri bentk coli

APM < 3 Kapang dan

Khamir

Koloni Maks. 50

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

(28)

Sedangkan kriteria mutu selai buah berdasarkan SII 0173-78 ditunjukan oleh tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Kriteria Mutu Selai Buah

Syarat Mutu Standard

Kadar air maksimum 35%

Kadar gula minimum 55%

Kadar pektin maksimum 0,7%

Padatan tak terlarut 0,5%

Serat buah Positif

Kadar bahan pengawet 50 mg/kg

Asam asetat negatif

Logam berbahaya negatif

Rasa & Bau normal

Sumber: SII. No.173 Tahun 1978 2.5 Bahan Pembuatan Selai Nanas

1. Nanas (Ananas comosus)

Nanas merupakan tanaman buah yang sudah lama dikenal luas dan disukai oleh masyarakat, karena banyak mengandung vitamin C dan dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun diolah menjadi berbagai bentuk olahan seperti buah kaleng, sirup, selai, keripik, dan lain-lain (Indriyani, 2014).

Umur simpan buah nenas segar antara 1 sampai 7 hari pada suhu 21,11℃, sedangkan buah nanas pada produk olahan kering umur simpannya dapat mencapai 1 tahun atau lebih, dengan kadar air buah kering antara 18 sampai 25 %. Dengan mengolahnya menjadi makanan awetan, akan diperoleh banyak keuntungan. Selain menyelamatkan hasil panen, pengolahan buah nanas juga dapat memperpanjang umur buah (yang semula hanya 1-2 hari dapat diperpanjang hingga 9-12 bulan).

Pengolahan nanas dapat meningkatkan kualitas maupun nilai ekonomis buah nanas juga dapat ditingkatkan. Produk olahan nanas memiliki pangsa pasar yang cukup luas, baik di dalam maupun luar negeri, salah satunya adalah selai (Lies, 2001).

(29)

Gambar 2.5 Buah Nanas (Ananas comosus) Adapun klasifikasi buah nanas adalah sebagai berikut :

Kerajaan :Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Bromeliales

Famili : Bromeliaceae

Subfamili : Bromeliadeae

Genus : Ananas

Species : Ananas comosus

Nanas memiliki aroma dan flavor yang khas dan cukup kuat. Hal ini menyebabkan nanas sering digunakan dalam industri sari buah. Vitamin yang banyak terdapat pada buah nanas adalah vitamin C. Kandungan vitamin C nanas dipengaruhi oleh tingkat kematangan, bagian daging buah, dan varietas.

Kandungan vitamin C buah nanas tertinggi adalah pada buah ¾ matang, yang kedua adalah buah ½ matang, dan yang terendah adalah pada buah matang (Warintek-Progressive, 2008).

Berikut komposisi nilai gizi untuk setiap 100 g buah nanas yang dikonsumsi ditunjukan oleh tabel 2.3 berikut

(30)

Tabel 2.3 Komposisi buah nanas untuk setiap 100 gram bagian yang dikonsumsi No. Komposisi Jumlah

1. Protein (g) 0.60

2. Lemak (g) 0.30

3. Karbohidrat (g) 9.90

4. Fosfor (mg) 22.00

5. Kalsium (mg) 14.00

6. Besi (mg) 0.90

7. Vitamin B1(mg) 0.02 8. Vitamin C (mg) 24.00

9. Air (g) 85.30

Sumber: Depkes (2000) 2. Gula

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan pada setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu.

Penggunaan gula berpengaruh terhadap penurunan aktivitas air bahan pangan sehingga dapat berfungsi sebagai pengawet bahan pangan (Buckle et al., 1987).

Gula berfungsi untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal dan berpengaruh terhadap pembentukan gel. Sifat ini disebabkan gula dapat menyerap air. Pada saat pemanasan dan penambahan asam pada selai, akan terjadi inversi atau pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Dengan persentase gula yang tinggi dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Rizky, 2012).

Selain sebagai pemanis fungsi utama gula dalam pembuatan selai adalah untuk mengawetkan agar dapat dikonsumsi selama beberapa jangka waktu (Suryani, 2004).Penambahan gula sangat penting untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang baik. Kekurangan gula akan menghasilkan gel yang kurang kuat pada semua tingkat keasaman dan membutuhkan lebih banyak penambahan asam untuk menguatkan strukturnya. Konsentrasi gula yang cukup tinggi (70%) sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Fatonah, 2002).

(31)

3. Asam (Sari Jeruk Peras)

Penambahan asam yang terdapat pada sari jeruk bertujuan mengatur terutama terhadap buah-buahan yang tidak mengandung asam yang cukup untuk memperoleh pH yang diinginkan dan menghindari pengkristalan gula. pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10 - 3,46 (Fachruddin, 1997).

Asam diperlukan pada pembuatan selai untuk menambah citarasa dan pembentukan gel. Kandungan asam bervariasi pada jenis buah-buahan dan tingkat kematangannya. Banyak buah-buahan yang mengandung cukup asam untuk pembentukkan gel, namun ada buah-buahan yang harus ditambahkan asam untuk dapat terbentuknya gel (Pusat Studi Ketahanan Pangan, 2012).

Buah nanas yang sudah matang memiliki kandungan asam yang sedikit sehingga perlu penambahan asam lainnya dalam proses pembuatan selai. Asam yang biasa digunakan dalam pembuatan selai adalah asam sitrat, asam tartrat, dan asam malat. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai akan berkurang bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel. Asam sitrat dengan nama lain asam jeruk terdapat dalam sari buah sitrus dalam konsentrasi yang tinggi dan memungkinkan untuk diisolasi dan dimurnikan (Fachruddin, 1997).

Penambahan asam pada pembuatan selai juga harus diperhatikan karena penambahan asam berlebihan akan menyebabkan pH menjadi rendah, sehingga terjadi sinersis yaitu keluarnya air dari gel. Sebaliknya jika pH tinggi, akan menyebabkan gel pecah (Fachruddin, 1998).

4. Pektin

Pektin merupakan bahan alami terkandung di dalam buah-buahan.

Kandungan pektin di dalam semua buah umumnya lebih tinggi pada saat buah mengkal, dan menurun pada saat buah matang penuh dan lewat matang. Proses pematangan buah melibatkan terjadinya pemecahan pektin, sehingga buah menjadi lebih lembek. Apel dan kulit jeruk merupakan sumber pektin yang baik dan sering digunakan dalam pembuatan pektin komersial.

Pektin dapat menghasilkan struktur dan berbagai kekentalan selai dengan pembentukan jaringan ikatan air dengan sari buah atau bubur buah. Sebelum

(32)

terbentukkanya gel, senyawa pektin tunggal akan dikelilingi oleh molekul- molekul air. Apabila lingkungan dari molekul tersebut merupakan larutan yang asam, maka pektin akan kehilangan daya ikat airnya dan akan dapat berikatan menjadi satu membentuk gel pektin yang baik (Pusat Studi Ketahanan Pangan, 2012).

Pektin diperlukan untuk membentuk gel (kekentalan) pada produk selai.

Jumlah pektin yang ideal untuk pembentukan gel pada selai berkisar 0,75%-1%.

Kadar gula tidak boleh lebih dari 65% dengan persentase pektin 1% sudah dapat menghasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik. Semakin besar persentase pektin, semakin keras gel yang terbentuk (Fachruddin, 2005).

Terbentuknya gel selama proses pengolahan buah sangat tergantung pada kandungan pektin dalam bubur buah. Selain itu keasaman dan gula yang ditambahkan sangat menentukan mutu gel yang terbentuk. Beberapa jenis buah mengandung pektin yang tinggi, sehingga tidak perlu menambahkan pektin ke dalam bubur buah pada proses pembentukan gel. Namun banyak buah yang kandungan pektinnya rendah dan apabila ingin diolah menjadi selai diperlukan penambahan pektin ke dalam bubur buah. Tabel 2.1 berikut memperlihatkan kelompok buah-buahan yang perlu atau tidak perlu penambahan pektin ke dalamnya apabila diolah menjadi selai.

Tabel 2.4 Kelompok buah-buahan berdasarkan kandungan pektin dan keasamannya No. Kelompok Buah Nama Buah Keterangan

1. Kelompok I Apel (asam),

Blackberries (asam), Crabapples, Cranberries Anggur, Loganberries Raspberries, Jeruk (oranges, tangerines, grapefruit, lemons, dll).

(kandungan pektin tinggi pada kulitnya namun rendah

Apabila tidak lewat matang, maka kelompok buah ini mempunyai cukup pektin dan asam untuk pembentukan gel dengan hanya

penambahan gula.

(33)

dalam daging buahnya).

2. Kelompok II Apples (matang), Blackberries (matang), Cherries (asam), Chokecherries,

Elderberries, Grapefruit,

Anggur (California), Oranges.

Kelompok buah ini mempunyai kandungan pektin atau asam yang rendah, sehingga

diperlukan penambahan pektin atau asam untuk pembentukkan gel

3. Kelompok III Apricots, Blueberries, Cherries (manis), Anggur (Western Concord), Jambu Biji, Peaches, Pears

Delima, Strawberries Mangga, Nenas, Tomat.

Kelompok buah ini harus Selalu ditambahkan asam, pektin, atau

keduanya, apabila ingin diolah menjadi selai.

Sumber: Pusat Studi Ketahanan Pangan (2012)

Dari tabel diatas diketahui bahwa nanas termasuk kedalam kelompok buah- buahan yang mengandung sedikit pektin dan harus selalu ditambahkan asam dan pektin komersil atau jenis bahan pengental lainnya jika ingin diolah menjadi selai.

Beberapa bahan pengental lainnya selain pektin adalah CMC (karboksimetil selulosa), agar-agar, nutrijell, dan lain-lain.

5. Bahan tambahan pangan lainnya (kayu manis, cengkeh, dan garam)

Garam dalam pengolahan digunakan dalam jumlah sedikit, berfungsi sebagai penambah cita rasa. Penambahan kulit kayu manis (Cinnamomun burmanni) pada pembuatan selai berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma. Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat.

Penambahan cengkeh (Syzygium aromaticum,(Linn.) Merr.) yang merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman cengkeh dalam pembuatan selai ini berfungsi sebagai penambah aroma

(34)

2.6 Karakteristik Selai Nanas 1. Densitas

Densitas (kerapatan) material homogen didefinisikan sebagai massa per unit volume. Kerapatan biasanya dinyatakan dalam gram per sentimeter kubik (CGS) atau kilogram per meter kubik (SI). Biasanya dilambangkan dengan ρ (rho) atau dapat dinyatakan dengan persamaan 1.

ρ = m/v (1)

Keterangan : ρ = kerapatan (g/cm 3) m = massa (g)

v = volume (cm3)

Jika suatu bahan dilarutkan dalam air dan membentuk larutan, maka kerapatannya akan berubah. Kerapatan bervariasi sesuai dengan konsentrasi larutan. Kebanyakan bahan seperti gula dan garam menyebabkan kenaikan kerapatan tetapi kadang -kadang kerapatan juga dapat turun jika dalam larutan terdapat lemak atau alkohol (Dewi, 2004)

2. Pengukuran pH

pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu larutan dan mewakili konsentrasi ion hidrogen (H+). Biasanya didefinisikan sebagai negatif logaritma sepuluh konsentrasi ion hidrogen, dapat dituliskan sebagai berikut:

pH = - log [H+] (2)

Konsentrasi ion hidrogen yang aktif biasa dinyatakan dengan pH dan sering digunakan sebagai indikator jenis mikroba yang tumbuh dalam makanan dan produk yang dihasilkan. Setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhannya, sebagai contoh bakteri yang dapat tumbuh baik pada pH mendekati netral, tetapi beberapa bakteri menyukai suasana asam dan yang lain dapat tumbuh dengan sedikit asam atau dalam suasana basa (Dewi, 2004).

3. Organoleptik

Mutu bahan makanan dapat diukur berdasarkan kemampuan organ indera manusia secara langsung, penilaian tersebut merupakan penilaian organoleptik.

Penilaian ini bersifat subjektif atau pribadi para panelis. Parameter yang dinilai meliputi penampakan seperti warna buah, aroma dan juga tekstur dari bahan

(35)

makanan. Ketiga hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan air dalam sel, faktor genetis ataupun varietas buah (Dewi, 2004).

Dalam pengujian organoleptik dikenal ada macam-macam jenis panel yang penggunaannya berbeda tergantung pada tujuan. Terdapat lima macam panel yang biasa digunakan dalam pengujian organoleptik di- antaranya panel tak terlatih (untrained panel). Panel ini umumnya untuk menguji kesukaan (preference test) (Soekarto, 1985).

Uji kesukaan disebut juga uji hedonik, yaitu panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik yang umumnya disertai dengan skala numerik misalnya (A) sangat suka, (B) suka, dan (C) tidak suka (Soekarto, 1985).

2.7 Analisa Kualitas Selai Nanas 1. Kadar air

Berdasarkan SII. No.173 Tahun 1978, kadar air maksimum pada selai buah adalah 35%. Jika melebihi kadar air maksimum maka selai akan mudah mengalami pembusukan karena mikroba dan mempercepat masa lama penyimpanan.

2. Kadar Serat

Berdasarkan SII. No.173 Tahun 1978, kadar serat yang terkandung di dalam selai harus positif. Serat dibutuhkan oleh manusia untuk melancarkan proses pencernaan.

3. Kadar Gula

Berdasarkan SII. No.173 Tahun 1978, kadar gula minimum pada selai buah adalah 55%. Gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar kristal- kristal yang terbentuk di permukaan gel dapat dicegah (Winarno, 1997).

Persentase gula yang tinggi dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Rizky, 2012).

2.8 Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

FTIR merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam suatu senyawa, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan unsur - unsur penyusunnya. Pada spektroskopi inframerah, spektrum inframerah terletak pada daerah dengan panjang gelombang

(36)

mulai dari 0,75 sampai 1000 μm atau bilangan gelombang dari 1300 sampai 1 cm-1.

Dilihat dari segi aplikasi dan instrumentasi, spektrum inframerah dibagi ke dalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat (bilangan gelombang 12800–4000 cm-1), inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000–200 cm-1), dan inframerah jauh (bilangan gelombang 200–10 cm-1). FTIR termasuk ke dalam kategori radiasi inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000–200 cm-1) (Ratna, J., 2012).

Dua variasi instrumental dari spektroskopi IR yaitu metode dispersif yang lebih tua, di mana prisma atau kisi dipakai untuk mendispersikan radiasi IR, dan metode Fourier Transform (FT) yang lebih akhir, yang menggunakan prinsip interferometri. Kelebihan – kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang tepat, dan karena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi kemampuannya untuk menyimpan dan memanipulasi spectrum (Stevens, 2001).

Analisis sampel pada spektroskopi FTIR diawali dengan dipancarkannya sinar infra merah dari sumber benda hitam. Sinar tersebut melaju dan melewati celah yang mengontrol jumlah energi yang disediakan untuk sampel. Sinar ini masuk ke dalam interferometer dimana ada kode khusus. Hasil interferogramnya kemudian keluar dari interferometer. Sinar tersebut kemudian memasuki ruang sampel, di mana sinar tersebut ditransmitasikan keluar atau dipantulkan kembali oleh permukaan sampel, tergantung dari tipe analisis yang diselesaikan. Setelah itu, sinar tersebut masuk ke detektor untuk analisis akhir. Hasil analisis akhir diolah menjadi sinyal digital dan dikirimkan ke komputer lalu diolah menggunakan metode transformasi Fourier (Sastrohamidjojo H., 2001).

(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada 19 April 2018 sampai Juni 2018 di Laboratorium Biokimia dan Bahan Makanan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Analisa gugus fungsi selulosa dan CMC dengan Spektroskopi FT-IR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Gajah Mada.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Nama Alat Merek

Gelas beaker Pyrex

Spatula

Gelas ukur Pyrex

Neraca analitis Mettler Toledo

Pipet tetes

Batang pengaduk kaca

Labu takar Pyrex

Botol akuades Ayakan 80 mesh Hot plate stirrer Magnetic bar

Termometer Fisher

Cling Wrap

Blender Miyako

Indikator universal Merck

Statif dan klem Kertas saring

Corong kaca Pyrex

Labu erlenmeyer Pyrex

Oven

(38)

Plastik klip Aluminium foil

Corong funnel Pyrex

Sentrifugator

Buret Pyrex

Pipet volume Pyrex

Cawan porselen Desikator

Seperangkat alat FTIR Shimadzu

Panci Parutan Pisau Serbet Sendok Baskom

Viskosimeter Ostwald Bola karet

Elektroda pH meter Stopwatch

Centong Kompor 3.2.2 Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Bahan Merek

Serbuk kulit nangka muda Aquadest

NaOH pellet Merck

NaOCl(p) 12% Merck

CH3COOH glasial Merck

H2O2(p) 30% Merck

Indikator kanji Larutan iodin 0,01N

(39)

Isopropanol Merck

Monokloro asetat Merck

Selulosa standart Merck

CMC standart Merck

Aseton Merck

CuSO4.5H2O(s) Merck

1-naftol Merck

Metanol Merck

Etanol Merck

HNO3(p) 65% Merck

H2SO4(p) 25% Merck

Larutan Luff Schrool KI 20%

Na2SO3 0,1N Na2S2O3 0,1N Larutan blanko

Indikator amilum 0,5%

Nanas Gula pasir Es batu

Asam jeruk peras Kayu manis Cengkeh Garam dapur

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan Serbuk Kulit Nangka Muda

Limbah kulit nangka muda dibersihkan dan dicuci dengan air. Dipotong kecil-kecil kemudian, dikeringkan dibawah sinar matahari dan dilanjutkan pengeringan di dalam oven pada suhu 60℃. Dihaluskan dengan menggunakan blender sampai berbentuk serbuk. Diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 80 mesh.

(40)

3.3.2 Isolasi α-selulosa dari Kulit Nangka Muda

Ditimbang sebanyak 75 g serbuk kulit nangka muda yang telah halus dimasukkan kedalam beaker glass 5000 ml, lalu ditambahkan 1000 mL HNO3 3,5%

dan 0,01 g NaNO2. Dipanaskan selama 2 jam pada suhu 90oC dan disaring dan dicuci residu dengan aquades hingga pH=7. Ditambahkan 375 mL NaOH 2% dan 375 mL Na2SO3 2% kemudian dipanaskan selama 1 jam pada suhu 50oC. Disaring dan dicuci residu dengan aquades hingga pH=7. Ditambahkan 500 mL Na-Hipoklorit 1,75% lalu dipanaskan selama 30 menit pada suhu 70oC dan diisaring dan dicuci residu dengan akuades hingga pH=7. Ditambahkan 500 mL NaOH 17,5% kemudian dipanaskan selama 30 menit pada suhu 80oC, disaring dan dicuci residu dengan akuades hingga pH=7. Ditambahkan H2O2 10% Dipanaskan selama 15 menit pada suhu 600C lalu disaring dan dicuci residu dengan akuades hingga pH=7.

Dikeringkan residu didalam oven pada suhu 60oC kemudian dimasukkan kedalam desikator (Ohwoavworhua, 2009).

3.3.3 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Ditimbang sebanyak 5 g serbuk α-selulosa dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 150 mL isopropanol sambil dilakukan pengadukan.

Ditambahkan 15 mL NaOH 25% sambil diaduk selama 1 jam pada suhu kamar.

Selanjutnya ditambahkan 6 g monokloro asetat sambil diaduk selama 1,5 jam.

Dibungkus campuran tersebut dengan aluminium foil dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 3,5 jam. Setelah itu campuran tersebut direndam dengan 100 mL metanol dalam waktu semalam. Dinetralkan campuran dengan CH3COOH 90%

hingga pH = 7, kemudian disaring dengan menggunakan sintered funnel. Hasil akhir dicuci sebanyak 3 kali dengan perendaman 50 mL etanol selama 10 menit untuk menghilangkan zat pengotor. Kemudian dicuci kembali dengan 100 mL metanol absolut, disaring dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam.

Disimpan dalam desikator (Hong, 2013).

3.3.4 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Ditimbang sebanyak 5 g CMC dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest lalu dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama 10 menit sambil diaduk. Kemudian disentrifugasi selama 1 menit dengan

(41)

kecepatan 4000 rpm. Dipisahkan endapan dari larutan. Dilarutkan CMC hasil re- presipitasi dengan 100 mL aseton. Disaring CMC tersebut, dibungkus dengan aluminium foil serta dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam.

Kemudian disimpan di dalam desikator (Hong, 2013).

3.3.5 Analisa Gugus Fungsi dengan Spektroskopi FT-IR

Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan di antara lempengan – lempengan garam yang datar. Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel. Kemudian film diletakkan pada plat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam kertas berkala berupa aliran kurva bilangan gelombang 4000-200 cm-1 terhadap intensitas.

3.3.6 Analisa Kualitatif Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Ditimbang sebanyak 0,5 g CMC dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 50 ml aquadest. Dipanaskan pada suhu 60 – 70℃ selama 20 menit sambil diaduk sesekali untuk membuat larutan homogen. Didinginkan larutan dan digunakan sebagai larutan uji. Dibagi larutan ke dalam tiga tabung reaksi.

Tabung I :

- dimasukkan 5 ml larutan uji - ditambahkan 10 ml aseton - dikocok perlahan

- dicatat hasilnya (jika (+) dihasilkan endapan berwarna putih) Tabung II :

- dimasukkan 5 ml larutan uji

- ditambahkan 5 ml larutan CuSO4 1,2N - dikocok perlahan

- dicatat hasilnya (jika (+) dihasilkan endapan berwarna biru muda) Tabung III :

- dimasukkan 1 ml larutan uji - diencerkan dengan 1 ml aquadest - ditambahkan 5 tetes 1-naftol

- dimiringkan tabung sambil dialirkan 2 mL asam sulfat

(42)

- dicatat hasilnya (jika (+) dihasilkan permukaan berwarna merah keunguan) (COEI- 1-CMC:2009).

3.3.7 Pembuatan Selai Nanas

Buah Nanas dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan air mengalir.

Setelah diangin-anginkan, buah nanas dikupas. Nanas yang telah dikupas lalu diparut menjadi bubur nanas. Semua bahan-bahan tambahan (gula, CMC, asam jeruk cengkeh, dan kayu manis) dicampurkan ke dalam bubur nanas lalu diaduk sampai semua bahan tercampur rata. Bubur nanas kemudian dimasak dengan menggunakan api sedang, diaduk (menggunakan sendok kayu) sampai bubur nanas mengental.

Pada saat bubur nanas mulai mendidih, ditambahkan garam dapur, diaduk kembali hingga tercampur sempurna. Pada saat bubur nanas sudah mulai mengental maka api harus dikecilkan agar tidak menjadi gosong.

3.3.8 Uji Organoleptik

Dilakukan uji organoleptik untuk hasil selai nanas, sebagai parameternya yaitu meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa. Metode pengujian yang digunakan adalah metode hedonik (uji kesukaan) dengan skala A, B, dan C yaitu (A) sangat suka, (B) suka, dan (C) tidak suka.

Tabel 3.1 Uji Organoleptik Penelitian

Penerimaan Nilai

Sangat suka A

Suka B

Tidak suka C

3.3.9 Uji Densitas a. Aquadest

Dikosongkan piknometer, dikeringkan lalu ditimbang dengan neraca analitik, lalu dicatat massanya dan dilakukan sebanyak 3 kali. Kemudian dimasukkan aquadest kedalam piknometer lalu ditimbang, dicatat massanya, dan dilakukan sebanyak 3 kali.

b. Selai nanas

Dikosongkan piknometer, dikeringkan lalu ditimbang dengan neraca analitik, lalu dicatat massanya dan dilakukan sebanyak 3 kali. Kemudian

(43)

dimasukkan selai nanas kedalam piknometer lalu ditimbang, dicatat massanya, dan dilakukan sebanyak 3 kali.

3.3.10 Pengukuran pH

Sebanyak 300 ml selai nanas dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dicelupkan elektroda pH meter dan dibiarkan beberapa saat hingga diperoleh pembacaan yang stabil .

3.3.11 Analisa Kadar Nutisi Selai Nanas 3.3.11.1 Uji Kadar Air

Ditimbang sebanyak 2 g selai nanas dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya. Dikeringkan dalam oven pada suhu 106oC selama 3 jam.

Didinginkan di dalam desikator. Kemudian ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (SNI,1992).

Massa selai sebelum pemanasan- massa selai setelah pemanasan per massa sampel x 100%

3.3.11.2 Uji Kadar Serat

Dimasukkan selai nanas yang telah dihilangkan kadar lemaknya kedalam beaker glass. Ditambahkan 50 ml H2SO4 1,25%, lalu ditutup dengan cawan petri dan dididihkan selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 3,25%, lalu ditutup dengan cawan petri dan dididihkan selama 30 menit. Selanjutnya disaring dengan kertas saring whatmann no. 42. Kemudian dicuci dengan ml H2SO4 1,25%

yang telah dipanaskan, lalu dicuci dengan aquadest dan dicuci dengan etanol 96%.

Kemudian dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui massanya, lalu dikeringkan didalam oven pada suhu 105℃. Selanjutnya didinginkan didalam desikator, lalu ditimbang sampai berat konstan dan dihitung kadar seratnya.

3.3.11.3 Uji Kadar Gula

Ditimbang selai nanas sebanyak 2 gram, dimasukkan kedalam labu takar 50 ml dan diencerkan sampai tanda batas. Kemudian dipipet 10 ml dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan kedalam erlenmeyer. Ditambahkan 25 ml larutan luff schoorl dan 15 ml air suling. Dipanaskan campuran dan dibiarkan

(44)

selama 10 menit. Kemudian didinginkan sampel dengan air yang berisi es. Setelah dingin ditambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% secara perlahan-lahan.

Dititrasi dengan larutan Na2SO3 0,1 N sampai larutan berwarna kuning pucat kemudian ditambahkan indikator amilum 0,5% dan dititrasi lagi sampai larutan berwarna putih susu. Kemudian dicatat volume Na2S2O3 0,1N yang terpakai.

Dilakukan perlakuan yang sama untuk volume blanko.

(45)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Penyiapan Serbuk Kulit Kulit Nangka Muda

Kulit Nangka Muda

Dibersihkan dan dicuci dengan air

Dikeringkan dibawah sinar matahari

Dihaluskan dengan blender

Diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh

Serbuk Kulit Nangka Muda

Dipotong kecil-kecil kulit nangka muda

Di oven selama 6 jam pada suhu 60oC

(46)

3.4.2 Isolasi -selulosa dari Serbuk Kulit Nangka Muda (Ohwoavworhua, 2009)

75 g serbuk kulit nangka muda

Dimasukkan ke dalam beaker glass

Ditambahkan 1000 ml HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2 Dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam sambil diaduk diatas hot plate

Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

Residu Filtrat

Ditambahkan 375 ml NaOH 2% dan 375 ml Na2SO3 2%

Dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam sambil diaduk diatas hot plate

Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

Residu Filtrat

Diputihkan dengan 500 ml larutan NaOCl 1,75%

Dipanaskan pada suhu 70oC selama 30 menit sambil diaduk diatas hot plate

Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

Residu Filtrat

Ditambahkan dengan 500 ml NaOH 17,5 %

Dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit sambil diaduk diatas hot plate

Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral

Residu Filtrat

Ditambahkan dengan 250 ml H2O2 10%

Dipanaskan pada suhu 60OC selama 15 menit sambil diaduk diatas hot plate Disaring dan dicuci residu dengan aquadest hingga filtrat netral

selulosa basah

Dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC Disimpan di dalam desikator

 selulosa kering Dikarakterisasi FTIR

(47)

3.4.3 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) (Hong, 2013) 5 g serbuk -selulosa

Dimasukkan ke dalam beaker glass

Ditambahkan 150 mL isopropanol sambil diaduk perlahan Ditambahkan dengan 15 mL larutan NaOH 25% sambil diaduk selama 1 jam pada suhu kamar

Ditambahkan 6 g natrium kloroasetat sambil diaduk selama 1,5 jam Campuran

Dibungkus dengan aluminium foil

Dikeringkan pada suhu 60oC di dalam oven selama 3,5 jam Direndam dengan 100 mL metanol selama 1 malam Dinetralkan campuran dengan menggunakan larutan CH3COOH 90% hingga pH = 7

Disaring dengan menggunakan sintered funnel

Residu Filtrat

Dicuci dengan perendaman menggunakan 50 mL etanol selama 10 menit sebanyak 3 kali

Dicuci kembali dengan menggunakan 100 mL metanol absolut

Disaring CMC basah

Dikeringkan pada suhu 60oC di dalam oven selama 4 jam Disimpan dalam desikator

CMC kering

(48)

3.4.4 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC) (Hong, 2013) 5 g CMC Kering

Dimasukkan ke dalam beaker glass Dilarutkan dengan 100 ml aquadest

Dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama10 menit sambil diaduk

Disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm Dipisahkan endapan dari larutan

Endapan Filtrat

Dilarutkan dengan 100 ml aseton Disaring

Residu Filtrat

Dibungkus dengan aluminium foil

Dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam Disimpan dalam desikator

CMC

Dikarakterisasi

FTIR

(49)

3.4.5 Analisa Kualitatif Carboxymethyl Cellulose (CMC) (COEI-1- CMC:2009).

0,5 g CMC

Dimasukkan ke dalam beaker glass Ditambahkan 50 ml aquadest

Dipanaskan pada suhu 60 - 70oC selama 20 menit sambil diaduk sesekali untuk membuat larutan homogen Didinginkan larutan

Dibagi ke dalam 3 tabung reaksi

Tabung I Tabung II Tabung III

Dimasukkan sebanyak 5 ml Ditambahkan 10 ml aseton Dikocok perlahan

Hasil

Dimasukkan sebanyak 5 ml Ditambahkan 5 ml larutan CuSO4 1,2N

Dikocok perlahan

Hasil

Dimasukkan sebanyak 1 ml Diencerkan dengan 1 ml aquadest

Ditambahkan 5 tetes larutan 1-naftol

Dimiringkan tabung sambil dialirkan 2 ml asam sulfat Hasil

(50)

3.4.6 Pembuatan Selai Nanas Buah nanas

Dibersihkan dengan air mengalir Dikupas kulitnya

Daging buah nanas Kulit nanas

Diparut Bubur nanas

Ditambahkan gula, CMC, asam jeruk peras, kayu manis, dan cengkeh Diaduk sampai semua bahan tercampur rata

Dimasak dengan menggunakan api sedang

Diaduk menggunakan sendok kayu hingga mengental

Diaduk kembali hingga tercampur sempurna Selai nanas

Ditambahkan garam dapur jika sudah mendidih

Catatan :

Diulangi perlakuan yang sama untuk variasi konsentrasi CMC 0,25%, 0,5%; 075%;

dan 1% serta tanpa penambahan CMC.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

‘I still intend to feel for a pulse,’ said the young doctor, and stepped forward to kneel by Major Barker.. ‘Keep back!’ said

Pengaruh dari variasi debit effluen pada percobaan kontinyu adalah efisiensi penurunan dan titik jenuh.Efisiensi penurunan konsentrasi terbesar dengan waktu jerap lebih

Karena Dia telah memberikan anugerah sehingga penulis diizinkan untuk menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Salinitas Terhadap Aktivitas Enzim Lipase Dari

[r]

[r]

Dalam mengimplementasikan hal tersebut, pada tanggal 10 Februari 2011, KPAN mengadakan Pelatihan Fasilitator yang diikuti oleh 17 peserta yang berasal dari perwakilan

Namun, saya diingatkan bahwa kita harus terus-menerus mengadvokasikan agar ada lebih banyak jenis obat antiretroviral tersedia di Indonesia, untuk memberi pilihan baru pada mereka