• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Riska Asyari Putri, Mastuang, Abdul Salam M.

Program Studi Pendidikan Fisika FKIP ULM Banjarmasin rsksyrptr@gmail.com

ABSTRAK: Rendahnya keterampilan proses sains siswa di kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin disebabkan proses pembelajaran hanya berpusat pada guru dan siswa tidak pernah melakukan kegiatan penyelidikan. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Jenis penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri dari 2 siklus, setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan/ pengamatan, dan refleksi. Data diperoleh melalui observasi dan tes. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Temuan penelitian dari siklus I ke siklus II yaitu: (1) Keterlaksanaan RPP secara keseluruhan pada siklus I dan siklus II memperoleh kriteria sangat baik; (2) Keterampilan proses sains siswa pada siklus I ke siklus II dengan kategori cukup terampil menjadi terampil; (3) Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 76,67%

yang tuntas menjadi 93% yang tuntas pada siklus II sehingga dapat dinyatakan tuntas secara klasikal. Diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin dengan cara guru menyampaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari untuk menarik perhatian siswa, memberikan tambahan waktu untuk membaca prosedur percobaan dan mengurangi bimbing untuk melatihkan keterampilan proses sains siswa.

Kata kunci: Keterampilan proses sains, inkuiri terbimbing

IMPROVING STUDENTS’ SCIENCE PROCESS SKILL USING GUIDED INQUIRY LEARNING MODEL

ABSTRACT: The students’s low science process skill at class X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin is caused by the learning process which is only centered on the teacher and the students never conduct the investigation activity. Therefore, the research was conducted to improve the science process skills of X-3 students of SMA Negeri 10 Banjarmasin by using guided inquiry learning model. This type of research uses classsroom actionresearch by Kemmis and Mc Taggart model which consist of 2 cycles, each cycle includes planning, implementation/observation and reflection. The data was obtained through observation and test. The data were analyzed descriptively qualitative and quantitative. The research findings from cycle I to cycle II are: (1) The overall implementation of RPP in cycle I and cycle II has increased respectively very good category (2) Students’ science process skill in cycle I to cycle II from skilled enough to be skilled category; (3) The Students’ learning results have increased from the first cycle of 76.67% pass to 93% pass in cycle II so that it can be defined pass classically. The conclusion is that the guided inquiry learning model can improve the science process skills of X-3 students of SMA Negeri 10 Banjarmasin in a way teacher convey problems in everyday life to attract students attention, provide additional time to read the investigation procedur and reduces guided to trained students science process skill.

Keywords: science process skill, guided inquiry

(2)

PENDAHULUAN

Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari dan alam sekitar yang diamati dan diukur sistematis sehingga fisika tidak penguasaan kumpulan pengetahuan yang berbentuk fakta, konsep, atau prinsip. Namun, Pembelajaran IPA suatu proses penemuan pengetahuan yang diperoleh melalui penyelidikan. Konsep-konsep dalam fisika merupakan hasil dari pengamatan dan penelitian terhadap fenomena alam semesta yang dipelajari melalui eksperimen di laboratorium, sehingga pembelajaran fisika kepada siswa di sekolah melalui kegiatan eksperimen di laboratorium penting untuk dilakukan. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah tercantum bahwa proses pembelajaran IPA diperoleh melalui metode ilmiah yang terwujud dengan serangkaian kerja ilmiah, nilai dan sikap ilmiah (Sadia, 2014).

Siswa belum dapat

menghubungkan yang telah dipelajari untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang ada dikelas masih bersifat teoritis sehingga siswa tidak menangkap makna yang diperoleh dalam pembelajaran untuk dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada kondisi ini tugas guru untuk merancang pembelajaran yang dapat membekali siswa pengetahuan secara teoritis dan praktik serta siswa dapat memahami materi pembelajaran yang diajarkan.

Keterlibatan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran menekankan siswa untuk membangun pengetahuan dan guru merancang kegiatan pembelajaran untuk siswa mengaitkan pengetahuan awal dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk hal itu diharapkan bahwa guru memfasilitasi siswa membangun pengetahuan dengan cara mengajarkan informasi yang diberikan oleh guru menjadi bermakna dan relevan, memberikan kesempatan kepada siswa menemukan dan menetapkan ide-ide untuk belajar. Selanjutnya guru memberi arahan untuk membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

Namun, siswa diupayakan melakukan arahan tersebut.

Pembelajaran konvensional mengutamakan hafalan, pembelajaran yang dilakukan siswa sebagian besar digunakan mengerjakan tugas dan latihan, serta mendengarkan ceramah.

Pembelajaran terjadi di ruang kelas dan siswa secara pasif menerima informasi dari guru. Pembelajaran berorientasi

(3)

pada guru. Guru memegang peranan dominan dan siswa tidak ditugaskan menemukan materi pembelajaran yang diajarkan. Pada pembelajaran siswa dijadikan sebagai penerima pasif dan hanya menghafal tanpa belajar untuk berpikir sehingga pengajaran tidak menanamkan konsep tetapi lebih mengarahkan pada hafalan dan mengingat fakta-fakta. Kondisi kelas X- 3 berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan dan ceramah menjadi pilihan metode pembelajaran.

Hal ini berdampak pada hasil ujian semestesr ganjil 2016/2017 siswa kelas X-3 menunjukkan sebanyak 97,37%

nilai siswa dibawah kriteria ketuntasan minimum ditetapkan 70. Nilai rata-rata ujian semester ganjil 2016/2017 siswa kelas X-3 diperoleh sebesar 51.

Ketersediaan alat-alat praktikum yang ada di laboratorium SMA Negeri 10 Banjarmasin yang kurang memadai menjadi salah satu alasan guru tidak melakukan percobaan pada proses pembelajaran. Namun, masih ada alat- alat yang dapat digunakan untuk melakukan percobaan untuk materi pembelajaran tertentu seperti suhu dan kalor. Hal ini berdampak pada keterampilan proses sains siswa bahwa berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin berupa tes

kepada siswa diperoleh hasil menunjukkan keterampilan proses sains siswa bahwa sebanyak 93,5 % siswa tidak mampu merumuskan hipotesis, 100 % siswa tidak mampu mengidentifikasi variabel penyelidikan, 100% siswa tidak mampu menganalisis data, dan 100% siswa tidak mampu menarik kesimpulan dari 31 siswa.

Dari penjabaran permasalahan yang ada dikelas X-3 bahwa ada faktor penyebab terjadinya penghambat ketercapian prestasi belajar siswa.

Proses pembelajaran kelas X-3 direncanakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanana proses pembelajaran digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas menentukan perangkat pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai (Sanjaya, 2013).

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan maka diperlukan model pembelajaran yang memfasilitasi meningkatkan ketercapaian prestasi belajar siswa yang tidak hafalan. Solusi permasalahan direncanakan dan diterapkan model pembelajaran yang menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Proses pembelajaran fisika harus sesuai hakikat IPA diharapkan ada

(4)

pengalaman belajar langsung, siswa ditekankan melalui peran aktif dalam menemukan dan mengkonstruksi pengetahuannya. Piaget menyatakan bahwa pengetahuan tidak hasil pemberian guru tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan siswa (Sadia, 2014). Siswa diharapkan mengalami proses mencari kebenaran tentang pengetahuan tersebut. Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Tangkas (2012) bahwa siswa dengan proses pembelajaran melalui suatu penyelidikan untuk memperoleh pengetahuan akan memiliki pemahaman konsep yang lebih tinggi di bandingkan siswa yang belajar melalui pembelajaran langsung yang disampaikan oleh guru.

Anam (2016) mengungkapkan pengetahuan tidak hanya fakta, konsep atau prinsip yang telah ada untuk diingat. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dalam memberi makna melalui pengalaman nyata. Sejalan dengan paham konstruktivisme yaitu supaya memperoleh pengamatan atau pengetahuan, siswa membangun pemahaman terhadap fenomena alam diamati dengan memanfaatkan pengalaman langsung dan struktus kognitif. Konstruktivisme diartikan pembelajaran yang mengharuskan siswa belajar dengan membangun pengetahuannya. Pada dasarnya dalam

pembelajaran ini bahwa siswa secara aktif membangun pengetahuan, keterampilan, dan informasi yang diperoleh dalam proses membangun kerangka oleh siswa dari lingkungan di luar dirinya.

Pembelajaran yang berorientasi pada penerapan latihan-latihan soal kurang efektif menghasilkan siswa yang aktif, kreatif, dan inovatif. Siswa mengingat jangka pendek. Namun, siswa tidak dapat memecahkan persoalan dalam jangka panjang. Hal ini memerlukan perubahan model pembelajaran bermakna sehingga siswa dibekali memecahkan permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Model pembelajaran yang tepat yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing.

Menurut Anam (2016) model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, dalam proses belajar siswa membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman dan menggunakan keterampilan proses sains untuk memperoleh banyak ilmu pengetahuan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing salah satu model pembelajaran kognitif yang berpengaruh dalam mendorong siswa untuk belajar dengan diri sendiri.

(5)

Penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, banyak penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan model tersebut. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah hasil penelitian Elnada (2016), Karim, Zainuddin, dan Mastuang (2016), dan Setiawan (2016) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Kelebihan model pembelajaran inkuiri terbimbing berdasarkan penelitian Kurnia dan Amalia, Zainuddin, dan Misbah (2016) menyatakan penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat melatihkan keterampilan generik sains dan kemampuan berpikir kreatif.

Berdasarkan uraian di atas telah menjelaskan masalah yang ada di SMA Negeri 10 Banjarmasin serta solusi yang diperkirakan dapat mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian yang berjudul

“Meningkatkan keterampilan proses siswa kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing”.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah secara umum ialah “bagaimana cara meningkatkan keterampilan proses sains

siswa kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing?”.

Berdasarkan pertanyaan- pertanyaan pada rumusan masalah, secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan cara meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas X- 3 SMA Negeri 10 Banjarmasin menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

KAJIAN PUSTAKA

Model pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang mampu mendorong siswa untuk menjadi insan yang cerdas, kritis dan berwawasan luas. Tujuan pembelajaran inkuiri ini yaitu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memotivasi, mendapatkan jawaban berdasarkan rasa ingin tahu, dapat menyimpulkan dan memberi makna terhadap temuan-temuannya (Sadia, 2014).

Keterampilan proses sains adalah kemampuan yang dipelajari atau dilatihkan siswa pada saat melakukan inkuiri ilmiah. Menurut Suyidno (2012) keterampilan proses sains meliputi berberapa aspek sebagai berikut Merumuskan hipotesis, mengidentifikasi

(6)

variabel, menganalisis data, menarik kesimpulan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah yang ada di kelas X- 3 SMA Negeri 10 Banjarmasin berkaitan dengan keterampilan proses sains siswa yang masih rendah. Alur penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto, 2014). Penelitian ini terdiri dari 2 siklus yang setiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan.

Subjek penelitian adalah 30 orang siswa kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin semester genap tahun ajaran 2016/2017. Tempat penelitian adalah SMA Negeri 10 Banjarmasin

yang berlokasi di Jalan Tembus Mantuil Kelurahan Basirih Banjarmasin.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2017 s/d Mei 2017.

Teknik yang digunakan pengumpulan data penelitian ini yaitu observasi dan tes. Keterampilan proses sains siswa dianalisis dengan menggunakan rumus berikut:

P = 𝑅

𝑁 (1)

Keterangan: P = skor rata-rata keterampilan proses sains yang didapat

𝑅 = jumlah skor yang didapat

N = jumlah skor maksimum Skor rata-rata keterampilan proses sains yang diperoleh selanjutnya diinterpretasikan dengan kriteria keterampilan proses sains yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Kriteria keterampilan proses sains

No Rerata Skor Kriteria

1 P > 3,2 Sangat terampil 2 2,4 < P ≤ 3,2 Terampil 3 1,6 < P ≤ 2,4 Cukup terampil 4 0,8 < P ≤ 1,6 Kurang terampil 5 P ≤ 0,8 Sangat kurang terampil

(Adaptasi Widoyoko, 2016) Indikator keberhasilan dalam

penelitian ini yaitu keterlaksanaan RPP minimal berkategori baik, hasil belajar siswa memenuhi ketuntusan klasikal ≥ 70% individu tuntas, keterampilan proses sains minimal berkategori terampil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan keterlaksanaan RPP

Rekapitulasi data siklus I berdasarkan lembar keterlaksanaan RPP pertemuan pertama pada tabel 2.

(7)

Tabel 2. Rekapitulasi Keterlaksanaan RPP Siklus I Pertemuan Pertama

No Fase Persentase Kriteria

1 Mendapatkan perhatian dan menjelaskan proses

inkuiri 71 % Baik

2 Menyajikan permasalahan 75 % Baik

3 Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan

permasalahan atau kejadian 81% Sangat baik

4 Mengumpulkan data untuk menguji hipotesis 80 % Sangat baik 5 Merumuskan penjelasan dan/atau kesimpulan 79% Baik 6 Merefleksikan situasi bermasalah dan proses

berpikir yang digunakan untuk menyelidiki 88% Sangat baik

7 Penutup 88% Sangat baik

Rata-Rata 0,80

Persentase 80,73 Sangat baik

Reliabilitas 0,79 Cukup

Pertemuan pertama kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model inkuiri terbimbing persentase

keterlaksanaan RPP secara keseluruhan 80,73 mencapai kriteria sangat baik.

Rekapitulasi data siklus I berdasarkan lembar keterlaksanaan RPP pertemuan kedua pada tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi keterlaksanaan RPP siklus I pertemuan kedua

No Fase Persentase Kriteria

1 Mendapatkan perhatian dan menjelaskan proses inkuiri

92 % Sangat baik 2 Menyajikan permasalahan 100% Sangat baik 3 Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan

permasalahan atau kejadian

100% Sangat baik 4 Mengumpulkan data untuk menguji hipotesis 85% Sangat baik 5 Merumuskan penjelasan dan/atau kesimpulan 92% Sangat baik 6 Merefleksikan situasi bermasalah dan proses

berpikir yang digunakan untuk menyelidiki

98% Sangat baik

7 Penutup 100% Sangat baik

Rata-Rata 0,94

Persentase 94,27 Sangat baik

Reliabilitas 0,88 Tinggi

Pertemuan kedua kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model inkuiri terbimbing persentase keterlaksanaan RPP secara keseluruhan 94,27 mencapai kriteria sangat baik.

Tabel 2 dan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan keterlaksanaan RPP siklus I pada

pertemuan pertama dan pertemuan kedua mengalami peningkatan dari 80,73% menjadi 94,27% mencapai kriteria sangat baik.

Keterampilan proses sains

Rekapitulasi data keterampilan proses sains siswa berdasarkan lembar kerja siswa pada siklus I pada tabel 4.

(8)

Tabel 4. Rekapitulasi keterampilan proses sains siklus I KETERAMPILAN

PROSES SAINS KRITERIA

sangat terampil

terampil cukup terampil

kurang terampil

tidak terampil

Merumuskan Hipotesis 77% 23% - - -

Mengidentifikasi variabel 83% 17% - - -

Menganalisis data 67% 23% 10 % - -

Menarik kesimpulan 67% 23% 10 % - -

Jumlah siswa 30 orang

Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase keterampilan proses sains masih ada siswa pada keterampilan menganalisis data dan menarik kesimpulan mencapai kriteria cukup terampil. Pada siklus I menunjukkan

bahwa keterampilan proses sains siswa belum mencapai indikator keberhasilan.

Hasil belajar produk

Rekapitulasi nilai dari tes hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus I pada tabel 5.

Tabel 5. Rekapitulasi nilai THB siklus I

No Uraian Hasil Siklus I

1 Nilai rata-rata tes 73,5

2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 23

3 Jumlah siswa seluruhnya 30

4 Persentase yang tuntas 76,67

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang tuntas pada siklus I mencapai 76,67 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa telah memenuhi indikator keberhasilan.

Refleksi

Pada pembelajaran siklus I masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki dalam siklus selanjutnya.

Hasil refleksi dan perencanaan ulang untuk siklus II dari siklus I secara lengkap dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil refleksi siklus I dan perencanaan ulang siklus II No Hasil Refleksi Siklus I Rencana Tindakan pada Siklus II

1 Keterlaksanaan RPP pada semua fase telah terlaksana dan secara umum dalam kriteria sangat baik. Namun, ada catatan dari pengamat tentang perlu peningkatan mendapatkan perhatian siswa pada fase I

Mendapatkan perhatian siswa menggunakan salah satu gambar atau sebuah masalah yang sering siswa temukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa guru harus mendemonstrasikan fenomena tersebut.

2 Pada fase mengumpulkan data untuk menguji hipotesis, pada aspek melakukan penyelidikan dalam kriteria baik.

Memberikan tambahan waktu untuk membaca prosedur percobaan dan kesempatan bertanya tentang prosedur percobaan yang belum dimengerti.

3 Keterampilan proses sains untuk aspek menganalisis data dan menarik kesimpulan berkriteria cukup

Saat pembelajaran siklus II guru lebih intensif membimbing dan mengingatkan kembali mengenai aspek keterampilan proses sains

(9)

terampil. dan menekankan pada keterampilan menganalisis data dan menarik kesimpulan.

Untuk melihat kemandirian siswa maka guru mengurangi bimbingan dan arahan.

4 Waktu pelaksanaan pembelajaran terlambat sehingga mengurangi waktu pembelajaran di kelas.

Waktu pelaksanaan pembelajaran terlambat karena siswa harus menuju laboratorium fisika sehingga untuk siklus II guru harus memberitahukan dan mengingatkan kembali bahwa pelaksanaan pembelajaran di laboratorium fisika.

5 Guru belum maksimal dalam mengelola kelas terlihat masih ada siswa melakukan hal-hal yang tidak diperintahkan dalam penyelidikan misalkan bermain-main dengan alat dan bahan yang digunakan untuk penyelidikan.

Guru harus bertindak tegas menegur siswa yang membuat keributan di kelas.

Setelah selesai digunakan, alat dan bahan penyelidikan segera meminta siswa untuk mengembalikan sehingga siswa tidak bermain-main dengan alat dan bahan yang diberikan.

Keterlaksanaan RPP Siklus II

Rekapitulasi keterlaksanaan RPP siklus II pertemuan pertama dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi keterlaksanaan RPP siklus II pertemuan pertama

No Fase Persentase Kriteria

1 Mendapatkan perhatian dan menjelaskan proses

inkuiri 100 Sangat baik

2 Menyajikan permasalahan 100 Sangat baik

3 Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan

permasalahan atau kejadian 100 Sangat baik

4 Mengumpulkan data untuk menguji hipotesis 95 Sangat baik 5 Merumuskan penjelasan dan/atau kesimpulan 100 Sangat baik 6 Merefleksikan situasi bermasalah dan proses

berpikir yang digunakan untuk menyelidiki 100 Sangat baik

7 Penutup 100 Sangat baik

Rata-Rata 0,98

Persentase 98,96 Sangat baik

Reliabilitas 0,92 Tinggi

Pertemuan pertama kegiatan pembelajaran siklus II persentase keterlaksanaan RPP secara keseluruhan 98,96 mencapai kriteria sangat baik.

Rekapitulasi data siklus II berdasarkan lembar keterlaksanaan RPP pertemuan kedua yang ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 8. Rekapitulasi keterlaksanaan RPP pertemuan 2 siklus II

No Fase Persentase Kategori

1 Mendapatkan perhatian dan menjelaskan proses inkuiri

100 Sangat baik

2 Menyajikan permasalahan 100 Sangat baik

3 Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan 100 Sangat baik Lanjutan Tabel 6

(10)

permasalahan atau kejadian

4 Mengumpulkan data untuk menguji hipotesis 97,5 Sangat baik 5 Merumuskan penjelasan dan/atau kesimpulan 100 Sangat baik 6 Merefleksikan situasi bermasalah dan proses

berpikir yang digunakan untuk menyelidiki 100 Sangat baik

7 Penutup 100 Sangat baik

Rata-Rata 0,9948

Persentase 99,48 Sangat baik

Reliabilitas 0,96 Tinggi

Pertemuan kedua kegiatan pembelajaran siklus II persentase keterlaksanaan RPP secara keseluruhan 99,48 mencapai kriteria sangat baik.

Keterampilan proses sains

Rekapitulasi data keterampilan proses sains siswa berdasarkan lembar kerja siswa pada siklus II pada tabel 9.

Tabel 9 Rekapitulasi keterampilan proses sains siklus II KETERAMPILAN

PROSES SAINS KRITERIA

sangat

terampil terampil cukup

terampil kurang

terampil tidak terampil

Merumuskan Hipotesis 100% - - - -

Mengidentifikasi variabel 100% - - - -

Menganalisis data 63% 33% - - -

Menarik kesimpulan 90% 10% - - -

Jumlah siswa 30 orang

Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase keterampilan proses sains telah mencapai kriteria terampil dan sangat terampil.

Hasil belajar produk

Rekapitulasi nilai dari tes hasil belajar siswa pada siklus II yang dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 Rekapitulasi nilai THB siklus II secara klasikal

No Uraian Hasil Siklus II

1 Nilai rata-rata tes 87,6

2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 28

3 Jumlah siswa seluruhnya 30

4 Persentase yang tuntas 93%

Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang tuntas pada siklus II mencapai 93 % .

Refleksi

Hasil refleksi dari siklus II berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran, lembar kerja siswa dan

tes hasil belajar siswa diuraikan yaitu Data keterlaksanaan setiap fase dalam RPP pada siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan; Hasil belajar siswa di kelas X-3 secara klasikal telah memenuhi indikator keberhasilan;

Keterampilan proses sains siswa telah

(11)

mencapai kriteria terampil;

Keterampilan proses sains siswa memperoleh nilai yang meningkat dan juga tetap walaupun diberikan pengurangan bimbingan dan arahan dari guru sehingga dapat diketahui bahwa pemberian tindakan ini memberikan dampak positif membuat siswa menjadi mandiri; Penelitian dapat diketahui hasil sehingga tidak perlu dilanjutkan ke siklus III.

Pembahasan

Keterlaksanaan RPP dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing

Persentase keterlaksanaan RPP secara keseluruhan pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 80,73; 94,27;

98,96 dan 99,46 mencapai kriteria sangat baik. Dengan demikian, upaya yang dilakukan peneliti sesuai refleksi siklus I berhasil meningkatkan keterlaksanaan RPP siklus II secara keseluruhan dan keterlaksanaan fase- fase pada RPP siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini disebabkan skenario kegiatan yang dirancang secara rinci dan jelas untuk setiap langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama proses pembelajaran sehingga dapat mudah dipahami oleh guru.

Sebagaimana diungkapkan oleh Ayuningtyas, Soegimin, dan Supardi

(2015) bahwa penyusunan RPP dengan memerhatikan segala aspek meliputi keterakitan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, aspek kejelasan langkah-langkah pembelajaran. Guru dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Upaya yang dilakukan peneliti dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II dengan acuan pada hasil reflkesi siklus I menghasilkan peningkatan keterlaksanaan setiap fase dalam RPP. Pada siklus I masih ada beberapa fase yang tidak terlaksana dengan baik. Setelah disusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan mempertimbangkan kekurangan pada siklus I dan dilakukan perbaikan pada rencana pelaksanaan pembelajaran, semua fase pada siklus II terlaksana dengan kriteria sangat baik atau telah memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan. Berdasarkan refleksi siklus I pada tahap melakukan demonstrasi untuk mendapatkan perhatian siswa, guru memerlukan waktu yang lama untuk melakukan demonstrasi tersebut.

Saran pengamat untuk menggunakan gambar atau fenomena dalam kehidupan sehari-hari dalam memotivasi siswa.

Pada pertemuan kedua, peneliti menggunakan dua buah gambar untuk

(12)

memotivasi siswa, namun hal ini masih kurang efektif karena siswa tampak kesulitan jika harus memahami dua fenomena dalam satu pertemuan sehingga siklus II untuk pertemuan pertama dan kedua peneliti menggunakan satu gambar atau satu fenomena untuk memotivasi siswa. Pada siklus II pertemuan pertama, peneliti menggunakan sebuah fenomena yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berdampak positif terhadap siswa. Siswa tertarik dalam proses pembelajaran. Pertemuan kedua siklus II, peneliti menggunakan sebuah gambar untuk memotivasi siswa, hal ini juga berdampak positif terhadap siswa.

Hal ini sesuai dengan pendapat Dewi, Dantes, dan Sadia (2013) bahwa penerapan model inkuiri terbimbing melakukan perencanaan pembelajaran yang berpusat pada masalah-masalah yang tepat.

Berdasarkan uraian bahwa data keterlaksanaan RPP mengalami peningkatan pada setiap pertemuan dalam siklus penelitian dan pada siklus I dan siklus II fase-fase dalam RPP telah memenuhi indikator keberhasilan penelitian. Hal ini sesuai pernyataan Karim, Zainuddin, dan Mastuang (2016) bahwa RPP yang dibuat guru merupakan kesiapan dalam melaksanakan pembelajaran dengan

perencanaan yang matang dan memberikan pedoman sehingga pembelajaran berjalan secara efektif sesuai dengan yang direncanakan dan tujuan pembelajaran akan tercapai.

Keterampilan proses sains

Berdasarkan hasil lembar kerja siswa keterampilan proses sains masih dalam kriteria cukup terampil.

Keterampilan proses sains dapat diketahui melalui lembar kerja siswa yang dikerjakan oleh siswa. Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget (dalam Sanjaya, 2013) menyatakan anak sebenarnya dilahirkan dengan suatu kebutuhan untuk menentukan makna tentang dunia mereka.

Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dilakukan untuk melatihkan keterampilan proses sains yaitu mendapatkan perhatian siswa dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang direncanakan. Pada tahap pembelajaran, motivasi berkaitan dengan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika guru menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk pertama kalinya, guru perlu menjelaskan tujuan pembelajaran dan alur pembelajaran keseluruhan kepada siswa.

Hal yang paling penting merupakan penjelasan yang membantu siswa memahami bahwa tujuan-tujuan dari

(13)

pembelajaran ini mempelajari keterampilan proses sains yang terkait dengan penyelidikan; menyajikan permasalahan penyelidikan dengan cara membangkitkan keingintahuan siswa.

Guru menggunakan presentasi untuk mengomunikasikan permasalahan kepada siswa. Permasalahan ini disajikan untuk inkuiri seluruh kelas.

Siswa membaca dan menelaah rumusan masalah yang telah disajikan pada LKS untuk mampu mengidentifikasi masalah;

Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan permasalahan. Selama tahap ini, siswa di dorong untuk menyusun dan membuat hipotesis yang membantu menjelaskan masalah yang sedang terjadi. Keterampilan proses sains yang dilatihkan kepada siswa yaitu merumuskan hipotesis dan mengidentifikasi variabel yang dapat diperoleh dalam penyelidikan;

Mengumpulkan data untuk menguji hipotesis, siswa melakukan kegiatan penyelidikan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Keterampilan proses sains yang dilatihkan kepada siswa yaitu mengevaluasi, menyusun data, mengelola dan menganalisis data yang telah diperoleh pada kegiatan penyelidikan; merumuskan penjelasan dan/atau kesimpulan, siswa menentukan makna hubungan data dan merumuskan kesimpulan berdasarkan data yang

diperoleh. Keterampilan proses sains yang dilatihkan kepada siswa yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan.

Upaya meningkatkan

keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran fisika melalui proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk memberi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan- kegiatan yang berorientasi pada penyelidikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Elnada (2016), Fatmi (2014) dan Wahyudi (2013) menyatakan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan kepada siswa memberikan pengaruh yang baik terhadap keterampilan proses sains siswa karena siswa terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga tepat untuk melatihkan dan meningkatkan keterampilan proses sains. Sejalan dengan pendapat Sadia (2014: 124) bahwa model pembelajaran inkuiri dapat melatih kemampuan siswa untuk melakukan penyelidikan, menjelaskan fenomena, menemukan inti dan makna dari suatu permasalahan, memecahkan melalui prosedur ilmiah dengan melibatkan keterampilan proses sains.

Berdasarkan hasil refleksi siklus I untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa meliputi

(14)

merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, menganalisis data dan menarik kesimpulan penyelidikan, peneliti melakukan tindakan mengurangi arahan dan bimbingan kepada siswa pada fase 2 sampai dengan fase 5. Pada siklus I, guru dominan memberikan arahan dan bimbingan untuk melatihkan keterampilan proses sains siswa hal ini disebabkan siswa pertama kali belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan pertama kali juga untuk dilatihkan keterampilan proses sains.

Pada siklus II guru mengurangi arahan dan bimbingan siswa dalam melakukan keterampilan proses sains yang dilatihkan. Diperoleh hasil bahwa keterampilan proses sains siswa pada siklus I ke siklus II meningkat. Hal ini sesuai dengan teori belajar Vygotsky (dalam Sanjaya, 2013) bahwa untuk melatihkan sesuatu yang melampaui kemampuan anak tetapi dapat dicapai dengan bantuan orang dewas maka anak dapat belajar dengan bantuan orang dewasa. Pada awal pembelajaran anak bergantung pada orang dewasa tetapi semakin mandiri setelah menguasai hal yang dilatihkan.

Hasil belajar produk

Berdasarkan hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada siklus I

sebesar 76,67% yang tuntas menjadi 93% yang tuntas pada siklus II sehingga dapat dinyatakan tuntas secara klasikal.

Tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing, guru tidak mengajarkan pengetahuan secara langsung tentang konsep-konsep atau prinsip-prinsip fisika tetapi siswa akan diarahkan untuk melakukan penyelidikan untuk menemukan konsep atau prinsip fisika.

Konsep atau prinsip tersebut diaplikasikan pada suatu permasalahan umum berupa soal tes uraian. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak menjadi pengetahuan yang bermakna sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.

Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan.

Berdasarkan hasil refleksi siklus I guru menciptakan, menjaga dan mengembangkan suasana belajar yang kondusif dan produktif merupakan hal utama dari pencapaian keberhasilan belajar siswa. Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut dengan

memposisikan semua siswa sebagai

bagian penting dalam proses pembelajaran, semua siswa harus terlibat

(15)

aktif dalam setiap proses pembelajaran yang dilakukan dikelas. Keterlibatan siswa dalam setiap proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan dalam diri siswa. Sesuai dengan pernyataan Juhji (2016) bahwa tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik apabila siswa dapat terlibat aktif pada pembelajaran dan membiasakan belajar sendiri dalam pemecahan masalah- masalah sains.

Berdasarkan uraian di atas bahwa penerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian oleh Dewi , Dantes, dan Sadia (2013) dan khairani (2015) bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. sebagaimana pendapat Yuniastuti (2016) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuri terbimbing mampu meningkatkan motivasi dan keterampilan proses sains siswa yang secara konsekutif berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin digunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan

penekanan pada beberapa hal yaitu Pengajar menyampaikan permasalahan umum untuk menarik perhatian siswa, masalah atau melalui gambar yang berupa fenomena dalam kehidupan sehari-hari; Pengajar memberikan penekanan dan tambahan waktu untuk membaca prosedur percobaan untuk membantu siswa melakukan penyelidikan; Pengajar mengurangi bimbingan dan arahan untuk melatih kemandirian siswa dalam keterampilan proses sains serta memberikan bimbingan yang intensif terhadap siswa yang memiliki kemampuan rendah.

Didukung temuan hasil penelitian pada penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas X-3 SMA Negeri 10 Banjarmasin diuraikan sebagai berikut Keterlaksanaan RPP model inkuiri terbimbing pada pertemuan pertama siklus I terlaksana 80,73% dengan kriteria sangat baik, pertemuan kedua siklus I terlaksana 94,27% dengan kriteria sangat baik, pertemuan pertama siklus II terlaksana 98,96% dengan kriteria sangat baik dan pertemuan kedua siklus II terlaksana 99,46% dengan kriteria sangat baik.

Keterampilan proses sains mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Pada siklus I merumuskan hipotesis dan mengidentifikasi variabel berkriteria terampil serta menganalisis data dan

(16)

menarik kesimpulan berkriteria cukup terampil. Pada siklus II merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, menganalisis data dan menarik kesimpulan berkriteria terampil. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 76,67% yang tuntas menjadi 93% yang tuntas pada siklus II sehingga dapat dinyatakan tuntas secara klasikal.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Y. F., Zainuddin, Z., & Misbah, M. (2016). Pengembangan Bahan Ajar IPA Fisika Berorientasi Keterampilan Generik Sains

Menggunakan Model

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing di SMP Negeri 13 Banjarmasin.

Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 4(3), 238-246.

Anam, K. (2016). Pembelajaran Berbasis Inkuiri Metode dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Ayuningtyas, P., Soegimin, W. W., &

Supardi, Z. I. (2017).

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika dengan Model Inkuiri Terbimbing untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Materi Fluida Statis. JPPS: Jurnal Penelitian Pendidikan Sains, 4(2), 636-647.

Dewi, N. L., Dantes, N., & Sadia, I. W.

(2013). Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing

terhadap sikap ilmiah dan hasil belajar IPA. Jurnal Pendidikan Dasar, 3(1)

Elnada, I. W. (2016). Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dengan Model Inkuiri Terbimbing pada Siswa Kelas X PMIA 3 Di SMAN 3 Banjarmasin. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 4(3), 284-292.

Fatmi, N. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dan Kreativitas Terhadap Keterampilan Proses Sains Pada Siswa Sma. Jurnal Pendidikan Fisika, 3(1), 47-52.

Juhji, J. (2016). Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA, 2(1), 58- 70.

Karim, M. A., Zainuddin, Z., &

Mastuang, M. (2016).

Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 10 Banjarmasin

Menggunakan Model

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 4(1), 44-51.

Khairani, D., & Ritonga, W. (2015).

Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok listrik dinamiskelas x semester II SMA Negeri 14 Medant. P 2014/2015. INPAFI (Inovasi Pembelajaran Fisika), 3(4), 14- 19.

Kurnia, L., Zainuddin, Z., & Mahardika, A. I. (2016). Pengembangan Bahan Ajar IPA Fisika Berorientasi Kemampuan Berpikir

(17)

Kreatif Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Di Smpn 13 Banjarmasin. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 4(3), 256-263.

Sadia, W I. (2014). Model-model

pembelajaran Sains

Konstruktivistik. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Sanjaya, W. (2013). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana.

Setiawan, H., Jamal, M. A., & Salam, A.

(2016). Meningkatkan keterampilan proses sains fisika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Juai dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 4(1), 27-32.

Suyidno dan Jamal, M A. (2012).

Pengantar Laboratorium: Jangan

Pisahkan IPA dengan

Laboratoriumnya. Malang:

Intimedia.

Tangkas, I. M. (2012). Pengaruh implementasi model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap kemampuan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa kelas X SMAN 3 Amlapura. Jurnal pendidikan IPA, 2(1).

Yuniastuti, E. (2016). Peningkatan Keterampilan Proses, Motivasi, dan Hasil Belajar Biologi dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Siswa Kelas VII SMP Kartika V-1 Balikpapan.

Jurnal Penelitian Pendidikan.

13(1).

Wahyudi, L. E., & Supardi, Z. I. (2013).

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Pokok Bahasan Kalor Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil Belajar di SMAN 1 Sumenep. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 2(02).

Widoyoko, E P. (2016). Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktiks Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gambar

Tabel 2. Rekapitulasi Keterlaksanaan RPP Siklus I Pertemuan Pertama
Tabel 4. Rekapitulasi keterampilan proses sains siklus I  KETERAMPILAN
Tabel 7. Rekapitulasi keterlaksanaan RPP siklus II pertemuan pertama
Tabel 9 Rekapitulasi keterampilan proses sains siklus II  KETERAMPILAN

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, temuan mengenai pengaruh interaksi keluarga dan pengambilan keputusan terhadap kesejahteraan subjektif pada suami-istri bekerja belum banyak diteliti di

[r]

Citra retina akan dilakukan proses prapengolahan awal dari mengubah citra asli menjadi citra keabuan, yang kemudian dilakukan ekstraksi ciri menggunakan wavelet Haar untuk

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada siklus I kemampuan penalaran matematika telah mengalami peningkatan yaitu dapat dilihat dari indikator kemampuan penalaran matematika

Tujuan : Menganalisa perbedaan efektifitas terapi latihan William Flexion Exercise dan Mc.Kenzie Extension Exercises terhadap penurunan nyeri punggung bawah Miogenik

Dari hasil pengukuran untuk ketiga waktu tersebut didapatkan bahwa pada kondisi terang langit cerah untuk sisi Barat dan Timur dari ruang baca tersebut, tingkat

Wakaf yang telah sah -baik dengan cara perbuatan atau perkataan- harus dijalankan dan tidak boleh dibatalkan (dengan kata lain: orang yang mewakafkan tidak boleh rujuk/kembali

pengetahuannya bukan sebaliknya. Interaksi sosial antar peserta didik merupakan unsur yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran tersebut sehingga dalam menentukan