• Tidak ada hasil yang ditemukan

BABII LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BABII LANDASAN TEORI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pengertian Hutang

Persaingan yang semakin tajam dalam dunia usaha membuat banyak perusahaan membutuhkan tambahan modal kerja untuk menjalankan usaha serta berlomba untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya. Jika kebutuhan tersebut tidak dapat dicukupi oleh perusahaan sendiri, maka perusahaan akan berusaha untuk memenuhi kecukupan modal dengan melakukan pinjaman.

Pinjaman tersebut berasal dari bank lokal maupun bank asing, baik dalam mata uang dalam negeri maupun luar negeri.

Sedangkan pengertian hutang (liabilities) menurut Kieso and Weygandt (2001:657) adalah: "probable future sacrifices ofeconomic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide sennces to

other entities in thefuture as a result ofpast transactions or events. "

Hutang dapat diklasifikasikan menjadi hutang jangka panjang dan hutang jangka pendek. Pengertian hutang jangka pendek {cnrrent liabilities) menuait Kieso and Weygandt (2001:657) adalah: "Obligations whose liquidation is reasonably expected to require use of existing resources properly classified as cnrrent assets, or the creation ofother current liabilities. "

Dengan perkataan lain, suatu kewajiban mempunyai tiga karakteristik yang esensial:

(2)

terjadi.

Sedangkan untuk hutang jangka pendek atau kewajiban lancar (current liabilities) berarti suatu kewajiban yang diperkirakan dapat diselesaikan dengan menggunakan harta lancar atau kewajiban lancar, oleh karena itu hutang jangka pendek harus diselesaikan dalam jangka satu tahun, contoh Accounts payable, Notes payable, Current maturities of long term debt, short-term obligations expected to be refinanced, Dividends payable, Returnable deposits, Unearned revenues, Sales tcoces payable, Property tcoces payable, Income tcoces payable, Employee-related liabilities. Pengertian hutang jangka panjang adalah hutang yang boleh atau yang harus diselesaikan dalam jangka lebih dari satu tahun atau kewajiban yang diperkirakan secara layak tidak akan dilikuidasi dalam siklus operasi perusahaan.

2.2 Selisih Kurs

Transaksi dalam mata uang asing yang terjadi pada perusahaan, wajib dilaporkan dalam laporan keuangan. Di Indonesia, laporan keuangan pada umumnya disusun dalam mata uang Rupiah dan transaksi dalam mata uang lain harus dicatat dengan Rupiah. Jika transaksi yang terjadi menggunakan mata uang negara lain bukan Rupiah, maka pada pencatatan dalam Rupiah akan menimbulkan selisih kurs, karena adanya perbedaan harga dalam penukaran mata

(3)

uang asing dengan Rupiah. Penukaran mata uang asing inipun dapat mengakibatkan laba atau rugi selisih kurs, contoh : pembelian dollar Amerika dengan harga 1 US$ = Rp 2.500, saat 1 US$ menjadi Rp 5.000 akan mendatangkan laba jika dijual, tapi jika pembelian dilakukan saat 1 US$ Rp 10.000 dan penjualan saat 1 US$ = Rp 8.500 akan mendatangkan kerugian yang jumlahnya tidak sedikit. Berikut ini akan dijelaskan beberapa arti mengenai selisih

kurs.

2.2.1 Selisih Kurs Secara Umum

Dunia usaha mengenal selisih kurs sebagai perbedaan harga yang terjadi dalam penukaran mata uang asing, karena transaksi terjadi yang terjadi dalam mata uang asing. Berikut ini definisi kurs {exchange rate) menurut Dominick Salvatore (1997:10):

"Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian yang terbuka mengingat pengaruhnya yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro ekonomi yang lainnya. Oleh karena itu kurs merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, juga merupakan sebuah harga aktiva atau harga asset, sehingga prinsip-prinsip pengaturan harga asset-asset lainnya juga berlaku dalam pengaturan harga kurs."

Definisi kurs dan selisih kurs menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.10 (IAI 1994: 86) adalah sebagai berikut : "Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang". Selisih kurs adalah "Selisih kurs adalah selisih

(4)

yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama, dalam mata uang pelaporan kurs yang berbeda."

2.2.1.1 Macam-Macam Kurs

Jenis usaha yang bermacam-macam menimbulkan kepentingan yang berbeda-beda dalam dunia usaha, baik itu kepentingan yang mengakibatkan transaksi dalam negeri maupun luar negeri, baik dengan memakai mata uang dalam negeri maupun valuta asing. Negara berkembang biasanya lebih mempercayai valuta asing, karena nilai tukarnya lebih stabil, meskipun naik - turun, grafiknya tidak terlalu bergelombang sehingga bias dikatakan konsisten.

Begitu pula negara Indonesia yang merupakan salah satu Negara berkembang, pengusaha-pengusaha Indonesia lebih mempercayai valuta asing khususnya US$.

Seorang pengamat ekonomi internasional, Dominick Salvatore raenulis buku tentang ekonomi internasional, yang di dalamnya menjelaskan mengenai macam-macam kurs. Macam-macam kurs menurut Dominick Salvatore (1997:10- 20) antara lain :

1. Kurs efektif {effective exchange rate) adalah rata-rata kurs antara mata uang domestik dengan mata uang dari sejumlah negara lain yang menjadi mitra- mitra dagang terpentingnya.

2. Kurs spot {spot rate) adalah kurs yang bersifat seketika. Jenis transaksi valuta asing yang paling dikenal adalah pembayaran dan penerimaan valuta asing yang terlaksana dalam dua hari kerja setelah disepakatinya transaksi tersebut.

Tipe transaksi seperti ini lazim disebut sebagai transaksi spot, sedangkan kurs yang digunakan sebagai landasan transaksi disebut kurs spot.

(5)

3. Kurs berjangka (foi"ward rate) adalah kurs yang disepakati pada hari ini namun baru berlaku beberapa waktu kemudian.

2,2.1.2 Macam-Macam Sistem Kurs Valuta Asing

Macam-macam kurs valuta asing yang ada dalam dunia usaha, memerlukan pengontrolan, tidak adanya pengontrolan akan menimbulkan kekacauan ekonomi dunia, karena transaksi yang dilakukan oleh pengusaha terkadang tidak hanya melibatkan dua macam mata uang asing. Sistem pengontrolan akan dijelaskan pada paragraf berikut ini.

Sistem kurs valuta asing bermacam-macam, begitu pula pengontrolan besar nilai kurs valuta asing, Nopirin menjelaskan (1999:211), ada tiga macam sistem kurs valuta asing, yaitu:

1. Sistem kurs tetap.

Dalam sistem kurs valuta asing ini, kurs valuta asing telah ditetapkan secara fixed oleh pihak yang berwenang dari pemerintahan tertentu. Jadi dalam sistem kurs ini, para pengusaha amat diuntungkan karena adanya perbedaan tingkat efisiensi kerja antara produksi dalam negeri dengan luar negeri.

2. Sistem kurs mengambang bebas.

Dalam sistem kurs valuta asing ini, besamya nilai kurs valuta asing didasarkan pada kekuatan permintaan dan penawaran pasar dari valuta asing tersebut. Jadi dalam sistem kurs ini, murni berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran pasar tanpa campur tangan pemerintah sedikit pun.

(6)

dengan kebijakan yang diharapkan oleh badan otoritas moneter suatu pemerintahan. Jika kondisinya tidak normal, maka perlu adanya campur tangan pemerintah. Jadi dalam sistem kurs valuta asing ini, ada campur tangan pemerintah dan tidak murni berdasarkan pada kekuatan permintaan dan penawaran pasar.

2.2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs Valuta Asing.

Suatu kejadian biasanya dipengaruhi oleh sesuatu, demikian pula kurs valuta asing. Hal-hal yang mempengaruhi akan dijelaskan berikut ini.

Seorang pengamat ekonomi menulis hal-hal yang mempengaruhi kurs valuta asing. Ada empat faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing menurut Nopirin (1999: 52-53) yaitu:

1. Tingkat inflasi. Semakin tinggi tingkat inflasi suatu negara, maka tingkat kurs valuta asing negara tersebut semakin lemah.

2. Tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku pinjaman suatu negara, maka banyak investor yang mengalihkan permintaan modal ke negara yang mampu menawarkan tingkat suku bunga pinjaman yang rendah sehingga menyebabkan kurs valuta asing negara tersebut akan semakin lemah.

3. Tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan suatu negara, maka semakin banyak konsumsi yang dilakukan rakyat negara tersebut. Jika

(7)

konsumsi banyak dihabiskan untuk membeli barang dari luar negeri bisa menyebabkan kurs valuta asing negara tersebut semakin lemah.

4. Faktor spekulasi. Semakin banyak pengusaha melakukan spekulasi terhadap nilai mata uang negara lain, berarti semakin banyak orang yang menanamkan uang pada mata uang negara lain, sehingga menyebabkan kurs valuta negara tersebut semakin lemah.

2.2.2 Perlakuan Selisih Kurs menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan fPSAK)No.lO.

Transaksi-transaksi dalam mata uang asing ini diatur dalam PSAK No. 10, merupakan translasi yang mengatur pencatatan akuntansi dalam transaksi- transaksi perusahaan, terutama dalam valuta asing.

2.2.2.1 Pengakuan awal transaksi mata uang asing

Pengusaha-pengusaha yang melakukan transaksi dalam mata uang asing tentunya memerlukan standar mengenai pelaporan transaksi dalam mata uang asing tersebut.

Seperti dijelaskan di atas bahwa pelaporan transaksi dalam mata uang asing diatur dalam PSAK No. 10, dan pengakuan awal tersebut secara spesifik dijelaskan pada paragraf 6 hingga 8.

Suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi yang timbul ketika suatu perusahaan :

(8)

a. membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam suatu mata uang asing;

b. meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata uang asing;

c. menjadi suatu pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta asing yang belum terlaksana; atau

d. memperoleh atau melepas aktiva, menimbulkan atau melunasi kewajiban yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.

Menurut akuntansi yang berlaku umum, setiap kejadian atau transaksi harus dicatat dalam laporan keuangan, sedangkan menurut PSAK No. 10 transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat tejadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata selama seminggu atau sebulan mungkin digunakan untuk seluruh transaksi dalam setiap mata uang asing yang terjadi selama periode itu. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk satu periode tidak dapat diandalkan.

2.2.2.2 Pelaporan Pada Tanggal Neraca

Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia menyatakan bahwa pada setiap tanggal neraca :

a. pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca.

(9)

Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator obyektif;

b. pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan

c. pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.

2.2.2.3 Pengakuan Selisih Kurs

Dalam perlakuan selisih kurs menurut PSAK terdapat dua perlakuan yaitu perlakuan wajib dan perlakuan alternatif.

Perlakuan wajib dalam PSAK No. 10 secara spesifikasi dijelaskan pada paragraf 13 dan 14, seperti selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan, tetapi jika penyelesaian transaksi yang menimbulkan selisih kurs berada dalam periode akuntansi yang sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut. Namun jika timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi, maka seluruh selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.

Selisih kurs dapat juga disebabkan karena suatu devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang dalam keadaan tidak tersedia fasilitas hedging dan

(10)

menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan aktiva yang baru saja dilakukan dan hanis dilunasi dalam mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat {carrying amount) aktiva tersebut sepanjang nilai tercatat aktiva yang telah disesuaikan tidak melebihi jumlah terendah antara biaya pengganti {replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut.

Selisih kurs tidak termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva jika tersedia fasilitas hedging hutang valuta asing yang timbul dari perolehan aktiva. Tetapi, kerugian akibat perubahan kurs adalah bagian yang secara langsung dapat didistribusikan pada biaya perolehan aktiva jika kewajiban tidak dapat diselesaikan dan tidak terdapat alat praktis untuk hedging, contohnya, jika sebagai hasil dari pengendalian valuta asing, terdapat penundaan dalam memperoleh mata uang asing. Maka dalam keadaan demikian biaya perolehan aktiva termasuk selisih kurs.

Selisih kurs yang terjadi sejak awal tahun buku sampai dengan awal periode tertentu harus dibebankan langsung ke perhitungan laba-rugi. Apabila pada suatu periode tertentu terjadi depresiasi luar biasa dan tidak mungkin dilakukan hedging sebagaimana dijelaskan di atas, maka selisih kurs yang timbul baik realized maupun unrealized pada periode tersebut dapat dikapitalisasi. Kerugian selisih kurs yang timbul atas saldo kewajiban dalam mata uang asing setelah periode tertentu tersebut dibebankan ke perhitungan laba-rugi, sedangkan keuntungan

(11)

selisih kurs yang timbul harus diperlakukan sebagai penyesuaian terhadap selisih kurs yang dikapitalisasi.

Periode tertentu adalah suatu periode yang merupakan bagian dari tahun buku, misalnya 1 (satu) tahun.

2.2.2.4 Pengungkapan Jumlah Selisih Kurs

Dalam pengungkapan jumlah selisih kurs, perusahaan harus mengungkapkan jumlah selisih kurs yang diperhitungkan dalam laba neto atau kerugian untuk periode tersebut; selisih kurs neto yang diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas sebagai sebagai suatu unsur yang terpisah, dan rekonsiliasi selisih kurs tersebut pada awal dan akhir periode; dan jumlah selisih kurs yang timbul selama periode, yang termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva sesuai dengan perlakuan alternatif yang diijinkan.

Selain itu, perusahaan juga harus mengungkapkan dampak atas pos-pos moneter mata uang asing sehubungan dengan suatu perubahan dalam kurs yang terjadi setelah tanggal neraca jika perubahan tersebut sedemikian besar sehingga bila tidak diungkapkan akan mempengaruhi kemampuan pembaca laporan keuangan untuk membuat evaluasi dan keputusan yang tepat. Pengungkapan juga diperlukan sehubungan dengan kebijakan manajemen risiko mata uang asing.

2.3 Kapitalisasi Biaya Pinjaman atau Selisih Kurs

Secara umum pembebanan biaya pinjaman segera pada saat terjadinya transaksi hutang. Tetapi menurut Standar Akuntansi Keuangan di atas untuk biaya pinjaman yang langsung dapat diatribusikan dengan perolehan, konstruksi atau

(12)

produksi dari suatu aktiva pilihan (Qualifying asset), mengharuskan mengkapitalisasi biaya pinjaman tersebut.

Aktiva pilihan atau aktiva tertentu (Qualifying asset) dalam PSAK No. 26 adalah:"Aktiva yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya."

Seperti dijelaskan di atas, maka kapitalisasi biaya pinjaman atau selisih kurs merupakan konversi suatu kewajiban menjadi salah satu bentuk hutang, dengan mencatatkan selisih kurs itu sebagai tambahan dalam perkiraan aktiva, bukan pengeluaran . Biasanya dilakukan berdasarkan beberapa alasan, misalnya untuk ekspansi tingkat operasi perusahaan, biasanya melalui akuisisi aktiva tetap, bisa juga untuk penggantian dengan mengganti aktiva lama.

2.3.1 Biaya Pinjaman yang Dikapitalisasi

Perusahaan yang ingin memperluas usaha, berusaha untuk melakukan pinjaman, baik untuk investasi, untuk modal kerja, untuk pembelian aktiva tetap dan masih banyak lagi, di mana pinjaman ini diperoleh untuk kemudian dikembalikan. Terkadang pinjaman untuk perolehan aktiva tetap adalah cukup besar, sedangkan aktiva tetap itu sendiri memerlukan waktu yang cukup lama untuk dikonstruksi sehingga siap untuk digunakan dalam operasi, dan dalam kondisi demikian akan timbul biaya pinjaman yang cukup besar yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dapat dikapitalisasi.

PSAK No.26 , khususnya paragraf 11 hingga paragraf 15 menyatakan bahwa apabila biaya pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan aktiva

(13)

tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aktiva tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung dengan aktiva tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman ditentukan berdasarkan berdasarkan pengalihan tingkat kapitalisasi terhadap pengeluaran yang terjadi untuk perolehan aktiva tertentu.

Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aktiva tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu sebenaraya tidak perlu ada apabila perolehan aktiva tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terdapat sentralisasi pendanaan untuk semua kegiatan usaha. Kesulitan juga dapat terjadi bila suatu perusahaan menggunakan beberapa jenis instrumen hutang dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan profesional (professionaljudgement).

Apabila biaya pinjaman hanya digunakan untuk memperoleh suatu aktiva tertentu, maka jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi adalah seluruh biaya pinjaman yang timbul selama peminjaman dana tersebut dikurangi dengan pendapatan bunga yang diperoleh dari investasi sementara atas dana hasil pinjaman yang belum digunakan.

Pengaturan pendanaan untuk perolehan suatu aktiva tertentu dapat menyebabkan suatu perusahaan memperoleh pinjaman dan menanggung biaya pinjamannya sebelum seluruh atau sebagian dana yang diperoleh tersebut digunakan untuk membiayai perolehan aktiva tertentu. Dalam keadaan tersebut

(14)

perusahaan umumnya menginvestasikan untuk sementara dana yang belum terpakai. Untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi dalam periode tertentu, jumlah biaya pinjaman harus dikurangi terlebih dahulu dengan hasil investasi atas dana yang belum terpakai tersebut.

Namun apabila suatu dana berasal dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk perolehan suatu aktiva tertentu tetapi pinjaman tersebut digunakan juga untuk perolehan aktiva tertentu, maka jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi ditentukan dengan mengalikan tingkat kapitalisasi terhadap pengeluaran yang terjadi untuk perolehan aktiva tertentu. Tingkat kapitalisasi dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang dari biaya pinjaman dibagi dengan jumlah pinjaman dari suatu periode, (tidak termasuk jumlah pinjaman yang secara khusus digunakan untuk perolehan aktiva tertentu) jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi dalam periode tertentu tidak boleh melebihi jumlah biaya pinjaman yang terjadi selama periode tersebut.

2.3.2 Saat Dimulainya Kapitalisasi

Kapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian dari biaya perolehan suatu aktiva dimulai apabila:

a. Pengeluaran untuk aktiva telah mulai dilakukan b. Biaya pinjaman sedang terjadi

c. Aktivitas yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pembangunan atau memproduksi aktiva tertentu sedang berlangsung.

(15)

Pengeluaran untuk aktiva tertentu hanya meliputi pengeluaran yang menimbulkan pembayaran tunai, transfer aktiva lain, atau timbulnya kewajiban yang dikenakan bunga. Perhitungan kapitalisasi biaya pinjaman berdasarkan asas proporsional jumlah- pinjaman dikurangi penerimaan pendapatan yang berkaitan dengan ziktiva tertentu tersebut. Nilai tercatat rata-rata suatu aktiva tertentu dalam suatu periode, termasuk jumlah biaya pinjaman yang telah dikapitalisasi sebelumnya, biasanya merupakan taksiran yang layak dari pengeluaran yang dihitung dengan menggunakan tingkat kapitalisasi dalam periode tersebut.

Pengertian mengenai aktivitas yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pembangunan atau memproduksi aktiva tertentu tidak terbatas pada aktivitas kontruksi fisik, tetapi termasuk juga aktivitas teknik dan administrasi yang dibutuhkan sebelum dimulainya konstruksi fisik, seperti kegiatan untuk memperoleh perizinan yang dibutuhkan untuk membangun aktiva tertentu. Akan tetapi, dianggap tidak terdapat aktivitas apapun, apabila perusahaan hanya mendiamkan suatu aktiva tanpa kegiatan pembangunan atau produksi yang dapat merubah kondisi aktiva tersebut. Misalnya, biaya pinjaman yang terjadi pada periode dimana tanah tertentu sedang dikembangkan harus dikapitalisasi. Akan tetapi apabila perusahaan membeli tanah tertentu untuk dibangun dan hanya mendiamkannya tanpa kegiatan apapun, maka biaya pinjaman yang timbul tidak boleh dikapitalisasi.

Selisih kurs yang terjadi pada PT. Suparma layak untuk dikapitalisasi, karena transaksi dengan mata uang asing yang akhiraya menimbulkan laba atau rugi selisih kurs, digunakan secara berkelanjutan atau terus dikembangkan untuk

(16)

usaha, tidak didiamkan, contohnya: pembelian aktiva tetap berupa mesin pada PT.

Suparma dengan mata uang asing, berarti pengeluaran untuk aktiva (mesin) telah mulai dilakukan, misalnya: perawatan mesin, biaya pinjaman sedang terjadi (sudah mulai mencicil hutang) dan aktivitas yang dibutuhkan untuk mempersiapkan pembangunan atau memproduksi aktiva tertentu sedang berlangsung.

2.3.3 Penghentian Kapitalisasi

Siuatu kejadian biasanya ada saat untuk memulai, dan ada saat untuk mengakhiri, misal dalam kegiatan ekonomi ada saat memulai suatu transaksi, pada suatu saat akan berakhir pula transaksi itu, entah karena ketidakcocokan, kesalahpahaman, atau sudah tidak membutuhkan. Begitu pula dengan pengkapitalisasian akan ada awal dan akhir.

Kapitalisasi biaya pinjaman harus dihentikan apabila, dalam suatu periode yang cukup lama perusahaan menangguhkan atau menunda aktivitas perolehan, pembangunan ataupun produksi.

Biaya pinjaman mungkin saja tetap ada selama perusahaan menunda atau memberhentikan untuk sementara waktu aktivitas untuk memperoleh, membangun atau memproduksi aktiva tertentu, biaya pinjaman selam masa ini tidak boleh dikapitalisasi. Pada keadaan tertentu, dapat saja terjadi penundaan atau pemberhentian sementara dari aktivitas konstruksi fisik karena menunggu penyelesaian dari pekerjaan teknik atau administrasi yang sedang berlansung.

Dalam keadaan ini kapitalisasi biaya pinjaman tetap berlangsung. Keadaan

(17)

lainnya dimana kapitalisasi biaya pinjaman tetap berlangsung walaupun ada penundaan/pemberhentian sementara aktivitas untuk memperoleh, membangun atau memproduksi aktiva tertentu, yaitu dimana proses memperoleh, membangun atau memproduksi secara teknik diharuskan atau dibutuhkan penundaan aktivitas.

Misalnya, dalam proses pembangunan jembatan, kegiatan konstruksi fisik harus dihentikan sementara karena permukaan air sungai sedang pasang, dalam keadaan ini kapitalisasi biaya pinjaman tetap berlangsung hanya apabila di daerah tersebut naiknya permukaan air tnerupakan hal yang wajar.

2.3.4 Berakhirnya Kapitalisasi Biaya Pinjaman

Kapitalisasi biaya pinjaman harus diakhiri apabila aktivitas untuk memperoleh, membangun atau memproduksi aktiva tertentu sesuai dengan tujuannya secara substansial telah selesai.

Suatu aktiva biasanya siap untuk digunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya apabila kegiatan konstruksi fisik yang dibutuhkan telah selesai, walaupun mungkin masih dibutuhkan kegiatan administrasi tertentu yang berkaitan dengan aktiva tersebut. Dalam keadaan ini biaya pinjaman tidak lagi boleh dikapitalisasi.

Apabila pembangunan atau konstruksi suatu aktiva dapat diselesaikan perbagian dimana bagian yang telah selesai dapat segera digunakan sementara bagian lainnya yang masih dalam penyelesaian, maka jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi adalah untuk bagian yang belum selesai saja.

(18)

Untuk suatu area perkantoran yang didalamnya terdapat beberapa gedung, maka masing-masing gedung dapat dianggap sebagai aktiva tertentu tersendiri, karena apabila gedung pertama telah selesai dapat langsung digunakan, dijual atau disewakan sesuai dengan tujuannya tanpa harus bergantung dengan penyelesaian gedung kedua. Hal ini bebeda dengan pembangunan suatu pabrik yang melibatkan beberapa tahapan proses produksi, pembangunan pabrik ini baru dapat dianggap selesai, bila seluruhnya selesai karena bagian yang lebih dulu secara fisik telah selesai tetap tidak dapat digunakan apabila bagian terakhir dari pembangunan pabrik belum selesai.

2.4 Peraturan Bapepam

Pada tanggal 7 September 1998, Bapepam telah menerbitkan 1 (satu) peraturan baru, yaitu : Peraturan Nomor VIII. G. 10 tentang Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing yang diatur dalam Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-49/PM/1998.

Peraturan baru ini dikeluarkan karena memperhatikan perkembangan kurs valuta asing terhadap mpiah sebagai akibat dari situasi perekonomian nasional dewasa ini serta Perayataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 10 tentang Transaksi Dalam Mata Uang Asing yang saat itu sedang dilakukan penelaahan kembali oleh IAI.

Pada prinsipnya, perlakuan akuntansi atas selisih kurs sebagai akibat transaksi dalam mata uang asing untuk Emiten atau Perusahaan Publik mengacu

(19)

pada ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 10 dengan tambahan sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan yang tidak melakukan lindung nilai (hedging), perlakuan akuntansi atas selisih kurs yang timbul dari penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneteir jangka panjang dalam mata uang asing dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan paragraf 28 PSAK No. 10 atau dapat ditangguhkan dan diakui sebagai keuntungan atau kerugian periode sekarang dan masa depan secara sistematis selama umur pos aktiva dan kewajiban moneter yang bersangkutan, dan hal tersebut harus diungkapkan secukupnya.

2. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam paragraf 33 PSAK No. 10, apabila. perusahaan memilih untuk menangguhkan selisih kurs, maka perusahaan harus mengungkapkan jumlah kumulatif selisih kurs yang ditangguhkan dan yang dibebankan pada periode berjalan.

3. Ketentuan ini berlaku untuk penyusunan laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang berakhir setelah tanggal 1 Januari 1998.

Pada tanggal 15 Mei 2000, BAPEPAM mencabut Keputusan Ketua Bapepara Nomor: Kep-49/PM/1998 Tanggal 7 September 1998 tentang Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing.

Peraturan Nomor VIII. G. 10 tentang Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing diterbitkan dalam rangka memberikan alternative perlakuan akuntansi rugi selisih kurs kepada Emiten atau Perusahaan Publik. Pada saat peraturan ini diterbitkan (September 1997) banyak Emiten atau Perusahaan Publik yang mengalami rugi selisih kurs dalam jumlah yang material, akan tetapi sebagian

(20)

besar dari jumlah tersebut merupakan unrealized loss yang terjadi karena membengkaknya hutang dalam mata uang asing yang harus dinilai dengan kurs pada tanggal laporan keuangan.

Dalam rangka menyelaraskan ketentuan tentang Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing dengan Perayataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Standar Akuntansi Internasional yang merupakan prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka : Peraturan Nomor VIH.G.10 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-49/PM/1998 tanggal 7 September 1998 tentang Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing dipandang perlu untuk dicabut. Namun bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang telah menerapkan peraturan tersebut sebelum keputusan pencabutan ini ditetapkan, masih dapat menerapkan ketentuan peraturan tersebut untuk jumlah selisih kurs yang telah ditangguhkan, sampai dengan 31 Desember 2002.

2.5 Perlakuan dan Pengakuan Rugi Selisih Kurs Menurut ISAK No.4 Metode penerapan akuntansi yang diijinkan atas selisih kurs pada perusaihaan yang melakukan transaksi dalam mata uang asing tanpa melakukan hedging diatur dalam PSAK No. 10, khususnya paragraf 32 yang kemudian diinterpretasikan oleh IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) dalam ISAK No. 4 yang merupakan altematif penerapan standar akuntansi yang diijinkan bagi pemsahaan- perusahaan.

Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang dimana tidak mungkin dilakukan hedging dan

(21)

menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan aktiva yang harus dibayar dalam suatu mata uang asing. Menurut ISAK No.4, selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount) aktiva yang bersangkutan dengan pengertian nilai tercatat yang disesuaikan tersebut tidak melampui jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang mungkin diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut.

Standar penerapan perlakuan yang diijinkan atas selisih kurs perusahaan yang tidak mampu untuk melakukan hedging, namun melakukan transaksi dalam mata nang asing, diinterpretasikan dalam ISAK No.4, yang berbunyi demikian

"Selisih kurs yang terjadi sejak awal tahun buku sampai dengan awal periode tertentu harus dibebankan langsung ke perhitungan laba-rugi. Apabila pada suatu periode tertentu terjadi depresiasi luar biasa dan tidak mungkin dilakukan hedging sebagaimana dijelaskan di atas, maka sesuai dengan PSAK No.10 paragraf 32, selisih kurs yang timbul baik realized maupun unrealized pada periode tersebut dapat dikapitalisasi. Periode tertentu merupakan bagian tahun buku yang dimulai sejak dipenuhinya kondisi yang dipersyaratkan dan berakhir sejak kondisi tersebut tidak lagi dipenuhi".

Penerapan ISAK No. 4 dilakukan apabila terjadi depresiasi luar biasa akibat gejolak moneter, depresiasi Rupiah terhadap suatu mata uang asing yang terjadi pada periode tertentu dapat melampaui batas-batas kewajaran apabila diukur dari tingkat rata-rata depresiasi periode sebelumnya. Depresiasi Rupiah terhadap suatu mata uang asing dianggap melampaui batas-batas wajar dan merupakan depresiasi

(22)

luar biasa apabila pada periode tertentu depresiasi Rupiah yang disetahunkan mencapai 133% dari rata-rata depresiasi Rupiah tiga tahun takwim terakhir.

ISAK No. 4 dapat juga diterapkan apabila pada suatu periode tertentu perusahaan tidak mungkin melakukan hedging, yaitu bila tingkat premi hedging pada periode tertentu sangat tinggi, yaitu bila rata-rata premi hedging 3 (tiga) tahun takwim terakhir mencapai 133% sehingga tidak ekonomis untuk melakukan hedging atau fasilitas hedging tidak tersedia karena bank tidak dapat menentukan pretni hedging berhubung fluktuasi Rupiah yang tinggi.

Pada semester ke dua (II) tahun 1997, Indonesia mengalami dua keadaan yang dijelaskan di atas, yaitu: mengalami depresiasi Rupiah luar biasa dan banyak perusahaan yang tidak dapat melakukan hedging, baik karena tingkat premi hedging yang begitu tinggi maupun fasilitas tidak tersedia.

Keadaan di Indonesia sangat buruk, baik sosial, politik, terutama dalam perekonomlan. Perekonomian Indonesia terpuruk sedemikian dalam, nilai mata tukar Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar Amerika menjadi lemah, hingga mencapai Rp 4.600;- per Dolar Amerika pada akhir tahun 1997 dan pada tanggal 15 Mei 1998 mencapai Rp 15.000;- per dollar Amerika, sehingga susah sekali bagi Indonesia untuk memulihkan kembali perekonomian, bahkan dampaknya pun masih terasa sampai sekarang. Para pengusaha, terutama pengusaha ekspor-impor, maupun yang berhutang dalam mata uang asing tidak mampu membayar hutangnya, bahkan ada yang harus menutup usahanya, karena tak lagi mampu membayar hutang dan membiayai biaya operasional pemsahaan.

(23)

Belum lagi harga barang kebutuhan primer pribadi maupun kebutuhan primer perusahaan melambung sangat tinggi.

Melihat kondisi Indonesia seperti dijelaskan di atas, khususnya mengenai perkembangan kurs valuta asing maka Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menerbitkan ISAK No. 4, karena dianggap keadaan perekonomian Indonesia telah mencapai depresiasi luar biasa dan tidak mungkin dilakukan hedging.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia tentang perkembangan kurs valuta asing dan tingkat premi swap, maka selisih kurs yang terjadi sejak tanggal 14 Agustus 1997 sampai dengan tanggal diterbitkannya interpretasi ini memenuhi persyaratan seperti penjelasan di atas

2.5.1 Pengkapitalisasian Selisih Kurs Menurut ISAK No.4

Selisih kurs dikapitalisasi ke aktiva yang bersangkutan (misalnya aktiva tetap dan persediaan) dengan syarat nilai tercatat (carrying amount) aktiva yang bersangkutan setelah dikapitalisasi tidak melampui nilai terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dengan jumlah yang mungkin diperoleh kembali (amovnt recoverable).

2.6 Analisa Rasio

2.6.1 Pengertian Analisa Rasio

Interpretasi dan evaluasi data laporan keuangan merupakan penguasaan terhadap alat-alat dasar dari analisis laporan keuangan. Jenis analisis laporan keuarigan yang dilakukan tergantung dari kepentingan tertentu dari kreditor,

(24)

pemegang saham, calon investasi, manajer, instansi pemerintah, atau ketua serikat pekerja dari perusahaan bersangkutan.

Kreditor jangka pendek (bank) yang mempunyai kepentingan dalam kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo dengan menganalisa secara cermat komposisi dari aktiva lancar dan kaitan dengan hutang lancar jangka pendek untuk mengevaluasi solvensi jangka pendek dari perusahaan tersebut.

Pemegang obligasi lebih melihat pada struktur modal perusahaan, laba masa lalu, serta masa depan atau prospektif posisi keuangan perusahaan untuk jangka panjang.

Pemegang saham sekarang maupun calon pemegang saham juga berkepentingan dalam banyak segi seperti juga yang dipertimbangkan oleh seorang kreditor jangka panjang.

Manajemen perusahaan juga mempunyai kepentingan dalam menganalisa komposisi strukur modal juga perubahan serta kecenderungan laba dalam laporan keuangan. Perusahaan mendapat informasi keuangan atas dasar operasional sehari-hari dan dapat digunakan untuk pengendalian intemal.

Keseluruhan arti dari Analisa rasio, menurut Joel dan Jae (1999:378) adalah:"Pengkajian yang dilaksanakan oleh penyedia dan pengguna laporan keuangan untuk menilai kekuatan atau kelemahan keuangan sebuah perusahaan dan kecenderungan operasinya". Sedangkan Syahrul dan Muhammad Afdi (2000:693) menjelaskan analisa rasio (Ratio Analysis) adalah:"Metode analisa yang digunakan dalam menilai kredit dan investasi, dengan menggunakan

(25)

hubungan antara angka-angka yang ditemukan dalam laporan keuangan untuk menentukan nilai dan mengkaji risiko".

Analisa rasio merupakan titik tolak dalam mengembangkan informasi yang diinginkan oleh analis. Metode menganalisa laporan keuangan semestinya banyak sekali, jjadi analisa rasio hanya merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para analis untuk menganalisis rasio keuangan dan juga tergantung pada tujuan pengguna yang menganalisis laporan keuangan. Para kreditur jangka pendek akan lebih rnemperhatikan kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendek dari aktiva lancar, sehingga lebih cenderung untuk memakai rasio likuiditas (Liquidity Ratio) yang menekankan aliran kas, sedangkan para kreditur jangka panjang menginginkan pembayaran modal dalam jangka panjang, karena itu memusatkan perhatian pada rasio solvabilitas (Solvability Ratio), yaitu total hutang terhadap total equity pemegang saham.

2.6.2 Kelemahan Teknik Analisa Rasio

Adanya persaingan dalam dunia usaha yang semakin hari semakin tajam, membuat para investor semakin tajam dalam memilih suatu perusahaan untuk menanamkan modal. Oleh karena itu teknik analisa rasio dibutuhkan dalam menilaii suatu laporan keuangan suatu perusahaan, Teknik analisa rasio merupakan sebagian dari konsep analisa laporan keuangan, namun dalam teknik analisa rasio ini masih memiliki kelemahan sebagai berikut:

1. Rasio diambil dari data akuntansi yang memiliki sifat-sifat tersendiri (seperti pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan hutang

(26)

jangka panjang) yang harus diketahui, dan membutuhkan terjemahan sendiri. Dan bukan tidak mungkin data akuntansi itu mengandung data manipulasi atau kesalahan-kesalahan lain. Perbedaan-perbedaan yang sama-sama boleh dalam akuntansi, misalnya perbedaan dalam metode penyusutan, akan menimbulkan data keuangan yang berbeda, periode akuntansi yang berbeda pun akan menimbulkan perbedaian-perbedaan yang cukup penting dalam laporan keuangan.

2. Dalam penilaian baik atau buruk suatu rasio, pengambil keputusan harus sangat berhati-hati. Tura over yang tinggi belum tentu bagus. Contoh : Jika perusahaan melakukan obral (sale) besar-besaran otomatis perputaran penjualan tinggi, padahal belum tentu penjualan produk yang tinggi prospek perusahaan bagus.

Berdasarkan penjelasan diatas, jika ingin menganalisa dan membandingkan rasio keuangan dari dua perusahaan yang berbeda, maka yang harus dilakukan, adalah : menganalisa prinsip akuntansi yang dianut dan melakukan penyesuaian atas hal-hal yang berbeda. Perbedaan jenis perusahaan dapat menimbulkan perbedaan rasio-rasio yang penting, misal rasio ideal tentang likuiditas untuk bank tentunya tidak sama dengan rasio pada perusahaan industri, perdagangan atau jasa.

2.6.3 Keunggulan Analisa Rasio

Perusahaan-perusahaan yang mengandalkan modal dari para investor harus mampu menyajikan angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos laporan keuangan lain yang memiliki hubungan

(27)

yang relevan (informasi yang tepat waktu sehingga dapat digunakan untuk membuat keputusan) dan hubungan yang penting, mendasar, khusus atau memadai untuk menjamin penyajian khusus (significant), sehingga mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain.

Analisa rasio merupakan analisa yang sering dipakai oleh perusahaan, hal ini disebabkan karena dibanding analisa lain, analisa rasio mempunyai beberapa keunggulan, yaitu :

1. Rasio merupakan angka-angka atau ringkasan statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.

2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana daripada informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.

3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.

4. Dapat digunakan untuk mengambil keputusan.

5. Lebih mudah menilai kinerja dan melakukan prediksi di masa yang akan datang.

Dalam perusahaan, analisa rasio hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lain, sehingga dapat melakukan penilaian secara cepat.

2.6.4 Keterbatasan Analisa Rasio

Disamping keunggulan yang dimiliki analisa rasio, teknik ini juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya.

(28)

Adapun keterbatasan analisa rasio adalah :

1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan penggunanya.

2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan (data akuntansi rnengandung unsur-unsur yang tidak eksak atau berupa estimasi) juga akan berpengaruh dalam perhitungan teknik analisa rasio.

3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan timbul kesulitan dalam perhitungan rasio.

4. Jika data untuk menghitung rasio yang tersedia tidak sama atau tidak sesuai, akan menimbulkan kesulitan.

5. Jika dua perusahaaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karena itu jika perbandingan tetap dilakukan hal ini akan menimbulkan kesalahan.

2.6.5 Jenis Rasio

Dalam dunia usaha terdapat bermacam-macam hal yang perlu dianalisa, karena itu dibutuhkan pula berbagai jenis rasio. Untuk menentukan jenis rasio yang penting dipakai dalam analisa laporan keuangan ada beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan, yaitu :

1. Profitabilitas, yaitu kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang digambarkan oleh ROI (Return On Investment), yang terdiri dari Rasio Profit Margin dan Capital Turn Over.

(29)

2. Manajemen Performance adalah Rasio yang dapat menilai prestasi manajemen, dilihat dari segi kebijakan kredit, persediaan, administrasi, dan struktur harta serta modal.

3. Solvency, keadaan di mana pemsahaan mampu melunasi kewajiban- kewajiban yang telah jatuh tempo.

Jenis rasio yang sering digunakan untuk mengetahui aspek-aspek penting seperti yang dijelaskan di atas, adalah :

1. Rasio likuiditas, rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendek yang jatuh tempo, dengan uang tunai atau kas yang dlkumpulkan.

2. Rasio Solvabilitas, rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang atau hutang-hutang apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan hutang jangka panjang.

3. Rasio Rentabilitas atau Profitabilitas, menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan lain sebagainya juga untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan dari suatu perusahaan atau divisi tertentu dalam periode tertentu. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga Operating Ratio.

4. Rasio Aktivitas, mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan aktiva yang digunakan.

(30)

5. Rasio pemenuhan, mengukur tingkat perlindungan untuk kreditor dan investor jangka panjang.

Suatu perusahaan sebaiknya tidak sembarangan menggunakan teknik analisa rasio untuk menganalisa laporan keuangan perusahaan tersebut, karena memilih teknik analisa rasio yang tepat sangat penting sehingga berdampak baik pada suatu perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Contoh Proposal Usaha di bidang PROPOSAL PENGADAAN KOMPUTER DAN INSTALASI JARINGAN Disusun oleh:.. 2.3.1 Analisis

Saldo akhir tahun aktiva moneter dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dijabarkan dalam Rupiah dengan kurs yang berlaku pada tanggal neraca yang ditentukan oleh Bank

Keuntungan dan kerugian selisih kurs yang timbul dari penyelesaian transaksi dalam mata uang asing dan dari penjabaran aset dan liabilitas moneter dalam mata uang

Keuntungan dan kerugian selisih kurs yang timbul dari penyelesaian transaksi dalam mata uang asing dan dari penjabaran aset dan liabilitas moneter dalam mata uang asing

Android, Pemrograman Aplikasi Mobile Smartphone dan Tablet PC berbasis Android (Revisi Ked). Bandung:

Suatu karya sastra perlu ditafsirkan sebab di satu pihak karya sastra terdiri dari bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi

Objek dari penelitian tindakan kelas ini adalah (1) implementasi model pembelajaran dengan metode problem solving pada siswa kelas XI TKJ SMK Negeri 1 Sojol Utara, (2)

Adapun sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder serta variable yang diteliti berupa variable independen (bebas) dan variable dependen (terikat). Data