33 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Lingkungan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Bergas Lor yang merupakan wilayah kecamatan Bergas, kabupaten Semarang. Kecamatan Bergas berada pada ketinggian 400 meter diatas permukaan laut, suhu udara berkisar antara 24ᵒC-32ᵒC dengan curah hujan 3.316 mm/th dan 178 hari hujan. Topografi kelurahan Bergas Lor adalah dataran dan luas wilayahnya 225.01 ha.
Penggunaan lahan untuk sawah seluas 70.01 ha adalah sawah tadah hujan. Luas panen padi sawah pada tahun 2017 adalah 1.806,27 ha dengan produksi 9.841,29 ton (Kecamatan Bergas dalam Angka,2020)
4.2 Karakteristik Kesuburan Tanah Sawah Desa Bergas Lor
Tanah di lokasi penelitian merupakan tanah sawah dengan pola pemanfaatan sebagian besar untuk tanaman padi, hanya sebagian kecil untuk sayur- sayuran. Pola tanam di daerah tersebut adalah padi- padi-bera dalam setahunnya. Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain (Harjowigena et al., 2004).
Karakteristik tanah sawah berkaitan dengan proses reduksi oksidasi yang terjadi karena
34
penggenangan pada tanah sawah. Proses kimia tersebut berkaitan dengan ketersediaan hara dan produktivitas tanah sawah. Untuk mengetahui karakteristik tanah di desa Bergas Lor maka dilakukan pengambilan sampel tanah awal dan dilakukan analisis di laboratorium.
Tabel 4.1 Karakteristik Tanah Sawah Desa Bergas Lor
Macam analisis Nilai Harkat Metode Analisis
pH H2O 5,61 Agak masam Ekstrasi
C-Organik (%) 1,57 Rendah Walkey &Black
Bahan Organik (%) 2,71
N- Kjeldahl (%) 0,17 Rendah Kjeldahl
P2O5 HCl 25%
(mg/100g)
101,45 Sangat tinggi Ekstraksi
K2O HCl 25%
(mg/100g)
93,61 Sangat tinggi Ekstraksi
Data Primer : hasil analisis Laboratorium Penguji BPTP Jateng 2017 Pengharkatan : menurut Balai Penelitian Tanah Bogor 2009
Nilai pH optimum yang sesuai untuk pertumbuhan padi berkisar antara 5,5-7,5 (Prasetyo dan Setyorini 2008, dalam Krisnawati dan Bowo 2019).
Nilai pH tanah sawah di lokasi penelitian adalah 5,61 termasuk agak masam namun masih ada dalam rentang nilai pH kriteria ideal untuk pertumbuhan tanaman padi. Kategorisasi kandungan C-organik menurut BBSDLP jika kurang dari 2% termasuk
35
kategori rendah, 2 – 3 % sedang, lebih dari 3% tinggi.
Hasil dari analisis C-organik tanah sawah awal penelitian adalah 1,57% berarti termasuk dalam kategori rendah karena kurang dari 2%. Salah satu penyebab rendahnya kandungan C-organik adalah penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dan melebihi dosis yang dianjurkan tanpa diimbangi penggunaan pupuk organik yang memadai. Hal tersebut sesuai pernyataan Suriadikarta dan Simanungkalit, (2006), dalam Totong et al., (2015) yang menyatakan bahwa dampak dari penggunaan pupuk anorganik secara intensif terlihat pada penurunan bahan organik tanah. Jika kandungan C-organik mengalami penurunan terus menerus dapat mengakibatkan turunnya produktivitas lahan dan produksi padi tidak dapat dipertahankan keberlanjutannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kandungan C-organik tanah adalah dengan penambahan pupuk organik. Penambahan pupuk organik dapat menambah sumber hara tanah, memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.
Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien (Anonim, dalam Guntur, et al, 2015).
Kandungan Nitrogen di lokasi penelitian adalah 0,17% termasuk dalam katagori rendah sesuai pengharkatan menurut BBSDLP ( <0,1% sangat rendah, 0,1%-0,2% rendah, 0,21%-0,5% sedang, 0,51%-o,75% tinggi, >0,75% sangat tinggi). Jika
36
kandungan Nitrogen rendah akibatnya tanaman padi akan kekurangan unsur hara Nitrogen. Tanaman padi yang kekurangan Nitrogen dicirikan warna daun hijau kekuningan lama kelamaan seluruh tanaman akan rata daunnya menjadi kuning, anakannya sedikit, pertumbuhan tanaman kerdil dan kurus, pertumbuhan buah tidak sempurna. Penambahan hara dari pupuk kompos yang diberikan diharapkan dapat memperbaiki kualitas hara tanah sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimum.
Pada Tabel 4.1, terlihat bahwa kandungan unsur P dan K tanah lokasi penelitian katagori sangat tinggi yaitu unsur P 101,45 mg/100 gr dan unsur K 93,61 mg/100 gr (katogori tinggi > 60 mg/100 gr). Unsur P diperlukan dalam jumlah lebih sedikit dibanding unsur N dan K. Namun demikian perannya terhadap proses pertumbuhan tanaman sangat penting, unsur P dibutuhkan tanaman padi selama pertumbuhannya mulai dari awal pertumbuhan vegetatif sampai fase pembentukan dan pematangan biji.
Unsur K dibutuhkan tanaman lebih banyak dibanding unsur Nitrogen. Unsur K berperan dalam membantu perkembangan akar, menambah daya tahan tanaman terhadap penyakit, pembentukan protein.
4.3 Sifat Kimia Kompos Jerami dan Kompos Azolla Hasil analisis kandungan berbagai unsur dalam kompos jerami dan Azolla yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.2. Pada Tabel 4.2, terlihat bahwa kandungan N-total kompos Azolla lebih tinggi dibanding kompos jerami. Hal ini diduga karena
37
di dalam Azolla terdapat Cyanobacteria yang bersimbiosis dengan Azolla mampu menyediakan N bagi tanaman. Simbiosis mutualisme antara Azolla dan Cyanobacteria mampu memfiksasi N2 dari udara sehingga dapat menambah kebutuhan N bagi tanaman.
Tabel 4.2 Hasil analisis kompos Jerami dan kompos Azolla
Macam analisis
Hasil
Metode Analisis Kompos
Jerami
Kompos Azolla
N- total (%) 1,78 2,02 Ekstrasi
C-Organik (%) 30,86 13,88 Gravimetri
P2O5 (%) 0,73 0,31 Ekstraksi
K2O (%) 1,13 0,43 Ekstraksi
Bahan Organik (%)
53,21 23,93
C/N rasio 17,37 6,86
Data Primer : hasil analisis Laboratorium
Jerami yang dibuat kompos merupakan bahan yang sangat potensial untuk meningkatkan kandungan bahan organik di sawah. Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa kandungan C-organik kompos jerami lebih tinggi dibanding kandungan pada kompos Azolla. hal tersebut membuktikan bahwa jerami yang dimanfaatkan dalam bentuk kompos dapat memperbaiki kandungan C- organik tanah sawah. Kompos jerami yang digunakan secara terus menerus dalam jangka panjang dapat menaikkan kandungan bahan organik tanah sehingga tanah menjadi subur.
38
Pada Tabel 4.2, terlihat bahwa kandungan hara K kompos jerami jauh lebih tinggi yaitu 1,13% dibanding kandungan K pada kompos Azolla. Dengan kandungan hara K relatif tinggi, maka jerami yang dikomposkan dapat digunakan sebagai pupuk alternative mengurangi dosis pupuk Kalium selain memperbaiki hara tanah.
Penggunaan kompos jerami 5 ton ha-1 pada budidaya padi dapat mengurangi penggunaan unsur an-organik Pupuk KCl sebesar 50% (Anonim, 2020). Pernyataan ini dikuatkan oleh Sutanto, (2002), dan menurut Setyorini, (2006 , dalam Rudi, 2021) bahwa aplikasi dengan 5 ton jerami ha-1 dapat meningkatkan N, P, dan K tanah.
Penggunaan kompos jerami dan kompos Azolla dengan kandungan N seperti pada tabel 4.2 di atas diharapkan dapat mengembalikan kesuburan tanah dan efisiensi penggunaan pupuk terutama pupuk Urea.
Penambahan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia tanah (Susilawati et al., 2011). Penambahan bahan organik umumnya meningkatkan kandungan N, P dan K tanah (Rivaie, 2014).
39
4.4 Pengaruh Kombinasi Urea dengan Pupuk Organik terhadap Beberapa variabel tanah 4.4.1 Nitrogen Total dalam Tanah
Tabel 4.3 Kandungan N total tanah setelah panen
Perlakuan Kandungan N total tanah akhir (%)
A = U0+A0+J0 0,19c
B = U116,5 (53,59N)+A0+J0 0,19c C = U234(107,64N)+A0+J0 0,20b D = U350(161 N)+A0+J0 0,19c
E = U0+A5000+J0 0,19c
F = U116,5(53,59 N)+A5000+J0 0,20b G = U234(107,64 N)+A5000+J0 0,19c H = U350(161 N)+A5000+J0 0,19c
I = U0+A0+J5000 0,19c
J = U116,5(53,59)+A0+J5000 0,18d K = U234(107,64 N)+A0+J5000 0,21a L = U350(161 N)+A0+J5000 0,19c
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf 5%
Pada Tabel 4.3, terlihat bahwa perbandingan antara perlakuan dosis pupuk Urea saja, menunjukkan bahwa walaupun tanah diberi Urea dengan dosis N 53,59 kg ha-1 , ternyata kandungan Nitrogen pada akhir penelitian tidak berbeda nyata dibandingkan tanpa pemupukan Urea. Hal ini menunjukkan bahwa Nitrogen yang diberikan tersebut telah berkurang dari tanah dan hanya tersisa sedikit baik karena diserap oleh tanaman, hilang melalui penguapan maupun pencucian. Namun jika pemupukan Urea ditingkatkan dengan dosis N 107,64 kg ha-1 dan 161 kg ha-1 ternyata kandungan N tanah setelah panen lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan Urea. Hal ini menunjukkan bahwa walaupuan Nitrogen tanah mengalami penurunan karena diserap oleh tanaman
40
atau mengalami pencucian dan penguapan namun dengan pemupukan Urea dosis 107,64 kg ha-1 , ternyata masih banyak yang tersisa hingga akhir penelitian (ada inefisiensi pupuk).
Pada Tabel 4.3. juga terlihat bahwa pemupukan Urea dengan dosis N 53,59 kg ha-1 ditambah kompos Azolla 5000 kg ha-1 dapat meningkatkan kandungan N tanah setelah panen dibandingkan tanpa pupuk, maupun pemupukan Urea tunggal dengan dosis N 53,59 kg ha-1 . Hal ini menunjukkan adanya peran dari kompos Azolla dalam peningkatan unsur Nitrogen tanah, bahkan sampai akhir penelitian masih banyak yang tersisa hasil dekomposisinya. Keberadaan Urea dalam tanah diduga juga dapat meningkatkan aktifitas dekomposisi bahan organik yang telah ada di dalam tanah tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Soderstrom et al., (1983) mengkonfirmasi bahwa peningkatan kandungan Urea di dalam tanah dapat meningkatkan aktivitas mikroba decomposer.
Mekanisme yang terjadi adalah Urea dapat mempengaruhi pH dan tekanan osmotik tanah sehingga menyebabkan suasana yang mendukung aktivitas mikroba. Dengan suasana yang mendukung, ditambah dengan melimpahnya kompos di lingkungan tumbuh, maka proses dekomposisi akan berlangsung dengan lebih cepat (Insam dan Palokarvi (1995); (He dan Suzuki, 2003).
Jika Urea yang diberikan dengan dosis N 107,64 dan 161 kg ha-1 dikombinasikan dengan Azolla 5000 kg ha-1 , justru yang terjadi adalah tidak berbeda nyata dengan kontrol. Artinya pemberian Azolla bisa
41
meningkatkan N tanah setelah panen, tetapi tetap harus diimbangi dengan pemberian Urea dengan takaran yang tepat ke dalam tanah (dalam penelitian ini takaran yang tepat adalah dengan dosis N 53,59 kg ha-1 ). Hasil yang didapatkan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhaimin et al., (2019), bahwa pupuk Azolla yang dikombinasikan dengan pupuk Urea dinilai efisien. Pupuk anorganik dapat langsung dimanfaatkan karena unsur-unsur hara yang diberikan berada dalam bentuk ion yang mudah tersedia bagi tanaman. Sedangkan bahan organik yang terkandung dalam pupuk organik mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Kombinasi kompos jerami dengan Urea dosis N 107,64 kg ha-1 menaikkan kandungan N-total tanah akhir dengan nilai tertinggi. Salbiah et al., (2013) mengemukakan bahwa kadar N total tanah setelah panen menunjukkan peningkatan terlebih ditambah dengan bahan organik. Peningkatan N disebabkan oleh dekomposisi bahan organik yang akan menghasilkan senyawa yang mengandung N, diantaranya ammonium, nitrit, nitrat dan gas Nitrogen (Nyakpa et al.,1988, dalam salbiah et al., 2013).
Apabila dibandingkan antara kompos Azolla dengan kompos jerami, dapat diamati bahwa kedua perlakuan ini memiliki kecenderungan yang sama saat diaplikasikan bersama dengan Urea. Kecenderungan tersebut adalah, saat Urea yang diberikan dalam takaran rendah maupun tinggi, efektivitas dekomposer akan menurun dan menyebabkan kandungan N tanah menjadi rendah.
42
4.4.2 Kandungan Bahan Organik Tanah Setelah Panen
Hasil analisis kandungan bahan organik tanah setelah penelitian disajikan dalam Tabel 4.4. Dalam Tabel 4.4 terlihat bahwa perlakuan kompos Azolla atau kompos jerami saja menyebabkan kandungan bahan organik tanah pada akhir panen masih lebih tinggi jika dibandingkan yang dikombinasikan dengan Urea hingga dosis 161 kg ha-1 . Diduga hal ini disebabkan peruraian bahan organik dari kompos Azolla ataupun kompos Jerami berlangsung lebih lambat dibandingkan perlakuan yang dikombinasikan dengan Urea. Bakteri dekomposer yang ada di dalam tanah akan bekerja lebih maksimal saat lingkungannya mendukung.
Kondisi aerob menyebabkan dekomposisi bahan organik menjadi lebih cepat. Kondisi inilah yang dapat mempercepat proses dekomposisi (Thavarupan et al., 2015). Selain itu, Urea juga dibutuhkan sebagai sumber energi tambahan bagi dekomposer tersebut dalam mengurai bahan organik. Dengan demikian, sisa bahan organik di dalam tanah akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan kompos Azolla maupun kompos Jerami saja. Dapat disimpulkan bahwa pemberian Urea tetap diperlukan untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik tanah.
43
Tabel 4.4 Kandungan Bahan Organik tanah setelah panen
Perlakuan Kandungan Bahan organik tanah akhir (%)
A = U0+A0+J0 2.55i
B = U116,5 (53,59 N)+A0+J0 2.24k C = U234(107,64N)+A0+J0 2.81e D = U350(161 N)+A0+J0 2.79f E = U0+A5000+J0 3.00a F = U116,5 (53,59 N)+A5000+J0 2.91b G =U 234 (107,64 N)+A5000+J0 2.81e H = U350 (161 N)+A5000+J0 2.90c I = U0+A0+J5000 2.86d J = U116,5 (53,59N)+A0+J5000 2.69h
K = U234 (107,64N)+A0+J5000 2.74g L = U350 (161 N)+A0+J5000 2.48j
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%.
4.5 Pengaruh Kombinasi Urea dan Bahan Organik terhadap Serapan N dan efisiensi Pemupukan Urea
Hasil analisis serapan Nitrogen dan efisiensi pemupukan Nitrogen dari setiap kombinasi perlakuan Urea dengan kompos jerami atau Azolla disajikan dalam Tabel 4.5. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa aplikasi pupuk Urea dengan kompos Azolla maupun pupuk Urea dengan kompos jerami berpengaruh nyata terhadap serapan N maupun efisiensi pemupukan Nitrogen.
44
Tabel 4.5. Pengaruh kombinasi pemupukan Urea dengan bahan organik terhadap Serapan N dan efisiensi N
Perlakuan Serapan N (kg ha-1 )
Efisiensi N (%)
A = U0+A0+J0 102.30dc 0.00f
B = U116,5 (53,59 N) +A0+J0 94.03dc -4.52g C = U234 (107,64 N)+A0+J0 112.63bdc 0.91f D = U350 (161 N)+A0+J0 168.89a 32.69c
E = U0+A5000+J0 83.82d -1.44i
F = U116,5 (53,59 N)+A5000+J0 153.33ba 38.12b G = U234 (107,64 N)+A5000+J0 140.34bac 20.57d H = U350 (161 N)+A5000+J0 124.16bdac 12.57e I = U0+A0+J5000 139.73bac 49.36a J = U116,5 (53,59 N)+A0+J5000 102.12dc -12.39h K = U234 (107,64 N)+A0+J5000 116.71bdc 15.22e L = U350 (161 N)+A0+J5000 113.58bdc 12.19e Keterangan:
1. Angka dalam tabel adalah data asli
2. Huruf dibelakang angka merupakan hasil dari analisis transformasi X2+1
3. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%.
Pada Tabel 4.5, terlihat bahwa perlakuan D ( Urea 161 kg N ha-1 ) dan F (Urea 53,59 kg N ha-1 + 5000 kg ha-1 kompos Azolla) mempunyai nilai serapan N lebih tinggi jika dibandingkan kontrol (perlakuan A).
Kombinasi perlakuan lainnya ternyata tidak meningkatkan serapan N, jika dibandingkan perlakuan kontrol (tanpa Urea dan bahan organik).
Pada perlakuan D, dengan dosis pupuk Urea tertinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu 350 kg ha-1( setara dengan 161 kg ha-1N) memberikan hasil serapan N tertinggi dibanding perlakuan lainnya karena pupuk anorganik lebih cepat tersedia bagi tanaman. Unsur hara yang terkandung dalam pupuk anorganik lebih
45
cepat tersedia bagi tanaman ( Totong et al.,2015) Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Sutedjo, (2008) bahwa pemberian pupuk anorganik ke dalam tanah dapat menambah ketersediaan hara yang cepat bagi tanaman.
Ada tiga hal yang menyebabkan hilangnya Nitrogen dari tanah yaitu : hilang tercuci bersama air drainase, penguapan, diserap oleh tanaman. Hasil analisis sidik ragam perlakuan A (kontrol) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (Urea 53,59 kg ha-1 ), E (kompos Azolla 5000 kg ha-1 ), J (Urea 53,59 kg ha-1 + kompos jerami 5000 kg ha-1 ) tetapi mempunyai nilai serapan N lebih tinggi dari perlakuan B (Urea 53,59 kg ha-1 ), E (kompos Azolla 5000 kg ha-1 ), J (Urea 53,59 kg ha-1 + kompos jerami 5000 kg ha-1 ). Hal ini diduga perlakuan A tidak ditambah pupuk Urea sehingga akar akan berusaha menyerap hara N semaksimal mungkin dari residu tanaman yang ada disekitar akar yang terakumulasi sebagai sumber makanan bagi tanaman dalam bentuk tersedia, dapat memanfaatkan kandungan hara N dari tanah dengan maksimal sehingga dapat terserap maksimal, sedangan perlakuan B, E, dan J diduga ada ketidakseimbangan kebutuhan sehingga hara N yang ditambahkan banyak tetapi belum dalam bentuk tersedia akibatnya tanaman tidak mendapatkan hara N sesuai kebutuhan sehingga serapan N nya rendah dibanding perlakuan A. Selain itu diduga hilang lewat pencucian maupun penguapan sehingga hanya sedikit yang terserap tanaman. Hal ini sesuai pernyataan Erawan et al., (2013) bahwa tidak semua unsur Nitrogen yang bersumber dari pupuk anorganik mampu menyuplai kebutuhan unsur hara
46
selama proses pertumbuhan karena sebagian besar unsur Nitrogen dari pupuk anorganik tersebut hilang melalui penguapan maupun tercuci.
Jika dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan Urea maupun bahan organik, ternyata perlakuan pemupukan Urea 53,59 kg ha-1 hingga 107,64 kg ha-1 belum mampu meningkatkan serapan Nitrogen secara nyata, karena dosis tersebut belum memenuhi hara N yang dibutuhkan oleh tanaman. Jadi semakin tinggi dosis pupuk N yang diberikan maka serapan Nitrogennya meningkat secara nyata. Hal ini disebabkan akibat dari pemupukan Urea dengan dosis 161 kg ha-1 maka konsentrasi unsur hara Nitrogen di dalam tanah meningkat, sehingga tanaman dapat menyerap unsur tersebut lebih banyak, seiring dengan peningkatan pertumbuhan perakarannya. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Galih et al., 2012 semakin tinggi konsentrasi pupuk anorganik dapat menyebabkan pupuk ini menjadikan pupuk menjadi tersedia lebih cepat bagi tanaman sehingga serapannya juga akan semakin tinggi. Dosis 161 kg ha-1 adalah dosis pupuk Urea yang dianjurkan sesuai Permentan no. 40 tahun 2007 pemupukan spesifik lokasi untuk lokasi penelitian (Kecamatan Bergas). Sunawan dan sugiarto 2020 menyatakan apabila tanaman diberi pupuk Urea semakin banyak akan semakin meningkat pula pertumbuhan tanaman. Semakin meningkat pertumbuhan tanamannya berarti semakin tinggi serapan.
Jika tanaman padi hanya diberi pupuk kompos Azolla, ternyata serapan Nitrogennya tidak berbeda
47
dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut terjadi karena pupuk organik membutuhkan waktu untuk menjadi tersedia bagi tanaman karena harus melalui proses mineralisasi terlebih dahulu agar menjadi tersedia (Chairani, (2006) dalam Totong et al., 2015). Namun jika pemupukan kompos Azolla tersebut ditambah dengan Urea 53,59 kg ha-1 ; 107,64 kg ha-1 dan 161 kg ha-1, dapat meningkatkan serapan Nitrogen secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi Nitrogen dalam tanah meningkat akibat adanya tambahan unsur hara N dari Urea yang dikombinasikan dengan kompos Azolla. Selain itu diduga pertumbuhan perakaran tanaman juga sangat baik, terlihat dari jumlah anakannya relatif banyak, sehingga penyerapan Nitrogen berlangsung lebih tinggi.
Kompos Azolla yang digunakan pada budidaya tanaman padi, dibenamkan dalam tanah dan terdekomposisi melalui proses mineralisasi N organik dan berperan secara aktif dalam menyediakan unsur N. Pernyataan ini dikuatkan oleh Farentinos et al., (2002), bahwa dalam waktu 20 hari setelah aplikasi, Azolla sudah bisa melepas 40-60% N ke dalam tanah dan 50 – 90% N tersedia bagi tanaman setelah 40 hari setelah aplikasi.
Hasil analisis sidik ragam Kombinasi kompos Azolla dengan Urea serta kompos Azolla tunggal memberikan hasil yang beda nyata antar perlakuan.
Kombinasi Azolla dengan Urea 53,59 kg ha-1 (F) memberikan nilai serapan N tertinggi yaitu 153,33 kg ha-1 dengan efisiensi 38,12% Hal ini disebabkan karena penambahan kompos Azolla dapat
48
meningkatkan N total tanah serta penambahan unsur N dari Urea. Semakin tinggi N total tanah maka serapan N juga akan meningkat. sehingga kebutuhan tanaman bisa terpenuhi.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perlakuan K mempunyai kandungan hara N-total tertinggi.
Penggunaan Azolla bersama-sama pupuk N menunjukkan peningkatan serapan pada N, mengurangi kehilangan N dan memperbaiki sifat-sifat tanah ( Tarigan et al, 2002 dalam Gita et al, 2016).
Pada tabel 4.5 terlihat efisiensi serapan N tertinggi dicapai pada perlakuan kompos jerami tunggal dan efisiensi serapan N terendah dicapai perlakuan kombinasi dosis N 53,59 kg ha-1 ditambah kompos jerami 5000 kg ha-1. Perlakuan kombinasi pupuk N ditambah kompos jerami diduga banyak yang menguap atau tercuci sehingga yang diserap tanaman kecil akibatnya efisiensi serapan N nya juga kecil. Menurut Jipelos (1989), dalam praktek pemupukan Nitrogen yang diserap tanaman hanya berkisar antara 22 – 65%
dan rata-rata efisiensi serapan Nitrogen pada lahan beririgasi hanya bisa mencapai 45%.
Perlakuan penggunaan pupuk Urea saja dengan dosis 161 kg ha-1 memberikan nilai serapan N dan efisiensi 168,89 kg ha-1 dan 32,69 % hal ini sesuai dengan hasil penelitian sutejo 2008 dalam Wulandari et al., 2016 pupuk anorganik mampu menyediakan hara N dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik. Pupuk anorganik dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan pupuk ini menjadikannya lebih cepat tersedia bagi tanaman.
49
4.6 Pengaruh Kombinasi Pemupukan Urea dan Bahan Organik terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
4.6.1 Tinggi tanaman dan Jumlah anakan produktif
Tabel 4.6. Pengaruh kombinasi Urea, kompos Azolla dan kompos Jerami terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi
Perlakuan Tinggi tanaman (cm)
Jumlah anakan produktif
A = U0+A0+J0 96.55bc 16.59bdc
B = U116,5(53,59 N)+A0+J0 96.18bc 16.84bdac C = U234 (107,64 N)+A0+J0 100.90ba 17.96bac D = U350 (161 N)+A0+J0 101.80a 19.84a
E = U0+A5000+J0 88.79e 14.92dc
F = U116,5 (53,59 N)+A5000+J0 99.15bac 18.50ba G = U234 (107,64N)+A5000+J0 94.16dc 16.20bdc H = U350 (161 N)+A5000+J0 101.62a 19.00ba
I = U0+A0+J5000 89.80ed 14.44d
J = U166,5 (53,59 N)+A0+J5000 96.75bac 14.83dc K = U234 (107,64 N)+A0+J5000 97.36bac 17.81bac L = U350 (161 N)+A0+J5000 101.86a 19.13ba Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%.
Dalam Tabel 4.6 menunjukkan bahwa tanaman yang dipupuk dengan Urea dosis 350 (setara dengan 186 kg-1 N ha-1) baik itu dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan pupuk organik memberkan hasil tinggi tanaman tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pupuk anorganik langsung dalam bentuk tersedia sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman sedangan kompos baik azolla maupun kompos jerami membutuhkan waktu untuk menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Jerami mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif tanaman
50
padi. Tanaman padi bertambah ukuran tingginya disebabkan adanya proses pembelahan dan perpanjangan sel pada jaringan meristem batang dan daun tanaman padi (Coskun 2017, dalam Asifah et al., 2019). Dalam proses pertambahan jumlah dan ukuran sel tersebut diperlukan senyawa organik dari hasil metabolisme terutama untuk penyusun sel, sintesis enzim dan sumber energi.
Tinggi tanaman padi meningkat secara nyata karena pemupukan Urea dengan dosis 161 kg ha-1 , dibandingkan tanpa pupuk. Hal ini menunjukkan adanya peranan pupuk Urea sebagai sumber Nitrogen untuk mendukung proses pertambahan jumlah maupun ukuran sel pada batang dan daun tanaman padi. Koefisien korelasi antara tinggi tanaman dengan kandungan hara N jaringan tanaman memberikan nilai positif artinya semakin tinggi nilai tinggi tanaman maka semakin tinggi kandunngan Hara N pada jaringan tanaman dalam penelitian ini nilai R2 nya yaitu 0,67.
Dalam metabolisme tanaman, unsur Nitrogen diperlukan antara lain untuk pembentukan klorofil, sintesis protein, sintesis enzim dan asam amino. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adamczyk (2010) bahwa terserapnya N dengan efisiensi yang tinggi, maka N yang terdapat di jaringan dapat digunakan untuk pembentukan protein yang selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan tanaman melalui pembelahan, pembesaran, dan pemanjangan sel Dosis Urea 161 kg ha-1 yang diberikan ke tanah, telah mampu meningkatkan konsentrasi Nitrogen tanah, sehingga dapat diserab oleh tanaman untuk mendukung
51
berbagai proses sintesis senyawa organik yang diperlukan untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap kandungan N jaringan tanaman karena hara N yang diserap oleh tanaman disimpan dalan jaringan tanaman. Sesuai dengan pernyataan Faozi dan Wijonarko (2008) bahwa sebagian besar N yang berhasil diserap tanaman masih tersimpan didalam organ tanaman untuk proses translokasi Nitrogen dari organ tanaman lainnya.
Jika pemupukan menggunakan kompos Azolla atau kompos jerami saja, ternyata menghasilkan tinggi tanaman relatif rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan tanpa pemupukan apapun. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Nitrogen dari pupuk kompos Azolla maupun kompos jerami ke dalam tanah, belum mampu meningkatkan berbagai sintesis senyawa organik yang diperlukan untuk pertumbuhan tinggi tanaman padi. Namun jika pemupukan kompos tersebut dikombinasikan dengan Urea dengan dosis 161 kg ha-1 , ternyata mampu meningkatkan tinggi tanaman secara nyata. Diduga peranan Urea dengan dosis 161 kg ha-1 tersebut selain mampu meningkatkan kandungan Nitrogen tanah, pada tabel 4.5 terlihat bahwa serapannya juga meningkat sehingga mendukung metabolisme sintesis senyawa organik yang berperan pada proses pertumbuhan tinggi tanaman.
Peran tersebut sangat jelas pada kompos Azolla namun pada kompos jerami, walaupun serapan Nitrogennya rendah, ternyata pertumbuhan tinggi tanamannya meningkat.
52
Tinggi tanaman padi varietas Ciherang, menurut diskripsinya adalah 107-115 cm. Dari hasil penelitian ini, terlihat bahwa pemupukan Urea maupun kombinasi Urea dengan kompos Azolla atau kompos jerami, belum mampu mendukung untuk mencapai potensi ukuran tinggi tanamannya. Namun perlakuan Urea saja dengan dosis 161 kg ha-1 atau dikombinasikan dengan kompos Azolla atau kompos Jerami, merupakan perlakuan yang paling mendekati sifat genetis dari ukuran tinggi tanamannya.
Pada tabel diatas perlakuan pemberian Urea dosis 161 kg ha-1 (D) memberikan hasil anakan produktif lebih tinggi demikian juga perlakuan kombinasi kompos Azolla ditambah Urea 161 kg ha-1 (H). Pertambahan tinggi tanaman dipengaruhi oleh kadar N yang terserap di jaringan maupun N yang berada di dalam tanah. Hasil ini menegaskan bahwa pengaruh dari serapan dan efisiensi N tanaman padi perlakuan Urea 161 kg ha-1 tinggi, sehingga N dapat dimanfaatkan maksimal oleh tanaman padi dalam pertumbuhan vegetatifnya. Dengan terserapnya N dengan efisiensi yang tinggi, maka N yang terdapat di jaringan dapat digunakan untuk pembentukan protein yang selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan, pembelahan, pembesaran, dan pemanjangan sel (Adamczyk, 2010). Hal ini tercermin dalam pembentukan struktur tubuh tanaman yaitu tinggi tanaman. Selain digunakan untuk pertumbuhan, N juga berperan penting dalam proses fotosintesis sebagai unsur penyusun klorofil (Bassi, 2018). Unsur N merupakan struktur utama dalam cincin porfirin
53
klorofil. Dengan peningkatan jumlah N dalam jaringan tanaman padi, maka jumlah klorofil yang akan terbentuk juga menjadi semakin banyak, yang selanjutnya tercermin dalam proses fotosintesis yang maksimal.
Jika tanaman padi diberi aplikasi pupuk kompos Azolla saja, maka tinggi tanamannya akan lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk. Hal ini disebabkan karena serapan dan efisiensi N tanaman padi perlakuan ini rendah seperti terlihat pada tabel 4.5. Dengan demikian, N yang dapat terserap dan tersimpan dalam tubuh tanaman menjadi rendah.
Selanjutnya, dampaknya tercermin dalam bentuk pertumbuhan yang kurang optimal, termasuk tinggi tanamannya. Berbanding terbalik dengan perlakuan Azolla saja, saat perlakuan ini dikombinasikan dengan pupuk Urea bertakaran 161 kg ha-1 , akan menyebabkan tinggi tanamannya mencapai 101,62 cm yang setara dengan pemupukan Urea 161 kg ha-1 . Hal ini disebabkan karena serapan dan efisiensi penyerapan N yang cukup tinggi, sehingga N dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman padi.
Pengaruh Urea lebih besar dibandingkan Azolla pada perlakuan ini sebab, N dari pupuk Urea merupakan unsur yang tersedia dan siap pakai oleh tanaman padi. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan kompos Jerami. Saat perlakuan yang diaplikasikan ke lahan berupa kompos Jerami saja, tinggi tanaman padi yang dihasilkan adalah yang paling rendah. Namun, apabila kompos Jerami diaplikasikan
54
dengan Urea dengan takaran 161 kg ha-1 , maka tinggi tanaman padi yang dihasilkan mencapai 101,86 cm.
Menurut Yang et al., (2015), Urea merupakan pupuk Nitrogen yang paling banyak digunakan di dunia sebab mudah dan cepat tersedia/diserap oleh tanaman.
Urea yang diaplikasikan ke lahan dapat langsung terlarut dalam air dan melepaskan ion ammonium.
Amonium ini kemudian dapat langsung diserap oleh tanaman atau dapat juga diolah oleh mikroorganisme menjadi nitrat akibat proses perombakan. Selama dekomposisi bahan organik unsur hara mikro Na, Ca, Mg, dan K terus dilepaskan sebagai kation-bebas, tetapi Fe dan Al banyak dalam ikatan, dan N banyak diasimilasi dalam sel mikroba sehingga keberadaan ketersediaan N total lebih maksimal (Coleman and Crossley, 1995). Edwards dan Lofty (1977).
Jumlah anakan produktif dan panjang malai dapat menjadi variabel kunci yang lebih kuat untuk menentukan hasil tanaman padi jika dibandingan dengan jumlah anakan. Perlakuan yang memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan produktif paling rendah adalah perlakuan kompos jerami saja. Jumlah anakan produktif perlakuan ini bahkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa dipupuk).
Pemberian perlakuan berupa Urea saja dapat meningkatkan jumlah anakan produktif tanaman padi.
Unsur Nitrogen yang ada di dalam pupuk Urea berfungsi untuk pembentukan struktur tubuh tanaman dan juga dalam proses fiisiologis, utamanya fotosintesis (Adamczyk, 2010). Hasil pembentukan struktur ini juga
55
tercermin dalam jumlah anakan yang banyak.
Penelitian yang dilakukan oleh Liu et al., (2016) mengkonfirmasi bahwa hubungan antara takaran pupuk Urea yang diberikan bersifat linear positif dengan jumlah anakan dan juga hasil gabah tanaman padi. Hal ini juga tercermin dalam perlakuan Urea, saat takaran Urea meningkat akan meningkatkan jumlah anakan produktif pula.
Saat pupuk yang diberikan berupa kompos Azolla atau kompos Jerami saja, maka hasil yang didapatkan adalah jumlah anakan paling sedikit. Hal ini disebabkan oleh karena Nitrogen yang dihasilkan dalam kompos bersifat lambat lepas, dan tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman padi.
Hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif, sedangan penambahan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif. Selain berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, Nitrogen juga berperan dalam pembentukan jumlah anakan produktif. Winarso, (2005) dalam Supramudho et al., 2012.
Perlakuan kombinasi kompos Azolla + Urea (Perlakuan E, F, G, H) menunjukkan semakin tinggi dosis Urea yang diberikan semakin tinggi kandungan Nitrogen jumlah anakan produktif semakin banyak, demikian juga kombinasi kompos jerami + Urea (perlakuan I,J,K,L) semakin tinggi dosis Urea semakin banyak jumlah anakan produktif. Hal tersebut disebabakan pupuk anorganik cepat bereaksi
56
sedangkan pupuk organik sebaliknya butuh waktu untuk prosesnya.
Menurut Rosmarkam dan Nasih (2002), dalam Wulandari et al., (2016), pupuk anorganik mengandung hara (termasuk N) dalam jumlah cukup banyak dan sifatnya cepat tersedia bagi tanaman sedangkan pupuk organik akan melepaskan hara yang lengkap (baik makro maupun mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil selama proses mineralisasi. Pertumbuhan vegetatif selain bertambah tingginya tanaman, jumlah anakan juga mempengaruhi produksi padi ( Endang et al., 2018). Pertumbuhan vegetatif yang baik diharapkan mampu menopang pertumbuhan organ-organ generatif yang baik sehingga memberikan hasil yang baik pula (Suwono 2001, dalam Endang et al., 2018).
57 4.6.2 LPT dan LPR
Tabel 4.7. Tabel laju Pertumbuhan Tanaman dan Laju Pertumbuhan Relatif
Perlakuan LPT
(g/m2/minggu)
LPR (g/g/minggu)
A = U0+A0+J0 0.0031cbd 0.083bdc
B = U116,5 (53,59 N)+A0+J0 0.0045cb 0.134a C = U234 (107,6 N)4+A0+J0 0.0023d 0.070dc D = U350 (161 N)+A0+J0 0.0049b 0.083bdc E = U0+A5000+J0 0.0037cbd 0.140a F = U116,5 (53,59 N)+A5000+J0 0.0070a 0.124ba G = U234 (107,64 N)+A5000+J0 0.0021d 0.053d H = U350 (161 N)+A5000+J0 0.0026cd 0.063d
I = U0+A0+J5000 0.0019d 0.056d
J = U116,5 (53,59 N)+A0+J5000 0.0048b 0.110bac K = U234 (107,64 N)+A0+J5000 0.0033cbd 0.087bdc L = U350 (161 N)+A0+J5000 0.0050b 0.123ba Keterangan:
1. Angka dalam tabel adalah data asli
2. Huruf dibelakang angka merupakan hasil dari analisis transformasi √x+0.5
3. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%.
Laju pertumbuhan tanaman maupun laju pertumbuhan relatif berfluktuasi mengikuti tahapan pertumbuhan tanaman serta dinamika kondisi lingkungan tanaman, termasuk ketersediaan unsur hara. Masing masing kombinasi pemupukan memilki kekurangan dan kelebihan dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Laju pertumbuhan tanaman adalah perhitungan untuk melihat laju pertumbuhan biomassa tanaman pada tiap umur tanaman pada suatu luasan. Hasil perhitungan laju pertumbuhan tanaman digunakan untuk mengetahui respon setiap perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman, sehingga dapat diketahui perlakuan mana yang menunjukkan hasil yang paling baik pada pertambuhan hasil.
58
Pada Tabel 4.7. terlihat bahwa kombinasi pemupukan Urea dosis 116,5 kg ha-1 ( 53,59 kg N ha-1) dengan kompos Azolla (Perlakuan F) menghasilkan laju pertumbuhan tanaman tertinggi dan berbeda nyata dengan semua perlakuan. Hal ini berarti perlakuan F menghasilkan biomassa sebesar 0,0070 g permeter perseginya dalam setiap minggunya. Nilai laju pertumbuhan yang tinggi dari perlakuan F dibanding dengan perlakuan lainnya memberikan arti bahwa perlakuan F efisiensi fotosintesisnya lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya sebab semakin banyak populasi maka semakin naik efisiensi fotosintesis suatu tanaman. Laju pertumbuhan tanaman digunakan untuk mengukur efisiensi fotosintesis dalam skala populasi sebab adanya populasi dapat menyebabkan naik atau turunnya efisiensi fotosintesis suatu tanaman (Kirschbaum, 2011).
Hubungan antara unsur N dengan analisis pertumbuhan tanaman adalah bahwa N merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman yang digunakan dalam fungsi fisiologis terutama fotosintesis.
Semakin banyak unusr hara N yang berada di dalam tanah, maka diharapkan unsur N yang dapat terserap akan lebih banyak sesuai dengan efisiensi penyerapan tanaman. Unsur N yang diserap oleh tanaman kemudian akan ditranslokasikan ke bagian daun untuk digunakan sebagai penyusun cincin porfirin dalam struktur utama klorofil. Semakin banyak unsur N yang membentuk klorofil maka penyerapan foton cahaya di lingkungan akan berlangsung lebih maksimal. Dengan demikian, substrat yang dihasilkan dari fotosintesis
59
berupa asimilat dapat ditranslokasikan ke semua bagian tanaman baik itu vegetatif maupun generatif sebagai biomassa.
Variabel laju pertumbuhan relatif digunakan untuk mengukur efisiensi fotosintesis tanaman padi pada berbagai perlakuan yang mempengaruhi unsur N dalam skala individu tanaman. Semakin cepat laju pertumbuhan relatif tanaman tersebut, maka dapat dikatakan efisiensi fotosintesisnya semakin baik.
Hasil analisis ragam pada Tabel 4.7. di atas menunjukkan bahwa perlakuan B ( dosis Urea 116,5 kg ha-1) dan perlakuan E ( kompos Azolla 5000 kg ha-1) memberikan nilai laju pertumbuhan relatif tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan B dan F berbeda nyata hampir dengan semua perlakuan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F, J, dan L. Laju pertumbuhan relatif dipengaruhi oleh jumlah unsur N yang diberikan. Apabila tanaman dapat menggunakan unsur N secara optimal maka pembentukan organ- organ baru akan maksimal. Semakin tinggi laju pertumbuhan relatif semakin banyak unsur N yang dimanfaatkan tanaman pembentukan organ-organ baru semakin baik karena Nitrogen berpengaruh pada proses fotosintesis yang mempengaruhi pembentukan organ- organ baru. Tanaman yanag tumbuh dengan maksimal meningkatkan hasil fotosintesis. Hasil fotosintesis tinggi akan meningkatkan bobot kering tanaman sehingga laju pertumbuhan relatif juga meningkat (Fadhilah et al., 2021).
60
4.6.3 Korelasi Pengaruh langsung dan Tak Langsung (sidik lintas) Antar Variabel Komponen Pertumbuhan dan Hasil
Koefisien korelasi hanya dapat menggambarkan tingkat keeratan antar variabel yang satu dengan lainnya tetapi tidak dapat menjelaskan secara jelas hubungan antar variabel (Safriyani et al., 2018). Nilai koefisien korelasi akan lebih bermakna jika dilakukan analisis sidik lintas. Analisis sidik lintas dapat menjabarkan seberapa besar pengaruh langsung dan tak langsung suatu karakter/variabel terhadap karakter/variabel hasil (Rohaeni dan Permadi, 2012).
Sidik lintas bertujuan untuk memilah koefisien korelasi ke dalam komponen koefisien lintas yang mengukur pengaruh langsung dan tidak langsung (Efendi et al., 2016).
Tabel 4.8. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Beberapa Karakter Agronomi Terhadap Hasil Gabah
Serapan N 76 HST
Serapan N 97 HST
Efisiensi N 76 HST
Efisiensi N 97 HST
Tinggi Tanaman
14 HST (cm)
Tinggi Tanaman
70 HST (cm)
Jumlah Anakan 14 HST
Jumlah Anakan 70 HST
Korelasi
Serapan N 76 HST 0.482 0.482 0.035 0.656 -0.020 -0.053 -0.043 0.053 -0.113 0.99***
Serapan N 97 HST 0.301 0.056 0.301 -0.203 0.754 0.018 -0.002 0.055 -0.063 0.92***
Efisiensi N 76 HST 0.976 0.323 -0.063 0.976 -0.100 -0.080 -0.028 -0.031 -0.072 0.93***
Efisiensi N 97 HST 0.812 -0.012 0.280 -0.120 0.812 0.000 0.005 0.004 -0.021 0.95***
Tinggi Tanaman 14 HST (cm) 0.352 -0.072 0.015 -0.221 -0.001 0.352 -0.028 -0.124 -0.076 -0.15 Tinggi Tanaman 70 HST (cm) -0.108 0.191 0.006 0.249 -0.036 0.091 -0.108 -0.075 -0.190 0.13 Jumlah Anakan 14 HST -0.369 -0.069 -0.045 0.082 -0.008 0.118 -0.022 -0.369 -0.038 -0.35 Jumlah Anakan 70 HST -0.336 0.162 0.056 0.208 0.052 0.079 -0.061 -0.042 -0.336 0.12
Pengaruh Tidak Langsung Variabel Pengaruh
Langsung
61
Berdasarkan hasil sidik lintas pada tabel 4.8 diketahui bahwa serapan N 76 dan 97 HST serta efisiensi N pada 76 dan 97 HST berpengaruh langsung terhadap hasil gabah. Hasil analisis sidik lintas serapan76 HST dan serapan N 97 HST, serta efisiensi N 76 HST dan Efisiensi N 97 HST memberikan pengaruh positif terhadap produksi gabah dan pengaruh paling besar adalah efisiensi N 76 HST yaitu 0,98. Serapan N 76 Hst, serapan N 97 HST, efisiensi N 97 HST mempunyai nilai koefisien lintasan masing-masing 0,49, 0,30, 0,81. Hal ini berarti semakin tinggi nilai serapan semakin tinggi pula hasil gabah, dan semakin efisien hasil gabah juga akan naik.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Taslim et al., (1989), bahwa serapan N maksimal pada fase generatif, berfungsi untuk menambah jumlah dan ukuran gabah tiap malai yang mendukung bobot gabah per rumpun.
Dikuatkan dengan pernyataan (Faozi dan Wijanarko, 2010), Tingginya hasil gabah karena serapan N mampu mengalokasikan hasil fotosintat ke bagian gabah lebih tinggi.