5 BAB II
DASAR – DASAR TEORI 2.1 Pengertian Jembatan
Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, saluran irigasi dan pembuang, kereta api, dan jalan raya.
Konstruksi jembatan berguna sebagai penerus jalan yang dilalui suatu rintangan yang yang lebih rendah dinyatakan oleh Ir. HJ. Struyk di dalam bukunya. Dalam merencanakan dan merancang jembatan, disarankan untuk lebih dipertimbangkan tentang fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis, dan memperhatikan beberapa persyaratan arsitektur yang meliputi aspek lalu lintas, aspek teknis, dan aspek estetika. (Supriyadi dan Muntohar, 2007).
Menurut Asiyanto, "jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari serangkaian batang baja yang terhubung satu sama lain". Beban yang bekerja pada struktur jembatan akan diuraikan dan diteruskan ke batang baja struktur sebagai gaya tekan dan gaya tarik melalui titik buhul.
2.2 Struktur Jembatan
Menurut Siswanto (1993) : Bentuk dan bagian jembatan dapat dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu :
2.2.1 Struktur Atas (Superstructure)
Struktur atas jembatan yaitu bagian jembatan yang menerima beban secara langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu lintas kendaraan, beban pejalan kaki dan gaya rem.
Struktur atas jembatan terdiri dari : 1. Trotoar
Trotoar berfungsi sebagai tempat berjalan bagi para pejalan kaki yang melewati jembatan agar tidak mengganggu lalu lintas kendaraan.
Trotoar terbagi atas :
● Sandaran (Hand Rail), umumnya memakai pipa besi, kayu dan beton bertulang.
● Tiang sandaran (Rail Post), umumnya terbuat dari beton bertulang untuk jembatan girder beton, sedangkan tiang sandar pada jembatan rangka menyatu dengan struktur rangka.
● Peninggian trotoar (kerb)
● Slab lantai trotoar 2. Lantai Kendaraan
Lantai kendaraan adalah bagian utama dari pelat ekstensi yang berfungsi sebagai area lintasan kendaraan. Lebar lintasan kendaraan dirancang cukup untuk dilalui dua kendaraan besar.
3. Gelagar
Gelagar terdiri atas gelagar induk / memanjang dan gelagar melintang. Gelagar induk merupakan komponen utama yang berfungsi untuk meneruskan beban sepanjang bentang jembatan. Gelagar melintang merupakan pengikat antar gelagar induk yang didesain untuk menahan deformasi melintang dari rangka struktur atas.
4. Balok Diafragma
Balok diafragma berfungsi sebagai pengaku antar girder dari pengaruh gaya beban arah melintang.
5. Ikatan Angin
Ikatan angin pada jembatan berfungsi untuk memberi kekakuan pada jembatan dan meneruskan beban akibat angin kepada portal akhir.
6. Tumpuan
Tumpuan merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan jembatan, yang berfungsi untuk mengurangi benturan antara jembatan dan pondasi utama.
2.2.2 Struktur Bawah (Substructures)
Struktur bawah berfungsi sebagai penopang dan membawa beban pada struktur atas serta beban pada struktur bawah itu sendiri, kemudian akan disalurkan ke pondasi yang kemudian akan diteruskan ke tanah.
Struktur bawah jembatan meliputi : 1. Abutment
Abutment adalah bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan atas sekaligus sebagai dinding penahan tanah. Bagian abutment meliputi:
● Dinding penahan
● Dinding belakang
● Dinding sayap
● Oprit / plat injak, merupakan jalan pelengkap untuk memasuki jembatan dengan kondisi yang disesuaikan untuk dapat memberikan keamanan saat transisi dari jalan menuju jembatan).
● Tumpuan (Bearing) 2. Pilar Jembatan
Pilar ini terletak pada tengah jembatan yang berfungsi sebagai penerus kekuatan jembatan ke pondasi. Pilar terdiri dari:
● Kepala pilar
● Kolom pilar
● Pile Cap 3. Pondasi
Pondasi berfungsi untuk meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar.
Berdasarkan sistemnya, terdapat berbagai jenis pondasi, antara lain:
a. Pondasi telapak (spread footing) b. Pondasi sumuran (caisson)
c. Pondasi tiang (pile foundation), meliputi:
● Tiang pancang kayu (Log Pile)
● Tiang pancang baja (Steel Pile)
● Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile)
● Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile)
● Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place)
● Tiang pancang komposit (Composite Pile) 2.2.3 Bangunan Pelengkap
Bangunan pelengkap dari konstruksi jembatan berfungsi untuk pengamanan terhadap struktur jembatan secara keseluruhan dan keamanan terhadap pemakai jalan.
Bangunan pelengkap terdiri dari:
1. Saluran Drainase
Drainase berfungsi untuk mengalirkan air hujan secepat mungkin ke luar dari jembatan sehingga tidak terjadi genangan air dalam waktu yang lama. Saluran drainase biasanya terdapat pada tepi kanan dan kiri dari badan jembatan, dan gorong-gorong.
2. Oprit
Menurut Pranowo dkk (2007), jalan pendekat adalah struktur jalan yang menghubungkan antara suatu ruas jalan dengan struktur jembatan, bagian jalan pendekat ini dapat terbuat dari tanah timbunan.
3. Talud
Talud berfungsi sebagai pelindung abutment dari aliran air sehingga sering disebut talud pelindung dan terletak sejajar dengan arah arus sungai.
2.3 Klasifikasi Jembatan
Adapun klasifikasi jembatan yang umum diketahui, diantaranya:
2.3.1 Klasifikasi menurut bentuk struktur
Struktur jembatan mempunyai berbagai macam tipe, baik dilihat dari bahan strukturnya maupun bentuk strukturnya. Penggunaan struktur jembatan disesuaikan dengan kondisi yang ada, dan bentuk jembatan mengalami perubahan dari bentuk yang sederhana menjadi yang sangat komplek. (Satyarno, 2003)
Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007), jembatan yang dikembangkan hingga saat ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk struktur, antara lain :
2.3.1.1 Jembatan pelengkung atau jembatan busur
Jembatan busur merupakan suatu struktur yang membentuk setengah lingkaran dan terdapat kedua ujungnya bertumpu pada abutment jembatan. Bentuk dari pelengkung direncanakan agar dapat memindahkan beban yang diterima oleh lantai kendaraan ke abutment yang berfungsi untuk melindungi kedua sisi jembatan agar tidak bergeser.
Gambar 2.1 Bagian – bagian Jembatan Pelengkung
(Sumber : https://bagian-bagianjembatanbusur)
2.3.1.2 Jembatan rangka (truss bridge)
Jembatan rangka dapat terbuat dari kayu maupun logam. Jembatan bingkai kayu adalah jenis klasik. Jembatan rangka kayu memiliki keterbatasan pada beban pendukung yang tidak terlalu besar. Setelah ditemukan material baja, jenis rangka menggunakan rangka baja dan dibuat dengan menghubungkan beberapa batang dengan lasan atau baut yang membentuk pola segitiga. Berikut adalah tipe – tipe jembatan rangka.
Gambar 2.2 Tipe – tipe jembatan rangka (Sumber: Reseller, 2001)
2.3.1.3 Jembatan gantung (suspension bridge)
Jembatan gantung adalah konstruksi yang menggunakan penggantung dengan bahan baja yang digunakan sebagai penumpu di sisi jembatan.
Pertimbangan pemakaian tipe jembatan ini adalah dapat dibuat untuk bentang panjang tanpa pilar di tengahnya.
Gambar 2.3 Bagian – bagian Jembatan Gantung
(Sumber: https://ksharing-litbanghmsftunpak.blogspot.com/2019/10/jembatan-gantung)
2.3.1.4 Jembatan cable stayed
Jembatan ini menggunakan penggantung berupa kabel yang berkekuatan tinggi sebagai penghubung girder dan menara. Pemilihan dalam penggunaan kabel
biasanya menggunakan kabel berkekuatan tinggi. Material jembatan cable stayed umumnya menggunakan baja, rangka, beton, atau beton pratekan.
Gambar 2.4 Cable Stayed Jembatan
(Sumber: supriyadi dan muntohar 2007 cable stayed)
2.3.2 Klasifikasi menurut material jembatan 1. Jembatan kayu
Jembatan kayu adalah jembatan dengan penggunaan kayu sebagai bahan utama. Jembatan kayu umumnya digunakan untuk jembatan yang memiliki rentang yang relatif pendek.
2. Jembatan baja
Jembatan baja adalah konstruksi dengan berbagai elemen dan sistem struktural menggunakan bahan baja, antara lain: lantai jembatan, gelagar, rangka utama, perancah dan hanger.
3. Jembatan Beton
Jembatan yang memanfaatkan beton (concrete bridge) sebagai material utama.
4. Jembatan komposit (composite bridge)
Jembatan komposit adalah jembatan dengan pelat berbahan beton yang terhubung dengan girder baja. Pelat beton dirancang untuk menahan momen lendutan, sedangkan girder baja yang direncanakan dapat menahan tarik.
2.4 Pembebanan
Dalam perencanaan seluruh penampang jembatan harus dilakukan analisis pembebanan untuk mendapatkan besarnya beban yang bekerja pada jembatan.
Penentuan beban yang bekerja pada struktur atau elemen struktur secara tepat tidak
selalu bisa dilakukan, walaupun lokasi beban pada struktur diketahui, distribusi beban antar elemen biasanya membutuhkan anggapan dan dekatan. Pembebanan pada jembatan dibagi menjadi tiga, yakni beban mati, beban lalu lintas, dan aksi lingkungan. Peraturan pembebanan jembatan menggunakan SNI 1725 : 2016.
2.4.1 Beban Mati
Kumpulan berat setiap komponen struktural dan non struktural disebut beban mati. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). Dalam standar ini digunakan percepatan gravitasi adalah 9,81 m/dt2. Berikut adalah tabel untuk kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan.
Tabel 2.1 Berat Isi untuk Beban Mati
No Bahan Berat isi (kN/m3) Kerapatan Massa
(kg/m3)
1 Lapisan permukaan beraspal (bituminous
wearing surfaces) 22 2245
2 Besi tuang (cast iron) 71 7240
3 Timbunan tanah dipadatkan (compacted
sand, silt or clay) 17,2 1755
4 Kerikil dipadatkan (rolled gravel, macadam
or ballast) 18,8 - 22,7 1920 - 2315
5 beton aspal (asphalt concrete) 22 2245
6 Beton ringan (low density) 12,25 - 19,6 1250 - 2000
7 Beton fc < 35 Mpa 22,0 - 25,0 2320
Beton 35 < f'c < 105 Mpa 22 + 0,022 f'c 2240 + 2,29 f'c
8 Baja (steel) 78,5 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11 1125
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
2.4.1.1 Berat Sendiri (MS)
Berat sendiri adalah jumlah berat material dari unsur struktural maupun non struktural dari bagian jembatan yang dianggap tetap.
Faktor beban yang digunakan disesuaikan dengan tabel berikut.
Tabel 2.2 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Tipe Beban
Faktor Beban (γMS)
Keadaan Batas Layan (γSMS) Keadaan Batas Ultimit(γUMS)
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap
Baja 1,00 1,10 0,90
Aluminium 1,00 1,10 0,90
Beton Pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton Cor di Tempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
2.4.1.2 Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan (MA) merupakan berat elemen non struktural yang terjadi pada jembatan dan bersifat tidak tetap. Berikut adalah tabel nilai faktor beban mati tambahan.
Tabel 2.3 Faktor beban untuk beban mati tambahan
Tipe Beban
Faktor Beban (γMA)
Keadaan Batas Layan (γSMA) Keadaan Batas Ultimit (γUMA)
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,00(1) 2,00 0,70
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
Catatan (1) : faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
2.4.2 Beban Hidup
2.4.2.1 Beban Lalu Lintas
Pada perencanaan jembatan perlu dihitung beban lalu lintas yang ini terdiri dari beban jalur "D" dan beban truk "T". Pembebanan jalur "D" yang bekerja pada seluruh lebar penuh jalan kendaraan jembatan dan menghasilkan efek pada jembatan yang setara dengan rangkaian kendaraan yang sebenarnya. Beban lajur
"D" pada umumnya akan memberikan dampak terbesar pada rentang jembatan
bentang menengah dan panjang sehingga untuk analisa konstruksi jembatan bentang menengah dan panjang hanya akan memakai beban jalur "D". Berat kendaraan tunggal dengan tiga gandar yang ditempatkan pada berbagai posisi sembarang pada lajur lalu lintas merupakan beban truk “T”. Setiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dirujuk untuk mengatasi dampak roda kendaraan berbobot (trailer). Beban satu truk "T" hanya harus diatur per jalur lalu lintas yang diatur. Beban truk "T" akan bekerja lebih ideal pada kemampuan terbatas untuk fokus dan kerangka lantai dek. (SNI 1725:2016)
2.4.2.2 Beban Lajur D (TD)
Bagian beban D meliputi beban terbagi rata (BTR) yang tergabung dengan beban garis terpusat (BGT) seperti yang ditemukan pada Gambar 2.2. Berikut adalah faktor tumpukan yang digunakan untuk bagian D seperti pada Tabel 2.4.
Tipe Beban Jembatan
Faktor Beban (γTA) Keadaan Batas Layan
(γSTD) Keadaan Batas Ultimit (γUTD)
Transien
Beton 1,00 1,80
Boks Girder
Baja 1,00 2,00
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
Beban terbagi rata (BTR) memiliki kapasitas q kPa, dengan q tergantung pada total panjang bentang yang dibebani (L) sebagai berikut :
Apabila L < 30 m; q = 9.0 kPa (2.1)
Apabila L > 30 m; q = 9.0 (0.5 + 15
𝐿)kPa (2.2)
Gambar 2.5 Beban Lajur D (SNI 1725:2016)
Pada gambar di atas, beban lajur D tegak lurus terhadap arah lalu lintas.
Beban terbagi rata (BTR) dan beban garis terpusat (BGT) sebesar p kN/m merupakan beban lajur D. Besar intensitas p adalah 49 kN/m. Momen lentur negatif maksimum terjadi saat beban garis terpusat (BGT) berada tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang. (SNI 1725:2016)
2.4.2.3 Beban Truk “T”
Beban truk T dan beban D tidak dapat digunakan secara bersamaan. Ukuran beban truk T ditampilkan pada Gambar 2.2. Faktor tumpukan untuk beban T seperti yang ditemukan pada Tabel 2.7.
Umumnya pada setiap lajur lalu lintas rencana hanya diperbolehkan satu truk yang ditempatkan sepanjang jembatan, namun untuk jembatan yang sangat panjang dapat diatur lebih dari satu truk pada satu jalur lalu lintas rencana. Tumpukan truk T harus diatur pada bagian tengah lajur lalu lintas. (SNI 1725:2016)
Gambar 2.6 Beban Truk T (SNI 1725:2016)
Tabel 2.4 Faktor beban untuk beban “T”
Tipe Beban Jembatan
Faktor Beban (γTA)
Keadaan Batas Layan (γSTT) Keadaan Batas Ultimit (γUTT)
Transien
Beton 1,00 1,80
Boks Girder
Baja 1,00 2,00
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
2.4.2.4 Faktor Beban Dinamis (FDB)
Faktor beban dinamis (FDB) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dan jembatan. Untuk perancangan, FDB dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen. Besarnya BGT dari pembebanan lajur “D” dan beban roda dari pembebanan truk “T” harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FDB ini diterapkan pada keadaan batas layan dan batas ultimit. FDB merupakan fungsi panjang bentang ekuivalen seperti pada Gambar 2.3. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan rumus :
𝐿𝐸 = √𝐿𝑎𝑣 + 𝐿𝑚𝑎𝑥 (2.3)
Keterangan :
LE = penjang bentang ekuivalen
Lav = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambung secara menerus
Lmax = panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung secara menerus
Gambar 2.7 Faktor Beban Dinamis untuk BGT pada Pembebanan Lajur “D”
(SNI 1725:2016)
2.4.2.5 Gaya Rem (TB)
Gaya rem diambil sebesar 25% dari berat gandar truk desain atau dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR sebesar 5%. Gaya rem terdapat pada arah yang sama disemua lajur lalu lintas rencana. Gaya rem bekerja diatas permukaan jalan secara horizontal pada jarak 1800 milimeter.
2.4.2.6 Beban Pejalan Kaki (TP)
Semua bagian trotoar yang lebih luas dari 600 mm harus direncanakan menahan beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja bersamaan dengan beban kendaraan disetiap lajur.
2.4.3 Aksi Lingkungan 2.4.3.1 Beban Angin a. Tekanan angin horizontal
Beban angin horizontal terjadi akibat kecepatan angin rencana dasar (VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam. Beban angin dianggap tersebar pada area yang terekspos oleh angin secara merata. Luas area yang diperhitungkan adalah luas semua komponen jembatan yang tegak lurus terhadap arah angin. Untuk kecepatan angin rencana (VDZ) pada jembatan yang terdapat pada elevasi 10000 mm diatas permukaan tanah atau permukaan air, harus dihitung dengan persamaan berikut:
𝑉𝐷𝑍 = 2,5 𝑉0 (𝑉10
𝑉𝐵) ln (𝑍
𝑍0) (2.4)
Keterangan :
VDZ adalah kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam).
V10 adalah kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah atau diatas permukaan air rencana (km/jam)
VB adalah kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 120 km/jam pada elevasi 1000 mm
Z adalah elevasi struktur diukur dari permukaan tanah dimana beban angin (Z > 1000 mm)
V0 adalah kecepatan gesekan angin yang merupakan karakteristik meteorologi sebagaimana disajikan dalam tabel 2.8
Z0 adalah panjang gesekan di hulu jembatan yang merupakan karakteristik meteorologi ditentukan pada tabel 2.8
V0 diperoleh dari :
• Grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang,
• Survei angin pada lokasi jembatan, dan
• Jika tidak ada data yang lebih baik, perencanaan mengansumsikan bahwa, V10 = VB = 90 sampai 120 km/jam.
Tabel 2.5 Nilai V0 dan Z0 untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu
Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota Kondisi
V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3 V0 (km/jam)
Z0 (mm) 70 1000 2500 Z0 (mm)
b. Beban angin pada struktur (EWS)
Jika suatu perencanaan tidak memiliki data angin yang tepat, maka tekanan angin rencana dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
𝑃𝐷 = 𝑃𝐵(𝑉𝐷𝑍
𝑉𝐵)2 (2.5)
Keterangan :
PB adalah tekanan angin dasar seperti yang ditentukan dalam tabel 2.9 (MPa)
Tabel 2.6 Tekanan angin dasar
komponen bangunan atas Angin tekan (Mpa) Angin hisap (Mpa)
Rangka, kolom, dan pelengkung 0,0024 0,0012
Balok 0,0024 N/A
Permukaan datar 0,0019 N/A
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
Dalam mendesain rangka, balok serta gelagar, gaya akibat beban angin pada bidang tekan tidak boleh kurang dari 4,40 kN/mm, sedangkan gaya akibat beban angin tidak boleh kurang dari 2,20 kN/mm pada bidang hisap.
2.5 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan harus diselidiki pada keadaan batas daya layan yaitu kombinasi antara beban mati (MS), beban mati tambahan (MA), tekanan tanah (TA), beban arus dan hanyutan (EU), susut (SH), gaya akibat pelaksanaan (PL) dan prategang.
Tabel 2.7 Tabel beban kombinasi dan faktor beban
Keadaan Batas
MS TT
EU ESS EWL BF EUN TG ES
Gunakan salah satu MA TD
EQ TC TV
TA TB PR TR PL TP SH
Kuat I γp 1,8 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 γTG γES - - -
Kuat II γp 1,4 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 γTG γES - - -
Kuat III γp - 1,00 1,40 - 1,00 0,50/1,20 γTG γES 1,00 - -
Kuat IV γp - 1,00 - - 1,00 - - - - 1,00 1,00
Kuat V γp - 1,00 0,40 1,00 1,00 - γTG γES - - -
Ekstreme I γp γEQ 1,00 - - 1,00 1,00/1,2 - - - - -
Ekstreme II γp 0,50 1,00 - - 1,00 1,00/1,2 - - - - -
Daya layan I 1,00 1,00 1,00 0,30 1,00 1,00 1,00/1,2 γTG γES - - - Daya layan II 1,00 1,30 1,00 - - 1,00 1,00/1,2 - - - - - Daya layan III 1,00 0,80 1,00 - - 1,00 1,00/1,2 γTG γES - - -
Daya layan IV 1,00 - 1,00 0,70 - 1,00 1,00/1,2 - 1,00 - - - Fatik (TD dan
TR) - 0,75 - - - - - - - - - -
γp yaitu : γMS, γMA, γTA, γPR, γPL, γSH disesuaikan berdasarkan beban yang akan ditinjau γEQ merupakan faktor beban hidup dalam kondisi gempa
Sumber : SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan
2.6 Perencanaan Struktur Jembatan
Dalam perencanaan ulang jembatan ini, direncanakan menggunakan jembatan rangka baja tipe Warren Truss.
Rancangan jembatan tipe warren pertama kali dikemukakan oleh James Warren dan Willoughby Theobald Monzani pada tahun 1848 kepada masyarakat Britania Raya. Rancangan ini memiliki keunggulan antara lain :
1. Mampu digunakan untuk struktur dengan batang panjang serta desain yang cukup sederhana.
2. Pada struktur rangkanya menjadikan jembatan tipe ini memiliki berat yang relatif ringan.
3. Penyaluran beban-beban yang merata antar member rangka bajanya.
Pada perencanaan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah struktur bagian atas, yang meliputi :
2.6.1 Pipa Sandaran dan Tiang Sandaran
Gambar 2.8 Penampang Pipa Sandaran
✓ Luasan penampang pipa : 𝐴 =1
4× 𝜋 × (𝐷2− 𝐷𝑑2) (2.6)
Dimana :
A = Luas penampang (cm)
D = Diameter luar pipa sandaran (cm) Dd = Diameter dalam pipa sandaran (cm)
✓ Pembebanan tiang sandaran
Baban yang terjadi pada tiang sandaran berasal dari berat pipa sandaran (V), berat tiang sandaran sendiri (S) dan gaya horizontal.
2.6.2 Trotoar
Trotoar merupakan bagian yang digunakan perlintasan bagi pejalan kaki.
Biasanya lebar trotoar adalah 0,5-2,0 meter.
Trotoar didesain untuk menahan beban pejalan kaki sebesar 5 kPa.
✓ Pembebanan :
1. Beban terpusat (p) terdiri dari beban pipa sandaran dan beban tiang sandaran.
2. Beban merata (q) terdiri dari beban hidup lantai trotoar, berat sendiri lantai trotoar, dan berat air hujan.
✓ Penulangan :
● Jarak tulangan tekan dengan serat terluar (d)
𝑑 = ℎ − 𝑝 − 0,5 ∅ 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 (2.7) Dimana :
d = jarak tulangan (mm) h = tebal pelat (mm) p = selimut beton (mm)
● 𝐾𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 𝑀𝑢
∅ 𝑏 𝑑2 (2.8)
Dimana :
Mu = momen ultimate (KNm) b = lebar per meter tiang (mm) d = jarak tulangan (mm)
Ø = faktor reduksi kekuatan (0,8)
● Rasio penulangan keseimbangan (ρb) 𝜌𝑏 =0,85 𝑓𝑐′
𝑓𝑦 × 0,85 × 600
600+𝑓𝑦 (2.9)
𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏 (2.10) 𝜌𝑚𝑖𝑛 =1,0
𝑓𝑦 (2.11)
● Tulangan pembagi
𝐴𝑠𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑖 = 50% × 𝐴𝑠 (2.12)
Dimana :
As = Luas tulangan (mm2) 2.6.3 Plat Lantai Kendaraan
Lantai kendaraan adalah bagian tengah dari plat jembatan yang berfungsi sebagai perlintasan kendaraan. Lebar jalur untuk kendaraan dibuat cukup untuk perlintasan dua buah kendaraan yang besar sehingga kendaraan dapat melalui dengan leluasa.
Dalam perhitungan lantai kendaraan, beban yang terjadi adalah sebagai berikut :
✓ Beban mati, terdiri dari berat sendiri, berat aspal, dan berat air hujan
✓ Beban hidup, terdiri dari beban truk Langkah-langkah perencanaan penulangan pelat : a. Merencanakan jenis pelat
Dalam perencanaan ini, jenis pelat diperoleh dari hasil perbandingan panjang dan lebar pelat. Pelat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
Pelat satu arah = β =ly
lx > 2 (2.13)
Pelat dua arah = β =ly
lx < 2 (2.14)
b. Menghitung pembebanan pada pelat c. Menghitung momen rencana Mu
d. Menghitung tinggi efektif yang direncanakan pada pelat
drencana = h – 50 (asumsi) (2.15)
Dimana : h = tinggi pelat (m) e. Menghitung k perlu
kperlu = 𝑀𝑢
∅ ×𝑏 ×𝑑2 (2.16)
dimana :
Mu = momen rencana (kN.m) Ø = faktor reduksi kekuatan (0,90) b = lebar (m)
drencana = tinggi rencana (m) f. Menentukan rasio penulangan
𝜌 =0,85 ×𝑓𝑐′
𝑓𝑦 [1 − √1 −0,85 ×𝑓𝑐2 ×𝑅𝑛′ ] (2.17)
𝜌𝑏 = 0,85 ×𝑓𝑐′× 𝛽1
𝑓𝑦 × 600
600+𝑓𝑦 (2.18)
𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏 (2.19)
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4
𝑓𝑦 (2.20)
Kontrol terhadap rasio tulangan
𝜌𝑚𝑖𝑛 < 𝜌 < 𝜌𝑚𝑎𝑥 (2.21)
Dimana :
fc’ = mutu beton (MPa) fy = mutu baja (MPa)
β = 0,85 (jika fc’ > 35 MPa)
g. Menentukan luas tulangan (As) yang dibutuhkan
𝐴𝑠 = 𝜌 × 𝑏 × 𝑑𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (2.22)
h. Menentukan diameter dan jarak tulangan dengan menyesuaikan hasil luas tulangan (As) yang telah dihitung.
i. Kontrol tinggi efektif yang dipakai dpakai > drencana
dpakai = ℎ − 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 − ∅𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔 −1
2 ∅𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (2.23) j. Menentukan luas tulangan susut
𝐴𝑠 = 0,0020 × 𝑏 × ℎ (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏𝑎𝑗𝑎 𝑚𝑢𝑡𝑢 30) (2.24) 𝐴𝑠 = 0,0018 × 𝑏 × ℎ (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏𝑎𝑗𝑎 𝑚𝑢𝑡𝑢 40) (2.25) 𝐴𝑠 = 0,0018 × 𝑏 × ℎ ×400
𝑓𝑦 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏𝑎𝑗𝑎 𝑚𝑢𝑡𝑢 > 40) (2.26) k. Dalam mendesain penulangan, jumlah luas penampang tulangan pokok tidak
boleh kurang dari jumlah tulangan susut.
l. Membuat sketsa rencana.
2.6.4 Gelagar Memanjang
Gelagar memanjang merupakan balok utama yang menopang beban dari lantai kendaraan serta beban kendaraan yang melewati jembatan tersebut. Gelagar memanjang terletak arah memanjang jembatan, dan digunakan profil IWF yang direncanakan sehingga didapatkan hasil gelagar yang stabil untuk menahan gaya- gaya yang bekerja.
Beban yang dipikul gelagar memanjang antara lain:
● Berat sendiri gelagar
● Beban mati tambahan (MA) terdiri dari berat lapisan aspal dan air hujan
● Beban lalu lintas
● Beban truk “TT”
● Gaya rem (TB)
● Beban angin (EW)
Ditinjau dari besarnya beban yang bekerja pada gelagar memanjang, didapatkan hasil analisis sebagai berikut.
a. Kontrol penampang
• Kontrol kelangsingan penampang
λ < λp → Penampang kompak (2.27)
• Kontrol momen terhadap tekuk lateral dan lokal :
Φ Mn > Mu (2.28)
• kontrol terhadap pengaruh geser
ϕ Vn > Vu (2.29)
b. Kontrol lendutan
𝐿
800 > ∆ (2.30)
2.6.5 Gelagar Melintang
Gelagar melintang berfungsi untuk menahan beban dan gaya yang bekerja pada plat lantai dan beban yang berasal dari beban hidup dan berat sendiri, serta
sebagai pengikat antara gelagar memanjang dan menjaga adanya gaya puntir akibat beban lantai jembatan.
a. Beban yang terjadi antara lain :
● Beban mati yaitu beban merata yang terdiri dari berat sendiri gelagar melintang.
● Beban dari gelagar memanjang a. Kontrol penampang
• Kontrol kelangsingan penampang
λ < λp < λr → Penampang kompak (2.31)
• Kontrol momen terhadap tekuk lokal
Φ Mn > Mu (2.32)
• Kontrol momen terhadap tekuk lateral
Φ Mn ≥ Mu (2.33)
• Kontrol terhadap pengaruh geser
Φ Vn > Vu (2.34)
b. Kontrol terhadap lendutan
L
800 > ∆ (2.35)
2.6.6 Rangka Jembatan
Rangka jembatan didesain menggunakan profil baja IWF yang baik menerima beban lateral (beban yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu batang).
a. Pembebanan yang diperhitungkan antara lain:
● Beban dari gelagar melintang
● Berat sendiri profil rangka
● Berat ikatan angin
● Berat sandaran b. Stabilitas batang tarik
Gambar 2.9 Penampang Profil WF
Lr ≤ 300
• Kontrol kelangsingan penampang Web = E
tw ≤ 1,49 √fyE (2.36)
Flens = b
tf ≤ 0,56 √fyE (2.37)
• Kontrol kekuatan penampang
ØPn > Pmax (2.38)
• Untuk leleh tarik pada penampang bruto :
Pn = FyAg (2.39)
Dimana :
ϕt = 0,90 (DFBK) ꭥt = 1,67 (DKI)
Ag = luas bruto dari komponen struktur (mm2)
Fy = tegangan lelehminimum yang disyaratkan (MPa)
• Untuk keruntuhan tarik pada penampang neto
Pn = FuAe (2.40)
Dimana :
ϕt = 0,75 (DFBK) ꭥt = 2,00 (DKI)
Ae = kekuatan netto efektif (mm2)
Fu = kekuatan tarik minimum yang disyaratkan (MPa) c. Stabilitas batang tekan
Kuat tekan dikelompokan menjadi tiga jenis tekuk, antara lain tekuk lentur, tekuk torsi, dan tekuk lentur torsi. Tekuk lentur terjadi saat beban kritis pada sumbu global penampang dengan klasifikasi elemen tidak langsing, yang dituliskan dalam format berikut :
Gambar 2.10 Penampang Profil WF
• Kontrol kelangsingan penampang Web = E
tw ≤ 1,49 √fyE (2.41)
Flens = b
tf ≤ 0,56 √fyE (2.42)
• Kontrol kekuatan penampang
ØPn > Pmax (2.43)
Pn = Fcr . Ag (2.44)
- Bila KL
r ≤ 4,71√E
Fy(atau Fy
Fe≤ 2,25) (2.45)
Fcr = (0,658) - Bila KL
r > 4,71√E
Fy(atau Fy
Fe≤ 2,25) (2.46)
Fcr = 0,877 Fe d. Stabilitas batang lentur
Berdasarkan SNI 1729 : 2015 perencanaan kuat lentur pada batang lentur memenuhi persyaratan jika :
∅Mn > Mu
Mn = As × fy × z (2.47)
z = d −1
2× a (2.48)
Gambar 2.11 Distribusi Tegangan Dimana :
ϕb = 0,9 (faktor tahanan lentur) Mn = kuat lentur nominal balok
Mu = kuat lentur perlu atau momen maksimum e. Pembebanan daya layan
Pembebanan daya layan dipakai pada perhitungan lendutan yang terjadi pada rangka batang. Komposisi beban sama seperti pembebanan ultimate, namun faktor bebannya berbeda.
f. Lendutan
Setelah didapat kombinasi beban daya layan, maka dihitung lendutan rangka batang.
∆L = FL
EA ; ∆= u ×FL
EA (2.49)
Dimana :
∆L = ubahan panjang anggota akibat beban yang bekerja (cm) F = gaya yang bekerja (kg)
L = panjang bentang (cm)
E = modulus elastisitas baja (20000000 kg/cm2) A = luas profil baja (cm2)
u = gaya aksial suatu anggota akibat beban satuan Δ = komponen lendutan dalam arah beban satuan
2.6.7 Sambungan
Sambungan diharuskan dapat menyalurkan gaya yang ada. Desain sambungan terdiri dari beberapa bagian sambungan yaitu pelat penyambung, pelat buhul, pelat pendukung, pelat isi, serta penghubung yang terdiri dari baut, pen dan las.
2.6.7.1 Sambungan Las
Pengelasan merupakan suatu proses penyambungan logam dengan mencairkan Sebagian logam induk dan logam pengisi.
Gambar 2.1 Las Sudut
(Sumber : www.google.com)
Persyaratan terhadap keamanan dari LRFD untuk suatu struktur terutama untuk las adalah terpenuhinya persamaan :
∅Rnw ≥ Ru (2.50)
∅Rnw = 0,75 te(0,6 fu) (2.51)
Dimana :
Ø = faktor tahanan
Rnw = tahanan nominal persatuan panjang las Ru = beban terfaktor persatuan panjang las
Ukuran las sudut ditentukan oleh panjang kaki, panjang kaki harus ditentukan sebagai a1 dan a2 seperti pada gambar 2.13. Apabila kakinya sama panjang, ukurannya adalah tw. Ukuran minimum las sudut ditetapkan pada Tabel 2.9.
Gambar 2.13 Ukuran Las Sudut
(Sumber : Perencanaan Struktur Baja dengan metode LRFD)
Tabel 2.8 Ukuran minimum las sudut
Ketebalan Material dari Bagian Paling Tipis yang
Tersambung (mm) Ukuran Minimum Las Sudut (mm)
t ≥ 6 3
t ˂ t ≤ 13 5
13 < t ≤ 19 6
t ≥ 19 8
Dimensi kaki las sudut, Las pas tunggal harus digunakan Sumber : SNI 1729 : 2015
2.6.7.2 Sambungan Baut
• Kuat nominal baut
Ru ≤ ∅Rn (2.51)
∅Rn = 0,75 × Fnv× Abaut (2.52)
Dimana :
Ø = Faktor reduksi (untuk batang tarik 0,75; untuk geser pada baut
berkekuatan tinggi 0,65; untuk tumpuan pada baut pada sisi lubang 0,75) Rn = Kuat nominal baut
Ru = Beban terfaktor Fnt = Kuat tarik Abaut= Luas baut
• Jarak baut
Gambar 2.2 Tata letak baut
Jarak baut ke tepi pelat = 1,5 d𝑏 ≤ s ≤ (4 t𝑝+ 100) atau 20 mm Jarak antar baut = 3 db ≤ S ≤ 15 tp atau 200 mm
• Kuat nominal terhadap geser dan tarik
∅Rn = FnAb (2.52)
Dimana :
Ø = Faktor reduksi tarik (0,75) Fn = Tegangan tarik nominal (MPa)
Ab = Luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian terulir (mm2)
• Kuat tumpuan pada lubang – lubang baut
Rn = 1,2 IctFu≤ 2,4 dtFu (2.53)
Dimana :
Fu = kuat tarik minimum (MPa) d = diameter baut (mm)
Ic = jarak bersih dalam arah gaya dari tepi lubang ke tepi lubang yang berdekatan (mm)
t = tebal material yang disambung (mm)
• Kuat dari komponen struktur pada sambungan dan elemen tarik - Kuat tarik nominal dari leleh penampang yang disambung
∅Rn = ∅Fy × Ag (2.54)
- Kuat tarik nominal dari keruntuhan tarik penampang yang disambung
∅Rn = ∅Fu × Ae (2.55)
Dimana :
Ø = 0,90 (untuk leleh tarik)
= 0,75 (untuk keruntuhan tarik)
Ae = luas netto efektif (Ae = An ≤ 0,85 Ag), mm2 Ag = luas pelat sambungan baut, mm2
• Kuat dari komponen struktur pada sambungan dan elemen dalam geser - Kuat geser nominal dari leleh penampang yang disambung
∅Rn = ∅0,60 Fy × Agv (2.56)
- Kuat geser nominal dari keruntuhan tarik penampang yang disambung
∅Rn = ∅0,060 Fy × Anv (2.57)
Dimana :
Ø = 1,00 (untuk leleh geser) = 0,75 (untuk keruntuhan geser) Agv = luas bruto yang menahan geser, mm2
● Baut berkekuatan tinggi
Dalam perencanaan, penggunaan baut kekuatan tinggi harus dipertimbangkan dan disesuaikan dengan persyaratan dan ketentuan yang diberlaku. Baut dengan kekuatan tinggi dikelompokkan sesuai dengan kekuatan materialnya seperti dibawah ini :
Group A – ASTM A325, A325M, F1852, A354 Kelas BC, dan A449 Group B – ASTM A490, A90M, F2280, dan A354 Kelas BD
2.6.8 Landasan / Perletakan
Landasan atau perletakan dibuat untuk menerima gaya-gaya dari konstruksi bangunan atas baik secara horizontal, vertical, maupun lateral dan menyalurkannya ke bangunan bagian bawah. Ada tiga macam perletakan, yaitu sendi, rol, dan elastomer.
Landasan yang dipakai dalam perencanaan ini adalah landasan elastomer berupa landasan karet yang dilapisi pelat baja. Elastomer ini terdiri dari elastomer vertikal yang berfungsi untuk menahan gaya horizontal dan elastomer horizontal yang berfungsi menahan gaya vertikal.
Menurut Pedoman Perancangan Bantalan Elastomer untuk Perletakan Jembatan : 2015 perencanaan perletakan elastomer dijelaskan sebagai berikut :
• Menghitung beban yang diterima = beban hidup + beban mati rencana
• Menghitung tegangan rata-rata σs=PDL+PLL
A (2.58)
σs=PLL
A (2.59)
Keterangan :
σs : tegangan rata-rata akibat beban total (MPa) σL : tegangan rata-rata akibat beban hidup (MPa) PDL : beban mati rencana (N)
PLL : beban hidup rencana (N)
A : luas keseluruhan (bonded surface area) (mm2)
• Menghitung faktor bentuk (S) untuk elastromer tanpa lubang Faktor bentuk (S) harus ada dalam batasan sebagai berikut :
Untuk bantalan polos : 1 < S ≤ 4 Untuk bantalan tipe berlapis : 4 < S ≤ 12 S = A
Ip×hri (2.60)
Ip = 2 L + W A = L x W Keterangan : S : faktor bentuk
A : luas keseluruhan (bonded surface area) (mm2)
Ip : keliling elastomer, termasuk lubang (bonded surface perimeter) (mm) Hri : ketebalan efektif karet pada lapisan antara (internal layer) (mm) I : panjang efektif keseluruhan elastomer (mm)
b : lebar efektif keseluruhan elastomer (mm)
• Menghitung deformasi bantalan σs ≤ 7.0 MPa
σs ≤ 1.0 GS Keterangan :
G : modulus geser elastomer (MPa) S : faktor bentuk
σs : tegangan rata – rata akibat beban total (MPa)
• Menghitung tebal pelat hs ≥3hrmaxσs
fy (2.61)
Keterangan :
hrmax : ketebalan maksimum lapisan elastromer pada bantalan elastromer (mm)
hs : ketebalan lapisan pelat pada elastomer berlapis pelat (mm) fy : batas leleh dari pelat baja yang digunakan (MPa)
FTH : batas fatik yang digunakan (MPa)
σs : tegangan rata-rata akibat beban total (MPa) σL : tegangan rata-rata akibat beban hidup (MPa)
• Menghitung rotasi pada bantalan karet σs= 0,5 G. S (L
hri)2 θsx
n (2.62)
n : jumlah lapisan karet
G : modulus geser elastomer (MPa)
θs,x: perputaran maksimum pada setiap sumbu (rad) S : faktor bentuk
hri : ketebalan lapisan internal (mm)
L : panjang dari bantalan elastromer (sejajar dengan sumbu memanjang jembatan) (mm)
2.7 Perencanaan Struktur Baja Menggunakan Metode LRFD (Load and Resistance Factor Design)
Perencanaan harus direncanakan sesuai dengan ketentuan seperti persamaan berikut:
Ru ≤ ∅ Rn (Sumber : SNI 1729:2015 halaman 12) (2.63) Dimana :
Ru = kekuatan yang dibutuhkan Rn = kekuatan nominal
Ø = faktor tahanan Tabel 2.9 Faktor Tahanan ϕ
Komponen Struktur Faktor Tahanan ϕ
Lentur 0,90
Tekanan aksial 0,90
Tarik aksial
Tarik leleh 0,90
Tarik faktur 0,75
Geser 0,90
Sambungan baut
Baut geser 0,75
Baut Tarik 0,75
Kombinasi geser dan Tarik 0,75
Baut tumpu 0,75
Hubungan las
Las tumpul penetrasi penuh 0,90
Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian 0,75
Penghubung geser 0,75
Sumber : SNI 1729:2015
2.5 Komponen Penampang Struktur
Untuk komponen struktur dalam kondisi tarik : λ < λr → Penampang non langsing λ > λr → Penampang langsing
Untuk komponen struktur dalam kondisi tekan : λ < λp → Penampang kompak
λ < λ > λr → Penampang non kompak λ > λr → elemen langsing
Tabel 2.10 Elemen tekan komponen struktur yang menahan aksial tekan
No Jenis Elemen
Rasio tebal terhadap
lebar
Batasan rasio tebal terhadap
lebar
Contoh
Elemen Tanpa Pengaku
1
Sayap dari profil I canai panas, pelat yang diproyeksikan dari profil I canai panas; kaki berdiri bebas dari sepasang siku disambung dengan kontak menerus, sayap dari kanal, dan sayap dari T
b/t 0,56√𝐹𝑦𝐸
Elemen yang diperkaku
2 Badan dari profil I
simetris ganda dan kanal b/t 1,49√𝐹𝑦𝐸
3
Dinding PSB persegi dan boks dari ketebalan merata
b/t 1,40√𝐹𝑦𝐸
4 PSB bulat D/t 0,11 𝐸
𝐹𝑦
Sumber : SNI 1729 : 2015
Tabel 2.11 Elemen Tekan Komponen Struktur Menahan Lentur
No Jenis Elemen
Rasio Ketebalan
Terhadap Lebar
Batasan Rasio Tebal-Lebar
Deskripsi Penampang λp
(kompak)
λr (nonkompak) Elemen tanpa pengaku
1
Sayap dari profil I canai panas, kanal, dan T
b/t 0,38√𝐸
𝐹𝑦 1,0√𝐸
𝐹𝑦
2
Sayap dari semua profil I dan kanal dalam lentur pada sumbu lemah
b/t
0,38√𝐸 𝐹𝑦
1,0√𝐸 𝐹𝑦
Elemen yang diperkaku
3
Badan dari profil I simetris ganda dan kanal
h/tw
3,76√𝐸 𝐹𝑦
5,78√𝐸 𝐹𝑦
4
Sayap dari PSB persegi dan boks ketebalan merata
b/t
1,12√𝐸 𝐹𝑦
1,40√𝐸 𝐹𝑦
5
Badan dari PSB persegi dan boks
h/t
2,42√𝐸 𝐹𝑦
5,70√𝐸 𝐹𝑦
6 PSB bulat D/t
0,07√𝐸 𝐹𝑦
0,31√𝐸 𝐹𝑦 E = modulus elastis baja = 200.000 Mpa
Fy = tegangan leleh minimum yang disyaratkan, Mpa Sumber : SNI 1729 : 2015