• Tidak ada hasil yang ditemukan

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ", SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1566 PEMODELAN STRUKTUR GEOLOGI DAN ANALISIS SUMBER PANAS MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI, MAGNETIK DAN FAULT FRACTURE DENSITY (FFD) PADA DAERAH PANAS BUMI BITTUANG, SULAWESI SELATAN

Adhitya Mangala

*

Yobel

Muhammad Kurniawan Alfadli

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363

*corresponding author: [email protected] / [email protected]

ABSTRAK

Daerah panas bumi Bittuang terletak di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Daerah ini menyimpan potensi panas bumi Indonesia yang belum diproduksi dan dikembangkan hingga sekarang ini. Manifestasi aktif seperti mata air panas dan fumarol menunjukkan bukti adanya aktivitas hidrotermal bawah permukaan. Sistem panas bumi Bittuang terkait dengan produk erupsi Gunung Karua. Sebagai studi lebih lanjut perlu untuk mengetahui zona upflow dan outflow, trend struktur geologi dan sumber panas pada daerah tersebut. Metode yang digunakan adalah metode geofisika gravitasi, magnetik, dan fault fracture density (FFD) pada wilayah seluas 93 km

2

. . Metode gravitasi menghasilkan peta anomali gravitasi residual yang kemudian dibuat profil penampang untuk mengetahui struktur bawah permukaan bumi. Peta FFD dibuat berdasarkan kelurusan morfologi dikombinasikan dengan peta residual untuk mengetahui asosiasi struktur bawah permukaan dengan permukaan bumi dan arah trend struktur geologi. Metode magnetik menghasilkan peta anomali magnet yang berguna untuk menginterpretasi sumber panas. Data geokimia digunakan untuk mengetahui tipe air manifestasi dan membantu untuk mengetahui zona upflow dan outflow. Zona upflow berada di utara daerah penelitian berasosiasi dengan manifestasi AP Balla dan Kawah yang muncul pada struktur patahan major graben. Zona outflow berasosiasi dengan manifestasi AP Cepeng yang muncul pada struktur patahan minor. Trend struktur geologi berarah barat laut – tenggara.

Struktur geologi bawah permukaan bumi dan permukaan memiliki hubungan selaras. Sumber panas berada sebelah utara tepatnya pada manifestasi AP Balla dan Kawah dengan tipe air manifestasi klorida. Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berguna dalam mengidentifikasi target untuk pemboran sumur panas bumi dan pengembangan lapangan panas bumi Bittuang.

Kata kunci : Bittuang, panas bumi, struktur geologi, sumber panas

1. Pendahuluan

Indonesia memiliki kekayaan panas bumi yang sangat besar, hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki jalur gunung api (Ring of Fire) yang dihasilkan akibat tumbukan 3 lempeng yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Selain itu, panas bumi adalah energi terbarukan dan ramah lingkungan bila dibandingkan energi fosil lain. Panas bumi tidak mencemari lingkungan dan proses terbarukannya ( recovery ) energi ini memiliki jangka waktu cukup cepat sehingga tidak mudah habis.

Salah satu daerah potensi panas bumi di Indonesia adalah daerah panas bumi Bittuang

yang terletak di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Potensi panas bumi daerah

Bittuang belum diproduksi dan dikembangkan hingga sekarang ini. Manifestasi aktif seperti

mata air panas dan fumarol menunjukkan bukti adanya aktivitas hidrotermal bawah

permukaan.

(2)

1567 Oleh karena itu, diperlukan studi geologi dan geofisika lebih lanjut pada daerah ini seperti penentuan zona upflow dan outflow, trend struktur geologi, asosiasi struktur bawah permukaan dan permukaan, dan sumber panas. Hal ini sangat membantu dalam melakukan pengembangan lapangan panas bumi ini dan mengidentifikasi sumur pemboran dimana memiliki tingkat resiko yang tinggi.

1.1 Tujuan

Tujuan dilakukannya studi ini adalah untuk mengidentifikasi zona upflow dan zona outflow, trend struktur geologi, asosiasi struktur bawah permukaan dan permukaan, dan sumber panas. Kemudian hasil studi ini dapat dijadikan sebagai data pendukung untuk evaluasi dan pengembangan daerah panas bumi Bittuang.

1.2 Karakteristik geologi 1.2.1 Stratigrafi

Urutan stratigrafi satuan batuan yang terdapat pada Peta Geologi Lembar Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993) dari satuan batuan tertua ke muda adalah:

1) Formasi Latimojong

Batuan tertua pada daerah studi adalah Formasi Latimojong berada di sebelah barat – barat laut. Tersusun atas filit, kuarsit, batulempung malih dan Pualam yang berumur Kapur Akhir.

2) Formasi Gunungapi Talaya

Satuan Batuan Gunungapi Talaya diendapkan secara tak selaras diatas Formasi Latimojong berada sebagian besar di utara daerah studi terdiri atas breksi lava, breksi tuf, tuf lapilli dan batupasir (greywacke), rijang, serpih yang berumur Miosen Tengah sampai Pliosen.

3) Satuan Batuan Terobosan

Batuan intrusi terdiri dari granit, granodiorit dan riolit berada di sebelah selatan – barat daya daerah studi yang diperkirakan berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal.

4) Satuan Tuf Barupu

Satuan Tuf Barupu diendapkan secara tak selaras dengan satuan Batuan Gunungapi Talaya dan Formasi Latimojong. Satuan ini tersusun atas tuf, tuff lapilli, dan sedikit breksi lava yang berumur Pleistosen. Berada sebagian besar bagian selatan dan timur dari daerah studi.

5) Formasi Budong-budong

Formasi Budong-budong merupakan satuan batuan termuda pada daerah studi.

Memiliki umur Pleistosen – Holosen. Satuan ini tersusun atas konglomerat dan batupasir bersisipan batugamping koral dan batulempung.

1.2.2 Struktur geologi

Daerah studi termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Barat. Tektonik berumur

Paleosen yang mempengaruhi daerah studi dicirikan oleh Formasi Latimojong. Kemudian

tektonik berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir membentuk Satuan Gunung Api Talaya

dan tektonik pada Kala akhir Miosen Tengah disertai dengan terobosan batolit granit yang

menerobos semua batuan yang lebih tua. Tektonik terakhir pada daerah ini diperkirakan pada

(3)

1568 Kala Pliosen yang membentuk Tuf Barupu dan Formasi Budong-budong (Ratman dan Atmawinata, 1993).

Struktur geologi yang berkembang merupakan bagian sisi baratdaya dari zona Sesar Palu – Koro yang berada pada timur laut daerah studi. Zona sesar memanjang barat laut – tenggara, sejajar dengan Sesar Palu-Koro yang bergerak sinistral. Sesar lain yang ada di sekitarnya bergerak dengan orientasi yang sama, yaitu barat laut – tenggara dengan pergerakan sinistral.

Hal ini terjadi sebagai akibat dari sifat pergerakan ketiga lempeng besar yang mengakibatkan beberapa daerah mengalami kompresi dan regangan (Ratman dan Atmawinata, 1993).

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode geofisika gravitasi, magnetik, dan fault fracture density (FFD) pada wilayah seluas 93 km 2 .

2.1 Metode gravitasi

Metode Gravitasi menggunakan densitas 2.69 gr/cm 3 dalam penghitungan. Data anomali Bouguer diolah dalam software Oasis Montaj menghasilkan peta complete anomali Bouguer ( CBA ). Pemisahan anomali Bouguer menjadi anomali regional dan residual menggunakan metode polynomial regression orde 2. Anomali residual digunakan untuk mengidentifikasi struktur-struktur lokal, dan sebaran densitas batuan yang kemudian dibuat model struktur bawah permukaannya.

2.2 Metode magnetik

Data anomali magnetik yang diolah dan difilter menghasilkan peta anomali magnet yang berguna untuk mengetahui tingkat suseptibilitas batuan dimana suseptibilitas rendah umumnya berasosiasi dengan batuan sedimen dan alluvium maupun batuan telah mengalami alterasi sedangkan suseptibilitas tinggi umumnya berasosiasi dengan batuan beku.

2.3 Metode Fault Fracture Density (FFD)

Metode FFD dibuat berdasarkan penarikan pola kelurusan morfologi pada citra landsat sehingga berguna untuk mengetahui trend struktur geologi dan sebaran densitasnya.

Kemudian, peta anomali residual dan FFD ini dicocokkan untuk melihat hubungan struktur bawah permukaan bumi dan permukaan bumi.

3. Data

3.1 Data gravitasi

Data anomali bouguer yang diolah menghasilkan peta CBA yang kemudian dipisahkan menjadi anomali regional dan residual. Peta yang digunakan dalam studi ini adalah peta anomali residual. Kemudian dari peta anomali residual dibuat 2 profil penampang yang memotong terhadap manifestasi permukaan pada wilayah studi. Lalu dibuatlah model struktur bawah permukaan berdasarkan profil penampang tersebut.

3.2 Data magnetik

Data anomali magnetik yang diolah menghasilkan peta anomali magnetik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat suseptibilitas batuan sehingga membantu dalam interpretasi sumber panas.

3.3 Data FFD

Data FFD yang didapatkan berdasarkan penarikan kelurusan morfologi citra satelit

menghasilkan peta FFD. Hal ini berguna untuk mengetahui trend struktur geologi dan sebaran

densitas struktur.

(4)

1569 3.4 Data geokimia

Data geokimia air manifestasi berdasarkan 7 manifestasi pada wilayah studi. Hal ini digunakan untuk mengetahui tipe air manifestasi berdasarkan diagram Cl-SO 4 -HCO3 ( Giggenbach, 1991 ) dan mature atau immature water berdasarkan diagram Na-K-Mg (Giggenbach, 1991) sehingga membantu dalam menginterpretasi zona upflow dan outflow.

Selain itu, hasil dari pengolahan data geokimia ini dikombinasikan dengan peta anomali magnetik untuk menginterpretasi sumber panas.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Peta Anomali Bouguer Residual

Peta anomali bouguer residual secara dominan menggambarkan kelurusan gaya berat berarah barat laut – tenggara. Namun, terdapat beberapa kelurusan berarah baratdaya – timur laut. Hal ini menunjukkan bahwa struktur dangkal bawah permukaan bumi daerah studi memiliki dominan arah barat laut - tenggara. Sebaran anomali bouguer residual dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok anomali tinggi terletak pada utara - selatan dan timur laut – timur daerah studi. Kelompok anomali rendah terletak pada utara dan tengah – barat daerah studi. (Gambar 2).

4.1.1 Model Penampang A-B

Model penampang 2 dimensi daerah studi dengan panjang penampang 7.000 meter terletak pada utara daerah studi. Penampang ini memotong berarah baratdaya – timur laut memotong 5 manifestasi permukaan daerah penelitian yaitu AP Balla 1, AP Balla 2, AP Balla 3, AD Balla, dan fumarol. Penampang ini memperlihatkan pola anomali dengan kerapatan nilai yang kontras antara anomali tinggi dengan anomali rendah. Kemunculan manifestasi tersebut berasosiasi dengan struktur patahan yang diduga sebagai sesar normal. (Gambar 3).

4.1.2 Model Penampang C-D

Model penampang 2 dimensi dengan panjang penampang 8.500 meter terletak pada selatan daerah studi. Penampang ini memotong berarah baratdaya – timur laut memotong 2 manifestasi permukaan daerah penelitian yaitu AP Cepeng 1 dan AP Cepeng 2. Penampang ini memperlihatkan pola anomali dengan kerapatan nilai yang tidak terlalu kontras antara anomali tinggi dengan anomali rendah. Hal ini dapat diinterpretasikan kemunculan manifestasi berasosiasi dengan struktur patahan minor membentuk depresi graben. (Gambar 4).

4.2 Analisis struktur geologi

Peta FFD yang telah dibuat berdasarkan penarikan kelurusan morfologi permukaan (Gambar 6). Secara dominan menggambarkan pola kelurusan barat laut - tenggara meskipun ada beberapa kelurusan yang berarah utara – selatan (Gambar 7). Densitas fracture dengan nilai menengah – tinggi menempati 75 % daerah studi sedangkan densitas fracture dengan nilai rendah – menengah menempati 25 % daerah studi. Asosiasi struktur bawah permukaan dan permukaan pada daerah studi menunjukkan adanya keselarasan berdasarkan pola kelurusan gaya berat dan pola kelurusan morfologi permukaan.

4.3 Zona upflow dan outflow

Manifestasi yang berada pada wilayah studi adalah mata air panas, fumarole dan alterasi batuan. Manifestasi AP Balla 1, AP Balla 2, AP Balla 3 adalah tipe air klorida (Gambar 8).

Hal ini menunjukkan air termasuk dalam mature water yang berasal langsung dari reservoir

yang mengalami boiling dan belum mengalami pencampuran dengan air meteorik sehingga

(5)

1570 dapat diinterpretasikan bahwa zona upflow berada pada ketiga manifestasi ini. Manifestasi AP Cepeng 1 dan AP Cepeng 2 adalah tipe air bikarbonat. Kedua manifestasi ini berada pada daerah transisi antara anomali magnet rendah dan sedang sehingga mengindikasikan telah terjadi proses demagnetisasi akibat proses hidrotermal (Gambar 5). Demagnetisasi terjadi akibat interaksi fluida hidrotermal dengan batuan yang kaya mineral magnetis menghasilkan alterasi mineral. Hal ini juga menunjukkan bahwa kedua manifestasi ini telah mengalami pencampuran dengan air permukaan sehingga masuk dalam immature water dan dapat diinterpretasikan bahwa zona outflow berada pada kedua manifestasi ini. Anomali magnet rendah pada zona outflow ini kemungkinan berasosiasi dengan batuan sedimen non-vulkanik sehingga kurang menjadi prospek panas bumi pada zona ini.

4.4 Analisis sumber panas

Sumber panas pada daerah studi berkaitan dengan sistem vulkanik Gunung Karua yang berada di sebelah utara. Hal ini juga dibuktikan dengan tingginya nilai anomali magnetik pada utara wilayah studi. Selain itu, dibuktikan dengan adanya manifestasi AP Balla 1, AP Balla 2, dan AP Balla 3 yang menjadi zona upflow. Anomali magnet tinggi menggambarkan batuan yang kompak dan kaya akan mineral magnetik umumnya berasosiasi dengan batuan beku.

5. Kesimpulan

Anomali residual menggambarkan dominan trend struktur bawah permukaan berarah barat laut – tenggara. Model penampang A-B menggambarkan struktur sesar normal yang menyebabkan munculnya manifestasi AP Balla 1, AP Balla 2, AP Balla 3, AD Balla, dan Kawah. Model penampang C-D menggambarkan struktur patahan yang membentuk depresi graben yang menyebabkan munculnya manifestasi AP Cepeng 1 dan AP Cepeng 2. Trend struktur permukaan selaras dengan struktur bawah permukaannya. Zona upflow berada pada manifestasi AP Balla 1, AP Balla 2, AP Balla 3 dengan tipe air klorida sehingga menjadi prospek panas bumi Bittuang. Zona outflow berada pada manifestasi AP Cepeng 1 dan AP Cepeng 2 dengan tipe air bikarbonat. Sumber panas berkaitan dengan system vulkanik Gunung Karua berada di sebelah utara wilayah studi.

Acknowledgements

Kami mengucapkan terimakasih kepada Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) atas data- data yang diberikan. Juga kami mengucapkan terimakasih kepada Fakultas Teknik Geologi Unpad khususnya Himpunan Mahasiswa Geologi (HMG) Unpad atas diskusi, bantuan materi dan waktu yang telah diberikan.

Daftar Pustaka

Fournier dan Truesdell, (1973). An Empirical Na-K-Ca Geothermometer for Natural Waters.

Geochim. Cosmochim.

Fournier, R.O., (1981). Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering, Geothermal System: Principles and Case Histories. John Willey

& Sons. New York.

Giggenbach, W.F., (1991). Chemical techniques in geothermal exploration, Application of Geochemistry in Geothermal, Roma, UNITAR,

Hamilton W., (1979). Tectonic of Indonesia Region. Geol.Surv.Prof.Papers,U.S.Govt.Print

Off.,Washington.

(6)

1571 Nicholson, K., (1993). Geothermal Fluids Chemistry and Exploration Technique. Springer

Verlag, Inc. Berlin

Ratman, N. dan Atmawinata, S., (1993). Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi, Skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Setiawan, Dede Iim. (2010). Sistem Panas Bumi Gunung Karua Daerah Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Bandung : Thesis Program Magister Institut Teknologi Bandung.

Tim Survei Geofisika Terpadu. (2009). Laporan Survei Terpadu Daerah Panas Bumi

Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Bandung : Departemen Energi dan

Sumberdaya Mineral (ESDM) Badan Geologi, Pusat Sumber Daya Geologi.

(7)

1572

Gambar 1. Peta geologi daerah studi berdasarkan pada Peta Geologi Lembar Mamuju (Dede

Setiawan, 2010).

(8)

1573

Gambar 2. Peta anomali residual daerah studi. Terdapat 2 garis penampang yang memotong

manifestasi permukaan.

(9)

1574 Gambar 3. Model penampang bawah permukan A-B. Terdapat 5 manifestasi permukaan yang berhubungan dengan model penampang ini.

Gambar 4. Model penampang bawah permukaan C-D. Terdapat 2 manifestasi permukaan yang

berhubungan dengan model penampang ini.

(10)

1575

Gambar 5. Peta anomali magnetik daerah studi. Simbol titik-titik hitam menggambarkan lokasi

manifestasi.

(11)

1576

Gambar 6. Peta sebaran densitas struktur daerah studi

(12)

1577 Gambar 7. Peta FFD Daerah Studi berdasarkan penarikan kelurusan morfologi beserta diagram roset untuk menggambarkan trend strukturnya.

Gambar 8. Diagram Cl-SO

4

-HCO

3

(13)

1578

Gambar 9. Diagram Na-K-Mg

Gambar

Gambar  4.  Model  penampang  bawah  permukaan  C-D.  Terdapat  2  manifestasi  permukaan  yang  berhubungan dengan model penampang ini
Gambar 8. Diagram Cl-SO 4 -HCO 3

Referensi

Dokumen terkait

Bibit eboni yang dipupuk dengan urea dosis 2 gt&mlpolybag menghasilkan bibit tanaman yang paling baik, kemudian disusul dengan penambahan pupuk Urea dosis 1 gram/ polybag,

Pengaruh jumlah cat merah 2 gram, 4 gram dan 6 gram terhadap terhadap hasil pewarnaan pada kain sifon dengan teknik hand painting ditinjau dari daya serap warna,

Dalam penyusunan tesis ini, judul yang ambil yaitu Konflik Ambon dan Just War (Studi tentang pemahaman para pendeta jemaat di GPM Klasis Pulau Ambon

Muhammad Fajar Fadhilah (2013:5) menyatakan bahwa Sistem Pendukung Keputusan adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer termasuk sistem berbasis

Menurut Fuadi (2009) minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan, serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berusaha secara maksimal

Loyalitas merupakan perilaku konsumen yang akan dapat diketahui jika konsumen telah melakukan pembelian kepada produk yang ditawarkan di pasar, konsumen yang loyal adalah

Bahasa Jawa Pertengahan walaupun merupakan kelanjutan dari bahasa Jawa Kuna, juga memiliki beberapa perbedaan, untuk membuktikan bahwa Kidung Kaki Tuwa menggunakan

Dari dua hasil wawancara di atas, penulis menarik garis besar dalam prosedur atau perjanjian pengiriman ini bahwasanya kebanyakan dari konsumen, sudah memahami aturan