• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN KONSUMEN PRODUK IMPORT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN KONSUMEN PRODUK IMPORT"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN KONSUMEN PRODUK IMPORT Kusnandir

Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenetrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Email: kusnandirk@ymail.com

Nomor Hand phone: 081380932399

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk 258.326.051 jiwa, nomor empat terbesar di dunia, satu tingkat di bawah Amerika Serikat (AS) dengan jumlah penduduk 323.995.528 jiwa. Pendapatan Perkapita Penduduk Indonesia berdasarkan data Balai Pusat Statistik (BPS) 2017 sebesar Rp47,96 juta. Dengan jumlah pemduduk lebih 250 juta jiwa, dengan pendapatan perkapita sebesar Rp47.96 juta, Indonesia mempunyai potensi pasar cukup baik, termasuk untuk pemasaran produk impor. Pada 2015, jumlah impor Indonesia sebesar USD 11,519 milyar; terdiri atas minyak dan gas (migas) USD 1.640,4 milyar, non migas USD 879,1 milyar, dengan volume inport migas 3.691,5 ribu ton, non migas 8.705,5 ribu ton. Tiongkok menjadi negara importir terbesar yaitu 20,40 %, disusul Singapura 12,78 %, Jepang 9,40 %, Malaysia 6,40 %, dan Korea Selatan 5, 94 %. Dengan banyaknya barang impor, maka konsumen harus mendapat jaminan pelindungan atas hadirnya barang impor tersebut. Karya tulis ini bertjuan memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai perlindungan konsumen produk impor. Oleh karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tidak mencakup pelaku usaha di luar negeri, maka manakala konsumen dirugikan atas produk impor yang dikomplain atau digugat adalah importirnya. Dan, apabila importirnya tidak diketahui, maka yang digugat adalah penjual produk tersebut. Karena itu, penting sekali bagi setiap produk impor untuk mencantumkan nama dan alamat perusahaan yang mengimpor. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sekunder yaitu dengan cara membaca berbagai buku dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

Kata Kunci: perlindungan konsumen

(2)

A. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk 258.326.051 jiwa nomor empat terbesar di dunia, satu tingkat di bawah Amerika Serikat (AS) dengan jumlah penduduk 323.995.528 jiwa. Pendapatan Perkapita Penduduk Indonesia berdasarkan data Balai Pusat Statistik (BPS) 2017 sebesar Rp47,96 juta. Dengan jumlah pemduduk lebih 250 juta jiwa, pendapatan perkapita sebesar Rp47.96 juta, Indonesia mempunyai potensi pasar cukup baik, termasuk untuk pemasaran produk impor. Pada 2015, jumlah impor Indonesia sebesar USD 11,519 milyar; terdiri atas minyak dan gas (migas) USD 1.640,4 milyar, non migas USD 879,1 milyar, dengan volume inpor migas 3.691,5 ribu ton, non migas 8.705,5 ribu ton. Dari jumlah impor tersebut, Tiongkok sebagai negara importir terbesar yaitu 20,40 %, disusul Singapura 12,78 %, Jepang 9,40 %, Malaysia 6,40 %, dan Korea Selatan 5, 94 %.( economy.okezon.com).

Oleh karena Tiongkok sebagai negara importir terbesar, maka begitu mudah konsumen menemukan produk impor dari Tiongkok. Misalnya saja, jika konsumen ingin membeli suatu barang ke Pasar Senin Jakarta Pusat, maka di Pasar Senin akan mendapati berbagai produk buatan Tiongkok, seperti pengeras suara, mainan anak, jam tangan, kaca mata, tas wanita, dan sebagainya. Untuk menjangkau konsumen Indonesia, pemasarannya pun tidak hanya ada di Pasar Senen Jakarta Pusat, melainkan ke seluruh Indonesia, terutama di kota-kota besar selain Jakarta, seperti Medan, Semarang, Surabaya, Makasar, dan kota besar lainnya. Banyaknya produk impor masuk ke Indonesia tidak bisa lepas dari kebijakan pemerintah Indonesia yang menyetujui dibentuknya Organisasi Perdagangan Dunia/World Trade Organization (WTO).

Bergabungnya Indonesia ke dalam WTO pada satu sisi memberikan keuntungan kepada

masyarakat Indonesia, karena lebih banyak pilihan produk, pada sisi yang lain juga

(3)

berpotensi timbulnya kerugian pada konsumen Indonesia, akibat rusak atau cacatnya barang, hingga barang yang membahayak bagi kesehatan konsumen.

Produk-produk impor tersebut tidak hanya diperdagangkan dipasaran secara terbuka, seperti dipertokoan, di Mall, atapun di pasar-pasar tradisional. Seiring maju dan berkembangnya teknologi, perdagangan pun banyak dilakukan melalui jaringan internet yang secara visual dapat dilihat di onlie shop, Instagram, Face Book, Wast Up, dan sebagainya, atau lazim disebut perdagangan online. Dengan semakin gencarnya kehadiran produk impor ke tanah air, maka perlindungan kosumen dari kemungkinan timbulnya kerugian akibat kehadiran produk impor tersebut harus semakin ditingkatkan.

B. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha 1. Pengertian Konsumen

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah konsumen merupakan alih bahasa dari consumer (Inggris-Amerika) yang secara harfiah berarti “seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa”, atau “Seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu”. Ada pula yang memberikan arti lain, yaitu konsumen yang berarti “setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.

Kemudian, dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat (2),

konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau

jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

(4)

orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

1

Dari definisi tersebut tampak bahwa yang termasuk konsumen yaitu orang secara individual, maupun kelompok orang, termasuk mahluk hidup lainnya yang membutuhkan barang/jasa untuk dikonsumsi, bukan untuk dijual atau diperdagangkan.

”Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Perngertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.”

2

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen yang diterbtkan oleh PT. Raja Grafindo Persada, cetakan ke 8 Tahun 2014, menjelaskan cakupan konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dianggap sempit. Menurut Ahmadi Miru, harusnya yang dikualifikasikan sebagai konsumen tidak hanya terbatas pada subyek hukum

“orang”, tetapi masih ada sumbyek hukum lain yaitu “badan hukum” yang menggunakan barang dan/jasa yang tidak untuk diperdagangkan. Oleh karena itu, lebih tepat apa bila dalam pasal ini menentkan “semua pihak yang memperoleh barang dan /atau jasa” yang dengan sendirinya tercakup orang dan badan hukum, atau paling tidak diatur dalam Penjelasan Pasal1 angka dua.

1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat (2).

2 Penjelasn Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat (2).

(5)

2. Pelaku Usaha

Pelaku usaha dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pelaku usaha didefinisikan:

“Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Pelaku usaha yang dimaksud dalam definisi tersebut di atas meliputi perusahaan, koreporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain- lain.

3

Pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya. Melihat pengertian tersebut maka penyelenggara online shop (toko online), termasuk sebagai pelaku usaha.

Pengertian pelaku usaha yang cukup luas tersebut, akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat produk impor yang cacat, rusak, atau tidak sesuai yang debeli tidak kesulitan dalam melakukan gugatan. Dalam hal konsumen produk impor dirugikan, misalnya barang yang diterima dari importir ternyata cacat, rusak, atau tidak sesuai dengan yang dipesan/dibeli. maka pihak yang digugat adalah importirnya. Kemudian, dalam hal konsumen dirugikan oleh toko online, maka pihak yang digugat adalah penyelenggara oline shop nya.

Menurut Ahmadi Miru

4

pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), terutama Belanda. Persamaan tersebut bahwa yang dikualifikasi sebagai produsen adalah pembuat produk jadi, penghasil bahan baku, pembuat suku cadang, setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai

3 Penjelasan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

4 Ibid, hal.8

(6)

produsen, mencantumkan namanya pada produk, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu, importir suatu produk dengan maksud untuk diperjual belikan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok, dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan.

C. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Indonesia memiliki dasar hukum bagi konsuken yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan semaksimal mungkin. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah diperjuangkan lebih kurang 20 tahun. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.

Dasar hukum untuk melindungi konsumen, pada saat konsumen merasa dirugikan yaitu: d

1. Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

2. Undang -Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

3. Undang-Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

4. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian

Sengketa.

(7)

5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.

7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

Dengan dibuatnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kepada setiap konsumen yang merasa hak-haknya dilanggar sehingga mengakibatkan kerugian pada konsumen, maka konsumen dapat mengajukan gugatan atau komplain.

Kemudian, terkait dengan banyaknya produk impor ke Indonesia, dan sangat dimungkinkan terjadi permasalahan dalam transaksi jual beli yang mengakibatkan kerugian pada pihak konsumen, misalnya, produk yang dibeli ternyata rusak, cacat, atau tidak sesuai pesanan, dan sebagainya.

Regulasi untuk melindungi konsumen produk impor, terutama produk makanan, adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

5

Pasal 38 Undang-Undang tersebut menentukan bahwa impor pangan wajib memenuhi persyaratan batas kedaluarsa dan kualitas pangan. Kemudian pada Pasal 39 menentukan bahwa Pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan impor pangan yang tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, kesejahteraan petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha.

5 Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Nopember 2012, ditanda tangani oleh Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227.

(8)

D. Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen

1. Azas Perlindungan Konsumen

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ditentutakn lima asas perlindungan bagi konsumen, yaitu:

a. Asas manfaat, mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.

b. Asas keadilan, asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh hak-haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

2. Tujuan perlindungan Konsumen

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 3 ditentukan bahwa tujuan

perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:

(9)

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

b. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.

c. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

d. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

e. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Dengan adanya perlindungan konsumen diharapkan konsumen mendapat kepastian hukum pada saat mengalami resiko pada saat membeeli suatui produk, dalam hal ini produk impor. Untuk menjamin terlindunginya hak-hak konsumen atas produk impor, perlu dilakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengawasan terhadap produk impor.

E. Hak Dan Kewajiban Konsumen

1. Hak Konsumen

Sebelum membahas lebih lanjiut mengenai hak konsumen, kiranya perlu

dipahami apa arti kata hak hak. Dalam istilah bahasa Indonesia hak mempunyai

(10)

beberapa arti, diantaranya: milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu.

Sedangkan dalam bahasa hukum hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena hal tersebut telah ditentukan oleh Undang-undang atau peraturan lainnya.

6

Yusuf Al-Qardhawi memberikan pengertian kata “hak” sebagai sesuatu yang menjadi milik seseorang yang harus dipenuhi oleh pihak lain, karena itu timbul adanta hak dan kewajiban dimana satu pihak sebagai pemilik hak dan yang lain sebagai pihak yang wajib memenuhi hak tersebut.

7

Pada bagian latar belakang masalah telah diuraikan bahwa saat ini Indonesia menjadi salah satu negara pemasaran produk impor. Produk impor dari luar negeri hampir meliputi semua kebutuhan kehidupan manusia, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Dengan derasnya arus inport barang dari luar negeri masuk ke Indonesia, didukung dengan promosi yang gencar melalui berbagai media, maka masyarakat Indonesia menjadi konsumen yang setia terhadap produk import tersebut.

Terkait dengan hak kopnsumen, Hak-hak konsumen di Indonesia, diatur dalam Undang-Unang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan, dalam mengkonsumsi barang/saja;

b. Konsumen berhak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;3) konsumen berhak memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa;

6 Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, PT. Pradnya paramita, Jakarta, 1991, hlm.

154. Dikutip kembali oleh Muyassarotussolichah, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Ctk. Kedua, Program Studi Keuangan Islam (KUI) UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009, hlm. 128.

7 Yusuf Al-Qardawi, Tentang Kebenaran, (Bandung: CV. Remaja Karya, 1988)

(11)

c. Konsumen berhak didengar keluhannya atas barang/jasa yang digunakan;

d. Konsumen berhak mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa secara patut;

e. Konsumen berhak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

f. Konsumen berhak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

g. Konsumen berhak mendapatkan konpensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang yang diterima tidak sesuai dengan perejanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

h. Hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Perlindungan konsumen bertujuan untuk menjamin kepastian hukum kepada konsumen dari kemungkinan adanya resiko dari pembelian suatu produk, termasuk produk impor. Untuk menjamin terlindunginya hak-hak konsumen atas produk impor, perlu dilakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengawasan terhadap produk impor. Regulasi untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pasal 38 Undang-Undang tersebut menentukan bahwa impor pangan wajib memenuhi persyaratan batas kedaluarsa dan kualitas pangan. Kemudian pada Pasal 39 menentukan bahwa Pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan impor pangan yang tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, kesejahteraanpetani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan mikro dan kecil.

2. Kewajiban Konsumen

Konsumen sebagai pengguna produk mempunyai kewajiban yang bertujuan

agar jangan sampai terjadi kerugian baik pada konsumen maupun kerugian pada

(12)

pihak pelaku usaha. Seringkali konsumen tidak melksanakan kewajibannya sebagai konsumen, dan akibatnya terjadi kerugian. Kerugian dapat terjadi pada kedua pihak, pihak konsumen maupun pihak pelaku uaha, pada waktu, tempat dan peristiwa yang berbeda. Sebagai contoh, dalam bidang jasa, tarif kendaraan umum, misalnya angkutan kota sudah tertulis tarif 10 ribu rupiah, akibat tidak membaca, penumpang membayar 5 ribu rupiah, maka pihak pengemudi akan rugi. Demikian juga, akibat konseumen tidak membaca batas kedaluarsa suatu produk yang dibeli, dan ternyata produk yang dibeli tersebut kedaluarsa, maka konsumen akan rugi.

Karena itu, membaca produk ataupun jasa yang akan dibeli konsumen menajdi kewajiban konsumen. Kewajiban konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ditentukan dalam Pasal 5, sebagai berikut:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatn barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dsengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

F. Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

1. Hak Pelaku Usaha

Seperti halnya konsumen, Produsen (pelaku usaha) selain mempunyai kewajiban juga mempunyai hak. Hak Produsen ditentukan dalam Pasal 6 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Undang- Undang tersebut ditentukan bahwa hak pelaku usaha adalah:

a.

Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

(13)

b.

Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c.

hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

d.

Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;

e.

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak yang diberikan oleh Undang-undang kepada pelaku usaha merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan kewajiban-kewajiban sebagai pelaku usaha. Dan implementasi dari kewajiban-kewajiban pelaku usaha inilah yang merupakan wujud dari tanggung jawab pelaku usaha. Dengan kata lain pelaku usaha yang mengabaikan kewajiban-kewajibannya adalah pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.

Karenanya layak untuk mendapatkan sanksi.

8

2. Kewajiban Pelaku Usaha

Dalam pasal 7 UU PK menyebutkan tetang kewajiban pelaku usaha, yaitu:

a.

Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b.

Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c.

Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

d.

Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

8 M. Ali Mansyur, Penegakkan Hukum tentang Tanggung Gugat Produsen dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta, 2007.

(14)

e.

Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f.

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g.

Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

G. Prosedur Komplain

Di atas telah diuraikan mengenai pengertian pelaku usaha. Menurut Ahmadi Miru

9

pengertian pelaku usaha yang diuraikan di atas merupakan penegrtian yang sangat luas, karena meliputi megala bentuk usaha, sehingga akan memudahkan konsumen karena banyak banyak pihak yang dapat digugat. Namun, Undang-Undang Perlindungan konsumen tersebut belum memberikan rincian yang lebih tegas mengenai prosedur komplain pagi konseumen.

Berbeda dengan di negara Eropa, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) sudah memiliki prosedur komplain terhadaap barang impor seperti ditentukan dalam Product Liability Direktive (selanjutnya disebut directive). Berdasarkan directive tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita kerugian (karena kematian atau cedera) atau kerugian berupa cacat atau kerusakan. Dalam Pasal 3 Direktive ditentukan abhwa:

9 Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, cet. 2 (PT. Raja Grafindo Persada, 2013)

(15)

1. Produsen adalah pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen.

2. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing, atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam masyarakat Eropa, akan dipandang sebagai produsen dalam arti directive ini, dan akan bertnggung gugat sebagai produsen.

3. Dalam hal produsen suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen, kecuali ia memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak terlalu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barang/produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukkan identitas impor sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), sekalipun nama produsen dicantumkan.

Oleh karena pengertian pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat luas, maka agar konsumen mengetahui siapa yang seharusnya digugat oleh konsumen, pada saat konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, termasuk konsumen membeli atau menggunakan prosuk impor. Pihak-pihak yang digugat atau urutan-urutan pihak yang digugat, sebagai berikut:

10

10 Ibid, hal.23

(16)

1. Apabila produk dibuat di dalam negeri, dan pelaku usaha tersebut berdomisili di dalam negeri, kemudian tempat domisili tersebut diketahui oleh konsumen, maka yang digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut.

2. Apabila produk yang merugikan konsumen diproduksi diluar negeri, maka yang digugat adalah importirnya, karena Undang-Undang Pelaku Usaha tidak mencakup pelaku usaha di luar negeri.

3. Apabila produsen maupun importirnya tidak diketahui, maka ya g digugat adalah penjual produk tersebut.

H. Penutup

1. Kesimpulan

Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan yang semena- mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.

Pemerintah sebagai perancang, pelaksana serta pengawas atas jalannya

hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan

fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan perdagangan yang semakin hari

semakin banyak dan beragam. Dengan semakin derasnya barang impor, maka sudah

menjadi kewajiban pemerintah untuk menerbitkan regulasi terkait dengan

perdagangan barang impor yang lebih komprehensif, yang bertujuan untuk

melindungi konsumen dari kerugian akibat membeli membanjirnya barang impor.

(17)

2. Saran

Sehubungan dengan masih terbatasnya perlindungan konsumen atas barang

impor, disarankan pemerintah segera menerbitkan regulsai yang lebih komprehensif

untuk melindungi konsumen. Hal ini sangat penting, karena barang impor yang masuk ke

Indonesia semakin hari semakin banyak, baik jumlah maupun ragamnya, sehingga

diperlukan regulasi untuk melindungi konsumen yang lebih komprehensif.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1991)

Al-Qardawi Yusuf, Tentang Kebenaran, (Bandung: CV. Remaja Karya, 1988)

Miru Ahmadi, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, cet. 2 (PT.

Raja Grafindo Persada, 2013)

Miru Ahmad dan Yodo Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, cet. 8 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)

Mansyur M Ali, Penegakkan Hukum tentang Tanggung Gugat Produsen dalam Perwujudan

Perlindungan Konsumen, (Yogyakarta: Genta Press, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Analisis Data Runtun Waktu Menggunakan Metode Wavelet Thresholding dengan Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform (Studi Kasus : Nilai Tukar Rupiah

Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Pintrich, 2003, Santrock, 2007, Brophy 2004). mahasiswa yang memiliki

konvensional suhu rata-rata total dari hasil pengamatan 32º C, dan pada dalam ruang bangunan dengan dinding menggunakan batako pemanfaatan sabut kelapa suhu

Tujuan survei ini adalah untuk memperoleh informasi lebih dalam tentang kegiatan Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) atau Research and Development (R&D) yang dilakukan

 Namun pengamat tidak bisa mencatat burung yang di luar waktu dan jarak yang di tentukan..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan bungkil biji kapuk dan sekam padi yang memiliki kadar air, kadar abu, kadar karbon, dan nilai kalor sesuai

Kesimpulan dari karya ilmiah ini adalah konsumen mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19 dan pelaku

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan buku ajar berbasis pemaknaan, menganalisis peran buku ajar berbasis pemaknaan