• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI SCHOLASTYKA FEBRYLLA I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI SCHOLASTYKA FEBRYLLA I"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

IDENTIFIKASI KRIPTOKOKOSIS DENGAN METODE

LATERAL FLOW ASSAY (LFA) PADA PASIEN HIV/AIDS

DI KLINIK MELATI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK

PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2014

SCHOLASTYKA FEBRYLLA

I 11111012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2015

NASKAH PUBLIKASI

IDENTIFIKASI KRIPTOKOKOSIS DENGAN METODE

LATERAL FLOW ASSAY (LFA) PADA PASIEN HIV/AIDS

DI KLINIK MELATI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK

PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2014

SCHOLASTYKA FEBRYLLA

I 11111012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2015

NASKAH PUBLIKASI

IDENTIFIKASI KRIPTOKOKOSIS DENGAN METODE

LATERAL FLOW ASSAY (LFA) PADA PASIEN HIV/AIDS

DI KLINIK MELATI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK

PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2014

SCHOLASTYKA FEBRYLLA

I 11111012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2015

(2)
(3)

iii

IDENTIFIKASI KRIPTOKOKOSIS DENGAN METODE LATERAL FLOW ASSAY (LFA) PADA PASIEN HIV/AIDS

DI KLINIK MELATI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2014

Scholastyka Febrylla1, Diana Natalia2, Wiwi E Susanti3

INTISARI

Latar Belakang. Kriptokokosis merupakan salah satu infeksi oportunistik

yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV. Kriptokokosis dapat berujung pada meningitis kriptokokal yang sering berakibat fatal. WHO merekomendasikan cryptococcal antigen lateral flow assay (CrAg LFA) sebelum memulai terapi antiretroviral (ARV). RSUD dr. Soedarso belum melakukan CrAg LFA sebelum terapi ARV dan belum ada data mengenai kejadian kriptokokosis pada pasien HIV/AIDS di Klinik Melati RSUD dr.Soedarso Pontianak. Tujuan. Mengidentifikasi kejadian kriptokokosis dengan metode LFA pada pasien HIV/AIDS di Klinik Melati RSUD dr. Soedarso Pontianak. Metodologi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Data didapatkan dengan melakukan CrAg LFA dan wawancara yang dilengkapi dengan rekam medis terhadap 36 orang pasien HIV/AIDS yang datang ke Klinik Melati RSUD dr. Soedarso Pontianak pada bulan September-Desember 2014.

Hasil. Dari 36 pasien yang diperiksa, sebanyak 2 orang (5,6%) pasien

positif kriptokokosis. Masing-masing pasien berusia 39 dan 59 tahun, berjenis kelamin laki-laki, sudah menikah, belum menerima terapi ARV, termasuk kelompok risiko pelanggan pekerja seksual, tidak mengalami infeksi oportunistik lain, memiliki jumlah limfosit CD4 <100 sel/μl, dan tidak mengeluhkan gejala kriptokokosis apapun. Kesimpulan. Jumlah kasus kriptokokosis pada pasien HIV/AIDS di Klinik Melati RSUD dr. Soedarso Pontianak periode September-Desember 2014 adalah 5,6%.

Kata kunci: kriptokokosis, HIV/AIDS, infeksi oportunistik

1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

2) Departemen Parasitologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

(4)

iv

CRYPTOCOCCOSIS IDENTIFICATION USING LATERAL FLOW ASSAY (LFA)IN HIV/AIDS PATIENT AT KLINIK MELATI

DR. SOEDARSO REGIONAL GENERAL HOSPITAL PONTIANAK IN SEPTEMBER-DECEMBER 2014

Scholastyka Febrylla1, Diana Natalia2, Wiwi E Susanti3

ABSTRACT

Background. Cryptococcosis is one of common opportunistic infections in

HIV-infected patients. Cryptococcosis may lead to cryptococcal meningitis that can be fatal. The WHO recommends cryptococcal antigen lateral flow assay (CrAg LFA) prior to antiretroviral therapy (ART) initiation. The CrAg LFA has not been done at dr. Soedarso Regional General Hospital Pontianak and there has not been any data about cryptococcosis occurrence in HIV/AIDS patients at Klinik Melati, dr. Soedarso Regional General Hospital Pontianak. Objective. To identify cryptococcosis using LFA in HIV/AIDS patients at Klinik Melati, dr. Soedarso Regional General Hospital Pontianak. Method. This study was a descriptive study with cross-sectional design. The data was obtained by doing CrAg LFA procedure and interview completed from medical records to 36 HIV/AIDS patients at Klinik Melati dr. Soedarso Regional General Hospital Pontianak in September-December 2014. Results. From 36 patients examined with LFA, 2 patients (5,6%) showed positive results. Each patient was 39 and 59 years old. Both are male, married, have not started ART, prostitution clients, have no other opportunistic infection, with CD4+ lymphocyte count <100 cell/μl, and have no any cryptococcosis manifestation. Conclusion. The present study shows that the cryptococcosis occurrence in HIV/AIDS patients at Klinik Melati dr. Soedarso Regional General Hospital Pontianak in September-December 2014 is 5,6%.

Keywords: cryptococcosis, HIV/AIDS, opportunistic infection

1) Medical School, Faculty of Medicine, Universitas Tanjungpura Pontianak, West Kalimantan

2) Department of Parasitology, Medical School, Faculty of Medicine, Universitas Tanjungpura Pontianak, West Kalimantan

3) Klinik Melati, dr. Soedarso Regional General Hospital Pontianak, West Kalimantan

(5)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN...ii INTISARI...iii ABTRACT ...iv DAFTAR ISI ... v Pendahuluan... 1

Bahan dan Metode... 3

Hasil dan Pembahasan ... 3

Kesimpulan ... 7

(6)

1

Pendahuluan

Penyakit infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan global dengan angka kejadian dan kematian yang tinggi.1 Pada tahun 2007, UNAIDS memperkirakan bahwa 33,2 juta orang di dunia hidup dengan HIV/AIDS.2AIDS adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi HIV.3 Penurunan sistem imun ini mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk mengatasi infeksi, sehingga pasien AIDS mudah terinfeksi oleh bakteri, virus atau jamur, atau yang disebut juga infeksi oportunistik (IO).4,5 AIDS akan mengakibatkan kematian dalam waktu kurang dari 2 tahun, sebagai akibat langsung dari salah satu atau lebih infeksi oportunistik.6

Kriptokokosis merupakan salah satu infeksi oportunistik yang paling umum pada pasien terinfeksi HIV, yang menyebabkan kriptokokosis meningeal dan sering berakibat fatal.7,8 Spesies utama penyebab kriptokokosis pada manusia adalah Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gattii.9 Park et al10 memperkirakan secara global terdapat 957 900 kasus meningitis akibat C. neoformans yang menyebabkan 624 700 kematian setiap tahun. Sekitar 88% kasus global dan lebih dari 90% kematian akibat meningitis kriptokokal terjadi di Afrika sub-Sahara dan Asia Tenggara. Sedangkan di Jakarta, Sjam et al11 melaporkan prevalensi meningitis kriptokokal pada populasi AIDS adalah sebesar 20,78%, atau setara 32 orang dari total 154 penderita AIDS yang diperiksa.

Jalur masuk Cryptococcus adalah saluran nafas. Imunitas yang dimediasi oleh sel memiliki peranan penting dalam pertahanan terhadap Cryptococcus. Imunitas dihubungkan dengan respons sel Th1 yang aktif menghancurkan C. neoformans. Sel CD4+ dan CD8+ berperan pada jaringan yang terinfeksi. Limfosit T CD4+ dan CD8+ secara langsung menghambat pertumbuhan jamur melalui perlekatan terhadap permukaan sel Cryptococcus. Pada banyak kasus penyebaran kriptokokosis terjadi

(7)

2

pada keadaan defisiensi sel T CD4+ (HIV/AIDS). Menurunnya respons imun yang baik untuk menginaktifkan dan menghancurkan organisme yang masuk menyebabkan perluasan dan peningkatan kerusakan sel/jaringan akibat infeksi.12,13

Gejala penyakit ini bisa asimptomatis sampai yang berat yaitu meningitis.14 Gejala dan tanda kelainan paru yang paling umum antara lain batuk, sesak, nyeri dada, dan kehilangan berat badan. Sedangkan gejala dan tanda adanya keterlibatan sistem saraf pusat antara lain nyeri kepala, demam, berkeringat pada malam hari, dan kaku kuduk.15 Gejala kelainan otak lainnya yang seringkali mendorong penderita untuk berobat, yaitu sakit kepala yang makin lama makin hebat dan makin sering timbul, kadang-kadang disertai vertigo, diplopia, strabismus, penurunan pendengaran, kejang dan muntah. Perubahan status mental dan somnolen dapat terjadi pada infeksi berat. Sedangkan kelainan kulit yang dapat berbentuk pustul, papul, purpura, selulitis, granuloma superfisial, lesi mirip akne, sampai ulkus dan abses.16

Karena tingginya angka kesakitan dan kematian yang berkaitan dengan infeksi kriptokokus, diperlukan uji laboratorium yang cepat dan akurat untuk mengidentifikasi pasien yang terinfeksi.17 Cryptococcus antigen lateral flow assay (CrAg LFA) untuk deteksi antigen kriptokokal dikembangkan pada tahun 2009 sebagai uji yang potensial untuk deteksi infeksi kriptokokus. LFA stabil pada suhu ruang, waktu pengerjaan yang cepat, memerlukan sangat sedikit kemampuan teknis, dan dapat dilakukan dengan infrastruktur laboratorium yang minimal.18 World Health Organization (WHO)19 merekomendasikan uji Cryptococcus antigen (CrAg) LFA untuk digunakan dalam diagnosis dan skrining infeksi. Skrining antigen kriptokokal dilakukan sebelum pemberian terapi antiretroviral (ARV) untuk mengidentifikasi pasien yang harus menerima terapi awal anti jamur (flukonazol) dan pencegahan penyakit (profilaksis).

(8)

3

Di RSUD dr. Soedarso sendiri belum dilakukan identifikasi kriptokokosis pada pasien HIV/AIDS sebelum pemberian terapi ARV dan belum ada data mengenai infeksi kriptokokosis. Maka dalam penelitian ini dilakukan identifikasi kriptokokosis dengan metode LFA pada pasien HIV/AIDS di Klinik Melati RSUD dr. Soedarso Pontianak.

Bahan dan Metode

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain studi cross sectional untuk mengidentifikasi kriptokokosis dengan metode lateral flow immunoassay (LFA) pada pasien HIV/AIDS di Klinik Melati RSUD dr. Soedarso Pontianak. Sampel dalam penelitian ini adalah 36 orang pasien HIV/AIDS di Klinik Melati RSUD dr. Soedarso Pontianak yang datang pada bulan September sampai Desember 2014. Seluruh sampel diambil plasma darahnya dan diperiksa dengan IMMY® CrAg LFA kit untuk mendeteksi antigen polisakarida kapsular glucoronoxylomannan (GXM) dari Cryptococcus. Selain itu dilakukan wawancara dan penelusuran rekam medis terhadap pasien-pasien yang diambil darahnya untuk mengetahui karakteristik.

Hasil dan Pembahasan

Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap 36 pasien yang terdiri dari 27 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Pemeriksaan CrAg LFA menunjukkan hasil positif pada 2 sampel. Kejadian kriptokokosis didapatkan sebesar 5,6%. Karakteristik responden yang menunjukkan hasil positif tersaji pada tabel 1.

(9)

4

Tabel 1 Karakteristik responden dengan hasil pemeriksaan CrAg LFA positif. Karakteristik Kode Responden

05-B 06-BR

Usia (tahun) 59 39

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki

Status Marital Menikah Menikah

Kelompok Risiko Pelanggan PS Pelanggan PS

Riwayat terapi ARV Belum Belum

Jumlah CD4+ (sel/μl) 34 13

Gejala Kriptokokosis Tanpa gejala Tanpa gejala

IO lainnya Tidak ada Tidak ada

Penelitian lainnya mengenai prevalensi kriptokokosis menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, namun cukup bervariasi. Di Bandung, Ganiem et al20melaporkan bahwa 7,1% dari 810 pasien HIV/AIDS dengan jumlah limfosit CD4+ <100 sel/μl memberikan hasil uji antigen kriptokokal positif. Di Kamboja, 10,8% pasien HIV/AIDS menunjukkan hasil positif.21 Sementara di Uganda, 5,8% pasien dengan jumlah limfosit CD4+ <100 sel/μl menunjukkan hasil positif.22

Penelitian yang dilakukan Sjam et al11 di Jakarta menunjukkan hasil prevalensi kriptokokosis pada penderita HIV/AIDS sebesar 20,8%. Hasil tersebut cukup berbeda dibandingkan hasil pemeriksaan yang didapatkan dalam penelitian ini. Perbedaan ini dapat disebabkan jumlah responden penelitian ini yang lebih sedikit dan adanya perbedaan karakteristik responden yang diperiksa. Pada penelitian tersebut, responden yang diperiksa merupakan pasien HIV/AIDS yang menunjukkan gejala meningitis. Meningitis merupakan salah satu manifestasi kriptokokosis, sehingga kemungkinan adanya responden yang mengalami kriptokokosis lebih besar. Sedangkan penelitian ini tidak menentukan kriteria gejala tertentu untuk responden yang akan diperiksa.

Angka kasus kriptokokosis yang berbeda-beda, dapat juga dipengaruhi oleh sumber infeksi alami yang ada di masing-masing wilayah. Di Malaysia, kotoran burung merpati merupakan sumber infeksi utama.23 Sedangkan di Australia dan Brazil, sumber infeksi berasal dari

(10)

5

jenis pepohonan tertentu seperti Eucalyptus camaldulensis dan Terminalia catappa.5,24

Responden yang teridentifikasi positif CrAg LFA berusia 39 dan 59 tahun. Keduanya berada pada kelompok umur yang berbeda, yang menunjukkan kriptokokosis dapat menyerang manusia pada segala usia. Di samping itu, kedua responden berjenis kelamin laki-laki. Hasil ini bisa terjadi karena proporsi responden laki-laki yang lebih besar. Namun, McClelland et al69 menemukan bahwa perbedaan jenis kelamin turut berperan dalam perjalanan infeksi C. neoformans. Jamur C. neoformans yang diisolasi dari pasien AIDS perempuan menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat secara signifikan dibandingkan jamur yang diisolasi dari pasien laki-laki. Hal ini dipengaruhi hormon estrogen pada perempuan yang menghambat pertumbuhan C. neoformans secara in vitro, sehingga pada individu imunokompromais peran hormon ini menjadi salah satu yang meningkatkan kemampuan perempuan dalam mengatasi infeksi kriptokokus. Selain itu, uji yang dilakukan terhadap tikus yang sehat juga menunjukkan bahwa respon imun pada tikus jantan kurang efisien dibandingkan tikus betina dalam mengendalikan infeksi oleh C. neoformans. Ditemukan bahwa terjadi peningkatan kematian makrofag dan jumlah jamur pada serum tikus jantan, ditambah lagi adanya interaksi mikroorganisme tersebut dengan testosteron pada tikus jantan yang meningkatkan pelepasan polisakarida GXM dari C. neoformans, yang menggambarkan tingginya virulensi jamur. Penelitian lain oleh Lortholary et al70 memperlihatkan bahwa tikus betina memproduksi sitokin anti inflamasi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan tikus jantan, yang juga menjelaskan mengapa laki-laki lebih rentan terhadap infeksi kriptokokus.

Kedua responden yang teridentifikasi positif CrAg LFA diketahui sudah menikah dan berasal dari kelompok risiko pelanggan pekerja seks. Belum diketahui apakah ada hubungan antara kriptokokosis dengan hubungan seksual. Namun diketahui bahwa cara infeksi kriptokokosis

(11)

6

umumnya secara inhalasi dan sangat jarang melalui inokulasi primer pada kulit.27,28 Selain itu, diketahui pula bahwa kriptokokosis tidak menular dari manusia ke manusia lainnya.

World Health Organization (WHO)19 merekomendasikan CrAg LFA untuk skrining infeksi jamur kriptokokus sebelum pasien menerima terapi ARV. Maka pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien yang teridentifikasi positif ini sudah tepat waktunya karena keduanya belum menerima terapi ARV. Dengan demikian diharapkan ada tindak lanjut yang dapat dilakukan terhadap kedua responden tersebut berkaitan dengan pengendalian infeksi.

Kejadian kriptokokosis berhubungan dengan daya tahan tubuh host. Pada banyak kasus penyebaran kriptokokosis terjadi pada keadaan defisiensi sel T CD4+ (HIV/AIDS). Kriptokokosis umumnya terjadi pada individu dengan jumlah limfosit CD4+ <100 sel/μl.12,13 Responden dengan CrAg LFA positif masing-masing memiliki jumlah limfosit CD4+ <100 sel/μl, yakni 34 sel/μl dan 13 sel/μl. Dengan demikian, salah satu yang berperan dalam infeksi kriptokokus pada kedua responden adalah rendahnya jumlah limfosit CD4+. Sel limfosit CD4+ dan CD8+ bekerjasama untuk menyingkirkan morfologi C. neoformans yang cenderung mengkolonisasi paru dan otak pada penjamu imunokompromais.29 Maka penurunan jumlah limfosit CD4+ akan mengganggu proses eliminasi tersebut. Zheng et al30 mengungkapkan bahwa sel CD4+ menggunakan granulisin sebagai molekul efektor utama untuk membunuh jamur C. neoformans di darah perifer. Namun fungsi ini terganggu pada orang yang terinfeksi HIV akibat adanya gangguan produksi granulisin.

Kedua responden yang positif kriptokokosis tidak mengeluhkan gejala kriptokokosis apapun. Hal ini membuktikan bahwa kriptokokosis dapat asimptomatik.14,31Sebaliknya, 33,3% responden yang menunjukkan hasil pemeriksaan antigen kriptokokal negatif justru mengeluhkan gejala kelainan paru, otak, maupun kulit yang dapat muncul pada infeksi

(12)

7

kriptokokus. Namun, gejala-gejala tersebut bukan gejala spesifik kriptokokosis, sehingga mungkin saja merupakan manifestasi dari infeksi oportunistik lain yang sedang dialami pasien. Gejala kelainan paru seperti batuk lama, nyeri dada, sesak nafas, dan kehilangan berat badan merupakan gejala yang juga muncul pada tuberkulosis dan PCP. Gejala kelainan otak yang dirasakan berupa nyeri kepala, demam lama, penurunan pendengaran, kejang, dan muntah juga dialami penderita toksoplasmosis dan meningitis akibat infeksi mikroorganisme lain. Sedangkan gejala kulit berupa papul dan lesi mirip akne juga ditemukan pada penderita dermatitis.

Kesimpulan

Kejadian kriptokokosis yang teridentifikasi dengan metode lateral flow immunoassay (LFA) pada pasien HIV/AIDS di Klinik Melati RSUD dr. Soedarso Pontianak bulan September sampai Desember 2014 adalah sebanyak 2 (5,6%) kasus. Responden yang teridentifikasi positif kriptokokosis masing-masing berusia 59 dan 39 tahun, berjenis kelamin laki-laki, sudah menikah, belum menerima terapi ARV, merupakan kelompok risiko pelanggan pekerja seksual, memiliki jumlah limfosit CD4 <100 sel/μl, tidak mengalami gejala kriptokokosis, dan tidak mengalami infeksi oportunistik lain. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan identifikasi kriptokokosis menggunakan metode kultur yang lebih spesifik dan dengan jumlah sampel yang lebih besar. Pemeriksaan CrAg LFA juga disarankan untuk dilakukan terhadap pasien yang baru didiagnosis terinfeksi HIV di RSUD dr. Soedarso Pontianak.

Daftar Pustaka

1. Nasronudin. Pendekatan biologi molekuler, klinis dan social. Ed ke-1. Surabaya: Airlangga University Press; 2007. p. 31-44.

2. UNAIDS. 2007 AIDS epidemic update. UNAIDS; 2007. p. 38-39.

(13)

8

http://www.unaids.org/en/KnowledgeCentre/HIVData/EpiUpdate/EpiUp dArchive/2007/default.asp accessed August 12, 2014.

3. Murtiastutik D. Terapi anti retrovirus pada HIV/AIDS. Dalam: Barakbah J, Lumintang H, Martodihardjo S. Buku ajar infeksi menular seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008. p. 221-231.

4. Aberg JA, Powderly WG. Cryptococcosis and HIV. HIV insite knowledge base chapter May 2006. Available from http://hivinsite.ucsf.edu/InSite.jsp?page=kb-05-02-05 accessed September 2, 2014.

5. Dupont B, Pappas PG, Dismukes WE. Fungal Infection among patients with AIDS. In: Dismukes WE, Pappas PG, Sobel JD, editors. Clinical micology. Oxford: Oxford University Press; 2003. p. 488-501.

6. Institute of Medicine (IOM). Preparing for the future of HIV/AIDS in Africa: A shared responsibility. Washington DC: National Academy of Science; 2010.

7. Ong EL. Common AIDS-associated opportunistic infections. Clin Med. 2008; 8:539–43.

8. Siagian FE, Wahyuningsih R. Parasitisme intraselular Cryptococcus neoformans dalam makrofag. Majalah Kedokteran FK UKI. 2012; 28(3):151-8.

9. Antinori S. New insights into HIV/AIDS-associated cryptococcosis. ISRN AIDS. 2013; 2013. Diunduh dari http://dx.doi.org/10.1155/2013/471363 tanggal 9 Agustus 2014.

10. Park BJ, Wannemuehler KA, Marston BJ, Govender N, Pappas PG, Chiller TM. Estimation of the current global burden of cryptococcal meningitis among persons living with HIV/AIDS. AIDS. 2009; 23:525– 30.

11. Sjam R, Mulyati, Adawiyah R, Imran D, Wahyuningsih R. Cryptococcal meningitis among AIDS patients in Jakarta. Majalah Kedokteran FK UKI. 2012; 28(4):160-6.

(14)

9

12. Voelz K. Macrophage-Cryptococcus interactions during cryptococcosis. College of Life and Environmental Sciences School of Biosciences. University of Birmingham; 2010.

13. Infection Disease Epidemiology Section, Office of Public Health, Lousiana Dept of Health & Hospitals. Cryptococcosis; 2004.

14. Perfect JR and Cox GM. Cryptococcosis. In: Merz WG and Hay RJ, editors. Microbiology and microbial infections, medical mycology. 9th ed. Washington DC: American Society for Microbiology; 2005. p. 637-53.

15. BC Centre for Disease Control. BC Cryptococcus gattii surveillance summary, 1999-2006. In: Galanis E, Hoang L, Kibsey P, Morshed M, Phillips P. Clinical presentation, diagnosis and management of Cryptococcus gattii cases: Lessons learned from British Columbia. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2009; 20(1):23-28.

16. Casadeval A, Perfect R, editors. Human Cryptococcosis. Dalam: Cryptococcus neoformans. 1998; 12:407-56.

17. Binnicker MJ, Jespersen DJ, Bestrom JE, and Rollins LO. Comparison of four assays for the detection of cryptococcal antigen. Clin Vaccine Immunol. 2012; 19:1988-90.

18. Lindsley MD, Mekha N, Baggett HC, Surinthong Y, Autthateinchai R, Sawatwong P, Harris JR, Park BJ, Chiller T, Balajee SA, Poonwan N. Evaluation of newly developed lateral flow immunoassay for the diagnosis of cryptococcosis. Clinical Infectious Diseases. 2011; 53(4):321–5.

19. World Health Organization (WHO). Rapid advice: Diagnosis, prevention and management of cryptococcal disease in HIV-infected adults, adolescents and children. Geneva, Switzerland; 2011. Available from http://www.who.int accessed September 3, 2014.

20. Ganiem AR, Indrati AR, Wisaksana R, et al. Asymptomatic cryptococcal antigenemia is associated with mortality among HIV-positive patients in Indeonesia. JIAS. 2014; 17: 18821.

(15)

10

21. Micol R, Lortholary O, Sar B, Laureillard D, Ngeth C, Dousset JP, et al. Prevalence, determinants of positivity, and clinical utility of cryptococcal antigenemia in Cambodian HIV-infected patients. J Acquir Immune Defic Syndr. 2007; 45: 555-9.

22. Liechty CA, Solberg P, Were W, Ekwaru JP, Ransom RL, Weidle PJ, et al. Asymptomatic serum cryptococcal antigenemia and early mortality during antiretroviral therapy in rural Uganda. Trop Med Int Health. 2007; 12: 929-35.

23. Tay S T, Rohani MY, Soo Hoo TS, Hamimah H. Epidemiology of cryptococcosis in Malaysia. Mycoses. 2009; 53: 509-14.

24. Nishikawa MM, Lazera MS, Barbosa GG, Trilles L, Balassiano BR, Macedo RCL et al. Serotyping of 467 Cryptococcus neoformans isolates from clinical and environmental sources in Brazil: Analysis of host and regional patterns. J Clin Microbiol. 2003; 41: 73-7.

25. McClelland EE, Hobbs LM, Rivera J, Casadevall A, Potts WK, et al. The role of host gender in the pathogenesis of Cryptococcus neoformans infections. PLoS ONE. 2013; 8(5): e63632. doi:10.1371/journal.pone.0063632

26. Lortholary O, Improvisi L, Fitting C, Cavaillon JM, Dromer F. Influence of gender and age on course of infection and cytokine responses in mice with disseminated Cryptococcus neoformans infection. Clin Microbiol Infect. 2002; 8: 31-7.

27. Casadeval A, Perfect R, editors. Ecology of Cryptococcus neoformans. Dalam: Cryptococcus neoformans. 1998; 12:41-70.

28. Richardson MD, Warnock DW. Cryptococcosis. Fungal infection: Diagnosis and management. 3rd ed. Oxford: Blackwell Publishing; 2003. p. 215-29.

29. Bratawidjaja KG dan Regganis I. Imunologi Dasar. Edisi ke-10. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.

30. Zheng CF, Ma LL, Jones GJ, Gill MJ, Krensky AM, Kubes P, Mody CH. Cytotoxic CD4+ T cells using granulysin to kill Cryptococcus

(16)

11

neoformans, and activation of this pathway is defective in HIV patients. BLOOD. 2007; 109(5): 2049-57.

31. Kayser FH. Fungi as human pathogens in general mycology. Color atlas of medical microbiology. Kayser FH, Bienz KA, Eckert J, Zinkernagal RM, editors. New York: Thieme; 2005. p. 348-74.

(17)

12

LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

ka Humanistik yang Mengembangkan Kreativitas Siswa”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika “Pembelajaran Matematika yang Memanusiakan

Designated uses are assigned as primary or secondary uses of ground water and include maintenance of special ecological resources, provision of and conversion to

Admin Pusat adalah petugas yang ditetapkan oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat untuk membantu dalam pengelolaan Simdiklat pada Kementerian Agama.. Admin Pusdiklat adalah

tentang konsep bahwa agama tidak dapat dipisahkan dari negara, Muhammad... Natsir menganggap urusan kenegaraan merupakan bagian

Penelitian ini merupakan aplikasi travel cost method (TCM) yang bertujuan untuk mengestimasi nilai manfaat dari Taman Balekambang bagi pengunjung.. Tujuan dari

[r]

Demikian Pengumuman Pemenang Lelang ini dibuat dan diumumkan, atas. perhatiannya

 1 Orang Tenaga Terampil yang mempunyai Sertifikat Keterampilan (SKT) Pelaksana Lapangan Pekerjaan Gedung (TS 052) atau Pelaksana Bangunan Gedung /