• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan kisaran kondisi lingkungan tertentu (disebut juga: syarat tumbuh kelapa sawit) kondisi iklim, tanah, dan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit, disamping faktor lainnya seperti bahan tanam (genetis) dan perlakuan 3 kultur teknis yang diberikan (Sulistyo, B, dkk 2010).

Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantong, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat api dan ulat kantong sudah menjadi endemik sehingga sangat sulit dikendalikan. Kejadian yang sering terjadi di perkebunan kelapa sawit adalah terjadinya suksesi hama ulat bulu dari ulat api atau ulat kantung apabila kedua hama ini dikendalikan secara ketat. Ulat kantong yang biasanya menyerang kelapa sawit saat ini adalah M. plana, Mahasena corbetti, dan Pteroma pendula. Distribusi ketiga ulat kantong berbeda-beda. M. plana merupakan ulat kantong yang paling sering muncul dengan kerusakan yang sangat berat dan luas (Susanto dkk., 2012).

2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Kantung M. plana Phylum : Arthropoda

Kingdom : Animalia

Ordo : Lepidoptera

Family : Psychidae

Genus : Metisa

(2)

6

Gambar 2.1. Ulat Kantong M. plana

M. plana merupakan salah satu hama pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga bekas gigitannya mengering dan berlubang. Daun yang mengering akan digunakan sebagai bahan pembuatan kantung ulat tersebut.

2.2 Siklus Hidup Hama Ulat Kantong M. plana 2.2.1 Telur

Kopulasi terjadi di dalam kantong imago betina dengan telur yang dihasilkan sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur di letakkan dalam kantung imago betina dan menetas dalam waktu 18 hari. Telur berwarna kuning pucat dan berbentuk seperti tong yang mempunyai lapisan jorion yang halus. Telur akan berubah warna menjadi kecoklatan menjelang penetasan.

Produktifitas M. plana relative rendah jika dibandingkan dengan spesies ulat kantong yang lain: Mahasena Corbetti rerata keperindian mencapai 2000-3000 telur per betina, Eumeta variegate ±300 telur/betina, dan Pteroma plagiophleps ±1774 telur/betina (Susanto dkk., 2012).

(3)

7 2.2.2 Larva

Pembentukan kantung hampir sama pada semua instar. Setelah penetasan, instar pertama pada kantung pupa induk dan keluar dari bagian anterior kantung. Kemudian larva tersebut memotong jaringan dari permukaan daun kemudian dikaitkan satu sama lain dengan sutera. Seperti halnya dengan ulat kantung yang lain, pengenalan instar dibuat dengan mengukur lebar kapsul kepala larva (Basri & Kevan, 1995). Meskipun, di lapangan, pengukuran dapat mengalami kesulitan karena larvanya tersembunyi. Dalam situasi ini, pengukuran panjang kantung dan pengamatan morfologi kantung menjadi berguna (Susanto dkk., 2012)

Ciri khas masing-masing instar adalah: instar I, permukaan kantung relatif lembut; instar II, sedikit kecil dan sekeliling potongan daun terikat dengan longgar pada bagian ujung anterior kantung; instar III, lebih besar, potongan daun-daun berbentuk persegi panjang (sampai 6 potong) terikat pada bagian ujung posterior kantung; instar IV, lebih banyak potongan daun berbentuk bulat sampai persegi panjang yang terikat dengan longgar, terlihat seperti semak; instar V, kebanyakan potongan daun yang longgar menempel ke bawah, terlihat halus dan terdapat tanda putih yang menyempit; instar VI, semua potongan daun yang longgar menempel ke bawah dan tanda putih melebar sampai seperempat panjang kantung; instar VII, sama dengan instar VI tetapi dengan tanda putih yang lebih lebar dan lebih panjang (Susanto dkk., 2012).

(4)

8

Gambar larva M. plana dapat dilihat pada gambar 2.2.

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g)

Gambar 2.2. Instar Larva M. plana :(a). Instar I, (b).Instar II, (c). Instar III, (d). Instar IV, (e).Instar V, (f). Instar VI, (g). Instar VII

2.2.3 Pupa

Ulat berkepompong menjadi pupa. Pada masa kepompong kantung ini menggantung di permukaan bawah helaian daun dengan benang penggantungnya berbentuk kait pada ulat kantong (M. plana). Siklus hidupnya 3 bulan dimana stadia telur 18 hari, ulat 50 hari (4-5 instar) dan berkepompong 25 hari. Tingkat populasi kritis pada pelepah daun adalah 5-10 ulat/pelepah (Lubis, 2008).

Dimorphisme seksual juga tercatat pada ukuran pupa (jantan lebih kecil dari betina). Panjang pupa jantan lebih pendek dibandingkan betina (± 8-12 mm vs ± 11-15 mm). Pupa jantan menggantung seperti kait pada permukaan bawah daun. Waktu perkembangan pupa keseluruhan selama 25 hari (Susanto dkk., 2012).

(5)

9

Gambar 2.3. Pupa M. plana

2.2.4 Imago

Jantan M. plana akan menjadi imago ngengat. Ngengat ulat kantong mempunyai rentang sayap hingga 12-20 mm. Sayap berwarna cokelat kehitaman dan dapat hidup 1-2 hari dalam kondisi laboratorium untuk melakukan populasi. Betina ulat kantong dewasa tanpa sayap, dan menghabiskan seluruh hidupnya di dalam kantung. Betina dapat hidup sampai 7 hari dan dapat menghabiskan telur sebanyak 100-300 butir serta akan mati setelah telur menetas. Secara umum waktu yang dibutuhkan M. plana dalam menyelesaikan hidupnya sekitar 70-90 hari (Sudharto, 1991). Penetasan telur membutuhkan waktu 19-20 hari, masa perkembangan larva sekitar 50-60 hari, sedangkan fase pupa betina membutuhkan waktu 9-10 hari dan jantan 21 hari. Imago jantan dapat hidup 1-2 hari. Terdapat perbedaan jumlah hari pada siklus hidup betina dan jantan M. plana. Jantan bisa mencapa instar, sedangkan betina dapat mencapai instar 7 (Susanto dkk., 2012).

(6)

10

Gambar 2.4. Imago Jantan M. plana Gambar 2.5. Imago Betina M. plana

Tabel 2.1. Siklus hidup M. plana Stadia Lama

(hari) Keterangan

Telur 18 Jumlah telur 100-300 butir

Larva 50 Terdiri dari 7 instar, berada di dalam kantung Pupa 25 Menggantung pada permukaan daun bagian bawah

Imago 7 Betina tidak memiliki sayap

Total 100 Tergantung pada lokasi dan lingkungan

2.3 Gejala dan Kerusakan Hama Ulat Kantong M. plana

Serangan yang ditimbulkan oleh M. plana pada daun kelapa sawit terlihat seperti terbakar, Kerusakan yang disebabkan ulat kantong adalah daun tidak utuh lagi, rusak dan berlubang-lubang. Kerusakan helaian daun dimulai dari lapisan epidermisnya. Kerusakan lebih lanjut adalah mengeringnya daun yang menyebabkan tajuk bagian bawah berwarna abu-abu dan hanya daun muda yang masih berwarna hijau, kerusakan akibat hama ini dapat menimbulkan penyusutan produksi sampai 40% (Fauzi, Yan dkk., 2008).

(7)

11

2.4 Metode Pengendalian Hama Ulat Kantong M. plana 2.4.1 Pengendalian Biologi

Pengendalian biologi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan menyebarkan predator dan parasit. Predator larva adalah Sycanus dichotomus dan ada beberapa jenis parasitoid yang sering menyerang larva adalah Callimerus aracuver, Brachymeria sp., Apenteles sp., Fislistina sp., dan Caryphus inferus (Fauzi, Yan dkk., 2008).

2.4.2 Pengendalian Kimiawi

Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit, khusus ulat kantong memiliki perilaku yang khusus. Hal ini dikarenakan ulat kantong memiliki kantong yang menyelimutinya. Kantong tersebut berguna untuk melindungi ulat dari ancaman predator. Jadi, jika hendak melakukan pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan racun yang bersifat sistemik. Racun sistemik adalah racun yang diserap melalui sistem organisme misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan bagi hama. Pengendaliannya dapat menggunakan Injeksi batang, Mist Blower dan Fogger (Susanto dkk., 2012).

2.4.3 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap UPDKS menunjukkan hasil yang baik dan diharapkan dapat mengatasi permasalahn tersebut. Dalam sistem ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran diperlukan sebagai dasar penyusunan taktik pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang ditentukan, serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit (Prawirosukarto, 2002).

(8)

12

Monitoring populasi adalah langkah awal di dalam system pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap UPDKS dan merupakan dasar untuk memutuskan perlu atau tidaknya dilakukan tindakan pengendalian. Pada hakikatnya Pengelolaan Hama (PH) adalah bagaimana memanipulasi lingkungan untuk menekan populasi hama sampai ke batas garis ambang ekonomi. Pengendalian hayati adalah salah satu fase atau teknik pengendalian dari Pengelolaan Hama yang merupakan fase dari ekologi terapan. Bahkan, Pengelelolaan Hama Terpadu sebenarnya mulai berkembang dari penggunaan gabungan antara pengendalian kimia dan hayati, kemudian berlanjut dengan memanfaatkan teknik-teknik pengendalian yang lain, seperti teknik-teknik pengendalian kultural, pengendalian mekanik dan fisik, serta teknik-teknik pengendalian yang lain (Sembel, 2010).

Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan perlunya pelestarian lingkungan, khususnya perlindungan terhadap musuh alami hama yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit, teknologi pengendalian secara hayati sebagai bagian dari (PHT) harus lebih diperhatikan sebagai salah satu cara yang paling aman, meskipun untuk membunuh hama cara kerjanya lebih lama dibandingkan dengan cara kimia yang dapat langsung membunuh hama. Meskipun memakan waktu yang lama, metode pengendalian hayati untuk mengendalikan hama aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Pengendalian hayati juga dapat mengendalikan hama secara permanen dan dapat membantu menciptakan suatu ekosistem perkebunan yang seimbang dan perkebunan yang berkelanjutan. Musuh-musuh alami dapat berfungsi untuk mengatur keseimbangan hayati secara permanen (sembel, 2010).

Penerapan PHT merupakan solusi yang tepat dalam menghadapi berbagai hambatan dagang atau kompetisi (persaingan) dagang di pasar global.Implementasi PHT memenuhi tuntutan bagi adanya keharusan dilaksanakannya proses produksi berkualitas tinggi dari hulu sampai hilir dalam menghasilkan produk-produk perkebunan berkualitas tinggi. Penerapan

(9)

13

PHT juga selaras dengan konsep mutakhir yaitu Roundtable on Sustainable Oil (PPKS, 2006).

Untuk memperjelas tentang sistem pengendalian hama terdapu (PHT), maka dapat dilihat pada gambar berikut.

Tidak

Ya

Tidak Ya

Gambar 2.6. Mekanisme sistem pengendalian hama terpadu (PHT)

HAMA

Faktor lingkungan :

 Penghambat (musuh alami, dll)  Pendorong

Monitoring Populasi

Padat Populasi Kritis

Tindakan Pengendalian ?

Sensus Ulang (Evaluasi)

Gambar

Gambar larva M. plana dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.3. Pupa M. plana
Tabel 2.1. Siklus hidup M. plana  Stadia  Lama
Gambar 2.6. Mekanisme sistem pengendalian hama terpadu (PHT)

Referensi

Dokumen terkait

Terampil menggunakan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan, mengisayaratkan bahwa pembelajaran bahasa tidak hanya berkutat pada keterampilan berbahasa

22 tahun 2001 yang menghendaki supaya rakyat Indonesia merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya kita harus membayar bensin dengan harga dunia, agar dengan demikian

Untuk mengevaluasi tinggi muka air antara penampang saluran pada saat perencanaan (Design Note) dan pada penampang saluran pada saat setelah pengerjaan (As Built

Induksi perakaran juga dapat dilakukan secara ex vitro pada tahap aklimatisasi, yaitu dengan mengguna- kan bahan tanaman yang direndam dalam larutan IBA tanpa melalui fase

Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan (dewa) dalam mitologi Yunani Kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan

Ekonomi Aceh masih turun di triwulan II-2015 dibandingkan dengan triwulan II-2014 sebesar 1,72 persen, nilai ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Riau yang juga

Kebutuhan rumah yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur selain sebagai kebutuhan dasar juga merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu

Parameter data nilai tukar EURO terhadap Rupiah dengan model ARCH(r)-mean dimodelkan dan diestimasi menggunakan metode maximum likelihood yang ditunjukkan pada Gambar