• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AK IBAT

SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJ O

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh : RISANG RUKMANTORO

0753010039

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

(2)

i

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJ O

OLEH :

RISANG RUKMANTORO 0753010039

ABSTRAK

Kali Porong merupakan terusan sungai Kali Brantas (floodway) yang berhulu di kota Mojokerto (Bendung Lengkong Baru), mengalir ke arah timur dan bermuara di Selat Jawa. Kali Porong juga merupakan sungai buatan alias terusan untuk mengalihkan sebagian aliran pada saat musim penghujan di sungai Brantas yang bermuara di Kota Surabaya. Dengan panjang aliran sungai yang mencapai ± 49.65 km. Kali Porong dibangun sebagai floodway untuk melindungi Kota Surabaya dari banjir. Pada saat musim penghujan, seluruh aliran banjir dari sungai Kali Brantas dialirkan ke Kali Porong melalaui pengopersian Bendung Lengkong. Dengan terjadinya bencana lumpur Sidoarjo pada Tahun 2006, pemerintah menetapkan Kali Porong sebagai tempat pembuangan Lumpur Sidoarjo menuju ke laut, maka fungsi Kali Porong selain sebagai floodway juga berfungsi sebagai saluran yang mengalirkan endapan lumpur ke muara. Dengan kondisi semburan lumpur Sidoarjo yang sudah mencapai ± 126.000m3 bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan pendangkalan Kali Porong mencapai titik kritis elevasi muka air normal. Oleh karena itu, untuk menanggulangi pendangkalan akibat sedimen lumpur tersebut perlu diadakan langkah-langkah penanggulangan seperti pengerukan dasar Kali Porong, atau normalisasi. Data yang dipersiapkan untuk studi tersebut meliputi, peta Topografi Kali Porong dengan skala 1 : 25000, data debit aliran, data potongan memanjang dan potongan melintang dari Kali Porong serta data sedimen gradasi material dasar sungai dan konsentrasi sedimen melayang. Studi ini adalah untuk mengetahui perubahan dasar Kali Porong akibat sedimen lumpur Sidoarjo. Studi ini juga bermaksud untuk mengevaluasi dasar Kali Porong yang mengalami pendangkalan akibat sedimentasi lumpur Sidoarjo. Setelah dilakukan analisa studi, hasil yang didapatkan meliputi parameter perubahan dasar, parameter yang dihasilkan ialah koefisien kekasaran manning sebesar 0.03, tegangan kritis senilai 0.039 dan gerusan maksimum yang berubah tiap penampang. Hasil analisa kedua yang didapat berupa perubahan dasar akibat sedimen di Tahun 2008-2010 yang mengalami penggerusan di hulu dan penumpukan di hilir. Hasil ketiga ialah perubahan kapasitas penampang Kali Porong yang mengalami kenaikan debit dibandingkan dengan kapasitas Tahun 2008 dan Tahun 2009

(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... .1

1.2. Perumusan Masalah ... .2

1.3. Tujuan ... .3

1.4. Batasan Masalah ... .3

1.5. Manfaat Studi……….…4

1.6. Lokasi Studi Pengamatan...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum ... 5

2.2. Analisa Sedimentasi ... 5

2.2.1. Umum ... 5

2.2.2. Muatan Dasar (Bed Load) ... 7

2.2.3. Muatan Melayang ... 14

2.2.4. Muatan Kikisan (Wash Load) ... 15

2.3. Analisa Debit Rencana... 15

(4)

2.4. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi ... 19

2.4.1. Uji Chi Kuadrat (Chi – Square Test) ... 19

2.4.2. Uji Smirnov - Kolomogorov ... 20

2.5. Hidrolika Aliran ... 21

2.6. Analisa Aliran Sungai ... 21

2.7. Analisa Profil Aliran ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Studi ... 25

3.2. Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian Secara Sistematis...25

3.2.1. Pengumpulan Data ... 25

3.2.2. Analisa Data ... 26

3.2.3. Parameter Untuk Perubahan Dasar Sungai ... 31

3.2.4. Perubahan Dasar Kali Porong Akibat Pengaliran Sedimen Lumpur Ke Muara Pada Tahun 2008 – 2010……… ... 31

3.2.5. Kapasitas Kali Porong dari Tahun 2008-2010. ... 32

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Kalibrasi Tinggi Muka Air ... 34

4.2 Perubahan Dasar Kali Porong Akibat Pengaliran Lumpur Sidoarjo Ke Muara... 48

(5)

4.2.2 Perbandingan Perubahan dasar Kali Porong

Tahun 2008-2010…. ... 59 4.3 Kapasitas Kali Porong dari Tahun 2008 – 2010..………...…..60

BAB V KESIMPULAN

Kesimpulan ... 75

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Harga Ψ dan ˛ ... 8

Tabel 2.2 Hubungan antara ф dan Ψ ... 12

Tabel 2.3 Hubungan antara dan f ... 13

Tabel 2.4 Harga-harga Ψ dan τc ... 14

Tabel 2.5 Harga Variabel Reduksi Gumbel ... 16

Tabel 3.1 Analisa Distribusi Log Person type III ... 27

Tabel 3.2 Persyaratan Pemilihan Distribusi Frekuensi ... 29

Tabel 3.3 Nilai K Distribusi Log Pearson type III ... 29

Tabel 4.1 Penampang Kali Porong (KP-1) ... 37

Tabel 4.2 Penampang Kali Porong (KP-5) ... 37

Tabel 4.3 Nilai Tinggi Muka Air ... 38

Tabel 4.4 Debit Hipotesa dengan asumsi nilai manning = 0.02………....39

Tabel 4.5 Debit Hipotesa dengan asumsi nilai manning = 0.025………..40

Tabel 4.6 Debit Hipotesa dengan asumsi nilai manning = 0.03………... ... 40

Tabel 4.7 Hasil output running HEC-RAS dengan nilai manning = 0.02 ... 44

Tabel 4.8 Hasil output running HEC-RAS dengan nilai manning = 0.025 ... 45

Tabel 4.9 Hasil output running HEC-RAS dengan nilai manning = 0.03 ... 45

Tabel 4.10 Tinggi muka air hasil output HEC-RAS ... 46

Tabel 4.11 Selisih tinggi muka air ... 47

Tabel 4.12 Komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 0 dan τ = 0.039 ... 51

(7)

Tabel 4.14 Komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5

dan τ = 0.02 ... .54

Tabel 4.15 Komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.05 ... .55

Tabel 4.16 Komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.039 ... .56

Tabel 4.17 Komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = random dan τ = 0.039 ... .57

Tabel 4.18 Komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.02 ... .58

Tabel 4.19 Debit Tahun 2008………...………...61

Tabel 4.20 Debit Tahun 2009 ………...………...64

Tabel 4.21 Debit Tahun 2010 ………...………...67

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi Studi Pengamatan ... 4

Gambar 2.1 Potongan melintang dengan bermacam-macam kekasaran ... 22

Gambar 2.2 Profil aliran suatu saluran ... 24

Gambar 3.1 Gradasi Sedimen ... 26

Gambar 3.2 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian... 33

Gambar 4.1 Cross Section 1 (KP-1) ... 35

Gambar 4.2 Cross Section 1 (KP-5) ... 36

Gambar 4.3 Data geometri HEC-RAS 4.1 ... 41

Gambar 4.4 Data input cross section ... 42

Gambar 4.5 Data manning yang dimasukkan ... 42

Gambar 4.6 Data debit manual ... 43

Gambar 4.7 Steady Flow Analysis ... 43

Gambar 4.8 Penampang hasil run HEC-RAS ... 44

Gambar 4.9 Grafik perbandingan koefisien manning ... 46

Gambar 4.10 Skema Aliran Sungai Yang Diamati ... 48

Gambar 4.11 Bed Gradation ... 49

Gambar 4.12 Data (kedalaman maksium) max depth yang dimasukkan ... 49

Gambar 4.13 Transport Function Calibration ... 50

Gambar 4.14 Quasi Steady Flow Edit ... 50

Gambar 4.15 Running Sediment Transport ... 51

(9)

Gambar 4.17 Grafik komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max

depth = 10 dan τ = 0.039 ... 52

Gambar 4.18 Grafik komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.02………54

Gambar 4.19 Grafik komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.05……….55

Gambar 4.20 Grafik komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.039………..…….56

Gambar 4.21 Grafik komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = random dan τ = 0.039..…………..……….57

Gambar 4.22 Grafik komparasi antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = random dan τ = 0.05………..……….58

Gambar 4.23 Grafik komparPerubahan dasar antara pengamatan dengan HEC-RAS pada Tahun 2008 - 2010... 59

Gambar 4.24 Grafik perubahan kapasitas debit dalam Tahun 2008 ... 63

Gambar 4.25 Grafik perubahan kapasitas debit dalam Tahun 2009 ... 66

Gambar 4.26 Grafik perubahan kapasitas debit dalam Tahun 2010 ... 69

Gambar 4.27 Grafik perbandingan kapasitas bulan Desember pada Tahun 2008, 2009, 2010 ... 71

Gambar 4.28 Kapasitas sungai dengan Q 50tahun ... 72

Gambar 4.29 Kapasitas sungai dengan Q 100tahun ... 72

Gambar 4.30 Perubahan dasar akibat sedimen dengan Q 50tahun ... 73

(10)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini dengan

judul ”STUDY PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI

KABUPATEN SIDOARJO”.

Penyusunan tugas akhir ini dilakukan guna melengkapi dan memenuhi salah satu

persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu ( S1 ) di Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan UPN ” Veteran ” Jawa Timur.

Dalam menyesaikan Tugas ini penulis banyak mendapat bimbingan serta bantuan yang

sangat bermanfaat untuk menyelesaikannya.

Dan sebagai akhir kata diharapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis

pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surabaya, 10 Mei 2012

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai kota berkembang, Sidoarjo berkembang sangat pesat menjadi salah

satu pusat industri dan perdagangan yang sangat berperan dalam pembangunan

nasional. Kota Sidoarjo juga merupakan kota transit ke Surabaya. Perkembangan ini

menarik minat penduduk untuk bermigrasi ke kota Sidoarjo sehingga mengakibatkan

perkembangan penduduk kota meningkat sangat pesat serta menuntut perluasan

lahan terbangun untuk perumahan dan fasilitas penunjang lainnya. Wilayah

perkotaan yang dulu menempati pusat kota berkembang ke arah barat, timur dan

selatan maupun utara dengan pengalihan fungsi lahan-lahan pertanian menjadi

perumahan, perdagangan, jasa maupun industri, sehingga mengurangi daerah-daerah

konservasi sebagai tempat penampungan air hujan.

Kali Porong merupakan terusan sungai Kali Brantas (Floodway) yang berhulu

di Kota Mojokerto (Bendung Lengkong Baru), mengalir ke arah timur dan bermuara

di Selat Jawa. Sungai ini membatasi Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan.

Nama Porong diambil dari nama sebuah kecamatan yang terletak di ujung selatan

Kota Sidoarjo. Secara geografi Kali Porong terletak antara 112,5° BT – 112,9° BT

dan 7,3 LS° - 7,5° LS. Dengan kondisi geologi lembah Kali Porong berisi piedmonte

batu karang vulkanis seperti : grumosol, latosol, mediteran dan alluvial. Dengan

kondisi dasar sungai tidak beraturan tanpa batu besar dan belukar. Kali Porong

mempunyai dua anak sungai yaitu Kali Sedat (KP. 100) dengan luas DAS 406,7 Km2

(12)

bencana Lumpur Sidoarjo pada 30 Mei 2006 dan kemudian pada November 2006

pemerintah menetapkan bahwa Kali Porong sebagai tempat pembuangan Lumpur

Sidoarjo menuju ke laut, maka fungsi Kali Porong selain sebagai floodway, juga

berfungsi sebagai saluran yang mengalirkan endapan lumpur ke muara.

Seperti diketahui, Kali Porong berada di dekat lokasi dimana semburan lumpur

Sidoarjo. Kali Porong yang juga merupakan saluran buatan mempunyai peranan

dalam pengalihan aliran dari sungai Brantas dan juga pengalihan aliran semburan

lumpur Sidoarjo. Dengan volume semburan yang mencapai ± 126.000 m3/hari,

dikhawatirkan akan mengalami pendangkalan akibat lumpur Sidoarjo. Dan dengan

peningkatan volume semburan lumpur tiap tahunnya, bukan tidak mungkin dalam

beberapa tahun ke depan Kali Porong akan mengalami pendangkalan yang

diakibatkan aliran lumpur Sidoarjo. Maka dari itu dilakukan evaluasi terhadap

persoalan yang dihadapi Kali Porong sehubungan dengan pembuangan Lumpur

Sidoarjo ditinjau dari aspek hidrologi (debit banjir), sedimentasi dan morfologi

sungai pada Kali Porong dengan menggunakan program HEC-RAS 4.1 yang

nantinya dapat menghitung dan mengevaluasi penampang Kali porong terhadap

sedimentasi lumpur Sidoarjo dan juga dapat mengidentifikasi Kali Porong setelah

adanya normalisasi.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka perumusan

masalah yang akan disajikan pada Tugas Akhir ini adalah :

1. Parameter apa yang digunakan untuk menghitung perubahan dasar Kali

(13)

2. Bagaimana perubahan dasar Kali Porong akibat pengaliran Lumpur Sidoarjo

ke muara sungai ?

3. Bagaimana perubahan kapasitas Kali Porong akibat sedimentasi Lumpur

Sidoarjo ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari studi inilah :

1. Mengetahui parameter perubahan dasar Kali Porong.

2. Mengetahui perubahan dasar Kali Porong akibat sedimen Lumpur Sidoarjo.

3. Mengetahui kapasitas Kali Porong akibat pengaliran lumpur ke muara

1.4 Batasan Masalah

Dengan melihat permasalahan di atas dan agar pokok pembahasan tidak

melebar dan menyimpang dari topik utamanya, maka dalam penyusunan tugas akhir

ini, lingkup pembahasannya meliputi :

1. Lingkup materi penelitian

a. Melakukan evaluasi bagaimana kondisi Daerah Aliran Sungai

(DAS) Kali Porong

b. Melakukan evaluasi debit Kali Porong

c. Tidak membahas teknik pelaksanaan.

d. Pola dan analisis hanya meninjau dari aspek segi hidrologi dan

hidrolika, tidak mempertimbangkan dari aspek konstruksi, sosial

(14)

1.5 Manfaat Studi

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka manfaat studi

yang akan disajikan pada Tugas Akhir ini adalah :

1. Dapat mengetahui pendangkalan yang terjadi akibat sedimentasi Lumpur

Sidoarjo.

2. Dapat mengetahui kapasitas Kali Porong sebelum dan sesudah terjadinya

pengaliran lumpur ke muara.

1.6 Lokasi Studi Pengamatan

(15)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan yang ada di bumi

baik manusia, hewan dan tumbuhan. Semua makhluk hidup memerlukan air untuk

dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sungai mengalir dari hulu ke hilir

bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Ditinjau dari segi hidrologi,

sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan mengalirkan sampai

ke laut. Daerah dimana sungai memperoleh air merupakan daerah tangkapan hujan

yang biasanya disebut daerah pengaliran sungai ( DPS ). Aliran sungai dihubungkan

oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam

sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola. Pola tersebut tergantung

dari kondisi topografi, geologi, iklim yang terdapat di dalam DPS yang

bersangkutan. ( Soewarno, 1991 )

2.2 Analisa Sedimentasi

2.2.1 Umum

Pengetahuan mengenai angkutan sedimen (sedimen transport) yang terbawa

oleh aliran sungai dalam kaitannya dengan debit sungai akan mempunyai arti penting

bagi para teknisi yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam

pengembangan sumber daya air, konservasi tanah dan air serta perencanaan

bangunan pengamatan sungai. Misalnya untuk menentukan umur manfaat waduk,

(16)

perkiraaan abrasi dari perangkat mesin pembangkit tenaga listrik yang disebabkan

masuknya angkutan sedimen pada pipa stasiun pembangkit tenaga listrik, tingkat

erosi dari suatu daerah pengaliran sungai, perencanaan jembatan.

Pengetahuan mengenai angkutan sedimen akan memungkinkan untuk

melakukan pengukuran sedimen yang melayang terbawa aliran ataupun sedimen

yang bergerak di dasar sungai. Adanya gejala yang komplek pada peristiwa

sedimentasi akan menyebabkan sulitnya untuk melakukan pengukuran dan analisa

data mengenai sedimen sungai, terutama jika dibandingkan dengan data hidrologi

lainnya.

Proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi, pengendapan

(deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses

tersebut berjalan sangat komplek, dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan

energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi

partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran, sebagian akan tertinggal diatas

tanah sedangkan sebagian lainnya masuk sungai terbawa aliran menjadi angkutan

sedimen. Bentuk, ukuran dan beratnya partikel tanah tersebut akan menentukan

jumlah besarnya angkutan sedimen. Kemampuan tanah itu untuk terkikis tidak hanya

tergantung pada ukuran partikel-partikelnya tetapi juga pada sifat fisik bahan organik

dan anorganik yang terikat bersama-sama partikel tersebut. Apabila partikel tanah

tersebut terkikis dari permukaan bumi atau dari dasar dan tebing sungai maka

endapan yang dihasilkan akan bergerak atau berpindah secara kontinyu menurut arah

aliran yang membawanya menjadi angkutan sedimen yang dapat diukur di lokasi pos

(17)

Dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan dari material angkutan sedimen

yang terbawa oleh aliran sungai dan material tersebut dapat terangkut kembali

apabila kecepatan aliran cukup tinggi. Besarnya volume angkutan sedimen terutama

tergantung pada perubahan kecepatan aliran, karena perubahan musim penghujan

dan kemarau, serta perubahan kecepatan yang dipengaruhi oleh akitivitas manusia.

Sebagian akibat dari perubahan volume angkutan sedimen adalah terjadinya

penggerusan di beberapa tempat serta terjadinya pengendapan di tempat lain pada

dasar sungai, dengan demikian umumnya bentuk dari dasar sungai akan selalu

berubah. Untuk memperkirakan perubahan itu telah dikembangkan banyak rumus

berdasarkan percobaan lapangan maupun laboratorium

Pengukuran angkutan sedimen seperti juga pengukuran aliran yaitu dengan

cara mengambil sampel dari seluruh mekanisme angkutan sedimen. Karena sangat

kompleknya perilaku sedimen yang teliti dan benar juga sangat sulit.

Angkutan sedimen dapat bergerak-bergeser dan bergeser di sepanjang dasar

sungai atau bergerak melayang pada aliran sungai, tergantung pada:

1. Komposisi (ukuran dan berat jenis)

2. Kondisi aliran (kecepatan aliran,kedalaman aliran)

Berdasarkan mekanisme angkutan, sedimen yang terdapat disungai dapat

digolongkan menjadi 3 macam angkutan sedimen antara lain:

2.2.2 Muatan Dasar (Bed Load)

Muatan sedimen dasar berupa partikel kasar yang ada di sepanjang dasar

sungai, bergerak-gerak, bergeser, menggelinding atau meloncat-loncat akibat gaya

(18)

kadang-kadang dapat sampai pada jarak tertentu dengan ditandai bercampurnya butiran

partikel tersebut bergerak ke arah hilir. Keadaan ini umumnya dapat dijumpai pada

daerah kaki gunung api dimana material dasar sungainya terdiri atas pasir. Besarnya

beban dasar dapat dihitung dengan metode :

1. DUBOYS (ROUSE 1950)

Duboys memberikan modal yang sederhana dengan anggapan

lapisan-lapisan sedimen bergerak relatif terhadap satu dengan lainnya. Rumus

yang digunakan :

q = Ψ

˛ ……….……..

(2.1)

Dengan ,

Ψ = Intensitas aliran

= Tegangan gesek alas (kg/cm2) = .d.S

˛ = Tegangan gesek alas kritis (kg/cm2)

= Berat jenis air (kg/m3)

d = Kedalaman air (m)

S = Kemiringan alur

Tabel 2.1 Harga Ψ dan ˛

Diameter rata-rata sedimen

Ψ τ˛

(mm) (kg/cm2)

0.125 523000 7.8 x 10 ^-6

0.25 312000 8.3 x 10^-6

0.5 187000 1.01 x 10^-5

1 111000 1.54 x 10 ^-5

2 66200 2.5 x 10^-5

(19)

2. KALINSKE

Kalinske menganggap bahwa butiran yang diangkut dalam lapisan

yang tebalnya D dengan kecepatan butiran sesaat :

Ug = D(Uo – Ucr )

………...(2.2)

Dengan ,

Uo = Kecepatan sesaat cairan pada butiran

Ucr = Kecepatan kritis cairan untuk mulai gerak butiran

Untuk Uo dalam distribusi normal diperkirakan :

f (Uo) =

exp

( Ū )

………..……… (2.3)

Dengan ,

= Akar rata-rata kuadrat dari kecepatan fluktuasi (r,m,s)

Jika butiran per unit luas dan memakai U, maka jumlah rata-rata

butiran yang bergerak dengan berat kering persatuan lebar dan waktu

adalah :

Tb =

2/3. ρ

.s.d.u.p

……… (2.4)

Ūg =

b ∫

(

˛

)

f (U ) d U

……………...……

(2.5)

Dengan ,

P = 0.35 dan b = 1

(20)

M.P.M. telah banyak sekali membuat percobaan didalam suatu frame

yang lebar dengan pasir kasar.

Persamaan muatan sedimen dasar dari Meyer-Peter dapat ditulis sebagai

berikut :

– 9.57

= 0.462

( ) ( ) ………..…… (2.6)

Dengan ,

Q = Debit aliran per unit lebar (m3/detik)

Qb = Debit muatan sedimen dasar (kg/detik/cm)

τ = Berat jenis air (1 t/m3)

= Berat jenis partikel muatan sedimen dasar (pada umumnya

bervariasi antara 2.6 - 2.7 ton/m3)

d = Diameter butir (mm)

S = Kemiringan garis energi

( )

=0.047+0.25

.

( ) …... (2.7)

Dengan ,

− = Kerapatan cairan partikel (kg/m3)

= Ukuran median diameter butir (m)

g = Percepatan gravitasi = 9.81 m/detik2

R = Jari-jari hidrolis

n ‘ = Koefisien kekasaran untuk dasar rata

n = Koefisien kekasaran aktual

(21)

ф =

………..……… (2.8)

Dengan ,

ф =

0.188

………..….. (2.9)

Sehingga :

ф =

……… (2.10)

Debit muatan sedimen dasar untuk seluruh lebar dasar aliran: Qb = x W

Dengan ,

Qb = Debit muatan sedimen dasar (kg/detik) W = Lebar dasar (m)

4. EINSTEIN

Einstein memberikan uraian yang sangat sulit untuk proses angkutan butiran yang menganggap kemungkinan percobaan butiran berhubungan dengan keadaan aliran. Untuk menentukan factor ripples Einstein memberikan jalan memakai grafik. Einstein memakai D = D35 untuk kekasaran butiran.

(22)

Persamaan muatan sedimen dasar dengan pendekatan dari Einstein

berdasarkan fungsi dari :

ф = f(Ψ) ………..……… (2.11)

Dengan ,

ф = Intensitas muatan sedimen dasar f(Ψ) = Intensitas aliran

ф =

x

….………..……… (2.12)

f (Ψ) =

x

………..………… (2.13)

Dengan ,

K’ = Jari-jari hidraulis yang menampung muatan sedimen dasar

K’ = R

………...……… (2.14)

Dari pendekatan Einstein didapat :

Ψ

=

x

……….… (2.15)

Table 2.2 Hubungan antar a ф dan Ψ

Ф Ψ Ф Ψ

10-4 27 5 . 10-2 11.5

5 . 10-4 24 10-1 9.5

10-3 22.4 5 . 10-1 5.5

5 . 10-3 18.4 1 4.08

10-2 16.4 10 0.7

Laju muatan sedimen dasar per unit lebar dasar sungai dapat dirumuskan

(23)

Laju muatan sedimen seluruh lebar dasar :

Qs

=

x W

………...………..…… (2.17)

5. SATO-KIKKAWA ASHIDA’S

Untuk perhitungan bed load, didasarkan pada hubungan antara

parameter hidrolis dengan Bed Load. Disini dipakai rumusan oleh

“Sato-Kikkawa Ashida”s” sebagai berikiut:

q

B

=

ф.

………. ………...(2.18)

Dengan ,

qB = Debit bed load persatuan waktu per satuan lebar sungai

(m3/detik/m)

ф = Konstanta yang besarnya dipengaruhi oleh koefisien kekasaran dan kondisi dari sungai.

Untuk n ≥ 0.025

ф

= 0.623

n < 0.025

ф

= 0.623(40,n)

-3,5 n = Koefisien kekasaran

τo = Tegangan geser di dasar sungai (kg/cm2)

τc = Tegangan kritis di dasar sungai (kg/cm2)

Tabel 2.3 Hubungan antar a dan f

f

0 1

0.2 0.97

0.4 0.85

(24)

=

g.I.R

;

τo

=

γ.d.S

Dengan ,

= Spesifik gravitasi (16.69665)

g = Percepatan gravitasi (9.8 m/detik2)

I = Gradien Energi

R = Jari-jari hidrolis (m)

γ = Berat jenis air (kg/m3)

d = Kedalaman air rata-rata (m)

s = Kemiringan dasar sungai

Tabel 2.4 Harga-harga Ψ dan τc

Diameter butir rata-

rata sedimen

(mm)

Ψ

Τc

(kg/cm2)

0.125 523.000 7,8 x 10-6

0.25 312.000 8,3 x 10-6

0.5 187.000 1,01 x 10-5

1 111.000 1,54 x 10-5

2 66.200 2,5 x 10-5

4 39.900 4,3 x 10-5

0.8 0.2

1 0.05

(25)

2.2.3 Muatan Melayang

Muatan ini merupakan material yang bergerak melayang-layang di dalam

aliran sungai dan tidak terpengaruh perubahan dasar sungai, tetapi dapat mengendap

di dalam waduk atau muara sungai.

Material ini terdiri dari butiran halus berukuran (≤ 0,10 mm). Untuk besarnya

debit sedimen dapat dihitung dengan rumus

Qs = 0,0864 . C . Q ……….……. (2.19)

Dengan ,

Qs = Debit sedimen (ton/hari) C = Konsentrasi (mg/l atau g/m3)

Q = Debit sungai (m3/detik)

2.2.4 Muatan Kikisan (Wash Load)

Muatan ini merupakan material halus berukuran (≤50 μ m) yang

ditransfortasikan dari daerah erosi sampai ke muara tanpa mengendap di dasar

sungai, jadi muatan ini melayang pada permukaan.

Untuk mengetahui besarnya sedimen transport di aliran sungai pada

umumnya yang ditinjau hanya muatan dasar dan muatan melayang, sedangkan

muatan kikis sudah termasuk dalam muatan melayang

2.3 Analisa Debit Rencana

Dalam menganalisa debit yang terdapat pada alur sungai digunakan beberapa

distribusi teoritis yang dipandang sangat berguna dalam perencanaan teknik. Untuk

(26)

1). Distribusi GUMBEL

Menurut Gumbel persoalan tertua yang berhubungan dengan

harga-harga ekstrim adalah datang dari persoalan banjir. Tujuan dari teori

statistik harga-harga ekstrim adalah untuk menganalisa hasil

pengamatan harga ekstrim tersebut untuk meramalkan

harga-harga ekstrim berikutnya.

XT = X + SX .K

Maka persamaan garis lurusnya :

Y =

a

(x- )

:

a

=

,

:x

0

=

-

, Dengan ,

Y = Variabel reduksi Gumbel

x = Debit maximum dengan peluang tertentu

≥ = Debit maximum rata-rata

s = Standart deviasi

Tabel 2.5 Harga Variabel Reduksi Gumbel Periode Ulang

T (tahun) Peluang Y

1.001 0.001 -1.93

1.005 0.005 -1.67

1.010 0.01 -1.53

1.050 0.05 -1.097

0.110 0.1 -0.834

1.250 0.2 -0.476

1.330 0.25 -0.326

1.430 0.3 -0.185

1.670 0.4 0.087

2.000 0.5 0.366

2.500 0.6 0.671

3.330 0.7 1.03

(27)

5.000 0.8 1.51 10.000 0.9 2.25 20.000 0.95 2.97 50.000 0.98 3.9 100.000 0.99 4.6 200.000 0.995 5.29 500.000 0.998 6.21 1.000.000 0.999 6.9 2). LOG PEARSON Type III

Distribusi Log Pearson Type III ini dengan menggunakan variat menjadi nilai logaritma (C.D. Soenarto,1993)

Log XT = Log ≥ + K.Slog x……….………...

(2.20)

Dengan,

XT = Curah dengan kala ulang T tahun ( mm )

Log X− = Harga Rata-rata

S log x = Standart deviasi

K = Koefisien yang harganya tergantung pada nilai koefisien

Kepencengan (Cs) dan return periode (T) Urutan perhitungan adalah sebagai berikut : a. Mencari harga Log X

n X X

Log

n

i

=

= 1

log

……….………... (2.21)

(28)

P

A q

Q = .

) 1 ( ) log (log 2 1 log − − =

= n X X S n i

x …..………... (2.22)

.

c. Mencari harga kepencengan (Cs)

3 3 log 1 ) 2 )( 1 ( ) log (log x n i S n n X X n Cs − − − ×

=

= ……….. (2.23)

2.3.1 Per hitungan Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana adalah debit banjir yang digunakan sebagai dasar untuk merencanakan tingkat pengamanan bahaya banjir pada suatu kawasan dengan penerapan angka-angka kemungkinan terjadinya banjir terbesar. Banjir rencana ini secara teoritis hanya berlaku pada satu titik di suatu ruas sungai, sehingga pada sepanjang ruas sungai akan terdapat besaran banjir rencana yang berbeda.

Untuk memecahkan permasalahan tersebut diatas terdapat sebuah metode untuk mendapatkan hidrograf tanpa data yang dibutuhkan. Soil Conservation Service, U.S. Department Of Agriculture (USDA SCS) pada tahun 1972 telah mengembangkan metode tersebut. Metode ini menggunakan parameter daerah pematusan.

US SCS mengembangkan suatu formula dengan koefisien empiris yang berhubungan dengan elemen dari unit hidrograf yang menggambarkan karakteristik daerah aliran sungai.

(29)

……….………...……….. (2.24)

Dengan ,

QP = Debit puncak ( m3/detik )

q = Hujan efektif ( mm )

A = Luas daerah tangkapan hujan ( km 2 ) TP = Waktu puncak ( jam )

2.4 Uji Kesesuaian Distr ibusi Fr ekuensi

Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit) distribusi frekuensi (empiris) dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang (frekuensi teoritis) yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi empiris tersebut, diperlukan pengujian secara statistik. Pemeriksaan uji kesesuaian bertujuan untuk mengetahui kebenaran dari suatu hipotesa sehingga diketahui :

1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau yang didapatkan secara teoritis.

2. Kebenaran hipotesa (hasil model distribusi diterima atau ditolak).

Terdapat dua cara pengujian yaitu uji Chi Kuadrat dan uji Kolomogorov-Smirnov. Pada umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara menggambar data pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus atau dengan memperbandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva frekuensi teoritisnya.

(30)

Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah di pilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang di analisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, oleh karena itu disebut dengan uji Chi-Square. Parameter X2dapat dihitung dengan rumus :

(

)

G −

1 =

i i

2 i i 2

E E O =

Xh ... (2.25)

Dengan ,

X h2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung

G = Jumlah sub-kelompok

Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-i

Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i Prosedur uji Chi-Square adalah :

1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya)

2. Kelompokkan data menjadi G sub-grup, tiap-tiap sub grup minimal 4 data pengamatan.

3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap sub-grup

4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei

Interpretasi hasilnya adalah :

a. Apabila peluang lebih besar dari 5 %, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima.

b. Apabila peluang lebih kecil dari 1 %, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.

(31)

2.4.2 Uji Smir nov - Kolomogorov

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Uji ini diperoleh dengan memplot data dan probabilitas dari data yang bersangkutan, serta hasil perhitungan empiris dalam bentuk grafis. Dari kedua hasil pengeplotan, dapat diketahui penyimpangan terbesar. Penyimpangan tersebut kemudian dibandingkan dengan penyimpangan kritis yang diijinkan.

2.5 Hidr olika Aliran

Perencanaan hidrolika aliran ditinjau terhadap dua macam kondisi aliran yaitu aliran seragam berlaku untuk saluran yang tidak dipengaruhi oleh pasang air laut dan aliran tidak seragam yaitu pada saluran dibagian muara dipengaruhi oleh adanya fluktuasi pasang surut air laut. Saluran-saluran yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut yaitu saluran drainase tersier, sekunder atau saluran drainase primer dibagian hulu, direncanakan berdasarkan prinsip aliran seragam.

Untuk saluran muara akan dipengaruhi oleh pasang dan surut air laut menyebabkan terjadi aliran tidak tetap atau aliran berubah beraturan, sehingga dibagian ini direncanakan berdasarkan konsep aliran tidak seragam.

2.6 Analisa Aliran Sungai

(32)

dihitung dengan rumus aliran seragam tanpa harus membagi-bagi penampang tersebut. Misalnya suatu saluran persegi panjang dengan dasar kayu dan dinding kaca akan memiliki nilai-nilai n yang berbeda untuk dasar dan dindingnya. Rumus Manning untuk saluran semacam ini, kadang-kadang perlu menghitung nilai n ekuivalen untuk keseluruhan keliling basah dan memasukan nilai ekuivalen ini untuk menghitung aliran bagi seluruh penampang.

Untuk penentuan kekasaran ekuivalen, luas basah dimisalkan dibagi menjadi N bagian dengan keliling basah masing-masing indeks P1,P2,P3,…..,PN dan koefisien

kekasaran n1, n2, n3,… nN. Persamaan tersebut dapat dilihat pada rumus 2.36 dan

2.37

n =

(

, , , .. . .. ,

)

………...(2.26)

n =

(

,

)

2/3

………... ...(2.27)

Dengan ,

P1, P2,…,PN = Keliling basah seksion 1, seksion 2 dan seksion N

P = Keling basah total = P1 + P2 + P3 +…..+PN

n = Koefisien Manning ekuivalen

n1,n2, ……,nN = Koefisien kekasaran Manning seksion1,2,….. dan N

P1

P2

P7

P6

P5

P n1

n2 n3

n4

n5 n6

(33)

2.7 Analisa Profil Aliran

Analisa profil aliran merupakan suatu cara untuk meramalkan bentuk umum dari profil aliran. Hal ini memungkinkan untuk mempelajari sebelumnya profil-profil aliran yang mungkin dapat terjadi di saluran yang direncanakan. Cara ini merupakan hal yang sangat penting dalam perencangan saluran untuk aliran berubah lambat laun. Perhitungan permukaan aliran berubah lambat laun pada dasarnya merupakan persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun. Tujuan utama dari perhitungan profil permukaan aliran adalah untuk menetukan bentuk lengkung pemukaan aliran berubah lambat laun dengan cara menghitung besarnya kedalaman aliran menurut jaraknya dari suatu penampang. Analisa profil aliran dilakukan dengan alat bantu program HEC-RAS 4.1 dengan metode tahapan langsung

Metode Tahapan Langsung (Direct Step)

Secara umum metode tahapan langsung dinyatakan dengan membagi aluran menjadi bagian-bagian aluran yang pendek, lalu menghitung secara bertahap dari satu ujung ke ujung saluran lainnya. Adapun metode tahapan langsung dapat diuraikan sebagai berikut :

A = ( b + zy ). Y ………...………..………. (2.28) P = b + 2y. (z2 + 1 )1/2 ………..…… (2.29)

P4

(34)

R = A / P ……….. (2.30) V = Q / A ..………..……….. (2.31) E = y + ( v2 / 2.g ) ………...………..……. (2.32) Sf = ( n2. v2 ) / ( R3/4 ) ...………... (2.33) Δ x = ( E ) / ( So ‒ Sf ) ……...………..…. (2.34) X = ∑ ( Dx ) …………...………... (2.35)

Dengan ,

E = Energi spesifik

Sf = Kemiringan gesek dasar saluran So = Kemiringan dasar asli saluran

Δ x = Panjang bagian saluran yang ditinjau

Datum

Gambar 2.2 Profil aliran suatu saluran if

iw

ib

∆x

ib∆x

h1

z2

z1

h2

hf = if

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Studi

Semua data pendukung dalam kegiatan penelitian ini diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Data yang diperlukan untuk melakukan pemodelan merupakan data sekunder. Data- data akan dikumpulkan melalui salinan data (copy) dari instansi yang terkait, dan pengadaan/ data/peta. Lokasi studi diperlihatkan pada lampiran.

3.2 Langkah - Langkah Pelaksanaan Penelitian Secara Sistimatis Langkah-langkah pelaksanaan peneitian meliputi beberapa hal. 3.2.1. Pengunpulan Data

a. Peta topografi

Peta topografi sangat penting dalam studi ini, peta yang telah di dapatkan dengan skala 1 : 25000, peta topografi sendiri bertujuan untuk melihat kontur yang ada dalam lokasi studi.

(36)

Data debit aliran yang diperlukan dari stasiun pencatat debit aliran Kali Porong, dengan periode tahun pengukuran dari Tahun 2008,2009, dan Tahun 2010.

c. Data Potongan Memanjang dan Potongan Melintang dari Kali Porong Tahun 2008-2010

Data potongan memanjang dan potongan melintang dari Kali Porong ini berfungsi untuk mengetahui penampang melintang dan memanjang dari Kali Porong.

d. Data sedimentasi pada Kali Porong

Data yang digunakan pada studi Tahun 2010. Data sedimen berfungsi untuk mengetahui volume sedimen yang terjadi pada Kali Porong juga dapat meliputi gradasi material yang sampel sedimen diambil pada KP-160.

Gambar 3.1 Gradasi Sedimen Tahun 2010

3.2.2. Analisa Data

(37)

Tabel 3.1 Analisa Distr ibusi Log Per son type III

Tahun Q (m3)

LOG

Q Q – Qr (m3) (Q - Qr)^3(m3) LOG Q - LOG Qr

(LOG Q - LOG Qr )^2

(LOG Q - LOG Qr )^ 3

1991 1052 3.022 78.660 486696.515 0.044 0.0019536 8.6350888000E-05 1992 1375 3.138 401.660 64800006.397 0.160 0.0256640 4.1113792080E-03 1993 943 2.974 -30.340 -27929.042 -0.004 0.0000144 -5.4872000000E-08 1994 1153 3.061 179.660 5798993.398 0.083 0.0069222 5.7593036800E-04 1995 733 2.865 -240.340 -13882872.829 -0.113 0.0127238 -1.4352491520E-03 1996 636 2.803 -337.340 -38388784.283 -0.175 0.0305550 -5.3410209920E-03 1997 575 2.759 -398.340 -63206605.317 -0.219 0.0478734 -1.0474708672E-02 1998 814.825 2.911 -158.515 -3983015.500 -0.067 0.0044622 -2.9807763200E-04 1999 836.596 2.922 -136.744 -2556975.033 -0.056 0.0031136 -1.7374111200E-04 2000 851.926 2.930 -121.414 -1789821.084 -0.048 0.0022848 -1.0921535200E-04 2001 939.782 2.973 -33.559 -37792.691 -0.005 0.0000230 -1.1059200000E-07 2002 1189.58 3.075 216.239 10111207.487 0.097 0.0094478 9.1833004800E-04 2003 901.5 2.954 -71.840 -370768.561 -0.024 0.0005664 -1.3481272000E-05 2004 1110.12 3.045 136.780 2558973.177 0.067 0.0045158 3.0346444800E-04 2005 968.417 2.986 -4.924 -119.353 0.008 0.0000672 5.5136800000E-07 2006 966.833 2.985 -6.507 -275.498 0.007 0.0000518 3.7324800000E-07 2007 1287.63 3.109 314.285 31043455.893 0.131 0.0172134 2.2584033280E-03 2008 1096.64 3.040 123.303 1874636.765 0.062 0.0038688 2.4064184800E-04 2009 1156.04 3.060 182.701 6098541.477 0.082 0.0067568 5.5541224800E-04 2010 879.917 2.944 -93.424 -815396.981 -0.034 0.0011424 -3.8614472000E-05

(38)

Dengan perhitungan sebagai berikut. Log Qt = Log Qrata + K . SD

Dengan,

K = koefisien simetris Log Person type III SD = Standart deviasi

Kemudian dilakukan perhitungan distribusi frekuensi sebagai berikut :

SD = Σ( )

SD = .

=

0.097122061

CS = Σ( )

( )( )

= ( . )

( )( ) . = -0.564

Setelah didapat nilai CS dan SD maka, dicari nilai CK CK = 1.5 x CS2 + 3

= 2.5296

Persyaratan pemakaian distribusi tersebut didasarkan pada nilai Koefisien

(39)

Tabel 3.2. Persyar atan Pemilihan Distr ibusi Fr ekuensi

Distr ibusi Fr ekwensi

Par ameter Data Statistik Koefisien Skewness (Cs)

Koefisien Kur tosis (Ck)

Gumbel 1.14 5.4

Distr ibusi Nor mal -0.015 ≤ Cs ≤ 0.05 2.7 ≤ Ck ≤ 3.3 Log Pear son type III Bebas* 1.5 Cs2 + 3

Sumber : Hidrologi Sri Harto BR ; Hidrologi Jilid 1 Soewarno

Jadi, penggunaan distribusi Log Person type III dinilai tepat, sehingga perhitungan dapat dilanjutkan guna mencari nilai K, pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Nilai K Distribusi Log Pearson type III

Cs

Periode Ulang ( Tahun )

2 5 10 25 50 100 200 1000 Peluang ( % )

(40)

Dari Tabel 3.3 didapat nilai K : K10th = 1.20512

K25th = 1.54048

K50th = 1.73824

K100 = 1.904

Lalu dicari nilai Qt = Log Qrata + K . SD

Log Q10th = 2.978 + (1.20512 x 0.097122061)

Q10th = 1244 m3/detik

Log Q25th = 2.978 + (1.54048 x 0.097122061)

Q25th = 1340.956 m3/detik

Log Q50th = 2.978 + (1.73824 x 0.097122061)

Q50th = 1401.591 m3/detik

Log Q100th = 2.978 + (1.904 x 0.097122061)

Q100th = 1454.522 m3/detik

-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675 -0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.294 2.675 -0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.201 2.540 -0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275 -0.7 0.166 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150 -0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035 -0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910 -1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800 -1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625 -1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465 -1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280 -1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130 -2.0 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000 -2.2 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910 -2.5 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802 -3.0 0.396 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668

(41)

3.2.3 Parameter Untuk Per ubahan Dasar Sungai

Parameter yang diatur dalam studi perubahan dasar sungai ialah : koefisien kekasaran manning, tegangan kritis, dan kedalaman gerusan (max depth). Dalam pembahasan ini digunakan koefisien nilai manning dengan asumsi antara : 0.02, 0.025, 0.03. Dari semua asumsi nilai manning tersebut dilakukan analisa kalibrasi dengan program HEC-RAS. Dengan memasukkan data input Kali Porong ke dalam software HEC-RAS. Data input yang dimaksud adalah data existing dasar Kali porong pada Tahun 2008. Kemudian setelah dianalisa dengan software HEC-RAS, sehingga dapat mengetahui seberapa besar kalibrasi Kali porong pada Tahun 2008, kalibrasi yang dilakukan juga tidak memasukkan besar nilai debit lateral dengan alasan perubahan yang terjadi tidak signifikan.

3.2.4. Per ubahan Dasar Kali Porong Akibat Pengaliran Sedimen Lumpur Ke Muara Pada Tahun 2008-2010

(42)

3.4.5. Kapasitas Kali Porong dar i Tahun 2008-2010

(43)

Dari semua penjelasan diatas maka secara sistematis dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Diagram Alur Pelaksanaan Studi MULAI

ANALISA DATA -. Debit rencana banjir

-. Parameter perubahan dasar

-. Perubahan dasar Tahun 2008-2010 -. Kapasitas penampang Tahun 2008-2010

Selesai DATA

- Peta Topografi

- Data debit aliran Kali Porong - Data gambar cross dan long section Kali Porong

(44)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Kalibr asi Tinggi Muka Air .

Setelah data-data yang dikumpulkan dan analisa telah selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya membahas permasalahan yang telah ditentukan. Permasalahan tersebut ialah mencari parameter model kalibrasi pada Kali Porong pada rentang waktu 2008. Yang dimaksud parameter kalibrasi disini adalah membandingkan nilai koefisien manning pada perhitungan debit hipotesa Kali Porong dengan perhitungan dengan program HEC-RAS 4.1. Dari perbandingan tersebut diambil koefisien yang terkecil. Perbandingan parameter model kalibrasi dilakukan dengan dua cara, yaitu perhitungan manual dan perhitungan dengan program HEC-RAS 4.1.

1. Perhitungan Manual.

(45)
(46)
(47)

Setelah menganalisa dan mengitung kedua Luas dan Keliling Basah cross section

tersebut. Didapat hasil seperti yang tertera pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Penampang Kali Porong (KP-1)

No.

Elevasi muka air (m)

Tinggi tinggi muka air (m)

Luas penampang

basah (m2)

Keliling penampang

basah (m) 1 19.496 10.0 1403.38 245.06 2 18.496 9.0 1163.18 240.923 3 17.496 8.0 926.05 237.356 4 16.496 7.0 692.15 232.004 5 15.496 6.0 470.02 207.29 6 14.496 5.0 275.34 185.221 7 13.496 4.0 131.95 77.1361 8 12.496 3.0 70.03 52.0871 9 11.496 2.0 27.42 31.1175 10 10.496 1.0 5.8 11.7729

Elevasi dasar sungai 9.496 m

Tabel 4.2 Penampang Kali Por ong (KP-5)

No. Elevasi muka air (m) Tinggi muka air (m) Luas penampang

basah (m2)

Keliling penampang

basah (m) 1 19.496 12.187 1234.431 198.339 2 18.496 11.187 1043.090 195.167 3 17.496 10.187 871.030 167.943 4 16.496 9.187 715.496 141.871 5 15.496 8.187 583.645 130.691 6 14.496 7.187 459.728 124.907 7 13.496 6.187 339.174 121.452 8 12.496 5.187 231.030 91.998 9 11.496 4.187 151.433 68.121 10 10.496 3.187 98.776 47.490

(48)

Setelah mengetahui Luasan dan keliling Basah dari cross section diatas, langkah selanjutnya adalah mencari nilai H ( tinggi muka air).

H = elevasi muka air – elevasi dasar saluran

Contoh : 19.496 - 9.496 = 10 m

Untuk kedepannya dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Nilai Tinggi Muka Air No. Tinggi muka

air KP-1 (m)

Tinggi muka air KP-5 (m)

Tinggi muka air r ata-r ata (m) 1 10.000 12.187 11.094 2 9.000 11.187 10.094 3 8.000 10.187 9.094 4 7.000 9.187 8.094 5 6.000 8.187 7.094 6 5.000 7.187 6.094 7 4.000 6.187 5.094 8 3.000 5.187 4.094 9 2.000 4.187 3.094 10 1.000 3.187 2.094

Dengan adanya data luasan dan keliling basah penampang, maka proses selanjutnya adalah menghitung debit hipotesa, dengan asumsi nilai koefisien manning yaitu : 0.02; 0.025; 0.03.

Kemiringan dasar saluran sebesar = 0.052607217 I = ∆

;

panjang saluran = 790.2384

I = . .

(49)

Kemudian data-data tersebut diolah kembali guna mencari debit hipotesa. Debit hipotesa sendiri menggunakan rumus :

Q

=

Perhitungan diatas menggunakan asumsi koefisien manning : 0.02, 0.025, 0.03

Contoh perhitungan untuk manning 0.02

Q =

. 3.283 0.0 53 1318.906

Q = 11390.155 m3/detik

Tabel 4.4 Debit Hipotesa dengan asumsi nilai manning = 0.02

No. A (m2) P (m) I Q (m3/detik) 1 1318.906 221.699 3.283 0.002767519 11390.155 2 1103.135 218.045 2.947 0.002767519 8551.298 3 898.540 202.649 2.699 0.002767519 6378.927 4 703.823 186.938 2.420 0.002767519 4480.466 5 526.833 168.991 2.134 0.002767519 2957.296 6 367.534 155.064 1.778 0.002767519 1718.584 7 235.562 99.294 1.779 0.002767519 1102.153 8 150.530 72.043 1.634 0.002767519 647.135 9 89.427 49.619 1.481 0.002767519 348.357 10 52.288 29.631 1.460 0.002767519 200.840

Contoh perhitungan untuk manning 0.025

Q =

. 3.2 83 0.05 3 1318.906
(50)

Tabel 4.5 Debit Hipotesa dengan asumsi nilai manning = 0.025 No. A (m2) P (m) I Q (m3/detik) 1 1318.906 221.699 3.283 0.002767519 9112.124 2 1103.135 218.045 2.947 0.002767519 6841.038 3 898.540 202.649 2.699 0.002767519 5103.141 4 703.823 186.938 2.420 0.002767519 3584.373 5 526.833 168.991 2.134 0.002767519 2365.836 6 367.534 155.064 1.778 0.002767519 1374.867 7 235.562 99.294 1.779 0.002767519 881.722 8 150.530 72.043 1.634 0.002767519 517.708 9 89.427 49.619 1.481 0.002767519 278.686 10 52.288 29.631 1.460 0.002767519 160.672

Contoh perhitungan untuk manning 0.03

Q =

. 3.283 0.0 53 1318.906

Q = 7593.437 m3/detik

Tabel 4.6 Debit Hipotesa dengan asumsi nilai manning 0.03

(51)

2. Perhitungan HEC-RAS 4.1

Menurut user manual RAS 4.1, perhitungan dengan program HEC-RAS 4.1 dilakukan dengan cara memasukkaan data cross section , asumsi koefisien manning, data debit hipotesa dan data boundary condition. Data boundary condition

menggunakan tinggi muka air di hilir sebesar 1.2 m.

Langkah 1 : Memasukkan data cross section pada geometric data HEC-RAS

(52)

Gambar 4.4 Data input cross section

Langkah 2. Ubah nilai koefisien manning sesuai dengan asumsi yang ada

(53)

Langkah 3. Masukkan nilai debit pada perhitungan manual pada edit steady flow

Gambar 4.6 Data debit manual

Langkah 4. Run setelah semua data dimasukkan pada run steady flow data

`

(54)

Langkah 5. Menganalisa elevasi muka air pada cross section 1 dan 5

Gambar 4.8 Penampang hasil run HEC-RAS

Tabel 4.7 Hasil output running HEC-RAS dengan nilai manning n = 0.02

No. Manning Q (m3/detik)

(55)

Tabel 4.8 Hasil output running HEC-RAS dengan nilai manning n = 0.025

No. Manning Q (m3/detik)

Elevasi muk a air r ata-r ata (m) 1 0.02 9112.124 26.185 2 0.02 6841.038 24.250 3 0.02 5103.141 22.600 4 0.02 3584.373 20.935 5 0.02 2365.836 19.290 6 0.02 1374.867 17.540 7 0.02 881.722 16.450 8 0.02 517.708 15.490 9 0.02 278.686 14.730 10 0.02 160.672 14.110

Tabel 4.9 Hasil output running HEC-RAS dengan nilai manning n = 0.03

No. Manning Q (m3/detik)

Elevasi muka air r ata-rata (m) 1 0.02 7593.437 26.015 2 0.02 5700.865 24.125 3 0.02 4252.618 22.500 4 0.02 2986.977 20.855 5 0.02 1971.530 19.225 6 0.02 1145.722 17.490 7 0.02 734.769 16.410 8 0.02 431.423 15.455 9 0.02 232.238 14.710 10 0.02 133.894 14.095

Langkah 6. Mencari nilai tinggi muka air pada perhitungan dengan HEC-RAS

Contoh perhitungan tinggi muka air hasil running HEC-RAS, n = 0.02

H = Elevasi muka air (HEC-RAS) – Elevasi dasar saluran

(56)

Tabel 4.10 Tinggi muka air hasil output HEC-RAS n = 0.02 n = 0.025 n = 0.03

H1 18.103 17.783 17.613 H2 16.103 15.848 15.723 H3 14.393 14.198 14.098 H4 12.698 12.533 12.453 H5 11.023 10.888 10.823 H6 9.233 9.138 9.088 H7 8.128 8.048 8.008 H8 7.148 7.088 7.053 H9 6.363 6.328 6.308 H10 5.733 5.708 5.693

Setelah dua perhitungan diatas sudah dilakukan maka, tindakan selanjutnya yaitu membandingkan nilai tinggi muka air perhitungan manual dengan HEC-RAS dalam bentuk grafik pada gambar 4.9

Gambar 4.9 Perbandingan koefisien manning

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

T in g g i m u k

a a

ir

(m

)

Debit hipotesa (m3/detik)

(57)

Guna mencari nilai manning yang tepat, maka tindakan selanjutnya mencari simpangan dari grafik diatas, dengan menggunakan selisih tinggi muka air perhitungan manual dengan perhitungan HEC-RAS

Δ H = H perhitungan HEC-RAS – H perhitungan manual

Δ H = 18.103 - 11.094

Δ H = 7.009 m

Untuk perhitungan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.11

Tabel 4.11 Selisih Tinggi muka air

n = 0.02 n = 0.025 n = 0.03 Tinggi muka air manual Tinggi muka air HEC-RAS Selisih tinggi muka air Tinggi muka air manual Tinggi muka air HEC-RAS Selisih tinggi muka air Tinggi muka air manual Tinggi muka air HEC-RAS Selisih tinggi muka air 11.0935 18.1025 7.009 11.0935 17.7825 6.689 11.0935 17.6125 6.519 10.0935 16.1025 6.009 10.0935 15.8475 5.754 10.0935 15.7225 5.629 9.0935 14.3925 5.299 9.0935 14.1975 5.104 9.0935 14.0975 5.004 8.0935 12.6975 4.604 8.0935 12.5325 4.439 8.0935 12.4525 4.359 7.0935 11.0225 3.929 7.0935 10.8875 3.794 7.0935 10.8225 3.729 6.0935 9.2325 3.139 6.0935 9.1375 3.044 6.0935 9.0875 2.994 5.0935 8.1275 3.034 5.0935 8.0475 2.954 5.0935 8.0075 2.914 4.0935 7.1475 3.054 4.0935 7.0875 2.994 4.0935 7.0525 2.959 3.0935 6.3625 3.269 3.0935 6.3275 3.234 3.0935 6.3075 3.214 2.0935 5.7325 3.639 2.0935 5.7075 3.614 2.0935 5.6925 3.599 Δ H 42.985 Δ H 41.62 Δ H 40.92

(58)

4.2 Per ubahan Dasar Kali Porong Akibat Pengaliran Lumpur Sidoar jo Ke Muara.

4.2.1 Pengaturan Par ameter Kalibrasi Per ubahan Dasar Sungai

Gambar 4.10 Skema aliran sungai yang diamati

Pembahasan selanjutnya adalah menganalisa perubahan dasar Kali Porong dengan program HEC-RAS 4.1. Parameter yang berpengaruh dalam perhitungan elevasi dasar adalah kedalaman maksimum (max depth) dan tegangan kritis (τ). Pada studi ini, kalibrasi perubahan dasar sungai menggunakan data geometri Tahun 2010, data sedimen Tahun 2010, dan data debit Tahun 2010. Hasil output HEC-RAS 4.1 dibandingkan dengan hasil pengukuran untuk memperoleh kalibrasi yang tepat. Parameter yang digunakan yaitu :

τ = 0.02; 0.039, 0.05 (kg/cm2)

max depth = kedalaman 0 meter – 13 meter.

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Memasukkan data gradasi material dasar sungai pada program HEC-RAS, data yang dimasukkan ialah data finer.

.

Hulu (KP-1) KP-155

Aliran sedimen KP-160

(59)

Gambar 4.11 Bed Gradation

2. Memasukkan data kedalaman maksimum (max depth) pada tiap penampang.

(60)

3. Masukkan data-data studi pada menu Transport function calibration and modification.

Gambar 4.13 Transport Function Calibration

4. Masukkan data-data studi pada menu quasi-unsteady flow

(61)

5. Setelah data-data dimasukkan, kemudian klik menu Sediment transport analysis.

Gambar 4.15 Running sediment transport

6. Mengkalibrasi parameter max depth dan tegangan kritis dengan beberapa percobaan yang bertujuan mencari elevasi dasar hasil running HEC-RAS, yang kemudian hasil running tersebut dibandingkan dengan elevasi dasar hasil pengamatan. Hasil perbandingan dapat dilihat pada Gambar 4.16, 4.17, 4.18, 4.19 4.20, 4.21, dan 4.22

Tabel 4.12 Komparasi antar a pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 0 dan τ = 0.039

KP max

depth (m) τ (kg/cm

2

) Pengamatan (m)

HEC-RAS (m)

selisih elevasi dasar (m)

(62)

210 0 0.039 -5.321 -3.866 1.455 215 0 0.039 -6.388 -4.278 2.110 220 0 0.039 -7.114 -4.315 2.799 225 0 0.039 -5.675 -3.794 1.881 230 0 0.039 -6.393 -4.456 1.937 235 0 0.039 -5.963 -3.682 2.281 240 0 0.039 -4.765 -4.685 0.080 245 0 0.039 -5.502 -3.838 1.664 250 0 0.039 -4.638 -3.363 1.275 255 0 0.039 -3.077 -1.782 1.295 260 0 0.039 -2.870 -1.798 1.072 Σ selisih elevasi dasar 44.568

Gambar 4.16 Perubahan dasar antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 0 dan τ = 0.039

Tabel 4.13 Komparasi antar a pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth

= 10 dan τ = 0.039 KP max

depth (m) τ (kg/cm

2) Pengamatan

(m)

HEC-RAS (m)

selisih elevasi dasar (m)

155 10 0.039 -1.942 -1.621 0.321 160 10 0.039 -4.145 -1.611 2.534 165 10 0.039 -5.492 -2.528 2.964

-8.000 -7.000 -6.000 -5.000 -4.000 -3.000 -2.000 -1.000 0.000 1 5 5 1 6 0 1 6 5 1 7 0 1 7 5 1 8 0 1 8 5 1 9 0 1 9 5 2 0 0 2 0 5 2 1 0 2 1 5 2 2 0 2 2 5 2 3 0 2 3 5 2 4 0 2 4 5 2 5 0 2 5 5 2 6 0 E le va si Da sa r (m ) KP

Pengam at an

(63)

170 10 0.039 -5.722 -1.837 3.885 175 10 0.039 -5.878 -2.307 3.571 180 10 0.039 -4.312 -1.474 2.838 185 10 0.039 -3.114 -2.172 0.942 190 10 0.039 -3.705 -1.506 2.199 195 10 0.039 -4.538 -2.754 1.784 200 10 0.039 -4.909 -3.326 1.583 205 10 0.039 -5.715 -3.955 1.760 210 10 0.039 -5.321 -3.542 1.779 215 10 0.039 -6.388 -4.020 2.368 220 10 0.039 -7.114 -4.111 3.003 225 10 0.039 -5.675 -3.582 2.093 230 10 0.039 -6.393 -4.257 2.136 235 10 0.039 -5.963 -3.441 2.522 240 10 0.039 -4.765 -4.480 0.285 245 10 0.039 -5.502 -3.614 1.888 250 10 0.039 -4.638 -3.157 1.481 255 10 0.039 -3.077 -1.568 1.509 260 10 0.039 -2.870 -1.798 1.072 Σ selisih elevasi dasar 44.517

Gambar 4.17 Perubahan dasar antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 10 dan τ = 0.039

(64)

Tabel 4.14 Komparasi antar a pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.02

KP max

depth (m) τ (kg/cm

2) Pengamatan

(m)

HEC-RAS (m)

selisih elevasi dasar (m)

155 5 0.02 -1.942 -1.656 0.286 160 5 0.02 -4.145 -1.622 2.523 165 5 0.02 -5.492 -2.534 2.958 170 5 0.02 -5.722 -1.832 3.890 175 5 0.02 -5.878 -2.306 3.572 180 5 0.02 -4.312 -1.466 2.846 185 5 0.02 -3.114 -2.167 0.947 190 5 0.02 -3.705 -1.501 2.204 195 5 0.02 -4.538 -2.749 1.789 200 5 0.02 -4.909 -3.322 1.587 205 5 0.02 -5.715 -3.951 1.764 210 5 0.02 -5.321 -3.537 1.784 215 5 0.02 -6.388 -4.016 2.372 220 5 0.02 -7.114 -4.108 3.006 225 5 0.02 -5.675 -3.576 2.099 230 5 0.02 -6.393 -4.255 2.138 235 5 0.02 -5.963 -3.439 2.524 240 5 0.02 -4.765 -4.510 0.255 245 5 0.02 -5.502 -3.613 1.889 250 5 0.02 -4.638 -3.157 1.481 255 5 0.02 -3.077 -1.567 1.510 260 5 0.02 -2.870 -1.798 1.072 Σ selisih elevasi dasar 44.496

Gambar 4.18 Perubahan dasar antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.02

(65)

Tabel 4.15 Komparasi antar a pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth

= 5 dan τ = 0.05 KP max

depth (m) τ (kg/cm

2) Pengamatan

(m)

HEC-RAS (m)

selisih elevasi dasar (m)

155 5 0.05 -1.942 -1.656 0.286 160 5 0.05 -4.145 -1.622 2.523 165 5 0.05 -5.492 -2.534 2.958 170 5 0.05 -5.722 -1.832 3.890 175 5 0.05 -5.878 -2.306 3.572 180 5 0.05 -4.312 -1.466 2.846 185 5 0.05 -3.114 -2.167 0.947 190 5 0.05 -3.705 -1.501 2.204 195 5 0.05 -4.538 -2.749 1.789 200 5 0.05 -4.909 -3.322 1.587 205 5 0.05 -5.715 -3.951 1.764 210 5 0.05 -5.321 -3.537 1.784 215 5 0.05 -6.388 -4.016 2.372 220 5 0.05 -7.114 -4.108 3.006 225 5 0.05 -5.675 -3.576 2.099 230 5 0.05 -6.393 -4.255 2.138 235 5 0.05 -5.963 -3.439 2.524 240 5 0.05 -4.765 -4.510 0.255 245 5 0.05 -5.502 -3.613 1.889 250 5 0.05 -4.638 -3.157 1.481 255 5 0.05 -3.077 -1.567 1.510 260 5 0.05 -2.870 -1.798 1.072 Σ selisih elevasi dasar 44.496

Gambar 4.19 Perubahan dasar antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.05

-8.000 -7.000 -6.000 -5.000 -4.000 -3.000 -2.000 -1.000 0.000 1 5 5 1 6 0 1 6 5 1 7 0 1 7 5 1 8 0 1 8 5 1 9 0 1 9 5 2 0 0 2 0 5 2 1 0 2 1 5 2 2 0 2 2 5 2 3 0 2 3 5 2 4 0 2 4 5 2 5 0 2 5 5 2 6 0 E leva si Da sa r (m )

KP

Pengam at an

(66)

Tabel 4.16 Komparasi antar a pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth

= 5 dan τ = 0.039 KP max

depth (m) τ (kg/cm

2) Pengamatan

(m)

HEC-RAS (m)

selisih elevasi dasar (m)

155 5 0.039 -1.942 -1.656 0.286 160 5 0.039 -4.145 -1.622 2.523 165 5 0.039 -5.492 -2.534 2.958 170 5 0.039 -5.722 -1.832 3.890 175 5 0.039 -5.878 -2.306 3.572 180 5 0.039 -4.312 -1.466 2.846 185 5 0.039 -3.114 -2.167 0.947 190 5 0.039 -3.705 -1.501 2.204 195 5 0.039 -4.538 -2.749 1.789 200 5 0.039 -4.909 -3.322 1.587 205 5 0.039 -5.715 -3.951 1.764 210 5 0.039 -5.321 -3.537 1.784 215 5 0.039 -6.388 -4.016 2.372 220 5 0.039 -7.114 -4.108 3.006 225 5 0.039 -5.675 -3.576 2.099 230 5 0.039 -6.393 -4.255 2.138 235 5 0.039 -5.963 -3.439 2.524 240 5 0.039 -4.765 -4.510 0.255 245 5 0.039 -5.502 -3.613 1.889 250 5 0.039 -4.638 -3.157 1.481 255 5 0.039 -3.077 -1.567 1.510 260 5 0.039 -2.870 -1.798 1.072 Σ selisih elevasi dasar 44.496

Gambar 4.20 Perubahan dasar antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = 5 dan τ = 0.039

(67)

Tabel 4.17 Komparasi antar a pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth

= r andom dan τ = 0.039 KP max

depth (m) τ (kg/cm

2) Pengamatan

(m)

HEC-RAS (m)

selisih elevasi dasar (m)

155 9 0.039 -1.942 -1.656 0.286 160 9 0.039 -4.145 -1.621 2.524 165 9 0.039 -5.492 -2.534 2.958 170 9 0.039 -5.722 -1.832 3.890 175 9 0.039 -5.878 -2.307 3.571 180 9 0.039 -4.312 -1.466 2.846 185 13 0.039 -3.114 -2.167 0.947 190 13 0.039 -3.705 -1.501 2.204 195 13 0.039 -4.538 -2.750 1.788 200 13 0.039 -4.909 -3.322 1.587 205 13 0.039 -5.715 -3.951 1.764 210 13 0.039 -5.321 -3.537 1.784 215 13 0.039 -6.388 -4.015 2.373 220 13 0.039 -7.114 -4.108 3.006 225 13 0.039 -5.675 -3.576 2.099 230 13 0.039 -6.393 -4.255 2.138 235 5 0.039 -5.963 -3.439 2.524 240 5 0.039 -4.765 -4.530 0.235 245 5 0.039 -5.502 -3.613 1.889 250 5 0.039 -4.638 -3.157 1.481 255 5 0.039 -3.077 -1.566 1.511 260 5 0.039 -2.870 -1.798 1.072 Σ selisih elevasi dasar 44.477

Gambar 4.21 Perubahan dasar antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = random dan τ = 0.039

-8.000 -7.000 -6.000 -5.000 -4.000 -3.000 -2.000 -1.000 0.000 1 5 5 1 6 0 1 6 5 1 7 0 1 7 5 1 8 0 1 8 5 1 9 0 1 9 5 2 0 0 2 0 5 2 1 0 2 1 5 2 2 0 2 2 5 2 3 0 2 3 5 2 4 0 2 4 5 2 5 0 2 5 5 2 6 0 E leva si Da sa r (m )

KP

Pengam at an

(68)

Tabel 4.18 Komparasi antar a pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth

= r andom dan τ = 0.05 KP max

depth (m) τ (kg/cm

2) Pengamatan

(m)

HEC-RAS (m)

selisih elevasi dasar (m)

155 9 0.05 -1.942 -1.637 0.305 160 9 0.05 -4.145 -1.608 2.537 165 9 0.05 -5.492 -2.524 2.968 170 9 0.05 -5.722 -1.827 3.895 175 9 0.05 -5.878 -2.306 3.572 180 9 0.05 -4.312 -1.466 2.846 185 2 0.05 -3.114 -2.166 0.948 190 2 0.05 -3.705 -1.501 2.204 195 2 0.05 -4.538 -2.750 1.788 200 2 0.05 -4.909 -3.322 1.587 205 2 0.05 -5.715 -3.951 1.764 210 2 0.05 -5.321 -3.537 1.784 215 2 0.05 -6.388 -4.015 2.373 220 2 0.05 -7.114 -4.108 3.006 225 2 0.05 -5.675 -3.576 2.099 230 2 0.05 -6.393 -4.255 2.138 235 2 0.05 -5.963 -3.440 2.523 240 2 0.05 -4.765 -4.512 0.253 245 2 0.05 -5.502 -3.613 1.889 250 2 0.05 -4.638 -3.157 1.481 255 2 0.05 -3.077 -1.567 1.510 260 2 0.05 -2.870 -1.798 1.072 Σ selisih elevasi dasar 44.543

Gambar 4.22 Perubahan dasar antara pengamatan dengan HEC-RAS dengan max depth = random dan τ = 0.05

-8.000 -7.000 -6.000 -5.000 -4.000 -3.000 -2.000 -1.000 0.000 1 5 5 1 6 0 1 6 5 1 7 0 1 7 5 1 8 0 1 8 5 1 9 0 1 9 5 2 0 0 2 0 5 2 1 0 2 1 5 2 2 0 2 2 5 2 3 0 2 3 5 2 4 0 2 4 5 2 5 0 2 5 5 2 6 0 E lev a si Da sa r (m )

KP

Pengam at an

(69)

Dari beberapa kali melakukan pengaturan parameter τ dan max depth diperoleh parameter yang jumlah komulativ selisih elevasi dasar antara hasil running HEC-RAS dan hasil pengamatan terkecil yaitu pada gambar 4.21 dengan jumlah nilai selisih elevasi dasar 44.543, dengan max depth = random dan τ = 0.039

4.2.2 Per bandingan Per ubahan dasar Kali Porong Tahun 2008 - 2010

Parameter yang diperoleh digunakan untuk mengetahui perubahan dasar Kali Porong pada Tahun 2008 – 2010. Hasil running dapat dilihat pada gambar 4.23.

(70)

4.3 Kapasitas Kali Porong dar i Tahun 2008 - 2010

Pada pembahasan selanjutnya, dilakukan analisis perubahan kapasitas Kali Porong yang terjadi antara rentang waktu Tahun 2008-2010 dengan menggunakan program HEC-RAS 4.1. Perubahan kapasitas Kali Porong tersebut menunjukkan perubahan kapasitas yang terjadi akibat aliran Lumpur Sidoarjo yang terjadi pada Tahun 2008. Ditambah dengan analisa debit banjir rencana 50 tahun dan debit banjir rencana 100 tahun guna mengetahui kapasitas penampang Kali Porong dengan debit banjir rencana.

(71)

KP Debit Tahun 2008

(72)
(73)

Gambar 4.24 Perubahan kapasitas debit dalam Tahun 2008

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260

Deb

it

(m

3/s)

Cross Section

Des-08

Nop-08

Okt -08

Sep-08

Agust-08

Jul-08

Jun-08

M ei-08

Apr-08

M ar-08

Feb-08

(74)

Tabel 4.20 Debit Tahun 2009

KP Debit Tahun 2009

(75)
(76)

Gambar 4.25 Perubahan kapasitas debit dalam Tahun 2009

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260

De

b

it

(m

3/s)

Cross Section

Des-09

Nop-09

Okt -09

Sep-09

Agust -09

Jul-09

Jun-09

M ei-09

Apr-09

M ar-09

Feb-09

(77)

Tabel 4.21 Debit Tahun 2010

KP Debit Tahun 2010

(78)
(79)

Gambar

Gambar 2.2  Profil aliran suatu saluran
Tabel 3.1  Analisa Distribusi Log Person type III
Tabel 3.2. Persyaratan Pemilihan Distribusi Frekuensi
Gambar 3.2 Diagram Alur  Pelaksanaan Studi
+7

Referensi

Dokumen terkait

pada uji daya serap air bata dihasilkan nilai sebesar 15,947% dengan persentase campuran 4.223% lumpur Porong, pada pemasangan bata tersebut tidak memerlukan perendaman

Bencana lumpur panas yang menyembur dari sepetak sawah di Desa siring, kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, membawa kerugian yang sangat besar bagi penduduk yang

Hasil analisis parameter fisika kimia perairan pada Tabel 1 terlihat bahwa pada masing-masing sampel air laut yang diambil di Perairan Porong Sidoarjo memiliki

September 2006 setelah air lumpur dibuang ke laut melalui Kali Porong, persoalan muncul yakni kematian ikan dan biota air lainnya di sepanjang Kali Porong. Hasil

Formula yang paling cocok untuk perhitungan perubahan garis pantai di sekitar muara kali Porong adalah formula transpor sedimen sepanjang pantai dari Komar,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penyebaran dan besar konsentrasi sedimen tersuspensi (TSS) di muara Sungai Porong selama 15 hari dengan model SED2D dari software

Hasil analisis parameter fisika kimia perairan pada Tabel 1 terlihat bahwa pada masing-masing sampel air laut yang diambil di Perairan Porong Sidoarjo memiliki

Zoning dilakukan dengan cara melakukan survei lapangan secara langsung untuk melihat kondisi pembuangan lumpur Lapindo di Sungai Porong. Setelah dilakukan