STRUKTUR AKTIVA, UKURAN PERUSAHAN DAN
PERTUMBUHAN PERUSAHAN TERHADAP
KEBIJ AKAN HUTANG
(Studi Kasus Pada Perusahaan Food & Beverages Yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011)
USULAN PENELITIAN
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ J awa Timur
Untuk Menyusun Skripsi S-1 Program Studi Manajemen
Diajukan Oleh
:
DIMAS CHANDRA SAPUTRA
0912010142/FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “
J AWA TIMUR
KEBIJ AKAN HUTANG
(Studi Kasus Pada Perusahaan Food & Beverages Yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011)
SKRIPSI
Diajukan Oleh
:
DIMAS CHANDRA SAPUTRA
0912010142/FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “
J AWA TIMUR
ANALISIS PENGARUH BLOCKHOLDER OWNERSHIP,
STRUKTUR AKTIVA, UKURAN PERUSAHAN DAN
PERTUMBUHAN PERUSAHAN TERHADAP
KEBIJ AKAN HUTANG
(Studi Kasus Pada Perusahaan Food & Beverages Yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011)
Disusun Oleh :
DIMAS CHANDRA SAPUTRA 0912010142/FE/EM
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 03 Mei 2013
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Dr. Ali Maskun, MS Dr. Ali Maskun, MS
NIP. 195405091983031001 NIP. 195405091983031001
Sekertaris
Sugeng Purwanto, SE,MM NIP. 196801081989031001 Anggota
Dra. Ec. Siti Aminah, MM NIP. 196107121988032001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi
melimpahkan rahmat, hidayah serta karunianya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh
Blockholder Ownership, Struktur Aktiva, Ukur an Perusahaan, dan
Pertumbuhan Perusahaan Ter hadap Kebijakan Hutang (Studi Kasus Pada
Perusahaan Food & Beverages Yang Ter daftar di Bur sa Efek Indonesia
periode 2008-2011)” dengan baik sebagai salah satu syarat dalam memeroleh
gelar Sarjana Ekonomi (S1) Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat sesuai dengan apa yang diharapkan penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kata
sempurna, hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang
dimiliki penulis. Penulisan skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya
bantuan dukungan, dorongan, bimbingan, nasehat dan doa dari berbagai pihak
selama proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM selaku Dekan Fakultas
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
4. Bapak Dr. H. Ali Maskun, SE, MS selaku pembimbing yang dengan
penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi dan saran yang sangat
membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang
telah memberikan ilmunya.
6. Bapak, Ibu, kakak dan keluarga besar tercinta, terimakasih atas kasih
sayang, doa, motivasi, nasihat dan semangat selama ini, sehingga semua
proses perkuliahan terlewati dengan lancar.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dan memperlancar proses penelitian dari awal sampai
selesainya penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat dibutuhkan. Namun demikian, merupakan harapan bagi
penulis bila karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan
menjadi suatu karya yang dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Surabaya, Maret 2013
ABSTRAK... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Penelitian Terdahulu ... 13
2.2 Tinjauan Teori ...18
2.2.1 Struktur Modal ... 18
2.2.2 Teori Keagenan ... 23
2.2.3 Kebijakan Hutang ... 25
2.2.4 Blockholder Owenership ... 27
2.2.5 Struktur Aktiva ... 29
2.2.6 Ukuran Perusahaan ... 30
2.3.1 Pengaruh Blockholder Owenrship Terhadap Kebijakan
Hutang... 32
2.3.2 Pengaruh Struktur Aktiva Terhadap Kebijakan Hutang... 33
2.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang ...33
2.3.4 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang ... 34
2.4 Kerangka Konseptual ………...35
2.5 Hipotesis ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37
3.1.1 Variabel Penelitian ... 37
3.1.2 Definisi Operasional ... 38
3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 41
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...43
3.3.1 Jenis dan Sumber Data ………..43
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44
3.5 Metode Analisis Data ... 44
3.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 44
3.5.1.1 Uji Normalitas ... 44
3.5.4 Uji Hipotesis ... 50
3.5.4.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 50
3.5.4.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 51
BAB IV HASIL DAN ANALISIS ... 53
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 53
4.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 55
4.3 Analisis Data ... 57
4.3.1 Uji Asumsi Klasik ... 57
4.3.1.1 Uji Normalitas ... 57
4.3.1.2 Uji Multikolinieritas ... 59
4.3.1.3 Uji Autokorelasi ... 60
4.3.1.4 Uji Heteroskedastisitas ... 61
4.3.2 Analisis Regresi Berganda ... 63
4.3.3 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 65
4.3.4 Uji Hipotesis ... 66
4.3.4.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 66
4.4.1 Interpretasi Hasil Pengaruh Blockholder Ownership
Terhadap Kebijakan Hutang ... 73
4.4.2 Interpretasi Hasil Pengaruh Struktur Aktiva Terhadap Kebijakan Hutang ...74
4.4.3 Interpretasi Hasil Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang ... 75
4.4.4 Interpretasi Hasil Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang ... 76
BAB V PENUTUP ... 77
5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
ABSTRAKSI
Kebijakan hutang digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen sekaligus memberikan jalur pengambilan keputusan yang lebih terstruktur. Selama tahun 2008 - 2011 pada perusahaan food & beverages terjadi fluktuasi pada tingkat kebijakan hutang dan beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya blockholder ownership, struktur aktiva, ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh blockholder ownership, struktur aktiva, ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan hutang.
Populasi penelitian yang digunakan sebanyak 18 perusahaan food & beverages yang terdaftar di BEI dengan sampel penelitian 15 perusahaan.
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu metode penentuan
jumlah sampel yang diambil secara acak berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Analisis yang digunakan yaitu analisis regresi berganda untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen baik secara bersama-sama maupun secara individu. Sebelum diuji dengan regresi linier berganda terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur aktiva dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang, Sedangkan dua variabel lain yaitu blockholder ownership berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang, pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan menggunakan dana yang bersumber dari pihak internal
dan eksternal untuk menjalankan operasinya. Sumber pendanaan internal
dapat diperoleh dari modal pemilik perusahaan dan laba ditahan, sedangkan
sumber dana eksternal berasal dari pemegang saham dan kreditur. Perusahaan
cenderung lebih menyukai berhutang daripada menjual saham untuk
kebutuhan dana jangka pendek, karena hutang memiliki biaya berupa tingkat
bunga yang harus dibayarkan yang dapat mengurangi laba perusahaan yang
kemudian akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada
pemerintah. Namun, pada titik tertentu, hutang justru akan menimbulkan
risiko, yaitu pada saat perusahaan berhutang lebih tinggi dari aktiva yang
menjamin hutang tersebut, sehingga perusahaan tidak dalam keadaan likuid,
dan terancam mengalami kesulitan keuangan.
Menurut Mamduh (2004) perusahaan dinilai berisiko apabila
memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya
apabila perusahaan menggunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali
perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal
yang dapat meningkatkan operasional perusahaan. Berdasarkan alasan
tersebut manajer dituntut untuk lebih berhati-hati dalam penentuan
semakin tinggi hutang semakin tinggi beban kebangkrutan. Berdasarkan
asumsi umum pecking order theory dan trade of theory seharusnya
penggunaan hutang rendah. Namun kenyataannya banyak perusahaan yang
masih menggunakan hutang yang tinggi.
Kebijakan hutang merupakan bagian dari pertimbangan dalam
struktur modal. Strutur modal perusahaan adalah komposisi antara hutang
dengan ekuitas. Penentuan struktur modal merupakan kebijakan yang
diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber dana
sehingga dapat digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Dana
yang berasal dari hutang mempunyai biaya modal dalam bentuk biaya
bunga, karena itu diharapkan perusahaan mampu melakukan
keseim-bangan struktur modal secara optimal termasuk kebijakan hutang yang
dapat meminimalkan biaya modal dan menghindari terjadinya konflik
antara pemegang saham dengan manajemen, karena keputusan yang
diambil oleh manajemen dalam pencarian sumber dana tersebut sangat
dipengaruhi juga oleh para pemilik/pemegang saham. Besarnya komposisi
dari hutang dan modal sendiri serta biaya yang ditimbulkan itulah yang
perlu dipertimbangkan oleh manajemen, apakah akan memperbesar rasio
hutang, ataukah memperkecil rasio hutang. Peningkatan rasio hutang,
apabila biaya hutang relatif lebih kecil daripada biaya modal sendiri,
demikian sebaliknya.
Pertentangan kepentingan antara manajer, pemegang saham dan
problem) terjadi karena adanya pemisahan fungsi kepemilikan dan fungsi
pengelolaan perusahaan, yang sering menimbulkan konflik. (Jasen dan
Meckling,1976) Masalah keagenan (agency problem) adalah pertentangan
kepentingan yang dapat timbul di antara (1) prinsipal (pemegang saham)
dan agen (manajer), atau (2) pemegang saham dan kreditor atau pemberi
pinjaman (Bringham, 1990:20). Penyebab konflik antara pemilik dengan
manajer diantaranya adalah dalam membuat keputusan yang berkaitan
dengan aktivitas pencarian dana dan penggunaan dana. Penyebab
timbul-nya konflik keagenan ini karena manajer adalah agen yang tidak perlu
menanggung risiko sebagai akibat adanya kesalahan dalam pengambilan
keputusan bisnis atau tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Risiko
tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para prinsipal. Pada kondisi tersebut
manajer cenderung memperbesar skala perusahaan dengan cara ekspansi
atau membeli perusahaan lain daripada memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham, karena dengan semakin besarnya skala perusahaan akan
dapat meningkatkan keamanan posisi manajer dari ancaman
pengambilalihan.
Menambah hutang dapat mengurangi masalah agency karena dua
alasan. Pertama, dengan meningkatnya hutang maka akan semakin kecil
porsi saham yang harus dijual perusahaannya. Semakin kecil nilai saham
yang beredar maka semakin kecil masalah agency yang timbul antara
manajer dan pemegang saham. Kedua, dengan semakin besar hutang
manajer untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar
hutang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk
membayar bunga dari hutang tersebut dan juga untuk mengangsur pokok
hutang (Arifin, 2005). Meningkatnya hutang ini juga akan menyebabkan
masalah agency pada hutang.
Kesenjangan pemilikan saham (equity gap) perusahaan publik di
Indonesia Suta (2000) dalam Sudarma (2004), menyatakan pada
umumnya, komposisi kepemilikan saham perusahaan yang telah go publik
masih belum seimbang antara founder dengan pemegang saham publik.
Sekitar 70% saham masih dikuasai oleh founder dan 30% sisanya dimiliki
oleh publik. Perbedaan komposisi kepemilikan ini menyebabkan
pemegang saham publik memiliki bargaining position yang lemah,
sehingga founder mempunyai akses informasi, financial resources lebih
cepat dan lancar, dan mempunyai bargaining power salah satunya dalam
keputusan pendanaan.
Kebanyakan perusahaan memilih untuk melakukan kegiatan
hutang, dikarenakan dengan menggunakan dana yang berasal dari hutang
operasi perusahaan, maka perusahaan akan memperoleh keuntungan
penghematan pajak atas laba perusahaan. Selain itu hutang juga dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang menggunakan hutang
akan dipercaya oleh pasar karena telah memiliki kemampuan dan prospek
yang cerah serta mendapat kepercayaan dari investor. Namun demikian,
akan lebih berhati-hati karena risiko hutang nondiversiviable manajer lebih
besar daripada investor publik. Dengan demikian perusahaan yang
menggunakan hutang dalam pendanaannya dan tidak mampu melunasi
kembali hutang tersebut akan terancam likuiditasnya sehingga pada
akhirnya akan mengancam posisi manajer.
Perusahaan dengan kepemilikan blockholder yang besar (lebih dari
5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen.
Dengan meningkatkan kepemilikan blockholder berarti tindakan manajer
dalam menggunakan hutang diawasi secara optimal oleh pemegang saham
eksternal dan membantu mengurangi biaya keagenan. Semakin besar
kepemilikan blockholder maka semakin efisien pemanfaatan aktiva
perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan blockholder bertindak
sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh pihak
manajemen, sehingga tindakan pencarian pendanaan besar-besaran dari
pihak eksternal dapat ditekan.
Struktur aktiva adalah proporsi investasi perusahaan dalam bentuk
aktiva tetap. Struktur aktiva dalam pecking order theory memiliki
hubungan yang positif dengan keputusan pendanaan. Frank dan Goyal
(2005:7), menyatakan bahwa ”relation between debt and tangibility of
asset is reliably positive”, yang artinya bahwa semakin besar aktiva tetap
yang dimiliki perusahaan, maka peluang perusahaan untuk menggunakan
utang semakin besar, karena aktiva tetap tersebut dapat digunakan sebagai
lebih mempercayai perusahaan yang memiliki jaminan atas hutang dalam
jumlah besar, karena apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka
aktiva tetap tersebut dapat digunakan untuk melunasi hutang yang dimiliki
perusahaan. Penelitian dari Rao dan Jijo (2001) menemukan hasil bahwa
struktur aktiva berpengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan.
Variabel firm size (ukuran perusahaan) didasarkan pada Sugiarto
dan Budhijono (2007) karena semakin besar ukuran perusahaan, semakin
banyak aktiva tetap perusahaan yang dapat digunakan sebagai jaminan
maka kesempatan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman akan menjadi
lebih besar, variabel ukuran perusahaan yang didasarkan pada Indrawati
dan Suhendro (2006) karena semakin besar ukuran sebuah perusahaan,
maka kesempatannya untuk mendapatkan pinjaman juga akan semakin
luas.
Dalam perkembangannya perusahaan lama kelamaan akan
mengalami pertumbuhan demi mencapai tujuannya. Pertumbuhan
perusahaan dapat didefinisikan sebagai peningkatan yang terjadi pada
perusahaan. Tingkat pertumbuhan yang cepat mengidentifikasikan bahwa
perusahaan sedang mengadakan ekspansi. Indahningrum dan Ratih (2009)
menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang
tinggi cenderung membutuhkan dana dari sumber ekstern yang lebih besar.
Untuk itu, perusahaan menggunakan berbagai cara guna memenuhi
kebutuhan kebutuhan dana tersebut termasuk dengan menggunakan
Data empiris dari variabel kebijakan hutang (DER), blockholder
ownership (BLOCK), struktur aktiva, ukuran perusahaan (SIZE), dan
pertumbuhan perusahaan pada perusahaan Food & Beverages yang
terdaftar di BEI tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai
berikut:
Tabel 1.1
Rata-rata Kebijakan Hutang (DER), Blockholder Owener ship (BLOCK), Struktur Aktiva , Ukuran Perusahaan (SIZE) dan Pertumbuhan Perusahaan Pada Perusahaan Food & Beverages di
BEI Tahun 2008-2011
Sumber : ICMD (Indonesia Capital Market Directory) 2008, 2009, 2010, 2011,
2012
Data pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata DER perusahaan
sehingga perusahaan lebih menggunakan dana internal daripada dana
eksternal berupa utang, untuk melakukan pembiayaan terhadap
operasional perusahaan. Adanya perbedaan debt to equity ratio (DER)
yang ditunjukkan oleh masing-masing perusahaan menunjukkan bahwa
setiap perusahaan mempunyai pertimbangan yang berbeda-beda dalam
pengambilan suatu keputusan pendanaan yang tepat.
Pada tabel 1.1 juga dapat terlihat bahwa rata-rata tingkat
kepemilikan saham oleh blockholder (pemegang saham) mengalami
fluktuasi. Di tahun 2008 rata-rata tingkat kepemilikan saham oleh
blockholder yang diproksikan dengan BLOCK mencapai 73,50%.
Selanjutnya mengalami kenaikan di tahun 2009 menjadi 73,80% dan pada
tahun 2010 mengalami peningkatan kembali hingga mencapai 74,34%.
Selanjutnya pada tahun terakhir kembali mengalami kenaikan mencapai
74,37%. Dari data dalam tabel 1.1 ditemukan fenomena bahwa rata-rata
DER menurun berlawanan arah dengan peningkatan tingkat kepemilikan
Blockholder yang ada. Hal ini sesuai dengan penemuan yang dilakukan
oleh Wiliandri (2011) yang menyatakan bahwa adanya monitoring yang
efektif oleh blockholder ownership menyebabkan penggunaan hutang
menurun.
Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai struktur aktiva perusahaan
mengalami perubahan setiap tahunnya yang terjadi karena proporsi antara
aktiva tetap dengan total aktiva berubah ubah, sehingga diperlukan
perusahaan. Semakin tinggi struktur aktiva suatu perusahaan menunjukkan
semakin besar kemampuan perusahaan menggunakan sumber dananya
yang berasal dari luar perusahaan.
Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai ukuran perusahaan
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Peningkatan ukuran perusahaan
yang terus menerus sesuai dengan penurunan yang terjadi pada rata-rata
hutang. Hal ini sesuai dengan penelitian Ramlall (2009) bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang.
Tingkat pertumbuhan perusahaan pada perusahaan Food &
Beverages di tabel 1.1 mengalami fluktuasi dari tahun 2008-2011. Pada
dasarnya semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan berarti akan
semakin besar pula kebutuhan dana yang diperlukan oleh perusahaan.
Dengan demikian seharusnya kemungkinan untuk pengambilan hutang
akan semakin besar, begitu juga sebaliknya. Fenomena data di lapangan
ditemukan bahwa terjadi gap, Kejanggalan fenomena terjadi karena
terdapat ketidaksesuaiannya dengan teori yang ada. Hal ini sesuai dengan
penelitian Supriyanto dan Falikhatun (2008), Frensidy dan Setyawan
(2007) menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap debt ratio. Sihombing (2000) menemukan hal yang
berbeda pada penelitiannya, ia menemukan bahwa tidak ada pengaruh
antara pertumbuhan perusahaan terhadap debt ratio.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti
“Analisis Pengaruh Blockholder Owner ship, Str uktur Aktiva, Ukuran
perusahaan, dan Pertumbuhan perusahaan Ter hadap Kebijakan
Hutang (Studi Kasus Pada Perusahaan Food & Beverages Yang
Ter daftar di Bur sa Efek Indonesia periode 2008-2011)”.
1.2 Perumusan Masalah
Fenomena keuangan, seperti tingginya tingkat hutang pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia merupakan suatu hal yang cukup
menarik untuk dikaji. Di samping itu, kajian untuk negara berkembang
masih jarang dilakukan karena umumnya penelitian-penelitian terdahulu
dilakukan pada negara maju. Berbagai penelitian yang bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan
perusahaan telah dilakukan dengan menggunakan kebijakan hutang untuk
mengukur perilaku keputusan pendanaan, dan faktor-faktor dalam teori
struktur modal seperti assets tangibility, firm size, growth, profitability,
dan lain-lain. Namun, hasil penelitian tersebut belum bisa menentukan
faktor-faktor yang secara tepat dapat mempengaruhi kebijakan hutang
perusahaan karena hasilnya tidak konsisten.
Hasil penelitian yang masih beragam tersebut memotivasi penulis
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh faktor penentu keputusan
struktur modal perusahaan yang direpresentasikan dengan blockholder
ownership, struktur aktiva, ukuran perusahaan dan pertumbuhan
Efek Indonesia. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
atas kekosongan penelitian (research gap) tentang struktur modal di
negara berkembang dan secara khusus di Indonesia. Berdasarkan uraian
sebelumnya, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah blockholder ownership berpengaruh terhadap kebijakan hutang?
2. Apakah struktur aktiva berpengaruh terhadap kebijakan hutang?
3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan hutang?
4. Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan
hutang?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah yang
menjadi fokus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh blockholder ownership terhadap
kebijakan hutang.
2. Untuk mengetahui pengaruh struktur aktiva terhadap kebijakan hutang.
3. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan
hutang.
4. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijakan perusahaan Food & Beverages
khususnya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan hutang
perusahaan.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menerapkan teori-teori yang
diperoleh selama perkuliahan dan menggabungkan pemahaman teori-teori
yang ada dengan keadaan sesungguhnya sehingga kemudian dapat
dijadikan bekal apabila terjun ke masyarakat.
3. Bagi Akademik
Dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam penelitian sejenis
pada waktu yang akan datang dan dapat dijadikan sumber bacaan yang
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Permasalah berkenaan dengan kebijakan hutang telah banyak
diteliti sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu tersebut yang dijadikan
sebagai landasan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain:
1.
Wiliandri (2011)Dalam penelitiannya Ruly Wiliandri mengangkat judul “Pengaruh
Blockholder Ownership dan Firm Size terhadap Kebijakan Hutang
Perusahaan”. Variabel dependen yang diambil adalah kebijakan hutang
sedangkan variabel dependennya adalah Blockholder Ownership dan Firm
Size. Dalam hasil penelitiannya ditemukan bahwa (1). Blockholder
ownership berpengaruh negatif dan tidak signifkan terhadap kebijakan
hutang. Artinya semakin kecil kepemilikan blockholder maka semakin
besar kebijakan utang dan peningkatan kepemilikan saham blockholder
tidak mempengaruhi keputusan manajemen dalam mengambil kebijakan
hutang. (2) Firm size berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kebijakan hutang. Artinya perusahaan dengan ukuran (size) yang lebih
besar diperkirakan mempunyai kesempatan untuk menarik hutang dalam
2.
Yeniatie dan Destriana (2010)Dalam penelitiannya Yeniatie dan Destriana mengangkat judul
“Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan
nonkeuangan yang terdaftar di bursa efek Jakarta”. Variabel dependen
yang diambil adalah kebijakan hutang sedangkan variabel independennya
adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan
dividen, struktur asset, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan, risiko
bisnis. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemilikan institusional, struktur aset, profitabilitas dan pertumbuhan
perusahaan mempengaruhi kebijakan hutang. Kepemilikan manajerial,
kebijakan dividen dan risiko bisnis tidak berpengaruh terhadap kebijakan
hutang.
3.
Steven dan Lina (2011)Dalam penelitiannya Steven dan Lina mengambil judul “Faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan manufaktur”. Variabel
dependen yang diambil adalah kebijakan hutang sedangkan variabel
independennya adalah kebijakan dividen, investasi perusahaan,
kepemilikan manajerial, pertumbuhan perusahaan, struktur asset,
profitabilitas. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka peneliti
mengambil kesimpulan sebagai berikut : Kebijakan dividen, struktur
aktiva, profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Investasi
perusahaan, kepemilikan manajerial, pertumbuhan perusahaan , dan
4.
Soesetio (2008)Dalam penelitian Yuli Soesetio mengambil judul “kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, kebijakn dividen, ukuran
perusahaan, struktur aktiva dan profitabilitas terhadap kebijakan hutang”.
Penelitian terdiri dari variabel bebas kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, kebijakan dividen, ukuran perusahaan, struktur aktiva dan
profitabilitas. Serta variabel terikat kebijakan hutang . Dari hasil pengujian
statistik, maka dapat disimpulkan bahwa variabel kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, struktur aktiva, dan profitabilitas secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang, dan variabel kebijakan
dividen dan ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh tidak signifikan
terhadap kebijakan hutang perusahaan.
5.
Margaretha dan Asmarini (2009)Dalam penelitian Margaretha dan Asmarini mengambil judul
“Faktor-faktor agency theory yang mempengaruhi hutang”. Penelitian terdiri dari
variabel bebas insider shareholding, jumlah pemegang saham. Dan
variabel control family business, firm size, firm age, struktur asset, firm
grow, profitabilitas, industry classification serta variabel terikat kebijakan
hutang.dan hasilnya adalah insider shareholding, firm age, profitabilitas
tidak berpengaruh terhadap hutang, Sedangkan jumlah pemegang saham,
family business, firm size, struktur asset, firm grow, dan industry
Ringkasan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
1. Wilianri (2011) Pengaruh
pertumbuhan
4. Soesetio (2008) kepemilikan
profitabilitas
Sumber: Berbagai jurnal dan penelitian terdahulu
2.2 Tinjauan Teori
2.2.1 Str uktur Modal
Sebuah perusahaan memiliki tujuan utama untuk memaksimalkan
keuntungan bagi pemegang saham yaitu melalui peningkatan nilai
keputusan struktur modal yang tepat oleh manajer keuangan. Menurut
Brigham dan Houston (2001, h.5) “struktur modal yang ditargetkan
merupakan bauran dari utang, saham preferen, dan saham biasa yang
direncanakan perusahaan untuk menambah modal”. Weston dan Copeland
(dalam Makaryanawati dan Bagus 2009, h.192) menyatakan bahwa
“struktur modal adalah kombinasi pembiayaan permanen yang terdiri dari
hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham
untuk kegiatan pendanaan perusahaan”.
Hal yang serupa disampaikan pula oleh Yusgiantoro (dalam
Syamrilaode, 2011) berpendapat bahwa yang dimaksud struktur modal
adalah komposisi ekuitas dan pinjaman dalam pembiayaan proyek.
Komposisi ekuitas dan pinjaman akan menghasilkan biaya modal rata-rata
yang berbeda apabila komposisinya berbeda. Sedang menurut Martono
dan Agus (2008) struktur modal adalah perbandingan atau imbangan
pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh
perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri.
Struktur modal berkaitan dengan sumber dana, baik yang berasal
dari dalam maupun dari luar perusahaan. Sumber dana internal berasal dari
dana terkumpul dari laba ditahan yang berasal dari kegiatan perusahaan.
Sedangkan sumber dana eksternal berasal dari pemilik yang merupakan
komponen modal sendiri dan dana yang berasal dari para kreditur yang
merupakan salah satu sumber kekuatan untuk dapat melaksanakan
aktivitasnya.
Setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya selalu
berupaya untuk menjaga keseimbangan finansialnya. Sebagaimana yang
disampaikan sebelumnya bahwa, struktur modal perusahaan merupakan
komposisi hutang dengan ekuitas. Dana yang berasal dari hutang
mempunyai biaya modal dalam bentuk biaya bunga. Sedangkan dana yang
berasal dari ekuitas mempunyai biaya modal berupa dividen. Perusahaan
akan memilih sumber dana yang paling rendah biayanya diantara berbagai
alternatif sumber dana yang tersedia.
Menurut Ang (1997) menyatakan bahwa, setelah struktur modal
ditentukan maka perusahaan selanjutnya akan menggunakan dana yang
diperoleh tersebut untuk operasional perusahaan. Aktivitas operasional
perusahaan dikatakan menguntungkan jika return yang diperoleh dari hasil
operasional tersebut lebih besar daripada biaya modal (cost of capital).
Biaya modal ini merupakan rata-rata tertimbang dari biaya pendanaan
yang terdiri dari biaya (bunga) pinjaman dan biaya modal sendiri.
Penetapan struktur modal didasarkan pada dua teori, yaitu sebagai berikut:
a. Balancing Theory.
Teori ini disebut sebagai teori keseimbangan (balancing theory)
karena tujuannya adalah untuk menyeimbangkan manfaat dan
pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh
pengorbanan karena menggunakan hutang sudah lebih besar, maka hutang
tidak boleh ditambah. Pengorbanan karena menggunakan hutang tersebut
dapat dalam bentuk biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) dan biaya
keagenan (agency cost).
Semakin besar kemungkinan terjadi kebangkrutan dan semakin
besar biaya kebangkrutan, maka semakin tidak menarik menggunakan
hutang. Hal ini disebabkan karena adanya biaya kebangkrutan sehingga
biaya modal sendiri akan naik dengan tingkat yang makin cepat. Sebagai
akibatnya meskipun memperoleh manfaat penghematan pajak dari
penggunaan hutang yang besar namun berdampak pada kenaikan biaya
modal sendiri yang tajam sehingga berakhir dengan meningkatnya biaya
perusahaan.
Demikian pula dengan biaya keagenan yang muncul karena
perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antarapemilik
perusahaan dan kreditur. Hal ini menyebabkan munculnya kemungkinan
pemilik perusahaan yang menggunakan hutang melakukan tindakan yang
merugikan kreditur, misalnya perusahaan melakukan investasi pada
proyek-proyek beresiko tinggi. Teori ini dimulai dari keadaan yang ektrim
pada saat kondisi pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak. Namun
keadaan seperti ini tidak pernah ditemukan dalam dunia nyata.
b. Pecking Order Theory
Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai uruturutan
akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, kemudian hutang, dan
modal sendiri eksternal sebagai pilihan terakhir.
Pecking order theory juga menjelaskan bahwa
perusahaanperusahaan yang profitable umumnya lebih memilih untuk
meminjam dalam jumlah sedikit. Hal ini dikarenakan
perusahaan-perusahaan tersebut memerlukan external financing yang sedikit.
Sedangkan perusahaan yang kurang profitable akan cenderung
mempunyai hutang yang lebih besar karena dana internalnya tidak cukup
dan hutang bagi perusahaan ini merupakan sumber eksternal yang lebih
disukai.
Dana eksternal yang lebih disukai perusahaan dalam bentuk hutang
dikarenakan ada dua alasan. Pertama adalah dengan pertimbangan biaya
emisi obligasi lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Hal ini
dikarenakan penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama.
Kedua, karena manajer khawatir jika penerbitan saham baru akan
ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal dan menyebabkan
harga saham akan turun. Kemungkinan ini terjadi akibat adanya asimetri
informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal. Pihak
manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada pihak
pemodal. Dengan demikian, pihak manajemen berpikir bahwa harga
saham pada saat ini mengalami overvalue, maka manajemen akan memilih
untuk menawarkan saham baru sehingga dapat dijual dengan harga yang
Menurut Brealey dan Myers (1991), urutan pendanaan dalam pecking
order theory adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan lebih menyukai internal financing (dana internal). Dana
internal tersebut diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan
perusahaan.
2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian dividen yang
ditargetkan, dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran
dividen secara drastis.
3. Kebijakan dividen yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan
fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bias
diduga, mengakibatkan dana hasil operasi kadang-kadang melebihi
kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan lain
mungkin kurang.
4. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka
perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih
dahulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti
oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi, baru akhirnya apabila masih
belum cukup akan diterbitkan saham baru.
2.2.2 Teori Keagenan
Teori keagenan (agency theory) mulai berkembang dari adanya
penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang mengacu
memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Menurut Jensen dan
Meckling (dalam Masdupi 2005), mendefinisikan “hubungan keagenan
sebagai suatu kontrak yang mana satu atau lebih prinsipal (pemilik)
menggunakan orang lain atau agent (manajer) untuk menjalankan aktivitas
perusahaan”.
Agency theory dapat menimbulkan masalah pada saat kedua pihak
tersebut mempunyai tujuan yang berbeda. Pemegang saham menghendaki
bertambahnya kekayaan dan kemakmuran para pemilik modal, sedangkan
manajer menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer
juga. Oleh karenanya muncullah konflik kepentingan antara pemilik
saham dengan manajer. Konflik ini sering disebut dengan agency conflict.
Konflik keagenan (agency conflict) ini dapat diminimalisir dengan
mekanisme pengawasan yang mensejajarkan kepentingan pihak-pihak
terkait. Dengan adanya mekanisme pengawasan ini menyebabkan
munculnya biaya yang sering disebut dengan agency cost. Wiliandri
(2011) menjelaskan bahwa biaya agensi (agency cost) merupakan
biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk
meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan
perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, yaitu :
pertama, dengan cara meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh
manajemen, kedua, mekanisme pengawasan dalam perusahaan, ketiga,
meningkatkan pendanaan dengan hutang (Mayangsari dalam
Indahningrum dan Ratih 2009).
2.2.3 Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang pada dasarnya menjadi kebijakan yang digunakan
untuk menentukan nilai perusahaan. Kebijakan hutang perusahaan
merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam rangka mendanai
operasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari
hutang. Hal ini erat kaitannya dengan struktur modal yang dipilih
perusahaan.
Menurut Murni dan Andriana (dikutip dari Indahningrum dan Ratih,
2009) untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, pemegang saham lebih
menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang karena
dengan penggunaan hutang, hak pemegang saham terhadap perusahaan
tidak akan berkurang dan dapat mencapai keinginan perusahaan.
Disamping itu perilaku manajer dan komisaris perusahaan juga dapat
dikendalikan. Namun sebaliknya manajer tidak menyukai pendanaan
tersebut dikarenakan hutang mengandung risiko yang tinggi. Manajemen
perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku seperti ini dikenal
sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality).
Kebijakan hutang sering dilambangkan dengan debt equity ratio
terhadap modal sendiri. Sehingga dapat dikatakan jika semakin tinggi DER
berarti menunjukkan bahwa tingkat hutang yang dimiliki perusahaan dan
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang semakin tinggi pula.
Apabila suatu perusahaan menggunakan hutang secara terus menerus, maka
semakin besar juga kewajiban yang ditanggung perusahaan tersebut. Pada
akhirnya hal ini akan berpengaruh terhadap pendapatan bersih yang tersedia
bagi pemegang saham termasuk dividen yang akan dibagikan. Hal ini
disebabkan karena kewajiban membayar hutang akan lebih diprioritaskan
daripada kewajiban membagi dividen.
Menurut Brigham dan Houston (2001), perusahaan yang sedang
berkembang memerlukan modal yang dapat berasal dari utang maupun
ekuitas. Dengan menggunakan utang, maka perusahaan dapat memperoleh
keuntungan diantaranya yaitu, pertama, bunga yang dibayarkan dapat
dipotong untuk tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dari utang.
Kedua, pemegang saham mendapat pengembalian yang tetap, sehingga
pemegang saham tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika
perusahaan dalam kondisi prima.
Namun demikian, hutang juga mempunyai beberapa kelemahan,
diantaranya adalah, pertama, semakin tinggi rasio hutang (debt ratio) maka
akan semakin tinggi pula risiko perusahaan, sehingga suku bunganya
mungkin akan lebih tinggi. Kedua, jika sebuah perusahaan mengalami
kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutup beban
perusahaan akan bangkrut jika pemegang saham tidak mampu
memenuhinya.
Menurut Masdupi (2005) disebutkan bahwa hutang yang terlalu
besar meningkatkan keinginan shareholders untuk memilih proyek-proyek
yang lebih berisiko dengan harapan akan memperoleh return yang lebih
tinggi. Apabila proyek berhasil maka return akan meningkat, dan
debtholders hanya menerima sebesar tingkat bunga, dan sisanya dinikmati
oleh shareholders. Sebaliknya, jika proyek tersebut gagal maka mereka
dapat mengalihkan penanggungan risiko pada pihak kreditur.
2.2.4 Blockholder Owenership
Ismayanti dan Hanafi (2003) dalam Lucky (2011) menyatakan
bahwa blockholder juga termasuk dalam kepemilikan oleh institusi lain.
Menurut Thomas, Pederson, and Kvist (2006) menyatakan blockholder
ownership adalah ukuran kepentingan saham dimana :
a) Kepemilikan saham yang jumlahnya lebih dari 5 %
b) Saham dimiliki oleh karyawan, direktur, atauanggota keluarganya.
c) Saham dimiliki oleh bank
d) Saham dimiliki oleh perusahaan lain (kecuali perusahaan dalam
status digadaikan).
e) Saham dimiliki oleh seseorang karena adanya tunjangan pensiun.
Blockholder ownership dapat mengurangi pengaruh dari
pemegang saham lainnya, manajer, ataupun debtholders. Blockholder
ownership memiliki pengawasan yang lebih kuat dibanding pemegang
saham lainnya. Hal ini dapat dilihat dan diperkuat dengan teori keagenan
(agency theory) dimana ketika terdapat banyak Blockholder ownership
investor itu artinya ada suatu kontrol yang banyak dan kuat dari pihak
Blockholder sehingga akan dapat dengan mudah untuk menjadi pemilik
saham mayoritas.
Pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh
manajer akan lebih kuat dengan kepemilikan yang bersifat mayoritas ini.
Apabila Blockholder ownership tidak puas akan kinerja manajer, maka
mereka dapat menjual sahamnya. Peningkatan aktivitas Blockholder
ownership ini juga didukung oleh usaha untuk meningkatkan tanggung
jawab insider. Dengan demikian kegiatan pencarian dana besar-besaran
dari pihak eksternal, khususnya dalam bentuk hutang akan dapat
diminimalisir dengan baik.
2.2.5 Str uktur Aktiva
Struktur aktiva adalah proporsi investasi perusahaan dalam bentuk
aktiva tetap. Menurut Munawir (2002:14) aktiva tetap adalah aktiva yang
mempunyai umur kegunaan relatif permanen atau jangka panjang. Struktur
aktiva dalam pecking ordertheory memiliki hubungan yang positif dengan
keputusan pendanaan. Frank dan Goyal (2005:7) menyatakan bahwa
relation between debt and tangibility of asset is reliably positive, yang
peluang perusahaan untuk mendapatkan utang semakin besar, karena
aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan bagi perusahaan yang
hendak berhutang. Struktur aktiva pada umumnya diukur oleh rasio
perbandingan antara aktiva tetap dengan total aktiva.
Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar, dapat
menggunakan hutang dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan karena
besarnya aktiva tetap yang dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral
hutang perusahaan (Sartono, 2001:248). Selain itu investor akan lebih
menpercayai perusahaan yang memiliki jaminan atas hutang dalam jumlah
besar karena apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka aktiva
tetap tersebut tersedia dapat digunakan untuk melunasi hutang yang
dimiliki perusahaan.
2.2.6 Ukur an Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan skala pengukuran atas suatu
perusahaan baik dari segi aset yang dimiliki perusahaan tersebut maupun
unsur lainnya seperti jumlah tenaga kerja. Ukuran perusahan juga
merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan level
hutang perusahaan. Perusahaan perusahaan besar lebih mudah
memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuan akses kepada
pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa aset yang bernilai besar
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan-perusahaan yang besar
perusahaan tidak mencukupi untuk menjalankan operasi perusahaan dan
kecenderungan menggunakan dana yang bersumber dari eksternal
perusahaan semakin besar. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan kecil secara
umum tidak memiliki posisi yang kuat terhadap persoalan hutang, karena
kapabilitasnya terhadap pinjaman dibatasi. Ukuran perusahaan merupakan
cerminan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset
perusahaan yang terdapat pada neraca akhir tahun (Sujoko dan
Soebiantoro, 2007).
2.2.7 Pertumbuhan Perusahaan
Suatu perusahaan yang sedang berada pada tahap pertumbuhan
akan membutuhkan dana yang besar sehingga cenderung untuk menekan
sebagian besar pendapatannya. Semakin besar pendapatan ditahan dalam
perusahaan berarti makin rendah dividen yang dibayarkan kepada para
pemegang saham (Makmun 2003 dalam Murni dan Andriana 2007).
Pertumbuhan perusahaan dapat didefinisikan sebagai peningkatan
yang terjadi pada suatu perusahaan. Suatu perusahaan yang berada dalam
industri yang mempunyai laju pertumbuhan tinggi harus menyediakan
modal yang cukup untuk membiayai belanja perusahaan. Perusahaan yang
bertumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada
perusahaan yang bertumbuh secara lambat (Weston dan Brigham, 1997).
Hal yang serupa diutarakan pula oleh Brigham dan Gapenski
yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan
dana dari sumber ekstern yang lebih besar”. Tingkat kesempatan
bertumbuh suatu perusahaan yang semakin cepat akan
mengidentifikasikan bahwa perusahaan tersebut sedang mengadakan
ekspansi. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dari luar tersebut,
perusahaan dihadapkan pada pertimbangan sumber dana yang lebih murah
sehingga penerbitan surat hutang lebih disukai oleh perusahaan
dibandingkan dengan mengeluarkan saham baru. Hal ini dikarenakan
biaya emisi untuk pengeluaran saham baru akan lebih besar daripada biaya
hutang.
Tingkat pertumbuhan yang semakin cepat mengidentifikasikan
bahwa perusahaan sedang mengadakan ekspansi. Hal ini menyebabkan
timbulnya kebutuhan dana yang besar. Untuk itu, perusahaan
menggunakan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut
termasuk dengan menggunakan hutang.
Pertumbuhan perusahaan yang besar mempunyai pengaruh positif
terhadap hutang perusahaan, karena suatu perusahaan yang sedang berada
pada tahap pertumbuhan akan membutuhkan dana yang besar untuk
melakukan ekspansi. Hal ini akan mendorong manajer untuk
2.3 Pengaruh Antar Variabel
2.3.1 Pengaruh Blockholder Ownership Ter hadap Kebijakan Hutang
Sesuai dengan Agency Theory yang mendiskripsikan suatu
hubungan atau kontrak antara principal (pemegang saham) dan agen
(manajer), maka dapat kita lihat kekuatan pada blockholder ownership.
Ketika suatu perusahaan dikuasai oleh blockholder ownership dalam
jumlah atau tingkatan yang besar maka akan menimbulkan adanya
kekuasaan yang besar pada blockholder ownership tersebut. Kekuasaan
yang besar pada blockholder ownership ini mengakibatkan munculnya
kontrol yang ketat pula terhadap manajer sehingga tindakan pencarian
pendanaan perusahaan oleh pihak eksternal yaitu berupa hutang akan
semakin ditekan dan dikendalikan. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan dalam penelitian Wiliandri (2011) bahwa variabel
blockholder ownership menunjukkan pengaruh negative terhadap
kebijakan hutang perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
blockholder ownership memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan
hutang.
2.3.2 Pengaruh Struktur Aktiva Ter hadap Kebijakan Hutang
Aset yang dimiliki oleh perusahaan akan mempunyai pengaruh
perusahaan terhadap hubungannya dengan pihak lain. Aktiva merupakan
salah satu jaminan yang bias menyakinkan pihak lain untuk bisa
struktur asetnya lebih fleksibel akan lebih mudah mem-perolah pinjaman.
Perusahaan yang aktiva-nya sesuai dengan jaminan kredit akan lebih
banyak menggunakan hutang karena kreditor akan selalu memberikan
pinjaman apabila mempunyai jaminan (Brigham dan Houston 2001:
30-41).
Boot et al. (2001) dalam Fatma, et al (2011) menyatakan bahwa
perusahaan yang mempunyai aktiva tetap lebih banyak, mampu untuk
menerbitkan hutang juga lebih besar. Jensen and Meckling (1976) yang
membahas mengenai konflik kepentingan antara pemegang saham dengan
kreditor menggambarkan bahwa permasalahan overinvestment adalah
lebih sedikit tingkat keseriusannya jika ada lebih banyak aktiva tetap yang
dimiliki oleh perusahaan.
Masdupi (2005), Mas’ud (2008), Yeniatie dan Destriana (2010) ,
Hardjopranoto (2006) dan Wahidahwati (2002) menyimpulkan bahwa
struktur aktiva mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kebijkan
hutang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa struktur aktiva
berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
2.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Ter hadap Kebijakan Hutang
Perusahaan besar dapat dengan mudah mengakses pasar modal.
Kemudahan untuk mengakses ke pasar modal berarti perusahaan memiliki
fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Banyak penelitian
ukuran perusahaan dan menyatakan adanya hubungan positif antara
ukuran perusahaan dengan kebijakan hutang. Penelitian Margaretha dan
Asmarini (2009), Wahidahwati (2002), dan Bevan dan Danbolt (2000)
menunjukkan hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan
kebijakan hutang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
2.3.4 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang
Perusahaan yang sedang berada pada tahap pertumbuhan akan
membutuhkan pendanaan yang besar. Semakin tinggi pertumbuhan
perusahaan berarti akan semakin besar pula dana yang digunakan untuk
pembiayaannya. Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan
pengadaan ekspansi dengan menggunakan hutang guna memenuhi
kebutuhan dana tersebut. Pernyataan yang sama ditemukan pula dalam
hasil penelitian Yeniatie dan Destriana (2010), Murni dan Adriana (2007)
dan Fidyati (2003) bahwa variabel kesempatan bertumbuh mempunyai
hubungan positif dan searah dengan kebijakan hutang perusahaan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan perusahaan berpengaruh
2.4 Kerangka Konseptual
Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu tentang
analisis faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang, maka dalam
penelitian ini mengangkat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kebijakan hutang perusahaan, antara lain adalah blockholder ownership,
struktur aktiva, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan perusahaan.
Berdasarkan beberapa urian pengaruh variabel-variabel di atas,
maka dapat digambarkan kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:
Gambar 2.1
Model Ker angka Konseptual
Blockholder Owership (X1)
Struktur Aktiva (X2) Kebijakan Hutang (Y)
Ukuran Perusahaan (X3)
Pertumbuhan Perusahaan (X4)
Sumber: Yeniatie dan Nicken (2010), Indahningrum dan Ratih (2009), Makaryanawati dan Bagus (2009), Wahidahwati (2002), Masdupi (2005), Wiliandri (2011).
2.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian menurut Erlina (2007:41), menyatakan
hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam
rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris. Dari uraian teoritis,
H1 : Blockholder Ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan
hutang.
H2 : Struktur Aktiva berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
H4 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis
variabel, yaitu sebagai berikut:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh
variable lainnya atau variabel yang terikat oleh variabel lainnya.
Sedangkan menurut Ferdinand (2006) variabel dependen adalah
variabel yang menjadi pusat perhatian penelitian. Dalam penelitian ini,
variable dependen yang dipakai adalah kebijakan hutang yang diwakili
dengan debtequity ratio (DER).
2. Variabel Independen
Menurut Ferninand (2006, h.26), “variabel independen adalah
variable yang mempengaruhi variabel dependen, baik yang
pengaruhnya positif maupun yang pengaruhnya negatif”. Variabel ini
sering juga disebut sebagai variable bebas. Dalam penelitian ini variabel
independen diwakili oleh blockholder ownership, struktur aktiva,
3.1.2 Definisi Operasional
1) Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang perusahaan adalah tindakan manajemen
perusahaan yang akan mendanai operasional perusahaan dengan
menggunakan modal yang berasal dari hutang. Proxy kebijakan
hutang pada penelitian ini diukur dengan debt to equity ratio (DER)
yang dirumuskan sebagai berikut (Moh’d et al 1998):
DER = debt Equity
2) Blockholder Ownership
Menurut Wiliandri (2011), variabel ini diberi simbol
(BLOCK) yaitu proporsi saham yang dimiliki blockholder pada
akhir tahun yang diukur dalam %. Variabel ini menggambarkan
tingkat kepemilikan saham oleh blockholder dalam suatu
perusahaan. Kepemilikan blockholder dirumuskan sebagai berikut:
(Wiliandri 2011):
Jumlah saham blockholders Block =
Total keseluruhan saham perusahaan
3) Struktur Aktiva
Besar kecilnya perusahaan sangat berpengaruh terhadap
struktur modal, terutama berkaitan dengan kemampuan
memperoleh pinjaman. Perusahaan besar yang telah
terdiversifikasi, lebih mudah untuk memasuki pasar modal,
untuk hutang hutang yang diterbitkan dan membayar tingkat bunga
yang lebih rendah pada hutangnya. Salah satu alasannya
perusahaan lebih mudah menerima pinjaman adalah karena nilai
aktiva yang dijadikan jaminan lebih besar dan tingkat kepercayaan
bank juga lebih tinggi.
Salah satu persyaratan mengajukan pinjaman adalah adanya
aktiva tetap berwujud yang dapat dijaminkan sehingga semakin
besar nilai aktiva tetap berwujud yang dimiliki ada kecenderungan
semakin besar pinjaman yang dapat diperoleh. Struktur aktiva
(Assets Tangibility) dalam penelitian ini, menggunakan rasio
aktiva tetap dibagi dengan total aktiva, sebagai proxy dari struktur
aktiva. Rasio ini juga digunakan dalam penelitian yang dilakukan
oleh (Syamsudin 1985 dalam Mardiana 2005). Secara matematis
proxy dapat diformulasikan sebagai berikut:
Fixed assets
Struktur Aktiva = X 100 %
Total assets
4) Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan (Firm Size), dalam penelitian ini
menggunakan nilai buku dari total asset, sebagai proxy Firm Size.
Rasio ini juga digunakan dalam penelitian oleh Paramu (2006).
Mengingat nilai aktiva perusahaan yang besar, maka dalam proses
ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural (Ln). Secara
matematis proxy dapat diformulasikan sebagai berikut:
Ukuran Perusahaan = Ln. Total Aktiva
5) Pertumbuhan Perusahaan
Tingkat pertumbuhan (Growth), dalam penelitian ini
menggunakan persentase perubahan pada total aktiva dari tahun
(t-1) terhadap tahun sekarang (t), sebagai proxy. Persentase tingkat
pertumbuhan ini juga digunakan sebagai proxy Growth dalam
penelitian yang dilakukan oleh Yeniatie dan Destriana (2010)
Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut:
Pertumbuhan Perusahaan = Total asset (t) – Total asset (t-1) X 100 % Total asset (t-1)
Dimana :
Total asset (t) = Nilai total asset pada tahun bersangkutan
Total asset (t-1) = Nilai total asset satu tahun sebelum tahun yang
bersangkutan
Untuk mempermudah pembahasan, ringkasan mengenai definisi
operasional variabel dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Tabel Definisi Operasional dan Variabel
Variabel Definisi Operasional Rumus Satuan
(BLOCK) blockholder
Struktur Aktiva Ratio antara Fixed
asset dengan total
Total asset (t) – Total asset (t-1)
X100% Total asset (t-1)
Rasio
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk
peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang
menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai
sebuah semesta penelitian (Ferdinand, 2006). Penelitian ini populasinya
adalah seluruh perusahaan Food & Beverages yang terdaftar dan
dipublikasikan di BEI dan dimuat dalam Indonesia Capital Market
Directory (ICMD) selama periode penelitian. Penelitian ini hanya
menggunakan perusahaan Food & Beverages yang berjumlah 18
karena antara bidang usaha yang satu dengan yang lain memiliki regulasi
dan kebijakan yang berbeda.
Sampel adalah subset dari populasi, terdiri dari beberapa anggota
populasi (Ferdinand, 2006: 223). Dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling dengan tujuan agar diperoleh sampel yang
representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam penelitian,
yaitu:
a. Perusahaan sampel merupakan perusahaan Food & Beverages yang
telah listing dan terdaftar di BEI periode 2008-2011.
b. Perusahaan sampel memiliki data keuangan yang lengkap selama
periode amatan yaitu tahun 2008-2011.
c. Perusahan sampel memiliki proporsi kepemilikan saham oleh para
blockholder ownership selama periode 2008-2011.
d. Perusahaan memiliki kebijakan hutang yang tercantum dalam dalam
laporan keuangan (ada tingkat hutang yang dilakukan oleh perusahaan)
dan tidak menyajikan laporan keuangannya dalam mata uang asing
Berdasarkan kriteria sampel maka diperoleh jumlah sampel yang
memenuhi kriteria sebanyak 15 perusahaan yang disajikan dalam tabel 3.2
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Daftar Per usahaan Sampel
No. Nama Perusahaan Kode perusahaan
1. PT Akasha WiraInternational ADES
3. PT Cahaya Kalbar CEKA
4. PT DavomasAbadi DAVO
5. PT Delta Djakarta DLTA
6. PT Fast Food Indonesia FAST
7. PT Indofood Sukses Makmur INDF
8. PT Mayora Indah MYOR
9. PT Prasidha Aneka Niaga PSDN
10. PT. Nipon Indosari Corpindo ROTI
11. PT Sekar Laut SKLT
12. PT Sinar Mas Agro Resources And Technology SMAR
13. PT Siantar Top STTP
14. PT Tunas Baru Lampung TBLA
15. PT Ultra Jaya Milk ULTJ
Total 15
Sumber : ICMD (Indonesia Capital Market Directory) 2008, 2009, 2010, 2011,
2012
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 J enis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder karena
penggunaan data sekunder dalam penelitian sudah lazim digunakan dan
data sekuder mudah diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh
dari laporan keuangan perusahaan Food & Beverages dalam sampel yang
2008-antara time series dan cross section data dan secara spesifik disebut panel
data karena mengamati sampel dalam serial periode waktu (Gujarati,
1999).
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode dokumentasi yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari
laporan keuangan masing-masing perusahaan Food & Beverages dalam
sampel yang terdaftar dan dipublikasikan di BEI dan dimuat dalam ICMD
tahun 2008-2011. Selain itu juga digunakan metode studi pustaka yang
diperoleh dari buku, literatur, jurnal, terbitan-terbitan lainnya serta
pencarian pada internet yang relevan dengan masalah yang diteliti.
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1 Uji Asumsi Klasik
3.4.1.1 Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2006), uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
apabila keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat tabel histogram
dan penyebaran data (titik) pada sumber dari grafik normal probability
berdistribusi normal. Untuk megetahui apakah suatu data tersebut normal
atau tidak secara statistik maka dilakukan uji statistic menurut
Kolmogorov-Smirnov satu arah atau analisis grafis. Uji Kolmogorov-
Smirnov dua arah menggunakan kepercayaan 5 persen. Dasar
pengambilan keputusan normal atau tidaknya data yang akan diolah adalah
sebgai berikut:
a. Apabila hasil signifikansi lebih besar (>) dari 0,05 maka data
terdistribusi normal.
b. Apabila hasil signifikansi lebih kecil (<) dari 0,05 maka data tersebut
tidak terdistribusi secara normal.
3.4.1.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas
(independen). Dalam model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variable independen. Jika variabel independen saling
berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Ortogonal yang
dimaksud adalah variabel independen sama dengan nol (Ghozali,
2005:91).
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam
a. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi sangat tinggi,
tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak
signifikan mempengaruhi variabel dependen.
b. Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen. Jika antar
variable independen terdapat nilai korelasi yang cukup tinggi
(umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolinieritas.
c. Mengamati nilai tolerance dan VIF. Tolerance mengukur variabilitas
variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variable
independen lainnya. Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF
yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai
untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah apabila nilai
tolerance < 0,1 atau sama dengan nilai VIF > 10.
3.5.1.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2005:95).
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut
waktu (time series). Untuk mendeteksi gejala autokorelasi kita
hitung (d) dan nilai DW tabel (dl dan du). Hipotesis yang akan diuji
adalah:
H0 : tidak ada autokorelasi (r = 0)
HA : ada autokorelasi (r ≠ 0)
Menurut Ghozali (2005), pengambilan keputusan ada tidaknya
autokorelasi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Pengambilan Keputusan Autokor elasi
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi negatif
Tidak ada autokorelasi negatif
Tidak ada autokorelasi positif
dan negative
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain (Ghozali, 2006). Jika variance dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas
dan jika beda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah