• Tidak ada hasil yang ditemukan

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN UPAYA PELENGSERAN WISHNU WARDHANA (Analisis Objektivitas Pemberitaan Upaya Pelengseran Wishnu Wardhana Di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 22, 23, dan 24 April 2013).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN UPAYA PELENGSERAN WISHNU WARDHANA (Analisis Objektivitas Pemberitaan Upaya Pelengseran Wishnu Wardhana Di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 22, 23, dan 24 April 2013)."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

CHATRIN NENGSIH MANURUNG 0743010339

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)

WISHNU WARDHANA

(Analisis Objektivitas Pemberitaan Upaya Pelengseran

Wishnu Wardhana Di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 22, 23, dan 24 April 2013)

Disusun Oleh :

CHATRIN NENGSIH MANURUNG NPM. 0743010339

Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur Pada Tanggal 19 Juli 2013

Menyetujui,

Pembimbing: Tim Penguji :

1. Ketua

Dra. Diana Amalia M.Si Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 1630907 199103 2001 NIP. 19020323 1999309 2001

2. Sekr etaris

Dr s. Saifuddin Zuhr i, Msi NPT. 370069400351 3. Anggota

Dra. Diana Amalia M.Si NIP. 1630907 199103 2001 Mengetahui,

Dekan

(3)

rahmat dan hidayatNya sehingga Skripsi dengan judul “OBJ EKTIVITAS PEMBERITAAN UPAYA PELENGSERAN WISHNU WARDHANA” dapat

terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih

yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarta MP, selaku rektor UPN “Veteran” Jatim.

2. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan FISIP UPN “Veteran” Jatim.

3. Juwito S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP

UPN “Veteran” Jatim.

4. Drs. Syaifudin Zuhri, M.Si sebagai Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

5. Bu. Diana Amalia selaku Dosen Pembimbing Skripsi Penulis, Terima Kasih atas segala waktu, masukan, bimbingan ibu terkait penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun staf karyawan FISIP hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.

7. Kedua orang tua penulis yang sangat berjasa bagi penulis. Terima kasih yang

sebanyak-banyaknya papa dan mami.

8. Teman-teman terbaik yang selama ini sangat membantu dan memotivasi

(4)

hal terbaik dari skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak.

Amin.

Surabaya, 19 Juli 2013

(5)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

ABSTRAKSI .. ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Komunikasi Massa ... 11

2.1.2. Media Cetak... 16

2.1.3. Surat Kabar ... 16

2.1.4. Karakteristik Surat Kabar ... 19

2.1.5. Pengertian dan Fungsi Pers ... 20

2.1.6. Teori Kebebasan Pers ... 24

(6)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional ... 53

3.1.1. Wishnu Wardhana ... 53

3.1.2. Berita Upaya Pelengseran Wishnu Wardhana ... 55

3.2. Kategorisasi Objektivitas Berita ... 56

3.2.1.Akurasi Pemberitaan ... 56

3.2.2.Fairness Dan Ketidak Berpihakan Pemberitaan ... 57

3.2.3.Validitas Keabsahan Pemberitaan ... 58

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 59

3.3.1. Populasi ... 59

3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 59

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.5. Teknik Analisis Data ... 60

3.6. Unit Analisis Data... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Perusahaan... 62

4.1.1. Gambaran Singkat Surat Kabar Jawa Pos... 62

4.2.Penyajian Data dan Analisis Data ... 68

(7)

4.3.3. Analisa Berita 3………... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 84

5.2.Saran... 85

Daftar Pustaka ... . 86

(8)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui objektifitas berita pada surat kabar Jawa Pos dalam berita upaya pelengseran Wishnu Wardhana.

Landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah Surat kabar, Karakteristik Surat Kabar, Pengertian Dan Fungsi Pers, teori kebebasan pers, objektifitas berita. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode riset kuantitatif, yang menggunakan analisis isi dari Rachma Ida. Populasi dalam penelitian adalah seluruh berita yang berada di halaman depan seksi Metropolis surat kabar Jawa Pos tentang upaya pelengseran Wishnu Wardhana pada tanggal 22, 23 dan 24 April 2013.

Hasil dari penelitian ini adalah pemberitaan di Jawa Pos mengenai upaya pelengseran Wishnu Wardhana tidak objektif, hanya ada satu unsur objektivitas yang belum terpenuhi yaitu dimensi Ketidakberpihakkan, sedangkan hal ini hanya bisa menyatakan bahwa berita ini akurat dan valid namun tidak objektif karena berpihak ke salah satu pihak dari dua pihak yang berseteru.

Kata Kunci : analisis isi berita, objektifitas, Rachma Ida, Wishnu Wardhana, Jawa Pos

ABSTRACT

Chatrin Nengsih Manurung. Objectivity Preaching ouster effort Wishnu Wardhana. (Content Analysis Reporting Objectivity ouster effort Wishnu Wardhana in Jawa Pos Newspaper Edition 22, 23, and 24 April 2013).

The purpose of this study was to determine the objectivity of news in the newspaper Jawa Pos in the news Wishnu Wardhana ouster attempt. Theoretical basis used in this study is Newspaper, Newspapers Characteristics, Definition And Function Press, theory of press freedom, news objectivity. The method used in this study is a quantitative research method, which uses content analysis of Rachma Ida. The population is all the news on the front page section of Metropolis newspaper Jawa Pos on Wishnu Wardhana ouster attempt on 22, 23 and 24 April 2013.

The results of this study are in the Java Post news about the ouster effort Wishnu Wardhana is not objective, there is only one element of objectivity that is unmet fairness dimension, whereas it can only be stated that the news accurately and objectively as valid but not aligned to any of the parties of the two warring factions.

(9)

1 1.1 Lata r Belakang Masalah

Salah satu kebutuhan utama manusia adalah informasi, dalam perkembangan yang terjadi saat ini semakin banyak individu maupun kelompok yang membutuhkan informasi. Informasi tidak hanya digunakan sebagai kebutuhan semata, melainkan juga alat untuk mendapatkan kekuasaan. Penguasaan terhadap media informasi mampu menjadikan kita sebagai penguasa. Seperti yang ada dalam pandangan umum bahwa penguasa media informasi merupakan penguasa masa depan. (Romli 1999:26)

Faktor terbesar yang bisa menunjang penyebaran informasi kepada khalayak adalah dengan media massa. Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi, hal ini bisa tergambar dari relita yang ada saat ini banyak koran-koran baru, stasiun televisi baru, dan berbagai sarana media massa. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri.

(10)

disukai. Karena berita di surat kabar lebih terdokumen maka efek negatifnya akan lebih termemori (apabila pemberitaan tersebut negatif), begitu juga sebaliknya.

Semakin banyaknya jumlah dan beragamnya jenis surat kabar yang beredar di masyarakat saat ini dapat memberi dampak maupun pengaruh pada penerbit surat kabar maupun pembaca. Pengaruh akan banyaknya penerbit adalah konsumen / pembaca akan lebih selektif dalam pemilihan surat kabar, sedangkan untuk penerbit mereka harus selalu berupaya memperbaiki dan meningkatkan penyajian berita-beritanya.

Untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat, media atau pers dituntut untuk bisa menambah pengetahuan pembacanya dengan menyajikan informasi yang memiliki kebenaran, kepentingan, dan manfaat. Dengan banyaknya aneka ragam surat kabar pembaca menjadi lebih selektif dalam memilih suat kabar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Setiap surat kabar mempunyai ragam berita, mulai dari bidang ekonomi, sosial, poltik, budaya, kriminal, sampai pada pemberitaan seleb. Surat kabar dapat memberikan porsi yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama. Surat kabar satu menyajikan sebuah berita sebagai berita utama belum tentu pemberitaan tersebut menjadi berita utama pula di surat kabar lain, bahkan bisa saja tidak dimuat sama sekali.

(11)

sebagai penghubung antara komunikator dengan komunikan. Kebebasan media dilindungi oleh undang-undang yang menjamin beropini dan kebebasan memberikan informasi kepada masyarakat.

Berita harus memenuhi beberapa unsur yang nantinya akan membuat suatu berita tersebut bisa layak untuk dimuat. Pertama-tama berita harus cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain akurat berita harus lengkap, adil, dan berimbang. Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis berita harus objektif. Karena berita memliki power untuk membentuk opini publik, jadi sesuatu yang ditulis oleh media harus memenuhi unsur-unsur di atas agar tidak ada pihak yang dirugikan. (Kusumaningrat 2006 : 47)

Akhir-akhir ini banyak berita mengenai kasus mengenai pemecatan Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana. Upaya ini bermula dari langkah Wishnu Wardhana yang melakukan pemakzulan kepada Walikota Surabaya Tri Risma Harini. Pemakzulan tersebut mendapatkan kecaman dari berbagai pihak termasuk didalamnya petinggi Partai Demokrat yang menaunginya.

(12)

Demokrat akan segera mengajukan surat Pergantian Antar Waktu kepemimpinan DPRD Surabaya.

Selain mengajukan surat PAW, DPP Partai Demokrat juga menerbitkan surat pemberhentian Ketua DPRD Kota Surabaya, atas nama Ir Wishnu Wardhana dari unsur pimpinan DPRD Kota Surabaya dan merekomendasikan Ketua Komisi B M. Machmud. S.Sos sebagai penggantinya.

Wishnu Wardhana merupakan salah seorang politikus kontroversial. Disamping terkait langsung dengan upaya pemakzulan Walikota Surabaya Tri Risma Harini, Wishnu Wardhana juga tersandung dengan kasus dugaan korupsi bimbingan teknis (Bimtek) DPRD Surabaya yang mengakibatkan kerugian Negara sebesar 2,7 miliar rupiah. Pada kasus yang terjadi pada tahun 2011 tersebut, Wishnu akhirnya ditetapkan menjadi tersangka oleh Polrestabes Surabaya.

Tidak hanya kasus tersebut, Wishnu juga menjadi perbincangan kala membentuk tim Persebaya DU. Sejatinya tim Persebaya Surabaya hanya ada satu, namun karena memutuskan untuk keluar dari liga yang dikelola oleh PSSI dan mengikuti liga diluar yuridiksi PSSI, Wishnu akhirnya membentu Tim Sepak bola Persebaya Divisi Utama yang dia yakini sebagai tim Persebaya yang asli.

(13)

dan keanggotaan dirinya di partai demokrat banyak sekali di beritakan. Berbagai macam desakan digelontorkan oleh banyak pihak termasuk Pemprov agar wishnu dicopot dari jabatannya.

Salah satu topik yang banyak disorot adalah upaya pendongkelan wisnu dari ketua DPRD Surabaya, yang terus dilakukan oleh sejumlah anggota fraksi yang berniat untuk melengserkan Wishnu. Mereka berencana mengadukan masalah pelengseran tersebut ke Walikota Surabaya Tri Risma Harini. Sejumlah fraksi di DPRD Surabaya berharap orang nomer satu di Pemkot Surabaya tersebut bisa memuluskan pemberhentian Wishnu di DPRD Surabaya melalui mekanisme pergantian antar waktu. Hal tersebut merupakan kasus yang sering menjadi bahan berita bagi suatu media termasuk di dalamnya Jawa Pos.

Kasus ini banyak mendapat perhatian publik karena bagaimana pencopotan jabatan seorang Ketua DPRD sekaligus anggota Partai Politik menjadi menarik dan seringkali menjadi berita utama dalam suatu pemberitaan di suatu media termasuk Jawa Pos.

(14)

setuju untuk memuluskan pencopotan anggota wishnu dan akan memberikan sanksi kepada Sekwan Hari Sulistyowati. (Sumber : Jawa Pos)

Buntut permasalahan pelengseran jabatan Wishnu Wardhana masih terus bergulir, puncak dari usaha pelengseran tersebut akhirnya terjadi kisruh di gedung DPRD Surabaya pada tanggal 23-04-2013, para anggota fraksi Partai Demokrat tiba-tiba menggedor-gedor pintu dan mengusir wishnu dari ruang ketua dewan. Setelah berhasil masuk, mereka juga mencopot foto-foto wishnu lantaran sudah dianggap bukan lagi ketua DPRD Surabaya. (Sumber : Jawa Pos)

Beberapa usaha yang dilakukan untuk melengserkan wishnu dari jabatannya masih terkesan alot dan banyak mengalami hambatan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengadakan Paripurna Istimewa yang khusus membahas pencopotan wishnu, melalui paripurna istimewa tersebut pun hasilnya masih menggantung, sebab, hingga kemarin belum ada kejelasan siapa wakil ketua dewan yang bakal memimpin keputusan tertinggi di DPRD Surabaya itu. Dua pimpinan dewan yang tersisa masih terkesan saling lempar terkait tugas tersebut. (Sumber : Jawa Pos)

(15)

pada saat itu. Dalam sebuah berita bisa terbentuk opini publik yang kuat, sehingga dalam penulisan berita wartawan harus obyektif dalam penulisannya, apalagi berita ini merupakan headline dalam Jawa Pos.

Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara sederhana dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang menyajikan fakta, tidak berpihak dan tidak melibatkan opini dari wartawan. Objektivitas menurut mcQuail (1994 : 130) lebih merupakan cita-cita yang diterapkan seutuhnya. Dalam sistem media massa yang memiliki keanekaragaman eksternal, terbuka kesempatan untuk penyajian informasi yang memihak, meski sumber tersebut harus bersaing dengan sumber informasi lainnya yang menyatakan dirinya obyektif. Meskipun demikian tidak sedikit media yang mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.

Objektivitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, yang bertujuan untuk memberi informasi dan pengetahuan kepada konsumen. (flournoy, 1986 : 48). Setiap berita yang disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus memenuhi unsur objektivitas. Objektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak.

(16)

pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).

Sebuah berita bisa dikatakan obyektif bila memenuhi beberapa unsur, diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak ada tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsur di atas banyak sekali berita yang disajikan belum memenuhi unsur-unsur objektivitas atau bisa dikatakan bahwa berita tersebut tidak obyektif. Suatu berita yang disajikan tidak obyektif hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan akan merugikan pihak lain. Dimensi-dimensi objektifitas menurut Rachma Ida terdiri dari aktualitas, fairness dan validitas pemberitaan, dalam akurasi pemberitaan dituliskan bahwa harrus ada kesesuaian judul dengan isi berita. (Kriyantono, 2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155).

(17)

berita yang dikeluarkan oleh Jawa Pos akan luas membentuk opini publik baik secara Nasional maupun regional Surabaya. Alasan kedua penulis memilih koran Jawa Pos karena pemberitaan upaya pelengseran Wishnu Wardhana ini menjadi sebuah berita yang istimewa, berita ini menggunakan font dengan size besar pada judulnya menjadi berita utama di Seksi Metropolis surat kabar ini.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis isi sehingga diperoleh pemahaman yang akurat dan penting. Analisisnya adalah berita di surat kabar yang analisis ini digunakan untuk mengkaji pesan-pesan di media (flournoy, 1986 : 12). Pemanfaatan ilmu komunikasi media massa dapat diperoleh secara tepat implementasi di lapangan atas objektivitas pemberitaan dari surat kabar yang menjadi subyek penelitian (McQuail, 1994 : 179).

1.2. Per umusa n Ma salah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi penelitian ini, maka judul penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah Objektivitas Pemberitaan Upaya Pelengseran Wishnu Wardhana di surat kabar Jawa Pos.”

1.3. Tujuan penelitian

(18)

1.4. Manfa at penelitian

1. Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan penelitian objektivitas berita, sehingga hasil penelitin ini diharapkan bisa menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

(19)

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Massa

Didalam mengarungi kehidupan, manusia tidak lepas dari berkomunikasi baik dengan diri sendiri, orang lain maupun dengan media massa. Komunikasi

telah mencapai tingkat dimana orang berbicara secara serempak dan serentak dengan jutaan manusia, hal itu dilakukan melalui media massa atau disebut

komunikasi massa. Komunikasi masa menurut Bittner (dalam Rakhmat, 2001 ).

“mass Communication is message communication through a mass medium to

large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang

dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).

Sedangkan menurut Devito yang dikutip dari Effendy (2001)

mendefinisikan komunikassi massa sebagai “First mass Comunication is communication addressed to the masses to an extremely large audience. This does not mean that the audience include all people or everyone who reads or everyone

who whatches television, rather it means am audience that is large an generally rather people defined. Second, mass communication isperhap most easilu

(20)

ditunjukan kepada massa kepada khalayak yang luar biasa banyaknya, ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang

menonton televise, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pula umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan visuak.

Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinikasikan menurut bentuknya : televise, radio, surat kabar, tabloid, film,

buku dan pita).

Lebih lanjut Efendy (2001) menegaskan tentang pengertian komunikasi

massa yaitu : “Mass communication is process by which a message is transmitted through one more of the mass media (Newspaper, Radio, television, movies, magazine, and books) to an audience that is relatively large an animous.”

Jadi komunikasi massa adalah proses menyebarkan pesan melalui salah satu media massa (Tabloidm radiom televise, bioskop, dan buku-buku) kepada

khalayak luas yang tidak dikenal.

McQuail (2001) dalam bukunya Teori komunikasi Massa. Suatu pengantar, menjabarkan tentang ciri-ciri komunikasi massa yaitu “ sumber

komunikasi massa bukanlah satu orang tetapi organisasi formal, “sang pengirim”nya seringkali merupakan komunikator professional. Komunikan (penerima) adalah bagian dari khalayak luas. Peasanya tidak unik beraneka ragam

(21)

Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komodisi yang mempunyai nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan”.

Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat interaktif. Komunikasi massa sering sekali mencakup kontak secara

serentak antara satu pengiriman dengan banyak penerimaan, menciptakan pengaruh luas dalam waktu singkat, dan menimbulkan respon seketika dari banyak orang serentak.

Senada dengan McQuail, Effendy (2001) memberikan cirri-ciri tentang komunikasi Massa yaitu :

1. Komunikator pada komunikasi massa

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga yaitu suatu institusi atau organisasi, maka komunikatornya melembaga

(Institusionalized Communication / Organaized Communicator). Komunikator pada komunikasi massa misalnya warttawan tabloid, karena media yang digunakan adalah suatu lembaga. Dalam menyebarluaskan

pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijakan (policy) tabloid yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai

kebebasan individual, jadi kebebasan mengemukakan pendapat (Freedom of Expression atau Feredom of Opinion) merupakan kebebasan terbatas

(22)

2. Komunikan pada komunikasi massa bersifat homogeny

Komunikan bersifaat hetrogen karena didalam keberadaannya secara

terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal antara lain jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan,

pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan dari komunikan.

Satu-satunya cara untuk mendekati keinginan selalu khalayak adalah

dengan mengelompokan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobby, dan lain-lain. Hampir semua

tabloid, surat kabar, radio, televise, menyajikan acara atau rubric tertentu yang diperuntukan bagi anak-anak, remaja, dewasa, wanita dewasa, remaja putrid, pedagang, petani, ABRI, AU, pemeluk agama Islam, Kristen,

Budha, Hindu, dan lain-lainnya; para penggemar music, film, sastra; dan kelompok-kelompok lainya.

3. Pesan pada Komunikasi massa bersifat umum

Pesannya bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Media massa akan menyiarkan berita seoarng menteri

yang meresmikan proyek pembangunan tetapi tidak menyiarkan berita seorang mentri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Perkucualian

bagi seorang kepala Negara, media massa kadang memberikan perihal beliau merayakan ulang tahunnya, menikahkan putra-putrinya, hobinya berburu, walaupun sebetulnya tidak ada hubungannya untuk kepentingan

(23)

4. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada

komunikator. Wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan pembaca terhadap pesan atau berita yang disiarkan. Yang dimaksudkan dengan “tidak mengetahui” adalah tidak mengetahui pada waktu proses

komunikasi itu berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahui juga, misalnya melalui rubrik “suara pembaca” atau “suara pendengar” yang

biasanya terdapat di tabloid, surat kabar maupun radio. Tetapi semua itu terjadi setelah komunikasi dilancarkan oleh komunikator, sehingga komunikator tidak bisa memperbaiki gaya komunikasi seperti yang biasa

terjadi pada komunikasi tatap muka. Untuk menghindari hal tersebut maka komunikator harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa

sehingga pesan yang disampaikan kepada komunikasi haruslah komunikatif.

5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.

Hal ini merupakan ciri hakiki di music atau penyanyiingkan dengan media komunikasi yang lain. Poster dan papan pengumuman adalah media

komunikasi tetapi bukan media komunikasi massa karena tidak mengandung cirri keserempakan. Pesan yang disampaikan tidak diterima

oleh khalayak dengan melihat poster atau papan pengumuman secara serempak atau bersama-sama. Lain dengan radio, televise, tabloid, surat kabar, pesan yang disampaikan secara serempak bisa diterima oleh

(24)

2.1.2 Media Cetak

Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media

massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun media massa elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh

masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film dan lain-lain, tidak terlepas kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media

massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat

(Sugiharti dalam Permana, 2009 : 14).

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan

sejumlah kata, gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali, 1995 : 99).

2.1.3 Sur at Kabar

Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan

jenis media massa lainnya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh johann Gutenberg di Jerman (Ardianto & Erdinaya, 2005:99).

(25)

menjelang kemerdekaan, zamana orde lama, serta orde baru. Surat kabar sebagai media massa dalam masa orde baru mempunyai misi menyebarluaskan

pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat mencerdaskan rakyat Indonesia. (Deppen, 2002:46)

Setelah itu perkembangan surat kabar bralih ke era reformasi. Era ini adalah

era kebebasan pers. Presiden ketiga Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, membubarkan Departemen Penerangan, biang pembatasan pers pada orde

baru yang dipimpin Harmoko. Surat kabar dan majalah kemudian dibiarkan tumbuh dan menjamur, begitu juga media-media lainnya: televisi dan radio. Tanpa tekanan; tanpa batasan. “Informasi adalah urusan masyarakat,” kata Gus

Dur.

Kebebasan ini kemudian melahirkan raksasa-raksasa media. Disebut

raksasa karena hampir semua lini media digeluti: surat kabar, majalah, televisi, radio, dan website (surat kabar digital). Mereka adalah Kompas (Jacoeb Oetama), Jawa Pos (Dahlan Iskan), Media Indonesia (Surya Paloh), Media Nusantara Citra

(Hary Tanusoedibjo), dan Tempo (Goenawan Mohamad). Luar biasanya, media mereka sampai ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.

(http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/04/surat-kabar-di-indonesia/) Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan dan persuasif), fungsi yang

paling menonjol adalah informasi. (Ardianto & Erdinaya, 2005: 104).

(26)

periodik, bersifat umum, isinya termasa dan aktual mengenai apa saja dan dimana saja di seluruh dunia untuk diketahui pembaca” (Effendy,1993:241).

Arti penting surat kabar terletak pada kemampuannya untuk menyajikan berita-berita dan gagasan-gagasan tentang perkembangan masyarakat pada umumnya, yang dapat mempengaruhi kehidupan modern seperti sekarang ini.

Selain itu surat kabar mampu menyampaikan sesuatu setiap saat kepada pembacanya melalui surat kabar pendidikan, informasi dan interpretasi mengenai

beberapa hal, sehingga hampir sebagian besar dari masyarakat menggantungkan dirinya kepada pers untuk memperoleh informasi.

Berdasarkan isinya, surat kabar lebih variatif dengan isi yang beragam. Terdapat rubrik olahraga, berita local, nasional, maupun internasional, terdapat media cetak terkini bila dibandingkan dengan media cetak lainya karena nilai

kebaruannya. Adanya rubric-rubrik tersebut membuat isi surat kabar lebih variatif, mulai dari berita-berita nasional hingga internasional. Namun secara sederhana isi

surat kabar dibagi tiga yaitu, berita (news), opini (value), iklan (advertising). Berita dalam surat kabar tidak terfokus pada salah satu fenomena masyrakat (seperti pada tabloid yang hanya membahas fenomena tentang olahraga) namun

semua fenomena atau peristiwa dalam realitas yang dilaporkan (Effendy, 2000:92). Dalam pelaporan berita yang dibuat para pekerja media (wartawan dan

(27)

2.1.4 Karakteristik Sur at Kabar

Surat kabar mempunyai beberapa karakteristik. Menurut Sam Abede

Pareno (2005:24) karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut : Berita merupakan unsure utama yang dominan, memiliki ruang yang relatif lebih leluasa,

dan memiliki waktu untuk dibaca ulang lebih lama.

Menurut Onong Uchjana Effendy ada empat ciri yang dapat dikatakan sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh surat kabar, antara lain :

1. Publisitas (Publicity)

Yang mengandung arti penyebaran kepada khalayak atau kepada publik. Karena

diperuntukkan untuk khalayak umum, isi atau informasi dalam surat kabar ini terdiri dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan umum. Untuk itu, penerbitan yang meskipun sama dengan surat kabar tidak bisa disebut sebagai

surat kabar jika hanya ditujukan kepada sekelompok orang atau golongan. 2. Periodesitas (Periodicity)

Yang berarti keteraturan dalam penerbitannya. Keteraturan ini bisa satu kali sehari bisa juga satu atau dua kali terbit dalam seminggu. Karena mempunyai keteraturan dalam penerbitannya, maka penerbit buku tidak dapat dikategorikan

sebagai surat kabar meskipun isinya menyangkut kepentingan umum karena tidak disebarkan secara periodik dan berkala.

3. Universalitas (universality)

(28)

pada suatu profesi atau aspek kehidupan, seperti majalah kedokteran, arsitektur, koperasi atau pertanian, tidak termasuk surat kabar. Memang benar bahwa

berkala itu ditujukan kepada khalayak umum dan diterbitkan secara berkala, namun bila isinya hanya mengenai salah satu aspek kehidupan saja maka tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori surat kabar.

4. Aktualitas (Actuality)

Menurut kata asalnya aktualitas, berarti “kini” dan “keadaan sebenarnya”.

Kedua-duanya erat sekali sangkut pautnya dengan berita yang disiarkan surat kabar. Berita adalah laporan mengenai peristiwa yang terjadi kini, dengan perkataan lain laporan mengenai peristiwa yang baru terjadi dan yang dilaporkan itu harus

benar. Tetapi yang dimaksudkan aktualitas sebagai ciri surat kabar adalah pertama, yaitu kecepatan laporan, tanpa menyampingkan pentingnya kebenaran

berita (Effendy, 1993:119-121).

2.1.5. Pengertian dan Fungsi Pers

Pers berasal dari perkataan belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa inggris berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press

mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantara barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua

(29)

Pers mengandung dua arti, arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala : surat kabar, majalah, dan tabloid,

sedangkan pers dalam arti luas pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik auditif dan media elektronik audivisual berkala yakni radio, televisi, film, dan media on line internet. Pers

dalam arti luas berarti media massa. Dalam paparan ini yang akan dibahas adalah pers dalam arti sempit, khususnya surat kabar. Surat kabar adalah media massa

paling tua dan merupakan media yang paling banyak dan luas penyebarannya (Sumadiria 2005 : 31).

Secara yuridis formal, seperti dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) UU pokok pers no. 40/1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan

menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis media yang tersedia (Sumadiria 2005 : 32).

Pers adalah lembaga kemasyarakatan yang merupakan sub sistem dari

sistem kemasyarakatan tempat ia beroperasi, bersama-sama dengan sub sistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara mandiri, tetapi

(30)

Apabila pers tidak mampu menyesuaikan diri kepada perubahan kondisi dan situasi lingkungan maka ia akan mati ( Efendy, 2002 : 62 ).

Fungsi pers menurut Kusumaningrat (2006 : 27) :

1. Fungsi Informatif, yaitu memberikan informasi atau berita kepada

khalayak ramai dengan cara yang teratur . pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak mekudian menuliskannya dengan kata-kata.

2. Fungsi Kontrol, yaitu pers masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan, pers harus memberitakan apa yang berjalan baik maupun yang berjalan tidak baik.

3. Fungsi Interpretatif dan Direktif, yaitu pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian, biasanya dilakukan pers melalui

tajuk rencana atau tulisan-tulisan latar belakang.

4. Fungsi Menghibur, yaitu para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia

dengan hidup dan menarik.

5. Fungsi Regeneratif, yaitu pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi dari angkatan yang

sudah tua kepada angkatan yang lebih muda.

6. Fungsi Pengawalan Hak-hak Warga Negara, yaitu mengawal dan

(31)

7. Fungsi Ekonomi, yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Tanpa radio, televisi, majalah, dan surat kabar, maka beratlah untuk dapat

mengembangkan perekonomian sepesat seperti sekarang.

8. Fungsi Swadaya, yaitu pers mempunyai kewajiban untuk memupuk

kemampuannya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh serta tekanan-tekanan dalam bidang keuangan.

Lebih lanjut Sumadiria ( 2005 : 32-35 ) menjelaskan bahwa ada lima

fungsi pers yang unversal, kerena fungsi ini dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang menganut paham demokrasi, kelima fungsi tersebut adalah :

1. Informasi ( to inform ), menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada

masyarakat yang seluas-luasnya.

2. Edukasi ( to educate ), apapun informasi yang disampaikan oleh pers hendaknya dalam kerangka mendidik.

3. Koreksi (to influence), pers akan senantiasa menyalak ketika melihat

berbagai penyimpangan dan ketidak-adilan dalam suatu masyarakat atau negara.

4. Rekreasi ( to entertaint ), menghibur, pers harus memerankan dirinya

sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.

5. Mediasi ( to mediate ), mediasi artinya penghubung. Bisa juga disebut

(32)

2.1.6. Teori Kebebasan Pers

Fred S.Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Scramm dalam bukunya

berjudul Four Theoris of the Press menyebutkan empat teori pers, yaitu; Authoritarian press, Lebertarian press, social responsibility press dan Soviet

Communist perss. Khusus teori yang terakhir, Soviet Communist Press, sebenarnya pengembangan dari Authoritarian Press, sedangan Social Responsibility Press merupakan perkembangan dari Libertarian Press. Berikut ini

merupakan penjelasan dari keempat teori itu yang dikutip dari berbagai sumber {(Effendi, 2004:62-63),(Bungin, 2007:289-292),(Nurudin, 2004:72-76),(Tankard

& Severin, 2005:373-383),(Ardianto, 2005:54-60)}. 1. Authoritarian Press (per s otoriter)

Teori otoriter adalah pers yang mendukung dan menjadi kepanjangan

tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara. Teori ini muncul setelah mesin cetak ditemukan dan menjadi dasar perkembangan pers komunis soviet. Dikenal sebagai sistem tertua yang

lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. saat itu , apa yang disebut kebenaran (truth) adalah milik beberapa gelintir penguasa

saja. Karena itu fungsi pers adalah dari puncak turun kebawah.

Ketika dasar dan teori pers pertama mendukung dan menjadi kepanjangan tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara.

(33)

bisa digunakan dalam penerbitan. Melalui penerapan hak khusus, lisensi, sensor langsung, dan peraturan yang diterapkan sendiri dalam tubuh

serikat pemilik mesin cetak, indvidu dijauhkan dari kemungkinan mengkritik pemerintah yang berkuasa. Dalam sistem otoriter, pers bisa dimiliki baik secara publik maupun perorangan, namun demikian, tetap

dianggap sebagai alat untuk menyebarkan kebijakan pemerintah. Pers lebih digunakan untuk memberi informasi kepada rakyat mengenai apa

yang penguasa pikirkan, apa yang mereka inginkan, dan apa yang harus didukung oleh rakyat. Berbagai kejadian yang akan diberitakan dikontrol oleh pemerintah karena kekuasaan raja sangat mutlak. Negara dengan raja

sebagai kekuatan adalah pusat segala kegiatan. Oleh karena itu, individu tidak penting, yang lebih penting adalah negara sebagai tujuan akhir

individu. Benito Mussolini (Italia) dan Adolf Hitler (Jerman) adalah dua penguasa yang mewarisi sistem pers otoriter.

Saat ini penyensoran, baik oleh pemerintah maupun swasta, masih hidup dan berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk yang menyatakan yang menganut demokrasi. Misalnya perselisihan yang sering terjadi

antara wartawan dengan pemerintahan Singapura yang terkenal dengan kontrol media yang ketat dimana petugas berwenang melakukan sensor

atau pengeditan pada program dan pengeditan. Harian seperti Asian Wall Street Journal, Far Eastern Economic Review, dan International Herald

(34)

Singapura, dan harus membayar denda serta menghadapi kontrol yang ketat.

2. Libertarian Press (pers liberal)

Sistem pers liberal (libertarian) berkembang pada abad ke 17-18 sebagai

akibat munculnya revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara barat yang disebut aufklarung (pencerahan). Teori ini berkembang sebagai dampak dari masa pencerahan dan teori umum

tentang rasionalisasi serta hak-hak alamiah dan berusaha melawan pandangan yang otoriter. Esensi dasar sistem ini memandang manusia

mempunyai hak asasi dan meyakini bahwa manusia akan bisa mengembangkan pemikirannya secara baik jika diberi kebebasan.

Manusia dilahirkan sebagai makhluk bebas yang dikendalikan akal dan bisa mengatur sekelilingnya untuk tujuan yang mulia. Kebebasan adalah hal yang utama untuk mewujudkan esensi dasar itu, sedangkan control

pemerintah dipandang sebagai menifestasi “pemerkosaan” kebebasan berpikir. Oleh karena itu, pers harus diberi tempat yang sebebas-bebasnya untuk mencari kebenaran. Kebenaran akan diperoleh jika pers diberi

kebebasan sehingga kebebasan pers menjadi tolak ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki oleh manusia.

(35)

dipimpin dan diarahkan. Kebenaran bukan lagi milik kodrati manusia. Dan pers dianggap partner dalam mencari kebenaran. Untuk selama dua ratus

tahun, pers Amerika dan Inggris menganut teori liberal ini, bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai Fourth Estate (kekuasaan keempat) dalam proses pemerintahan, setelah kekuasaan pertama lembaga

eksekutif, kekuasaan kedua lembaga legislatif, dan kekuasaan ketiga lembaga yudikatif.

Teori liberal pers berkembang di Inggris selama abad ke 18 tetapi tidak diperbolehkan dijalankan di koloni Inggris di Amerika Utara sampai

putusnya hubungan dengan Negara induk tersebut. Setelah tahun 1776, teori ini diimplementasikan diseluruh wilayah yang lepas dari pemerintahan colonial dan secara resmi diadopsi dengan adanya

Amandemen pertama pada piagam Hak Asasi Manusia baru yang ditambahkan ke dalam Undang-undang dasar. Dari tulisan Milton, Locke,

dan Mill dapat dimunculkan sebagai pemahaman bahwa pers harus mendukung fungsi membantu menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang memberikan informasi,

menghibur, dan mencari keuntungan. Di bawah teori liberal, pers bersifat swasta, dan siapaun yang mempunyai uang yang cukup dapat menerbitkan

media. Media dikontrol dalam dua cara. Dengan beragamnya pendapat “proses pembuktian kebenaran” dalam “pasar bebas gagasan” akan memungkinkan individu membedakan mana yang benar dan yang salah.

(36)

menindak tindakan fitnah, tindakan senonoh, ketidaksopanan, dan hasutan dalam masa peperangan.

On Liberty, perwujudan terbaik dan ringkas dari gagasan mendukung

”pers bebas”, diterbitkan pada pertengahan abad 19 oleh John Stuart Mill.

Pada bab 2 buku ini, Mill berpendapat bahwa kalau kita mematikan opini, maka mati pula kebenaran. Teori liberal mengatakan bahwa manusia dapat membetulkan kesalahannya, namun hanya bila ada kemungkinan atau

kesempatan untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat agar fakta dan kebenaran akhirnya bisa terlihat. Mill berpendapat bahwa satu-satunya

cara manusia agar bisa memahami segala sesuatu secara utuh adalah dengan mendengar berbagai pendapat orang tentang hal tersebut. Teori liberal dengan paham kebenarannya yang diterima secara luas, berguna

dan terus berkembang sampai akhirnya revolusi industri juga mempengaruhi dunia penerbitan dan penyiaran. Ketika teknologi

memungkinkan distribusi koran dengan luas dan cepat, nilai ekonomi produksi masal menjadi sangat penting.

Perusahaan penerbit koran mulai membeli atau bergabung dengan penerbit yang kecilsampai akhirnya kini banyak kota yang memiliki lebih dari satu surat kabar yang bersaing satu sama lain. Hal ini menyebabkan banyak

(37)

abad 20 telah menunjukkan bahwa manusia tidak selalu berhubungan dengan informasi dengan cara yang tampak rasional. Rasionalisasi sendiri

adalah usaha untuk memberikan penjelasan yang masuk akal untuk tindakan yang tidak masuk akal. Pendapat seperti itu membantah filosofi ”manusia rasional” yang menjadi dasar teori liberal.

3. Social Responsibility Press (pers tanggung jawab sosial)

Muncul pada abad ke 20 sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari

libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Di abad ini, ada gagasan yang berkembang bahwa media satu-satunya yang

dilindungi piagam hak asasi manusia, harus memenuhi tanggung jawab sosial. Teori tanggung jawab sosial, yang merupakan gagasan evolusi praktisi media, dan hasil kerja komisi kebebasan pers (Comission on

Freedom of The Press), berpendapat bahwa selain bertujuan untuk

memberikan informasi, mengibur, mencari untung (seperti hal teori

liberal), juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi.

Teori tanggung jawab sosial mengatakan bahwa, setiap orang yang memiliki suatu yang penting untuk dikemukakan harus diberikan hak

dalam forum, dan jika media tidak dianggap memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Dasar pemikiran sistem ini

(38)

Sistem ini muncul di Amerika Serikat ketika apa yang telah dinikmati oleh pers Amerika selama dua abad lebih, dinilai harus diadakan pembatasan

atas dasar moral dan etika. Penekanan pada tanggung jawab sosial dianggap penting untuk menghindari kemungkinan terganggunya ketertiban umum. Menurut Peterson, “kebebasan pers harus disertai

kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat guna melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepada komunikasi massa

dalam masyarakat modern selama ini.” Sistem ini juga lebih menekankan kepentingan umum dibanding dengan kepentingan pribadi. Social Responsibility muncul di negara-negara nonkomunis dan sering juga

disebut sebagai new libertarianism.

Di bawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan

konsumen, kode etik profesional, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan pengatur mengingat keterbatasan teknis pada jumlah saluran

frekuensi yang tersedia. Selama bertahun-tahun di Amerika ada kecenderungan untuk melakukan “deregulasi” bidang penyiaran. Alasannya adalah dengan adanya teknologi beru seperti TV kabel dan

siaran berdaya rendah, saat ini ada cukup banyak saluran yang tersedia dalam tiap komunitas sehingga aturan yang ada tidak diperlukan lagi.

(39)

cukup penting untuk diberi cukup ruang dan waktu dalam media. Dulu komisi Hutchins (komisi kebebasan pers) melihat bahwa media jarang

mengaitkan berita-beritanya dalam masalah yang betul-betul mempengaruhi pemirsa/pembacanya. Saat ini kita melihat beberapa pengecualian. Misalnya, pada awal tahun 1999, New York Times

menerbitkan “Global Contagnion” sepanjang 26.000 kata dan dibuat kata dan dibuat dalam empat seri untuk membahas krisis keuangan dunia

(15-18 februari). Kritik lainnya terhadap pers yang diungkap komisi Hutchins adalah kurangnya tindak lanjut atas suatu kejadian. Di sinilah banyak media menjalankan produk baru. Banyak masalah media berhubungan

dengan pendidikan reporter dan editornya dan kurang persiapan sebelum melaksanakan tugas. Hal ini menjadi perhatian komisi baik dulu maupun

sekarang. Reporter dan editor sering kali melakukan kesalahan ketika harus memberitakan fakta yang berhubungan dengan matematika, ilmu pengetahuan, sejarah, dan geografi. Kesalahan faktual yang jelas terlihat

akan menimbulkan keraguan pada keakuratan keseluruhan laporan. Jika reporter dan editor tidak dapat menyajikan fakta yang jelas dan benar,

apakah pembaca dan pemirsa dapat percaya bahwa fakta yang lebih rumit dapat disajikan benar? Akibatnya timbul keraguan pada kredibilitas media yang semakin dan memang selalu rendah.

4. Soviet Communist Press (per s komunis Soviet)

Teori pers komunis social baru tumbuh dua tahun setelah revolusi oktober

(40)

karena munculnya Negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Sistem ini dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx tentang

perubahan sosial yang diawali oleh Dialektika Hegel (mengatakan bahwa tak ada bidang-bidang realitas maupun bidang-bidang pengetahuan yang terisolasi/berdiri sendiri; semua saling terkait dalam satu gerak

penyangkalan dan pembenaran. Sesuatu itu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungan).

Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral negara. Pers menjadi alat atau organ partai yang berkuasa

(partai komunis Uni Soviet/PKUS). Dengan demikian, segala sesuatu ditentukan oleh negara (partai). Kritik diijinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai. Media massa melakukan yang terbaik untuk partai

yang ditentukan oleh pemimpin PKUS. Bagi Lenin (penguasa Soviet pada waktu itu) pers harus melayani kepentingan kelas dominan dalam

masyarakat, yakni proletar. Pers harus menjadi collective propagandist, collective agitator, collective organizer. Adapun kaum proletar diwakili

oleh partai komunis.

Fungsi pers adalah indoktrinasi massa, pendidikan atau bimbingan massa yang dilancarkan partai. Ini juga diakui Stalin, pemimpin sesudah Lenin.

(41)

yang dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan sebagaimana biasanya terjadi dalam kehidupan komunis. Sebab itu, di negara tersebut

tidak terdapat pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah. Segala sesuatu yang memerlukan keputusan dan penetapan umumnya dilakukan oleh para pejabat pemerintah sendiri. Dengan bubarnya negara Uni Republik

Sosialis Soviet pada 25 desember 1991 yang kini menjadi negara persemakmuran, negara tersebut sekarang telah melepaskan sistem politik

komunisnya.

Dengan demikian, kini teori pers komunis praktis hanya dianut oleh RRC

karena negara yang dulu berada di bawah payung kekuasaan Uni Soviet pun sekarang ini hampir semua melepaskan sistem politik komunisnya. Perbedaan teori pers ini dibanding dengan teori lain adalah dihilangkannya

motif profit (yakni prinsip untuk menutup biaya) media, menomorduakan topikalitas (topikalitas adalah orientasi pada apa yang sedang ramai

dibicarakan), jika dalam teori pers penguasa semata-mata orientasinya adalah upaya mempertahankan “status-quo”, dalam teori pers komunis Soviet orientasinya adalah perkembangan dan perubahan masyarakat

(untuk mencapai tahap kehidupan komunis).

(42)

filsafat hidup dan ideologi suatu negara juga telah berperan besar dalam mempengaruhi sebuah pers. Ini juga berarti bahwa sistem yang dikembangkan

juga berbeda. Salah satu alasan kenapa kiat perlu mempelajari berbagai macam sistem pers adalah untuk mengetahui sekaligus melakukan perbandingan antarsistem pers. Disamping itu pula agar kita menjadi tahu dimana posisi sistem

pers Indonesia.

Indonesia termasuk dalam sistem pers tanggung jawab sosial. Ini tidak

hanya dilihat dari istilah “kebebasan pers yang bertanggung jawab” seperti yang kita kenal selama ini.Namun berbagai aktualisasi pers pada akhirnya harus

disesuaikan dengan etika dan moralitas masyarakat. Salah satu bukti bahwa ada pers yang tidak menerapkan sistem tersebut pernah dialami oleh tabloid Monitor. Tabloid ini digugat keberadaannya karena tidak menjadikan tolak ukur

masyarakat sebagai referensi utama. Artinya, di masyarakat ada suatu moralitas dan etika yang dikembangkan dan diyakini tetapi tetap dilanggar. Apa yang

diberitakan pers harus bisa dipertanggungjawabkan pada masyarakat. Adapun tanggung jawab itu ada satu dasar ideologi yang diyakini, yakni pancasila. Pancasila harus dijadikan acuan dalam perilaku pers. (Nur udin, 2007:69-75)

Di Indonesia pers dijamin kebebasannya melalui undang-undang. Diantaranya yaitu Undang - Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang

(43)

2.1.7. Berita

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,

menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet. Berita berasal dari

bahasa sansekerta, yaitu urit yang dalam bahasa Inggris disebut write, yang berarti sebenarnya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Writta, artinya kejadian atau yang telah terjadi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia

karya Poerwadarminto, berita diperjelas menjadi laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.

Sedangkan menurut McQuail (1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya.

Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain

telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, alamat, dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis dengan cara

yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (panuju, 2005 : 52).

(44)

atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.

Menurut Djuroto (2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Menjaga objektivitas dalam pemberitaan.

2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.

3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.

Sedangkan menurut Kusumaningrat (2006 : 47) unsur-unsur yang

membuat suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap, Adil, Berimbang, Objektif, Ringkas, Jelas, dan Hangat.

Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita,

dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan waratwan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita ini menjadi menentukan berita layak berita. Menurut Ishwara (2005 : 53)

peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan,

human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.

Berita memiliki banyak jenis, Menurut Sumadiaria ( 2005 : 69-71 ) dalam

(45)

1. Elementary yaitu :

a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu

peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H).

b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda dengan Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri

sebagai informasi tambahan untuk peristiwa itu sendiri.

c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita

menyeluruh, mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam satu bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya

terlihat dengan jelas.

2. Intermediate yaitu :

a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan depth news . berita interpretative biasanya memfokuskan pada

sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam

jenis laporan ini reporter menganalisis dan menjelaskan.

b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis

(46)

lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang disajikan.

3. Adnance yaitu :

a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat

mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual.dengan membaca karya pelaporan mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik

duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau sudut pandang.

b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda

dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatkan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Dalam laporan investigatif

waratawan melakukan penyelidikan untuk memeperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya sering ilegal atau tidak etis

c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini

yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat umum

(47)

Berita mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide. Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya,

fakta tersebut dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standart operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata kuliah dasar-dasar jurnalistik).

Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.

2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.

3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.

Berdasarkan pasal dari kode etik jurnalistik milik AJI (pasal 3/14 Maret 2006) dijabarkan melalui sebagai berikut :

a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran informasi.

b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.

(48)

Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga dapat menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang

factual dari apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda tanya dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.

Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian antara judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak dengan pembaca yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita

harus mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk menghindari salah persepsi saat berita dibaca hanya menarik saat dibaca

sekilas oleh khalayak melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai dengan isi.

Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk

kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya

melalui mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin pada isi beritanya.

Pada jurnal mata kuliah jurnalistik, dikatakan fungsi judul berita adalah :

1. Memberikan identitas pada berita

2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita

3. Menarik perhatian pembaca

(49)

untuk memperjelas isi pemberitaan. Penempatan adanya data pendukung berita ini sangat penting atas pertimbangan berikut :

1. Foto, gambar, table, dan ilustrasi merupakan unsure berita yang pertama kali menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip

dari jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung berita di atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan bagian dari unsure berita yang disajikan.

2. Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto

mampu menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.

Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas yang menurut Denis McQuail merupakan ciri utama berita melalui

menyajikan suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya pemberian identitas waktu dalam sebuah penyajian berita.

Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida terbalik yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang terpenting sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya

(50)

(Gambar Piramida Terbalik 5W+ 1H)

Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat lead atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini

mencakup rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :

a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi

c. When : Kapan peristiwa itu terjadi

d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi

e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi

Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan

sebagai paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau mendukung tulisan pada paragraf pertama.

Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan

adalah :

LEAD (5W + 1H)

TUBUH

Rincian lead, latar belakang dan informasi lanjutan

Sangat

(51)

a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat memberi kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.

b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti oleh semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang

bersifat heterogen.

c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin

untuk mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat. d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release

walaupun mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang

beropini, namun haruslah jelas opini tersebut dinyatakan oleh siapa. e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu

mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik Relations sebagai sumber informasi.

f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam

penulisannya sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu dihindari penggunaan kata yang berbelit-belit.

Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan hal yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan

(52)

Nara sumber dalam berita penting karena berkaitan dengan kredibilitas media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal nara

sumber berkaitan erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana ada pihak yang merasa dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu, masalah nara sumber, jurnalis dituntut untuk se-valid mungkin dalam menyajikan

berita.

2.2.Objektifitas Berita

Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di

benak khalayak – the world outside and the pictures in our head, tidaklah bias dikarenakan informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi

unsure objektifitas.

Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers

merupakan cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep

objektifitas. Oleh karena itu jika terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah paradigma yang

mensyaratkan adanya konsep objektifitas dalam penyajian berita.

(53)

Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah

mengapa pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan

semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan

pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).

Sebagai salah satu prinsip penilaian, objektivitas memang hanya mempunyai cakupan yang lebih kecil dibanding dengan prinsip lain, tetapi

prinsip objektivitas memiliki fungsi yang tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitannya dengan kualitas informasi. Objektivitas pada umumnya berkaitan dengan berita dan informasi. (McQuail, 1994 : 129).

Objektivitas, betapapun sulitnya, harus diupayakan oleh insan pers. Objektivitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial. Institusi pers dituntut objektif dan netral atas semua fakta. Hal ini penting

(54)

J. Westerstshl (1983) mengembangkan kerangka konseptual dasar bagi usaha meneliti dan mengukur objektivitas pemberitaan yang kemudian

dirinci lebih lanjut oleh Denis McQuail (1992). Meta-konsep objektivitas pemberitaan yang dikembangkan itu memiliki dua dimensi, yakni factuality – dimensi kognitif atau kualitas informasi pemberitaan; dan impartiality –

dimensi evaluatif pemberitaan dihubungkan dengan sikap netral wartawan terhadap objek pemberitaan, menyangkut kualitas penanganan aspek

penilaian, opini, interpretasi subjektif dan sebagainya.

Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut :

Bagan 1. Konsep Objektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)

Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it

seems to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or

standards” (Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 :

403).

Object ivit y

Fakt ualit y Impart ialit y

Trut h / Akurat Relevance / Valid

Balance / non part isanship

(55)

Dimensi factuality memiliki dua sub-dimensi, yakni truth dan

relevance. Truth adalah tingkat kebenaran dan keterandalan (reliabilitas)

fakta yang disajikan, ditentukan oleh factualness (pemisahan yang jelas

antara fakta dan opini) dan accuracy (ketepatan data yang diberikan, seperti jumlah, tempat, waktu, nama, dan sebagainya). Dikatakan akurat bila terdapat kesesuaian judul berita dengan isi berita dan terdapat pencantuman

waktu.

Sub-dimensi relevance mensyaratkan perlunya proses seleksi

menurut prinsip kegunaan yang jelas, demi kepentingan khalayak. Pemberitaan dinyatakan valid apabila sunber berita jelas dan berita berasal dari wartawan atau dari pelaku langsung sebagai pihak yang berkompeten.

Sub-dimensi balance berkait dengan proses seleksi, mensyaratkan perlunya proses seleksi yang memberikan equal or proportional access/attention yakni pemberian akses, kesempatan dan perhatian yang

sama (sekurangnya proporsional) terhadap para pelaku penting dalam berita; dan even-handed evaluation – yaitu pemilihan penilaian negatif dan positif

yang berimbang untuk setiap pihak yang diberitakan. Sebuah berita dinyatakan seimbang bila masing-masing pihak diberikan porsi yang sama dalam pemberitaan.

(56)

sensasional. Sebuah berita dikatakan netral apabila tidak terdapat opini dan penghakiman wartawan. Sebuah pemberitaan bisa dikatakan objektif apabila

memenuhi keempat unsur di atas yaitu ; akurat, valid, seimbang, dan netral.

Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang

peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan

subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Hanya saja, ada jurnalis yang menempatkan objektifitas sebagai simbol keyakinan di dalam

pekerjaannya, dan ada pula jurnalis yang mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas serta tanggungjawabnya sehari-hari.(Charilote, 2006 : 3).

Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3,

Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta

menetapkan azas praduga tak bersalah”.

Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar.

Gambar

Gambar Kerangka Berpikir
Tabel Berita 1
Tabel Berita 2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa nilai R Square yang diperoleh adalah sebesar 0,345 yang berarti variable Pengamalan Keagamaan Siswa dapat

Hasil tersebut menunjukkan bahwa usahatani ubikayu menguntungkan karena nilai R/C lebih dari 1, sehingga dapat dikatakan usahatani yang dilaksanakan petani di

Guru Professional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.. Majid, Abdul dan Dian

[r]

[r]

Pihak yang diwawancara yang kedua ; Siswa, dimana peneliti akan bertanya kepada siswa tentang bagaimana pembelajaran SKI dikelas mereka masing-masing dan bagaimana

Untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas, rasio leverage, rasio profitabilitas, rasio aktivitas dan rasio nilai pasar secara simultan terhadap return saham Perusahaan

ada dalam suatu perusahaan maka, akan sangat membantu auditor untuk lebih.. menekankan pada titik kelemahan tersebut untuk pengujian