MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM
NON-KOMPOSIT
Untuk memenuhi sebagian persyar atan dalam memper oleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Program Studi Teknik Sipil
DISUSUN OLEH :
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
J AWA TIMUR
2013
TUGAS AKHIR
Dikerjakan Oleh : DWIANGGA AGITYA R
NPM. 0953210062
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN ”
MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA GEDUNG
PERKANTORAN PETROSIDA GRESIK DENGAN
MENGGUNAKAN HEXAGONAL CASTELLATED BEAM
NON-KOMPOSIT
Telahdipertahankandihadapandanditer imaoleh Tim PengujiTugasAkhir Pr ogamStudiTeknikSipil FTSP UPN “Veteran” J awaTimur
PembimbingUtama
Ir. Wahyu Kartini, MT NPT. 3 6304940031 1
PembimbingPendamping
Ir. Made D. Astawa,MT NIP. 19530191 198601 1 00 1
Tim Penguji Penguji I
Sumaidi, ST
NIP. 3 7603 09 0274 1 Penguji II
Ir. Ali Arifin, MT
Penguji III
Candr aIr awan, ST.,MT
Mengetahui,
DekanFakultasTeknikSipildanPer encanaan
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas kuasa-Nya, sehingga Tugas Akhir yang berjudul “ Modifikasi Struktur Rangka Gedung Perkantoran Petrosida Gresik Dengan Menggunakan Hexagonal Castellated Beam Non-Komposit” dapat diselesaikan.
Tugas akhir ini diajukan sebagai persyaratan gelar kesarjanaan jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional Jawa Timur. Diharapkan tugas akhir ini dapat berguna bagi semua pihak dalam pengaplikasian ilmu dan teknologi dalam masyarakat. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat kekurangan, untuk itu segala saran dan masukan tentang penulisan tugas akhir ini sangat diharapkan.
Penyusunan Proposal tugas akhir ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah banyak membantu terselesaikannya proposal ini. Pada kesempatan ini penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.Wahyu Kartini, MT selaku dosen konsultasi pembimbing pertama dan Bapak Ir.Made D.Astawa,MT selaku dosen konsultasi pembimbing kedua serta teman-teman seperjuangan yang telah bersedia membantu.
Surabaya, 24 Oktober 2013
Abstrak... .. i
Kata Pengantar ... . ii
Daftar Isi ... .iii
Daftar Gambar... .ix
Daftar Tabel ... .xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... ..1
1.2 Permasalahan ... ..2
1.3 Maksud dan Tujuan ... ..2
1.4 Batasan Masalah ... ..3
1.5 Manfaat Penelitian ... ..3
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Castellated Beam ... ..4
2.1.1 Pengertian Castellated Beam ... ..4
2.1.2 Terminologi ... ..4
2.2 Proses Pembuatan Castellated Beam ... ..5
2.3 Tipe-tipe Pemotongan Castellated Beam ... ..6
2.4 Keuntungan dan Kekurangan dari Castellated Beam ... ..8
2.4.1 Keuntungan dari Castellated Beam ... ..8
2.4.2 Kekurangan dari Castellated Beam ... ..9
2.5 Kegagalan dalam Castellated Beam ... ..9
2.6 Kontrol lendutan pada Balok Statis Tertentu ... 11
2.6.1 Untuk Beban Terbagi Rata ... 11
2.6.2 Untuk Beban Terpusat ... 12
2.6.3 Lendutan pada Balok statis tak Tentu ... 12
iv
2.8 Hubungan Balok Kolom ... 14
2.8.1 Gaya Geser Rencana pada Daerah Panel ... 15
2.8.2 Gaya Geser yang Terjadi pada Daerah Panel ... 16
2.9 Perencanaan Sambungan ... 17
2.9.1 Umum ... 17
2.9.2 Sambungan Balok Anak dengan Balok Eksterior ... 18
2.9.2.1 Sambungan pada Badan Balok Anak ... 18
2.9.3 Sambungan Balok Induk dengan Kolom ... 19
2.10.3 Sambungan Pelat dengan Balok ... 20
BAB III METODOLOGI 3.1 Bagan Alir Metodologi Penyelesaian Tugas Akhir ... 23
3.2 Metodologi Penyelesaian ... 24
3.3 Peraturan ... 26
3.4 Pembebanan ... 27
3.4.1 Beban Mati ... 27
3.4.2 Beban Hidup ... 27
3.4.3 Beban Gempa ... 27
3.4.4 Beban Angin ... 29
3.5 Kombinasi Beban ... 30
3.6 Batasan Story Drift ... 31
3.7 Kontrol Perhitungan Balok dan Kolom ... 31
3.7.1 Kontrol Perhitungan Balok Castellated ... 31
3.7.2 Kontrol Perhitungan Kolom ... 35
3.8 Hubungan Balok Kolom ... 38
3.8.1 Daerah Panel Hubungan Balok Kolom ... 40
3.8.1.1 Gaya Geser Rencana pada Daerah Panel ... 40
3.8.1.2 Gaya Geser yang Terjadi pada Daerah Panel ... 41
3.9 Sambungan ... 42
3.9.1 Klasifikasi Sambungan ... 42
3.9.3 Sambungan Las ... 43
BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 4.1 Pelat Atap ... 45
4.1.1 Beban Berguna... 45
4.1.2 Pembebanan Pelat Atap ... 46
4.2 Pelat Lantai ... 47
4.2.1 Beban Berguna ... 47
4.2.2 Pembebanan Pelat Lantai ... 48
4.3 Perencanaan Balok Anak ... 49
4.3.1 Data Perencanaan Balok Anak Profil Castellated... 49
4.3.1.1 Kontrol Penampang ... 50
4.3.2 Perhitungan Dimensi Profil Castellated ... 51
4.3.2.1 Mencari Ix dan Zx pada Profil Castellated ... 52
4.3.3 Pembebanan ... 54
4.3.4 Kontrol Penampang ... 56
4.3.5 Persamaan Interaksi ... 60
4.3.6 Kontrol Jarak antar Lubang ... 61
4.3.7 Kontrol Lendutan ... 61
4.4 Perencanaan Tangga ... 62
4.4.1 Data-data Perencanaan Tangga ... 62
4.4.2 Pelat Anak Tangga ... 63
4.4.2.1 Pembebanan Pelat Anak Tangga ... 64
4.4.2.2 Kontrol Lendutan ... 65
4.4.3 Pengaku Pelat Anak Tangga ... 65
4.4.3.1 Pembebanan ... 65
4.4.3.2 Kontrol Lendutan ... 68
4.4.3.3 Kontrol Penampang Profil ... 68
4.4.3.4 Kontrol Kuat Geser ... 69
4.4.4 Pelat Bordes ... 70
vi
4.4.5 Balok Tangga ... 71
4.4.5.1 Pembebanan ... 71
4.4.5.2 Kontrol Penampang Profil ... 75
4.4.5.3 Kontrol Tekuk Lateral ... 76
4.5.4 Kontrol Kuat Geser ... 77
4.4.5.5 Kontrol Interaksi Tekan dan Lentur ... 77
4.4.5.6 Kontrol Lendutan ... 78
4.5 Perencanaan Balok Lift ... 78
4.5.1 Balok Penggantung Lift ... 79
4.5.1.1 Data-data Perencanaan ... 81
4.5.1.2 Pembebanan Balok Penggantung Lift ... 82
4.5.1.3 Kontrol Penampang ... 83
4.5.1.4 Kontrol Kuat Geser ... 84
4.5.1.5 Kontrol Lendutan ... 84
4.5.2 Balok Penumpu Lift ... 85
4.5.2.1 Data-data Perencanaan ... 85
4.5.2.2 Pembebanan Penumpu Lift ... 85
4.5.2.3 Kontrol penampang ... 86
4.5.2.4 Kontrol Kuat Geser ... 87
4.5.2.5 Kontrol Lendutan ... 88
BAB V PEMBEBANAN DAN ANALISA STRUKTUR PRIMER 5.1 Umum ... 89
5.2.2 Perhitungan Berat Struktur ... 90
5.3 Pembebanan Gempa Statik Ekivalen ... 95
5.3.1 Waktu Getar Alami ... 95
5.3.2 Gaya Geser Dasar Nominal ... 96
5.3.3 Distribusi Gaya Geser Horizontal Gempa ... 97
5.3.4 Eksentrisitas Pusat Massa ... ..99
5.3.5 Arah Pembebanan ... 100
5.4.1 Kinerja Batas Layan ... 100
5.4.2 Kinerja Batas Ultimit ... 102
5.5 Perhitungan Kontrol Dimensi Balok Induk Interior ... 103
5.5.1 Balok Induk 1 ... 103
5.5.2 Balok Induk 2 ... 112
5.6 Perhitungan Kontrol Dimensi Kolom Interior ... 120
5.6.1 Kolom King Cross ... 120
5.7 Perhitungan Kontrol Dimensi Kolom Eksterior ... 127
5.7.1 Kolom Queen Cross ... 127
BAB VI HUBUNGAN BALOK KOLOM DAN DAERAH PANEL 6.1 Hubungan Balok Kolom ... 134
6.1.1 Hubungan Balok Kolom Interior ... 136
6.1.2 Hubungan Balok Kolom Eksterior ... 138
6.2 Daerah Panel Hubungan Balok Kolom ... 139
6.2.1 Gaya Geser Rencana pada Daerah Panel ... 139
6.2.2 Gaya Geser yang terjadi pada Daerah Panel ... 141
BAB VII PERENCANAAN SAMBUNGAN 7.1 Sambungan Balok Anak dengan Balok Esterior ... 145
7.1.1 Sambungan pada Badan Balok Anak ... 145
7.1.2. Sambungan pada Badan Balok Eksterior ... 146
7.2 Sambungan Balok Anak dengan Balok Interior ... 148
7.2.1 Sambungan pada Badan Balok Anak ... 149
7.2.2 Sambungan pada Badan Balok Interior ... 150
7.3 Sambungan Balok Induk dengan Kolom ... 151
7.3.1 Sambungan pada Badan Balok ... 151
7.3.2 Sambungan pada Sayap Kolom ... 154
7.4 Sambungan Balok Induk B2 dengan Kolom ... 156
7.4.1 Sambungan pada Badan Balok ... 156
viii BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan ... 162 8.2 Saran ... 164
Nama mahasiswa : Dwiangga Agitya R NPM : 0953 210 062
ABSTRAK
Industri konstruksi dewasa ini selalu dituntut persaingan dalam banyak hal. Salah satu diantaranya adalah dalam penggunaan material. Baja merupakan suatu alternatif material yang menguntungkan dalam pembangunan gedung maupun konstruksi struktur lainnya. Tugas Akhir ini mencoba mendesain kembali suatu gedung menggunakan profil baja Castellated Beam sebagai balok-baloknya. Dalam Tugas Akhir ini dibahas perencanaan ulang Gedung Perkantoran Petrosida yang merupakan perkantoran dan tempat pertemuan yang awalnya terdiri dari 5 lantai dan di desain dengan menggunakan struktur beton bertulang di modifikasi menjadi 8 lantai dengan struktur Castellated beam non komposit. Adapun kelebihan dari Castellated Beam adalah karakteristiknya yang cukup menguntungkan, diantaranya adalah dengan lebar profil yang lebih tinggi (dg), mampu memikul momen lebih besar dan memiliki tegangan ijin yang lebih kecil, bahannya ringan, kuat, serta mudah dipasang, cocok untuk bentang panjang dan dapat digunakan untuk gedung tingkat tinggi.
Perencanaan perhitungan dalam tugas akhir ini menggunakan peraturan dari SNI 03 – 1729 – 2002 untuk perencanaan struktur baja dan SNI 03 – 1726 – 2002 untuk perencanaan ketahanan gempa. Gaya gempa dasar untuk arah y diambil 30% dan untuk arah x diambil 100% dari gaya gempa dasar. Peraturan pembebanan mengacu pada PPIUG 1983. Metode pengerjaan menggunakan sistem struktur rangka pemikul momen khusus (SRPMK) karena lokasi bangunan diasumsikan terletak pada zona gempa 6.
Dan dari hasil analisa menggunakan program ETABS dan perhitungan diperoleh untuk struktur sekunder meliputi pelat lantai berupa pelat beton dengan tebal 11cm, pelat atap tebal 9cm. Untuk struktur primer diperoleh hasil, balok anak menggunakan dimensi Castellated beam 300x100x5,5x8, balok induk 1 dimensi Castellated beam 600x200x8x13, balok induk 2 dimensi Castellated beam 375x125x6x9, dan untuk kolom king cross dan queen cross dengan dimensi 700x300x13x24.
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan konstruksi saat ini selalu dituntut persaingan dalam banyak hal, termasuk didalamnya adalah pemilihan jenis material yang digunakan. Untuk itu dibutuhkan material pendukung suatu konstruksi yang mempunyai mutu serta efektifitas biaya dan waktu yang memadai. Maka dengan demikian konstruksi baja lebih dingaggap mempunyai kelebihan dibanding konstruksi beton apabila dilihat dari segi mutu yang terjamin, karena material dibuat secara fabrikasi (homogen) dipabrik yang telah memenuhi syarat ketentuannya dan kemudian dipasangkan pada struktur. Dengan ini memberikan keuntungan dengan mempercepat pengerjaan serta menghemat biaya konstruksi.
castellated, maka diperkiran mengalami penurunan pada berat gedung dibandingkan
pada saat masih menggunakan struktur beton bertulang. Dalam Tugas Akhir ini dilakukan pembahasan mengenai penggunaan baja jenis castellated pada balok karena Castellated Beam mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya adalah (J ihad Dokali Megharief, 1997 dan J ohann Grunbauer, 2001 ) :
1. Dengan lebar profil yang lebih tinggi (dg), menghasilkan momen inersia dan section modulus yang lebih besar sehingga lebih kuat dan kaku dibandingkan
profil asalnya.
2. Mampu memikul momen lebih besar dan tegangan ijin yang lebih kecil. 3. Bahannya ringan, kuat, serta mudah dipasang.
4. Sesuai untuk bentang yang panjang dibanding dengan profil baja WF biasa. 1.2 Per masalahan
Dengan penjelasan diatas, maka dalam penulisan Tugas Akhir ini permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana merencanakan dimensi yang cocok pada struktur balok pada gedung baja dengan menggunakan profil Castellated Beam dan sesuai perhitungan perencanaan struktur AISC-LRFD
2. Bagaimana menentukan jenis sambungan balok kolom yang dapat memenuhi syarat – syarat keamanan struktur sesuai dengan SNI 03 – 1729 – 2002.
1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan Tugas Akhir ini adalah:
2. Untuk mendapatkan sambungan yang sesuai dengan perencanaan awal yang dapat digunakan saat analisis beban yang bekerja.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam tugas akhir ini diantaranya seperti berikut ini :
1. Desain dan evaluasi struktur mengacu pada jurnal ASCE (yang mengacu pada AISC-LRFD)
2. Pembebanan dihitung berdasarkan PPIUG 1983.
3. Beban gempa pada zona 6 dihitung berdasarkan SNI 03-1726-2002.
4. Perencanaan menggunakan balok dengan profil Hexagonal Catellated Beam non-komposit.
5. Program bantu yang digunakan adalah ETABS V.9.7.1 dan Autocad 2007. 1.5 Manfaat Penelitian
2.1 Castellated Beam
2.1.1 Pengertian Profil Castellated Beam
Castellated Beam adalah suatu spesifikasi profil yang ditingkatkan
kekuatan komponen strukturnya dengan memperpanjang kearah satu sama lain dan di las sepanjang pola. Castellated Beam ini mempunyai tinggi (h) hampir 50% lebih tinggi dari profil awal sehingga meningkatkan nilai lentur axial, momen inersia (Ix), dan modulus section (Sx) (Knowles 1991).
2.1.2 Ter minologi
Dibawah ini merupakan ilustrasi bagian-bagian dari Castellated Beam.
• Web Post : Area solid dari Castellated Beam.
• Castellation : Area yang sudah mengalami pelubangan (hole).
• Throat Width : Perpanjangan horisontal dari potongan “gigi” bawah profil
• Throat Depth : Tinggi daerah profil potongan “gigi” bawah sampai sayap
profil (Patrick Bardley 2007).
Castellation adalah proses memotong badan profil dengan pola zig-zag yang
dicetak menggunakan hot-rolled (cetakan panas) berbentuk H, I, atau U. Setengah bagian profil baja yang telah dipotong disambung dengan cara digeser atau dibalik (ujung kanan di las dengan ujung kiri, dan sebaliknya) sehingga membentuk lubang berbentuk polygonal. Hal ini mengakibatkan bertambahnya tinggi (h) dan tinggi daerah pemotongan (d) (Amayreh dan Saka 2005).
Tan φ =
b d
b = ϕ tan
d
dT =
2 d h−
Semakin panjang e, bertambah pula tegangan tekuk (bending stress) pada bagian T (tee section) dikarenakan V (shear force) bertambah.
2.2 Pr oses Pembuatan Castellated Beam
Proses fabrikasi dari Castellated beams diuraikan sebagai berikut (Grunbauer 2001) :
φ b e
1. Badan profil dibuat dicetakan hot-rolled (cetakan panas) berbentuk I, H, atau U dengan pola pemotongan zig – zag.
2. Setengah hasil potongan digeser, ujung atas kanan dilas dengan ujung bawah kiri, dan sebaliknya. Sehingga lubang yang dihasilkan berbentuk segi enam (hexagonal). Untuk menghasilkan lubang berbentuk segi delapan (octogonal) maka disisipkan plat segi empat di kedua sisi. Bila pola pemotongan berbentuk setengah lingkaran, maka lubang yang dihasilkan adalah lingkaran (circular).
Gambar 2.2 Proses pembuatan Hexagonal Castellated Beams (Gr unbauer 2001)
2.3 Tipe – Tipe Pemotongan Castellated Beam
Ada 4 ( empat ) tipe pemotongan balok berdasarkan dimensi U dan T (Gr unbauer 2001).
1. Beam ends left ragged, U = T
(Simple and cheap, but not convenient to use)
Gambar 2.3 Beam ends left ragged, U = T (Gr unbauer 2001)
2. Beam ends left ragged, U >T (Longer ends, but not very effective)
Menghasilkan ujung potongan yang panjang tetapi tidak efektif.
Gambar 2.4 Beam ends left ragged, U > T (Gr unbauer 2001) 3. Beam ends finished, U = T
(Nice finish, dearer due to extra cutting operation and material waste) Menghasilkan potongan yang baik (rapi) serta menghemat material (tidak banyak bahan yang terbuang).
Gambar 2.5 Beam ends finished, U = T (Gr unbauer 2001)
Kuat dan kaku, tetapi mahal karena adanya penambahan plat.
Gambar 2.6. Beam ends finished with infill plates, U >T (Gr unbauer 2001)
2.4 Keuntungan dan Kekur angan dar i Castellated Beam 2.4.1 Keuntungan dar i Castellated Beam :
1. Dengan lebar profil yang lebih tinggi (dg), menghasilkan momen inersia
dan modulus section yang lebih besar sehingga lebih kuat dan kaku bila dibandingkan dengan profil asalnya (Megharief 1997 dan Grunbauer 2001).
2. Mampu memikul momen lebih besar dengan tegangan ijin yang lebih kecil (Megharief 1997 dan Grunbauer 2001 ).
3. Bahan ringan, kuat serta mudah dipasang (Megharief 1997 dan Grunbauer 2001 ).
4. Profil Castellated Beam ini juga cocok untuk bentang panjang (untuk penggunaan Castellated Beam pada atap dapat mencapai 10 – 50 m dan bila digunakan sebagai plat 12 – 25 m). Sehingga dapat mengurangi jumlah kolom dan pondasi, serta mengurangi biaya erection (pengangkatan) (Dougherty 1993).
2.4.2 Kekur angan dar i Castellated Beams :
1. Castellated Beam kurang tahan api. Sehingga harus ditambah dengan lapisan tahan api (fire proofing) 20% lebih tebal agar mencapai ketahanan yang sama dengan profil awalnya (Grű nbauer 2001).
2. Kurang kuat menerima gaya lateral, sehingga perlu diberi satu atau lebih plat pada ujung-ujung (dekat dengan pertemuan balok-kolom) (Grunbauer 2001).
3. Pada ujung-ujung bentang (di sudut-sudut profil) terjadi peningkatan pemusatan tegangan (stress consentrations) (Amayreh dan Saka 2005). 4. Castellated Beam tidak sesuai untuk bentang pendek dengan beban yang
cukup berat (Amayreh dan Saka 2005).
5. Analisa dari defleksi lebih rumit daripada balok solid (Amayreh dan Saka 2005).
2.5 Kegagalan dalam Castellated Beam
1. Vierendeel atau Shear Mechanism
Gambar 2.7 Plastic Collapse in region of high shear (Altifillisch 1957)
2. Flexural Mechanism
Titik leleh yang terjadi pada bagian T (tee section) bagian atas dan bawah pada ujung awal (the opening) profil Castellated Beam hampir sama dengan profil WF solid pada kondisi under pure bending forces.
Mp = Z’ x Ft ; dimana Z’ adalah modulus plastis yang diambil melalui garis tengah vertikal pada lubang.
3. Lateral – Torsional – Buckling
Pada web opening mempunyai efek yang diabaikan pada lateral torsional buckling pada balok-balok yang telah mereka uji.
4. Rupture of Welded Joint
Las pada jarak antara lubang yang satu dengan yang lainnya (e) dapat mengalami rupture (putus) ketika tegangan geser horisontal melebihi kekuatan leleh dari pengelasannya (welded joint) (Husain dan Speir s 1971)
.
Panjang horisontal pada lubang (horizontal length of the opening) berbanding lurus dengan panjang pengelasan, dan ketika panjang horisontal berkurang untuk menambah secondary moment (Vierendeel truss), maka las sepanjang badan profil menjadi lebih mudah gagal (failure). Mekanisme Vierendeel biasanya terjadi pada balok-balok yang mempunyai jarak lubang horisontal yang cukup panjang (oleh karena itu mempunyai panjang las lebih panjang).
5. Web Post Buckling due to Compression
Kegagalan ini disebabkan oleh beban terpusat yang secara langsung dibebankan melebihi web-post. Kegagalan ini dapat dicegah bila penggunaan pengakunya diperkuat untuk menahan gaya tersebut.
2.6 Kontr ol Lendutan pada Balok Statis Tertentu 2.6.1 Untuk Beban Terbagi rata
1
=
x
……(2.1)
Keterangan :
q = beban terbagi rata L = pangjang bentang balok E = modulus young
2.6.2 Untuk Beban Terpusat
1
=
x
……(2.2)
Keterangan :
P = beban terpusat
L = pangjang bentang balok E = modulus young
I = Momen Inersia
2.6.3 Lendutan pada Balok Statis tak Tentu
1
=
. . , ( )
.
……(2.3)
Keterangan :
ml = momen lapangan L = pangjang bentang balok Mt1 = momen tumpuan kiri Mt2 = momen tumpuan kanan
2.7 Profil King Cr oss dan Queen Cross sebagai Kolom
Kolom adalah bagian dari struktur bangunan yang berfungsi untuk meneruskan beban diatasnya ke konstruksi pondasi bangunan.Dalam perencanan pendahuluan / Preliminary Design kolom, gaya-gaya dalam yang bekerja adalah Gaya aksial serta
Karena pada balok menggunakan profil castellated maka agar lebih mudah dalam perhitungan dan pelaksanaan, untuk kolom digunakan profil king cross untuk kolom internal dan profil queen cross untuk kolom eksternal.Adapun kelebihan menggunakan kolom jenis king cross karena profil ini memiliki kuat aksial yang cukup tinggi pada arah X dan arah Y. Maka dari itu profil ini paling baik digunakan untuk struktur kolom pada bangunan.
Gambar 2.9 Profil Baja King Cross
Gambar 2.10 Profil Queen Cross
2.8 Hubungan Balok Kolom
Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002, hubungan berikut ini harus dipenuhi pada sambungan balok ke kolom:
∑
Dimana :
∑ adalah jumlah momen – momen kolom di bawah dan di atas sambungan pada pertemuan antara as kolom dan as balok. ∑ ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal kolom, termasuk voute bila ada, di atas dan di bawah sambungan pada as balok dengan reduksi akibat gaya aksial tekan kolom. Diperkenankan untuk mengambil ∑M = ∑Zc fyc −
. Bila as balok – balok yang bertemu di sambungan tidak membentuk satu titik maka titik tengahnya dapat digunakan dalam perhitungan.
∑ adalah jumlah momen balok – balok pada pertemuan as balok dan as kolom. ∑ ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal balok di daerah sendi plastis pada as kolom. Diperkenankan untuk mengambil ∑M = ∑( 1,1RyMp− My), dengan My adalah momen tambahan akibat amplifikasi gaya geser dari lokasi sendi plastis ke as kolom.
Keterangan :
Agadalah luas penampang bruto kolom
fyc adalah tegangan leleh penampang kolom
Gambar 2.16 Hubungan Balok Kolom Interior
Gambar 2.17 Hubungan Balok Kolom Eksterior 2.8.1 Gaya Geser Rencana pada Daerah Panel
Bila Nu ≤ 0,75Ny, = 0,6 1 + …...(2.4)
Bila Nu > 0,75Ny, = 0,6 1 + 1,9 − , ……(2.5)
Keterangan :
tp adalah tebal total daerah panel, termasuk pelat pengganda dc adalah tinggi keseluruhan penampang kolom
bcf adalah lebar sayap kolom
db adalah tinggi bruto penampang balok
fy adalah tegangan leleh bahan baja pada daerah panel
Gambar 2.18 Daerah Panel Interior
2.8.2 Gaya Geser yang Terjadi pada Daerah Panel
Gambar 2.19 Gaya Geser Daerah Panel Kontrol gaya geser pada daerah panel :
Gaya geser daerah panel harus memenuhi syarat > V. Apabila hasil perhitungan tidak memenuhi syarat atau < V , dimana kapasitas geser daerah panel tidak mencukupi maka perlu adanya penebalan pelat panel.
Besar penebalan pelat daerah panel adalah sebagai berikut :
t = x tp
……(2.6) 2.9 Perencanaan Sambungan
2.9.1 Umum
30 30 50
Balok Induk
CS 585x300x10x16 Balok AnakCS 447x200x9x14
Baut D16
Profil Siku 60x60x6
menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut minimum yang disyaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan antara bidang-bidang kontak.
Pengencangan penuh adalah cara pemasangan dan pengencangan baut yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Butir 18.2.4 dan 18.2.5. Pembebanan dalam bidang adalah pembebanan yang gaya dan momen lentur rencananya berada dalam bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen sambungan hanya gaya geser.
2.9.2 Sambungan Balok Anak dengan Balok Eksterior
Sambungan yang digunakan adalah sambungan baut karena balok anak terletak pada 2 tumpuan sederhana.
Gambar 2.20 Sambungan Balok Anak dengan Balok Eksterior 2.9.2.1 Sambungan pada Badan Balok Anak
Penentuan jumlah baut : Ab = ¼ π d 2 ……(2.7)
Kuat Geser ( Ф Vn ) = Ф x Fu x 0,4 x A b x m ……(2.8)
Kuat Tumpu ( Ф Vn ) = Ф x 2,4 x Fu x d b x tp ……(2.9)
Ф Vn yang kecil adalah yang dipakai.
Balok Anak CS 300x100x5.5x8 Balok Induk
Jumlah baut yang diperlukan : n =
∅ ...(2.10) Syarat : Vu ≤ n x Ф V
Kontrol jarak baut :
Jarak ke tepi = 1,5 db s.d ( 4 tp + 100mm) atau 200mm Jarak antar baut = 3 db s.d 15 tp atau 200mm
2.9.3 Sambungan Balok Induk dengan Kolom
Untuk menghubungkan kolom dengan balok, pada ujung balok di beri end plate, yang selanjutnya antara end plate dengan kolom disambung dengan baut/paku
keling. End plate dihubungkan dengan las kepada ujung balok seperti diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 2.21 Detail End Plate Connection
Mu = Tu1.d1 + Tu2.d2 + Tu3.d3 + Tu4.d4 ……(2.11) Kontrol Geser
Vu= Pu
n ……(2.12) fuv = ……(2.13) Beban Tarik ( Interaksi Geser dan Tarik )
ft = ( 1,3. fub− 1,5. fuv ) ……(2.14) ft = fub = Tegangan Putus Baut
Td = 0,75 x fub x Ab ……(2.15) Mencari garis netral anggap di bawah baut terbawah
a = ……(2.16)
ØMn = 0,9 x fy x a x + Ʃ T. d ……(2.17) 2.10.3 Sambungan Pelat dengan Balok ( Sambungan Las )
h = d − 2 x ( tw + r ) ……(2.18) e A = 2 x ( h + b ) x te ……(2.19)
Ip = 2 x x b x h 2 + te x b x ……(2.20)
Akibat beban geser sentris
fu = ……(2.21) Akibat beban momen lentur
Sx =
⁄ ……(2.22) h = ……(2.23) Tegangan total akibat geser dan momen lentur
ftot = √fu + h ……(2.24) Kekuatan Rencana Las
Øfn = ( ф x 0,6 x 70 x 70,3 ) ……(2.25)
ftot ≤ Ø fn …OK!!
te ≥
Ø ……(2.26)
a ≥
, ……(2.27)
Syarat :
amin = 6 m m ( untuk ketebalan pelat t = 15 mm )
aeff ( las di badan ) = 1,41 x
, ……(2.28)
aeff ( las di sayap ) = 0,707 x
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bagan Alur Metodologi Penyelesaian Tugas Akhir
Tidak
Ya
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian START
Pengumpulan Data dan Studi Literatur Data Umum Bangunan dan Peraturan yang berkaitan
Pr eliminary Design
Pembebanan
1.Beban Hidup 3.Beban Gempa 2.Beban Mat 4.Beban Angin
Per modelan dan Analisa Struktur
1.Struktur Primer 2.Struktur Sekunder 3.Hubungan Balok Kolom
Kontr ol Desain
Gambar Output Autocad
3.2 Metodologi Penyelesaian
Metodologi penyelesaian yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan Data
Mencari data umum bangunan dan data tanah Gedung Perkantoran Petrosida Gresik.
a) Data Umum Bangunan Awal
Nama Gedung : Gedung Perkantora Petrosida Gresik Lokasi : Jl. KIG Utara I Gresik
Fungsi : Perkantoran
Jumlah Lantai : 5 lantai ( 20 meter ) Zona Gempa : 3
Struktur Utama : Beton Bertulang
Sistem Struktur : Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)
b)Data Bangunan Modifikasi
Nama Gedung : Gedung Perkantora Petrosida Gresik Lokasi : Jl. KIG Utara I Gresik
Fungsi : Perkantoran
Jumlah Lantai : 8 lantai ( 28 meter ) Zona Gempa : 6
Struktur Utama : Stuktur Baja (dengan menggunakan Castellated Beam)
c) Data Tanah
Tipe tanah : Tanah lunak 1. Studi Literatur
Melakukan studi referensi berupa : buku pustaka, jurnal konstruksi baja, penelitian terdahulu, serta peraturan mengenai perencanaan struktur gedung menggunakan Castellated Beam antara lain :
a. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983 b. SNI 03 – 1729 – 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur
Baja Untuk Bangunan Gedung
c. SNI 03 – 1726 – 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung
d. American Institute of Steel Construction-Load and Resistance Factor Design (AISC - LRFD)
e. Structural Steel Designer’s Handbook 4th edition
f. Browsing penelitian terdahulu dan jurnal tentang Castellated Beam melalui internet
2. Preliminary Design
Pada tahap ini dilakukan hal-hal seperti berikut ini : a. Memperkirakan dimensi awal dari elemen struktur
b. Penentuan mutu bahan yang digunakan dalam perencanaan 3. Pembebanan
Pembebanan struktur meliputi : a. Beban mati
c. Beban angin d. Beban gempa
4. Permodelan dan Analisa Struktur Melaukan perhitungan struktur :
a. Struktur Primer (balok induk dan kolom) b. Struktur Sekunder (pelat, tangga, balok anak) 5. Kontrol Desain
Melakukan analisa struktur bangunan, dimana harus memenuhi syarat keamanan dan rasional sesuai batas-batas tertentu menurut peraturan. Dilakukan pengambilan kesimpulan, apakah design telah sesuai dengan syarat-syarat perencanaan dan peraturan angka keamanan, serta efisiensi. Bila telah memenuhi, maka dapat diteruskan ke tahap penggambaran. Bila tidak memenuhi harus melakukan re-design. 6. Output Gambar AutoCAD
Penuangan analisa dan perhitungan ke dalam gambar yang representatif
7. Kesimpulan 3.3 Peraturan
3.4 Pembebanan
Pembebanan struktur meliputi:
3.4.1 Beban mati (PPIUG 1983 bab 2) Beban mati terdiri atas :
1. Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau di dalam menentukan beban mati dari suatu gedung, harus diambil menurut Tabel L.1 (terlampir).
2. Apabila dengan bahan bangunan setempat diperoleh berat sendiri yang menyimpang lebih dari 10% terhadap nilai-nilai yang tercantum dalam Tabel L.1, maka berat sendiri tersebut harus ditentukan tersendiri dengan memperhitungkan kelembaban setempat, dan nilai yang ditentukan ini harus dianggap sebagai pengganti dari nilai yang tercantum dalam Tabel L.1 (terlampir) itu. Penyimpangan ini dapat terjadi terutama pada pasir (antara lain pasir besi), koral (antara lain koral kwarsa), batu pecah, batu alam, batu bata, genting, dan beberapa jenis kayu.
3. Berat sendiri dari bahan bangunan dan dari komponen gedung yang tidak tercantum dalam Tabel L.1 (terlampir) harus ditentukan tersendiri. 3.4.2 Beban hidup (PPIUG 1983 bab 3)
Beban hidup terdiri dari beban yang diakibatkan oleh pemakaian gedung dan tidak termasuk beban mati, beban konstruksi dan beban akibat fenomena alam (lingkungan).
Gaya geser dasar rencana total (V), ditetapkan sebagai berikut (SNI 03-1726-2002 Pasal 6.1.2):
t
W R
I C
V = 1× × …(3.1)
T1 = 0.085 (hn)3/4 …(3.2)
Gaya geser dasar rencana total (V), tidak lebih besar daripada nilai berikut (SNI 03-1729-2002 Pasal 15.2-2):
t a
maks W
R xI xC V
V ≤ = 2,5 × …(3.3)
dimana :
V = Gaya geser dasar Nominal statik ekivalen (N) Vmaks = Gaya geser dasar rencana maksimum (N)
R = Faktor reduksi gempa (Tabel L.2) T = Waktu getar alami struktur (detik) Wt = Berat total struktur (N)
I = Faktor kepentingan struktur yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku dalam butir 3.1 dan 3.2
C = Faktor respon gempa yang didapat dari spectrum respons gempa rencana menurut gambar yang terdapat pada lampiran Gambar G.1 (terlampir)
Ca = Koefisien percepatan gempa yang ditetapkan oleh ketentuan
Pembatasan waktu getar alami fundamental (SNI – 03 – 1726 – 2002 Pasal 5.6 )
T1 < ς n
dimana :
ς = Koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada. Tercantum dalam Tabel L.3 (terlampir)
n = Jumlah tingkat.
Berat total struktur Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban – beban
berikut ini :
1. Beban mati total dari struktur bangunan.
2. Bila digunakan dinding pertisi pada perencanaan lantai maka harus diperhitungkan tambahan sebesar 0,5 Kpa
3. Pada gedung-gedung dan tempat-tempat penyimpanan barang maka sekurang-kurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan.
4. Beban total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan harus diperhitungkan.
3.4.4 Beban Angin (PPIUG 1983 Bab 4) Beban angin dihitung sebagai berikut :
2
16
V
p=
…(3.4)
dimana :
3.5 Kombinasi Pembebanan (SNI – 03 – 1729 – 2002 Pasal 6.2.2 )
Pembebanan struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini :
1. 1.4D
2. 1.2D + 1.6L + 0,5 (La atau H)
3. 1.2D + 1,6 (La atau H) + (γ L L atau 0.8W)
4. 1.2D + 1.3W + γ L L + 0,5 (La atau H)
5. 1.2D + 1,0E + γ L L
6. 0.9D ± (1.3W atau 1,0E) dimana :
D = Beban Mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi hermanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.
L = Beban Hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
La = Beban Hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh
pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.
W = Beban Angin
E = Beban Gempa, yang ditentukn menurut SNI 03 – 1726 – 2002, atau penggantinya.
3.6 Batasan Story Drift
Pada LRFD pasal 15.4.1 disebutkan drift dihitung berdasarkan respons simpangan inelastic maximum (Δ m).
Δ m = 0.7 × R × Δ s …(3.5) dimana:
R = faktor reduksi gempa. ( lihat lampiran tabel L.2 ) Δ s = respons statis simpangan elastis.
Displacement (LRFD pasal 15.4.2) terjadi ketika struktur dirancang
akibat gaya lateral. Pembatasan story drift didasarkan pada periode dasar struktur, yaitu :
T ≤ 0.7 detik Δ m ≤ 0.025h
T > 0.7 detik Δ m ≤ 0.02h dimana :
T = periode getar struktur. h = beda tinggi antar lantai. 3.7 Kontrol Perhitungan Balok dan Kolom
3.7.1 Kontr ol Perhitungan Balok Castellated
Kontrol Penampang (SNI 03 – 1729 - 2002 tabel 7.5 – 1) Pelat sayap : ; Pelat badan :
f f t b 2 =
λ
w t h =λ …(3.6)
fy
p= 170
λ
y
f
p=1680
λ
fy fr r − = 370 λ fy
r = 2550
λ
…(3.8)
Untuk memenuhi persyaratan penampang harus masuk pada kategori penampang kompak.
• Penampang kompak (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.2.3)
λ≤λP
Mn =MP
• Penampang tidak kompak (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.2.4)
R
P λ λ
λ < ≤
Mn =MP-
(
)
(
)
(
R P)
P R P M M λ λ λ λ − − − …(3.9)
Kontrol Tekuk Badan untuk profil Castellated (eq. 4.2ASCE journal page 3319)
Gambar 3.2 Dimensi Geometri Penampang Castellated Beam
a.
w f
t t d −2
≤ y f 1365 ; w f t t d −2
≤ y f 1100 …(3.10) 3.0 ≤ o o h a Vm ≤
3 2
Vp untuk balok non – komposit dan balok komposit pada
Vm ≤
3 2
VP + Vc untuk balok komposit pada momen positif.
b.
w f
t t d −2
≤ fy 1365 ; w f t t d −2
> y f 1100 …(3.11) 2 , 2 ≤ o o h a
Vm ≤ 0.45V P
dimana :
VP = fy tw d/ 3
Vc = Vpt (µ/υ – 1) ≥ 0 atau V mt (sh) – Vpt ; mana yang lebih kecil
c. Parameter Opening :
1. po = (ao/ho) + (6ho/d) tidak boleh lebih dari 5.6; untuk balok baja.
2. po = (ao/ho) + (6ho/d) tidak boleh lebih dari 6.0; untuk balok komposit.
Momen Lentur Nominal (eq. 3.2 ASCE journal page 3327)
Mu ≤φMn ( LRFD Pasal 8.1.1 )
Mn = Mp – fy.∆As
+ e ho
4 ; untuk balok non – komposit …(3.12)
dimana :
Mn = Kuat Momen Lentur Nominal Balok
∆As = ho x tw
ho = tinggi lubang
tw = ketebalan badan
Kontrol Kuat Geser (eq. 3.3a ASCE journal page 3317)
V
u≤
φ
V
n
Vn = Σ Vnt
Untuk tee bawah dan atas :
3
6
+
+
ν
µ
…(3.13)V
nt=3
6
+
+
ν
µ
V
pt≤ V
pt …(3.14)dimana :
Vnt = kuat geser satu tee
Vpt = fy tw st / 3
ɸ = faktor reduksi fy = kuat leleh baja ao = panjang lubang
tw = tebal badan
st = tinggi tee
υ = aspek rasio tee = a o/st
bf = lebar sayap
Persamaan Interaksi Lentur dan Geser untuk Profil Castellated (eq. 3.1 ASCE journal page 3317)
0 , 1 3 3 ≤ + Vn Vu Mn Mu φ
3.7.2 Kontr ol Perhitungan Kolom Kontrol Penampang
Penampang tidak boleh termasuk dalam kategori penampang langsing : Pelat sayap : ; Pelat badan :
λ <λr λ <λr
f f
t b
2 < fy 250
( OK )
w t h < y f 665
( OK ) …(3.16)
Kontrol Kekakuan Portal (SNI 03 – 1729 - 2002 Pasal 7.6.3.3)
∑
∑
= b b c c L I L I G …(3.17)Dari nilai G, dapat diperoleh nilai kc (faktor panjang tekuk).
Amplifikasi Momen Struktur Portal (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 7.4.3.2) …(3.18) 1 1 ≥ − = crb u m b N N C δ …(3.19)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 7.4.3.1)
dimana : 2 . c y b crb f A N λ = …(3.20) ) ( )
( nt lt
u bxM sxM
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 7.6.1)
− = 2 1 4 . 0 6 . 0 M M Cm …(3.21)
∑ ∑
∆ − = HL oh N s u 1 1 δ atau − =∑
∑
crb u N N s 1 1δ …(3.22)
dimana : 2 . c y b crb f A N λ =
Kontrol Komponen Tekan
E f
r xL
Kc y
c . . π λ = …(3.23)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 7.6.1)
Nn = Ag.fcr …(3.24)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 7.6.2)
ω y f fcr = …(3.25) untuk : c
λ
≤ 0,25 maka ω =1 …(3.26)2 , 1 25
,
0 <λc < maka
c λ ω 67 , 0 6 , 1 43 , 1 − = …(3.27) 2 , 1 ≥ c
λ maka ω =1,25λc2
Kontrol Tekuk Lateral
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.1.1)
Mu ≤
φ
Mn …(3.29) dimana :Mu = Momen lentur rencana (Nmm)
Mn = Kuat lentur nominal penampang (Nmm)
Ø = Faktor reduksi (0,9) Jari-jari girasi
a. Bentang Pendek (Lb ≤ Lp)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.3.3)
p
n M
M = …(3.30)
y y p f E r L =1.76×
…(3.31) A I
ry = y
…(3.32)
dimana :
ry = jari-jari girasi terhadap sumbu
lemah
b. Bentang Menengah (Lp ≤ Lb ≤ Lr) (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.3.4)
p p r b r r p r b n M L L L L M M M C
M ≤
− − − + = ( ) …(3.33) 2
2( )
1 1 ) ( . 1 r y r y y
r X f f
f f
X r
L + + −
− =
…(3.34)
2 1 EGJA S X x π = ; 2
2 4
= GJ S l I X x y w …(3.35) dimana :
Iw = konstanta puntir lengkung
J = konstanta puntir torsi (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.3.1)
30 . 2 3 4 3 5 . 2 5 . 12 max max ≤ + + + = C B A b M M M M M C …(3.36)
c. Bentang Panjang (Lr ≤Lb)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.3.5)
Mn = Mcr ≤ Mp …(3.37)
p b y b b cr n M L E J G I E L C M M ≤ = = 2 . . . π π …(3.38) Persamaan Interaksi Aksial-Momen (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.3.5)
a. Jika n u
P P
φ
≥ 0.2 maka 9 . . 1.08 ≤ + + ny uy nx ux n u M b M M b M P P φ φ φ …(3.39)
b. Jika n u
P P
3.8 Hubungan Balok Kolom
Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 pasal 15.7.6 hubungan berikut ini harus dipenuhi pada sambungan balok ke kolom:
∑
∑
> 1
Dimana :∑ adalah jumlah momen – momen kolom di bawah dan di atas sambungan pada pertemuan antara as kolom dan as balok. ∑ ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal kolom, termasuk voute bila ada, di atas dan di bawah sambungan pada as balok dengan reduksi akibat gaya aksial tekan kolom. Diperkenankan untuk mengambil ∑M = ∑Zc fyc −
. Bila as balok – balok yang bertemu di sambungan tidak membentuk satu titik maka titik tengahnya dapat digunakan dalam perhitungan.
∑ adalah jumlah momen balok – balok pada pertemuan as balok dan as kolom. ∑ ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal balok di daerah sendi plastis pada as kolom. Diperkenankan untuk mengambil ∑M = ∑( 1,1RyMp− My), dengan My adalah momen tambahan akibat amplifikasi gaya geser dari lokasi sendi plastis ke as kolom.
Agadalah luas penampang bruto kolom
fyc adalah tegangan leleh penampang kolom
Momen pada ke dua ujung kolom :
∑M = 2 x Z x ( fyc− ) …(3.40)
Momen pada balok induk :
M = ( 1,1 x Ry x Mp− My ) …(3.41)
dimana My = 0 ( anggap tidak ada amplifikasi gaya geser )
Ry = 1,5 untuk fy < 300 Mpa
Mp = Zx x fy …(3.42) Kontrol syarat strong column weak beam :
∑M = M + M …(3.43)
Syarat : ∑
∑ > 1 …(3.44)
3.8.1 Daerah Panel Hubungan Balok Kolom
3.8.1.1 Gaya Geser Rencana pada Daerah Panel
Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 pasal 15.7.2.3, Gaya geser berfaktor Vu pada daerah panel ditentukan berdasarkan momen lentur balok sesuai dengan kombinasi pembebanan 1,2DL + L + E dan 0,9DL + E. Namun Vu tidak perlu melebihi gaya geser yang ditetapkan berdasarkan 0,8∑Ry. Mp dari balok – balok yang merangka pada sayap kolom disambungan. Kuat geser rencana ϕVn panel ditentukan menggunakan persamaan berikut :
Bila Nu ≤ 0,75Ny, = 0,6 1 + …(3.45)
Bila Nu > 0,75Ny, = 0,6 1 + 1,9 − , …(3.46)
Keterangan :
tp adalah tebal total daerah panel, termasuk pelat pengganda dc adalah tinggi keseluruhan penampang kolom
db adalah tinggi bruto penampang balok
fy adalah tegangan leleh bahan baja pada daerah panel Kapasitas aksial kolom :
0,75Ny = 0,75 x Ag x fy …(3.45)
Kontrol gaya aksial kolom :
Nu > 0,75Ny , apabila hasilnya Nu < 0,75Ny maka digunakan rumus:
= 0,6 1 + …(3.45)
3.8.1.2 Gaya Geser yang Ter jadi pada Daerah Panel
Gaya geser yang terjadi pada daerah panel pada daerah gempa tinggi merupakan gaya geser akibat momen kapasitas balok dan kolom.
Perhitungan Momen pada balok dan kolom
M = ( 1,1 x Ry x Mp ) Ry
=
1,5 untuk fy < 300 MpaMp = Zx x fy
Perhitungan Gaya Geser
T1 = C1 = …(3.46)
T2 = C2 = …(3.47)
Vk = …(3.48)
Gaya geser daerah panel
V = T1 + C2 − Vk …(3.49)
Kontrol gaya geser pada daerah panel :
Gaya geser daerah panel harus memenuhi syarat > V. Apabila hasil perhitungan tidak memenuhi syarat atau < V , dimana kapasitas geser daerah panel tidak mencukupi maka perlu adanya penebalan pelat panel.
Besar penebalan pelat daerah panel adalah sebagai berikut :
t =
x tp
…(3.50)
3.9 Sambungan
Dalam perencanaan sambungan harus disesuaikan dengan bentuk struktur agar perilaku yang timbul nantinya tidak menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk pada bagian lainnya. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Gaya-gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan.
• Deformasi sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan.
• Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja.
3.9.1 Klasifikasi Sambungan :
HBK Interior HBK Eksterior Gambar 3.3 Sambungan pada Hubungan Balok Kolom 3.9.2 Sambungan Baut
Kuat Geser øRnv = ø x fv x Ab x m …(3.51)
Kuat Tumpu øRnt = ø x 1.8 fy x db x tp …(3.52)
Diambil mana yang lebih kecil nilainya
Jumlah Baut (n) = n u
R V
φ
…(3.53)Kontrol Jarak Baut (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 13.4) Jarak tepi minimum = 1.5 x db
Jarak tepi maksimum = (4 tp + 100 mm) atau 200 mm
Rak minimum antar baut = 3 x db
Jarak maksimal antar baut = 15 x tp atau 200mm 3.9.3 Sambungan Las (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 13.5.3.10)
φ f Rnw = 0,75tt (0,6 fuw ) (las) …(3.54)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 13.5-3a)
φ f Rnw = 0,75tt (0,6 fu ) (bahan dasar) …(3.55)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 13.5-3b)
φ f = 0,75 faktor reduksi kekuatan saat fraktur dimana :
fuw = tegangan tarik putus logam las (MPa)
fu = tegangan tarik putus bahan dasar(MPa)
Perencanaan struktur sekunder meliputi struktur pelat atap balok anak, dan tangga. 4.1. Pelat Atap ( lantai 8 )
4.1.1. Beban Berguna ( Super Imposed Load ):
Beban berguna dalam tabel Perencanaan Praktis adalah jumlah beban hidup dan beban-beban finishing lainnya.
1. Beban hidup : ( Menur ut PPIUG 1983 ) Beban Lantai atap = 1000 N/m2 2. Beban Finishing:
Aspal = 2 cm x 14 = 280 N/m2 Plafon = 110 N/m2 Penggantung = 70 N/m2 Sanitasi = 200 N/m2 Plumbing = 100 N/m2 + Maka, Beban Ber guna = 1760 N/m2
Berdasarkan tabel Perencanaan Praktis ( Brosur Lysaght ) :
Direncanakan menggunakan bondex, tebal 0,75 mm untuk bentang menerus dengan tulangan negatif.
• Tul.Negatif = 1,67 cm2/m 4.1.2 Pembebanan Pelat Atap
1. Beban hidup :
Lantai atap (qL) = 1000 N/m2 2. Beban mati :
Berat pelat bondek = 101 N/m2 Berat beton = 0,09 x 2400 = 2160 N/m2 Aspal = 2 cm x 14 = 280 N/m2 Spesi (semen) = 2 cm x 21 = 420 N/m2
Plafon = 110 N/m2
Penggantung = 70 N/m2
Sanitasi = 200 N/m2
Plumbing = 100 N/m2
+ qD = 4441 N/m2 Kombinasi Pembebanan (qU) :
qU = 1,2qD + 1,6 qL
= 1,2(4441) + 1,6(100) = 6929,2 N/m2 = 6,929 kN/m2 3. Perencanaan Tulangan
Dipakai tulangan Ø 8 (As = 0,5024 cm ) Jumlah tulangan yang dibutuhkan tiap 1 m :
• = . = ,
,
• Jarak antar tulangan tarik per meter
= 1000
4 = 250
• Jarak tul.vertikal ( decking ) = 20 mm Jadi, dipasang tulangan (tarik) negatif Ø8-250
Gambar 4.1 Penulangan Bondek Atap 4.2. Pelat Lantai
4.2.1. Beban Berguna ( Super Imposed Load ) 1. Beban hidup : ( Menur ut PPIUG 1983 )
Beban Lantai Perkantoran (qL) = 2500 N/m2 2. Beban Finishing:
Tegel = 2 cm x 24 = 480 N/m2 Spesi = 2 cm x 21 = 420 N/m2
Plafon = 110 N/m2
Penggantung = 70 N/m2
Sanitasi = 200 N/m2
Plumbing = 100 N/m2 +
Direncanakan menggunakan bondek, tebal 0,75 mm untuk bentang menerus dengan tulangan negatif.
• Bentang = 2 m ( menggunakan 1 baris penyangga ) • Tebal plat = 11 cm
• Tul.Negatif = 4,09 cm2/m 4.2.2 Pembebanan Pelat Lantai
1. Beban hidup :
Lantai Perkantoran (qL) = 2500 N/m2 2. Beban mati :
Berat pelat bondek = 101 N/m2 Berat beton = 0,11 x 2400 = 2640 N/m2 Tegel = 2 cm x 24 = 480 N/m2 Spesi = 2 cm x 21 = 420 N/m2 Plafon = 110 N/m2 Penggantung = 70 N/m2 Sanitasi = 200 N/m2 Plumbing = 100 N/m2
+ qD = 6621 N/m2
Kombinasi Pembebanan (qU) : qU = 1,2qD + 1,6 qL
3. Perencanaan Tulangan
Dipakai tulangan Ø 8 (As = 0,5024 cm ) Jumlah tulangan yang dibutuhkan tiap 1 m :
• N = . = , ,
= 8,140 buah ≈ 8 buah
• Jarak antar tulangan tarik per meter
S = 1000
4 = 125 m m
Jarak tul.vertikal ( decking ) = 20 mm
Jadi, dipasang tulangan (tarik) negatif tumpuan Ø8-125
Gambar 4.2 Penulangan Bondek Lantai 4.3. Perencaan Balok Anak
Balok anak berfungsi untuk membagi luasan lantai agar tidak terlalu lebar sehingga kekakuannya lebih baik. Balok anak menumpu diatas dua tumpuan sederhana.
4.3.1. Data Perencanaan Balok Anak Menggunakan Pr ofil Castellated Beam : Profil WF 200 x 100 x 5.5 x 8
Mutu baja BJ.41 , fy = 250 Mpa = 250000 kN/m2
tw = 5,5 mm θ = 60º
bf = 100 mm Sx = 184 cm3
tf = 8 mm h = d – 2(tf + r ) = 162 mm
Gambar 4.3 Pembebanan Balok lantai
4.3.1.1 Kontr ol Penampang • Pelat Sayap
λ = = = 6.25
λ = =
√ = 10,75
λ < λ p Penampang Kompak (OK)
• Pelat Badan
λ = h
t =
162
5.5 = 29.45
λ = 1680
f =
1680
√250= 106,25
4.3.2. Perhitungan Dimensi Profil Castellated
( Berdasarkan Jurnal Opened Web Expanded Beams and Girder ) Asumsi, K1 = 1,5
h = d (K1 – 1 )
= 200 ( 1,5 – 1 ) = 100 mm dg = d + h = 200 + 100 = 300 mm
b = =
, = 57.80
dt = − =
( )
− 100 = 42
ho = 2h = 200 mm e = 0,25 ho = 50 mm
ao = 2b + e = 165,6 mm
Gambar 4.4 Pot. Memanjang Castellated Beam
ao ho
Gambar 4.5 Pot. Melintang Castellated Beam
Maka, pr ofil wide flange menjadi pr ofil Castellated dengan data-data sebagai berikut :
dg = 300 mm = 200 mm
tw = 5,5 mm ao = 165,6 mm bf = 100 mm r = 11 mm
tf = 8 mm h = dg – 2(tf + r ) = 262 mm
4.3.2.1. Mencari Ix dan Zx pada pr ofil castellated • Momen inersia tanpa lubang
= 1
12 − 2
1 12
−
2 − 2
= 225000000 – 7.875 x 73560059 = 44612856 mm4
=
4 + ( − ) −
= 123750 + 194.5 x 292 = 344502 mm3
= 0,00345 m3
• Momen inersia ber lubang
= 1
12 − 2
1 12
−
2 − 2
− 1
12 ( − 2 − )
= 225000000 – 7.875 x 73560059 – 270569,376 = 44020152 mm4
= 0,0004402 m4
= 1
4 − 2
1 4
−
2 − 2 −
1 4
= 123750 + 194,5 x 292 - 55000
= 289502 mm3 = 0,002895 cm3
= −
= +
2
= 4461,2856 + 4402,0152
4.3.3. Pembebanan Tr ibutary Area
Beban Segitiga
Penurunan rumus : P = ½ x b x qa
P = ½ x b/2 x P = ¼ x P x b Mmax = P1 x ( b/2 – 1/3 x b/2 )
= ¼ x P x B x ( b/3 )
= ¼ x ( 1/2 x b x qa ) x b x b/3
Meq max = 1/8 x qeq xb
1/24 x qa x b = 1/8 x qeq xb
qeq = 1/3 x qa x b qeq = 1/3 x qa x b
Beban Trapesium
P2 = P x ( Ly – b ) / 2
Meq max = 1/8 x qeq x L
Mmax = Meq – max
qeq = 1/2 x qa x Lx ( 1 – 1/3 x L / L )
Perhitungan pembebanan balok anak menggunakan tributary trapesium :
1. Beban mati :
qDeq = 2 x ½ x qa x Lx ( 1 – 1/3 x L / L )
= 2 x ½ x 6,621 x 4 ( 1 – 1/3 x 2 / 4 )
= 4,15 kN/m
2. Beban hidup :
Lantai Perkantoran (Tabel 3.1 PPIUG 1983) = 250 kg/m2 = 2,5 kn/m2 qLeq = 2 x ½ x qa x Lx ( 1 – 1/3 x L / L )
= 2 x ½ x 2,5 x 4 ( 1 – 1/3 x 2 / 4 )
= 1,67 kN/m Kombinasi Beban : qU = 1,2qD x 1,6qL
= (1,2 x (4,15 + 0,213)) + (1,6 x 1,67) = 5,23 + 2,67
= 7,89 kNm
Mu = ⅛ x qu x L2 = ⅛ x 7,89 x (4)2 = 15,79 kNm
Vu = ½ x qu x L = ½ x 7,89 x 4 = 15,79 kNm
4.3.4 Kontrol Penampang : • Pelat Sayap
λ = b
2t =
100
2x8 =
100
λ = 170
f =
170
√250 = 10,75
λ < λ p Penampang Kompak (OK)
• Pelat Badan ( ketika solid )
λ = h
t =
200
5,5 = 36,36
λ = 1680
f =
1680
√250 = 106,25
λ < λ p Penampang Kompak (OK)
Dari kombinasi pembebanan didapat, Mu = 15,79 kNm
Karena penampang kompak, maka : Mn = Mp
Mn = fy x Zx
= 250000 x 0,002895
= 723,75 kNm Φ Mn = 0,9 x 723,75
= 651,375 kNm
Φ Mn ≥ Mu
• Pelat Badan ( ketika ber lubang )
λ = dT
t =
42
8 = 5,25
λ = 170
f =
170
√250 = 10,75
λ = 370
f − f =
370
√250− 70 = 27,57
Didapat, λ < λ p Penampang Kompak (OK)
Karena penampang kompak, maka :
Δ As = ho x tw = 20 x 0,55
= 11 cm2 = 0,011 m2
Momen Lentur Nominal (berdasar kan ASCE J our nal of Structural Engineering Vol.118, No.12 page 3327)
Mn = M − f xΔ As ( + e)
= 723,75 – 250 x 0,011 ( + 50)
= 448 kNmm = 0,448 kNm
Φ Mn = 0,9 x 0,448 kNm = 0,403 kNm Φ Mn ≥ Mu
• Kontr ol Kuat Geser :
• =
, = 51,63
• =
√ = 86,33
• =
√ = 69,57
Kontr ol Tekuk Badan (berdasar kan ASCE J our nal of Structural Engineering Vol.118, No.12 page 3319)
• ≤
51,63 ≤ 86,33 ….
• ≤
51,63 ≤ 69,57 . . . .
• ao = 165,6 mm • ho = 200 mm
a
h =
165,6
200 = 0,82 ≤ 3,0
V = f x t x d
√3
= 250 x 5,5 x 17,32 = 23,815 N = 0,238 kN
P = a
h +
6h d
= 165,6
200 +
1200
300 = 4,82 ≤ 5,6 ……
Untuk tee atas dan bawah :
V = f x t x dt
√3 =
250x 5,5 x 42
√3 = 33341,98 N = 333,42 kN
μ = 0
v = a
d =
165,6
42 = 3,94
√6 + μ
v + √3 = 0,43 ≤ 1,0 ……
V = √6 + μ
v + √3 V
= 0,43 x 333,42
= 143,37 kN
Vnt ≤ Vpt 143,37 kn ≤ 333,42 ...(OK)
Vn = ∑ Vnt = 2 x Vnt = 666,83 kN Φ Vn = ∑ Vnt = 0,9 x Vn = 0,9 x 666,83
= 600,16 kN
Φ Vn ≥ Vu
600,16 kN ≥ 15,79 kN ... OK
4.3.5 Persamaan Interaksi :
M
Ф M +
V
Ф V ≤ 1,0
= 157982
527602,5 +
1579,82
= 0,059 ≤ 1,0 ... OK
4.3.6 Kontr ol J arak Antar Lubang :
S = 2 (b+e) = 2 (57,8 + 50) = 215,6 mm S ≥ ho
215,6 mm ≥ 200 mm ... OK
S ≥ ao
215 ≥ 165,6 ,
,
21,5 cm ≥ 1,59 cm ... OK
4.3.7 Kontr ol Lendutan
1,11cm 360
400 360
L
f = = =
(
)
OK! .. ... cm 1,11 f 0,23 4431,65 10 2 400 ) 67 , 1 15 , 4 ( 384 5 I E L q q 384 5 f 6 4 rata -rata x 4 L d = ≤ = × × × + × = × × + × =4.4 Perencanaan Tangga
Gambar 4.6 Denah Tangga
4.4.1. Data – data Perencanaan Tangga :
Tanjakan (t) = 18 cm Lebar injakan (i) = 30 cm Tebal plat anak tangga = 3 mm Tebal plat bordes = 6 mm Lebar bordes = 150 cm Lebar tangga = 120 cm Tinggi per lantai = 400 cm Tinggi Bordes = 200 cm Sudut kemiringan (α) = arc tan (20/30) = 34º Syarat sudut kemiringan : 25º ≤ α ≤ 40º = 25º ≤ 27º ≤ 40º
Syarat perencanaan tangga : 60 cm ≤ 2t + i ≤ 65 cm 60 cm ≤ (2 x t) + 30 ≤ 65 cm (2 x 18) + 30 = 60 cm
66 cm ≤ 65 cm ...( OK ) Jumlah antrid
=
2004.4.2. Pelat Anak Tangga :
Gambar 4.8 Tampak Anak Tangga 4.4.2.1. Pembebanan plat anak tangga :
1. Beban mati :
Berat sendiri baja = 78500 N/m Tebal pelat = 3 mm = 0,003 m Lebar tangga = 1,20 m +
qD = 78500 x 0,003 x 1,20 = 283 N/m = 0,283 kN/m 2. Beban hidup :
Tangga (Tabel 3.1 PPIUG 1983) = 300 kg/m2 = 3 kN/m2 qL = 0,3 x 3= 0,9 kN/m
Kombinasi Beban : qU = 1,2qD + 1,6qL
= (1,2 x 0,283) + (1,6 x 0,9) = 1,78 kN/m
Mu = ⅛ x qu x L 2 = ⅛ x 1,78 x (0,6) 2 = 0,8 kNm
Profil siku 45x45x5
Zx = ¼ x b x h2 = ¼ x 220 x (0,3)2 = 4,95 cm3 = 0,0000495 m3 Mn = fy x Zx = 250000 x 0,0000495
= 12,375 kNm Φ Mn = 0,9 x 12,375
=11,14 kNm Φ Mn ≥ Mu
11,14 knm ≥ 0,8 knm... OK 4.4.2.2. Kontr ol Lendutan
fijin
= L
360=
60
360= 0,16 cm
Ix= 1 12b h
3= 1
12x 220 x 0,3
3= 0,495 cm4
f°= 5
384x
( qD+ qL) L4 E x Ix
= 5
384x
( 0,283+ 0,9) 604
2000000x 0,49 = 0,0769
f º < fijin 0,0769 < 0,16... (OK)
4.4.3. Pengaku Pelat Anak Tangga
Direncanakan memakai profil siku L 50 x 50 x 6
Mutu baja , fy = 250 Mpa = 250 N/mm2 = 250000 kN/m2
h = b = 45 mm t = 6 mm
4.4.3.1. Pembebanan
1. Beban Mati (1/2 lebar injakan)
Tebal pelat = 3mm = 0,003 m Berat pelat = 7850 x 0,003 x 0,150 = 47,1 N/m
Berat profil = 44,7 N/m + = 91,8 N/m Alat Penyambung 10% = 9,18 N/m
+ qD = 100,098 N/m
Kombinasi pembebanan :
VD = ½ x qD x L = ½ x 0,1 x 6
= 0,3 kN MD = ⅛ x q D x L2 = ⅛ x 0,1 x (6) 2
= 0,45 kN
2. Beban Hidup
Beban Hidup Terpusat
a. Kondisi Beban Terpusat
Gambar 4.9 Distribusi Beban Hidup Terpusat (Kondisi 1) P1 = 1000 N
VL (terpusat) = (2 x P1)/2
= ( 2 x 1000 )/2 = 1000 N
ML (terpusat) = Mmax (terpusat)
= ¼ x P1 x L
= ¼ x 1000 x 0,6 = 150 Nm Beban Hidup Terbagi Rata
qL = 3 x 0,15 = 0,45 kN/m
VL (terbagi rata) = 1/2 x qL x L
= 1/2 x 0,45 x 0,6
= 0,135 kN
ML (terbagi rata) = Mmax (terbagi rata)
= 1/8 x qL x L2
Sehingga : qu = 1,2qD + 1,6qL
= (1,2 x 1) + (1,6 x 0,45) = 1,92 kN/m
Vu = 1,2VD + 1,6VL
= (1,2 x 0,3) + (1,6 x 0,135) = 0,576 kN
Mu = 1,2MD + 1,6ML
= (1,2 x 0,45) + (1,6 x 0,02) = 0,572 kNm
4.4.3.2. Kontrol Lendutan
fijin
= L 360=
0,6
360=0,00167
f° = 5
384x
( qD + qL) L E x I
= 5
384x
( 1 + 0,45) 0,6 2000000x 0,000001313
= 0,000932 cm < fijin = 0,00167 ...(OK)
4.4.3.3. Kontrol Penampang Profil • Pelat Sayap
λ = b t =
50
6 = 8,33
λ = 170
f =
170
√250 = 10,75
Karena penampang kompak, maka : Mn = Mp
Mn = fy x Zx = 250000 x 0,000067
= 16,75 kNm Φ M p = 0,9 x 16,75
= 15,075 kNm Φ M p ≥ Mu
15,075 kNm ≥ 0,572 kNm... OK
4.4.3.4. Kontrol Kuat Geser
h t =
45
6 = 7,5
h t≤
1100 fy
( plastis)
1100
f =
1100
√250 = 69,57
Vn = 0,6 x fy x Aw
= 0,6 x 250 x ( 5 x 0,6 + 5 x 0,6 ) = 9000 N = 9 kN
Φ V n = 0,9 x 9
= 8,1 kN Φ V n ≥ Vu
4.4.4. Pelat Bordes
Pelat bordes menggunakan pelat baja t = 3 mm. b = 1000 mm
Mutu baja BJ 37
fy = 240 Mpa = 240 N/mm2
fu = 370 Mpa = 370 N/mm2 Sx = 1/6 x b x t2
= 1/6 x 1000 x 32 = 1500 mm3
4.4.4.1 Pelat Bondek
1. Beban Hidup ( tabel 3.1 PPIUG 1983 )
Beban hidup bordes (qL) = 300 kg/m2 = 3 kN/m2
2. Beban Mati
Berat sendri baja = 7850 kg/m3 = 78,5 kN/m3
Berat sendiri pelat bordes = 78,5 x 0,003 x 1 = 0,236 kN/m
qU = 1,2qD + 1,6qL
= (1,2 x 0,236) + (1,6 x 3) = 0,2832 x 4,8
= 1,359 kN/m Mu = 1/8 x qU x L2
= 240 x 1500
= 360000 Nmm = 0,36 kNm Φ M n = 0,9 x Mn
= 0,9 x 0,36 = 0,324 kNm Φ M n ≥ Mu
0,324 kNm ≥ 0,0611 kNm... OK
4.4.5. Balok Tangga Direncanakan :
WF 200 x 100 x 5,5 x 8
Mutu baja , fy = 250 Mpa =250 N/mm2 = 250000 kN/m2
w = 21,3 kg/m r = 11 mm d = 200 mm Ix = 1840 cm4 tw = 5,5 mm Zx = 200 cm3 bf = 100 mm α = 60º tf = 8 mm Sx = 184 cm3 iy = 2,22 cm Ag = 27,16 cm2 h = d – 2(tf + r ) = 162 mm
4.4.5.1 Pembebanan a. Pada Tangga
1. Beban mati :
Berat profil WF = W
cosα = 213
cos 34 = 256,9 N/m
+ = 521,85 N/m Alat penyambung 10% = 521,85 N/m +
qD = 574,03N/m 2. Beban hidup :
qL = 0,6 x 3 = 1,8 kN/m qU1 = 1,2qD