• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Bermakna.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Bermakna."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Krdfld

u

ngan

Pemanis

Rasa

Naib

Canselor

Universiti

Kebangsaan

Malaysia

.--2

Pelapik Bicara

Rektor Universitas

Padjadjaran,

lndonesia

...3

Pembuka Kata

Dekan

Fakulti

Sains Sosial

dan

Kemanusiaan

...4

Penyeri

Bahasa

Pengerusi

Simposium

Kebudayaan

lndonesia -

Malaysia

.-.5

Latar

Belakang

SKIM

6

Aturcara

...8

Senarai

Pembentangan

...1O

Abstrak

...44

Sekilas Fakulti

5a!ns Soslal

dan

Kemanusiaan

...159

Sekilas

UniversitasPadjadjaran

...160

1_ (r-j

/\

t-*

x

t.J

\.I

Senarai

Jawatankuasa

SKIM

X

Pelan

Lokasi

FSSK

(Aras 3)

Felan

Lckasi

FSSK-

(Aras

5)

...I 6 r

...162

...163

Pelan

Lokasi

UKM

...164

PengharEaan

...i

65

6

(3)

Ketua Bagran

Psikologi

Perkembangan

Drs.

Peter

R

NelwanJVIA

NrP.

130934831

')

ti

Siregar,

M.Pd

Terdaftar di

peiPustakaan

(4)

TELAH DICATAT/DIDOKUMENTASIKA}I PADA

PERPUSTAI(AAN

FAKI'I,TAS

PSIKOLOGI

UNIVERS

ITAS

PADJADJARA}I

Kepala Perpustakaan

Dr.

N I P. r 95 3 2 0219

8803200

3

Telah

diperilsa

oleh :

Guru Besar/Dosen Senior

Prof.

Dr. Ej

(usdwiratri

Setyono

NIP.

130188424
(5)

o*

5-Oleh:

Hendriati Agustiani dan Marisa F Moeliono

Fakultas Psikologi Universitas Padj adj aran Bandun g

Kinerja yang dibutuhkan dalam dunia kerja saat

ini

adalah kinerja yang dihasilkan oleh

pemenuhan panggilan

untuk

melayani lingkungan

kerja

dengan

lebih baik,

yang dilakukan tanpa beban dan penuh kepedulian, yartg dijalankan dengan langgeng untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Dalam penelitian

ini,

konsep kinerja seperti

inilah

yang disebut kinerja

berrnakna.

Kinerja

bermakna

bukan hanya

akan

menghasilkan kinerja yang tinggi, akan tetapi juga kinerja yang menyebabkan inCividu mempunyai

arti

dalam kehidupan kerjanya sehingga dihormati dan me4iadi panutan pihak lain, serta dapat meuirtgkatkan aktualisasi dirinya.

Penelitian

ini

merupakan

studi

eksploratif secara

cross

sectional yang dilalflrkan

terhadap 327 marnjer puncak, manajer madya dan supervisor pada perusahaan jasa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis faktor.

Hasil

penelitian

ini

memberikan satu alternatif

model

yang dapat digunakan untuk memprediksi kinerja bermakna individu dalam bentuk:

r

Potensi

kerja

terpadu (rasa kompetert/selfefrcocy, etos

kerja,

semangat belajar

inovatif, motivasi

penyelesaian target

kerja)

sebagai variabel prediktor kinerja bermakna

o

Kompetensi

kerja

(penguasaan pengetahuan

profesional

dan

penguasaan

keterampilan teknikaUoperasional) sebagai variabel moderator yang memoderasi potensi keda terhadap perilaku kerja cerdas

o

Perilaku

kerja

cerdas (kualitas

hubungan interpersonal,

akseptabilitas

kepemimpinan dan kualitas pengembangan kerja sama kelompok) sebagai variabel antara

yang

memperantarai pengaruh

potensi

keda

terpadu terhadap kinerja bermakna

Potensi kerja terpadu merupakan kekuatan-kekuatan dan kapasitas-kapasitas psikologik

yang ada dalam

diri

individu

(inside out) yang menjadi ser4aflgat untuk mendorong

munculnya perilaku kerja cerdas. Kompetensi kerja merupakan akumulasi hasil belajar

yarry diperoleh individu

selama proses

kehidupannya

(outside-in)

yang

akan

memoderasi pengaruh potensi keda terpadu terhadap perilaku kerja cerdas. Adapurr

perilaku kerja cerdas merupakan perilaku kerja yang tepat,

dinilai tinggi

dan mampu

mengatasi masalah, yang mrmcul karena adanya potensi kerja terpadu serta dimoderasi oleh kompetensi kerja, yang akan memprediksi munculnya kinerja bermakna.

1.

LATAR

BELAKAI\IG

Konsep kinerja yang dilakukan dengan menggunakan pehdekatan dan perspektif

positif

(6)

oleh organisasi dan agen-agennya, akarr lebih memunculkan rasa saling percaya, dan sebagai akibatnya akan memunculkan kinerja yang melebihi ekspektasi. Kinerja yang

melebihi ekspektasi ini juga baru dapat terwujud

jika

individu yakin bahwa kinedanya

mampu berkontribusi terhadap proses penciptaan

nilai

dan dihargai organisasi. Untuk

itu,

suasana

positif

menjadi

sangat

penting,

karena

hal

ini

dapat

terjadi

dalam lingkungan (suasana

keda) yang

positif.

Konsep

kinerja

seperti

ini

akan mampu mengembangkan individu, sehingga individu dapat mengaktualisasikan dirinya seperti

apa y ang diinginkannya.

Maslow (lggg)menekankan bahwa proses perkembangan atau pengungkapu.,

polrri

potensi hanya mungkin

tujadi

apabila individu berada dalam lingkungan yang "baik",

yang

memurrgkinkan

warga

lingkungan tersebut dapat

memuaskan segenap

kebutuhannya dengan baik pula. Sebalikny4 dalam kondisi lingkungan yang buruk dan

menghambat pemuasan kebutuhan warganya, pengungkapan

potensi

akan

sulit mengantarkan kepada aktualisasi

diri.

Oleh karenanya, suasana positif menjadi sangat

penting, karena aktualisasi

diri

dapat terjadi dalam lingkungan (suasana kerja) yang positif.

Dalam masyarakat kolektif, aktualisasi

diri akan

terwujud

jika

ada akseptabilitas sosial.

Oleh karenanya, dalam masyarakat

kolektif,

aktualisasi

diri

akan menjadi penggerak untuk maju bersama Keinginan untuk maju bersama dalam masyarakat yang kolektif, adalah keyakinan mewujudkan cita-cita bersama. Aktualisasi

diri

akan memunculkan

kesadaran bahwa kemajuan bersama adalah prasyarat untuk hasil yang maksimal.

Berdasarkan

hal

tersebuq

individu

dengan aktualisasi

diri

akan mempunyai kinerja yang dapat memberikan makna

bagi dirinya

sendiri,

individu lain,

dan lingkungam kerjanya. Seperti disampaikan Maslow (1999),

individu

dengan aktualisasi

diri

akan berusaha mencapai tujuan (goal)

-

dan bukan hasil (result). Oleh karenanya individu seperti akan berusaha mencapai cita-cita yang besar dan penting

-

dan bukan target.
(7)

ekspektasi.

Hal

ini

sesuai dengan konsep OCB, dimana individu yang merasa dirinya diperlakukan secara adil oleh organisasi dan agen-agennya, m€rasa berkewajiban untuk memunculkan kinerja yang melebihi ekspektasi.

Konsep

kineda

seperti

inilah

yang akan merupakan kinerja bermakna bagi individu. Kinerja bermakna

ini

bukan hanya akan membuat individu mempunyai kinerja yang

tinggi, akan tetapi juga kinerja individu akan memberikan makna bagi individu sendiri, individu lain dan lingkungan kerjanya.

Di

dalam penelitian

ini,

selanjutnya

kinerja

bermakna akan didefinisikan ,"Uugui kinega yang dihasilkan oleh pemenuhan panggilan untuk melayani lingkungan

kefa

dengan lebih baih yang ditahtkan tanpa beban dan penuh kepedulian,

yutg

dijalankan dengan langgeng

untuk

mewujudkan masa depan

yang lebih

baik, don

sekaligus

m e nj adi kan kc hi dup an keri a y ong k b i h b e rm akno.

Menurut Amstrong dan Baron (1998), kinerja dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang

dapat dikelornpokkan ke dalam:

1.

Faktor-faktor personal, seperti: keterampilan, kompetensi, motivasi, dan komitrnen.

2.

Faktor-faktor

kepemimpinan,

yaitu

kualitas

dukungan

dan

pengarahan yang

diberikan oleh manajer dan pemimpin.

3.

Faktor-faktor tim, yaitu kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.

4.

Faktor-faktor sistem, yaitu sistem kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi.

5.

Faktor-faktor kontekstual (situasional), yaitu lingkungan internal dan eksternal.

McClelland telah

pula

melakukan berbagai penelitidtr yang dapat mengidentifikasi variabel-variabel "kompetensi" yang dapat memprediksi kineda dan juga tidak bias

(atau paling tidak, mempunyai bias minimum) terhadap suku bangsa jenis kelamln, dan

fakfor-fakfor sosio ekonomi (Spencer dan Spenoer, 1993).

Berbagai definisi kompetensi keda yang diberikan para ahli adalah:

o

Keterampilan dan kualitas (skills and

Enlities)

yang relevan yang momunculkan
(8)

a

Karakteristik

mendasar

(underlying choracterisitics)

dari

individu

yang berhubungan dengan

kriteria

kineda

yang

superior

atau

efektif

dalam

suatu

pekerjaan atau situasi.

Lima

karakteristik kompetensi kerja adalah

motif,

trdits, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan (Spencer dan Spencer,l.993).

suatu set pola perilaku yang dibutuhkan oleh pemegang suatu jabalan agar mampu menampilkan tugas dan fungsinya secara kompeten

(Woodruffe,lg93).

Gambaran

dari

kelompok atau klaster perilaku, motivasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan kesuksesan atau kegagalan suatu pekerjaan yang didasarkan

pada data @yham, 1996).

Pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepribadivll, dan,,know-how,, yangutama yang menghasilkan praktek manajemen yang efektif (Langb€rt, 2000).

Kapasitas individu untuk bertindak dalam berbagai situasi. Kompetensi kerja terdiri

dari pengetahuan eksplisit (pendidikan), keterampilan, pengalalnan, nilai-nilai, dan

jejaring sosial (hubungan individual) (Sveiby, 1997 dan Sveiby, 1998).

Menurut

Kierstead (1998),

definisidefinisi

kompetensi

kerja yang diberikan

oleh banyak ahli pada dasamya secara implisit maupun eksplisit terdiri dari elemen-elemen KSAO (futowledge, skills, abilities

and

other characteristics). Kompetensi kerja paling

baik

digambarkan sebagai analisis mengenai

individu

dengan menggunakan elemen-elemenKSAO.

Gerakan kompetensi keda telah merubah secara_ besar-besaran pandangan mengenai

individu

dalam

organisasi selama beberapa

tahun terakhir

ini.

Berbagai metode kompetensi kerja telah mendapat pengakuan internasional seperti:

profil

kompetensi,

konrpensasi dan klasifikasi berdasarkan kompetensi,

s6tet"i

dan asesmen berdasarkan

kompetensi, dan sebagarnya. Gerakan kompetensi kerja

ini

dipandang sebagai langkah

kritikal

untuk bertahan, tetap produkfif dan marnpu berkompetisi

di

masa yang akan

datang (Slivinski dan Miles, 1996).

Proses seleksi pegawai yang didasarkan pada kompetensi akan mampu memprediksi

(9)

luas diaplikasikan pada proses seleksi,

jalur

karir, penilaian kinerja dan pengembangan individu dalam pekerjaan (Spencer dan Spencer, L993).

Berbagai telaah

kritikal

muncul pula terhadap gerakan model kompetensi

kerja ini

seiring dengan perkembangannya. Beberapa telaah kritikal tersebut adalah:

o

Ketepatan dalam mendefinisikan kompetensi

kerja

dan metode pengukurannya (Lowe, 1993; Rothwell dan Lindholm, 1999).

o

Model

kompetensi kerja baru akan memberikan

nilai

tambah apabila digunakan

untuk melihat

masa datang

(future

oriented)

(Woodruffe,

1993;

Rothwell

dan Lindholm, 1999).

o

Model

kompetensi

kerja

seringkali

tidak

cocok

dengan

budaya

organisasi (Woodruffe,1993).

o

Model

kompetensi

kerja

tidak

akan

bermti

apapun

jika

dikembangkan dalam organisasi yang tidak mempunyai visi yang jelas (Cooper, 1998)'

o

Apabila model

kompetensi

kerja terlalu

generik

tidak

akan memberikan

nilai

tambah terhadap organisasi, karena mengabaikan kebutuhan spesifik

dari

suatu

pekerjaan (Woodrufle,1993; Cooper, 1998; Bartlett dan Ghoshal, 1997).

; o

Pengembangan model kompetensi kerja yang tepat memakan waktu danbiayayang

:

besar (Rothwell dan Lindholm, 1999).

Berdasarkan uraian

di

atas, terlihat bahwa salah satu telaah

kritikal

terhadap konsep kompetensi kerja adalah ketepatan dalam mendefinisikan kompetensi kerja.

Hal

ini

muncul disebabkan karena penelaahan terhadap berbagai model kompetensi kerja yang ad4 menunjukkan bahwa model kompetensi kerja yang disampaikan oleh berbagai ahli

mengandung dimensi kompetensi kerja yang

berbeda'*to

d"ogun yang lain, sehingga

memunculkan ketidakjelasan dalam pendefinisiannya (Rothwell dan Lindholm, 1999).

Menurut

Schermerhom

(2004),

kinerja

adalah

fungsi dari

kemampuan (ability), dukungan (support) dan usahalkemawn

(effirt).

Kinerja dapat dituliskan dalam bentuk fungsi sebagai berikut:
(10)

Menurut Purcell

(2003),

kinerja

adalah

fungsi

dari

AMO

(ability,

motivation, opportunity). Oleh karenanya

kinerja

dapat dituliskan dalam bentuk fungsi sebagai

berikut:

Kinerja = Abiltty

*

Motivation+

Opportunity

Kemampuan

(ability)

adalah kapasitas

untuk

menghasilkan pengetahuan dan

keterampilan yang relevan yang terkait dengan pekerjaan. Dukungan (support) adalah

kesempatan untuk memunculkan hasil kerja dalam lingkungan yarag dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

individu

untuk

dapat

menerapkan

kapabilitas

terbaiknya. Usahalkemauan

(effort)

adalah keinginan

individu

untuk

mewujudkan

hasil

kerja (Schermerhorn

dan McCarlhy,

2004). Dengan asumsi bahwa dukungan (support) konstan, maka kinerja

individu

dipengaruhi oleh kemampuan

(obility)

dan kemauan (effort).

Dalam pendekatan dan perspektif

positif,

kemauan

(effort)

harus meqiadi semangat

yang

merupakan kekuatan-kekuatan dan kapasitas-kapasitas

psikologik yang dapat

diukur dan dikembangkan untuk perbaikan kinerja yang efektif seperti yang dinyatakan Luthans (2002).

Menurut

Ajzen dan Fishbein (1975), mmusan

teori

tentang sikap (attitude) menunjukkan bahwa setiap perilaku (behovior) selalu dilatarbelakangi oleh

niatnya (intention). Setiap perilaku didorong oleh suatu niat tertentu.

Niat

yang tidak disertai oleh situasi yang kondusif dan mendukung, seringkali tidak mewujud menjadi

perilaku

(tindakan).

Oleh

karenanya kemauan

(effort) individu inilah

yang

akan menjadi pendorong untuk memunculkan perilaku kerja agar tercipta kinerja bermakna.

Berdasarkan uraian

di

atas, semangat yang adadalarn

diri

individu

inilah yang akan
(11)

Kompetensi kerja didefrnisikan juga sebagai kombinasi pengetahuan dan keterampilan pada area tertentu (Prahalad dan

Hamel,

1990; Hamel dan Prahalad, 1994; Coyne, 1997),

yang

diarahkan

untuk

rnemenuhi frrngsi tertentu dalam organisasi (Hertog 2001). Pengetahuan tersusun

oleh

berbagai

unit

pengetahuan

terkecil

yang disebut

elemen

pengetahuan. Sekumpulan

elemen

pengetahuan

yang

saling

berkaitan (umumnya didasarkan pada koneksi

logika)

disebut sebagai area pengetahuan. Area

pengetahuan sering ditentukan seeara historikal atau oleh konvensi, rnisalnya klasifikasi ilmu pengetahuan tetnologi menurut kode UNESCO BSO (Hertog, 2001).

Lebih

lanjut Hertog

(2001) menjelaskan bahwa pengetahuan

ini

dapat dikerjakan (diterapkan) dengan menggunakan material-material, seperti: mesin, chip,program, dan sebagainya.

Hal

inilah yang

disebut sebagai keterampilan.

Oleh

karena

itu

dalam penelitian ini kompetensi kerja dibatasi berupa kombinasi dari penguasaan pengetahuan

dan

penguasaan keterampilan.

Menurut

Hartanto (1995), penguasaan pengetahuan

adalah penguasaan terhadap informasi terstruktur yang telah dikenal, diketahui, dan

dipahami

melalui

proses belajar, pengalaman atau

studi.

Penguasaan keterampilan adalah kemahiran, kecekatan atau keahlian dalam memanfaatkan seluruh anggota badan, yang diperoleh karena adanyaproses belajar seeata berkelanjutan.

Dengan menggunakan konsep kineda

dari

Schermerhorn (2004) dan Purcell (2003),

terlihat

bahwa dalam konsep tersebut kemampuan

(ability)

didefinisikan sebagai

kapasitas untuk menghasilkan pengetahuan dan keterampilan yang relevan yang terkait dengan pekerjaan. OIeh karenanya kemampuan

(ability)

dalam konsep Schermerhorn Q004) dan Purcell (2003)

ini

setara dengan konsep kompetensi dari Hertog (2001).

E

Seperti dilielaskan sebelumnyq niat yang tidak disertai oleh situasi yang kondusif dan

mendukung seringkali

tidak

mewujud menjadi

perilaku

(tindakan)

(Ajzen

dan

Fishbein, 1975). Oleh karenanya, kompetensi kerja akan merupakan instrumen yang

akan mewujudkan niat menjadi perilaku (tindakan). Akibatnya kompetensi kerja bukan

(12)

didefinisikan sebagai akumulasi hasil

belajar

individu yang rnelupaksn instrumen

untuk memurculkan hasil yang diinginlun.

Berdasarkan uraian sebelumnya terlihat bahwa definisi kompetensi keda seyogyanya

memisahkan

antara dimensi potensi

kerja dan

perilaku

ke.jq

dan

tidak mencampuradukkan dimensi-dimensi

tersebut

dalam suatu label yang

disebut

kompetensi

kerja. Oleh

karenanya, konsep kompetensi

kerja

dalam penelitian

ini

dibedakan dari potensi kerja dan perilaku kerja, seperti terlihat pada Gambar 1 berikut:

L--

---J

Gambar

I

Konsep Kompetensi Kerja yang Digunakan dalam Penelitian

Ini

Berdasarkan Gambar 1,

terlihat

bahwa yang akan memunculkan

kineda

bermakna

adalah potensi yang merupakan kekuatan-kekuatan dan kapasitas-kapasitas psikologik

yang ada

pada

individv

(inside-out) yang menjadi

semangat

untuk

mendoromg

munculnya perilaku

kerja.

Sedangkan kompetertsi kerja merupakan akumulasi hasil

belajar

individu

selama proses kehidupannya (outside-m) yang akan memoderasi

pengaruh potensi kerja terhadap perilaku kerja untuk terwujudnya kinerja bermakna.

Berdasarkan paparan mengenai konsep kompetensi keda tersebut, maka perbedaan

konsep kompetensi

kerja yang

digunakan selama

ini

dan yang

digunakan dalam
(13)

Pengetahuan dan

keterampilan kerja

Konsep Kompetensi Kerja yang Digunakan Saat Ini

t--

---J

Konsep Kompetensi Ket'a dalam Penelitian Ini

Gambar2

Perbedaan Konsep Kompetensi Kerja yang Digunakan Saat

Ini

dan yang Digunakan

dalam Penelitian

Ini

"

Berdasarkan

Gambar

2

tersebut,

dalam penelitian

ini

variabel-variabel yang

mempengaruhi kinerja dibedakan atas:

1.

Potensi keda sebagai variabel prediktor

2.

Kompetensi kerja sebagai variabel moderator yang memoderasi pengaruh potensi kerja terhadap perilaku keda

3.

Perilaku keda sebagai variabel antar4 yang memperantarai pengaruh potensi korja
(14)

Secara konseptual, variabel-variabel penelitian

yang

diduga mempengaruhi kinerja

bermakna dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3

Model PenelitianAwal

Penelitian

ini

merupakan penelitian awal untuk mendapatkan alat ukur penelitian dan juga untuk mendapatkan model penelitian yang telah
(15)

2.

METODE

No Aspek Uraian

I Masalah Penelitian

o Membuat dan menguji alat ukur berdasarkan konstruk variabel penelitian

o Membuat Model Penelitian yang telah Divalidasi 2 Variabel

Penelitian

Variabel bebas:

.

Potensi kerja terpadu:

-

Rasa Kompeten

-

Integritas

-

Motivasi Kerja

-

Semangat Belajar

lnovatif

Variabel moderator:

r Kompetensi Kerja:

-

Penguasaan Pengetahuan Profesional

-

Penguasaan Keterampilan TeknikaVOperasional Variabel antara:

.

Perilaku kerja cerdas

-

Kualitas pengelolaan diri sendiri

-

Kualitas hubungan interpersonal

-

Efektivitas komunikasi

-

Kualitaskepemimpinan

-

Kualitas pengembangan kerja sama kelompok Variabel torikat:

o

Kineria bermakna

J Sampel Penelitian

Manajer puncak, manajer madya dan supervisor pada

perusahaan jasa dengan rakteristik masa kerja sebagai manajer

minimal

l

tahun

4 Teknik Pengumpulan

Data

Kuesioner dengan menggunakan skala Likert

5 Teknik

Pengolahan Data

Analisis Faklor dan Analisis Reliabilitas yang dilakukan dengan menggunakan SPSS 11.0for Windows

6 Hasil Interpretasi dan

Rekomendasi

, Mendapatkan alat ukur potensi kerja terpadu, perilaku kerja

cerdas, kompetensi kerja dan kineda berrnakna , Mendapatkan Model Penelitian yang telah Divalidasi

(16)

3.

HASIL PEI\ELITIAN

Gambar 4

Model Penelitian yang telah Divalidasi

4.

DISI(USI

Setelah dilakukan analisis faktor, terlihat bahwa konstruk-konstruk variabel mengalami

perubahan, sehingga

mengakibatkan

perubahan

pada

model penelitian

awal.

Perubahan-perubahan yang

terjadi

setelah dilakukan analisis

faktor

adalah sebagai

berikut:

Pengaruh Perilaku

Kerja

Cerdas terhadap Kinerja Bermakna

Setelah dilakukan analisis

faktor,

perilaku

kerja

cerdas

yang

semula

terdiri

atas:

kualitas

pengelolaan

diri

sendiri, kualitas

hubungan

interpersonal, efektivitas

komunikasi, kualitas kepemimpinan, dan kualitas peng6mban gankeqa sama kelompok;

berubah menjadi akseptabilitas kepemimpinan, kualitas pengembangan

kerja

sama

kelompok, kualitas pengembangan suasana kerja dan kualitas hubungan interpersonal.

Kualitas kepemimpinan setelah dilakukan analisis faktor menggabung dengan kualitas

pengelolaan

diri

sendiri, menjadi

faktor

akseptabilitas kepemimpinan.

Jadi

kepemimpinan seorang manajer akan menjadi akseptabel, apabila manajer tersebut

mampu mengelola

diri

agar mampu berespon secara tepat terhadap perubahan dengan
(17)

berbekal wawasan yang luas. Selain

itu

kepemimpinan seorang manajer akan menjadi

akseptabel apabila manajer tersebut mampu mengarahkan, memberikan tuntunan dan

dukungan terhadap pengikutnya, sehingga menjadi panutan dan model peran bagi

pengikutnya.

Oleh

karena

itu

dalam penelitian

ini

selanjutnya akseptabilitas

kepemimipinan didefinisikan sebagai kemampuan mengarahkan, memberiknn tuntunan

dan

dukungan terhadap pengikutnya, sehingga dengan

rela dijadikan panutan

dan

model peran oleh pengikunrya.

Kualitas pengembangan

kerja

sama kelompok tetap membentuk

faktor

yang sama.

Demikian pula untuk kualitas hubungan interpersonal, tetap membentuk faktor yang

sama walaupun beberapapemyataan pada faktor ini tidak lagi menjadi indikator dari

konstruk tersebut. Terlihat

pula

bahwa efektivitas komunikasi menggabung dertgan

kualitas hubungan interpersonal membentuk faktor baru yaitu kualitas pengembangan

suasana

kerja. Jadi

seorang manajer yang mampu berkomunikasi dan mempunyai

hubungan interpersonal yang

baik,

akan mampu menciptakan lingkungan kerja yang

nyaman dan menyenangkan.

Hal ini tentu

saja akan menyebabkan manajer mampu

mengembangksn suasana kerja dengan baik. Dalam penelitian

ini

selanjutnya kualitas

,

pengembangan suasana

kerja

didefinisikan

sebagai

lcemampuan menciptaknn

,

lingkungan kerja yang nyamon dan menyenangkan.

Secara ringkas perubahan konstruk variabel perilaku kerja cerdas setelah dilakukan

analisis faktor adalah:

(18)

Akseptabilitas Kepemimpinan

(o.:0.8321)

Kualitas Pengembangan

Kerja Sama Kelompok

Kualitas Pengembangan Kerj a

Sama Kelompok (ct": 0.8269)

Kualitas Pengembangan

Suasana Kerja (cr.: 0.6028)

Kualitas Hubungan

Interpersonal (cr"

:

0.5855)

Gambar 5

Hasil Perubahan Konstruk Variabel Perilaku Kerja Cerdas sotelah Analisis Faktor

Pengaruh Potensi

Kerja

Terpadu dan Kompetemi

Kerja terhadap

Perilaku

Kerja

Cerdas

Potensi kerja terpadu yang semula

terdiri

atas: rasa kompeten, integritas, semangat

belajar inovatif dan motivasi kerja; setelah dilakukan analisis faktor membentuk

faktor-faktor: rasa kompeten, etos

kerj4

motivasi berprestasi, motivasi penyelesaian target

keqa, semangat belajar inovatif, dan integritas. Kompetensi kerja tetap mernbentuk 2

faktor, yaitu:

penguasaan pengetahuan profesional

dan

penguasaan keterampilart

teknikal/operas ional.

Konstruk rasa kompeten setelah dilakukan analisis faktor membentuk

2 faktor

yaitu

rasa kompeten dan etos kerja. Jadi seorang manajer harus merniliki rasa kornpeten, <ian

juga

memiliki

etos kerja. Etos keda adalah ketekunan dan keuletan dalam melakukan

pekerjaan, yang dicirikan dengan: tidak mudah putus asa, tidak kehilangan kepercayaan

diri,

dan tidak ragu-ragu dalam melakukan suatu pekerjaan. Etos kerja selanjutrtya

akan didefinisikan sebagai ketekunan dan keuletan dalam melakukan pekzrjaan.

Konstruk motivasi kerja setelah dilakukan analisis faktor membentuk

2 faktor

yaitu

motivasi berprestasi dan motivasi penyelesaian target kerja. Jadi seorang manajer harus

mempunyai

motivasi

berprestasi

dan

motivasi penyelesaian target

kerja.

Motivasi
(19)

berprestasi

ditunjukkan

dengan

ciri-ciri:

merasa

yakin

bahwa

umpan

balik

yang

diterimanya

akan

bermanfaat

bagi

peningkatan kinerjanya, mencari umpan balik

tentang perbuatannya, memegang

komitmen

yang dibuat,

mempertimbangkan

kecenderungan perkembangan pengetahuan pada waktu mengambil keputusan, berani

menanggung

resiko atas

segala

tindakan yang dilakukan,

mempertimbangkan

konsekuensi

dari

keputusan

yang

diambilnya, merasa cemas

kalau

belum

menyelesaikan pekedaannya, dan merasa berbagai masalah yang dihadapi organisasi

bukan merupakan bahay a organisasional yang besar. Motivasi berprestasi didefinisikan sebagai dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan sepeyangkat

standar, bergulat untuk sukses. Motivasi penyelesaian target kerja ditunjukkan dengan

ciri-ciri:

membiasakan

diri

membuat perencanaafl

kerja,

membiasakan

diri

untuk

menyelesaikan pekerjaan tepat waktu,

tidak

pernah datang tedambat dalam kegiatan

apapun, mempertimbangkan dampak negatif dari keputusan yang diambil, tidak ragu

bertanggung

jawab

atas segala perbuatannya, tertantang dan berusaha keras untuk

menjalankan tugas-tugas kompleks dengan sebaik-baiknya.

Motivasi

penyelesaian

target kerja didefinisikan sebagai dorongan untuk menyelesaikan tdrget kerja dengan

sebaik-baikrtya.

Secara ringkas perubahan konskuk variabel potensi kerja terpadu setelah dilakukan

analisis faktor adalah:

(20)

Rasa Kompeten (cr": 0.6571)

Etos Kerja (oc": 0.6920)

Motivasi Berprestasi (cr" = 0.6146)

Gambar 6

Hasil Perubahan Konstruk Variabel Potensi Kerja Terpadu setelah Analisis Faktor

Potensi kerja terpadu yang semula

terdiri

atas: rasa kompeten, integritas; semangat

belajar inovatif dan motivasi kerja; setelah dilakukan analisis faktor memhntuk faktor-faktor: rasa kompeten, etos

kerj4

motivasi berprestasi, motivasi penyelesaian target

kerja, semangat belajar inovatif, dan integritas. Kompetensi kerja tetap membentuk 2

faktor, yaitu:

penguasaan pengetahuan profesional

dan

penguasaan keterampilan

teknikal/operasional.

Konstruk rasa kompeten setelah dilakukan analisis faktor membentuk

2

faktor yaitu

rasa kompeten dan etos kerja. Jadi seorang manajer harirs memiliki rasa kompeten, dan

juga

memiliki

etos kerja. Etos kerja adalah ketekunan dan keuletan dalarn melakukan pekerjaan, yang dicirikan dengan: tidak mudah putus asa, tidak kehilangan kepercayaan

diri,

dan

tidak

ragu-ragu dalam melakukan suatu

pekerjaan.

Etos kerja selar{utnya

akan didefrnisikan sebagai ketekunan dan keuletan dalam melakuknn pekerjaan.

Konstruk motivasi kerja setelah dilakukan analisis faktor membentuk

2

faktor yaitu

motivasi berprestasi dan motivasi penyelesaian target keda. Jadi seorang manajer hmus

(21)

mempunyai

motivasi

berprestasi

dan

motivasi penyelesaian target

kerja.

Motivasi

berprestasi

ditunjukkan

dengan ciri-ciri: merasa

yakin bahwa umpan

balik

yang

diterimanya

akan

bermanfaat bagi peningkatan kinedanya, mencari umpan balik

tentang

perbuatannya, memegang

komitmen

yang dibuat,

mempertimbangkan

kecenderungan perkembangan pengetahuan pada waktu mengambil keputusan, berani

menanggung

resiko atas

segala tindakan

yang

dilakukan,

mempertimbangkan

konsekuensi

dari

keputusan

yang

diambilnya, merasa cemas

kalau

belum

menyelesaikan pekerjaannya, dan merasa berbagai masalah yang dihadapi organisasi

bukan merupakan bahay a organisasional yang besar. Motivasi berprestasi didefi nisikan sebagai dorongan untuk mengunggul| berprestasi sehubungan dengan seperangkat

stondar, bergulat untuk sulcses. Motivasi penyelesaian target kerja ditunjukkan dengan

ciri-ciri:

membiasakan

diri

membuat perencanaan

kerja,

membiasakan

diri

untuk

menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, tidak pernah datang terlambat dalam kegiatan

apapun, mempertimbangkan dampak negatif dari keputusan yang diambil, tidak ragu

bertanggung

jawab

atas segala perbuatannya, tertantang dan berusaha keras untuk

menjalankan tugas-tugas kompleks dengan sebaik-baiknya.

Motivasi

penyelesaian

target kerja didefinisikan sebagai dorongan untuk menyeksaikan target keria fungan

sebaik-bailvrya.

Secara ringkas perubahan konstruk variabel potensi keda terpadu setelah dilakukan

analisis faktor adalah:

(22)

RasaKompeten (o" = 0.6571)

Etos Kerja (cr": 0.6920)

Motivasi Berprestasi (cr"

:

0.6146)

GambarT

Hasil Perubahan Konstruk Variabel Potensi Keda Terpadu setelah Analisis Faktor

Analisis faktor yarrg dilakukan terhadap perilaku kerja cerdas membentuk 4 konstruk

yaitu:

akseptabilitas kepemimpinan, kualitas pengembangan

kerja

sama kelompok,

kualitas

pengembangan suasana kerja, sertia kualitas

hubungan

interpersonal.

Pemyataan-pernyatan mengenai kualitas pengelolaan

diri

sendiri

yang

semula ada,

setelah dilakukan

analisis

faktor

ternyata mengelompok dengan

kualitas

kepemimpinan. Pernyataan-pernyataan mengenai

efektivitas

komunikasi,

setelah

dilakukan analisis faktor mengelompok pada kualitas pengembangan suasana kerja

bersama-sama dengan pemyataanmengenai kualitas hubungan interpersonal.

DAFTAR PUSTAKA

l.

ACAS

(Advisory, Conciliation,

ffid

Arbitration Service)

(1988),

Employee

Apprais al, ACAS, London

2.

Amstrong,

M.,

Baron,

A.

(1998), Pedormance Management, The New Realities, Irrstitute of Personnel and Development, London

3.

Ajzen,I., Fishbein,

M.

(1975), Belief, Attitude, Intention and Behavior,

Addison-Wesley Publishing Company, Massachusetts

(23)

4.

Ajzen,I.,

Fishbein,

M.

(1980), Understand,ing Attitudes and Predicting Social Behavior, Englewood Cliffs, Prentice-Hall, New York

5.

Diantoro, Andreas (2005),

CEO

Masa Depan,

Butuh

Latihan dan Tempaan,

Maj alah Sw a, 17 lXXliAgustus 2005, 64-69

6.

Djatmiko,

Harmanto

Edy

(2005),

Never

Ending

Agenda,

Maialah

Swa,

17 (XXII Agustus 2005, 28

7.

Dolan,

Tzafutr,

Baruch (2005), Testing

the

Causal Relationships between

Procedural Justice,

Trust

and Organizational Citizenship Behavior, Revue de

Gestion des Resources Humaines, 57,79

-

89

8.

Fletcher,

C. (1993), Appraisal:

An Idea

Whose

Time

Has Gone?, Personnel Managemenf, Septembe

t,

3 4'37

9.

Fowler,

A.

(1990), Performance Management: The MBO of the '90s?, Personnel Management, Jrtly, 47 -5 4

10.

Hartanto, F.

M.

(2001), Dunia Kerja Baru: Tantangan dan Peluangnya, Workirtg

Paper, PT.Integre Quadro, Bandung

11.

Hartanto,

F. M.

Q002),

Budaya

Kerja, Prahek Kepemimpinan,

Perilaku Organisasional, dan Potensi Insani Anggota Perusahaan, Working Paper, PT.

Integre Quadro, Bandurtg

12.

Hartanto,

F.

M.,

Jatnika,

R.

(2002), Metoda Penelitian

llmu

Manaiemen:

Pengembangan

dan Penguiian

Moful

Penelitian, Working

Paper, Akademi

Manajemen Indonesia

(AMI),

Jak

13.

Hartanto, F,

M.

(2004), Dunia Kerja Kontemporer: Paradigma Kerja Manusiowi, Working Paper, PT. Integre Quadro, Bandung

14.

Hertog, J. F. D. (2001), The Knowledge Enterprise, Implementation of Intelligent Business Strategies, Serie s of Te chnolo

gt Managment,

2, 22-67

15.

Jatnika,

R. &

Kendhawati,

L.

(2000), Identifikasi Fahor-faHor

yang

Mempengaruhi

Kinerja

Bermakna

Manajer, Laporan Penelitian

DIKS

Universitas Padj adj aran, Bandung

16.

Jatnika,

R.

&

Kendhawati,

L.

(2001), (Jkuran Kompetensi

Keria

Generik pada

Berbagai Tingkat Manajerial, Laporan Penelitian

DIK

Universitas Padjadjaran,

Bandung

(24)

t7.

18.

19.

20.

21.

Jatnika,

R.

&

Wiratmadja,

I.

(2002),

Integrity Requirement

of

Indonesian

Corporate Managers, Proceeding

of

Pan-Pacific Conference

XW,

Pan-Pacific

Business Association, Bangkok

Jatnika, R.

&

wiratmadja,

I.

(2002), The Dffirences

of

work

competence

Requirement Between Government Company's MAnagers and Private Company's

Managers

in

Corporate Culture Framework, Paper Presented

at

International

Association of Cross Cultural Psychology (IACCP), Yogyakarta

Jatnika, R.

&

Kendhawati, L. (2002), Pengukuron Kompetensi Keria Generik dan

Spestfik

untuk Manajer,

Laporan

Penelitian

DIK

Universitas

Padjadjaran,

Bandung

Jatnika R.

&

Kendhawati,

L.

(2003), Pengaruh Potensi

Kerja

Terpadu terhadap

Perilalat

Kerja

Cerdas, Laporan

Penelitian

DIK

Universitas

Padjadjaran,

Bandung

Jatnik4

R.

&

Kenhawati,

L.

(2004),

Model

Potensi Keria Terpadu sebagai

Predifuor Kinerja Bermakna Manaier, Laporan Penelitian Hibah Bersaing

XII,

Bandung

Johan, Robby (2005), Yang Hangat dan Krusial Seputar Kepemimptnan, Majalah

Sw a, 17 lXXU Agustus 2005, 7 0-72

Levinson,

H.

(1970), Management

by Whose Objectives,

Harvard

Business

Rev iew, July-August, 30 - 46

24.

Lowe,

R. (1993), Master's

Programs

in Industrial-Organaational

Psychology:

Current Status and

A

Call

for Action,

Professional Psychologt: Research and

Practice,24,27-34

Luthans, F. (?002),

The

Need

For and Meaning

of

Positive Organizational

Behavior, Journal of Organizational B ehav ior, 28, 69 5 -7 0 6

Maslow, A. (1970), Motivation and Personality,Harpu

&

Row, New

York

Maslow,

A.

(1999),

Maslow

on Management,

Jonn

Wiley

&

Sons, Inc.,

Sirrgapore

Moore, Love (2005),

IT

Professionals as Organizational Citizens, Communication

of the

ACM,48,89-93

Nelson,

D. L.,

Quiclq

J. C. (2005), Organizational

Behovior:

Foundations,

Reality and Challenges, South-Western College Publishing, New

York

(25)

30.

Rao (1996), Penilainn Prestasi Kega, Lembaga Pendidikan dan Pengembangan

Manajemen, Jakarta

31.

Rothwell,

W.

J., Lindholm, J.

E.

(1999), Competency Identification, Modelling

and Assessment in the USA" International Journql of Training and Development, 3, 90-105

32.

Schermerhorn (1993), Manogemant

for

Prodrctivity,

John

Wiley

&

Sons, lnc., USA

33. Schermerhorn,

McCarthy (2004),

Enhancing Performance

Capacity

in

the Workplace:

A

Reflection on the Significance

of

the tndividual,

Irish

Journal

of

Management,25,45-60

34.

Supangat, Nugroho (2005), Yang Hangat dan

Krusial

Seputar Kepemirnpinan, Maj al ah Sw a, 17 lX)Ul Agxtus 2005, 7 0-72

35.

Walters,

M.

(1995), The

Perforrnonce Manogement Handboofr,

In$itute of

Personnel Development, London

Gambar

Perbedaan Gambar2Konsep Kompetensi Kerja yang Digunakan Saat Ini dan yang Digunakan
Gambar 3Model PenelitianAwal
Gambar 4Penelitian yang telah
Gambar 5Hasil Perubahan Konstruk Variabel Perilaku Kerja Cerdas sotelah Analisis Faktor
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sampel sebanyak 30 responden dari 102 populasi, sampel merupakan semua ibu yang memiliki bayi usia 6 -12 bulan di Puskesmas Seyegan yaitu pemberian ASI

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Penegakan s Penegakan sanksi anksi pidana pidana pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun