o
Senin123
17 18 19
OJan OPeb
o
Selasa
.
Rabu
0
Kamis
0
Jumat
4 5 6 7 8
(i)
10 11 20 21 22 23 24 25 26o
Mar OApr
OMei
OJun
OJul
0
Ags
o
Sabtu
0
Minggu
12
13
14
15
16
27
28
29
30
31
OSep
OOkt
ONov
.Des
\
G.A.G.@.S.A.N
Sistem Upah di Indonesia Tak Memihak Buruh
"" - ~ ~-
, ., ,~-~ .-KESEJAHTERAAN tenaga kerja di Indonesia hingga saat ini masih memprihatinkan. Upah sebagai faktor yang mempengaruhi ke-sejahteraan pekerja, sering menjadi pemicu perselisiha'n perburuhan. Ini karena sebagian pekerja memu-satkan konsentrasi kerjanya pada usaha-usaha untuk memenuhi kebu-. tuhan pokok hidupnya. Ketidak-berdayaan para pekerja dalam proses tawar menawar di pasar kerja menyebabkan pekerja selalu berada pada posisi yang lemah.
Rendahnya upah kerja di In-donesia menjadi keunggulan da-lam bersaing dengan negara lain, karena menjadi pemicu indus-trialisasi dan modal asing. Namun keunggulan ini hanya sementara, !j:arena penanaman asing tidak hanya mengandalkan upah murah tetapi memperhatikan faktor lain seperti keterampilan, kelengkapan infrastruktur, dan fasilitas lainnya. Rendahnya upah tenaga kerja ini sangat berkaitan dengan ting-ginya pengangguran dan pencari kerja di tingkat bawah. Perban-dingan an tara upahtertinggi dengan upah terendah masih jauh.
Keadaan tersebut, pemerintah harus berada pada posisi yang sangat menentukan untuk men-jembatani dan memberdayakan kelemahan posisi tawar para pekerj a agar produktivitasnya naik, diim~a!..gi dengan tingk.!!..
upah yang memadai dengan ke-
Oleh Rini Irianti Sundary
butuhan hidup yang layak. Ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 27 ayat 2, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan peng-hidupan yang layak bagi kema-nusiaan. UU Ketenagakerjaan juga mengatur tentang kebijakan
pemerintah yang dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap hak atas upah bagi para pekerja, seperti upah minimum yang ber-patokan pada kebutuhan hidup layak (KHL). Artinya, pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja tidak boleh rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Masalah pengupahan ini jika diungkap meliputi hubungan dan peranan faktor manusia dalam hubungan industrial. Sistem upah ini tidak mud.ah diatasi karena bagi
perusahaan upah adalah beban, sahaan, tetapi karena kompleksitas sedangkan bagi pekerja upah masalah upah maka cara ini belum adalah sarana hid up. Sehingga memenuhi harapan para pekerja. masalah ini selalu kompleks, me- Maka diperlukan intervensi pe-nyangkut legalisasi upah, pe- merintah sebagai penengah, se-nataan kembali sistem pngupahan, perti diungkap Gerald Tucker .serta pelaksanaan pengupahan dalam bukunya Law and Society:
yang dinamis. Selama iniusaha- pembentukan hukum yang de-usaha yang dilakukan organisasi mokratis mengarah pada campur pekerja dalam mencoba meletakan tangan pemerintah yang lebih dasar-dasar pengupahan yang adil besar pada hubungim-hubungan adalah dengan cara collective privat dalam bisnis dan
kete-bargain,lng dengan pihak peru- nagakerjaan karena adanya keti-,,- - ~.- - .. --'"""" ---
-"
Rendahnya
upah
kerja di Indonesia
menjadi
keunggulan
dalam
bersaing
dengan
negara lain,
karena menjadi
pemicu
indus-trialisasi
dan
modal asing.
dakadilan dan ketidakseimbangan di dalamnya. Kebijakan mengenai upah minimum yang bersandar pada perhitungan KHL secara langsung mempengaruhi tingkat upah yang diperoleh seorang pekerja. lnia adalal1 upaya pe-merintah agar pengusaha tidak sewenang-wenang membayarkan upah pada para pekerjanya.
Pada prakteknya penentuan ke-bijakan upah minimum sebagai suatu garis toleransi minimal ting-kat upah pekerja masih sulit dile-takan pada tingkat yang dapat menguntungkan pekerja, karena sering digunakan sebagai standar-pengupahan maksimum bagi pe-rusahaan yang sudah mapan. Pada saat kondisi para pekerja di Indo-nesia berada pada titik nadir, keputusan upah minimum itu masih belum proporsional. Objektivitas nilai upah pekerja antara lain dapat dilihat melalui perbandingan antara upah minimum per bulan dengan dengan pola konsumsi rumah tangga para pekerja. Konsumsi ini meliputi makanan, perumahan, san dang, barang dan jasa. Se-dangkan kebutuhan nonkohsumsi meliputi iuran-iuran, denda, premi asuransi. Contohnya, seroang lajang di Kota Bandung dalam sebulan memerlukan dana minimal Rp I OOO.OOO,padahalbesar upah minimal Kota Bandung tahun 2008 baru mencapai Rp860.565 per bulan.
Angka-angka ini menunjukan bah-wa upah pekerja dalam sebulan (25 hari kerja) hanya bertahan untuk biaya hidup pekerja lajang selama 20 hari. Lalu bagaimana dengan peke~a yang sudah berkeluarga? Maka para pekerja terpaksa harus memasuki ling-karan hutang yang tak terputus.
Situasi tersebut diperkeruh dengan adanya Peraturan Men-teri Tenaga Kerj a dan Trans-migrasi RI 1\'9 l7/Men/VIII/2005 ten tang Komponen dan Pelak-sanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, yang mengurangi kualitas 3 komponen, yaitu beras dari l2kg menjadi
10kg, Sewa rumah tipe 21 menjadi sewa kamar untuk 2 orang, serta cukur dari sekali dalam sebulart menjadi sekali dalam dua bul.an.. Peraturan ini menjadi kontradiktif, sekaligus indikasi bahwa dunia ketenagakerjaan di Indones-j~ belum menganggap masalah pro-duktivitas pekerja sebagai suatu yang penting dalam kaitannya denga!1 upah. Asumsi bahwa jika upah tinggi maka produktivitas tinggi hanya dipengang kaum buruh, bukan pengusaha. (men)
Rini Irianti Sundary Dalam Disertasi utuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum