Rusmi Surtikanti, 2013
TRANSMISI SENI BENJANG
KAMPUNG CIBORELANG DI DESA CINUNUK KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Seni Tari
Oleh
RUSMI SURTIKANTI 0700830
JURUSAN PENDIDIKAN SENI TARI FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
Rusmi Surtikanti, 2013
TRANSMISI SENI BENJANG
KAMPUNG CIBORELANG DI DESA CINUNUK KECAMATAN
CILEUNYI KABUPATEN BANDUNG
Oleh RUSMI SURTIKANTI
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© RUSMI SURTIKANTI 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
November 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Rusmi Surtikanti, 2013
RUSMI SURTIKANTI TRANSMISI SENI BENJANG
KAMPUNG CIBORELANG DI DESA CINUNUK KECAMATAN CILEUNYI KABUPATEN BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Prof. Dr. Hj. T. Narawati, M. Hum NIP. 19521205 198611 2 001
Pembimbing II
Ayo Sunaryo, M. Pd NIP. 19770804 200501 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Seni Tari
Rusmi Surtikanti, 2013
Transmisi Seni Benjang Kampung Ciborelang di Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Transmisi Seni Benjang Kampung Ciborelang di Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini: 1). Proses anak menyerap Seni Benjang orang dewasa, 2). Pertunjukan Seni Benjang Anak, 3). Nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan Seni Benjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan Seni Benjang dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dalam melestarikan kesenian khas dari Kampung Ciborelang di Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, studi pustaka dan studi dokumentasi. Hasil penelitian yang di dapat dalam penelitian ini bahwa Seni Benjang anak merupakan proses pewarisan budaya bagi masyarakat Desa Cinunuk dan sekitarnya, dengan cara melihat, mendengar dan meniru dari Seni Benjang dewasa untuk generasi yang akan datang. Alasan pemilihan Seni Benjang anak adalah keinginan untuk melestarikan warisan budaya para leluhur. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan penuh dari pemerintah setempat.Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa seni Benjang anak tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi mengandung nilai-nilai yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai yang paling dominan dalam seni Benjang anak adalah nilai sosial.
Rusmi Surtikanti, 2013
Transmisi Seni Benjang Kampung Ciborelang di Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten ABSTRACT
This reseach title is “Transmisi Seni Benjang Kampung Ciborelang di Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung”. The main issue that are brough to the surface are : 1). The process on how children absorbed an adult art of Benjang, 2). Children Benjang Art performance, 3). Points that are within Art of Benjang. This research is aimed to understand all sort of things that related to Benjang Art which can give an advantage to all people on how to preserve an authentic art from Ciborelang at Cinunuk Village Cileunyi sub-region Kabupaten Bandung. In this research analysis description method is used. The data collective technique to gain research’s data in this research are observation, interview, bibliography study, and documentation study.
The result after conducting this research are in the beginning Benjang Art is actually a ritual, of child khitan, but now Benjang Art has changed its function into an Art of show and entertainment of childrens. Benjang which played by children, is also an inheritage culture process to people of Cinunuk Village and around that area, for the next generation. The reason of choosing Children Benjang Art is because of the self awareness to preserve the legacy of the elder’s culture. Because of that, an act of full support from the local government are needs.A conclusion can be drawn from this research that children Benjang art is not just about entertainment, but also contains points that can be applied on dailt activities such as religious point, social point, culture point, economic point, art point, education point, and also moral point.
DAFTAR ISI
Hal
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan Umum ... 6
2. Tujuan Khusus ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Asumsi ... 7
T. Metode Penelitian ... 7
G. Sistematika/Organisasi Penelitian ... 8
BAB II LANDASAN TEORETIS ... 10
A. Penelitian Terdahulu ... 10
B. Teori Bliss-Perry ... 11
C. Teori Absorbed Actions ... 12
D. Teori Karakteristik Anak Usia 5-12 Tahun ... 13
E. Teori Nilai ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
A. Metode Penelitian ... 20
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 21
2. Subjek Penelitian ... 21
C. Definisi Operasional ... 22
D. Teknik Pengumpulan Data ... 22
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 26
F. Langkah-langkah Penelitian ... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Hasil Penelitian ... 30
1. Geografis dan Budaya Masyarakat Kampung Ciborelang ... 30
2. Tradisi Masyarakat Desa Cinunuk ... 31
3. Proses Anak menyerap Seni Benjang Dewasa ... 36
4. Pertunjukan Seni Benjang Anak ... 39
5. Analisis Nilai Pertunjukan Seni Benjang Anak ... 55
B Pembahasan Hasil Penelitian ... 56
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 58
A. KESIMPULAN ... 58
B. REKOMENDASI ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
LAMPIRAN ... 62
GLOSARIUM ...
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Persiapan Bubuka Seni Benjang Anak ... 47
4.2 Pemain Benjang Sedang Memainkan Tabuhan ... 48
4.3 Persiapan Ibing Benjang ... 48
4.4 Ibing Benjang ... 49
4.5 Notasi Laban Gerak “Puyuh Ngungkug” ... 50
4.6 Notasi Laban Gerak “Panon Peureum” ... 51
4.7 Notasi Laban Gerak “Golempang” ... 52
4.8 Tarian Bebas ... 53
4.9 Mesek (Membuka Baju) ... 54
4.10 Wasit Sedang Mengarahkan Aturan Main Kepada Pebenjang .. 55
4.11 Teknik Mumundingan ... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pedoman Wawancara ... 74
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu jenis kesenian yang telah mengakar dan menjadi warna lokal di
kaki Gunung Manglayang di kawasan Bandung Timur adalah seni Benjang.
Kesenian ini tumbuh dan mulai dikenal oleh masyarakat kaki Gunung
Manglayang. Menurut Pak Zaenal kesenian ini ada pada akhir abad ke-19,
kemudian berkembang pada awal tahun 1920-an (wawancara 20 Januari 2011).
Pada awal perkembangannya, seni Benjang merupakan seni beladiri, yang
berkembang dari seni dogongan, serédan, serta mumundingan. Mengenai seni
dogong terekam dalam informasi berikut ini.
Dogong adalah permainan saling mendorong dua lawan dengan mempergunakan alu (kayu/penumbuk padi). Dari dogong berkembang menjadi seredan yang mempunyai arti permainan saling mendesak tanpa alat, yang kalah dikeluarkan dari arena atau lapangan. Kemudian dari seredan berubah menjadi adu mundur, ini masih saling mendesak atau mendesak lawan dari dalam arena pedalaman tanpa atau mendorong lawan dengan pundak, tidak diperkenankan menggunakan tangan. Oleh karena itu dalam permainan itu pelanggaran sering terjadi terutama bila pemain hampir terdesak keluar arena. Dengan seringnya pelanggaran dilakukan maka permainan adu mundur diganti dengan permainan adu munding. (Sunatra 1993:41).
Seni dogong merupakan hasil perubahan dari seni terebangan, perubahan
terjadi pula pada alat musik yang digunakan sebagai pengiringnya. Selain pada
unsur waditra perubahan terjadi pula pada unsur lagu yang dibawakan. Pada
mulanya lagu yang sering dilantunkan berupa lagu-lagu solawatan, kemudian
berubah menjadi lagu-lagu rincik manik, manuk manurun, dan lain-lain.
Saling dorong mengalami perubahan menjadi permainan tanpa
menggunakan alat, yaitu dengan menggunakan teknik beradu pundak. Meskipun
demikian peraturan yang digunakan tetap sama dengan adu dogong. Dari
permainan adu pundak ini berkembang menjadi saling genjang. Peraturan yang
2
saling dorong, melainkan saling banting dengan kedua tangan yang memegang
pinggang lawan. Pemain yang dapat membanting lawannya maka ialah yang
dinyatakan menang. Permainan saling membanting lalu berkembang menjadi
saling menindih, biasanya setelah salah satu dari pemain membanting lawannya
lalu dia menindih sampai wasit memberi tanda kalah atau menang, dari sinilah
akhirnya seni genjang dengan permainan saling membanting menjadi Benjang
yang muncul pada tahun 1923. (Dewi Hani, 2007: 70).
Pak Zaenal, menyatakan bahwa Seni Benjang mulai terpengaruh oleh
olahraga gulat pada Zaman Hindia Belanda, yang waktu itu sangat digandrungi
oleh warga Bandung, sehingga seni Benjang awal ini pun mulai mengadopsi
gerakan-gerakan gulat, yang kemudian kelak dinamakan Benjang Gulat. Pada
awalnya seni Benjang ini diprakarsai oleh para seniman Pencak Silat, sehingga
pada waktu itu seniman Benjang sangat identik dengan seniman Pencak Silat.
Seiring dengan perkembangan jaman, para pecinta ini meluas ke golongan
masyarakat lain yang bukan dari golongan pecinta seni Pencak Silat.
Tahun 1926, seni Benjang ini sudah mulai dikenal luas oleh masyarakat
kaki gunung Manglayang dan dimainkan pada acara hajatan perkawinan,
khitanan, ngaruwat, syukuran, dan sebagainya. Sebelum pertunjukan
dilaksanakan, biasanya pada siang hari (karena Benjang Gulat dimainkan pada
malam hari), para panayagan (penabuh waditra/musik) mulai menabuh waditra
Benjang sebagai bentuk wawaran kepada masyarakat bahwa malam harinya di
tempat tersebut akan dilaksanakan pertunjukan seni Benjang. Pada perkembangan
berikutnya acara wawaran tersebut mulai diisi dengan atraksi magis dan
ketangkasan. Akhirnya, memasuki tahun 1938, Benjang wawaran pertama kali
digunakan untuk mengarak anak khitan. Bentuk seni Benjang itu dinamakan
Benjang Helaran atau Benjang Arak-Arakan (Wawancara 20 Januari 2011).
Sekaitan dengan itu, terdapat tiga jenis bentuk pertunjukan kesenian
Benjang yang hidup dan berkembang di kaki Gunung Manglayang yaitu Benjang
Gelut, Benjang Helaran dan Topeng Benjang.
(1) Benjang Gelut “adalah seni beladiri yang memiliki gerakan mirip olah raga
3
lebih menonjol dibanding beladirinya. Dalam Benjang Gelut terdapat
beberapa jurus, antara lain dengkék (Dengkék adalah gerakan mengunci
kepala dengan tangan, bagian kepala lawan berada pada posisi ketiak) beulit
(Beulit adalah gerakan membelitkan kaki kepada kaki lawan, dengan maksud
mematahkan kuda-kuda kaki lawan) angkat (Angkat adalah gerakan
membanting tubuh lawan dengan memegang (merangkul) bagian pinggang,
ditahan oleh pinggang yang membanting, agar tenaga yang dikeluarkan saat
melakukan gerakan bantingan cukup maksimal) dan beubeut ( Mengangkat,
membalikan dan membantingkan tubuh lawan). Jurus tersebut untuk
membantingkan tubuh lawan hingga terlentang. Yang terlentang disebut
“milang béntang”. Selain jurus pada pertunjukan Benjang terdapat tarian yang diiringi waditra terbang, kendang, tarompet dan bedug.
(2) Benjang Helaran adalah suatu bentuk seni arak-arakan dalam upacara
selamatan khitanan dan sukuran panen, Dalam pertunjukan Benjang
arak-arakan terdapat percampuran antara budaya mistis dan budaya islam.
Pertunjukan Benjang Helaran memiliki sajian atraksi yang dinamis dan
mengusung pengaruh mistis,dimana dalam atraksi puncak pemain yang
berperan dalam memainkan kuda kepang serta bangbarongan memasuki
tahapan trance beratraksi seolah-olah mendapat tenaga gaib dengan
melakukan gerakan-gerakan seperti memakan serpihan kaca, berprilaku
layaknya hewan,mereka akan berprilaku seperti hewan-hewan,
memperagakan kegiatan masyarakat pertanian seperti mencangkul dan
menumbuk padi. Tahap atraksi inilah yang paling digemari oleh masyarakat
Kampung Ciborelang.
(3) Topeng Benjang adalah pertunjukan tari yang memakai kedok yang disajikan
pada akhir pertunjukan Benjang Helaran. Topeng Benjang terdiri atas unsur
tari, topeng serta Benjang yang kesemuanya menyatu hingga menjadi suatu
tampilan pertunjukan yang selaras. (Sumiarto Widjaja A. 2006:4). Struktur
pertunjukan topeng Benjang bersifat tidak baku. Para penari dan penabuh
waditra dalam pertunjukan tari topeng Benjang umumnya merupakan pemain
4
yang dibawakannya. Tahap pertunjukan terakhir setelah gerakan tari selesai
dibawakan oleh para pemain, maupun para penonton yang ikut terlibat maka
pertunjukan akan berubah menjadi teater. Pertunjukan teater berupa
percakapan antara pemain dengan pemain yang melibatkan pera penonton.
Materi yang dibawakan dalam pertunjukan teater ini pada umumnya
mengangkat fenomena sosial yang terjadi disekitar masyarakat seperti
kemiskinan dan anak-anak yang tidak dapat bersekolah dapat juga
permasalahan dalam keseharian yang dialami oleh para pemain. Pada saat
pementasan teater berlangsung akan dihadirkan pula beberapa orang yang
berfungsi sebagai tokoh lawakan yang disesuaikan dengan alur materi yang
dibawakan. Penonton dapat ikut terlibat dalam acara ini, karena gerakan tari
yang berlaku tidak menuntut aturan yang mengikat. (Dewi Hani, 2007: 82).
Dari ketiga pertunjukan seni Benjang di atas, ternyata yang lebih
berkembang adalah Benjang Gelut, karena Benjang Helaran dan Topeng Benjang
agak terhambat pewarisannya. Seni Benjang Gelut sampai saat ini masih sering
menghias panggung kenduri atau hajatan, yang paling menarik dari kesenian ini
adalah selain digemari oleh orang tua, kesenian ini pun digemari juga oleh
anak-anak. Ternyata seni Benjang di Kampung Ciborelang tidak hanya dilakukan oleh
orang dewasa, tetapi dilakukan oleh anak-anak usia 5-12 tahun. Sejak tahun 1996,
seni Benjang mulai disenangi anak-anak. Menurut Amas Efendi seniman
Cinunuk, Benjang Gelut anak-anak terlahir karena kondisi lingkungan, anak-anak
yang terlahir di ranah budaya Manglayang sejak kecil telah mengenal seni
Benjang, karena sering menyaksikan mereka meniru dan oleh seniman Benjang
sering dilibatkan, terutama ketika kaulan. Sebagaimana pelaku seni Benjang orang
dewasa, anak-anak ketika masuk ke arena pertunjukan, sebelum bermain jurus,
terlebih dahulu memperagakan gerakan puyuh ngungkug, panon peureum,
golempang dan ibing badud. Selain gerakan tersebut umumnya bersifat saka atau
sekenanya atau bersifat improvisasi. Pada saat itu, secara tidak langsung
anak-anak berlatih dari hasil sebuah apresiasi yang mereka lihat/tonton secara langsung.
Seni Benjang orang dewasa dan Seni Benjang anak, dilihat dari pola geraknya
5
berbeda, sehingga timbul sebuah permasalahan yaitu bagaimana anak-anak bisa
melaksanakan dan menirukan perilaku orang dewasa dalam adu Benjang. Hal
inilah yang menjadi daya tarik untuk diteliti, fokus pembahasannya adalah
bagaimana pertunjukan seni Benjang yang dilakukan oleh anak-anak, bagaimana
anak-anak di Kampung Ciborelang dapat menyerap seni Benjang orang dewasa,
dan nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam seni Benjang anak.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa penting untuk mengangkat tema
Transmisi Seni Benjang di kawasan kaki Gunung Manglayang (Kampung
Ciborelang, Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung), karena
Seni Benjang ini, digemari dan dilakukan oleh anak-anak sehingga akan
berdampak pada keberadaan seni tradisional yang tidak tergeser oleh pengaruh
globalisasi. Selain itu masyarakat bisa mengangkat kesenian lokalnya sebagai
upaya regenerasi Seni Benjang Anak Kampung Ciborelang di Desa Cinunuk
Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dapat diidentifikasikan
sebagai berikut.
1. Bagaimana pertunjukan Seni Benjang Anak (Kampung Ciborelang, Desa
Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung)?
2. Bagaimana anak-anak di Kampung Ciborelang menyerap seni Benjang orang
dewasa?
3. Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam pertunjukan Seni Benjang Anak
(Kampung Ciborelang, Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten
Bandung)?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini berangkat dari rasa ingin tahu peneliti terhadap kesenian
6
beberapa tujuan sesuai dengan rumusan masalah di atas, diantaranya sebagai
berikut.
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran secara umum mengenai Seni Benjang Anak di
kaki Gunung Manglayang (Kampung Ciborelang, Desa Cinunuk, Kecamatan
Cileunyi, Kabupaten Bandung).
2. Tujuan khusus
a. Untuk mendeskripsikan pertunjukan seni Benjang Anak di kawasan kaki
Gunung Manglayang (Kampung Ciborelang, Desa Cinunuk, Kecamatan
Cileunyi, Kabupaten Bandung).
b. Untuk mendeskripsikan kemampuan anak-anak Kampung Ciborelang
dalam menyerap Seni Benjang orang dewasa.
c. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam
pertunjukan seni Benjang Anak di kawasan kaki Gunung Manglayang
(Kampung Ciborelang, Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten
Bandung).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan mempunyai kegunaan baik
secara teoretis, maupun kegunaan praktis.
1. Kegunaan Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
berguna bagi semua kalangan yang memperhatikan kesenian tradisional,
khususnya bagi masyarakat yang belum mengenal Seni Benjang Anak
sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang hal-hal yang ada pada Seni
Benjang Anak.
2. Kegunaan Praktis
7
a. Peneliti
Dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan dan alih generasi
kesenian Benjang Anak sebagai salah satu warisan budaya dengan cara
mengabadikan dalam bentuk karya tulis, sehingga kesenian tersebut dapat
terdokumentasikan dan menambah pengalaman serta pembelajaran
terhadap peneliti dalam melakukan penelitian secara langsung.
b. Lembaga Pendidikan
Dapat menambah wawasan pengetahuan bagi insan akademik di
lingkungan Perguruan Tinggi, memberikan kontribusi dalam menambah
kekayaan sumber pustaka.
c. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi tertulis mengenai kesenian
Benjang di kawasan kaki Gunung Manglayang.
E. Asumsi
Berdasarkan fakta-fakta data di lapangan dan sumber perpustakaan bahwa
Benjang terlahir dari permainan-permainan rakyat dalam waktu senggang di luar
kehidupan aktivitasnya. Permainan tersebut dicurahkan dalam arena khusus dalam
acara hajat lembur/hajat pernikahan, saling adu kekuatan yang maksudnya untuk
mencari simpati dari lawan jenis.
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009:2).
Metode yang digunakan dalam menunjang terlaksananya penelitian ini adalah
dengan metode deskriptif analisis. Metode ini dimaksudkan untuk menjelaskan
dan memaparkan seluruh hasil penelitian sesuai dengan keadaan di lapangan.
Metode ini digunakan dalam menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin
terdapat dalam situasi tertentu. Metode deskriptif analisis juga membantu kita
8
Metode deskriptif analisis adalah metode yang dalam pelaksanaannya tidak terbatas hanya pada pengumpulan data saja, akan tetapi analisis dan interpretasi sehingga arti data itu penekanannya dilakukan kepada pemecahan masalah yang terjadi secara aktual, setelah data dan informasi yang diperoleh diklasifikasikan untuk dijadikan acuan sebagai bahan analisis pada langkah berikutnya agar menghasilkan kesimpulan dan implikasi pada langkah yang bermakna secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta yang diteliti (Winarno Surakhmad, 1985: 139).
Penggunaan metode ini dengan tujuan untuk mendeskripsikan atau
memaparkan peristiwa pada saat penelitian berlangsung, serta menafsirkan atau
menyusun fakta yang ada di lapangan tentang kesenian Benjang Anak di
Kampung Ciborelang.
G. Sistematika/Organisasi Penelitian
Sistematika atau organisasi penelitian secara garis besar dapat dilihat di
bawah ini
BAB I berisi pemetaan masalah dan pemaparan mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah yang berupa pertanyaan, tujuan penelitian yang
meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat penelitian dengan manfaat
secara teoretis dan manfaat praktis, asumsi, serta sistematika/organisasi penelitian.
BAB II berisi pemaparan beberapa penelitian terdahulu yang relevan
dengan permasalahan penelitian, teori yang melandasi fokus penelitian ini seperti
teori pertunjukan, teori nilai, teori penyerapan serta keberadaan seni tradisional,
dan karakteristik anak usia 5 – 12 tahun.
BAB III berisi pemaparan tentang metodologi penelitian berisi metede dan
pendekatan penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data,
teknik pengolahan dan analisis data, definisi operasional, serta langkah-langkah
penelitian.
BAB IV berisi pemaparan hasil penelitian yang meliputi Geografis dan
Budaya Masyarakat Kampung Ciborelang, Tradisi Masyarakat Desa Cinunuk,
Proses Anak menyerap Seni Benjang Dewasa, Pertunjukan Seni Benjang Anak,
9
BAB V, berisi Kesimpulan Dari Analisis Hasil Penelitian dan beberapa
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Tiap penelitian memerlukan suatu desain yang direncanakan salah satunya
menggunakan metode penelitian. Metode memiliki arti yaitu cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (ilmu pengetahuan), (Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Kedua, 1991:652). Metode satu cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan. Dalam penelitian ini, metode merupakan cara yang terencana dan
terukur untuk menggali informasi, dan untuk pemecahan suatu masalah. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis.
Metode deskriptif analisis adalah untuk memberi gambaran yang lebih
jelas tentang situasi-situasi sosial (Nasution, 1987:41). Adapun menurut Bogdan
dan Taylor dalam Lexi Moleong (1990: 3) metode deskriptif analisis yaitu dengan
memaparkan peristiwa-peristiwa di lapangan, tetapi dengan tinjauan kritis
terhadap permasalahan. Bila terdapat suatu perbedaan informasi, hal ini kemudian
di cek melalui ricek ke lapangan atau dengan membaca literatur yang ada. Sumber
lainnya yaitu Agus Heryana (2009: 7) menyatakan bahwa metode deskriptif
analisis adalah mendeskripsikan data serta menganalisis data yang dikumpulkan,
data yang dikumpulkan kemudian disusun atau dikelompokan, dideskripsikan dan
dianalisis.
Tujuan dari penelitian deskriptif analisis adalah untuk memberi gambaran
atau menggambarkan dan menginterpretasikan data-data yang ditemukan di
lapangan secara sistematis. Oleh karena itu, fakta dan karakteristik yang diteliti
sifatnya alamiah, maka metode ini digunakan untuk mengkaji atau meneliti
masalah-masalah di lapangan dengan fokus penelitian mengarah kepada
bagaimana pertunjukan kesenian Benjang anak di Kampung Ciborelang Desa
Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, bagaimana anak-anak
25
terkandung dalam pertunjukan kesenian Benjang anak di Kampung Ciborelang
Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, pada pelaksanaan
penelitiannya, peneliti secara langsung mendeskripsikan dan menganalisa data
atau fakta yang terjadi di lapangan.
Guna memperoleh data-data di lapangan, peneliti mengumpulkan data
tersebut dengan terjun langsung ke lapangan dengan menggali sumber dari
sumber lisan dan tulisan dengan teknik studi pustaka, wawancara, dan observasi.
Dalam penelitian ini selain metode deskripsi analisis juga menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu ”lebih mengutamakan penilaian terhadap
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh subyek penelitian dalam wawancara atau hasil
observasi” (Agoes Dariyo, 2007:52).
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Tempat atau lokasi yang dijadikan kegiatan penelitian yaitu di Kampung
Seni dan Wisata Manglayang yang berlokasi di kampung Ciborelang, RT 01 / Rw
09 Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung tepatnya disekitar
wilayah kaki gunung Manglayang. Kampung Ciborelang terletak dikaki gunung
Manglayang, yang mempunyai ketinggian kurang lebih 727 m di atas dasar laut,
kampung Ciborelang Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.
2. Subjek Penelitian
Setelah melihat kesenian yang ada di kampung Ciborelang, peneliti tertarik
terhadap seni Benjang yang dilakukan oleh anak-anak, karena kesenian tersebut
merupakan satu-satunya yang berada di Bandung. Adapun yang dijadikan subjek
penelitian adalah kesenian Benjang anak pimpinan Bapak Zaenal yang kini
difungsikan sebagai sarana bermain anak-anak di kaki Gunung Manglayang,
26
C. Definisi Operasional
Transmisi budaya adalah suatu penyebaran nilai dan normal serta pesan
dari generasi yang satu ke generasi yang lain mengenai suatu nilai, normal dan
pesan (di sertai dengan adat istiadat).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Transmisi_Budaya).
Pengertian Benjang adalah genjang, menarik, tarik menarik, desak (Jawa),
permainan ketangkasan semacam bela diri di daerah Ujungberung. (Ensiklopedi
Indonesia, 1987/1988: 447).
Benjang anak adalah kesenian Benjang yang dilakukan oleh anak-anak.
Anak mempunyai arti yaitu manusia yang masih kecil (Kamus Besar Bahasa
Indonesia 1991: 35). Selain itu yang disebut anak adalah usia yang sedang
mengalami masa pertumbuhan dengan banyak kecenderungan bermain. Bermain
merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan, spontan dan didorong oleh
motivasi internal yang pada umumnya dilakukan oleh anak-anak (Agoes Dariyo,
2007: 217).
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan dan pencarian data penelitian dilakukan setelah peneliti
menyusun dasar teori dan membuat alat ukur penelitian, dan pengumpulan data ini
merupakan proses pencarian data primer untuk keperluan penelitian. Berikutnya
yang dilakukan oleh peneliti adalah mengumpulkan dan menganalisa data
tersebut. Data yang dikumpulkan harus valid dan dalam pengumpulan data-data,
peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data hal ini untuk
memudahkan peneliti dalam memperoleh data-data yang berkaitan dengan judul
penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut.
1. Observasi
Observasi suatu metode penelitian dengan cara mengamati secara
langsung terhadap suatu subjek yang telah diteliti. Penelitian ini dapat
menggunakan cara dengan penglihatan mata, pendengaran, perabaan yang
27
Untuk dapat melihat hasil observasinya, peneliti menggunakan hasil rekaman
dengan audio-visual yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu pada saat
perekaman gambar, peneliti membuat catatan-catatan langsung selama
pengamatan agar tidak lupa terhadap kejadian atau fenomena yang ditemui di
lapangan. Dengan demikian akan memberi hasil pengamatan yang akurat
mengenai pertunjukan seni Benjang anak di Kampung Ciborelang. Selain
mengamati dari teknis pertunjukannya, peneliti juga mengamati alat atau waditra
yang digunakan, mengamati struktur pertunjukan seni Benjang anak yang terdiri
dari bagian awal atau bubuka, bagian tengah, serta bagian akhir atau penutup,
mengamati properti yang dipergunakan, mengamati rias dan busana, mengamati
penonton, mengamati latar belakang dan perkembangan seni Benjang anak.
Observasi yang telah peneliti lakukan yaitu mengobservasi hal-hal yang
berkaitan dengan rumusan masalah yang telah ditentukan yaitu bagaimana
anak-anak di Kampung Ciborelang menyerap seni Benjang orang dewasa, dan
bagaimana pertunjukan Seni Benjang Anak (Kampung Ciborelang, Desa
Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung). Adapun objek yang diamati
adalah teknis pertunjukan, waditra atau instrumen yang digunakan, properti yang
dipakai dalam pertunjukan, rias dan busana yang dipergunakan dalam seni
Benjang Anak, seniman, penonton dan latar belakang, serta perkembangan
kehidupan seni Benjang Anak di Masyarakat.
Pada tanggal 10 Desember 2010 peneliti melakukan observasi yang
pertama dan mendatangi tempat observasi di Kampung Seni Manglayang serta
menemui Bapak Kawi selaku pimpinan di Kampung Seni Manglayang, peneliti
meminta izin untuk melakukan penelitian di Kampung Seni Manglayang dengan
objek yaitu seni Benjang Anak. Kemudian pada tanggal 27 Februari 2010 peneliti
menemui salah satu tokoh kesenian Benjang di Kampung Ciborelang yaitu Bapak
Zaenal untuk menentukan pelaksanaan pertunjukan seni Benjang Anak.
Pada tanggal 06 Februari 2011 peneliti melakukan observasi langsung
terhadap objek penelitian di daerah di Kampung Ciborelang, Cileunyi. Objek yang
28
digunakan, properti yang dipakai dalam pertunjukan, rias dan busana yang di
pergunakan dalam kesenian Benjang Anak, seniman, dan penonton.
2. Wawancara
Untuk menggali informasi yang mendalam, peneliti melakukan wawancara
terhadap beberapa narasumber. Narasumber ini yaitu sumber primer dan sumber
sekunder. Sumber primer adalah narasumber yang langsung memberikan
informasi dan terlibat langsung dalam kesenian, sedangkan sumber sekunder
merupakan sumber yang tidak langsung memberikan informasi dan tidak terlibat
langsung baik sebagai pengamat maupun masyarakat pendukung yang mengetahui
kehidupan kesenian yang tengah diteliti. Wawancara merupakan proses mencari
data atau informasi secara komunikasi dan berhadapan langsung dengan beberapa
tokoh untuk mendapatkan jawaban dari responden melalui proses tanya jawab
tanpa diwakili oleh orang lain.
Wawancara dilakukan langsung dengan tokoh-tokoh kesenian Benjang,
seniman di daerah Ciborelang dan Narasumber lainnya. Menurut Arikunto
(1997:228) mengatakan bahwa: “wawancara harus dilaksanakan dengan efektif,
artinya dalam kurun waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data
sebanyak-banyaknya. Bahasa yang jelas dan terarah, suasana harus tetap rileks
agar data yang diperoleh data yang objektif dan dapat dipercaya”.
Peneliti mewawancarai Bapak Kawi selaku pimpinan Kampung Seni
Manglayang, Bapak Zaenal selaku tokoh atau pimpinan kesenian Benjang di
Kampung Ciborelang, serta pemain pelaku kesenian Benjang anak untuk
memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai permasalahan yang
diteliti. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu wawancara secara
terstruktur dan tidak terstruktur. Menurut Sugiono wawancara terstruktur
digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data
telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh
karena itu dalam melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif jawabannya pun
disiapkan. Adapun wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas
29
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan (2009:138).
Kegiatan wawancara dengan Bapak Zaenal dilakukan pada bulan
September 2010, minggu ke-3, untuk menjelaskan bagaimana latar belakang
kesenian Benjang Anak di Kampung Ciborelang, dan bulan November 2010
minggu ke-2 peneliti mewawancarai tokoh-tokoh seniman, tentang bagaimana
sejarah kesenian Benjang, bagaimana anak-anak menyerap seni Benjang orang
dewasa dan bagaimana pertunjukan seni benjang anak. Bulan Desember 2010
minggu ke-4 peneliti melakukan wawancara terhadap pelaku atau pemain
Benjang baik itu penari maupun nayaga, apakah ada gerakan yang khusus atau
ada pola-pola gerak dalam seni Benjang Anak dan apa saja alat yang digunakan
serta kostum pada kesenian Benjang Anak.
Bulan Februari 2011 minggu ke-1 peneliti melakukan wawancara kembali
terhadap Bapak Zaenal dan Bapak Kawi tentang bagaimana anak-anak bisa
melakukan kesenian Benjang sebagai sarana bermain, dan pertunjukannya apakah
sama dengan Benjang orang dewasa.
Pedoman wawancara sebagai pegangan dalam kegiatan wawancara
dengan beberapa narasumber yang dapat menunjang dalam objek penelitian.
Wawancara tersebut dilakukan kepada pimpinan Kampung Seni dan Wisata
Manglayang, pimpinan seni Benjang anak, dan seniman yang terlibat dalam
pertunjukan seni Benjang Anak .
3. Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan cara
membaca buku-buku yang menunjang dan berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Penggunaan buku-buku sebagai sumber data yang dijadikan kerangka acuan atau
landasan dalam menganalisis data penelitian serta sebagai bahan dalam mengolah
data dengan tujuan sebagai bahan perbandingan dan penguat data yang diperoleh
di lapangan. Adapun yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data-data dari
30
yang berhubungan dan menunjang dengan penelitian yang peneliti bahas.
Tempat-tempat untuk studi pustaka adalah di perpustakaan UPI dan perpustakaan STSI.
Adapun buku, dokumen dan karya ilmiah yang diperoleh dari
perpustakaan tersebut diantaranya; (1) Psikologi Perkembangan; (2) Permainan
Rakyat Jawa Barat; (3) Mengungkap Nilai Tradisi Pada Seni Pertunjukan Rakyat
Jawa Barat; (4) Wajah-Wajah Tari Sunda Dari Masa Ke Masa.
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan suatu cara untuk melihat dokumen yang ada
serta pendokumentasian hasil penelitian di lapangan. Peneliti memperoleh
dokumentasi berupa gambar dari internet, buku, surat kabar dan skripsi. Hal
tersebut dilakukan dengan tujuan agar mempermudah peneliti dalam pengolahan
data serta sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan penelitian. Adapun
bentuk dokumen yang diperoleh peneliti diantaranya kumpulan foto kesenian
Benjang Dewasa dan Benjang permainan anak-anak, serta video pertunjukan
kesenian Benjang Anak.
Video digunakan untuk mendokumentasikan objek penelitian supaya
peneliti dapat mengamati objek lebih cermat/teliti. Hal ini digunakan untuk
memperkuat data-data yang diperoleh dan sebagai bukti penelitian.
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Kegiatan ini dilakukan untuk menguji atau menetapkan kebenaran informasi
dari data yang diperoleh dengan cara pengecekan kembali data sebelumnya. Hal
ini dilakukan dengan cara melengkapi, perbaharuan dan diperjelas data untuk
kevalidan dalam penelitian, setelah kegiatan ini dilakukan, barulah disusun
laporan penelitian dalam bentuk akhir. Kegiatan akhir setelah data terkumpul
diperkirakan memiliki tingkat kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dilanjutkan dengan tahap penganalisisan serta penafsiran data.
Diantara beberapa teknik analisis, diantaranya adalah triangulasi. Banyak
yang masih belum memahami makna dan tujuan triangulasi dalam penelitian,
Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan
31
bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh
kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret
fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan
diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi ialah usaha
mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai
sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias
yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.
Ada juga teknik dalam melakukan analisis terhadap hasil atau temuan
penelitian dengan menggunakan langkah-langkah yang dianjurkan oleh
S.Nasution (1988:129) yaitu reduksi data, display data dan mengambil
kesimpulan.
1. Reduksi (meringkas) Data
Pekerjaan mereduksi data meliputi penyeleksian, memfokuskan, simplifikasi
(penyederhanaan) data dan transformasi (perubahan) data mentah yang telah
ditulis dalam catatan di lapangan. Reduksi data merupakan satu bentuk
analisis data yang bertujuan mempertajam, memilih dan memfokuskan dan
sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dari penelitian dapat dibuat.
Data mentah diseleksi dan diklasifikasi (disusun) berdasarkan aspek
permasalahan penelitian dan diringkas dengan maksud supaya mudah
dipahami.
2. Display (penyajian) Data
Seluruh data yang sudah diringkas lalu ditulis dalam bentuk pola analisa
untuk dianalisis. Bentuk penyajian data menggunakan uraian singkat yang
bersifat naratif, hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan peneliti dalam
memahami gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu.
3. Pengambilan Kesimpulan
Langkah terakhir dalam proses analisis adalah peneliti membuat kesimpulan
dan verifikasi (pemeriksaan) data. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk
pernyataan yang berharga terhadap analisis data serta menjelaskan pola
urutan secara operasional dan penafsiran data yang dilakukan, dalam
32
Benjang Anak (Kampung Ciborelang, Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi,
Kabupaten Bandung), bagaimana anak-anak di Kampung Ciborelang
menyerap seni Benjang orang dewasa, dan nilai apa yang terkandung dalam
pertunjukan Seni Benjang Anak (Kampung Ciborelang, Desa Cinunuk,
Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung).
Peneliti mengolah seluruh data yang telah didapat dan menganalisis data
sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan tentang latar belakang lahir dan berkembangnya kesenian
Benjang Anak di kampung Ciborelang, desa Cinunuk, kecamatan Cileunyi,
kabupaten Bandung.
b. Memaparkan proses penyerapan seni Benjang Anak dari Benjang Dewasa.
c. Pertunjukan seni Benjang Anak.
d. Makna permainan Benjang Anak.
F. Langkah-langkah Penelitian
Penelitian merupakan dasar suatu tindakan dan usaha manusia dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan, yang mana dalam kegiatannya harus sistematis,
terencana dan mengikutu konsep ilmiah. Hal ini bertujuan agar dapat mencapai
peningkatan pengetahuan khususnya dibidang kesenian. Beberapa tahapan
langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam melakukan penelitian tersebut
diantaranya:
a. Persiapan Penelitian
Pada tahap awal penelitian, peneliti melakukan berbagai persiapan dalam
mengumpulkan data, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat
berbagai teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan diantaranya: observasi,
wawancara, studi pustaka dan dokumentasi. Sebelum melakukan proses
penngumpulan data penelitian terlebih dahulu melakukan langkah-langkah
sebagai berikut.
Langkah awal dalam melakukan penelitian yakni menentukan objek
penelitian, bagaimana penelitian ini memiliki tujuan serta manfaat bagi
33
kesenian. Oleh karena itu sesuai dengan jurusan peneliti di bidang seni tari, maka
peneliti mengadakan penelitian terhadap seni pertunjukan Indonesia yang berada
di daerah Jawa Barat tepatnya di kabupaten Bandung yaitu pertunjukan kesenian
Benjang Anak diselenggarakan di Kampung Seni Manglayang.
Pada awalnya peneliti menyaksikan suatu pertunjukan di Kampung Seni
Manglayang, kemudian peneliti berbincang dengan salah seorang tokoh atau
pimpinan Kampung Seni Manglayang, hasil dari perbincangan itu peneliti merasa
tertarik untuk meneliti kesenian Benjang yang dijadikan suatu permainan anak.
Pada tahap ini, peneliti memperoleh data secara langsung yang nantinya
diperlukan sebagai analisis selanjutnya.
Persiapan penelitian berfungsi untuk mefokuskan permasahan yang akan
diteliti agar tidak terjadi kesalah pahaman atau simpang siur sebelum peneliti
terjun langsung ke lapangan. Persiapan-persiapan yang dilakukan oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Pra survey dilakukan ke Kampung cibolerang dan kampung wisata seni di
kaki gunung manglayang, untuk mengetahui situasi dan keberadaan seni
benjang
2. Pengurusan izin penelitian. Permohonan izin mengadakan survey penelitian
dengan surat rektor UPI Bandung kepada tokoh seni benjang, dan tokoh atau
pimpinan kampung wisata seni.
3. Melakukan pengamatan terhadap kesenian benjang khususnya benjang anak,
yang dilakukan oleh anak-anak yang menjadifokus penelitian
b. Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan penelitian didukung
dengan instrumen penelitian, untuk memperoleh data melalui tahap pengolahan
data, tahap menganalisis data. Seperti berikut ini,
1. Tahap pengumpulan data dilakukan dengan :
a. Pengamatan difokuskan pada seni benjang anak tentang pelaksanaan
34
benjang dewasa, dan nilai-nilai yang terkandung dalam seni benjang
anak.
b. Melakukan identifikasi pada kegiatan seni benjang anak (pertunjukan,
penyerapan, dan nilai), dikaitkan dengan sumber-sumber yang relevan
dengan fokus penelitian
c. melakukan wawancara dengan nara sumber yang berhubungan dengan
penelitian, yaitu kepada tokoh seni benjang, dan tokoh atau pimpinan
kampung wisata seni, serta para pelaku seni benjang.
2. Tahap pengolahan data
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap mengolah data, yaitu: Setelah
terkumpul data yang diperkirakan memiliki tingkat kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan melalui pengaturan dan penyusunan yang baik
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, pengolahan
dilakukan melalui proses reduksi data, display data dengan menimbang,
menyaring, dan mengklasifikasi data sesuai kebutuhannya. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Kartini (1990:86) yang menyatakan bahwa
“Mengolah data berarti menimbang, menyaring, mengatur dan
mengklasifikasikan. Menimbang dan menyaring data itu ialah benar-benar
memilih secara hati-hati data yang relevan, tepat dan berkaitan dengan
masalah yang tengah diteliti. Mengatur dan mengklasifikasikan ialah
menggolongkan, menyusun aturan tertentu”.
3. Tahap Menganalisis Data
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap menganalisis data, yaitu:
a. Memeriksa data yang sudah terkumpul dari hasil penelitian, dengan cara
memilah dan memilih data dan mengklasifikasikannya sesuai dengan
yang dlakukan peneliti yakni data pertunjukan seni benjang anak, proses
penyerapan anak-anak terhadap seni benjang dewasa, serta nilai-nilai
yang terkandung dalam seni benjang.
b. Menyusun dan mentabulasi data, serta menganalisis data yang sudah
terkumpul, dengan cara diplay data yang sudah diklasifikasi.
35
.
c. Penulisan Laporan Penelitian
Setelah semua data dianalisis dan disusun berdasarkan permasalahan yang
diperoleh, maka selanjutnya seluruh data dikumpulkan untuk dijadikan suatu
laporan penelitian yang bersifat deskripsi, dengan berpedoman pada buku
penulisan karya ilmiah UPI. Penyusunan laporan penelitian tidak lepas dari proses
bimbingan, baik dengan pembimbing I maupun dengan pembimbing II.
Demikian pemaparan tentang metode penelitian pada bab III ini dan pada
bab selanjutnya akan disampaikan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil
penelitian mengenai Seni Benjang Anak di kampung Cibolerang Desa Cinunuk
64
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Kesenian Benjang awalnya merupakan sebuah upacara ritual, untuk acara
khitanan anak, dalam perkembangan selanjutnya kesenian Benjang berubah fungsi
menjadi seni pertunjukan dan hiburan, di Kampung Ciborelang Desa Cinunuk
Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Sejak tahun 1996, seni Benjang mulai
disenangii anak-anak. Seni Benjang yang disenangi oleh anak-anak terlahir
karena kondisi lingkungan, anak-anak yang terlahir di ranah budaya Manglayang
sejak kecil telah mengenal seni Benjang, karena sering menyaksikan mereka
meniru dan oleh seniman Benjang sering dilibatkan.
Permainan Benjang yang dimainkan anak-anak, merupakan pula sebagai
proses pewarisan budaya bagi masyarakat Desa Cinunuk dan sekitarnya, untuk
generasi yang akan datang, yang menarik dalam pewarisannya tanpa melalui
pembelajaran terlebih dahulu, melainkan ia bisa bermain Benjang berawal dari
melihat dan mendengar pertunjukan Benjang terlebih dahulu, kemudian setelah itu
mereka menirukannya kembali ke dalam permainan.
Seni benjang bagi anak-anak bukan hanya untuk hiburan semata, tetapi
lebih difokuskan untuk melatih keberanian, melatih kekuatan fisik, meningkatkan
sportivitas, dan mengembangkan kreativitas yang timbul dari faktor lingkungan
dan faktor sosial budaya.
Seni tradisional Benjang pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang berguna
dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan
Benjang antara lain nilai religius, nilai moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai
seni, nilai ekonomi, nilai budaya. Dari ke tujuh nilai-nilai yang terkandung dalam
seni Benjang, tentunya berpengaruh besar terhadap perkembangan anak dalam
65
B. Rekomendasi
Penelitian ini perlu di lanjutkan oleh peneliti lainnya, banyak yang belum
terungkap oleh peneliti baik dari sisi sosial budayanya, latar belakangnya dan
secara teknis pertunjukan, maupun dari aspek lainnya, seperti aspek pewarisan,
perubahan bentuk dan lain sebagainya.
Selain itu perlu adanya pengkajian untuk kepentingan pelestarian dan
pengembangan seni Benjang baik untuk kepentingan pendidikan, dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Doug. (1973). Labanation or Kinetography Laban The System of Analyzing and Recorder Movement. United States of America.
Andiana, Dinda. (2011). Transformasi Seni Reak Kampung Ciborelang di Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. (Skripsi S-I Jurusan Pendidikan Seni Tari, Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan).
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dananjaya, James. (1997). Folklore Indonesia.Jakarta: Indonesia.
Dariyo, Agus. (2007). Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Jakarta: PT. Refika Aditama.
Hani, Dewi. (2007). Seni Tradisional: Sebuah Tinjauan Sosial-Budaya Terhadap Perkembangan Seni Benjang di Ujungberung Bandung Tahun 1977-1996. (Skripsi S-I Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan).
Heryana, Agus, dkk. (2009). Mengungkap Nilai Tradisi Pada Seni Pertunjukan Rakyat Jawa Barat. Bandung: Disparbud Jawa Barat.
Indrawati, Wuryan,dkk. (2007). Identifikasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) Dalam Permainan Tradisional Etnis Sunda. Laporan Penelitian. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Karim, M. R. (1983). Seluk Belik Perubahan Sosial. Yogyakarta: Usaha Nasional.
Maleong, Lexi J. (1990). Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Marliana, Lina. (1991). Seni Benjang Mekar Jaya, Deskripsi dan Eksistensinya(Skripsi S-I Jurusan Seni Tari, Sekolah Tinggi Seni Indonesia, tidak diterbitkan).
Morris, Desmond. (1977). People Watching the Desmond Morris guide to Body Language.New York.
Murgianto, Sal. (1996). Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Narawati, Tati. (2003). Wajah Tari Sunda dari Masa ke Masa. Bandung: P4ST UPI.
Nasution. (1997). Metode Penelitian Natiralistik Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
_________(1988). Pembaharuan Pendidikan dalam UU Sisdiknas. Bandung: CV. Cipta Cekas Grafika.
Parani, Yulianti. (1987). Tinjauan Seni: Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Partanto, Pius A. (1994). Kamus Kecil Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola
Poerwadarminta, W.J.S. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru.
_________(1987-1988). Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Intermasa
Puspasari, Citra. (2007). Benjang Gulat Ujungberung (Kajian Terhadap Konsep dan Struktur Penyajian), (Skripsi S-I Jurusan Seni Tari, Sekolah Tinggi Seni Indonesia, tidak diterbitkan).
Rusliana, Iyus. (2002). Wayang Wong Priangan Kajian Mengenai Pertunjukan Dramatari Tradisional di Jawa Barat. Bandung: PT. Kiblat Buhgu Utama.
Soedarsono. (1977). Tari-Tarian Indonesia I. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Ditjen.
Sugiyono. (2009). MetodePenelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta.
Suharto, Ben. (1999). Tayub, Pertunjukan dan Ritus Kesuburan. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
Sunatra dkk. (1993). Permainan Rakyat Jawa Barat. Jakarta : PT. Intermas Sejahtera.
Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surakhmad, Winarno. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda dan Teknik. Bandung: Tarsito.
Sumber Internet:
http://id.wikipedia.org/wiki/Paradoks_nilai