• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KONSELING KELOMPOK RASIONAL-EMOTIF UNTUK MODIFIKASI KECENDRUNGAN PERILAKU NAKAL SISWA SMA ETNIS JAWA DI KOTA SEMARANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL KONSELING KELOMPOK RASIONAL-EMOTIF UNTUK MODIFIKASI KECENDRUNGAN PERILAKU NAKAL SISWA SMA ETNIS JAWA DI KOTA SEMARANG."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KSIH ……… vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Asumsi ... 18

F. Hipotesis ... 18

G. Definisi Operasional ... 19

H. Kerangka Fikir ... 20

I. Tahapan Penelitian ... 22

J. rancangan penelitian ... 24

K. Posisi Penelitian ... 28

BAB II KETERKAITAN ANTARA KONSELING KELOMPOK KONSELING KELOMPOK RASIONAL-EMOTIF MODIFIKASI PERILAKU NAKAL DAN BUDAYA JAWA A. Konseling Kelompok 1. Pendahuluan ... 30

2. Konsep Dasar ... 32

3. Elemen-elemen Konseling Kelompok ... 37

4. Manfaat Konseling Kelompok ... 39

5. Posisi Konseling dalam Keseluruhan Sistem Terapi ... 40

6. Keterbatasan ... 47

7. Budaya dan Konseling Kelompok ... 54

8. Konseling Kelompok untuk Modifikasi Kenakalan Remaja... 55

(2)

2. Pokok-pokok Teori ... 62

a. Hakekat Manusia 62

b. Gangguan Emsional ... 63

c. Teori A-B-C ... 65

d. Mengkofrontasi keyakinan irasional ... 67

e. Menilai Diri ... 70

3. Konseling RET dalam setting kelompok 70

a. RET sebagai model pendidikan ... 70

b. Tujuan-tujuan ... 71

c. Rasional ... 73

d. Peranan dan fungsi konselor ... 74

4. Teknik dan Prosedure Teraputik ... 76

a. Konseling Aktif-direktif ... 76

b. Membantah, membujuk, mengajar dan memberi Informasi ... 77 c. Tugas Pekerjaan Rumah ... 78

d. Permainan peranan dan keteladanan ... 80

e. Pengendalian Operan ... 82

f. Latihan Keterampilan ... 83

g. Balikan ... 83

5. Kekuatan dan kelemahan Konseling RET ... 84

C. Kenakalan Remaja 85

1. Latar Belakang ……… 85

2. Pengertian ………. 91

3. Lingkungan dan Kenakalan Remaja ………. 93

4. Pencegahan dan Modifikasi ………..……… 95

D. Budaya Jawa …...……… 97

E. Konseling Kelompok untuk Modifikasi Perilaku Nakal ... 101

F. Model RET untuk Modifikasi Perilaku Nakal ... 103

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Prosedure Penelitian 1. Rancangan Penelitian ... 107

2. Prosedure Penelitian ... 109

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi ... 113

(3)

C. Variabel

1. Variabel tergantung ... 115

2. Variabel bebas ... 115

D. Pengembangan Instrumen ... 116

BAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASANNYA A. Studi Pendahuluan ... 119

1. Deskripai Perilaku Siswa ... 119

2. Pemilihan Teknik Konseling Untuk modifikasi Perialaku Nakal ... 122

B. Penyusunan KKRE ... 124

C. Pengujian KKRE untuk Modifikasi Perilaku Nakal ... 128

1. Elaborai Uji KKRE ... 129

2. Uji efektifitas KKRE untuk modifikasi perilaku nakal …… 172

D. Temuan dan pembahasannya ... 179

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 192

B. Rekomendasi ... 194

DAFTAR PUSTAKA ... 196 LAMPIRAN

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat etnis Jawa orang tua selalu berharap bahwa anak keturunannya diharapkan (digadhang) kelak menjadi orang (dadi wong) yaitu manusia yang sempurna lahir batin, bertakwa kepada Allah SWT dan bermanfaat bagi kehidupan manusia lainnya. Untuk mencapai harapannya ini, orang tua etnis Jawa tidak saja mengurus kesejahteraan, mendidiknya agar menjadi manusia yaitu menjadi orang Jawa (wong Jowo) tetapi juga melengkapi mereka dengan upacara-upacara ritual sejak anak lahir

(metu), menikah (manten), sampai meninggal (mati) sebagai bekal untuk melintasi kehidupannya kelak. Masyarakat etnis Jawa dalam mengantarkan anak-anaknya agar bisa menjadi orang biasa memasuki keadaan prihatin yaitu suatu kesadaran yang dipertinggi mengenai peristiwa-peristiwa yang mengganggu (Koentjaraningrat dalam Mulder, 1996:96).

(5)

menjadi manusia Jawa (wong Jowo) yang demikian harus dicapai dengan sangat hati-hati (ati-ati/prihatin) dan selalu mengoreksi perilaku dirinya (mawas diri) yang dengan upaya demikian diyakini hidupnya kelak akan terhindar dari berbagai kesulitan sehingga bisa selamat (slamet). Bila ciri-ciri tersebut belum nampak seluruhnya maka anak bersangkutan dikatakan belum betul-betul menjadi orang Jawa (durung nJawani).

Keutamaan perilaku “wong Jowo” oleh Suseno (1996:3-6) dikemas dalam satu istilah

etika” yang bermakna sebagai “keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan

oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya

menjalankan kehidupannya”.

(6)

perasaan yang terganggu, menimbulkan perilaku disfungsional dan maladaptif yang mengakibatkan kerugian bagi dirinya ataupun bagi lingkungannya.

Siswa SMA adalah individu yang sedang berada pada tahap pertumbuh-kembangan usia remaja yang perilakunya cenderung salah suai (maladaptive) ditandai dengan tindakan-tindakan anarkis, depresif, dan agresif. Sebagaimana dibahas dalam banyak literatur bahwa isu sentral pertumbuh-kembangan remaja adalah pencapaian konsep diri (self concept) dan identitas diri (self identity) yang oleh Erikson (dalam Atkinson, 1987:233) dideskripsikan sebagai konstruk psikologis. Istilah ini untuk mendeskripsikan kesadaran individu tentang jati-diri (true-self) dalam kaitannya dengan peran-peran sosial yang akan dilakukan untuk mencari jawab atas pertanyaan pada

dirinya ” Who am I”. Lebih jauh Erikson juga menggunakan istilah penanganan krisis

identitas (identity crisis resulotion) untuk menjelaskan proses pencarian identitas, yaitu suatu masa kritis pertumbuh-kembangan remaja dalam menemukan identitas diri (sense of self-identity).

(7)

remaja semakin terbuka. Karena di samping remaja harus mampu menangani konflik dirinya remaja juga dituntut mampu mempertahankan dan mengembangkan dengan sukses budaya yang diwariskan kepadanya. Kegagalan remaja mempertahankan dan mengembangkan dataran budaya berakibat munculnya konflik.

Apabila remaja memaknai budaya sebagai keyakinan, nilai atau norma yang dogmatis dan mutlak, diterima dan ditumbuh kembangkan menjadi perintah dan tuntutan

“apa seharusnya”, “apa yang harus”, “apa yang seyogyanya” dalam dirinya, maka kondisi

seperti ini ditengarai oleh Ellis akan mengkibatkan remaja terganggu oleh dirinya sendiri, berperilaku tidak logis dan tidak realistik serta menciptakan emosi yang terganggu (Corey,1998:464). Seiring dengan pertumbuh kembangan remaja dalam mana konflik mewarnai dirinya disertai dengan adanya konflik secara budaya akan menciptakan keyakinan irasional dalam diri remaja yang berakibat perilakunya disfungsional, maladaptif yang ditandai dengan tindakan-tindakan anarkis, depresif dan agresif yang oleh Kartono dikatakan sebagai perilaku kenakalan remaja (Kartono, 2001:65).

Ciri khas remaja adalah memiliki kecenderungan yang kuat untuk berada dalam kelompoknya yang oleh Freud (1930, dalam Atkinson, 1987: 259) dikategorikan sebagai hilangnya status individual dalam kelompok. Holiganisme dalam arena pertandingan (Suara Merdeka: 14 Maret 2005), demo HKTI di Arena Konferensi WTO di Hongkong (Kompas: 19 Des 2005), tawur massal antar pelajar di Bogor (Metro TV:Berita Pagi: 19 Des 2005), Tawur pelajar MAN I dan SMK I di Poso (Radio El-Shinta Jakarta: 29 Nop.

2006: Berita siang jam 11.00), munculnya “gang” remaja seperti “gang motor” di

(8)

beberapa contoh kongkrit dari perilaku kelompok yang menghilangkan ciri-ciri perilaku individual.

Secara nasional, jumlah kenakalan remaja (bolos sekolah, keluyuran di mal-mal, tempat wisata, halte bis, mabuk-mabukan, pemerasan, pemalakan, “ngutil” (mencuri di mall-mall atau toko kelontong), perkosaan, PSK, pelanggaran lalu lintas, penggunaan obat terlarang, pelanggaran lalu lintas, menjadi anak jalanan, dan sebagainya) selama tiga tahun dari Tahun 1998 sampai Tahun 2001 mengalami kenaikan sekitar 9 % dari 166.669 orang menjadi 181.561 orang (Tabel 1.1: Depsos. Medio. 2001). Dari jumlah 181.561 orang pelaku kenakalan remaja, 85.331 orang (sekitar 47 %) di antaranya terpaksa ditahan atau menjalani rehabilitasi di sasana-sasana rehabilitasi karena perbuatan melawan hukum. Menurut pantauan jumlah kenakalan terus bertambah setiap tahun sekitar 3,5 % (Herlina: Kompas 15 Juni 2006). Jumlah penduduk usia remaja (10 – 19 Tahun) di Jawa Tengah pada tahun 2004 mencapai 6.400.599 orang (usia 10 – 14 Tahun: 3.281.736 orang dan usia 15 – 19 Tahun: 3.118.863 orang). Jumlah tersebut mencapai sekitar 20 % dari seluruh penduduk Jawa Tengah yang berjumlah 32.052.840 orang (BPS Jateng. 2005).

(9)

berstatus sebagai siswa yang masih aktif mengikuti proses belajar di sekolah. Pembinaan siswa pelaku kenakalan pada taraf ringan dilakukan oleh sekolah di mana siswa belajar, tetapi siswa yang tingkat kenakalannya sudah termasuk dalam kategori berat pembinannya di serahkan kepada orang tua atau direkomendasikan untuk dikirim ke panti-panti rehabilitasi kenakalan remaja.

Tabel 1.1. Populasi Anak Nakal di Indonesia

NO PROPINSI

TAHUN 1998 2001

(1) (2) (3) (4)

1 D.I. NAD 1.600 1.976

2 Sumut 8.192 8.303

3 Sumbar - 3.046

4 Riau 3.288 4.728

5 Jambi 2.028 3.245

6 Sumsel 6.731 7.723

7 Bengkulu 432 753

8 Lampung - -

9 DKI Jakarta 9.444 10.365 10 Jawa barat 8.177 9.024 11 Jawa Tengah 7.025 7.316 12 D.I. Jogjakarta 1.807 2.104 13 Jawa Timur 9.678 10.857

14 Bali - 529

15 NTB 1.018 6.372

16 NTT 5.716 6.199

17 Timor Timur - 432

18 Kalbar 1.645 2.291 19 Kalteng 1.005 1.272 20 Kelsel 2.284 2.455 21 Kaltim 2.103 2.601

22 Sulut 2.344 3.180

23 Sulsel - 3.967

24 Sulteng 4.963 5.625 25 Sultra 2.901 3.723 26 Maluku 4.491 5.860 27 Irian Jaya 6.880 7.398

Jumlah 166.669 181.561

(10)

Untuk mengetahui lebih jauh karakteristik siswa yang ditengarai melakukan

tindakan-tindakan yang cenderung dikategorikan sebagai perilaku nakal, peneliti

mengajukan 10 item “Short Question” tentang jenis kenakalan apa saja yang mereka

lakukan dan pemahaman mereka terhadap budaya yang ada di sekitarnya kepada 120 orang siswa etnis Jawa yang diambil masing-masing 20 orang siswa dari enam buah SMA di kota Semarang.

(11)

Tabel 1.2. Prosentase Jawaban “Short Question” pada 120 orang siswa etnis Jawa di SMA Kota Semarang

No. Item

Pertanyaan Prosentase Jawaban

Tidak Setuju

Kurang Setuju

Setuju Tidak Tahu 1. Kenakalan remaja adalah ciri

khas perilaku masa remaja

22,5 37.5 30 10

2 Hamemayu hayuning bawana adalah adalah pegangan hidup orang Jawa

5 15 27.5 52.5

3 Budaya Jawa banyak aturannya sehingga sulit untuk dilaksanakan

9.1 4.1 84 3.8

4 Peraturan sekolah sangat membatasi kebebasan siswa

6.75 17.5 53.75 23 5 Siswa nakal karena mendapat

tekanan dari keluarga, sekolah dan masyarakat

5.5 15.5 73 8.0

6 Dengan bersekolah masa depan diharapkan lebih baik

32.50 15 47.50 5

7 Saya harus dicintai dan diterima semua orang. Ini penting bagi saya

37.50 22.5 35 5

8 Saya pernah melakukan tindak kekerasan seperti berkelahi, tawur masal atau kebut-kebutan. Saya merasa itulah kehidupan remaja

16.25 22.5 53.75 7.50

9 Gagal dalam suatu usaha terasa sangat mengecewakan dan sangat tidak saya sukai

12.5 50 20 7.5

10 Menyontek, bolos sekolah, melanggar peraturan sekolah tidak perlu dipikirkan karena itu merupakan akibat bersekolah

2.50 2.50 87.50 7.50

(12)

menyebabkan munculnya perilaku nakal pada mereka (Pertanyaan nomer 3, 4, dan 5). Mereka juga menunjukkan bahwa mereka menginginkan semua orang mencintai dan menerima siswa sehingga apabila siswa gagal dalam suatu usaha kesalahan bukan pada siswa tetapi pada lingkungan yang tidak bisa mencintai atau menerima dirinya (Pertanyaan 7 dan 9). Di samping itu banyak siswa yang ditengarai kurang memahami budaya Jawa yang diajarkan oleh keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Siswa lebih memahami budaya sebagai peraturan, norma yang menyulitkan siswa.

Sementara informasi dari Konselor SMA di Kota Semarang yang digunakan

untuk penyelenggaraan “Short Quetion” menyebutkan bahwa siswa yang berperilaku

nakal umumnya menampilkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan budaya yang berlaku di sekolah seperti: berkata jorok, jarang menampilkan perilaku unggah-ungguh bila berbicara dengan guru. Siswa nakal juga sering melanggar peraturan sekolah seperti: merokok di sekolah atau dikelas, membawa minuman keras ke dalam ruang kelas, suka colak-colek kepada teman-teman putri (siswi) di sekolah, berpakaian tidak sesuai aturan sekolah, tidak mengerjakan tugas-tugas pelajaran, menggunakan uang sekolah untuk foya-foya, tidak patuh terhadap nasihat guru dan pimpinan sekolah, suka berbuat onar di sekolah, emosionalnya tinggi sehingga mudah tersinggung, dan perilaku buruk lainnya yang merugikan diri dan lingkungannya.

(13)

memahami nilai-nilai budaya (Jawa) sebagai peraturan yang menyulitkan siswa, dan (5) kebanyakan mereka kurang mampu mengendalikan emosi dan perilaku buruknya. Karakteristik-karakteristik tersebut mengindikasikan bahwa dalam diri siswa pelaku kenakalan remaja ditengarai ada keyakinan irasional yang menjadi sumber munculnya perilaku nakal. Keyakinan irasional merupakan predisposisi munculnya perilaku nakal.

Dari pengamatan tentang penyelenggaraan konseling kelompok yang dilakukan konselor untuk menangani perilaku nakal siswa pada sekolah-sekolah bersangkutan belum efektif. Karena konseling kelompok yang diselenggarakan pada sekolah-sekolah bersangkutan hanya berupa arahan-arahan untuk mematuhi peraturan sekolah, pembinaan mental dengan presure (pengaraham yang mangandung tekanan dan ancaman misalnya diancam dikeluarkan dari sekolah atau nilai hasil belajarnya menjadi jelek dan sebagainya), dan tidak mengacu kepada kaidah-kaidah konseling kelompok yang semestinya.

Berdasarkan fakta yang terjadi pada sekolah-sekolah tersebut baik menyangkut karakteristik siswa yang berperilaku nakal maupun upaya-upaya yang telah dilakukan sekolah, perlu dicari sebuah model konseling kelompok yang mampu menyentuh akar permasalahan yang menjadi sumber munculnya kecenderungan (predisposisi) perilaku nakal agar gangguan emosional dan perilaku yang dialami siswa dapat dibawa ke dalam proses konseling kelompok untuk menjadi cerminan bagaimana relasi moral dan

pemahaman terhadap “hidup sejahtera” dipahami dan didefinisikan dalam realitas kultur

(14)

kehidupan tidak dapat terhindar dari pengaruh nilai-nilai budaya masyarakat sekitar (Leod, 2006: 275-279).

Sebagaimana disinggung di muka bahwa remaja memiliki kecenderungan kuat berada di dalam kelompok sebagai upaya untuk mengatasi problem psiko-sosial dan menemukan konsep diri. Demikian pula halnya siswa SMA yang ditengarai berperilaku nakal mereka sedang merefleksikan bahwa dalam dirinya ada problem psiko-sosial dalam rangka menemukan konsep diri. Merekapun memiliki kecenderungan yang kuat untuk berada dalam kelompok dalam rangka mengatasi masalah problem psikososial dan dalam rangka menemukan konsep dirinya baik dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Problem psiko-sosial yang bersumber pada keyakinan irasional direfleksikan dalam tindakan-tindakan yang disfungsional, maladaptif dan dapat merugikan diri sendiri maupun lingkungan.

Untuk membantu siswa yang ditengarai berperilaku nakal akibat adanya problem psiko-sosial yang bersumber pada keyakinan irasional dapat dilakukan melalui pemberian intervensi berupa konseling dalam setting individual maupun kelompok. Konseling individual dimaksudkan untuk menciptakan kondisi di mana konselor dapat mendorong klien mengeksplorasi diri untuk memodifikasi keyakinan irasional menjadi keyakinan rasional yang realistik dan membuat membuat komitmen untuk aktualisasi diri dalam menangani berbagai masalah yang dihadapi (Corey,1998:467)

(15)

kondusif untuk melakukan resolusi identitas dalam mana konselor dapat mendorong klien untuk eksplorasi dan berlatih peran, pemberian respon balikan tentang berbagai peran dan mendorongnya untuk membuat pilihan dan penetapan peran tertentu (pengambilan keputusan) sampai kepada adanya pengakuan diri dan merasa diakui.

Sebagaimana pernah dilakukan oleh Marcia (Dalam Archer, 1994), bahwa untuk membantu remaja memperbaiki perilaku buruk yang mengandung problem psiko-sosial upaya yang dilakukan melalui kelompok difokuskan untuk mendorong remaja mampu menyusun persepsi yang tepat tentang diri dan lingkungan sosialnya, terampil melakukan eksplorasi dan komitmen peran, menerima balikan dari lingkungan teman sebaya, orang tua atau fihak-fihak yang memberi pengaruh besar kepada remaja.

Demikianpun untuk membantu siswa memodifikasi perilaku nakalnya yang bersumber pada keyakinan irasional, teknik Rational-Emotive Therapy (selanjutnya disingkat RET) dapat diselenggarakan dalam setting kelompok agar tercipta suasana kondusif untuk mendorong siswa berupaya mengubah keyakinan irasionalnya, menyusun kembali kognisi dan emosi yang terganggu serta perbuatan disfungsionalnya menjadi keyakinan rasional sehingga kognisi, emosi dan perilakunya dapat berfungsi tepat dan dapat menerima diri dan lingkungannya secara realistis (Corey, 1998; George & Cristiani, 1987; Rose, 1980) sesuai dengan nilai dan norma yang ada disekitarnya.

(16)

modifikasi keyakinan irasional karena keyakinan irasional merupakan predisposisi munculnya perilaku.

Sebagaimana dikemukakan oleh Ellis (1979; dalam Corey. 1998:463), RET didasarkan pada suatu asumsi bahwa manusia memiliki potensi berpikir baik rasional maupun yang irasional. Manusia berusaha untuk menjaga kelangsungan hidupnya tetapi pada saat yang bersamaan manusia memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk merusak dirinya sendiri, menyalahkan diri, tidak memiliki tenggang rasa, berulang-ulang melakukan kekeliruan, menyalahkan diri sendiri, menjegal aktualisasi potensi pertumbuhan yang dimilikinya.

Hipotesis dasar RET adalah bahwa emosi manusia terutama dari keyakinan, evaluasi, interpretasi serta reaksinya terhadap situasi kehidupan. Melalui proses RET klien diajar untuk mempelajari keterampilan yang memberikan kepada mereka perangkat untuk mengidentifikasi dan mempertanyakan keyakinan irasional yang terus tumbuh dan berkembang sampai sekarang dan terus diindoktrinasikan oleh dirinya. Dalam prosesnya klien dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip RET tidak hanya sebatas masalah khusus tetapi juga pada banyak masalah kahidupan lain bahkan pada masalah-masalah di masa depan yang mungkin akan dihadapi.

(17)

akan semakin kuat apabila ketiga hal tersebut dapat ditemukan individu dalam kelompok (Anderson & Carter, 1984). Di samping itu melalui kelompok yang berlandaskan kepada nilai-nilai budaya, individu akan belajar dan memahami nilai budaya yang melingkupi dirinya.

Digunakannya model RET sebagai teknik dalam konseling kelompok untuk menangani kecenderungan perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa yang bersumber pada keyakinan irasional karena: (1) RET merupakan teknik terapi yang mampu menjangkau keyakinan irasional sebagai sumber gangguan emosional dan perilaku (2) teknik RET relatif praktis dan mudah digunakan karena prosedure dan tekniknya tidak berbelit-belit sehingga kemungkinan dapat melibatkan banyak fihak di sekolah, dan (3) sesuai dengan kondisi di lapangan di mana kebanyakan praktisi konseling di sekolah dalam menangani kenakalan siswa lebih menyukai teknik-teknik yang praktis dan tidak berbelit-belit.

(18)

termasuk individu yang sensitif emosionalnya atau ketika prosedure itu diterapkan kepada masyarakat yang menjunjung tinggi attachment (kasih sayang, sentuhan, relasi) maka sangat terbuka kemungkinan klien lari dari proses terapi.

Dengan demikian RET yang original (asli) harus disesuaikan penyelenggarannya menjadi teknik konseling yang sesuai dengan karakteristik klien dan nilai budaya yang melingkupinya agar efektif untuk modifikasi kecenderungan perilaku nakal remaja etnis Jawa. Adaptasi seperti ini sudah sering dilakukan oleh para praktisi terapis untuk mengikuti saran yang diberikan oleh para pakar terapi bahwa tidak satu teoripun yang cukup komprehensif yang bisa memberi penjelasan tentang kompleknya perilaku manusia, terutama manakala tipe klein dan masalah khas mereka menjadi hal yang perlu dipertimbangkan (Corey,1998; Jacob & Masson, 1994. Mikulas, 2002. Aileen, 2004; Sciarra, 2004).

Untuk mengetahui efektifitas RET yang diaplikasikan menjadi model konseling kelompok rasional-emotif (selanjutnya disingkat KKRE) untuk memodifikasi kecenderungan perilaku nakal siswa etnis Jawa perlu dilakukan penelitian secara seksama. Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan terdahulu maka

penelitian ini dikemas dalam tema “Model konseling kelompok rasional-emotif untuk modifikasi perilaku nakal siswa SMA Etnis Jawa di Kota Semarang” (Studi dalam rangka menemukan landasan-landasan budaya dan prioritas sasaran penyelenggaraan konseling kelompok untuk menanggulangi kenakalan remaja)

B. Rumusan Masalah

(19)

untuk modifikasi perilaku nakal. Efektifitas KKRE untuk modifikasi perilaku nakal meskipun merupakan fokus permasalahan tetapi dalam pengungkapannya masih ada masalah-masalah mendasar lainnya yang juga penting untuk dipertimbangkan yaitu kesiapan konselor dalam prosedure penyelenggaraan KKRE.

Dengan dasar pertimbangan tersebut maka masalah pokok yang akan diungkap

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:” Bagaimanakah efektifitas model

konseling kelompok rasional-emotif (KKRE) dalam memodifikasi perilaku nakal siswa

SMA etnis Jawa di Kota Semarang?”. Masalah pokok ini dijabarkan menjadi beberapa

pertanyaan penelitian yaitu:

1. Seperti apakah bentuk model KKRE hasil adaptasi teknik RET?

2. Bagaimanakah efektifitas model KKRE dalam memodifikasi kecenderungan perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa?

3. Apakah model KKRE efektif untuk meningkatkan intensitas konsep diri siswa SMA etnis Jawa yang berperilaku nakal?

4. Apakah prosedure KKRE memerlukan panduan pelaksanaan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk memperoleh model konseling kelompok rasional-emotif (KKRE) yang efektif untuk memodifikasi perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa. Tujuan pokok ini dibagi menjadi dua tujuan khsus yaitu: (1) memperoleh model KKRE hasil adaptasi teknik RET, dan (2) mengetahui efektifitas KKRE dalam memodifikasi perilaku nakal.

(20)

1. Model hipotetik KKRE yang efektif untuk memodifikasi perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa.

2. Data empiris efektifitas model KKRE dalam memodifikasi perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa.

3. Data empiris efektifitas model KKRE dalam meningkatkan intensitas konsep diri siswa SMA etnis Jawa yang berperilaku nakal.

4. Buku Panduan Pelaksanaan KKRE untuk dapat memperbaiki kesiapan konselor SMA dalam penyelenggaraan konseling kelompok?

D. Manfaat Penelitian

Apabila tujuan penelitian tercapai, maka hasil penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Teoritis

a. Studi ini memberikan sumbangan bagi pengembangan khasanah keilmuan khususnya teori dasar model konseling kelompok rasional-emotif yang diaplikasikan untuk menangani kenakalan remaja dan perilaku menyimpang lainnya sesuai dengan budaya di mana proses konseling berlangsung.

b. Sebagai bahan pengembangan kurikulum pendidikan konselor program pra-jabatan, program dalam pra-jabatan, dan program pendidikan profesi khususnya dalam mata kuliah model-model pendekatan dan teknik konseling kelompok.

2. Praktis

(21)

b. Tersedianya instrumen yang aplikatif bagi konselor SMA untuk meningkatkan kesiapannya dalam menyelenggarakan konseling kelompok.

3. Untuk penelitian lanjut: Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk aplikasi konseling kelompok rasional-emotif dalam rangka penanggulangan kenakalan siswa di sekolah dan di luar sekolah.

E. Asumsi-asumsi

Beberapa asumsi yang digunakan sebagai titik tolak penelitian ini adalah:

1. Menanggulangi kenakalan siswa yang bersumber pada keyakinan irasional akan efektif hasilnya apabila menggunakan teknik yang berperspektif rasional emotif. 2. Rational Emotive-therapy (RET) adalah teknik terapi yang mampu menyentuh dan

mengintervensi aspek rasional emotif dalam rangka modifikasi perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.

3. Prosedure RET untuk menanggulangi kenakalan siswa Etnis Jawa hasilnya efektif apabila diaplikasikan menjadi Model Konseling Kelompok Rasional-Emotif dengan mempertimbangkan nilai-nilai Budaya Jawa sebagai landasan dan mengarahkan prioritas sasaran dalam penyelenggaraannya.

4. Penyelenggaraan KKRE menjadi lebih mudah dan prosedurnya baku sehingga dapat digunakan secara luas oleh berbagai fihak apabila dipandu dengan Buku Panduan, agar kesalahan-kesalahan prosedure dapat diantisipasi lebih awal.

F. Hipotesis

Hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini ialah: “Model konseling

kelompok rasional-emotif (KKRE) efektif untuk modifikasi perilaku nakal siswa SMA

etnis Jawa”. Untuk pengujian, hipotesis mayor tersebut dijabarkan dalam hipotesis minor

(22)

1. Model KKRE efektif untuk menurunkan intensitas perilaku anarkis siswa SMTA etnis Jawa.

2. Model KKRE efektif untuk menurunkan intensitas perilaku depresif siswa SMTA etnis Jawa.

3. Model KKRE efektif untuk menurunkan intensitas perilaku agresif siswa SMTA etnis Jawa.

4. Model KKRE efektif untuk meningkatkan konsep diri siswa SMA etnis Jawa yang berperilaku nakal.

G. Definisi Operasional

Istilah dalam penelitian ini yang memerlukan penjelasan operasional adalah: 1. Konseling kelompok rasional-emotif (KKRE) adalah model konseling kelompok hasil penyesuaian (adaptasi) aplikasi dari teknik terapi rational-emotive (RET) yang konstruknya terdiri dari komponen: 1) Struktur, meliputi: filosofi, rasional, tujuan, prinsip, prosedure, faktor pendukung, sasaran aspek psikologis, 2) masukan, meliputi: klien, instrumen, aspek budaya, 3) proses, 4) keluaran, dan 5) evaluasi dan tindak lanjut. RET adalah suatu teknik terapi yang mampu menjangkau aspek keyakinan irasional dalam diri seseorang sebagai sumber munculnya gangguan emosi dan perilaku. Diselenggarakannya konseling dalam setting kelompok karena masalah yang ditangani di samping mengandung problem individual juga mengandung problem psikososial.

2. Perilaku nakal

(23)

Perilaku nakal dapat dikendalikan bahkan dimodifikasi menjadi perilaku adaptif dengan memberi intervensi kepada keyakinan irasional sebagi sumber munculnya (predisposition/predisposisi/kecenderungan) perilaku nakal. Kecenderungan perilaku nakal adalah potensi yang dapat memunculkan sikap, dorongan yang mengarahkan kepada terjadinya perbuatan individu yang sudah dapat dikategorikan nakal termasuk kebiasaan buruk yang tidak dapat diketahui secara kasat mata oleh orang lain, seperti kecurigaan yang berlebihan terhadap lingkungan, merusak barang sendiri atau orang lain di tempat tersembunyi, menaruh kebencian atau keinginan melukai orang lain. Perilaku nakal dalam penelitian ini adalah perilaku yang ditandai adanya tindakan-tindakan: (1) anarkis, (2) depresif, dan (3) agresif.

H. Kerangka berpikir

(24)

Menangani kenakalan siswa yang bersumber dari adanya keyakinan irasional dapat ditangani melalui konseling yang menggunakan teknik RET. Dengan RET keyakinan irasional yang menjadi sumber munculnya kecenderungan perilaku nakal diintervensi agar menjadi keyakinan rasional sehingga kecenderungan perilaku nakal dapat dimodifikasi menjadi kecenderungan perilaku adaptif, efektif, dan aktual sesuai dengan realitas lingkungan sosialnya. Sebagai perilaku maladaptif perilaku nakal bermuatan problem psikososial dan psiko-individual. Oleh karena itu RET untuk menangani perilaku nakal diselenggarakan dalam setting kelompok. Agar RET menjadi efektif dalam penyelengaraannya, maka RET perlu disesuaikan atau diadaptasi sesuai dengan aspek-aspek budaya di mana RET diselenggarakan yang dalam penelitian ini adalah budaya Jawa. Penyesuaian RET dimaksud menghasilkan konseling kelompok rasional emotif yang disingkat dengan KKRE.

Sebagai perbuatan maladaptif perilaku nakal mengarah kepada tindakan-tindakan anarkis, depresif dan agresif. Karena perilakunya bersumber pada keyakinan irasional maka pelaku kenakalan tidak menyadari akaibat-akibat negatif yang ditimbulkannya. Intervensi melalui KKRE dimaksudkan untuk mengubah keyakinan irasional menjadi keyakinan rasional agar perilaku maladaptifnya berubah menjadi periliku adaptif sehingga tindakan anarkis, depresif dan agresif dapat dimodifikasi menjadi tindakan yang efektif, produktif, bermanfaat dan memberi kesejahteraan bagi diri siswa maupun bagi lingkungan sekitarnya.

(25)

INTERVENSI KKRE

TINDAKAN KEYAKINAN IRASIONAL

KEYAKINAN RASIONAL

Gambar 1.1. Gambar Kerangka Berpikir

I. Tahapan Penelitian

Berdasar kepada tujuan penelitian dan kerangka berpikir tentang rencana tindakan yang akan dilakukan maka penelitian ini diselenggarakan dalam dua tahap yaitu:

Tahap I . Memperoleh model KKRE yang langkah-langkahnya terdiri dari:

1. Melakukan studi awal untuk memperoleh kondisi faktual tentang fenomena kenakalan remaja di sekolah, faktor penyebabnya, serta cara penanggulangannya 2. Berdasarkan hasil studi awal selanjutnya mengklasifikasi model-model konseling

kelompok yang dipandang sesuai untuk menangani kenakalan remaja.

3. Mengadaptasi dan mengembangkan model konseling kelompok terpilih sesuai karakteristik pemasalahan klien dan nilai budaya di mana proses konseling berlangsung.

4. Uji rasional dan revisi model untuk memperoleh konseling kelompok hipotetik. PERILAKU

NAKAL

PERILAKU BARU

ANARKIS DEPRESIF AGRESIF

(26)

Tahap II. Uji lapangan dengan langkah-langkah seperti berikut: 5. Uji efektifitas model konseling kelompok hipotetik 6. Tahap VI: Revisi dan desiminasi

Ilustrasi diagram alur tahapan penelitian seperti berikut:

Gambar 1.2. Diagram Tahap Penelitian 7. KKRE HIPOTETIK

9. UJI LAPANGAN KKRE HIPOTETIK 8. UJI RASIONAL KKRE HIPOTETIK

10. KKRE TERUJI 5. KKRE

3. RET

4 1.STRUKTUR 2.RAW INPUT 3.PROSES 4.OUTPUT 5.EVALUASI 6 UJI KETERBACAAN FAKTOR PENYEBAB

PENANGGULANGAN KARAKTERISTIK

(27)

J. Pendekatan dan Prosedure Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah diperolehnya model konseling kelompok rasional-emotif (KKRE) yang efektif untuk memodifikasi perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa. Untuk mencapai tujuan ini penelitian dilakukan dengan pendekatan mixed method research design (Cresswell dan Clark, 2003) suatu penelitian yang menggunakan

pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif secara bersama. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu: (1) studi pendahuluan dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh model KKRE, dan (2) pengujian efektifitas model KKRE untuk modifikasi perilaku nakal dengan pendekatan kuantitatif model eksperimen kuasi disaian Design: A “Patched-Up” Design .

Studi pendahuluan diawali dengan pengumpulan informasi tentang kondisi faktual kecenderungan perilaku nakal siswa SMA di Kota Semarang, penyusunan model KKRE, dan validasi model KKRE. Studi pendahuluan bertujuan untuk menentukan model KKRE hipotetik. Pengujian model KKRE hipotetik dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas KKRE dalam modifikasi perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa.

2. Prosedure Penelitian 2.a. Lokasi penelitian

(28)

Semarang Bagian Timur, Bagian Utara, Bagian Selatan, dan kota Semarang Bagian Tengah. Semua SMAN yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah sekolah yang telah melaksanakan Program BK dengan baik sesuai kurikulum yang berlaku.

Uji efektifitas diselenggarakan di dua sekolah yaitu SMAN 5 dan SMAN 11. SMAN 5 Kota Semarang yang berlokasi di pusat kota Semarang merupakan salah satu SMA favorite yang menerapkan program-program pembelajaran: Program Kelas Reguler, Program Kelas Unggulan, Program Kelas Imersi, dan Program Kelas Akselerasi. Masing-masing program pembelajaran memiliki karakter kegiatan belajar yang berbeda satu sama lain. Di samping itu sekolah ini juga melaksanakan program ekstra kurikuler (eskul) yang sangat banyak sehingga kegiatan pembelajaran relatif lebih padat sehingga sulit diselipi atau dimasuki dengan program-program lain yang tidak terprogram. Dipilihnya SMAN 5 sebagai lokasi penelitian karena tingkat kenakalan siswa di sekolah ini menempati posisi tertinggi dibanding dengan SMAN lain yang diamati dalam studi pendahuluan.

SMAN 11 adalah sekolah yang berlokasi di wilayah yang relatif terbilang sebagai

daerah pinggir” kota Semarang. Meskipun bukan sekolah “favorite” tetapi sekolah ini

cukup berprestasi sebagaimana umumnya SMAN lainnya yang diamati dalam studi pendahuluan. Dilibatkannya SMAN 11 sebagai lokasi penelitian karena tingkat kenakalan siswa di sekolah ini adalah tingkat kenakalan remaja yang umum dilakukan di sekolah lain, juga lokasi yang relatif jauh dari pusat kota, dan memiliki program pembinaan kesehatan mental siswa yang lebih beragam menjadikan sekolah ini cukup representatif untuk dipilih sebagai lokasi penelitian.

(29)

2.b. Subyek penelitian

Penelitian ini melibatkan beberapa kelompok subyek penelitian. Untuk studi pendahuluan dilibatkan praktisi konseling yaitu Guru BK atau konselor dari SMAN di Kota Semarang yang dipilih sebagai lokasi penelitian, dan pakar konseling atau akademisi dari perguruan tinggi di Jawa Tengah. Untuk pengujian efektifitas KKRE dilibatkan dua kelompok siswa yang diambil dengan teknik purposive dari SMUN 5 dan dua kelompok siswa yang diambil dengan secara random (acak) dari SMUN 11 Kota Semarang.

Sampel dari SMAN 5 Kota Semarang disebut sebagai Sampel A dan Sampel B yang masing-masing anggotanya 12 orang siswa. Seperti telah disebutkan bahwa kegiatan pembelajaran di sekolah ini tergolong tinggi dan sulit dimasuki program lain yang tidak terprogram. Siswa pada Sampel A adalah siswa yang tingkat kenakalannya tergolong tinggi dan sedang dalam proses pembinaan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai program-program reguler dari sekolah. Sedangkan siswa pada Sampel B tingkat kenakalannya tidak terlalu tinggi sehingga harus banyak mengikuti program-program reguler dari sekolah secara ketat sehingga program penelitian yang dikenakan pada sampel ini sangat terbatas.

(30)

3. Rancangan Eksperimen

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap studi pendahuluan dan tahap pengujian efektifitas KKRE. Studi pendahuluan dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif sedangkan pengujian efektifitas dilaksanakan dengan eksperimen kuasi. Dengan demikian dalam satu studi ini ada dua pendekatan sekaligus yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif yang

menurut Creswell,J.W. (1994.174) disebut sebagai “mixed methods” (metode campuran).

Di SMAN 5 Kota Semarang sebagai salah satu tempat penelitian meskipun memiliki karakteristik masalah siswa yang sesuai tujuan penelitian tetapi kondisinya sangat membatasi kelancaran penelitian khususnya pada Sampel B yang hampir tidak mungkin untuk dimasuki kegiatan penelitian. Sementara pada SMAN 11 meskipun lebih longgar untuk kegiatan penelitian namun dalam keadaan tertentu kegiatan penelitian juga tidak dapat dilaksanakan misalnya kalau ada kegiatan pembinaan mental yang harus diikuti oleh seluruh siswa. Berdasar kondisi sekolah yang demikian, agar program reguler sekolah dapat berlangsung dan pelaksanaan penelitian tidak banyak menggangu jalannya pembelajaran di kedua sekolah tersebut, maka disain penelitian yang sesuai untuk digunakan adalah The Reccurent Institutional Cycle Design: A “Patched-Up” Design suatu disain dalam eksperimen kuasi yang melibatkan beberapa kelompok sampel

berbeda dengan mengkombinasikan pendekatan “longitudinal” dan “cross-sectional

(31)

Ilustrasi eksperimen digambarkan sebagai berikut:

Sampel A X O 1

Sampel B 1 R O2 X O3

Sampel B 2 R X O4

[image:31.612.86.524.88.598.2]

Sampel C O5 X

Gambar 1.3. Rancangan Eksperimen Keterangan: X : Pemberian KKRE

O : Pengamatan

Eksperimen kuasi dikenakan kepada empat sampel, dua sampel (B1 dan B2) diambil secara random dan dua sampel lainnya (A dan C) diambil dengan teknik purposive. Eksperimen diawali dari pemberian KKRE kepada Sampel A diakhiri dengan

post tes (O1). Selanjutnya melakukan pre tes (O5) pada sampel C dilanjutkan dengan pemberian KKRE. Hasil O1 dan O5 dibandingkan. Selanjutnya pada sampel random B1 dilakukan pretes (O2), diberi KKRE diakhiri dengan postes (O3). Untuk sampel B2 tanpa diberi pretes langsung dikenai KKRE dan diakhiri dengan postes (O4). Untuk mengetahui efektifitas KKRE dalam memodifikasi perilaku nakal maka hasil postes dibandingkan hasil pretes pada masing kelompok sampel.

K. Posisi Penelitian

(32)

Dalam hubungannya dengan penelitian lain penelitian tentang aplikasi KKRE untuk modifikasi perilaku nakal ini tidak sekedar sebagai penelitian replikasi meskipun di kota Semarang laporan penelitian tentang pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling kelompok di SMA telah banyak dilakukan oleh mahasiswa program S1, S2, S3 Jurusan BK dan jurusan lain seperti jurusan Psikologi, Sosial, Komunikasi, Pendidikan Luar Sekolah. Namun sepengetahuan penulis, penelitian-penelitian tersebut umumnya hanya sebatas mengungkap pengaruh atau manfaat layanan konseling kelompok terhadap perilaku siswa dalam proses pembelajaran atau dalam kehidupan sosial. Tidak satupun dari penelitian tersebut yang mengungkap tentang pelaksanaa layanan konseling kelompok yang berperspektif rasional-emotif untuk penanggulangan kenakalan remaja atau siswa di sekolah.

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan dan Prosedure Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Sebagaimana disebutkan dalam Bab I bahwa tujuan utama penelitian ini adalah memperoleh model konseling kelompok rasional-emotif (KKRE) yang efektif untuk memodifikasi kecenderungan perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian diselenggarakan dalam dua tahap, yaitu: (1) Tahap pertama, Studi Pendahuluan untuk memperoleh model KKRE hipotetik yang dilaksanakan dengan langkah-langkah: studi awal untuk mengetahui karakteristk dan latar belakang kenakalan siswa, mengembangkan konstruk KKRE, melakukan uji rasional KKRE untuk memperoleh model KKRE hipotetik, dan (2) Tahap kedua, uji efektifitas KKRE hipotetik, revisi dan diseminasi model.

Penelitian tahap pertama melibatkan para pakar konseling yaitu akademisi dari perguruan tinggi dimaksudkan untuk memperoleh masukan dalam penyusunan KKRE hipotetik. Di samping itu dilibatkan pula para praktisi konseling yaitu konselor SMA dimana studi awal ini dilakukan yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kondisi faktual penyelenggaraan layanan konseling kelompok dalam penanggulangan kenakalan remaja di sekolah dan untuk memperoleh masukan mengenai prosedure pelaksanaan KKRE hipotetik.

(34)

dalam kondisi tertentu data etnografis ditransformasikan menjadi data kuantitatif, misalnya menyangkut jumlah frekuensi, rata-rata hitung dan sebagainya.

Penelitian tahap kedua dilakukan di dua SMAN di Kota Semarang yang dipilih sebagai sampel lokasi penelitian yaitu SMAN 5 dan SMAN 11 Kota Semarang. Penelitian tahap kedua merupakan penelitian lanjut untuk menguji efektifitas KKRE. Untuk ini pelaksanaan penelitian dirancang dengan menggunakan pendekatan eksperimen. Sebagaimana sudah dikemukakan dalam Bab I bahwa kondisi sekolah-sekolah yang dijadikan lokasi untuk uji lapangan tidak memungkinkan dilakukannya penelitian dengan ideal. Di SMAN 5 program-program kegiatannya sangat ketat sehingga waktu yang tersedia untuk penelitian terbatas. Sedangkan di SMAN 11 meskipun program-program kegiatannya relatif longgar tetapi kegiatan penelitian tidak dapat dilakukan setiap saat. Pendekatan eksperimen yang sesuai untuk kondisi seperti ini adalah pendekatan eksperimen kuasi (Campbell & Stanley.1963:47; Creswell, J.W.2006.145).

Berdasarkan atas kondisi kedua SMAN sebagaimana telah dikemukakan maka penelitian ini dirancang sebagai perlakuan terhadap kondisi yang sedang berjalan dan tidak mengakibatkan berhentinya kondisi yang sedang berlangsung sehingga dengan demikian penelitian tidak dilakukan setiap saat dan pengendalian variabel tidak dilakukan secara penuh tetapi diupayakan pengendalian dilakukan sebanyak yang dibutuhkan pada kondisi alamiah yang ada. Dengan kondisi di dua SMA yang satu dengan lainnya berbeda maka disain yang sesuai digunakan adalah The Reccurent Institutional Cycle Design: A “ Patched-Up” Design suatu disain eksperimen yang melibatkan beberapa kelompok

(35)

Berdasar kepada model The Reccurent Institutional Cycle Design: A “ Patched

-Up” Design dilakukan pengembangan model yaitu karena Sampel A dan Sampel C diambil dari SMA yang sama maka disainnya dikembangkan menjadi:

Sampel A

Sampel B

X

O 1

O2 X

Sampel P R O3 X O4

Sampel Q R X O5

Keterangan: X : Perlakuan KKRE O2, O3 : Pretes

O1, O4, O5 : Postes

R : Sampel yang diambil secara random 2. Prosedure Penelitian

Berdasarkan rancangan penelitian tersebut maka prosedure pelaksanaannya adalah seperti berikut: KKRE akan dikenakan kepada empat sampel siswa SMA etnis Jawa dalam mana dua sampel diambil dengan teknik purposive dan dua sampel lainnya diambil dengan teknik random. Semua subyek sampel yang digunakan dalam eksperimen ini diambil dari SMA yang terpilih sebagai sampel penelitian, tetap mendapatkan program-program reguler dan mereka tidak akan dipisahkan dari kelas-kelas di mana mereka belajar.

(36)

yang tergolong berat seperti suka mambolos, suka berkelahi, temparemantal, suka melawan guru atau melanggar peraturan sekolah dan kebiasan perilaku buruk lainnya yang tidak sesuai dengan budaya lingkungan sekolah. Sedangkan dua kelompok subyek sampel lainnya yang diambil dari SMAN 11 Semarang adalah siswa-siswi etnis Jawa yang diambil secara acak (random sampling). Mereka adalah siswa-siswi yang tingkat kecenderungan nakalnya seperti umumnya siswa SMA.

Secara operasional eksperimen ini dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:

a. Dengan menggunakan teknik purposive sampling dari SMAN 5 Kota Semarang diambil dua kelompok siswa, masing-masing kelompok jumlahnya anggotanya sekitar 10 – 12 orang siswa yang oleh sekolah bersangkutan mereka dikategorikan sebagai siswa berkecenderungan tinggi untuk berperilaku nakal (dalam dua bulan terakhir pernah melakukan sedikitnya masing-masing tiga kali: bolos sekolah, ijin pulang, dikirim guru bidang studi ke Seksi BK, ketahuan merokok di sekolah, konflik dengan teman, dan sebagainya). Kedua sampel tersebut masing-masing diberi simbol Sampel A dan Sampel B.

(37)

Karena tingkat kecenderungan kenakalan siswa pada pada sampel B relatif lebih rendah maka siswa-siswi pada Sampel B harus mengikuti kegiatan reguler seperti siswa-siswi lainnya. Dengan demikian penelitian pada sampel B tidak dapat dilakukan penuh karena waktu yang tersedia untuk penelitian ini sangat terbatas.

Pelaksanaan KKRE pada Sampel A langsung dilakukan sebanyak 12 (dua belas) kali pertemuan dalam rentang waktu eekitar satu semester (Awal April – awal September 2007) kemudian pada akhir pertemuan dilakukan post-test (O1) untuk mengetahui apakah KKRE efektif untuk memodifikasi kecenderungan perilaku nakal. Untuk mengetahui efektif tidaknya KKRE dalam memodifikasi kecenderungan perilaku nakal siswa, hasil pengukuran akhir pada Sampel A harus dibandingkan dengan hasil pengukuran pada Sampel B.

b. Perlakuan pada Sampel B diawali dengan pre-test (O2) kemudian diberi perlakuan KKRET sebanyak minimal 12 (dua belas) kali dalam waktu sekitar satu semester. Pengukuran awal pada Sampel B dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal subyek sampel sebelum dilakukan perlakuan.

(38)

sampel lain dari sampel sekolah yang berbeda (SMAN 5) dalam mana sampel yang diambil dilakukan secara acak (random).

d. Dari SMAN 11 Kota Semarang diambil subyek sampel secara random (R) dua kelompok siswa (masing-masing kelompok jumlahnya anggotanya sekitar 10 – 12 orang siswa). Masing-masing kelompok tersebut diberi simbol Sampel P dan Sampel Q. Dimulai dari pengamatan awal (O3) terhadap Sampel P. Setelah itu Sampel P dan Sampel Q dikenakan KKRET masing-masing sebanyak 8 (delapan) kali. Pada akhir pertemuan dilakukan pos-tes untuk Sampel P (O4) dan sampel Q (O5).

e. Selanjutnya hasil pos-tes pada Sampel P dan Q dibandingkan dengan hasil pengukuran pada kelompok sampel A dan sampel B di SMAN 5.

f. Untuk mengetahui secara keseluruhan efektifitas KKRE memodifikasi kecenderungan perilaku nakal atau apakah perubahan yang terjadi pada kedua sampel tersebut memang benar-benar karena pelaksanaan KKRE atau karena yang lain maka hasil pengukuran O5 dibanding O3 dan hasil pengamatan O4 dibandingkan dengan O5. .

(39)
[image:39.612.85.564.79.591.2]

Tabel 3. 1: Sumber-sumber invaliditas untuk Eksperimen Semu Disain 13 – 16

Disain Internal Eksternal

Se -ja rah Ke- ma- tang an Pe- ngu- jian Ins- tru- men tasi Regre si Selek si Mor tali- tas Inter- aksi Selek si dan kema- tangan Inter- aksi Pengu jian dan X Inter- aksi Selek si dan X Urut an Rea ksi Cam pur tangan Multi-ple X

Institutional Cycle Design

Class A X O1 Class B1 RO2 X O3 Class B2 R X O4 Class C O5 X . Gen. Pop. Con. Cl. B O6

. Gen. Pop. Con. Cl. C O7

O2 < O1 + - + + ? - ? + ? +

O5 < O4

O2 < O3 - - - ? ? + + - ? +

O2 < O4 - - + ? ? + ? + ? ?

O6 = O7

O2y = O2o + -

Dengan dikombinasikannya pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam satu kegiatan penelitian maka penelitian ini termasuk dalam kategori kombinasi disain riset (combining research design) atau Creswell (1994.174) menyebutnya sebagai penelitian campuran (mixed research).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(40)

pertumbuh-kembangan remaja dalam mana periode pertumbuh kembangan ini banyak diwarnai gejolak perilaku yang memungkinkan timbulnya kecenderungan perilaku nakal, (5) Perlakuan yang diberikan sekolah-sekolah dalam membantu siswa mengatasi masalahnya lebih banyak bersifat perlakuan psiko-edukatif.

2. Sampel

Pengambilan sampel SMAN dan subyek penelitian dilakukan untuk keperluan studi pendahuluan dan pelaksanaan eksperimen yang dilakukan dalam dua tahap. Pertama menentukan sekolah sampel sebagai tempat penelitian dan kedua menentukan subyek sampel. Pada tahap pertama SMAN yang digunakan ditentukan berdasarkan keperluan yaitu untuk studi pendahuluan dan untuk pelaksanaan eksperimen. Untuk keperluan studi pendahuluan SMAN yang dipilih meliputi SMA yang berada di wilayah Kota: Semarang Timur, Semarang Barat, Semarang Utara, Semarang Selatan, dan Semarang Tengah. Sedangkan untuk keperluan eksperimen SMAN yang dipilih adalah SMAN yang berdasarkan hasil studi pendahuluan layak digunakan sebagai pelaksanaan eksperimen.

(41)

Subyek sampel untuk eksperimen diambil empat kelompok siswa dari dua SMA masing-masing kelompok beranggotakan antara 10 – 12 orang siswa. Dua kelompok siswa dari SMAN 5 diambil dengan teknik purposive dan dua kelompok siswa lainnya dari SMAN 11 diambil dengan teknik random. Masing-masing sampel pada setiap sekolah diposisikan sebagai Kelompok Eksperimen (KE) dan Kelompok Kontrol (KK). Jumlah subyek sampel seluruhnya diperkirakan :

2 (Sekolah) X 2 (kelompok) X Subyek sampel (10 – 12 orang) = 40 – 48 orang siswa.

C. Variabel Penelitian

Dalam eksperimen ini ada dua variabel pokok, yaitu :

1. Variabel Tergantung (dependent variabel): Perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa adalah perilaku yang ditandai dengan tindakan: (1) anarkis, seperti: suka mencorat-coret dinding rumah, dinding sekolah atau bangku kelas, merusak fasilitas umum di sekolah, dan sebagainya, (2) depresif seperti: perasaan tidak tenang (resah), mudah grogi, bicara gagap, tidak percaya diri, gemetar, denyut jantung terasa cepat, merasa selalu ada ancaman, dan (3) agresif: seperti: minggat dari rumah, bolos sekolah, selalu menentang orang tua dan guru, pemalakan, pencurian, berkelahi, mabuk-mabukan dan sebagainya.

2. Variabel Bebas (independent variabel): Model KKRE suatu model konseling kelompok hasil adaptasi dari rational-emotive therapy karya Albert Ellis (1956).

(42)
[image:42.612.94.520.165.471.2]

tujuan penelitian ini tercapai, maka produk akhir dari penelitian ini adalah tersusunnya Buku Pedoman Pelaksanaan KKRE untuk menanggulangi perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa. Ilustrasi hubungan kedua variabel seperti dalam gambar berikut:

Gambar 3.1. Hubungan Variabel

D. Pengembangan Instrumen

Instrumen yang digunakan berdasarkan tahapan penelitian. Untuk studi pendahuluan digunakan Daftar Cek Masalah (DCM), “short Question” dan wawancara insidentil untuk mengetahui kemungkinan ada tidaknya keterkaitan keyakinan irasional pada diri siswa pelaku kenakalan. Selanjutnya perlu dilakukan wawancara dengan Guru Pembimbing / konselor dalam menanggulangi kenakalan siswa. Untuk memperoleh data eksperimen dalam studi lanjut digunakan instrumen Angket yang disusun dalam bentuk skala psikologi dengan alternatif jawaban 5 (lima). Angket digunakan untuk memperoleh data tentang ada tidaknya perubahan yang terjadi pada siswa berperilaku nakal sebelum dan sesudah memperoleh perlakuan KKRE. Angket ini berupa sejumlah pertanyaan mengenai kondisi psikologis meliputi: keyakinan, dorongan-dorongan anarkis, depresif, dan agresif.

PROSES KONSELING

KKRE

KESIAPAN KONSELOR

KEYAKINAN IRASIONAL

ANARKIS

KEYAKINAN RASIONAL

DEPRESIF

(43)
[image:43.612.97.517.122.715.2]

Daftar Cek Masalah (DCM), “Short Question” dan kisi-kisi Angket seperti tersebut dalam Tabel berikut:

Tabel 3.2. Daftar Cek Masalah siswa SMA etnis Jawa di Kota Semarang

( N: 120 )

No. Masalah Prosentase

Jawaban I Keyakinan irasional: Adanya perasaan negatif yang selalu

muncul dalam diri seperti: 1. Hidup terlalau berat

2. Tidak mampu menyesuaiakan diri 3. Tidak mampu mengambil keputusan

4. Tidak memiliki pilihan-pilihan dalam hidup 5. Tidak memiliki kemampuan diri

6. Bertindak tidak sesuai keinginan

7. Berpandangan bahwa lingkungan tidak menyukai dirinya 8. Memahami orang tua sebagai manusia berpikiran kolot 9. Merasa selalu bersalah dalam setiap tindakannya

10. Memahami peraturan sekolah sebagai sesuatu yang mengekang kebebasan diri

II Perilaku anarkis: perilaku yang ditandai dengan tindakan merusak seperti:

1. Suka menyakiti diri sendiri

2. Mencoret-coret dinding, bangku sekolah

3. Merusak barang-barang milik sekolah misalnya alat-alat laboratotirm, buku perpustakaan, papan mading

4. Minggat dari rumah

5. bolos dan melanggar disiplin sekolah

III Perilaku depresif: perilaku yang mencerminkan adanya tekanan psikologis, seperti:

1. Mudah merasa cemas

2. Kecurigaan berlebihan terhadap lingkungan 3. Sering mengalami impi buruk

4. Suka menyendiri

5. Merasa seperti ada yang mengejar dirinya

IV Perilaku agresif: perilaku yang ditandai dengan tindakan menyerang, seperti:

1. Mudah tersinggung dan mudah marah

2. Sering ada keinginan untuk menyakiti orang lain 3. Suka kebut-kebutan di jalanan

(44)
[image:44.612.88.526.88.617.2]

Tabel 3.3. KISI-KISI INSTRUMEN

ASPEK PSIKOLOGIS

KECENDERUNGAN PERILAKU NAKAL

PERILAKU ANARKIS PERILAKU DEPRESIF PERILAKU AGRESIF KEYAKINAN IRASIONAL

Ada tidaknya informasi tentang tindakan-tindakan yang mengarah kepada perbuatan: merusak diri sendiri, merusak diri orang lain, merusak fasilitas rumah-sekolah-masyarakat

No. Item: 1 – 15

Ada tidaknya informa-si tentang kondiinforma-si fiinforma-sik dan psikis yang meng-arah kepada kondisi: gemetaran, gelisah, keringat dingin, curiga yang berlebihan, rasa kurang percaya diri, ingin menyendiri, ba-yangan-bayangan yang menakutkan

No. Item: 16 – 30

Ada tidaknya infor-masi tentang kondisi fisik dan psikis yang mengarah kepada dorongan untuk: me-nyerang orang lain, menolak peraturan dan lingkungan, membentuk kelom-pok-kelompok perta-hanan diri, menghan-curkan benda benda, sikap permusuhan, sikap pemarah No. Item: 31 – 45

KONSEP DIRI

Ada tidaknya informasi tentang tindakan-tindakan yang mengarah kepada perilaku yang menegaskan adanya konsep diri yang meliputi pandangan terhadap: perasaan diri, pengembangan diri, waktu dan masa depan, pilihan pendidikan dan karir, pilihan teman bermain, belajar dan bekerja, lingkungan

No. Item: 46 – 60

(45)

B A B V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasar atas permasalahan, tujuan serta temuan dan analisisnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. Model KKRE adalah hasil aplikasi RET yang diselenggarakan dalam setting kelompok dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya Jawa dan memfokuskan prioritas sasaran intervensi. Komponen aplikasi meliputi: struktur, masukan, proses, keluaran, dan tindak lanjut. Kesimpulan ini diwujudkan dalam Buku Panduan KKRE seperti tersebut dalam Lampiran 5 halaman 209 dan Riview model KKRE dalam halaman 221.

2. Nilai-nilai Budaya Jawa yang dapat digunakan sebagai landasan dalam aplikasi RET menjadi KKRE adalah: Filosofis Jawa: memperindah kehidupan dunia (hamemayu hayuning bawana), pola hubungan yang lebih mengutamakan persaudaraan

(silaturahim lan bebrayan), tenggang rasa (rasa rumangsa), cara menasihati (pitutur), penggunaan teknik-teknik relasi dengan permainan, lagu dan tari (dolanan, tetembangan lan tari), tata krama (unggah-ungguh), filosofis wayang, keteladanan

(tuladha), dan pembelajaran-kasih sayang-pengasuhan (asah-asih-asuh).

3. Secara keseluruhan KKRE efektif untuk memodifikasi kecenderungan perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa. Terbukti dari uji kestatistikan terjadinya penurunan intensitas kecenderungan perilaku nakal pada kelompok sampel yang diberi perlakuan KKRE dari kisaran 30 % menurun menjadi sekitar 19 % pada semua aspek (anarkis, depresif

(46)

maupun agresi) baik pada kelompok siswa terpilih (nonrandom sampling) maupun pada kelompok siswa umumnya (random sampling).

4. KKRE diselenggarakan untuk mengatasi perilaku nakal siswa atau perilaku maladaptif lainnya yang bersumber pada keyakinan irasional. Sasaran utamanya adalah tindakan-tindakan anarkis, depresif dan agresif.

Hal lain yang penting untuk diperhatikan di luar kesimpulan yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan konsep diri pada siswa pelaku kenakalan. Ini terbukti dari uji kestatistikan pada kelompok siswa sampel yang memperoleh tindakan KKRE intensitas konsep diri meningkat sampai pada kisaran 81.39 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa sampel yang tidak memperoleh tindakan KKRE yang peningkatan konsep dirinya hanya mencapai kisaran 66.21.

Implikasi dari kesimpulan ini adalah secara empirik KKRE yang digunakan dalam penelitian ini diyakini terbukti efektif untuk memodifikasi kecenderungan perilaku nakal siswa SMA etnis Jawa. Implikasi selanjutnya KKRE dapat dijadikan alternatif penting untuk mencegah dan menanggulangi perilaku nakal siswa SMA dan lebih dari itu KKRE dapat diapresiasikan untuk pencegahan dan penanggulangan kenakalan remaja pada populasi yang lebih luas.

B. Rekomendasi Penelitian

Berdasar temuan-temuan panelitian, direkomendasikan hal-hal berikut kepada berbagai pihak.

(47)

a. Guru BK/Konselor dalam rangka menangani perilaku nakal siswa sangat disarankan untuk menggunakan KKRE sebagai teknik yang efektif dalam menanggulangi kenakalan siswa dan kenakalan remaja pada umumnya. Lebih dari itu dengan menyelenggarakan KKRE untuk menanggulangi kenakalan siswa akan memberikan efek positif bagi Guru Pembimbing yaitu meningkatnya kesiapan diri dalam menyelenggarakan layanan konseling kelompok.

b. Guru BK/Konselor di SMA bersama dengan guru-guru bidang studi atau profesi lain di sekolah dalam bata-batas tertentu dapat berlatih mengaplikasikan KKRE untuk pencegahan dan penanggulangan kenakalan remaja di sekolah khususnya dan di masyarakat pada umumnya.

c. Kepala Sekolah perlu mamfasilitasi untuk terselenggaranya KKRE dan konseling kelompok lain pada umumnya agar konselor bersama guru-guru bidang studi atau profesi lainnya di sekolah dapat berperan maksimal dalam rangka pencegahan dan penanggulangan kenakalan remaja di sekolah.

d. Guru BK/Konselor bekerjasama dengan organisasi profesi Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) atau Asosiasi Bimbingan Konseling (ABKIN) sebagai induk organisasi profesi konseling, memanfaatkan KKRE untuk dilatihkan kepada anggota baik dalam pertemuan berkala atau dalam rangka pembinaan dan peningkatan mutu kinerja konselor dalam penanggulangan kenakalan remaja.

(48)

secara empirik telah teruji kefektifannya di lapangan, sehingga diharapakan dapat mendorong minat untuk penelitian lanjut.

3. Untuk penelitian lebih lanjut dan bagi fihak-fihak yang berkecimpung dan yang berminat dalam penelitian praktik konseling kelompok yang berperspektif kognitif, rasional, dan perilaku, disarankan untuk melakukan penelitian yang sama dengan:

a. Menguji efektifitas KKRE pada populasi yang lebih besar atau dengan masalah yang lebih luas.

b. Membandingkan efektifitas KKRE untuk modifikasi perilaku nakal yang diakibatkan oleh adanya keyakinan irasional pada etnis yang berbeda.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahnya. 1995. Jakarta: Depag R.I.

Achmadi, A. 2004. Filsafat dan Kebudayaan Jawa: Upaya Membangun Keselarasan Islam dan Budaya Jawa. Surakarta: Cendrawasih

Aileen, M. 2003. Teach Yourself: Counseling. Chicago: McGraw-Hill Companies

Ary, D. et al. 1980. Introduction to Research in Education (Edisi Terjemah oleh: Arief Furqon. 1982). Surabaya: Usaha Nasional

Atkinson, R. et al. 1999. Pengantar Psikologi: Jilid I, Edisi V. Jakarta: Erlangga Atkinson, R. et al. 1999. Pengantar Psikologi: Jilid II, Edisi VIII. Jakarta: Erlangga

Axelson, J. A. 2002. Counseling and Development in a Multicultural Society. 3rd edt. Singapore: Brooks/Cole Publishing. Co.

Blocher, D. H. 1987.The Professional Counselor. New York: Macmillan Publishing Company

Burck, H. D.et al. 1993.Counseling and Accountability: Method and Critique. New York: Pergamon Press Inc.

Berry, J. W. 1999. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Gramedia

Calvin, S. Hall & Gardner Lindzey. 1995. Theories of Personality (Edisi Terjemah oleh: Supratiknyo). Yogyakarta. Kanisius

Campbell, D. T. et al. 1963. Experimental and Quasi-Experimental Design For Research. Boston: Houghton Mifflin, Co

Colhoun, J. F. & Acocella, J. R. 1990. Psychology of Adjusment and Human Relationships (Edisi Terjemah oleh: Satmoko, R.S. 1995). Semarang: IKIP Semarang Press

Corey, G. 1987. Theory and Practice of Group Counseling. California: Brooks/Cole Publishing Company.

________. 1991. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (Edisi Terjemahan Oleh Mulyarto. 1995). Semarang: IKIP Press

(50)

Davidoff, L. 1988. Introduction To Psychology (Edisi Terjemah oleh: Mari Juniati). Surabaya: Erlangga

Dayakisni, Tri & Salis Yuniardi. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press Dedi, S. 2001. Konseling Lintas Budaya: Isu – isu dan relevansinya di Indonesia (Naskah

Pidato Pengukuhan Guru Besar: Tidak diterbitkan). Bandung: PPs-UPI

Depsos, 2002, Pedoman Pembinaan untuk Rehabilitasi Anak Nakal. Jakarta: Depsos Gazda, G. M. 1984. Group Counseling A Development Approach (3rd Edition). Sydney:

Allyn and Bacon, Inc

Jacbs, E. E. et al . 1994. Group Counseling: Strategies & skills (2nd Edition) California: Brooks/Cole

Kartono, K. 2003. Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Kartadinata, S. 2003. Kebijakan, Arah, dan Strategi Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia. Bandung: Abkin

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentaliteit dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Leod, J, Mc. 2006. Konseling (Teori dan studi kasus). Jakarta: Kencana Media Persada

Group.

Maramis, W.E. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press Matsutomo, D. 2000. Pengantar Psikologi Lintas Budaya (Edisi Terjemah oleh: Anindito

Aditomo). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mikulas, W. L. 2002. The Integrative Helper. Singapore: Brooks/Cole

Mulder, N. 1996. Pribadi dan Masyarakat Jawa: Penjelajahan mengenai hubungannya. Jakarta: Sinar Harapan

Mussen, P. H. et al. 1989. Children Development and Personality (Edisi Terjemah oleh FX. Budiyanto, dkk. 1994). Jakarta: Arca,

Naisbitt, J. 1994. Global Paradox (Edisi Terjemahan oleh : Budiyanto). Jakarta: Bina Rupa Aksara

(51)

______________ 2002. Penyusunan Instrumen Penelitian. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Purwadi. 2004. Tasawuf Jawa. Yogyakarta: Narasi

Papadopoulos, L. et al 2003. Reporting in Counseling and Psychotherapy: A Trainee’s Guide to Preparing Case Studies and Reprts. Hove and New York: Brunner Routledge

Partington Gary & Mc Cuden Vince. 1999. Ethnicity and Education. Australia: Social Science Press

Sarwono, S. W. 1981. Seksualitas dan Fertilitas Remaja. Jakarta: Rajawali

Sciarra, D. T. 2004. School Counseling: Foundation and Contemporary Issues. Singapore: Brooks/Cole

Simandjuntak. 1983. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Bandung: Tarsito Stavenhagen, R. 1996. Pendidikan untuk dunia yang beraneka budaya. Jakarta: Komisi

Nasional Indonesia untuk Unesco

Stewart, N. R. et al. 1979. Systematic Counseling. Englewod Cliffs: Prentice-Hall Inc. Stone, Gerald, L. 1986. Counseling Psychology: Perspectives and Functions. Monterey:

Brooks/Cole Publishing, Co

Surya, M. 2003. Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Suseno, F. M. 1996. Etika Jawa: Sebuah Analisis Filsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia

Tadjri, Imam, 2005. Pemberdayaan Kearifan Lokal dalam Penanganan Konflik Sosial: (Telaah teoritik: Makalah untuk Pelatihan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Sosial). Semarang: Dinkesos

Taufiq, A. 2009. Model Supervisi Kinerja Konselor Untuk Meningkatkan Kompetensi Profesional Konselor Sekolah (Rangkuman Desertasi. Tidak diterbitkan). Bandung: SPs-UPI.

Trochim, W. M.K. (Editor), 1986. Advances in Quasi-Experimental design and Analysis. San Francisco: Jossey-Bass Inc., Publishers

Woody, R. H. 1989. Counseling Psychology: Strategies and Services. Pasific Grove, California: Brooks/Cole Publishing Company

(52)

Zandat, V. Z. & Hayslip, J. 2001. Developing Your School Counseling Program: Hand Book of Planing System. Singapore: Brooks/Cole

_______, (2005, 06 Nopember). Tawur Antar Pelajar. Kompas (Online), halaman 18. Tersedia: http://www.kompas.com. (8 Nopember 2005)

_______, (2005, 19 Desember). Demo HKTI di Arena Konferensi WTO di Hongkong . Kompas (Online), halaman 01. Tersedia: http://www.kompas.com. (21 Desember 2005)

_______, (2005, 16 Oktober). Gang Cewek “Nero” di Pati. Suara Merdeka (Online), halaman 2. Tersedia: : http://www.suaramerdeka.com . (Maret 2005)

Gambar

Tabel 1.1. Populasi Anak Nakal di Indonesia  TAHUN
Tabel 1.2. Prosentase Jawaban “Short Question” pada 120 orang siswa etnis Jawa   di SMA Kota Semarang
Gambar 1.2. Diagram Tahap Penelitian
Gambar 1.3. Rancangan Eksperimen
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dan temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan Good University Governance pada Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus BHMN di Jawa Barat

Hasil analisis data dengan taraf signifikansi 5% diperoleh: (1) ada pengaruh antara model pembelajaran Problem Based Learning dan Project Based Learning terhadap

Namun secara umum, capaian dakwah kaum perempuan pada masyarakat di Dataran Tinggi Gayo dapat ditinjau dan dianalisis dari beberapa aspek yaitu seberapa besar ruang

(2007) menyatakan bahwa kandungan anorganik pada sisik yang utama berupa hidroksiapatit. Seperti halnya kadar abu dan kadar protein, rata- rata kadar lemak juga

Melalui penggunaan metode Taguchi ini, maka perusahaan dapat mengestimasi berapa besarnya kerugian yang diderita perusahaan bila produk yang dihasilkan tidak dapat

Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan potensi limbah perkebunan sebagai pakan alternatif sapi potong, meningkatkan nilai nutrien dan kecernaan limbah

[r]

Hasil penelitian Hanafi (2004) melaporkan bahwa perlakuan amoniasi daun kelapa sawit memberikan pengaruh yang nyata terhadap KCBO karena urea dapat melarutkan sebagian