• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SQUARE UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMK PADA SUB MATERI POKOK KOROSI LOGAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SQUARE UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMK PADA SUB MATERI POKOK KOROSI LOGAM."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman

B.Model Pembelajaran Kooperatif ... 15

C.Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square (TPSq) ... 19

D.Model Pembelajaran Konvensional ... 28

E. Keterampilan Berpikir Kreatif ... 30

F. Penguasaan Konsep ... 37

G.Ruang Lingkup Materi ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Metode dan Desain Penelitian ... 51

(2)

E. Analisis Tes ... 59

F. Teknik Analisis Data ... 63

G.Hasil Analisis Uji Coba Instrumen ... 67

BAB IV ANALISI DATA,TEMUAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 70

1. Karakteristik Proses Pembelajaran Kooperatif Think Pair Square yang Dikembangkan ... 70

2. PeningkatanPenguasaan Konsep pada Sub Materi Pokok Korosi Logam ... 77

3. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kreatif pada Sub materi Pokok Korosi Logam ... 84

4. Tanggapan Siswa dan Guru Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TPSq pada Materi Korosi Logam ... 89

B.Pembahasan ... 93

1. Peningkatan Penguasaan Konsep ... 93

2. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kreatif ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA

(3)

Gambar

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 3.1

Proses Korosi Besi ...

Perlindungan Katode pada Besi dengan Logam Mg ...

Alur Penelitian ...

Halaman

43

47

56

Gambar 4.1 Skema Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Square

Terintegrasi dengan Indikator Berpikir Kreatif …... 76

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Rata-rata SkorPretest, Posttest,

danN-GainPenguasaan Konsep Siswa Kelompok Eksperimen dan

KelompokKontrol……...……... 82

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan N-gainPenguasaan Konsep Tiap

Indikator Topik Korosi Logam Siswa Kelompok Eksperimen

dan Kelompok Kontrol... 79

Gambar 4.4 PerbandinganPersentase Rata-rata Skor Pretest,Posttest, dan

N-gain Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa

Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol ... 86

Gambar 4.3 Perbandingani N-gain untuk Tiap Indikator Keterampilan

Berpikir Kreatif Siswa Kelompok Eksperimen dan

(4)
(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1. Langkah-LangkahModel Pembelajaran Kooperatif TPSq ... 24

Tabel 2.2. Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif... 35

Tabel 3.1. Desain Penelitian. “Pretest-Posttest Control Group Design ... 51

Tabel 3.2. Pemberian Skor Tanggapan Siswa ... 58

Tabel 3.3. Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 61

Tabel 3.4 Kategori Koefisien Korelasi... 62

Tabel 3.5 Kategori Tingkat Kesukaran ... 62

Tabel 3.6 Kategori Indeks Daya Pembeda ... 63

Tabel 3.7 Kategori Tingkat N-gain ... 63

Tabel 3.8 Kategori Respon Siswa ... 66

Tabel 3.9 Hasil Uji Coba Soal Penguasaan Konsep ... 66

Tabel 3.10 Hasil Uji Coba Soal Keterampilan Berpikir Kreatif ... 67

Tabel 4.1. Rekap Rata-rata Skor Pretest, Postest dan N-gain pada Masing-masing Indikator Topik Korosi Logam ... 78

Tabel 4.2. Data Hasil Uji Normalitas, Uji Homogenitas dan Uji-t terhadap Pretest, Posttest dan N-gain ... 83

Tabel 4.3.RekapitulasiRata-rata SkorPretest,PostestdanN-gain untuk Setiap Aspek Keterampilan Berpikir Kreatif pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 84

Tabel 4.4. Data Hasil Uji Normalitas, Uji Homogenitas dan Uji-t Terhadap Pretest, Postest dan N-gain ... 87

Tabel 4.5.Rekapitulasi Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Materi Korosi Logam ... 89

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Perangkat Pembelajaran

Lampiran 1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen.

Lampiran 1.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol

Lampiran 1.3 Lembar Kerja Siswa I

Lampiran 1.4 Lembar Kerja Siswa II

Lampiran II Instrumen Penelitian

Lampiran 2.1 Kisi-kisi Tes Keterampilan Berpikir Kreatif

Lampiran 2.2 Kisi-kisi Tes Penguasaan Konsep

Lampiran 2.3 Kunci Jawaban & Kriteria Penskoran Tes KBKr

Lampiran 2.4 Soal Tes Keterampilan Berpikir Kreatif

Lampiran 2.5 Soal Tes Penguasaan Konsep

Lampiran 2.6 Kisi-kisi Angket untuk Siswa

Lampiran 2.7 Angket Siswa

Lampiran 2.8 Pedoman Wawancara Guru

Lampiran 2.9 Lembar Observasi Siswa Kelompok Eksperimen

Lampiran 2.10 Lembar Observasi Siswa Kelompok Kontrol

Lampiran 2.11Lembar Observasi Guru Kelompok Kontrol

Lampiran 2.12Lembar Observasi Guru Kelompok Eksperimen

Lampiran 2.13 Pedoman Wawancara Guru

Lampiran 2.14 Pertanyaan Wawancara Siswa

Lampiran III Hasil Pengolahan Data

Lampiran 3.1 Hasil Skor Pretest, Postest, dan N-gain Penguasaan Konsep Kel.

(7)

Lampiran 3.3 Hasil Skor Pretest, Postest Keterampilan Berpikir Kreatif Kel.

Kontrol

Lampiran 3.4 Hasil Skor Pretest, Postest Keterampilan Berpikir Kreatif

Kel. Eksperimen

Lampiran 3.5 Hasil Analisis Butir Soal Penguasan Konsep

Lampiran 3.6 Hasil Analisis Butir Soal Keterampilan Berpikir Kreatif

Lampiran 3.7Pengujian Statistik Kel. Eksperimen & Kel. Kontrol

Lampiran 3.8Rekapitulasi Angket Respon Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran

Lampiran 3.9Hasil Observasi Guru Kelompok Eksperimen

Lampiran 3.10 Hasil Observasi Guru Kelompok Kontrol

Lampiran 3.11 Hasil Observasi Siswa Kelompok Eksperimen

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan Negara (Undang-undang Sisdiknas No. 20, 2003). Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) sebagai salah satu lembaga pendidikan nasional tingkat menengah

memiliki peranan penting dalam mempersiapkan generasi muda menyongsong

masa depan, yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian, akhlak mulia, serta memiliki keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya

(Permendiknas No. 23, 2006).

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan sekolah yang berorientasi

pada dunia kerja, salah satu tujuannya menyiapkan dan memberikan bekal siap

kerja pada siswa sebagai tenaga kerja yang terampil tingkat menengah dengan

keahlian yang dimilikinyasesuai persyaratan yang dituntut oleh dunia kerja.

Kegiatan belajar mengajar pada tingkat sekolah menengah kejuruan diarahkan

untuk membentuk siswa sehingga memiliki kemampuan dalam mengembangkan

hasil belajarnya baik pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan tata nilai sikap

(9)

(dalam Djohar, 2003) menyatakan pendidikan kejuruan sebagai pendidikan

khusus direncanakan untuk menyiapkan peserta didik memasuki dunia kerja, serta

sanggup mengembangkan sikap profesional dibidang kejuruannya. Lulusan

pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi tenaga produktif yang mampu

menciptakan produk unggul yang dapat bersaing di pasar bebas.

Mempersiapkan lulusan SMK sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang

diharapkan menjadi tenaga produktif, siap untuk memasuki dunia kerja dan

sanggup mengembangkan keahliannya dibidang kejuruannya, nampaknya kerap

mengalami kendala dan masalah. Hasil observasi empirik DirektoratPSMK tahun

2008 (dalam Fakhri& Yufridawati, 2010) permasalahan yang dihadapi dalam

mempersiapkan siswa SMK sebagai tenaga kerja tingkat menengah adalah masih

terdapat kesenjangan kompetensi lulusan SMK dengan kebutuhan riil pihak dunia

usaha/industri, dimana lulusan SMK masih lemah dalam aspek soft skill.

Pernyataan tersebut jelas bahwa siswa SMK tidak hanya cukup memiliki

kemampuan program keahlian kejuruan saja untuk mempersiapkan dirinya untuk

masuk ke dunia kerja/industri, namun perlu juga dikembangkan kemampuan

lainnya untuk saling mendukung dan bersinergi sehingga betul-betul menjadi

tenaga kerja yang diharapkan di dunia usaha/industri saat ini yaitu kemampuan

diluar kemampuan teknis yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan

interpersonalatau dikenal dengan soft skil.

Soft skill adalah keterampilan seseorang dalam beriteraksi dengan orang

lain (interpersonal skill) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra

(10)

maksimal, salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan berpikir kreatif

dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Keterampilan berpikir kreatif

termasuk bagian dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL) satuan pendidikan

menengah kejuruan berdasarkan Permendiknas No. 23 tahun 2006, isi secara

lengkap sebagai berikut; 1) Mampu membangun dan menerapkan infromasi dan

pengetahuan secara logis, kritis, kreatif dan inovatif, 2) mampu menujukan

kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif,3) menunjukan kemampuan

menganalisis dan memecahkan masalah. Berbagai kemampuan berpikir ini dapat

dicapai dan dikembangkan melalui berbagai muatan dan/atau kegiatan

pembelajaran di sekolahdiantaranya bahasa, matematika, Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA), ilmu pengetahuan sosial, dan muatan lokal yang relevan (Permendiknas

No. 23, 2006).

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya ilmu

kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Kemampuan berpikir dan

analisis peserta didik dapat dikembangkan melalui muatan dan kegiatan

pembelajaran pada mata pelajaran kimia. Melalui pembelajaran kimia, siswa

diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan

kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama seperti apa yang diamanatkan

dari Permendiknas No. 23 tahun 2006. Mata pelajaran kimia juga bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep, prinsip, hukum dan teori

kimia serta keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam

(11)

Merujuk pada penjelasan di atas, mengembangkan dan memiliki

kemampuan berpikir baik itu berpikir kritis maupun kreatif bagi peserta didik,

sangat diperlukan sekali bagi lulusan SMK ketika sudah berada dalam dunia kerja

yaitu mampu memecahkan permasalahan dan memutuskan suatu keputusan yang

akan diambil. Hal ini sejalan dengan (Career Center Maine Department of Labor

USA, 2004) bahwa pengembangan kemampuan berpikir kreatif memang perlu

dilakukan karena kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang

dikehendaki dunia kerja. Tak diragukan lagi bahwa kemampuan berpikir kreatif

juga menjadi penentu keunggulan suatu bangsa. Daya kompetitif suatu bangsa

sangat ditentukan oleh kreativitas sumber daya manusianya. Degeng (dalam

Arnyana, 2007) mengemukakan para lulusan sekolah sampai perguruan tinggi, di

samping memiliki kemampuan keahlian kejuruan (vocasional skills), juga harus

memiliki keterampilan berpikir(thinking skills) sehingga bangsa Indonesia tidak

menjadi bangsa “buruh”. Pendapat tersebut mendukung pendapat John Dewey

(dalam Arnyana, 2007) yang sejak awal mengharapkan agar siswa diajarkan

keterampilan berpikir. Namun, sampai saat iniketerampilan berpikirbelum

ditangani secara sungguh-sunguh oleh para guru di sekolah. Hal ini mendukung

Rofi’udin (2000) yang menyatakan bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya

kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki oleh lulusan pendidikan dasar sampai

perguruan tinggi karena pendidikan berpikir belum ditangani dengan

baik.Olehkarena itu, penanganan keterampilan berpikir kreatif sangat penting

diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran khususnya pada mata pelajaran kimia

(12)

Upaya yang perlu dilakukan agar peserta didik (siswa) memiliki

keterampilan berpikir kreatif yang memadai setelah mengikuti pembelajaran

kimia yaitu dilakukan suatu kegiatan pembelajaran kimia yang bersifat berpusat

pada siswa sehingga siswa diberi kebebasan secara aktif menggali dan

merumuskan informasi, mengolah, mengambil keputusan serta memecahkan

masalah secara kreatif. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan fenomena

pembelajaran kimia saat ini yang masih bersifat teacher-oriented dan siswa

kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir, dengan

kata lain guru khususnya di SMK dalam proses pembelajaran lebih sering

menggunakan model konvensional dalam kegiatan pembelajaran kimia. Hal ini

diperkuat dengan hasil wawancara dengan beberapa siswa dan guru kimia

dibeberapa sekolah menengah kejuruan swasta di kabupaten Bandung, bahwa

kegiatan belajar mengajar masih banyak dilakukan dengan cara-cara yang

konvensional dan tidak pernah memberikan suatu pembelajaran yang sifatnya

melatih keterampilan berpikir kreatif. Beberapa alasan yang diberikan karena

kimia di SMK memiliki alokasi waktu pembelajaran yang sangat sedikit yaitu dua

jam pelajaran dalam satu minggu sehingga kegitan pembelajaran lebih fokus

dalam penyelesaian materi yang tepat waktu. Selain itu, anggapan siswa bahwa

kimia adalah pelajaran yang tidak menarik, sulit dipahami dan kurang diminati

bahkan kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari karena siswa lebih

mementingkan mata pelajaran produktif (program keahlian).

Dari kenyataan di lapangan tersebut, jelas sekali bahwa pelajaran kimia

(13)

mendukung pengembangan kompetensi siswa untuk setiap masing-masing bidang

keahliannya terutama keterampilan berpikir siswa. Permasalahan tersebut perlu

diupayakan suatu perubahan dan perbaikan, terutama perlunya suatu kegiatan

pembelajaran yang kreatif yang besifat student center untuk memfasilitasi siswa

untuk belajar aktif sehingga siswa terlatih dalam meningkatkan keterampilan

berpikirnya, salah satunya berpikir kreatif.

Uraian tersebut tampak betapa pentingnya penerapan strategi-strategi

pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Salah

satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut

adalah dengan menggunakan suatu model pembelajaran,salah satunya yaitu model

pembelajaran kooperatif. Seperti yang dikemukakan oleh Jacob, et al.(1997)

bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran akan

meningkatkan efisiensi, motivasi, serta memfasilitasi belajar aktif, belajar

eksperimental, konsisten dengan belajar yang berpusat pada siswa, dan memandu

pebelajar untuk belajar lebih baik.

Model pembelajaran kooperatif beranjak dari dasar pemikiran “getting

better together”, yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang

lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan

mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai,serta keterampilan-keterampilan sosial

yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat(Mutakinati, 2010). Beberapa

penelitian tentangkeefektifan penggunaan model kooperatif dalampembelajaran

diantaranyaM. Cooper (2008) menyatakan bahwa pembelajarankooperatifdapat

(14)

dari siswa lain. Penelitianpengaruh pembelajaran kooperatif yang dilakukan oleh

Mutakinati(2010) menunjukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Square (TPSq)yang diintegrasikan dengan tahapan-tahapan pemecahan

masalah dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa pada

materi larutan penyangga. Hasilpenelitian laindari Kaptan dan Korkmaz(2009)

menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan model

pembelajaran kooperatif melalui pendekatan problem solving dengan model

konvensional dalam meningkatkan kreativitas berpikir siswa menengah pertama

pada mata pelajaran IPA. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut yang

telah dilakukan menunjukan penerapan model pembelajaraan kooperatif

menghasilkan dampak positif terhadap keterampilan berpikir kreatif (kreativitas

berpikir) dan penguasaan konsep siswa.

Berbagai model pembelajaran kooperatif telah banyak dikembangkan

seperti kancing gemerincing, jigsaw, mencari pasangan (make a match), kepala

bernomor (number head together)dan TPSq. Model pembelajaran kooperatif yang

diterapkan pada penelitian ini adalah tipe TPSqyangmemiliki tiga tahap dalam

pembelajarannya, yaitu tahap think, tahappair, dantahap square. Pada tahap think

siswa berpikir mandiri, tahap pair siswa berdiskusi secara berpasangan, dan

tahapsquare siswa berdiskusi berempat (Lie, 2005).

Pertimbangan dasar pemilihan penggunaan model TPSq dalam penelitian

yang dilakukan karena dalam kegiatan pembelajarannya, model ini memiliki satu

tahap berpikir individu dan dua tahapan diskusi dalam menyelesaikan

(15)

Hal ini sesuai menurut Millis dan Cottell (1998) bahwa keunggulan pembelajaran

kooperatif tipe TPSq dibandingkan model kooperatif lainyaitu siswa diberi lebih

banyak kesempatan untuk berdiskusi dengan pasangannya pada tahap pair,

maupun dengan tiga siswa yang lain dalam satu kelompok pada tahapan square.

Model pembelajaran tipe TPSq ini juga mendorong siswa untuk aktif dalam

diskusi dan pemecahan masalah secara bersama.Dalam penelitian initipe

kooperatif TPSqyang diadopsi dari Spencer Kagan dikembangkan dengan cara

mengintegrasikan setiap tahapannya dengan aspek-aspek keterampilan berpikir

kreatif yaitu berpikir fluency, berpikir flexibility, berpikir originality dan berpikir

elaboration melalui soal-soal yang berkaitan dengan materi korosi logam.

Sehingga setiap tahapan diharapkan mampu mengembangkan keterampilan

berpikir kreatif siswa.

Selain keterampilan berpikir kreatif yang dikembangkan, penguasaan

konsep tidak bisa dipisahkan dalam proses pembelajaran karena penguasaan

konsep merupakan tujuan inti dari suatu pembelajaran (Dahar, 1989).

Pembelajaran yang disusun dalam penelitian ini memilih topik korosi. Hal ini

dikarenakan beberapa pertimbangan. Pertama, topik korosi merupakan salah satu

aplikasi dari prinsip elektrokimia yang dimana untuk memahaminya siswa

terlebih dahulu harus menguasai konsep redoks, sel volta dan sel elektrolisis.

Dengan demikian, siswa dituntut untuk berpikir secara kreatif dengan

menggunakan ketiga konsep tersebut ketika menyelesaikan permasalahan yang

berkaitan dengan korosi logam. Kedua, korosi merupakan salah satu masalah

(16)

tetapi akibatnya cukup serius, contohnya terkorosinya peralatan industri yang

terbuat dari logam akibat kurangnya pemeliharaan, sehingga selain merugikan

perusahaan secara material namun dapat berakibat kecelakaan bagi pekerjanya,

pengetahuan ini sangat diperlukan siswa SMK ketika sudah terjun kedunia

usaha/industri. Berdasarkan pertimbangan tersebut, akan lebih bermakna jika

siswa dilatih mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dan penguasaan

konsep menggunakan topik korosi dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif TPSq, serta mempertimbangkan keheterogenan kemampuan akademik

siswa di sekolah yang menjadi subjek penelitian, maka judul yang diambil dalam

penelitian ini adalah “pembelajaran kooperatif think pair square untuk

meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMK

pada sub materi pokok korosi logam”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah : “Bagaimana pembelajaran kooperatif think pair

squaredapatmeningkatkanpenguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif

siswa SMK pada sub materi pokok korosi logam ?”.

Untuk lebih memperjelas rumusan masalah dalam penelitian ini, maka

rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai

(17)

1. Bagaimana karakteristik dari model pembelajaran kooperatif TPSq yang

diterapkan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan penguasaan

konsep siswa ?

2. Adakah perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa yang

menggunakan model pembelajaran TPSq dengan yang tidak menggunakan

model pembelajaran kooperatif TPSq pada sub materi pokok korosi logam ?

3. Adakah perbedaan peningkatan penguasaan konsep siswa yang menggunakan

model pembelajaran TPSq dengan yang tidak menggunakan model

pembelajaran kooperatif TPSq pada sub materi pokok korosi logam ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran

kooperatif TPSq dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan

berpikir kreatif siswa pada sub materi pokok korosi logam.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis

sebagai salah satu alternatif dalam upaya perbaikan pembelajaran kimia antara

lain :

1. Bagi siswa, meningkatkan motivasi siswa dalam belajar sehingga memperoleh

hasil belajar yang optimal, selain itu dapat melatih keterampilan berpikir

(18)

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan

tentang alternatif pembelajaran yang berpusat pada siswa khususnya pada

proses pembelajaran kimia di SMK.

3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran di sekolah.

4. Bagi institusi lain dapat memberikan informasi mengenai penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe TPSq dalam pembelajaran kimia.

5. Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dan masukan untuk dilakukannya penelitian sejenis dengan menggunakan

model pembelajaran yang berbeda ataupunmodel pembelajaran yang sama

untuk diterapkan pada pokok bahasan yang lain.

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu persoalan yang

perlu diuji kebenarannya. Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

H1 : terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep siswa dalam

pembelajaran korosi logam secara signifikan antara siswa kelompok

eksperimen menggunakan model pembelajaran TPSq dan siswa

kelompok kontrol dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional.

H1: terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam

(19)

eksperimen menggunakan model pembelajaran TPSq dan siswa

kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional.

F. Definisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindarkan penafsiran

yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka

perlu dijelaskan definisi operasional sebagai berikut :

a. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama diantara siswa dalam kelompok kecil yang

heterogen dengan fungsi untuk memahami suatu konsep dan mencapai tujuan

pembelajaran yang diberikan yaitu korosi logam dengan guru sebagai

fasilitasor pembelajaraan.

b. Think Pair Square (TPSq)merupakan salah satu teknik dalam melaksanakan

model pembelajaran kooperatif yang memilki tiga tahap diskusi yang

didesain sedemikian rupa yang terdiri dari tahap think, pair, dan square guna

membangun pengetahuan siswa mengenai korosi logam melalui respon

interaksi dan umpan balik antar siswa dengan tujuan meningkatkan

penguasan konsep, dan keterampilan berpikir kreatif.

c. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami suatu

abstraksi dan gambaran karakteristik korosi logam secara ilmiah, baik secara

teori maupun dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam

penelitian ini penguasaan konsep diukur dengan menggunakan tes tertulis

(20)

d. Keterampilan Berpikir Kreatif

Keterampilan berpikir kreatif merupakan kemampuan siswa dalam

memfokuskan pada pencarian ide, dan pemunculan berbagai banyak jawaban

benar terhadap suatu permasalahan pada topik korosi logam, terbentuknya

kemampuan tersebut didasarkan atas pencapaian indikator-indikator

keterampilan berpikir kreatif siswa.

e. Korosi Logam adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat

dilingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode dan

desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik

analisis instrumen, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian, dan teknik

pengolahan data.

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu(quasi eksperiment).

Metode quasi experimentdigunakan untuk mendapatkan gambaran tingkat

keterampilan berpikir kreatif dan penguasaan konsep siswa. Desain yang

digunakan adalah “pretest-posttest control group design” yang penentuannya

dilakukan secara purposive sampling. Desain ini menggunakan dua kelompok

yaitu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol.Kelompokeksperimen

mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif TPSq

dan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran konvensional. Terhadap

kelompok dilakukan pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir) untuk melihat

peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa sebelum

dan setelah pembelajaran. Desain penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1:

Tabel 3.1 Desain Penelitian “Pretest-PosttestControl Group Design”

Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir

Eksperimen O X O

(22)

Keterangan :

X = pembelajaran menggunakan model TPSq

Y = Pembelajaran konvensional

O = Tes awal dan tes akhir

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI pada salah satu SMK

swasta di kabupaten Bandung. Sampel penelitian diambil dua kelompok dari lima

kelompok yang dipilih secara purposive sampling sebagai kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun

pelajaran 2011/2012.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : studi

pendahuluan, persiapan, pelaksanaan dan diakhiri dengan analisis hasil dan

penyusunan laporan.

1. Studi pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kegiatan

pembelajaran kimia di SMK sehingga dapat diperoleh

permasalahan-permasalahan yang aktual, secara bersamaan pada tahap ini juga dilakukan studi

hasil penelitian yang relevan sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan

(23)

2. Tahapan persiapan

Kegiatan pokok yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun perangkat

kegiatan pembelajaran dan mempersiapkan instrumen penelitian. Melakukan studi

pendahuluan meliputi kajian teori tentang model pembelajaran kooperatif TPSq,

penguasaan konsep, keterampilan berpikir kreatif dan konsep korosi logam.

Selanjutnya dilakukan pengembangan instrumen meliputi langkah-langkah

sebagai berikut : - Penyusunan instrumen

- Validasi instrumen olah pakar dilakukan oleh tiga orang

dosen ahli

- Uji coba dan revisi instrumen

Penyusunan perangkat pembelajaran dibedakan untuk kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol, sedangkan instrumen dibuat sama baik untuk

kelompok ekperimen maupun kelompok kontrol. Berikut perangkat pembelajaran

dan instrumen yang digunakan untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

a. Kelompok eksperimen : Rancangan pelaksanaan pembelajaran menggunakan

model pembelajaran kooperatif TPSq, penggunaan LKS yang berisi berbagai

jenis permasalahan dalam bentuk pertanyaan yang berkaitan dengan topik

korosi untuk melatih keterampilan berpikir kreatif dan penguasaan konsep

dintegrasikan dengan tahapan-tahapan pembelajaran TPSq. Instrumen yang

digunakan adalah tes keterampilan berpikir kreatif, tes penguasaan konsep,

angket siswa yang berisi tanggapan mengenai kegiatan pembelajaran

(24)

b. Kelompok kontrol : Rancangan pelaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu yang biasa guru

lakukan seperti ceramah, diskusi tanya jawab, penggunaan media infocus.

Instrumen yang digunakan adalah tes keterampilan berpikir kreatif, tes

penguasaan konsep.

3. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data dan penerapan model

pembelajaran kooperatif TPSq dalam pembelajaran korosi logam. Kegiatan yang

dilakukan adalah :

- Mengadakan pretest pada kelompok eksperimen dan kelompokkontrol untuk

mengetahui kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif

awal siswa.

- Pembelajaran menggunakan model kooperatif TPSq pada kelompok

eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol.

- Melakukan observasi keterlaksanaan pembelajaran korosi logam menggunakan

model pembelajaran kooperatifTPSqpada kelompok eksperimen.

- Melakukan observasi keterlaksanaan pembelajaran korosi logam menggunakan

model pembelajaran konvensionalpada kelompok kontrol.

- Memberikan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk

mengetahui tingkat keterampilan berpikir kreatif dan penguasaan konsep siswa

(25)

- Menyebarkan angket untuk menjaring tanggapan siswa terhadap pembelajaran

menggunakan model pembelajaran kooperatifTPSq pada kelompok

eksperimen.

4. Tahap pengolahan dan analisis data

Menghitung rata-rata gain yang dinormalisasi (N-gain) keterampilan

berpikir kreatif dan penguasaan konsep untuk kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol, melakukan uji normalitas N-gain, melakukan uji homogenitas

varians, melakukan uji hipotesis, serta melakukan analisis data angket dan

(26)
(27)

Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu,

1. Tes penguasaan konsep

Tes ini digunakan untuk mengukur penguasan konsep siswa terhadap sub

materi pokok korosi logam. Tes penguasaan konsep diberikan untuk kelompok

ekperimen dan kelompok kontrol yaitu sebelum dilakukan pembelajaran

(pretest)dan setelah diberikan pembelajaran dengan penerapan model

pembelajaran yang berbeda pada kedua kelompok tersebut (posttest). Soal tes ini

dalam bentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban.

Tahap awal penyusuan soal adalah pembuatan kisi-kisi soal bertujuan untuk

menentukan konsep-konsep yang akan diukur yang sesuai dengan indikator yang

telah ditentukan. Selanjutnya menyusun pokok uji yang sesuai dengan konsep dan

indikator pembelajaran. Setelah kisi-kisi soal dibuat, setiap butir soal tes

penguasaan konsep dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan divalidasi

oleh pakar yang terdiri dari dua orang dosen ahli kemudian hasilnya diujicobakan

pada siswa kelas XII. Hasil uji coba kemudian diolah dan dianalisis untuk

mendapatkan soal yang valid dan reliabel.Setiap pertanyaan tes berhubungan

dengan level berpikir dari proses kognitif Bloom revisi yang dibatasi dari C1

sampai C4 yaitu Mengingat, Memahami, Menerapkan dan Menganalisis.

2. Tes keterampilan berpikir kreatif

Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif siswa yang

berkaitan dengan topik korosi logam. Soal tes dalam bentuk uraian terbuka. Tes

ini diberikan untuk kelompok ekperimen dan kelompok kontrol yaitu sebelum

(28)

penerapan model pembelajaran yang berbeda pada kedua kelompok tersebut

(posttest).

Dengan cara yang sama, tahap awal penyusuan soal adalah pembuatan

kisi-kisi soal keterampilan berpikir kreatif, kemudian setiap butir soal tes

dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan divalidasi oleh dua orang dosen

ahli kemudian diujicobakan pada siswa kelas XII. Hasil uji coba diolah dan

dianalisis untuk mendapatkan soal yang valid dan reliabel. Setiap pertanyaan tes

berhubungan dengan aspek keterampilan berpikir kreatif yaitu kelancaran

(fluency), keluwesan (flexibility), originalitas (originality) dan elaborasi

(elaboration).

3. Angket tanggapan siswa

Angket digunakan untuk menjaring pendapat siswa tentang pembelajaran

korosi logam menggunakan model pembelajaran kooperatifTPSq yang diterapkan.

Angket dikembangkan dalam penelitian ini berupa skala likert, dengan

menggunakan empat kategori respon yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S) tidak

setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).Pemberian skor untuk setiap pernyataan

siswa dengan ketentuan seperti Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Pemberian Skor Tanggapan Siswa

Skor Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

(29)

Lebar observasi digunakan untuk mengamati sejauh mana tahapan

pembelajaran korosi logam menggunakan model pembelajaran kooperatif TPSq

yang telah direncanakan terlaksana. Observasi yang dilakukan adalah observasi

terstruktur dengan menggunakan lebaran daftar cek.

E. Analisis Tes

Soal yang bermutu adalah soal yang dapat membedakan setiap kemampuan

siswa. Semakin tinggi kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran,

semakin tinggi pula peluang menjawab benar soal atau mencapai kompetensi yang

ditetapkan. Makin rendah kemampuan siswa dalam memahami materi

pembelajaran, makin kecil pula peluang menjawab benar soal untuk mengukur

pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

Tes yang baik harus memenuhi empat karakteristik; validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran dan daya pembeda setiap butir soalnya. Karena itu untuk

mendapatkan tes yang baik (tes keterampilan berpikir kreatif dan penguasaan

konsep) diujicobakan terlebih dahulu, setelah itu dianalisis validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran dan daya pembeda setiap butir soalnya. Dalam penelitian ini

menggunakan program Anates V.4. untuk menganalisis butir soal.

1. Validitas tes

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010). Sebuah tes disebut valid apabila

tes itu dapat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas yang dilakukan dalam

(30)

empiris.Validitas logis instrumen penelitiandilakukan oleh dua orang dosen yang

berkompeten di bidang pendidikan kimia untuk melakukan validasi isi dan

konstruksi setiap pokok uji instrumen tes tertulis. Suatu tes mempunyai validitas

isi yang baik apabila tes itu mengukur hal-hal yang mewakili keseluruhan isi

bahan pelajaran yang akan diukurnya. Validitas isi yang tinggi dicapai bila materi

tes representatif (mewakili) semua pengetahuan yang diajarkan. Pengujian

validitas isi ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya kesesuaian antara materi

pelajaran yang diajarkan dengan isi instrumen yang telah dibuat. Setelah

dilakukan pengujian terhadap instrumen soal tersebut, dilakukan pengujian

validitas empiris yaitu melakukan uji coba soal.

Validitas empiris terhadap instrumen tes tertulis dapat ditentukan dengan

menggunakan rumus korelasi. Rumus korelasi yang dapat digunakan adalah yang

dikemukakan oleh Pearson, yang dikenal dengan rumus korelasi product moment

sebagai berikut:

rxy =

Keterangan :

Harga rxy = indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan.

X = skor item no X

Y = skor total

Validitas soal-soal ini ditentukan dengan membandingkan harga r yang diperoleh

terhadap harga rtabel, dengan ketentuan rhitung> rtabel maka butir soal tersebut valid

(Arikunto, 2010). Untuk menafsirkan validitas, digunakan acuan sebagai berikut:

(31)

2. Reliabilitas Tes

Realiabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang

dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke

pengukuran lainnya. Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang

tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap dan dihitung dengan

koefisien reliabilitas. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya

reliabilitas dengan rumus Spearman-Brown.

r 11 = (Arikunto, 2010)

Keterangan : r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

rxy = indeks korelasi antara dua belahan instrumen

Sebelum dimasukkan ke rumus Spearman-Brown, terlebih dahulu dimasukkan ke

dalam rumus korelasi product moment.Kriteria koefisien korelasi yang digunakan

adalah kriteria Guilford (dalam Russeffendi, 2005) seperti ditunjukan pada Tabel

(32)

Koefisien Korelasi Kategori

0,81 – 1,00 Sangat Tinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,60 Sedang

0,21 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat Rendah

3. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran menunjukan sukar atau mudahnya suatu soal (Arikunto,

2010). Besarnya indeks kesukaran (P) berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00.

Indeks kesukaran butir soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus ; P =

B/JS ; P adalah indeks kesukaran, B adalah banyak siswa yang menjawab soal

itu dengan benar, JS adalah jumlah seluruh siswa peserta tes. Kategori untuk

tingkat kesukaran soal dapat dilihat padaTabel 3.5

Tabel 3.5 Kategori Tingkat Kesukaran

(Arikunto, 2010)

4. Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda suatu butir menyatakan seberapa jauh kemampuan butir

tersebut mampu membedakan anatara kelompok siswa pandai dengan kelompok

siwa lemah (Ratumanan dan Laurens, 2003). Harga daya pembeda (D) dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

P Kategori

0,00 – 0,30 Soal sukar

0,31 – 0,70 Soal sedang

(33)

� = ; dimana, BA adalah banyaknya peserta tes kelompok atas yang

menjawab soal dengan benar, BB adalah banyaknya peserta test kelompok bawah

yang menjawab soal dengan benar, JA adalah jumlah peserta tes kelompok atas.

Dan JB adalah jumlah peserta kelompok bawah (Arikunto, 2010).

Untuk menentukan indeks deskriminasi (D) soal bentuk uraian digunakan

persamaan : D = � −�

� ; D adalah indeks dekriminasi, SA adalah jumlah skor siswa

kelompok atas, SB adalah jumlah skor siswa kelompok bawah, JA adalah jumlah

skor ideal salah satu kelompok

Tabel 3.6.Kategori Indeks Daya Pembeda

ID Kategori

0,00-0,19 Kurang

0,20-0,39 Cukup

0,40-0,69 Baik

0,70-1,00 Sangat baik

(Arikunto, 2010)

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data hasil angket, observasi, hasil pretest dan

posttest penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif. Hasil angket dan

observasi dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui tanggapan siswa,

keterlaksanaan pembelajaran serta aktivitas siswa dalam pembelajaran. Skor

pretest dan posttest peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir

kreatif dianalisis dengan uji statistik menggunakan program SPSS 17for windows,

(34)

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kreatif dan

penguasaan konsep yang dikembangkan melalui model pembelajaran kooperatif

TPSq dihitung berdasarkan skor gain yang dinormalisasi. Untuk memperoleh skor

gain yang dinormalisasi digunakan rumus yang dikembangkan oleh (Hake, 2002)

berikut :

N-gain = ((Spost–Spre)/(Smaks-Spre)) x 100%

Keterangan :

Spost = skor posttest, Spre = skor pretest,Smaks = skor maskimum ideal.

Gain yang dinormalisasi (N-gain) ini diinterpretasikan untuk menyatakan

peningkatan keterampilan berpikir kreatif dan penguasan konsep korosi logam

dengan kategori sebagai berikut :

Tabel. 3.7 Kategori Tingkat N-gain (Hake, 2002)

Batasan Kategori

Ngain ≥ 0,700 Tinggi

0,3 ≤ Ngain<0,700 Sedang

Ngain<0,3 Rendah

Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan uji statistik dengan

tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Uji normalitas distribusi

Uji normalitas distribusi data dengan menggunakan one sample Kolmogorov

Smirnov test, taraf signifikansi α = 0,05. Dari hasil tes ini didapatkan p-value, jika

p-value> α = 0,05 maka data berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

(35)

terdistribusi normal. Dalam program SPSS 17.0 digunakan istilah significance

yang disingkat Sig untuk p-value, dengan kata lain p-value = Sig.

2. Uji homogenitas varian data

Uji ini dilakukan untuk melihat sama tidaknya varians-varians dua buah

peubah bebas dengan Levene Test. Dari hasil Levene’s Test didapatkan p-value,

jika p-value lebih besar dari α = 0,05 maka kedua varians sama besar (homogen).

Jika p-value lebih kecil α = 0,05 maka kedua varians tidak sama besar (tidak

homogen).

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t satu ekor (one

tile) dengan taraf siginfikan α = 0,05. Pada uji-t ini menggunakan SPSS 17.0

dengan uji-t dua sampel independen. Dengan syarat Jika sebaran data berditribusi

normal dan homogen.

Pada hasil uji ini terdapat keluaran nilai t dan p-value, untuk mengetahui

hasil hipotesis ada dua cara, pertama membandingkan nilai thitug dengan ttabel, jika

thitung> ttabel maka Ho ditolak dan H1 diterima, begitu juga sebaliknya. Kedua

membandingkan p-value dengan tingkat kepercayaan α = 0,05, jika p-value< α,

maka H1 diterima begitu juga sebaliknya. Apabila data tidak memenuhi asumsi

uji-t (tidak berdistribusi normal, tidak homogen) maka dipakai uji statistik

nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney (Russefendi, 2005).

(36)

Data yang diperoleh dari angket dihitung persentasenya menggunakan

rumus, sebagai berikut :

T = J/N X 100%

Keterangan :

T = persentase sikap terhadap setiap pernyataan

J = jumlah jawaban setiap kelompok sikap

N=jumlah siswa

Skala yang digunakan adalah skala likert, setiap jawaban diberi nilai

kuantitatif 4,3,2,1 untuk pernyataan sikap positif (favorable) dan 1,2,3,4 untuk

pernyataan bersifat negatif (unfavorable). Kemudian untuk menentukan skor

rata-rata jawaban siswa untuk setiap pertanyaan digunakan rumus sebagai berikut :

R=ΣjxS/N

Keterangan :

R = skor rata-rata jawaban siswa untuk setiap pertanyaan

S=skor setiap kelompok

N=jumlah siswa

Interpretasi skor rata-rata jawan angket dapat dilihat pada Tabel 3.8 :

Tabel 3.8Kategori Respon Siswa

Batasan (%) Kategori

R≤0 Sangat tidak baik

0≤R≤25 Kurang baik

25≤R≤75 Cukup baik

75≤R≤100 Sangat baik

(37)

Uji coba tes dilakukan pada siswa SMK kelas XII disalah satu sekolah di

kabupaten Bandung. Soal tes penguasaan konsep yang uji cobakan berjumlah 22

soal dalam bentuk pilihan berganda dan 6 soal tes keterampilan berpikir kreatif

dalam bentuk uraian terbuka. Analisis instrumen dilakukan dengan menggunakan

program Anates V.4 untuk menguji validitas soal, reliabilitas tes, tingkat

kesukaran dan daya pembeda soal. Hasil uji coba soal penguasan konsep dapat

dilihat pada Tabel 3.9

Tabel 3.9 Hasil uji Coba Soal Penguasaan Konsep

No. Soal

Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Validitas Reliabilitas

Ket.

(38)

valid dibuang tidak dipakai. Jumlah soal penguasaan konsep yang digunakan

untuk pretest dan posttest berjumlah lima belas soal.

Selanjutnya hasil uji coba soal keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat

pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Hasil Uji Coba Soal Keterampilan Berpikir Kreatif

No. Soal

Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Validitas Reliabilitas

Ket.

Dapat dilihat dari tabel diatas dari enam soal yang diuji cobakan diperoleh bahwa

semua soal keterampilan berpikir kreatif adalah valid sehingga jumlah soal yang

(39)
(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil penelitian, pengolahan data, analisis dan

pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakterisitik model kooperatif TPSq yang diterapkan pada proses

pembelajaran meliputi tiga tahap yaitu tahap think (berpikir mandiri), tahap

pair (diskusi berpasangan) dan tahap square (diskusi berempat). Setiap

tahapan dintegrasikan dengan indikator-indikator keterampilan berpikir kreatif

dalam bentuk pertanyaan yang berhubungan dengan topik korosi logam.

Indikator keterampilan berpikir kreatif tersebut yaitu berpikir lancar (fluency),

berpikir luwes (flexibility), berpikir orisinal (originality) dan berpikir merinci

(elaboration).

2. Terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kreatif siswa pada

materi korosi logam secara signifikan antara kelompok eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif TPSq dan kelompok kontrol

yang menggunakan model pembelajaran konvensional dengan p-value/sig

sebesar 0,000. Dari perbandingan rata-rata gain yang dinormalisasi

keterampilan berpikir kreatif siswa kelompok eksperimen sebesar 52,56%

lebih tinggi dari siswa kelompok kontrol sebesar 33,27% walaupun keduanya

(41)

3. Terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi korosi

logam secara signifikan antara kelompok eksperimen yang menggunakan

model pembelajaran kooperatif TPSq dan kelompok kontrol yang

menggunakan model pembelajaran konvensional dengan p-value/sig sebesar

0,000. Dari perbandingan rata-rata gain yang dinormalisasi penguasaan

konsep siswa kelompok eksperimen sebesar 51,43% lebih tinggi dari siswa

kelompok kontrol sebesar 37,19% walaupun keduanya sama-sama

berkategori sedang.

B. SARAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran, yaitu :

1. Pembelajaran kooperatif tipe TPSq dapat dijadikan sebagai salah satu model

pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru kimia dalam meningkatkan

penguasan konsep dan keterampilan berpikir kreatif pada sub materi pokok

korosi logam.

2. Pengembangan pembelajaran kooperatif tipe TPSq lebih lanjut diharapkan

dapat disesuaikan dan dintegrasikan antara materi kimia dengan

pelajaran-pelajaran produktif sesuai kompetensi keahlian yang dimiliki, sehingga hasil

pembelajaran lebih bermakna dan siswa lebih termotivasi untuk menyukai dan

memahami pelajaran kimia di sekolah menengah kejuruan (SMK) apapun itu

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching

and Assesing, A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.

New York : Addison Wesley Longman, Inc.

Arikunto, S (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Arnyana, IBA. (2007). Pengembangan Peta Pikiran untuk Peningkatan

Kecakapan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran

Undiksha, No. 9 Juli 2007

Baer, J. (1993). Creativity and Divergent Thinking; A Task Specific Approach. London : Lawrence Erlbaum Associates Publisher.

Career Center Maine Departmeny of Labor (2004). Today’s Work Competence in

Maine. [Online]. Tersedia:

http://www.maine.gov/labor/lmis/pdf/EssentialWorkCompetencies.pdf. [9 Mei 2012]

Anwar, C. (2005). Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment)

dalam Membentuk Habits of Mind Siswa pada Pembelajaran Konsep Lingkungan (Tesis): Bandung : ProgramPascasarjana, UPI.

Chang, Raymond. (2000). Essential Chemistry: A Core Text For General

Chemistry, Second Edition. United States of America: The McGraw-Hill

Companies, Inc.

Cooper, L & Robinson, P. (2000). Getting Started : Informal Small-Group

Strategies in Large Classes. New Direction For Teaching and Learning, No.

81. [Online]. Tersedia : bama.ua.edu/.../695%20Cooper%20&%20Ro.[14 Juli 2012].

Costa, A.L. (1985). Developing Minds; a Resoueces Book for Teaching. Virginia: Association for Supervision nad Curriculum Development

Dahar, R.W (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Dirjen Dikdasmen. (2006). Kurikulum 2006 SMK. Jakarta. Depdiknas.

Djohar, A. (2003). Pengembangan Model Kurikulum Berbasis Kompetensi

Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi : Universitas Pendidikan Indonesia.

(43)

Fakhri, E. & Yufridawanti. (2010). Relevansi Kompetensi dan Tingkat Daya

Saing Lulusan SMK dalam Dunia Kerja. Jurnal Penelitian Kebijakan

Pendidikan Vol. 9 Tahun Ke-3. Desember 2010.

Fauziah, Y.N. (2011).Analisis Kemampuan Guru dalam Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Dasar Kelas V pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Tesis : Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan

Filsaime, D.K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Hake, R.R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains

in Mechanics with Gender, High School, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. Tersedia: http://www. arxiv.org atau

http://www.physics. indana.edu/~hake.

Hutagaol, Y. M. (2009). Minat dan Motivasi Siswa Memilih Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Mendorong Peningkatan Mutu Pendidikan di Kab. Tapanuli Utara. Tesis : Universitas Sumatera Utara

Isjoni. (2010). Cooperatif Learning ; Efektifitas Pengajaran Kelompok. Bandung : Alfabeta.

Jacobs, G.M & Lee, C. (1997). Co-operative Learning In The Thinking

Classroom. [Online]. Tersedia :

www.georgejacobs.net/Cooperative_Learning.

Johnson, E.B.(2002). Contextual Teaching and Learning. Thousand Oaks: Corwin Press, Inc.

(44)

Lie, A. (2005). Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Liliasari, 1999. Membangun Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Manusia Indonesia Melalui Model Pembelajaran IPA bagi Mahasiswa Calon Guru. Makala pada kongres Ilmu Pengetahuan Nasional VII. Bandung : IKIP Bandung.

Liliawati, W & Puspita, E. (2010). Efektifitas Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010. Universitas Pendidikan Indonesia.

Lin, E. (2006). Cooperative Learning in the Science Classroom. [Online]. Tersedia : http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/search/detailmini.jsp. [6 Juni 2011].

M.Cooper, Melanie,et. al. (2008). Is Collaborative Grouping an Effective

Instructional Strategy?. Dalam Journal of College Science Think.[Online]

Vol. 20,7 halaman. Tersedia: www.journalsciencethinnking.org/cerp [3

Agustus 2011].

McGregor, D. (2008). Developing Thinking Developing Learning. A Guide to Thinking Skill in Education. London: McGrow Hill Open University Press

Millis & Cottell. (1998). Think-Pair-Square Cooperatif Learning for Higher

Education Faculty. Phoenix: The Oryx Press.

Munandar. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta :Rineka Cipta.

Munandar, U. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.

Jakarta: Gramedia.

Mutakinati, L. (2010). Pembelajaran Kooperatif Think Pair Square untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Pada Materi Larutan Penyangga. Tesis : Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990). Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Peraturan Mendiknas No. 22 (2006), Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar

(45)

Permana, I. (2011). Media Visualisasi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik

Purwanto. (2008). Kreativitas Berpikir Menurut Guilford. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 074, Tahun ke-14. Tersedia : isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1407408856867.pdf [7 Juli 2012]

Ratumanan, T.G. & laurens, T. (2003). Evaluasi Hasil Belajar ayang Relevan

dengan Kurikulum berbasis Kompetensi. Surabaya : YP3IT & Unesa

Universiity Press.

Rofi’uddin, A. (2000). Model Pendidikan Berpikir Kritis-Kreatif untuk siswa Sekolah Dasar. Majalah Bahasa dan Seni (28) Pebruari : 72-94.

Russeffendi, H.E.T. (2005). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Press.

Rustaman, N. (2005). Pengembangan Model Pembelajaran (MIPA). Makalah pada Seminar Nasional “Pengembangan Pembelajaran MIPA dan Implementasinya Pada Pelaksanaan KBK” di FMIPA IKIP PGRI.

Rustaman, N. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang : UM Press.

Setiabudi, A & Sunarya, Y. (2009). Mudah dan Akif Belajar Kimia 3 Untuk

SMA/MA. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Shidarta, A. (2005). Keterampilan Berpikir. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Jakarta: Alfabeta.

Sutrisno, J. (2008). Menggunakan Keterampilan Berpikir unutk Meningkatkan

Mutu Pembelajaran. [Online]. Tersedia :

(46)

Tan, G. et. al. (1999).Using Cooperative Learning to Integrate Thinking and

Information Technology in a Content-Based Writing Lesson. The Internet

TESL Journal, Vol. V, No. 8 [Online], Tersedia : http://iteslj.org/Techniques/Tan-Cooperative.html. [7 Juli 2012]

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian “Pretest-PosttestControl Group Design”
Tabel 3.2  Pemberian Skor Tanggapan Siswa
Tabel 3.3.Klasifikasi Validitas Butir Soal
Tabel 3.4.Kategori Koefisien Korelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fase gerak pada kromatografi gas juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif,

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan kadar liat, bahan organik serta kandungan air terhadap indeks plastisitas tanah pada beberapa vegetasi di Kecamatan Jorlang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan, fasilitas, dan lokasi usaha terhadap peningkatan hunian hotel Garuda Plaza

TUGAS : Membantu Bupati dalam melaksanakan kebijakan teknis urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal dan PTSP.

Berdasarkan pada latar belakang dan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan, fasilitas dan lokasi

Penggalian kembali prinsip-prinsip pembangunan masyarakat tradisional untuk diterapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini juga merupakan salah satu

Penilaian kinerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap.. kompetensi pegawai BKD

Proses Pembelajaran Proyek Melalui Kegiatan Berkebun dalam Mengembangkan Kreativitas anak Usia Dini Di TK Terpadu Tunas Krida Nusantara.. Tujuan inti proses