1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain.
Mengutip istilah dari Paul Watzlawik, “we cannot-not communicate”, kita tidak
dapat tidak berkomunikasi. Dalam artian, seseorang tidak dapat hidup tanpa
komunikasi, sehingga setiap orang pasti berkomunikasi dan tidak mungkin tidak
membutuhkan komunikasi.
Setiap manusia menginginkan kehidupan bersosial yang harmonis.
Komunikasi yang lancar dan tanpa noise (gangguan) menjadi harapan semua orang
agar kehidupan terasa nyaman, menyenangkan dan bahagia. Namun tidak
selamanya hal ini dapat berlangsung dengan lancar, terkadang beberapa masalah
datang, terutama kesehatan. Jika kesehatan seseorang terganggu, maka akan
menyebabkan terhambatnya proses berkomunikasi.
Salah satu penyakit yang dapat menghambat proses berkomunikasi adalah
stroke. Tidak hanya berkomunikasi, penyakit ini juga dapat mengganggu aktivitas
individu itu sendiri karena juga menyerang anggota tubuh lainnya. Sehingga
individu menjadi terbatas ruang geraknya dan memaksa individu untuk
menggunakan anggota tubuhnya yang masih berfungsi dengan baik untuk
Stroke adalah suatu gangguan peredaran darah di otak yang lazim menimpa
orang yang berusia di atas 40 tahun, tetapi ditemukan juga menimpa
orang-orang berusia di bawah 40 tahun atau bahkan anak-anak. Berdasarkan data yang
berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat
kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah jantung dan kanker. Selain itu jumlah penderita Stroke di Indonesia adalah
yang terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Berdasarkan data di
lapangan, angka kejadian stroke meningkat secara dramatis seiring bertambahnya
usia. Setiap penambahan usia 10 tahun sejak usia 35 tahun, resiko stroke meningkat
dua kali lipat. Sekitar lima persen orang berusia di atas 65 tahun pernah mengalami
setidaknya satu kali stroke. (www.yastroki.or.id)
Jumlah yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia
diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun. Stroke merupakan
penyebab kecacatan serius menetap no.1 di seluruh dunia. Untuk itu setiap tanggal
29 Oktober diperingati sebagai hari stroke dunia. Saat ini perlu diingat bahwa 1 dari
6 orang menderita stroke dan hampir setiap 6 detik seseorang meninggal karena
stroke. Organisasi Stroke Dunia mencatatat hampir 85% orang yang mempunyai
faktor resiko dapat terhindar dari stroke apabila menyadari dan mengatasi faktor
resiko tersebut sejak dini. (www.yastroki.or.id)
Di Indonesia terdapat beberapa rumah sakit rujukan untuk menangani
penyakit stroke. Di kota Solo RSO Prof. Dr. R. Soeharso atau biasa disebut Rumah
stroke. Di rumah sakit ini terdapat berbagai macam program dan terapi untuk
mendukung proses penyembuhan penyakit stroke. Diantaranya Klinik Neurologi
dan Terapi Wicara. Selain itu salah satu yang mendukung proses terapi dan
penyembuhan tersebut adalah Fisiroterapis. Fisioterapi adalah suatu pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok dalam upaya
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur
kehidupan dengan menggunakan modelitas fisik, agen fisik, mekanis, gerak dan
komunikasi (keputusan Menkes RI no. 778 tahun 2008).
Fisioterapis dapat membantu pasien Stroke dalam rangka penyembuhan,
seperti meningkatkan keseimbangan berjalan, mengurangi spasme (ketegangan)
otot, mengurangi resiko jatuh, hingga meningkatkan kemandirian dan kualitas
hidup. Pada pemeriksaan awal pasien akan diajak mendiskusikan tujuan rehabilitasi
jangka panjang atau jangka pendek. Tujuan ini kemudian akan menjadi acuan dari
program fisioterapi.
Selama proses penyembuhan fisioterapis juga harus bisa memberikan
motivasi kepada pasien. Interaksi antara fisioterapis dengan pasien akan
mempercepat proses penyembuhan, karena hal tersebut akan memberikan dukungan
emosional dan motivasi lebih bagi sang pasien. Motivasi disini dimaksudkan agar
sang pasien dapat hidup mandiri dan produktif kembali. Karena biasanya setelah
stroke, pasien mungkin akan mengalami kesulitan melakukan hal-hal yang
sebelumnya sederhana.
Jika seorang pasien dapat sembuh pasti ada rasa kepuasan dan bahagia
keluarga dan lingkungan, serta konsistensi dalam menjalankan program terapi.
Komunikasi yang baik dan membangun sangat diperlukan agar pasien bersedia
menceritakan sakit atau keluhan yang dialaminya kepada fisioterapis. Komunikasi
yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dan membuat fisioterapis tahu
langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Sehingga dapat mempercepat proses
kesembuhan si pasien.
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti proses
komunikasi antarpribadi yang terjalin antara fisioterapis dan pasien stroke sehingga
pasien termotivasi untuk sembuh.
Masalah tersebut menurut penulis menarik untuk diteliti. Alasannya,
seseorang yang biasanya dapat beraktivitas normal kemudian tiba-tiba tidak dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya karena terkena penyakit stroke kemungkinan
besar mengalami rasa kurang percaya diri. Dirinya merasa tidak berharga lagi bagi
keluarganya. Karena sebelumnya mungkin adalah kepala rumah tangga dan tulang
punggung keluarganya.
Sebagai referensi peneliti telah mempelajari penelitian terdahulu, yang
berjudul Proses Komunikasi Interpersonal Antara Terapis Dengan Anak Autis Di
Esya Terapi Center Sidoarjo Dalam Proses Terapi Wicara oleh Helen Uli Martha
Sitompul tahun 2013 dari Universitas Kristen Petra Surabaya. Tujuan peneltian ini,
yakni untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi interpersonal antara anak
autis dengan terapis dalam proses terapi wicara di Esya Terapi Center Sidoarjo.
Hasil penelitian ini Proses komunikasi yang terjadi dalam proses terapi, antara
penyampaian pesan, didominasi dengan penyampaian pesan non verbal. Dalam
proses komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh terapis dan anak autis
memiliki hambatan yaitu hambatan semantik, fisiologis, dan juga psikologis. Dalam
penelitian ini, peneliti juga menyimpulkan mengenai reward and punishment.
Reward and punishment diberkan oleh para terapi sebagai respon untuk apa yang
dilakukan oleh murid terapinya dan juga sekaligus sebagai etika yang diwajibkan
dari tempat terapis. Sehingga, jika murid terapinya bisa melakukan sesuai dengan
yang diinginkan oleh terapisnya, maka akan diberikan penghargaan sedangkan
hukuman diberikan jika murid terapisnya tidak melakukan hal yang sesuai dengan
apa yang terapis mau. Dan hal ini sekaligus untuk pemberian motivasi kepada murid
autis untuk terus belajar. Dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa dalam proses
penyembuhan anak autis terutama dalam berkomunikasi dengan orang lain juga
adanya campurtangan dari pihak keluarga. Dalam penelitian ini didapatkan,
kurangnya intensitas dalam berkomunikasi bersama keluarga juga menjadi salah
satu hambatan untuk membuat murid autis bisa berkomunikasi dengan orang lain.
Sehingga, murid autis ini tidak terbiasa untuk berkomunikasi dan proses
pembelajaran menjadi terhambat.
Selain penelitian di atas, penelitian kedua yakni, Komunikasi Antar Pribadi
Dan Perubahan Sikap Narapidana (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai
Komunikasi Antarpribadi Petugas Lembaga Permasyarakatan Dalam Merubah
Sikap Narapidana Di Cabang RUTAN Aceh Singkil) oleh Budi Prasetyo tahun 2013
dari Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini, yakni untuk mengetahui
sikap narapidana di cabang Rutan Aceh Singkil. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi dalam merubah sikap narapidana
sangat berpengaruh dalam proses pembinaan yang dilakukan oleh petugas, bentuk
komunikasi yang terdapat dalam pembinaan seperti komunikasi antapribadi dan
komunikasi kelompok sesama petugas dan narapidana. Komunikasi menjadi sebuah
kebutuhan yang diperlukan oleh para narapidana dalam menjalani masa hukuman,
dimana sangat penting dalam bentuk komunikasi itu sendiri.
Kedua penelitian terdahulu di atas memiliki kesamaan dengan penelitian ini,
namun pada penelitian ini subjek dan objek sangat berbeda dengan kedua penelitian
terdahulu di atas, sehingga penelitian ini benar-benar merupakan penelitian baru
dengan judul KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA FISIOTERAPIS
DAN PASIEN (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Fisioterapis Untuk Memotivasi Pasien Penyakit Stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dia atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana komunikasi antarpribadi yang terjalin antara
fisioterapis dan pasien stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta?”
C. Tujuan Penelitian
Atas dasar permasalahan yang dirumuskan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi antarpribadi yang
terjalin antara fisioterapis dan pasien stroke di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta.
Dari Penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi para fisioterapis
dalam menjalankan tugasnya untuk kesembuhan pasien.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kajian Ilmu Komunikasi,
khususnya mengenai kajian komunikasi antarpribadi. Selain itu diharapkan
mampu melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis dan jika
memungkinkan, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian serupa di
waktu yang akan datang.
E. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari komunikasi. Manusia
pada hakikatnya diciptakan untuk saling berinteraksi dengan sesama manusia.
Dalam proses berinteraksi tersebut, komunikasi menjadi salah satu hal yang penting
untuk menunjang terjadinya proses komunikasi tersebut.
Ketika berkomunikasi manusia dapat mengungkapkan atau mengutarakan
apa yang ada di dalam pikirannya dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkannya. Semua itu membutuhkan sebuah komunikasi yang baik dan lancar
agar tercipta situasi dan kondisi harmonis. Komunikasi merupakan interaksi
antarpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti sistem simbol
langsung atau tatap muka maupun melalui media lain (tulisan, oral dan visual).
(Liliweri, 2007: 4)
Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D. Lasswell bahwa cara yang
tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan
“Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada
siapa dan apa pengaruhnya. Meihat dari definisi tersebut, maka Laswell
menurunkan lima unsure komunikasi yang pada dasarnya saling berhubungan antara
unsur satu dengan yang lain. Kelima unsure tersebut yaitu, Sumber (source), pesan
(message), saluran atau media (channel) dan pengaruh atau efek. (Mulyana,
2007:69)
Selain Laswell, Carl I. Hovland, secara terminologis juga menjabarkan
definisi komunikasi, yaitu upaya secara sistematis untuk merumuskan secara tegas
asas-asas penyampaian informasi dan pembentukan pendapat serta sikap. Hovland
menyatakan bahwa objek ilmu komunikasi tidak hanya informasi saja, tetapi juga
meliputi pembentukan pendapat umum (public opinion) maupun sikap publik
(public attitude) yang mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan sosial.
(Effendy, 2009: 9-10)
Dari kedua definisi tersebut, maka dapat dirinci bahwa komunikasi terdiri
dari berbagai elemen-elemen penting, yaitu:
1. Proses antar manusia, yaitu komunikator dan komunikan
2. Pesan, yang berupa ungkapan pikiran dan perasaan
4. Feedback, yang berarti umpan balik yang mendorong terjadinya
pembentukan pendapat umum (public opinion) maupun sikap publik (public
attitude
5. Terbentuk hubungan dalam kehidupan sosial
Dengan begitu dapat diketahui bahwa komunikasi bersifat dinamis dan
selalu berkembang. Melalui komunikasi pula manusia diarahkan untuk tidak
melupakan kodratnya sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain
dan selalu berhubungan dengan sesamanya. Hingga pada saatnya akan tercipta
saling keterikatan antara satu dengan yang lainnya.
Perlu diketahui bahwa komunikasi dibagi menjadi beberapa peringkat, yaitu:
1. Komunikasi Antarpribadi, yaitu komunikasi yang dilakukan antara
individu dengan individu lain yang memungkinkan terjadinya dialog. Pada
umumnya, pada tingkatan ini, komunikasi bersifat akrab dan terbuka.
2. Komunikasi Kelompok, menyampaikan pesan pada sekelompok orang.
Contohnya rapat, komunitas, dan lain lain.
3. Komunikasi Organisasi, adalah komunikasi yang terjadi di dalam
kelompok formal atau dari suatu organisasi.
4. Komunikasi Massa, yaitu komunikasi kepada khalayak umum melalui
media (massa).
5. Komunikasi Antar Budaya, yaitu komunikasi yang terjadi antar
orang-orang yang memiliki perbedaan kebudayaan (ras, etnis, sosial-ekonomi atau
Dalam penelitian ini, peringkat komunikasi yang akan diteliti adalah
komunikasi antarpribadi, dimana setiap pesertanya dapat berkomunikasi lebih
akrab dan terbuka sehingga terbentuk suatu hubungan sosial.
2. Komunikasi Antarpribadi
Effendy mengemukakan komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara
seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut
dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia
berhubung prosesnya yang dialogis. (Liliweri, 1997: 12)
Sedangkan Deddy Mulyana mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara verbal atau non verbal.
(Mulyana, 2000: 73)
Pentingnya suatu komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi
antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam
komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan
pendengar secara bergantian.
Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan
yang menampilkan arus balik langsung. Jadi komunikator mengetahui
tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti
apakah pesan-pesan yang dia kirimkan diterima atau ditolak, berdampak positif
Ketika proses mendengar terjadi, seseorang akan mulai menggali informasi
dan menemukan solusi dari masalahnya. Selain fokus pada isi pembicaraan dia
juga harus peka terhadap bahasa non verbal dan makna di balik kata. Tujuannya
adalah memahami perasaan, pikiran, dan kebutuhan lawan bicaranya. (Wood,
2010: 165-166)
Fungsi komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut.
1. Untuk mendapatkan respon atau umpan balik. Hal ini sebagai salah satu
tanda efektivitas proses komunikasi
2. Untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/umpan balik
3. Untuk melakukan kontrol terhadap sosial, yaitu komunikator dapat
melakukan modifikasi perilaku orang lain dengan cara persuasi.
Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi
kelompok kecil (small group communication). Dalam penelitian ini akan lebih
menekankan pada tipe komunikasi diadik. Karena komunikasi melibatkan dua
orang saja, yaitu fisioterapis dan pasien stroke.
Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua
orang dalam situasi tatap muka. Menurut R. Wayne Pace komunikasi diadik
dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu percakapan, dialog dan wawancara.
Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal. Dialog
berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal.
pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab. (Cangara, 2006:
32)
Komunikasi antarpribadi dibandingkan dengan komunikasi lainnya dinilai
paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung secara tatap muka.
Karena dengan komunikasi itu terjadi kontak pribadi (personal contact) yaitu
pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan.
Ketika menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika itu juga,
tangggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikan pada ekspresi wajah
dan gaya bicara. Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu
menyenangkan dan komunikator akan mempertahankan gaya komunikasi
tersebut, sebaliknya jika tanggapan komunikasi negatif, maka komunikator akan
mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil. Biasanya tanggapan
komunikasi yang negatif disebabkan karena gangguan (noise), baik eksternal
maupun internal.
Menurut Rakhmat (1996) terdapat 5 tanda-tanda komunikasi yang efektif ,
yaitu.
a. Saling pengertian
b. Memberikan kesenangan
c. Mempengaruhi sikap
d. Hubungan sosial yang semakin baik
Rakhmat juga (1998) mengatakan untuk menghasilkan komunikasi
antarpribadi yang efektif, dapat melalui tiga tahap,yaitu:
a. Pembentukan hubungan antarpribadi
Pada tahap ini sering disebut tahap perkenalan. Perkenalan adalah
proses komunikasi dimana individu mengirimkan (secara sadar) atau
menyampaikan (kadang-kadang tidak sengaja) informasi mengenai dirinya
terhadap orang lain.
Menurut Charles R. Burger (1973) informasi pada tahap perkenalan
dapat dikelompokkan menjadi tujuh kategori, yaitu.
1) Informasi demografis
2) Sikap dan pendapat
3) Rencana yang akan datang
4) Kepribadian
5) Perilaku masa lalu
6) Orang lain
7) Hobi dan minat
b. Peneguhan hubungan antarpribadi
Hubungan antarpribadi tidak bersifat statis melainkan selalu berubah.
Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan
antarpribadi akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang
tingkat keakraban yang diperlukan.
Tahap pemutusan hubungan adalah pemutusan ikatan diantara kedua
pihak. Misalnya dalam sebuah pernikahan, pemutusan hubungan
dilambangkan dengan perceraian.
3. Motivasi
Motivasi adalah tenaga atau faktor yang ada di dalam diri manusia
yang mengarahkan tingkah lakunya. Sedangkan kata motif adalah alasan
atau dorongan yang menyebabkan individu melakukan tindakan. (Handoko,
1992: 9)
Ada tidaknya motivasi dalam diri individu dapat dilihat dari tingkah
lakunya, misal usaha yang dilakukan, kecepatan reaksi, tema pembicaraan,
dan impian-impiannya. (Handoko, 1992: 61-62).
Adapun cara memunculkan motivasi yang paling efektif adalah
dengan cara:
1. Menjelaskan tujuan yang akan dicapai dengan sejelas-jelasnya.
Makin jelas tujuan yang akan dicapai, tentu makin kuat usaha untuk
mencapainya. Sebaliknya, makin tidak jelas tujuan yang akan
dicapai, makin lemah juga usaha untuk mencapainya.
2. Menjelaskan pentingnya mencapai tujuan. Di sini perlu
ditunjukkan alasan-alasan, mengapa tujuan itu perlu dicapai. Bila
ternyata tujuan yang akan dicapai tersebut benar-benar dirasa
penting, maka akan menjadi lebih besarlah dorongan untuk
3. Menjelaskan Insentif-insentif yang akan diperoleh akibat tindakan
itu. Insentif tidak harus berupa materi, melainkan dapat berupa
kepuasan batin, nilai hidup, tanda penghargaan, dan lain-lain.
F. Kerangka Pemikiran
Secara sistematis, kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut
F. Metodologi Penelitian
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif
artinya hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian kualitatif
didasarkan pada pemikiran yang berbeda atau malah sebaliknya. Realitas
dihayati sebagai majemuk, bersegi banyak dan berlapis, setiap lapisan unik
saling merasuki. Akibatnya realitas tidak dapat dibagi-bagi, dibatasi, Komunikasi Antarpribadi
Fisioterapis dan Pasien Stroke
Motivasi kepada Pasien Stroke
Hubungan Fisioterapis dengan Pasien Stroke
diseleksi. Untuk memahami realitas dan memudahkan pekerjaan penelitian,
peneliti bisa menentukan fokus, artinya menentukan suatu titik dalam
lapisan realitas itu untuk memulai. (Putra, 2011: 8)
Menggunakan metode ini, penulis berusaha mendeskripsikan hal-hal
apa saja yang dilakukan oleh fisioterapis untuk memotivasi pasien stroke.
Bagaimana pasien bisa termotivasi untuk sembuh dan hidup mandiri
kembali.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini akan dilaksanakan di RSO. Prof. Dr. R.
Soeharso yang berlokasi di Jl. Jend. Ahmad Yani No.157 Surakarta.
Telp. (0271) 714458. Alasan memilih lokasi ini karena selain sebagai
rumah sakit rujukan nasional, RSO. Prof. Dr. R. Soeharso atau Rumah
Sakit Ortopedi Surakarta juga memberikan pelayanan terhadap penyakit
Stroke.
b. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, mulai bulan Januari hingga
bulan Februari 2016
3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Fisioterapis dan pasien penyakit
stroke, baik rawat jalan maupun rawat inap. Sedangkan penarikan subjek
menggunakan purposive sampling.
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data menggunakan
beberapa cara, yaitu:
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang
diselidiki. (Narbuko & Achmadi, 1991: 70).
Dalam penelitian ini jenis observasi yang digunakan adalah observasi
partisipan (participant observation). Dalam penelitian ini, peneliti terlibat
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. (Sugiyono, 2007: 64).
Observasi dimulai pada bulan November 2015. Observasi dilakukan
ketika fisioterapis melakukan interaksi dengan pasien, sehingga dapat
melihat dengan seksama apa saja yang dilakukan oleh fisioterapis.
b. Wawancara
Selain observasi, dalam peneltian ini juga menggunakan metode
wawancara. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam dua orang atau lebih bertatap muka dan
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan. (Narbuko&Achmadi, 1991: 83).
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang akurat dan
gambaran mengenai komunikasi antarpribadi antara fisioterapis dan pasien
stroke. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Wawancara semi terstruktur merupakan bentuk komunikasi yang
dilakukan antara peneliti dan narasumber untuk menggali informasi tentang
suatu topik penelitian dengan menggunakan pedoman yang telah disusun
sebelumnya. (Mulyana, 2002: 180-181)
c. Catatan Lapangan
Penelitian ini juga menggunakan catatan lapangan. Catatan lapangan
berisi tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam
proses pengumpulan data tersebut.
5. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada ada dua yaitu:
a. Data primer
1) Wawancara dengan informan
Jenis data ini diambil dengan cara merekam semua
pertanyaan yang diajukan peneliti dan jawaban dari informan
ketika melakukan wawancara
2) Dokumentasi
Data primer selanjutnya yaitu dokumentasi yang berasal
dari data atau arsip Rumah Sakit Ortopedi Surakarta.
b. Data Sekunder
1) Observasi
Yaitu diperoleh dengan cara melihat langsung atau
mengamati proses komunikasi antara fisioterapis dan pasien
2) Kepustakaan
Bisa diperoleh dari buku, jurnal dan artikel-artikel dari
internet.
6. Teknik Analisis Data.
Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan pada
saat aktivitas di lapangan, yakni bersamaan dengan tahap pengumpulan data.
Salah satu cara yang dianjurkan ialah menurut Miles dan Huberman
(dalam Ardianto, 2011:223). Ada tiga jenis kegiatan dalam analisis data
yaitu dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
a. Mereduksi data
Reduksi bukan sesuatu yang terpisah dari analisis. Ia
merupakan bagian dari analisis. Reduksi data adalah suatu bentuk
analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang dan
menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat
digambarkan.
b. Model data (data display)
Kita mendefinisikan model sebagai suatu kumpulan
informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk yang paling
sering dari model data kualitatif selama ini adalah teks naratif.
Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif
mulai memutuskan apakah makna sesuatu, mencatat keteraturan,
pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab
akibat, dan proposisi-proposisi. (Miles dan Huberman, dalam
Ardianto, 2011:223).
7. Teknik Validitas Data
Validitas Data dalam penelitian komunikasi kualitatif menunjuk pada
sampai mana data yang diperoleh, apakah sudah akurat dan mewakili realitas
yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, untuk menguji validitas data
digunakan triangulasi sumber atau data.Menurut Dwidjowinoto (dalam
Kriyantono, 2010:72) triangulasi sumber adalah membandingkan atau
mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari
sumber yang berbeda. Misalnya, membandingkan hasil pengamatan dengan