• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur)"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA

PADI VARIETAS UNGGUL

(STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN

WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

Oleh PRIMA GANDHI

A14104052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN

WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

Oleh : PRIMA GANDHI

A14104052

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(3)

RINGKASAN

PRIMA GANDHI, 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Ungul (Studi Kasus Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat). Di bawah bimbingan HENY K. S. DARYANTO.

Sistem ketahanan pangan merupakan persoalan tentang penyediaan bahan pangan pokok dalam dimensi kuantitas, kualitas, ruang dan waktu bagi seluruh masyarakat. Dalam bahasa ekonomi masalah ketahanan pangan menyangkut persoalan ekonomi produksi, distribusi dan konsumsi. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia. Indonesia berhasil berswasembada beras pada tahun 1984. Dua dasawarsa terakhir ketersediaan beras nasional hanya mampu memenuhi 90 persen kebutuhan nasional. Ketersediaan beras dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras adalah luas areal panen (usahatani), produksi beras atau gabah, dan jumlah penduduk. Peningkatan produksi padi di Indonesia belum mampu mencukupi permintaan kebutuhan masyarakat dalam negeri yang jumlahya semakin bertambah setiap tahunnya. Agar stok beras nasional tercukupi pemerintah melalui Bulog melakukan impor.

Besarnya volume impor beras menimbulkan berbagai pro-kontra di kalangan masyarakat. Volume impor beras menimbulkan masalah bagi petani padi di Indonesia, karena ketidakmampuan bersaing dalam permasalah harga. Konsumen lebih memilih beras impor karena harganya lebih murah dengan kualitas yang tidak berbeda. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan petani padi. Pemerintah setiap tahunnya berusaha untuk menurunkan nilai impor beras. Untuk menurunkan nilai impor beras Indonesia, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan beberapa kebijakan pertanian. Kebijakan pertanian yang dikeluarkan Deptan meliputi kebijakan pertanian untuk komoditas padi, baik dari segi on farm maupun off farm-nya. Kebijakan dari segi on-farm diantaranya adalah mengeluarkan beberapa padi varietas unggul, pemberian subsidi untuk

pupuk padi dll. Sedangkan dari segi on farm-nya pemerintah mengeluarkan

beberapa kebijakan yang terkait dengan permodalan, tataniaga beras dan penyuluhan di bidang pertanian.

Padi pandanwangi merupakan contoh padi varietas unggul yang sudah ditetapkan oleh negara melalui departemen pertanian. Padi varietas unggul pandan wangi juga dijadikan komoditas unggulan utama hasil pertanian pemerintah Kabupaten Cianjur. Status padi varietas unggul ini harus bisa dibuktikan keunggulan secara ilmiah. Tujuannya agar masyarakat, pemerintah dan khusuanya petani (pemilik dan penggarap) mengetahui keunggulan padi pandan wangi dibanding padi jenis lainnya. Analisis usahatani dan tataniaga pertanian merupakan salah satu alat untuk mengetahui keunggulan suatu usahatani dan tataniaga komoditas pertanian.

(4)

analisis usahatani diiisi oleh petani pemilik dan penggarap. Hal tersebut berdasarkan pemilihan petani yang membudidayakan padi pandan wangi yang bersifat purpossive (sengaja). Wawancara terhadap petugas dari dinas pertanian, petugas ppl dan pengurus kelompok tani juga dilakukan, hal tersebut dikarenakan penelitian ini menggunakan metode participatory action riset.

Hasil analisis usahatani menunjukkan pendapatan yang dihasilkan oleh petani pemilik jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal itu dapat dilihat dari besarnya rasio R per C atas biaya tunai maupun atas biaya total petani pemilik (2,42 dan 1,19) dari petani penggarap (1,07 dan 1,08). Berdasarkan analisis pendapatan, penerimaan dan rasio R per C atas biaya tunai dan atas biaya total, usahatani yang dilakukan oleh kedua jenis strata yaitu petani pemilik penggarap dan penggarap masih menguntungkan karena R per C rasio-nya lebih besar dari satu.

Pendapatan petani (pemilik dan penggarap) masih dapat ditingkatkan lagi karena dalam berusahatani petani masih belum dapat memksimalkan teknik budidaya yang lebih efisien. Hasil analisis tataniaga yang dilakukan adalah (1) Saluran tataniaga yang terbentuk dilokasi penelitian memasarkan beras pandanwangi murni dan beras pandanwangi campuran. Jumlah saluran yang memasarkan beras pandanwangi campuran (10 saluran) lebih banyak dibanding dengan yang murni (6 saluran). Analisis marjin tataniaga, biaya dan keuntungan tidak dilakukan pada saluran-saluran yang menjual beras pandanwangi campuran tidak dilakukan. Alasannya adalah beras pandanwangi campuran yang diperjualbelikan tidak dapat diasumsikan merupakan beras campuran yang memiliki perbandingan dalam jumlah yang sama, diantara lembaga-lembaga terkait dalam proses pengolahan dan pengemasannya. (2) Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran beras dan tingkat petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah, pasar swalayan dan pedagang pengecer daerah dan luar daerah. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi pengadaan secara fisik (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan) serta fungsi pelancar (sortasi dan grading). (3) sebaran nilai marjin saluran tataniaga beras pandanwangi murni jenis super dan kepala, yaitu dari 46,48 persen hingga 58,04 persen. Saluran E2 memiliki persentase nilai marjin beras jenis super yang terkecil. Dengan demikian, maka saluran E2 adalah saluran yang lebih efisien bagi konsumen beras jenis super. Saluran A merupakan saluran beras jenis super yang paling efisien bagi penjual. Hal ini dikarenakan saluran A mempunyai biaya terkecil dan total keuntungan terbesar untuk beras jenis super dengan nilai persentase sebesar 13,12 dan 43,41.Untuk beras pandanwangi jenis kepala, saluran E1 merupakan saluran yang efisien bagi konsumen beras pandanwangi jenis kepala dengan nilai marjin tataniaga sebesar 48,93 persen. Nilai keuntungan saluran D1 sebesar 17,67 persen membuat dari harga konsumen membuat saluran ini efisien bagi penjual.

(5)
(6)

Judul :

Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang Kabupaten

Cianjur)

Nama : Prima Gandhi

NRP :

A14104052

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr.Ir. Heny. K. Daryanto, M.Ec NIP 131 578 790

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL

(STUDI KASUS BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN

WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)” ADALAH KARYA

SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA

PERGURUAN TINGGI MANAPUN, SUMBER INFORMASI YANG

BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN

TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN

DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM BENTUK DAFTAR

PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor,September2008

Prima Gandhi A14104052

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 April 1986. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Edison Muchtar dan Ibu

Yenita.

Penulis mengawali jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak Al-Irsyad,

Bekasi pada tahun 1989, kemudian pada tahun 1990 penulis langsung

melanjutkan ke SD Tunas Jaka Sampurna, Bekasi. Tahun 1996 penulis

melanjutkan ke SMPN 214 Jakarta. Pada Tahun 2004, penulis lulus dari SMAN 3

Jakarta dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi

Masuk IPB). Penulis memilih Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas

Pertanian.

Semasa kuliah penulis cukup aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan.

Penulis aktif telibat dalam kepanitiaan maupun organisasi kemahasiswaan intra

kampus dan ekstra kampus. Pada tingkat satu penulis aktif sebagai staff komisi

advokasi DPM TPB IPB (2004-2005). Kemudian penulis pernah aktif di

organisasi peminat ilmu sosial ekonomi pertanian (MISETA) IPB di departemen

PSDM (2005-2006). Penulispun aktif pada organisasi ekstra kampus yaitu

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Penulis mendapat amanah sebagai Ketua

Umum HMI Komisariat Faperta IPB periode 2007-2008. Penulis juga aktif

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program studi Manajemen Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Propinsi Jawa Barat memegang peranan penting dalam produksi beras

Indonesia. Salah satu daerah sentra produksi beras di Jawa Barat adalah

Kabupaten Cianjur. Jenis beras yang dihasilkan petani di Kabupaten Cianjur

adalah beras varietas unggul nasional IR 64 dan varietas unggul lokal spesifik

pandanwangi. Saat ini beras pandan wangi murni sudah sulit ditemui di pasaran.

Penyebabnya adalah karena sedikit petani yang menanam jenis padi pandanwangi

dan adanya beras pandanwangi campuran. Penggiatan kembali usahatani dan

perbaikan sistem tataniaga pandanwangi harus segera dilakukan masyarakat dan

pemerintah. Tujuannya untuk menjaga kelestarian jenis plasma nuftah asli

Indonesia yang hanya terdapat di Kabupaten Cianjur ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat

kekurangan sehingga diperlukan saran untuk perbaikan agar menjadi lebih baik.

Semoga skripsi ini dapat memberikan mamfaat dan kontribusi pemikiran bagi

semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2008

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan

berkat dan rahmat-NYA, skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis haturkan

terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu banyak dalam

penulisan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sarjana ini.

1. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec.

Terimakasih atas kesabaran Ibu, dalam membimbing bagaimana cara

menulis serta dalam memberikan banyak ide, kritik dan saran yang

membangun.

2. Dosen Penguji Utama, Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. Terimakasih atas

kesediaan waktu Ibu untuk menguji serta memberikan ide, kritik dan saran

yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Dosen Penguji Komisi Pendidikan, Rahmat Yanuar, S.P, M.si.

Terimakasih atas kesediaan waktu Bapak untuk menguji serta memberikan

ide, kritik dan saran yang sangat membangun.

4. Petugas PPL dan Ketua Kelompok Tani Pandan Wangi di

Warungkondang: Bapak Machpudin, Bapak Entus, Bapak H.Mansyur, Ibu.

H. Mansyur dan Bapak H Pepen.

5. Pedagang Beras Pandan Wangi di Cianjur Yaitu, Bapak Iwan, Bapak

Handoyo, Bapak Rais, Bapak Yitno dan Ibu Roro.

6. Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec.

Terimakasih atas bimbingannya selama 5 semester.

7. Ayah dan Ibu Tercinta. Terimakasih untuk semua, limpahan kasih sayang,

motivasi dan doanya.

8. Adik-adikku Ilham Septiawan dan Arya Tama. Terimakasih atas atas

support dan doanya.

9. Semua Uni, Uda, Tante dan Om, terimakasih atas support dan bantuan

lainnya.

(11)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA

PADI VARIETAS UNGGUL

(STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN

WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

Oleh PRIMA GANDHI

A14104052

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN

WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

Oleh : PRIMA GANDHI

A14104052

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(13)

RINGKASAN

PRIMA GANDHI, 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Ungul (Studi Kasus Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat). Di bawah bimbingan HENY K. S. DARYANTO.

Sistem ketahanan pangan merupakan persoalan tentang penyediaan bahan pangan pokok dalam dimensi kuantitas, kualitas, ruang dan waktu bagi seluruh masyarakat. Dalam bahasa ekonomi masalah ketahanan pangan menyangkut persoalan ekonomi produksi, distribusi dan konsumsi. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia. Indonesia berhasil berswasembada beras pada tahun 1984. Dua dasawarsa terakhir ketersediaan beras nasional hanya mampu memenuhi 90 persen kebutuhan nasional. Ketersediaan beras dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras adalah luas areal panen (usahatani), produksi beras atau gabah, dan jumlah penduduk. Peningkatan produksi padi di Indonesia belum mampu mencukupi permintaan kebutuhan masyarakat dalam negeri yang jumlahya semakin bertambah setiap tahunnya. Agar stok beras nasional tercukupi pemerintah melalui Bulog melakukan impor.

Besarnya volume impor beras menimbulkan berbagai pro-kontra di kalangan masyarakat. Volume impor beras menimbulkan masalah bagi petani padi di Indonesia, karena ketidakmampuan bersaing dalam permasalah harga. Konsumen lebih memilih beras impor karena harganya lebih murah dengan kualitas yang tidak berbeda. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan petani padi. Pemerintah setiap tahunnya berusaha untuk menurunkan nilai impor beras. Untuk menurunkan nilai impor beras Indonesia, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan beberapa kebijakan pertanian. Kebijakan pertanian yang dikeluarkan Deptan meliputi kebijakan pertanian untuk komoditas padi, baik dari segi on farm maupun off farm-nya. Kebijakan dari segi on-farm diantaranya adalah mengeluarkan beberapa padi varietas unggul, pemberian subsidi untuk

pupuk padi dll. Sedangkan dari segi on farm-nya pemerintah mengeluarkan

beberapa kebijakan yang terkait dengan permodalan, tataniaga beras dan penyuluhan di bidang pertanian.

Padi pandanwangi merupakan contoh padi varietas unggul yang sudah ditetapkan oleh negara melalui departemen pertanian. Padi varietas unggul pandan wangi juga dijadikan komoditas unggulan utama hasil pertanian pemerintah Kabupaten Cianjur. Status padi varietas unggul ini harus bisa dibuktikan keunggulan secara ilmiah. Tujuannya agar masyarakat, pemerintah dan khusuanya petani (pemilik dan penggarap) mengetahui keunggulan padi pandan wangi dibanding padi jenis lainnya. Analisis usahatani dan tataniaga pertanian merupakan salah satu alat untuk mengetahui keunggulan suatu usahatani dan tataniaga komoditas pertanian.

(14)

analisis usahatani diiisi oleh petani pemilik dan penggarap. Hal tersebut berdasarkan pemilihan petani yang membudidayakan padi pandan wangi yang bersifat purpossive (sengaja). Wawancara terhadap petugas dari dinas pertanian, petugas ppl dan pengurus kelompok tani juga dilakukan, hal tersebut dikarenakan penelitian ini menggunakan metode participatory action riset.

Hasil analisis usahatani menunjukkan pendapatan yang dihasilkan oleh petani pemilik jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan petani penggarap. Hal itu dapat dilihat dari besarnya rasio R per C atas biaya tunai maupun atas biaya total petani pemilik (2,42 dan 1,19) dari petani penggarap (1,07 dan 1,08). Berdasarkan analisis pendapatan, penerimaan dan rasio R per C atas biaya tunai dan atas biaya total, usahatani yang dilakukan oleh kedua jenis strata yaitu petani pemilik penggarap dan penggarap masih menguntungkan karena R per C rasio-nya lebih besar dari satu.

Pendapatan petani (pemilik dan penggarap) masih dapat ditingkatkan lagi karena dalam berusahatani petani masih belum dapat memksimalkan teknik budidaya yang lebih efisien. Hasil analisis tataniaga yang dilakukan adalah (1) Saluran tataniaga yang terbentuk dilokasi penelitian memasarkan beras pandanwangi murni dan beras pandanwangi campuran. Jumlah saluran yang memasarkan beras pandanwangi campuran (10 saluran) lebih banyak dibanding dengan yang murni (6 saluran). Analisis marjin tataniaga, biaya dan keuntungan tidak dilakukan pada saluran-saluran yang menjual beras pandanwangi campuran tidak dilakukan. Alasannya adalah beras pandanwangi campuran yang diperjualbelikan tidak dapat diasumsikan merupakan beras campuran yang memiliki perbandingan dalam jumlah yang sama, diantara lembaga-lembaga terkait dalam proses pengolahan dan pengemasannya. (2) Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran beras dan tingkat petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah, pasar swalayan dan pedagang pengecer daerah dan luar daerah. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi pengadaan secara fisik (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan) serta fungsi pelancar (sortasi dan grading). (3) sebaran nilai marjin saluran tataniaga beras pandanwangi murni jenis super dan kepala, yaitu dari 46,48 persen hingga 58,04 persen. Saluran E2 memiliki persentase nilai marjin beras jenis super yang terkecil. Dengan demikian, maka saluran E2 adalah saluran yang lebih efisien bagi konsumen beras jenis super. Saluran A merupakan saluran beras jenis super yang paling efisien bagi penjual. Hal ini dikarenakan saluran A mempunyai biaya terkecil dan total keuntungan terbesar untuk beras jenis super dengan nilai persentase sebesar 13,12 dan 43,41.Untuk beras pandanwangi jenis kepala, saluran E1 merupakan saluran yang efisien bagi konsumen beras pandanwangi jenis kepala dengan nilai marjin tataniaga sebesar 48,93 persen. Nilai keuntungan saluran D1 sebesar 17,67 persen membuat dari harga konsumen membuat saluran ini efisien bagi penjual.

(15)
(16)

Judul :

Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang Kabupaten

Cianjur)

Nama : Prima Gandhi

NRP :

A14104052

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr.Ir. Heny. K. Daryanto, M.Ec NIP 131 578 790

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL

(STUDI KASUS BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN

WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)” ADALAH KARYA

SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA

PERGURUAN TINGGI MANAPUN, SUMBER INFORMASI YANG

BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN

TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN

DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM BENTUK DAFTAR

PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor,September2008

Prima Gandhi A14104052

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 April 1986. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Edison Muchtar dan Ibu

Yenita.

Penulis mengawali jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak Al-Irsyad,

Bekasi pada tahun 1989, kemudian pada tahun 1990 penulis langsung

melanjutkan ke SD Tunas Jaka Sampurna, Bekasi. Tahun 1996 penulis

melanjutkan ke SMPN 214 Jakarta. Pada Tahun 2004, penulis lulus dari SMAN 3

Jakarta dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi

Masuk IPB). Penulis memilih Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas

Pertanian.

Semasa kuliah penulis cukup aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan.

Penulis aktif telibat dalam kepanitiaan maupun organisasi kemahasiswaan intra

kampus dan ekstra kampus. Pada tingkat satu penulis aktif sebagai staff komisi

advokasi DPM TPB IPB (2004-2005). Kemudian penulis pernah aktif di

organisasi peminat ilmu sosial ekonomi pertanian (MISETA) IPB di departemen

PSDM (2005-2006). Penulispun aktif pada organisasi ekstra kampus yaitu

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Penulis mendapat amanah sebagai Ketua

Umum HMI Komisariat Faperta IPB periode 2007-2008. Penulis juga aktif

(19)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program studi Manajemen Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Propinsi Jawa Barat memegang peranan penting dalam produksi beras

Indonesia. Salah satu daerah sentra produksi beras di Jawa Barat adalah

Kabupaten Cianjur. Jenis beras yang dihasilkan petani di Kabupaten Cianjur

adalah beras varietas unggul nasional IR 64 dan varietas unggul lokal spesifik

pandanwangi. Saat ini beras pandan wangi murni sudah sulit ditemui di pasaran.

Penyebabnya adalah karena sedikit petani yang menanam jenis padi pandanwangi

dan adanya beras pandanwangi campuran. Penggiatan kembali usahatani dan

perbaikan sistem tataniaga pandanwangi harus segera dilakukan masyarakat dan

pemerintah. Tujuannya untuk menjaga kelestarian jenis plasma nuftah asli

Indonesia yang hanya terdapat di Kabupaten Cianjur ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat

kekurangan sehingga diperlukan saran untuk perbaikan agar menjadi lebih baik.

Semoga skripsi ini dapat memberikan mamfaat dan kontribusi pemikiran bagi

semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2008

(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan

berkat dan rahmat-NYA, skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis haturkan

terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu banyak dalam

penulisan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sarjana ini.

1. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec.

Terimakasih atas kesabaran Ibu, dalam membimbing bagaimana cara

menulis serta dalam memberikan banyak ide, kritik dan saran yang

membangun.

2. Dosen Penguji Utama, Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. Terimakasih atas

kesediaan waktu Ibu untuk menguji serta memberikan ide, kritik dan saran

yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Dosen Penguji Komisi Pendidikan, Rahmat Yanuar, S.P, M.si.

Terimakasih atas kesediaan waktu Bapak untuk menguji serta memberikan

ide, kritik dan saran yang sangat membangun.

4. Petugas PPL dan Ketua Kelompok Tani Pandan Wangi di

Warungkondang: Bapak Machpudin, Bapak Entus, Bapak H.Mansyur, Ibu.

H. Mansyur dan Bapak H Pepen.

5. Pedagang Beras Pandan Wangi di Cianjur Yaitu, Bapak Iwan, Bapak

Handoyo, Bapak Rais, Bapak Yitno dan Ibu Roro.

6. Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec.

Terimakasih atas bimbingannya selama 5 semester.

7. Ayah dan Ibu Tercinta. Terimakasih untuk semua, limpahan kasih sayang,

motivasi dan doanya.

8. Adik-adikku Ilham Septiawan dan Arya Tama. Terimakasih atas atas

support dan doanya.

9. Semua Uni, Uda, Tante dan Om, terimakasih atas support dan bantuan

lainnya.

(21)

11.Teman-teman sepermainanku: Aulia N (AGB), Herikson (AGB), Guntur

(AGR), Satria (TIN), Beng-Beng (TIN), Wahyu (AGR), Didit (HPT) dan

teman-teman lainnya.

12.Teman-teman seperjuangan selama KKP di Desa Bumi Jawa Tegal:

Semoga sukses untuk kita semua di masa mendatang.

13.Teman satu bimbingan skripsi : Ariani Dian, Mitha, Reni, Laura dan

Viona.

14.Kanda/Yunda, Teman-teman dan Adinda di HMI Komisariat Fakultas

Pertanian IPB ( Kanda Yeka, Kanda Adi, Bang Aliansyah, Bang Ian, Bang

Laso, Bang Dika, Fandy, Dina, Siri, Nuy, Mirza, Galih, Andri, Indri, dan

semua keluarga besar HMI Komisariat Fakultas Pertanian IPB)

15.Bang Karim, Bang Dila, Bang Sofyan, Bang Sultan dan Abang-abang

lainnya, Syahril Ilhami terima kasih atas semangat dan ilmu

pengetahunanya selama ini.

16.Rekan C1-001, SOSEK 41, PONDOK IONA, DPM TPB 2004-2005 dan

MISETA. Terimakasih atas persahabatan yang tak ternilai selama di IPB.

17.Mbak Dewi, Mbak Dian, Teh Ida, Pak Yusuf. Terimakasih banyak atas

kerjasamanya membantu penulis selama perkuliahan, seminar dan sidang.

(22)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem ketahanan pangan merupakan persoalan tentang penyediaan bahan

pangan pokok dalam dimensi kuantitas, kualitas, ruang dan waktu bagi seluruh

masyarakat. Dalam bahasa ekonomi masalah ketahanan pangan menyangkut

persoalan ekonomi produksi, distribusi dan konsumsi.

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk

Indonesia. Dengan jumlah 205 juta jiwa penduduk Indonesia memerlukan pangsa

energi dan protein sebanyak 55 persen (Saragih,2002). Makanan alternatif lainnya

belum mampu menggantikan beras. Oleh karena itu beras bisa dikatakan sebagai

makanan pokok bangsa Indonesia dengan permintaan di pasaran mencapai 139 kg

per kapita per tahun (BPS, 2006).

Indonesia berhasil berswasembada beras pada tahun 1984. Saat itu

ketersediaan beras nasional mencapai lebih dari 25,90 juta ton. Akan tetapi,

setelah dua dasawarsa ketersediaan beras nasional hanya mampu memenuhi 90

persen kebutuhan nasional. Agar stok beras nasional tetap terjamin pemerintah

melalui Bulog melakukan impor (Malian, 2001).

Ketersediaan beras dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang

mempengaruhi ketersediaan beras adalah luas areal panen (usahatani), produksi

beras atau gabah, dan jumlah penduduk. Berikut ini disampaikan risalah

perkembangan keragaan produksi padi di Indonesia dan perkembangan jumlah

(23)

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Produksi Padi Indonesia

1971-1971         119.208.229       8.324.322        20.483.687       24,61

1980         147.490.298       9.005.065        29.651.905       32,93 2,64 0,91 4,97 3,76 1990         179.378.946        10.502.357        45.178.751       43,02 2,16 1,66 5,24 3,06 1995         194.754.808        11.438.764        49.744.140       43,49 1,71 1,78 2,02 0,22 2000         205.132.458        11.793.475        51.898.852       44,01 1,07 0,62 0,87 0,24 2005         218.868.791        11.839.060        54.151.097       45,74 1,34 0,08 0,87 0,79 2006         222.051.300        11.786.430        54.454.937       46,02 1,45 0,04 0,56 1,01 2007         224.904.900        12.124.827        57.051.679       47,05 1,29 2,87 4,77 1,84 2008         227.779.100        12.299.391        58.268.796       47,38 1,28 1,44 2,13 0,68

Sumber : Bappenas, UNDP dan Deptan (Diolah)

Keterangan :

1. Jumlah penduduk diatas tahun 2000, merupakan data proyeksi

2. Produksi padi tahun 2008, merupakan angka ramalan Deptan

3. Produktivitas = Produksi Padi per Luas Lahan Panen

Tabel 1 diatas menerangkan bahwa; Pertama, penduduk Indonesia terus

mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan yang relatif berbeda untuk

setiap periodenya. Selama kurun 1971-1990 laju pertumbuhan penduduk sebesar

2,40 persen per tahun. Laju pertumbuhan pada periode 1990-2008 menurun

menjadi 2 persen per tahun. Selama periode 2005-2008 laju pertumbuhan

penduduk sekitar 1,34 persen. Kedua, Pemerintah sudah berupaya dalam

meningkatkan produksi beras nasional melalui upaya peningkatan areal panen dan

berbagai upaya peningkatan produktivitas padi. Laju peningkatan pertambahan

areal panen pada periode 1971-2008 sebesar 1,29 persen per tahun. Laju

peningkatan produksi periode 1971-2008 sebesar 4,98 persen per tahun. Pada era

tahun 1980-an laju peningkatan produksi relatif besar dan sempat mengalami

(24)

tahun 2007 produksi padi mengalami peningkatan yang cukup besar. Ketiga

mencermati angka-angka laju pertumbuhan masing-masing indikator terlihat

bahwa dari tahun 1995, laju peningkatan luas areal panen dan laju peningkatan

produksi selalu dibawah laju peningkatan penduduk, terkecuali pada tahun 2007

dan 2008. Hal ini menandakan adanya upaya dalam memecahkan stagnasi

pertumbuhan produksi padi di Indonesia.

Produksi padi di Indonesia cenderung stabil. Badan Pusat Statistik (BPS)

tahun 2001 menunjukkan angka produksi padi hanya mencapai 50,46 juta Ton

gabah kering giling (GKG) atau menurun sekitar 1,44 juta ton GKG (2,77 persen).

Apabila angka tersebut dibandingkan dengan produksi tahun 2000 yang mencapai

51,90 juta ton GKG, maka produksi tahun 2002 meningkat sebesar 0,75 persen

atau sebesar 50,84 juta ton GKG dibandingkan tahun 2001. Dalam kurun waktu

1984-2002 oleh Badan Pusat Statistik luas panen, produksi dan produktivitas padi

di Indonesia ditunjukkan oleh Tabel 2. Penyebab menurunnya produksi adalah (i)

tidak ditemukannya teknologi yang tepat untuk mengolah lahan di luar Pulau

Jawa; (ii) tidak adanya diversifikasi teknologi pangan; serta (iii) meningkatnya

populasi penduduk di Indonesia (pada Tabel 1).

Tingkat produksi dan produktivitas padi nasional mengalami peningkatan

dari tahun 1971 sampai 2008. Akan tetapi laju pertumbuhan produksi padi dan

laju peningkatan produktivitas padi setiap tahunnya berfluktuasi (Tabel 1). Hal itu

disebabkan oleh berkurangnya luas areal panen.

Peningkatan produksi padi di Indonesia belum mampu mencukupi

permintaan kebutuhan masyarakat dalam negeri. Akibatnya pemerintah

(25)

kurun waktu 1997-2002 cenderung fluktuatif kecuali tahun 1998 saat puncak

krisis ekonomi. Pada tahun 2004-2006 nilai volume impor beraspun berfluktuatif

tetapi terjadi penurunan yang signifikan nilai impor tahun 2004-2006 dibanding

tahun 1997-2002.

Peningkatan impor beras pada kurun waktu 1997-2002 juga disebabkan

oleh penurunan produksi beras akibat berkurangnya luas panen yang disebabkan

adanya konversi lahan, yang menurunkan luas panen sehingga produktivitas

menurun dari tahun sebelumnya. Selain itu faktor alam seperti El Nino,

kekeringan, perubahan iklim serta cuaca dalam kurun waktu 2003 dan 2004 juga

ikut mempengaruhi produksi dan produktivitas. Perkembangan impor beras

Indonesia sejak tahun 1997-2006 di sajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Impor Beras di Indonesia Tahun 1997-2006

Tahun Jumlah (Ton)

Sumber : Andi Irawan, 2007

Besarnya volume impor beras menimbulkan berbagai pro-kontra di

kalangan masyarakat. Volume impor beras menimbulkan masalah bagi petani padi

di Indonesia, karena ketidakmampuan bersaing dalam permasalah harga. Harga

beras impor cenderung lebih murah dibandingkan dengan harga beras lokal yang

memiliki mutu dan kualitas yang hampir sama. Harga beras impor di Pasar Induk

(26)

tersebut lebih rendah dibandingkan beras lokal dari petani dengan kualitas standar

termurah yang harga jualnya paling murah berkisar antara Rp. 3.500 dan Rp.

3.600 per kg. Dampaknya petani lokal merugi karena harga mereka tidak

ekonomis dibandingkan dengan beras impor (Andi Irawan,2007).

Konsumen lebih memilih beras impor karena harganya lebih murah

dengan kualitas yang tidak berbeda. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan

petani padi. Selain itu penyebab penurunan pendapatan petani adalah tingginya

ongkos produksi yang dikeluarkan petani berupa biaya pengolahan lahan (tanah),

penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan), biaya input pertanian (seperti

pupuk,benih dan lain-lain), biaya transportasi dan biaya-biaya yang lainnya

mengalami kenaikan. Kondisi ini telah menyebabkan terjadinya penurunan

pendapatan usahatani petani padi.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam rangka pemenuhan pangan penduduk Indonesia yang jumlahnya

terus meningkat, produksi beras dari Pulau Jawa masih diandalkan oleh

pemerintah. Pulau Jawa memegang peranan penting dalam produksi beras, dengan

produksi sekitar 56 persen, selebihnya 22 persen di Pulau Sumatera, 10 persen di

Pulau Sulawesi dan 5 persen di Pulau Kalimantan. Di perkirakan beberapa tahun

kedepan Pulau Jawa tetap akan menjadi produsen utama beras di Indonesia.

Pemerintah tetap mengandalkan Pulau Jawa sebagai produsen beras utama

di Indonesia. Propinsi Jawa Barat yang terletak di Pulau Jawa terus meningkatkan

produksi beras, minimal untuk memenuhi kebutuhan beras bagi penduduknya

(27)

3,99 persen. Hal ini harus diikuti oleh peningkatan mutu yang baik sebab saat ini

peningkatan mutu (intensifikasi) padi belum mendapat perhatian serius karena

penurunan produksi padi di Jawa barat rata-rata 0,37 persen per tahunnya (Dinas

Perkebunan dan Hortikultura, 2006).

Ketersedian pangan di Jawa Barat masih ditopang oleh produksi sendiri,

cadangan masyarakat dan impor. Ada beberapa daerah lumbung padi (daerah

penghasil padi utama di propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Cianjur termasuk

salah satu diantaranya.

Kabupaten Cianjur merupakan daerah agraris yang flatform

pembangunannya bertumpu pada sektor pertanian. Hal ini dibuktikan dengan

keberhasilan Kabupaten Cianjur menjadi salah satu daerah di Jawa Barat yang

berswasembada padi. Dengan jumlah produksi padi per tahun sekitar 625.000 ton,

kabupaten ini masih memperoleh surplus padi (surplus bersih) sekitar 40 persen

per tahunnya setelah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih (Dinas

Pertanian Kab. Cianjur, 2006)

Produksi pertanian padi terdapat di seluruh wilayah Kabupaten Cianjur,

akan tetapi dalam menghasilkan produk hasilnya masih berfluktuasi setiap

tahunnya (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa sebelum krisis ekonomi

di tahun 1997, produksi padi sawah sudah mulai mengalami penurunan

(1995-1996). Hal ini disebabkan oleh jumlah lahan yang ditanami dan luas lahan yang

dipanen, keduanya sama-sama mengalami penurunan. Keberhasilan panen raya,

pengendalian hama, irigasi dan pemupukan yang lebih baik (intensifikasi

pertanian yang optimal) menjadi faktor yang mempengaruhi peningkatan

(28)

saat terjadinya puncak krisis ekonomi. Hal ini mengakibatkan inflasi yang tinggi,

sehingga berdampak terhadap kenaikan semua barang dan jasa.

Tabel 3. Perbandingan Keadaan Tanaman Padi Sawah Tahun 1995-2001 di Daerah Kabupaten Tingkat II Cianjur

Tahun Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi Bruto (Ton) Produktivitas (Kw/Ha)

1995 114,923 104,630 664,601 63,52

1996 107,338 104,430 646,568 61,91

1997 102,550 86,846 630,175 72,56

1998 128,358 111,021 659,499 59,40

1999 116,326 113,948 678,104 59,51

2000 110,091 109,430 661,757 60,11

2001 109,710 107,430 659,906 60,15

Sumber: Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur Tahun 1997-2002

Kenaikan harga faktor-faktor input pertanian seperti benih padi, pupuk dan

alat-alat produksi (Saprodi) pertanian, menyebabkan sebagian besar petani di

Kabupaten Cianjur tidak bisa mengolah lahannya. Hal ini disebabkan oleh dua

kemungkinan yaitu : terbatasnya modal petani dalam mengolah usahataninya dan

penerimaan (income) petani lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang harus

dikeluarkannya (outcome).

Penurunan luas lahan di Kabupaten Cianjur ternyata berbanding lurus

dengan penurunan luas panen yang mempengaruhi penurunan jumlah produksi

padi. Penyebabnya tidak berbeda jauh dengan kondisi umum pertanian di

Indonesia, yaitu maraknya konversi lahan menjadi perumahan ataupun dijadikan

daerah industri. Dampaknya adalah lahan yang ditanami padi di daerah Cianjur

menjadi berkurang. Hal ini merupakan bukti nyata dari neoliberalisme di

Indonesia yang terbukti menumpas kehidupan petani.

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa produksi padi sawah mengalami

(29)

menjadi 678,104 ton pada tahun 1999). Peningkatan produksi pasca krisis terjadi

karena sebagian besar petani menanami kembali lahannya (kecuali tahun 1999

luas lahan yang di tanam menurun dibanding tahun sebelumnya). Namun

peningkatan jumlah produksi tersebut tidak diikuti dengan peningkatan

produktivitas. Angka produktivitas hingga tahun 1999 menurun dibandingkan

tahun 1997 (dari 61,45 Kw per Ha menjadi 59,51 Kw per Ha). Hal itu

menunjukan keberhasilan panen tidak merata di semua wilayah Cianjur.

Peningkatan jumlah produksi pasca krisis ekonomi tidak berlangsung lama, yakni

hanya tahun 1998 dan 1999. Tampak pada Tabel 3 bahwa pada tahun 2000 hingga

2001 produksi padi sawah menurun kembali. Penyebabnya adalah karena luas

lahan tanam dan luas panen mengalami penurunan.

Sebagian besar petani di Kabupaten Cianjur menanami padi varietas

unggul nasional IR 64 dan varietas unggul lokal spesifik (Tabel 4) yaitu

pandanwangi. Tabel 4 menunjukan varietas-varietas yang ditanam oleh petani

padi di Kabupaten Cianjur. Secara khusus Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur

menetapkan padi varietas pandanwangi menjadi komoditas unggulan utama hasil

pertanian di samping tanaman Palawija, sayuran, buah-buahan dan tanaman hias.

Pemerintah Kabupaten Cianjur yang diwakili oleh Dinas Pertanian beserta

jajarannya, menggalakan kembali pembentukan kelompok petani khusus untuk

padi pandanwangi. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan produksi padi

pandanwangi sebagai komoditas unggulan daerah Cianjur dan mempermudah

komunikasi berupa transfer informasi teknologi pertanian antara petani dengan

pemerintah (petugas penyuluhan pertanian, petugas dinas dari Departemen

(30)

kelompok tani ini diharapkan dapat memecahkan pelbagai permasalahan yang

terjadi ditingkat petani seperti masalah dalam hal pembudidayaan (usahatani) dan

tataniaganya (pemasarannya).

Tabel 4. Realisasi Penyebaran Varietas Padi

Masa Tanam : Bulan September 2001 S per D Bulan Februari 2002

6.Cilamaya Muncul 246 ‐ 246

7.Widas 4.793 ‐ 4.793

8.Ciherang 1.449 ‐ 1.449

9.Aromatik 50 ‐ 50

10.Towuti 250 521 771

II Varietas Lokal

1.Pandan Wangi 14.939 ‐ 14.939

2.Tembleg ‐ 6.559 6.559

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur (2003)

Daerah-daerah penghasil padi pandanwangi sebagian besar merupakan

daerah yang kaya akan air, sehingga jarang ditemui adanya permasalahan yang

berkaitan dengan air dalam pembudidayaaannya. Padi jenis pandanwangi

memiliki perbedaan dibandingkan dengan jenis padi lainnya. Perbedaaan tersebut

adalah pada proses pembudidayaan hingga proses penangganan pasca panennya

(penggolahan dari bentuk gabah menjadi beras). Umur tanaman yang lebih lama

(31)

memiliki bentuk dan tekstur serupa, sehingga beras yang beredar di pasaran

sebagian besar merupakan beras pandanwangi campuran.

Pola tataniaga beras pandan wangi dari tingkat petani hingga konsumen

akhir melalui berbagai lembaga tataniaga yang terlibat dalam suatu saluran

tataniaga. Banyaknya mata rantai saluran tataniaga dari tingkat petani hingga

konsumen akhir menyebabkan besarnya perbedaan harga produk yang diterima

oleh petani dan harga produk yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Dalam hal

ini petani sebagai produsen, cenderung untuk menjual gabah kepada lembaga

tataniaga selanjutnya dari pada mengolahnya secara langsung. Semakin banyak

lembaga yang terlibat dalam tataniaga beras, maka semakin besar nilai marjin

tataniaga yang akan terjadi (Primas, 2008).

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani padi

pandanwangi yang diterima petani penggarap dan pemilik penggarap di

lokasi penelitian.

2. Bagaimana efisiensi dan marjin tataniaga padi pandanwangi di lokasi

penelitian.

3. Bagaimana struktur pasar dan fungsi tataniaga padi pandanwangi di lokasi

(32)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani padi

pandanwangi yang diterima petani penggarap dan pemilik penggarap.

2. Melihat efisiensi, dan marjin tataniaga komoditas padi pandanwangi di

lokasi penelitian.

3. Mengetahui struktur pasar dan fungsi tataniaga komoditas padi

pandanwangi seperti lembaga dan saluran tataniaga, farmer share, rasio

keuntungan dan biaya tataniaga di lokasi penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini

diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi dalam hal

usahatani dan tataniaga beras varietas unggul khususnya komoditi beras

(pandanwangi), terutama bagi instansi terkait seperti Pemerintah Daerah Tingkat

II Cianjur beserta Dinas Pertaniannya dalam rangka mengambil langkah-langkah

yang tepat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi beras

pandanwangi sebagai varietas unggul daerah serta memperbaiki sistem tataniaga

yang selama ini dilakukan. Bagi penulis penelitian ini merupakan sarana untuk

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku kuliah, serta sebagai

syarat dalam menyelesaikan studi di bangku kuliah. Selain itu, penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan masukan bagi penelitian berikutnya yang berkaitan

(33)

1.5 Ruang Lingkup penelitian

Penelitian ini dibatasi oleh:

1. Produk yang diteliti adalah Beras Pandan Wangi, yang difokuskan pada beras

pandan wangi jenis super dan kepala

2. Objek Penelitian adalah petani dan pedagang beras (lembaga tataniaga)

pandanwangi di kabupaten Cianjur yang berjumlah 30 responden dan 24

pedagang yang berdagang di Kabupaten Cianjur, Kota Cianjur, Kota Bogor

(34)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Komoditas Beras

Beras yang berasal dari Padi (Oryza Sativa Sp) merupakan bahan makanan

pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Rata-rata konsumsi beras masyarakat

Indonesia adalah 290 gr per kapita per hari (Susenas, 2002). Beras memiliki rasa

yang enak, sesuai dengan selera masyarakat Indonesia umumnya serta memiliki

kandungan gizi (kalori dan protein) yang jauh lebih tinggi dibanding komoditas

yang lainnya (seperti jagung, ketela, kentang dan sagu).

Beras termasuk komoditas pertanian strategis, karena ketahanan dan

kedaulatan pangan Indonesia saat ini bertumpu pada produksi beras dengan

jumlah yang sesuai konsumsi nasional, harga terjangkau dan bergizi tinggi. Untuk

itu pemenuhan kebutuhan pokok ini tergantung pada produksi beras dalam negeri.

Apabila terjadi kekurangan stok beras nasional akibat kurangnya produksi dalam

negeri, pemecahan yang selalu dilakukan pemerintah adalah dengan cara

mengimpor beras dari luar negeri.

2.2 Gambaran Beras pandanwangi

Pandanwangi adalah beras khas Cianjur yang berasal dari padi bulu

varietas unggul lokal Javanica. Aroma yang dimiliki oleh padi dan beras ini

adalah aroma daun pandan, maka sejak tahun 1973 padi ini dikenal dengan

sebutan “pandanwangi”. Deskripsi padi pandanwangi antara lain; Varietas unggul

lokal ini ditanam di dataran sedang dengan ketinggian sekitar 700 m di atas

(35)

1.000 butir gabah adalah 30 gr, beraroma daun pandan, kadar amilose 26 persen

dan potensi hasil 6-7 Ton per Ha malai kering pungut.

Jenis padi varietas lokal asli Cianjur ini secara terbatas di tanam pada

areal pesawahan di Kecamatan Warung Kondang, Cugenang, Cianjur dan

sekitarnya dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Termasuk varietas

Javanika (varietas unggul) atau padi bulu dengan ciri-ciri tinggi tanaman rata-rata

diatas 1 meter, tidak tahan rebah, umur panjang (panen 2 kali setahun) dan kurang

respon terhadap pemupukan. Ciri-ciri lainnya adalah tidak tahan terhadap virus

kerdil, rumput dan tungro, rasanya beras enak, wangi dan tidak basi sehingga

harga beras jenis ini cukup mahal. Keunikannya apabila padi ini ditanam di luar

daerah setra produksinya di Cianjur, maka rasanya berbeda dan aroma pandannya

tidak muncul (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur,2002). Daerah-daerah sentra

produksi padi pandanwangi di Kabupaten Cianjur tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Daerah Sentra Produksi padi pandanwangi di Kabupaten Cianjur Tahun 2002

Kecamatan Jumlah Kelompok  Tani

Wr.Kondang 28 2,597 2,985 760 6,298 348 5,950

Cibeber 20 818 3,200 351 2,080 216 1,864

Cugenang 14 912 2,174 357 1,874 468 1,406

Cilaku 31 412 2,574 210 1,472 143 1,329

Cianjur 14 494 1,206 183 1,088 187 901

Campaka 2 40 2,800 15 88 12 76

Jumlah 78 4,870 14,939 1,876 12,901 1,374 11,527

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur 2002

Menurut laporan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2001), beras

(36)

diantaranya protein, lemak, gula pereduksi, zat besi (Fe), zat tembaga (Cu) dan

kalori. Persentase kadar gula pereduksi lebih besar dibandingkan dengan kadar

protein dan lemak (Tabel 6).

Teknik usahatani padi pandanwangi hampir sama dengan menanam padi

varietas lokal lainnya. Langkah pertama adalah persiapan pengolahan tanah

dimulai dengan pembabatan jerami, pembuatan saluran air sepanjang pematang

dan perbaikan pematang yang dikerjakan dengan menggunakan cangkul dan arit.

Kemudian langkah pengolahan tanah dapat dilakukan dengan mengunakan tenaga

manusia, hewan ataupun mesin. Alat yang biasa digunakan adalah bajak, garu,

papan perata tanah, singkal dan rotari. Langkah berikutnya adalah membuat

persemaian dan pemupukan persemaian. Persemaian dibuat pada bagian sawah

yang airnya terjamin terhindar dari banjir pada waktu hujan serta terhindar dari

gangguan ternak peliharaan. Luas lahan persemaian perhektar antara 450-500

meter persegi. Proses ini dikerjakan dengan tenaga manusia dan mengunakan

cangkul. Setelah itu proses selanjutnya adalah pembenihan dan perlakuan benih.

Benih yang baik adalah benih hasil pemurnian pertumbuhan di lapangan (sawah).

Benih yang diperlukan dalam satu hektar sawah adalah 30-40 kg.Waktu yang

diperlukan dalam penyemaian sehingga menjadi malai antara 160-180 hari.

Setelah berbentuk malai barulah dilakukan persiapan tanam. Proses persiapan

tanam meliputi : (1) Meratakan dan menggaris, (2) Mencabut bibit dan menanam.

Dalam proses tersebut alat yang digunakan adalah alat caplakan, tali, golok dan

koran, sebagai alat pengangkut bibit digunakan tangkai merang padi. Tenaga yang

digunakan adalah tenaga kerja manusia. Proses selanjutnya adalah pemupukan.

(37)

SP 36 100-150 kg, KCl 50-75 kg. Apabila mengunakan pupuk organik maka

bahan organik yang digunakan adalah feces atau urine hewan baik unggas

maupun hewan ternak domba, kambing atau sapi, sampah organik dapur berupa

sisa-sisa sayuran, abu hawu dan sampah dapur organik lainnya, sisa tanaman padi

(jerami), pohon pisang serta rumput-rumputan. Dosis pupuk organik yang

diberikan cukup 4-6 ton per hektarnya. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan

adalah pengendalian hama dan penyakit padi pandanwangi. Hama yang dominan

menyerang tanaman padi adalah tikus, keong mas, walang sangit, hama putih dan

Ulat Grayak. Sedangkan penyakit yang banyak menyerang adalah Balst, Tungro.

Untuk menanggulanginya biasanya digunakan pestisida sesuai dengan hama atau

penyakit yang diderita. Kemudian penyiangan dan sanitasi serta pengaturan air di

sawah (irigasi) adalah hal yang harus dilakukan sebelum panen. Panen padi

pandanwangi di panen sekitar 145-155 hari setelah tanam atau 160-190 hari

semai. Alat yang digunakan adalah ani-ani. Setelah padi dipanen dilakukan

proses penjemuran secara bertahap 3-4 hari.

Dari segi tataniaganya beras pandanwangi banyak dijual di toko-toko dan

kios-kios beras di sekitar Kota Cianjur yang dijajakan dalam berbagai ukuran

kemasan mulai dari 5 kg sampai dengan 50 kg dengan berbagai grade dan

kualitas, diantaranya beras super, beras kepala ( I dan II). Harga beras di pasaran

(38)

Tabel 6. Kandungan Zat Gizi Beras pandanwangi per 100 gram

No Parameter Satuan Hasil

1. Kadar Protein % 8,97

2. Kadar Lemak % 0,32

3. Kadar Gula Pereduksi % 63,39

4. Fe Ppm 4,65

5. Cu Ppm 6,42

6. Kalori kg/g 14,81

Sumber : Institut Pertanian Bogor (IPB) (2001)

Selain pandanwangi, petani di Kabupaten Cianjur juga menanam padi

varietas IR 64, Cisadane, Way seputih, Way Apo Buru, Cibodas, Cilamaya

Muncul, Widas, Ciherang, Aromatik, Towuti, Tambleg, Cere, Hawara, Cingkrik,

Boneng dan BTN. Jenis padi non lokal yang banyak ditanam oleh petani adalah

IR 64. Pemerintah mengenalkan jenis padi non lokal pertama kali melalui

Program Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW). Berbeda dengan padi

pandanwangi, penanaman padi IR 64 menyebar diseluruh daerah Kabupaten

Cianjur. Hal itu terlihat dari realisasi penyebaran padi ini pada masa tanam

periode September 2001 sampai dengan Februari 2002 yang mencapai 29,828 Ha.

Perkiraan hasil potensial padi varietas ini mencapai 5-7 Ton per Ha dalam satu

kali panen.

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Satria (1995), yang bertujuan menelaah masalah perberasan

pasca swasembada di Indonesia, perkembangan konsep dan pemikiran tentang

kebijakan perberasan, dampak berbagai kebijakan perberasan terhadap

kesejahteraan petani serta masalah perberasan di Indonesia dalam menghadapi

pasar global. Berdasarkan penelitian tersebut, dalam tataniaga beras terdapat

(39)

Shaffreddie (1998) mengkaji perkembangan produksi di Indonesia dan

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya; mengkaji perkembangan

konsumsi beras di Indonesia untuk keperluar konsumsi rumah tangga, non rumah

tangga dan kegiatan ekspor-impor, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhinya; mengkaji pola tataniaga beras di Indonesia dan lembaga

tataniaga yang terlibat di dalamnya; serta mengkaji peranan BULOG dalam

pengadaan, penyaluran, dan penyediaan cadangan beras nasional.

Wijaya (2002) dengan tujuan penelitiannya untuk mengetahui keragaan

usahatani padi input rendah di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang,

membandingkan pendapatan dan kelayakan usahatani padi input rendah terhadap

usahatani padi input tinggi atau konvensional; dan mengetahui level efisien

penggunaan faktor produksi pada usahatani padi input rendah.

Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pendapatan kotor dan pendapatan

bersih usahatani petani input rendah pemilik lebih besar dibandingkan dengan

petani input rendah penggarap. Begitu pula pendapatan kotor dan pendapatan

bersih petani konvensional pemilik lebih tinggi dibanding petani konvensional

penggarap.

Wijaya menyatakan bahwa usahatani padi input rendah berada pada daerah

produksi yang rasional, namun penggunan faktor produksinya belum mencapai

level efisien. Hal ini dilihat dari rasio VMPx per Px masing-masing faktor

produksi yang lebih besar atau lebih kecil dari satu.

Andrida (1993) mengunakan Index of Market Connection (IMC) sebagai

alat analisis untuk melihat tingkat keterpaduan pasar antara pasar-pasar lokal di

(40)

tersebut diperoleh bahwa keterpaduan pasar dalam jangka pendek antara PIBC

dengan pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta untuk jenis IR dan Cisadane maupun

gabungan keduanya terlihat sangat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa

pembentukan harga di pasar-pasar lokal hampir seluruhnya ditentukan oleh

kondisi pasar itu sendiri, sehingga informasi harga yang ditentukan di pasar

referensinya kurang berpengaruh.

Penelitian Komara pada tahun 2000, yang bertujuan untuk mengetahui

saluran tataniaga yang terdapat dalam tataniaga komoditas beras di Kabupaten

Karawang, serta lembaga-lembaga apa saja yang terlibat di dalamnya,

menganalisis marjin tataniaga diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat

dalam tataniaga beras serta fungsi-fungsi yang dilakukan oleh Bulog atau Sub

Dolog dan Non Bulog dilihat dari marjin tataniaga serta indeks keterpaduan

pasarnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa saluran tataniaga beras memiliki

banyak alternatif, diantaranya ditelusuri sebanyak dua belas saluran tataniaga.

Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga itu adalah pedagang

pengumpul, huller, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pedagang

pengecer, KUD serta Dolog. Dengan fungsi tataniaga yang dilakukan adalah

fungsi pertukaran (pembeli dan penjualan), dan fungsi fisik (penyimpanan,

pengolahan, pengangkutan) serta fungsi fasilitas (standarisasi dan grading).

Menurut Komara, semakin banyak penambahan fungsi tataniaga dan

lembaga tataniaga yang terlibat akan menghasilkan biaya tataniaga yang semakin

tinggi dan mempengaruhi marjin tataniaga yang terbentuk. Dari analisis marjin

tataniaga dan penyebarannya, saluran tataniaga melalui Bulog lebih efisien

(41)

antara Pasar Induk Cipinang (PIC) dengan Bulog maupun dengan KUD

Binamukti dalam jangka pendek masih rendah. Hal ini menunjukan pembentukan

harga pada satu pihak tidak membawa pengaruh bagi pihak lain.

Penelitian Syahroni (2001), bertujuan antara lain untuk menganalisis ; (1)

mekanisme pasar oleh PIC (Pasar Induk Cipinang), (2) pangsa pasar beras PIC

dan tingkat persediaan beras stabil yang perlu dipertahankan PIC dan, (3)

keterpaduan pasar beras melalui Index of Market Connection (IMC) di DKI

Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, saluran tataniaga beras dari daerah

hingga konsumen mempunyai enam alternatif pola. Pangsa PIC dalam distribusi

beras untuk wilayah DKI pada tahun 1997 sebesar 57,21 persen dan pada tahun

1998 sebesar 55,56 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pasokan langsung dari

daerah semakin lama semakin meningkat, tetapi juga ada indikasi masuknya

pasokan beras dari daerah Lampung, karena fasilitas transportasi dari Lampung

sama baiknya dengan Cirebon.

Menurut Syahroni, jumlah beras yang harus disediakan di PIC adalah

sebesar 1,784 ton per hari supaya stok beras terjamin. Dengan demikian perlu ada

penambahan sekitar 208 Ton per hari dari kondisi tersebut. Dari data harga tahun

1999 yang dianalisisnya menunjukkan tidak adanya keterpaduan pasar antara

pasar induk dengan pasar eceran, karena besaran koefisien IMC-nya semua lebih

(42)

Tabel 7. Tabel Penelitian Tataniaga Terdahulu

No Nama  Tahun Penelitian Judul penelitian Alat analisis Hasil Penelitian 1 Nanang F 1998 Analisis Efisiensi 

Tataniaga Mangga 

Cangkir,Arumanis  dan Gedong di 

Indramayu

(1) Analisis efisiensi  saluran tataniaga, (2) 

Marjin tataniaga

Sistem tataniaga mangga tidak efisien  karena kecilnya nilai marjin pemasaran dan 

tidak adanya keterpaduan pasar

2 Hermanto 1998 Analisis Deskripsi 

Sistem Tataniaga 

Komoditas Cabai 

Merah di Tegal,  Brebes dan 

Pemalang

(1) Analisis efisisensi 

saluran tataniaga, 

(2)Marjin tataniaga

orientasi pemasaran daerah penghasil 

cabai adalah Pasar Induk Kramat jati

3 Bambang H 1999 Analisis Sistem  Tataniaga Gula Pasir 

Pasca Monopoli  Bulog

(1) Analisis keterpaduan  pasar secara vertikal, (2) 

Marjin tataniaga

Persaingan di tingkat pedagang pengecer  sangat ketat dan kompetitif hal ini 

ditunjukan dengan nilai marjin pengecer  yang kecil

4 Rinaldi 2002 Hubungan Persepsi 

Calo Beras Terhadap 

sebagai penghubung dan negositor

5 Nanang S 2005 Analisis Tataniaga  Beras di Pasar 

Tradisional dan 

Modern di DKI  Jakarta

(1) Analisis struktur pasar,  (2) Marjin pemasaran

Petani berda dalam posisi yang paling  lemah karena sebagai price taker dalam 

saluran tataniaga

6 Hasniah 2005 Analisis Efisiensi 

Sistem Tataniaga 

Saluran tataniaga yang paling efisien 

adalah Petani, Pedagang pengecer,  Konsumen karena memiliki marjin 

tataniaga yang terkecil

7 Tita Tehyati 2005 Analisis Efisiensi 

Tataniaga Ikan Hias 

Saluran Tataniaga sudah efisien karena 

strukturnya adalah pasar persaingan  sempurna dna efisiensi secara ekonomis 

sudah terjadi 8 Nursakinah 2006 Analisis Efisiensi 

Tataniaga Ikan Hias 

Saluran yang paling sedikit rantainya yaitu  Petani,Pedagang Besar, Eksportir 

merupakan saluran yang paling efisien, 

karene memiliki marjin tataniaga terkecil 9 Dwi Haryanto 2006 Analisis Efisiensi 

Tataniaga Ikan Hias 

Sistem tataniaga pupuk urea belum efisien  agar efisien perlu dibangun gudang pupuk 

urea di lini III (kabupaten) 10 Diah Maharani 2007 Analisis Efisiensi 

Tataniaga Ikan Hias 

Air Tawar di  Rancamaya, Bogor

(1) Analisis Pendapatan  Usahatani, (2) Analisis 

Struktur pasar, (3) Marjin   tataniaga, (4) Farmer's 

share

Ada 5 saluran tataniaga jamur tiram putih  di Bandung, tidak ada saluran yang efisien 

karean marjin pemasaran lembaga lebih  besar daripada petani Sumber : Skripsi Tahun 1998, 1999, 2002, 2005, 2006, dan 2007

(43)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Usahatani

Usahatani adalah seluruh organisasi alam, tenaga kerja, modal dan

manajemen yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian (Soeharjo dan

Patong, 1973). Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja

diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang

terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Pada umumnya

ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil,

pengetahuan petani terbatas, kurang dinamik sehinggga berakibat pada rendahnya

pendapatan usahatani (Soekarwi et al, 1986). Terbatasnya modal seringkali

menyebabkan petani tidak mampu membeli teknologi. Dengan keterbatasan itu

usahatani cukup dilaksanakan oleh teknologi petani sendiri.

Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya berbeda-beda

(Soeharjo dan Patong, 1973). Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan

keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian

disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (Subsistence farm). Sedangkan

bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan , maka usahatani

yang demikian disebut usahatani komersial (Commercial Farm).

Soekartawi (1995), menyatakan bahwa ciri petani komersial adalah; (1)

cepatnya adopsi terhadap inovasi, (2) cepat mobilitas pencarian informasi, (3)

berani menanggung resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup.

(44)

teknologi serta kemajuan pembangunan yang hampir merata ke berbagai pelosok

daerah, petani tidak lagi mengusahakan usahataninya secara subsisten melainkan

semi subsisten (setengah subsisten dan setengah komersial). Perubahan tersebut

diantaranya disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin maju dalam

hal produksi sehingga mempermudah pekerjaan petani, kebutuhan petani yang

semakin banyak, teknologi informasi yang memberikan berbagai informasi

produk, teknologi dan kebutuhan serta adanya perubahan pandangan masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani terdiri dari

faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain teknologi, penggunaan

input, dan cara (teknik) bercocok tanam. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari

cuaca, iklim, hama dan penyakit.

Hemanto (1989), menyatakan dalam usahatani selalu ada empat unsur

pokok yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi, yaitu :

1. Tanah

Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah, dan

sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri,

membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan ataupun

wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur,

ataupun tumpangsari.

2. Tenaga Kerja

Jenis tenaga kerja adalah tenaga kerja manusia, dibedakan menjadi tenaga

kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan,

ketrampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan

(45)

dengan cara upahan). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga

kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu :

1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,7 HKP; dan 1 anak = 0,5 HKP.

3. Modal

Unsur lainnya yang mendukung kelancaran suatu kegiatan usahatani

adalah modal. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana

produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal

diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pinjaman uang dari

famili atau tetangga dan lain-lain), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak

sewa.

4. Pengelolaan atau Manajemen

Pengelolaan usahatani dalah kemampuan petani untuk menentukan,

mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai

dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian

sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil,

maka pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik meliputi : (a) perilaku

cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi

yang dikuasai; (d) daya dukung faktor cara yang dikuasai; dan (e) cara budidaya

dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Pengenalan dan

pemahaman prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan perkembangan harga; (b)

kombinasi cabang usaha; (c) tataniaga hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e)

pengolongan modal dan pendapatan serta (f) ukuran-ukuran keberhasilan yang

lazim dipergunkan lainnya. Panduan penerapan kedua prinsip itu tercermin dari

(46)

Ketersediaan menerima resiko sangat tergantung kepada ; (a) tersedianya modal;

(b) status petani; (c) umur; (d) lingkungan usaha; (e) perubahan sosial serta (f)

pendidikan dan pengalaman petani.

3.1.2 Analisis Pendapatan Usahatani

Usahatani yang dilakukan petani akhimya akan memperhitungkan

biaya-biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya-biaya

yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh merupakan pendapatan

bersih dari kegiatan usahatani.

Soeharjo dan Patong (1973), menyebut bahwa analisis pendapatan

mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari

analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu

kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu

kegiatan usaha. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi

petani untuk dapat mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau

tidak.

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu

keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.

Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yakni hasil kali antara

jumlah output yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Sedangkan

pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam

satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan sutau produk dalam suatu

periode produksi.

(47)

produk yang dikonsumsi keluarga petani, dan (3) kenaikkan nilai inventaris

(selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun). Sedangkan pengeluaran

usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Bentuk

pengeluaran usahatani berupa pengeluaran yang diperhitungkan (inputed cost).

Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya

pembelian sarana produksi dan biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan

pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenamya

pendapatan kerja petani seandainya bunga modal dan nilai kerja keluarga

diperhitungkan.

Bentuk-bentuk analisis pendapatan usahatani antara lain :

1. Analisis Pendapatan Tunai ,Pendapatan Total dan Analisis Biaya per

Satuan Produksi Usahatani yaitu analisis yang digunakan untuk melihat

keuntungan relatif dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan

perhitungan finansial. Dalam analisis ini dilakukan dua pendekatan, yaitu

perhitungan pendapatan atas dasar biaya tunai dan perhitungan atas dasar

biaya total (biaya tunai dan biaya total diperhitungkan). Analisis biaya per

satuan produksi digunakan untuk menentukan perkiraan harga jual atau

keuntungan relatif yang diperoleh dari penjualan komoditi hasil usahatani.

Dalam analisis ini digunakan untuk menentukan perkiraan harga jual atau

keuntungan relatif yang diperoleh dari penjualan komoditi hasil usahatani.

Dalam analisis ini digunakan dua unsur yang menjadi perhitungan utama,

yaitu produksi kotor dan biaya total. Produksi kotor merupakan total

(48)

pengeluaran total adalah pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan

produksi tersebut.

2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya ( R per C ratio). Salah satu

ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang

dikeluarkan (Revenue-Cost ratio atau R per C ratio). Rasio penerimaan

atas biaya menunjukan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh

dari setiap produk dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi

usahatani. Dengan analisis ini dapat diketahui apakah suatu usahatani

menguntungkan atau tidak. Jika nilai rasio R per C-nya lebih besar atau

sama dengan satu, maka usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya

jika nilai rasio R per C-nya kurang dari satu berarti belum

menguntungkan. Secara teoritis dengan rasio R per C = 1 artinya tidak

untung dan tidak rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang

kadang-kadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut

keyakinan si peneliti. Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat pada tingkat

produksi berapa suatu usahatani mencapai titik impas. Atau Break Even

Point (BEP). Bila produksi mencapai sekitar OYI, maka usahatani itu rugi,

karena R<TC; sebaliknya bila produksi berada di OY, maka usahatani itu

(49)

Rp R

TC

VC

---FC

O Y1 Y

Gambar 1. Titik Impas (Break Even Point) Usahatani

3.1.3 Tataniaga Pertanian

Menurut Limbong dan Sitorus (1985) tataniaga pertanian adalah semua

kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik

dari barang-barang hasil pertanian dan barang-bamg kebutuhan usaha pertanian

dari tangan produsen ke tangan konsumen. Selain itu termasuk didalamnya

kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang

ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan

yang lebih tinggi kepada konsumennya.

Menurut Sudiyono (2002), tataniaga pertanian adalah proses aliran

komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna

tempat dan bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan

melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi tataniaga. Tataniaga pertanian tidak

hanya meliputi aliran komoditi pertanian uang terjadi setelah proses produksi pada

usahatani, tetapi juga meliputi penyediaan input produksi untuk melakukan proses

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Produksi Padi Indonesia 1971-
Tabel 2. Perkembangan Impor Beras di Indonesia Tahun 1997-2006
Tabel 3. Perbandingan Keadaan Tanaman Padi Sawah Tahun 1995-2001 di Daerah Kabupaten Tingkat II Cianjur
Tabel 7. Tabel Penelitian Tataniaga Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA). Permintaan beras nasional semakin meningkat seiring dengan

teknologi budidaya anjuran; komponen biaya produksi terbesar dalam usaha tani karet rakyat di daerah penelitian adalah tenaga kerja; terdapat dua bentuk saluran tata niaga karet

Kisaran Penerimaan, Biaya produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi Pada Petani Lapisan Atas dan Petani Lapisan Bawah Pada Musim Tanam 2012 Per Luas Lahan

Penerimaan dalam penelitian ini adalah pendapatan kotor yang diterima oleh petani dari hasil penjualan padi sawah dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) yang dikalikan dengan