• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN

BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN

VARIETAS UNGGUL BARU

(Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Oleh

DIAN MURDANI H34066035

PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

DIAN MURDANI. Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Varietas Pandan

Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Di Bawah Bimbingan RITA NURMALINA SURYANA.

Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia yang memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi harus mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduknya terutama beras. Namun, sampai saat ini Indonesia masih memiliki masalah dalam memenuhi kebutuhan pangan secara swasembada.

Pemerintah Kabupaten Cianjur berupaya untuk mendukung tercapainya swasembada beras dengan memasyarakatkan varietas padi Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru. Pandan Wangi memiliki keunggulan dari segi kualitas dan harga sehingga dijadikan sebagai komoditas unggul utama di Kabupaten Cianjur.

Kabupaten Cianjur terutama Kecamatan Warungkondang yang merupakan sentra produksi beras Pandan Wangi seharusnya terus mengembangkan potensi daerah yang dimiliki. Namun kenyataannya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Luas areal penanaman padi Pandan Wangi di daerah tersebut mengalami penurunan karena banyak petani padi Pandan Wangi yang beralih menanam padi Varietas Unggul Baru seperti Ciherang.

Penelitian ini bertujuan mengkaji keragaan usahatani dan menganalisis pendapatan usahatani padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru, menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran dan efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Kecamatan Warungkondang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2008 di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat yaitu di Desa Bunikasih, Desa Tegallega dan Desa Mekarwangi.

Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Jumlah responden usahatani sebanyak 60 petani yaitu 30 petani yang menanam padi Pandan Wangi dan 30 petani yang menanam padi Varietas Unggul Baru. Pengambilan responden usahatani dilakukan dengan sengaja (metode purposive). Responden untuk analisis pemasaran ditentukan dengan metode snow ball

sampling dengan mengikuti alur tataniaga mulai dari petani sampai ke konsumen.

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang usahatani dan pemasaran beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Kecamatan Warungkondang. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, analisis R/C ratio, analisis marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.

Input yang digunakan pada usahatani padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru terdiri dari benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Petani padi Pandan Wangi menggunakan benih bersertifikat dan benih budidaya sendiri. Petani padi Varietas Unggul Baru memperoleh benih dari produsen benih nasional dan dari bantuan pemerintah. Pupuk yang digunakan yaitu Urea, Phonska (NPK),

(3)

TSP dan SP-36. Pestisida yang digunakan yaitu matador, decis, arivow dan furadan. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja wanita, pria dan traktor.

Teknik budidaya padi Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru terdiri dari pembibitan, pengolahan tanah, penanaman, penyulaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit serta pemanenan. Umur tanam padi Pandan Wangi lebih lama yaitu 145-155 hari sehingga hanya bisa dibudidayakan dua kali dalam satu tahun sedangkan Varietas Unggul Baru hanya 110-115 hari sehingga bisa dibudidayakan tiga kali dalam satu tahun. Selain itu, padi Pandan Wangi dipanen dalam bentuk malai kering panen (MKP) sedangkan padi Varietas Unggul Baru dipanen dalam bentuk gabah kering panen (GKP).

Hasil analisis usahatani per musim diketahui pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total per hektar usahatani Pandan Wangi pada setiap musim lebih besar daripada Varietas Unggul Baru. Hasil analisis usahatani per tahun diketahui pendapatan atas biaya tunai per hektar usahatani Pandan Wangi lebih kecil daripada Varietas Unggul Baru. Hal ini dikarenakan selisih antara penerimaan usahatani padi Varietas Unggul Baru dengan padi Pandan Wangi lebih besar daripada selisih antara total biaya tunai padi Varietas Unggul Baru dengan padi Pandan Wangi. Pendapatan atas biaya total per hektar per tahun padi Pandan Wangi lebih besar daripada padi Varietas Unggul Baru. Hal ini dikarenakan selisih antara penerimaan usahatani padi Varietas Unggul Baru dengan padi Pandan Wangi lebih kecil daripada selisih antara biaya total padi Varietas Unggul Baru dengan padi Pandan Wangi.

Usahatani kedua varietas padi tersebut layak untuk diusahakan dilihat dari nilai R/C rasio. R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total usahatani padi Pandan Wangi lebih besar daripada Varietas Unggul Baru. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi Pandan Wangi akan memberikan penerimaan yang lebih besar daripada penerimaan petani padi Varietas Unggul Baru dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan.

Saluran pemasaran beras Pandan Wangi dan beras Varietas Unggul Baru di daerah penelitian berbeda. Pemasaran beras Pandan Wangi terdiri dari dua saluran yaitu (1) petani - pedagang di Pasar Tani Deptan - konsumen dan (2) petani - Gapoktan Citra Sawargi - CV. Quasindo - retail - konsumen. Pemasaran beras Varietas Unggul Baru terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani - pedagang pengumpul - konsumen ; (2) petani - pedagang pengumpul - pedagang besar (grosir) - konsumen dan (3) petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer - konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran tersebut melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas.

Saluran pemasaran beras Pandan Wangi yang dapat dikatakan efisien adalah saluran (2c) karena memiliki total margin yang terkecil, nilai farmer’s

share terbesar jika dibandingkan dengan saluran (2a) dan (2b) serta penyebaran

rasio pada setiap lembaga pemasaran yang terdapat pada saluran (2c) lebih merata dibandingkan dengan saluran lainnya. Saluran pemasaran beras Varietas Unggul Baru yang dapat dikatakan efisien adalah saluran pemasaran (2) karena memiliki total margin yang terkecil, nilai farmer’s share terbesar dan penyebaran rasio pada setiap lembaga pemasaran yang terdapat pada saluran (2) lebih merata dibandingkan dengan saluran lainnya. Disamping itu saluran pemasaran (2) lebih banyak digunakan sehingga volume penjualan beras pada saluran (2) lebih banyak. 

(4)

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN

BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN

VARIETAS UNGGUL BARU

(Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

DIAN MURDANI H34066035

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Dian Murdani

Nomor Registrasi Pokok : H34066035 Program Mayor : Agribisnis

Judul : Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Varietas

Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS NIP 131 685 542

Mengetahui :

Ketua Departemen Agribisnis

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 131 415 082 Tanggal Kelulusan : November 2008

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (KASUS KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT) ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, November 2008

Dian Murdani

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan, Sumatera Utara pada tanggal 02 Pebruari 1986 sebagai anak pertama dari lima bersaudara keluarga Bapak Drs. H. Mara Muda Nasution, MM dan Ibu Hj. Murni Ritonga.

Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 02 Padangmatinggi, Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 1997. Pendidikan tingkat menengah dapat diselesaikan penulis pada tahun 2000 di SMP Negeri 1 Padangsidimpuan. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2003 di SMU Negeri 3 Padangsidimpuan.

Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selepas menempuh program Diploma III, penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2006 hingga tahun 2008.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah membimbing hamba-hambanya menuju kebahagian melalui Rasul-Nya dan Al-Quran al Karim. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, November 2008

Dian Murdani

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS sebagai dosen pembimbing yang dengan

sabar memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatiannya yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

2. Tanti Novianti, SP, MSi atas kesediaannya menjadi dosen evaluator dalam seminar proposal penelitian dan penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini. 3. Tintin Sarianti, SP, MM atas kesediaannya menjadi dosen komite akademik

dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Papa, Mama tercinta yang selalu mendoakan, memberi semangat, mendukung

penulis dengan penuh kasih sayang. Adik-adikku tersayang yang memberikan semangat, membesarkan hatiku, membuat segalanya jadi indah dan ceria. 5. Aa Anwar, Bapak H. Pepen dan keluarga yang telah banyak membantu dalam

pengumpulan data responden dan menyediakan fasilitas tempat tinggal.

6. Bapak Machpudin, keluarga besar Gapoktan Citra Sawargi dan seluruh responden yang telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini.

7. Erwin Saputra Zega, SH atas semua kasih sayang, semangat dan doanya. 8. Keluarga besarku di Jakarta atas bantuan, nasehat, kebaikan dan doanya. 9. Seluruh staf sekretariat Ekstensi AGB yang telah membantu penulis.

10. Teman-teman kosan, Keluarga Muslim Ekstensi (Kamus) dan rekan-rekan AGB yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga ukhuwah kita tetap terjalin dan hanya Allah SWT yang dapat menilai dan membalas segala amal kebaikan yang telah dilakukan, Amin.

Bogor, November 2008

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Gambaran Umum Komoditas Beras ... 13

2.1.1. Varietas Unggul ... 13

2.1.2. Beras Aromatika (Frangrant Rice) ... 15

2.1.3. Beras Pandan Wangi ... 16

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu... 17

2.2.1. Studi Empiris Mengenai Beras Pandan Wangi ... 17

2.2.2. Studi Empiris Mengenai Usahatani dan Pemasaran ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 23

3.1.1. Konsep Usahatani ... 23

3.1.2. Konsep Pemasaran ... 26

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

IV. METODE PENELITIAN ... 34

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.2. Data dan Sumber Data ... 34

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 34

4.4. Analisis Data ... 36

4.4.1. Analisis Usahatani ... 36

4.4.2. Analisis Pemasaran ... 38

4.5. Defenisi Operasional ... 40

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 42

5.1. Wilayah dan Topografi ... 42

5.2. Sosial Ekonomi Masyarakat ... 43

5.3. Profil Gabungan Kelompok Tani ... 44

5.4. Karakteristik Petani Responden ... 46

5.4.1. Status Usaha ... 47

5.4.2. Umur ... 48

(11)

5.4.4. Luas Areal Usahatani Padi ... 49

5.4.5. Pengalaman dalam Usahatani Padi ... 50

5.4.6. Status Kepemilikan Lahan ... 50

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

6.1. Keragaan Usahatani Padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru ... 52

6.1.1. Penggunaan Input ... 52

6.1.2. Teknik Budidaya ... 57

6.1.3. Output Usahatani ... 62

6.2. Analisis Usahatani Padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru ... 63

6.2.1. Penerimaan Usahatani ... 64

6.2.2. Biaya Usahatani ... 65

6.2.3. Pendapatan Usahatani ... 68

6.3. Analisis Pemasaran Padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru ... 71

6.3.1. Lembaga dan Fungsi Pemasaran ... 71

6.3.2. Saluran Pemasaran ... 85

6.3.3. Margin Pemasaran, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan/ Biaya ... 90

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

7.1. Kesimpulan ... 96

7.2. Saran... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia

Tahun 2006 - 2008 ... 3

2. Jumlah Impor Beras Dunia Tahun 2004 - 2007 ... 4

3. Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Jumlah Produksi Padi di Kabupaten Cianjur Tahun 2001 - 2006 ... 5

4. Luas Areal Sebaran Padi Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur Tahun 2001 - 2006 ... 6

5. Kandungan Zat Gizi Beras Pandan Wangi per 100 Gram ... 16

6. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian ... 22

7. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani ... 38

8. Karakteristik Petani Padi Varietas Pandan Wangi dan Petani Padi Varietas Unggul Baru ... 47

9. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani Padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru per Hektar per Musim Tanam ... 52

10. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani Padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru per Hektar per Tahun ... 53

11. Produksi Padi Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru per Hektar ... 62

12. Penerimaan Padi Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru per Hektar per Musim per Tahun ... 64

13. Produksi, Penerimaan, Biaya, Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru per Hektar per Musim Tanam ... 69

14. Produksi, Penerimaan, Biaya, Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru per Hektar per Tahun ... 70

15. Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan oleh Lembaga-lembaga Pemasaran Beras Pandan Wangi ... 72

16. Harga Beli dan Harga Jual Beras Xiang Mi di Retail ... 81

17. Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan oleh Lembaga-lembaga Pemasaran Beras Varietas Unggul Baru ... 85

18. Margin Pemasaran, Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran dan Farmer’s Share Pemasaran Beras Pandan Wangi di Warungkondang... 91

19. Margin Pemasaran, Rasio Keuntungan terhadap Biaya Pemasaran dan Farmer’s Share Pemasaran Beras Varietas Unggul Baru ... 94

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Margin Tataniaga ... 29 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 33 3. Saluran Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan

Warungkondang ... 87 4. Saluran Pemasaran Beras Varietas Unggul Baru di Kecamatan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Setiap Provinsi

di Indonesia Tahun 2007 ... 104 2. Bulir Beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru

(Ciherang) ... 105 3. Deskripsi Padi Varietas Pandan Wangi Berdasarkan Keputusan

Menteri Pertanian No.163/Kpts/LB.240/3/2004 ... 106 4. Deskripsi Padi Varietas Ciherang ... 107 5. Deskripsi Padi Varietas IR 64 ... 108 6. Rincian Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani

Padi Pandan Wangi per Hektar per Musim Tanam ... 109 7. Rincian Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani

Padi Varietas Unggul Baru per Hektar per Musim Tanam... 111 8. Rincian Penerimaan, Biaya, Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani

Padi Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru per Hektar per Tahun... 113 9. Rincian Margin, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan terhadap

Biaya pada Pemasaran Padi Varietas Pandan Wangi ... 115 10. Rincian Margin, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan terhadap

Biaya pada Pemasaran Padi Varietas Unggul Baru ... 116 11. Kuesioner Usahatani Beras Pandan Wangi dan Beras Varietas Unggul Baru ... 117 12. Kuesioner Pemasaran Beras Pandan Wangi dan Beras Varietas Unggul Baru ... 121

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia yang memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi harus mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Namun, sampai saat ini Indonesia masih memiliki masalah dalam memenuhi kebutuhan pangan secara swasembada. Bahkan, Indonesia semakin tergantung pada pasokan pangan impor seperti beras, kedelai, jagung, gandum dan gula.

Ketergantungan komoditas beras pada luar negeri menjadi masalah yang besar bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan beras merupakan sumber bahan pangan pokok masyarakat Indonesia yang belum dapat digantikan oleh sumber pangan lainnya. Tingginya ketergantungan terhadap luar negeri menyebabkan apabila terjadi penurunan produksi beras baik di dalam maupun di luar negeri akan berdampak pada melemahnya ketahanan pangan nasional.

Angka konsumsi langsung rumah tangga yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan, tahun 2004 konsumsi beras rumah tangga yaitu 115,5 kilogram per kapita per tahun1. Pada tahun 2005 angka konsumsi langsung rumah tangga menurun menjadi 110 kilogram per kapita per tahun2. Penurunan ini terjadi karena masyarakat tidak hanya mengkonsumsi beras sebagai sumber bahan pangan pokok tetapi mulai mengkonsumsi pangan dengan bahan yang beragam.

       

1Bustanul Arifin. http://www.google.com//Dibalik Kisruh Impor Beras. 2 Desember 2005.

(Diakses tanggal 10 November 2008) 

2 . http://www.google.com//Perkuat Cadangan VS Ekspor Beras.31 Maret 2008.

(16)

Menurut data Badan Pusat Statistik, tahun 2002 rata-rata konsumsi beras yang mencakup konsumsi langsung rumah tangga, konsumsi industri makanan, kebutuhan benih, susut dan kegunaan lain mencapai 115,5 kilogram per kapita per tahun. Pada tahun 2003 turun menjadi 109,7 kilogram per kapita per tahun tetapi tahun 2004 rata-rata konsumsi beras naik drastis menjadi 138,81 kilogram per kapita per tahun dan tahun 2005 naik menjadi 139,15 kilogram per kapita per tahun3. Konsumsi beras nasional dinilai sangat tinggi dibandingkan negara lainnya di Asia seperti Jepang hanya 60 kilogram per kapita per tahun dan Malaysia 80 kilogram per kapita per tahun4.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2008) pada Tabel 1, Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2007 sebesar 57,16 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), terjadi kenaikan sebanyak 2,70 juta ton (4,96 %) dibandingkan produksi tahun 2006. Kenaikan produksi terjadi karena peningkatan luas panen padi di Indonesia seluas 361,21 ribu hektar (3,06 %) dan juga peningkatan produktivitas sebesar 0,85 kuintal/hektar (1,84 %). Kenaikan produksi terjadi di beberapa provinsi terutama di Provinsi Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Lampung, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat.

Angka Ramalan II (ARAM II) produksi padi tahun 2008 diperkirakan sebesar 59,88 juta ton GKG, terjadi kenaikan sebanyak 2,72 juta ton (4,76 %) dibandingkan produksi tahun 2007 (ATAP). Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen padi di Indonesia seluas 237,61 ribu hektar        

3Suswono. http://www.google.com//Urgensi Menyelidiki Impor Beras. 24 Januari 2006.

(Diakses tanggal 11 November 2008) 

4Endonesia. http://www.google.com//Konsumsi Beras Nasional 139 Kg/Kapita. 14 Juni 2007.

(17)

(1,96 %) dan juga peningkatan produktivitas sebesar 1,30 kuintal/hektar (2,76 %). Kenaikan produksi diperkirakan terjadi di beberapa provinsi terutama di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah.

Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2006 - 2008 Uraian 2006 2007 2008* Perkembangan 2006-2007 2007-2008 Absolut % Absolut % Luas Panen(ha) Jawa 5.703.589 5.670.947 5.825.941 -32.642 -0,57 154.994 2,73 Luar Jawa 6.082.841 6.476.690 6.559.301 393.849 6,47 82.611 1,28 Indonesia 11.786.430 12.147.637 12.385.242 361.207 3,06 237.605 1,96 Produktivitas (ku/ha) Jawa 52,53 53,72 55,18 1,19 2,27 1,46 2,72 Luar Jawa 40,27 41,21 42,28 0,94 2,33 1,07 2,60 Indonesia 46,20 47,05 48,35 0,85 1,84 1,30 2,76 Produksi (ton) Jawa 9.960.638 30.466.339 32.147.328 505.701 1,69 1.680.989 5,52 Luar Jawa 4.494.299 26.691.096 27.729.891 2.196.797 8,97 1.038.795 3,89 Indonesia 4.454.937 57.157.435 59.877.219 2.702.498 4,96 2.719.784 4,76

Keterangan : Bentuk produksi padi adalah Gabah Kering Giling (GKG) *) ARAM (Angka Ramalan) II 2008

Sumber : Badan Pusat Statistik, 20085

Meskipun produksi padi Indonesia beberapa tahun ini mengalami peningkatan, namun jumlah produksi tersebut belum dapat mengimbangi jumlah konsumsi beras penduduk Indonesia. Tingginya konsumsi beras mengakibatkan permintaan beras di dalam negeri tinggi dan tidak seimbang dengan ketersediaan beras. Oleh karena itu pemerintah melakukan kebijakan impor beras.

Indonesia termasuk kedalam enam negara pengimpor beras terbesar di dunia seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tingginya jumlah impor beras menyebabkan masalah bagi petani di Indonesia terutama dalam persaingan harga        

5http://www.bps.go.id//Berita Resmi Statistik No. 38/07/Th. XI. 1 Juli 2008. (Diakses tanggal

(18)

dengan beras impor murah yang mendapatkan subsidi dari negara asalnya. Jumlah impor beras Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2006 karena terjadi peningkatan produksi padi di Indonesia pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006.

Tabel 2. Jumlah Impor Beras Dunia Tahun 2004 – 2007

No NEGARA IMPOR *) 2004 2005 2006 2007 **) ∆ (%) 1 Indonesia 500 539 1,900 1,600 -7.99 2 Philippines 1,890 1,791 1,900 1,900 -5.24 3 Nigeria 1,777 1,600 1,700 1,700 -9.96 4 n Iran, Islamic Rep. 983 1,251 1,100 900 9.08 5 EU-27 1,058 1,083 1,000 1,100 12.36 6 Saudi Arabia 1,357 1,448 6,310 7,115 19.46

Dunia 29,009 28,888 28,915 29,847 2.81 Sumber : United States Department of Agriculture, "Grain: World Markets and Trade" Desember 20076

Note : *) = 000 metric tons **) = Estimate

Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengurangi jumlah impor beras adalah dengan melakukan pengembangan varietas padi. Pengembangan tersebut ditujukan agar tercipta varietas-varietas padi unggul yang mampu memenuhi keinginan petani padi seperti potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit dan mutu produk tinggi. Selain itu juga ditujukan untuk pemenuhan keinginan konsumen beras baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Beberapa varietas padi yang sedang dikembangkan antara lain Varietas Unggul Baru dan Varietas Unggul Lokal. Varietas Pandan Wangi merupakan salah satu Varietas Unggul Lokal yang sedang dikembangkan. Daerah

       

6 http://www.google.com//beras-jagung-kedelai-sawit-kopi-karet-dunia.htm. (Diakses tanggal

29Agustus 2008)   

(19)

pengembangan varietas Pandan Wangi adalah di Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Majalengka, dan Karawang (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2003).

Harga beras Pandan Wangi lebih mahal daripada beras Varietas Unggul Baru karena Pandan Wangi merupakan varietas padi aromatik berkualitas tinggi yang menghasilkan nasi yang pulen, enak dan wangi pandan. Tingginya harga beras Pandan Wangi juga dikarenakan lamanya produksi padi Pandan Wangi dibandingkan dengan padi Varietas Unggul Baru dan terbatasnya jumlah produksi. Produksi terbatas karena padi Pandan Wangi hanya dapat menghasilkan kualitas beras yang baik jika ditanam di daerah Cianjur sedangkan beras Varietas Unggul Baru seperti Ciherang dan IR 64 lebih mudah ditemukan karena dapat diproduksi di luar daerah Cianjur.

Provinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi padi terbesar di Indonesia (Lampiran 1). Salah satu kabupaten yang merupakan sentra produksi padi di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur. Tabel 3 menunjukkan jumlah produksi padi di Kabupaten Cianjur pada tahun 2001 sampai 2006 cenderung mengalami fluktuasi. Hal ini dikarenakan luas tanam, luas panen dan produktivitas padi di Kabupaten Cianjur mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.

Tabel 3. Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Jumlah Produksi Padi di Kabupaten Cianjur Tahun 2001 - 2006

Tahun Luas Tanam (ha) Luas Panen (ha) Produktivitasku/ha Produksi (ton)Jumlah

2001 125.729 129.349 55,24 714.565 2002 116.479 120.514 55,44 668.186 2003 122.732 113.255 47,80 541.319 2004 137.531 132.942 48,98 651.154 2005 143.611 141.145 49,34 696.340 2006 120.943 137.946 49,60 684.165 Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur Tahun 2002, 2004, 2006

(20)

Pemerintah Kabupaten Cianjur berupaya mengembangkan Varietas Unggul Baru seperti Ciherang, IR 64, Cimelati, Sintanur dan Varietas Unggul Lokal seperti padi Varietas Pandan Wangi (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2006). Varietas Pandan Wangi memiliki keunggulan dibandingkan dengan Varietas Unggul Baru baik dari segi kualitas maupun harga. Oleh karena itu Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur menetapkan Pandan Wangi sebagai komoditas unggul utama yang diberi nama Varietas Unggul Tahan Harga atau VUTH (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2003).

Tabel 4 menunjukkan sentra produksi beras Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur yaitu di Kecamatan Warungkondang, Gekbrong, Cianjur, Cilaku, Cibeber, Cugenang dan Sukaresmi. Daerah-daerah tersebut merupakan dataran tinggi yang terletak di kaki Gunung Gede dan daerah kaya air karena padi Pandan Wangi hanya tumbuh di daerah tersebut7. Kecamatan Warungkondang memiliki luas areal padi Pandan Wangi terbesar dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

Tabel 4. Luas Areal Sebaran Padi Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur Tahun 2001 - 2006

No Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Sebaran (ha) 1 Warungkondang 2.467 3.388 3.366 2.396 2.056 1.780 2 Gekbrong - - - 545 3 Cianjur 558 526 496 377 200 225 4 Cilaku 708 703 785 352 150 140 5 Cibeber 1.943 1.890 2.113 1.193 1.100 1.020 6 Cugenang 875 990 1.134 588 641 540 7 Sukaresmi 152 116 168 172 115 105 Jumlah 6.703 7.631 8.062 5.078 4.262 4.355 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2006

Peluang pengembangan agribisnis padi Pandan Wangi masih sangat terbuka mengingat Kabupaten Cianjur memiliki potensi yang cukup besar untuk        

7http://www.cianjur.go.id/Kabupaten Cianjur. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia

(21)

pengembangan komoditas tersebut. Kesesuaian ekosistem lahan pertanian di Kabupaten Cianjur baik kondisi iklim, tanah dan letak geografis merupakan faktor penting dalam memproduksi beras Pandan Wangi yang berkualitas. Hal ini disebabkan beras Pandan Wangi khas Cianjur tercipta karena paduan faktor genetik dan lingkungan. Jika ditanam di luar daerah Kabupaten Cianjur maka rasa, aroma, kepulenan dan ciri lain dari beras Pandan Wangi yang dihasilkan akan berbeda (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2002).

Selain itu ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas dan tenaga kerja pertanian yang cukup banyak juga merupakan potensi yang harus dimanfaatkan secara optimal. Dengan pemanfaatan tersebut diharapkan Kabupaten Cianjur sebagai sentra produksi beras Pandan Wangi dapat menunjang produksi beras nasional sehingga swasembada beras dapat tercapai.

1.2. Perumusan Masalah

Tingginya jumlah impor beras menyebabkan kondisi perdagangan beras di Indonesia semakin kompetitif. Hal ini mendorong Indonesia untuk menghasilkan produk-produk unggulan agar tetap bisa bersaing dengan produk-produk impor. Beras Pandan Wangi merupakan salah satu produk unggulan yang diharapkan mampu bersaing dengan beras impor bahkan mampu menghasilkan devisa negara.

Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur menetapkan Pandan Wangi sebagai komoditas unggul utama disamping tanaman palawija, sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias. Hal ini dikarenakan padi Pandan Wangi merupakan varietas padi aromatik yang berkualitas tinggi karena menghasilkan nasi yang pulen, enak, wangi pandan dan nilai jual yang cukup tinggi. Oleh karena itu beras Pandan Wangi merupakan produk pertanian yang berpotensi untuk diekspor.

(22)

Peraturan Menteri Perdagangan No.12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras menyatakan bahwa beras Pandan Wangi diperbolehkan untuk diekspor. Izin ekspor tersebut akan keluar jika pemerintah menilai terdapat kondisi surplus persediaan beras dalam negeri. Kondisi tersebut terjadi apabila persediaan beras dalam negeri diatas tiga juta ton karena persediaan beras aman dalam negeri sekitar 1,5 sampai 2 juta ton8.

Adanya peraturan tersebut menunjukkan bahwa beras Pandan Wangi mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan. Oleh karena itu, potensi padi Pandan Wangi harus terus dikembangkan terutama di daerah-daerah sentra produksi seperti di Kecamatan Warungkondang.

Namun kenyataannya, luas areal penanaman padi Pandan Wangi di daerah tersebut mengalami penurunan sejak tahun 2002. Hasil wawancara dengan petani responden diketahui bahwa banyak petani padi Pandan Wangi yang beralih menanam padi Varietas Unggul Baru seperti varietas Ciherang. Hal ini dikarenakan umur tanam Varietas Pandan Wangi lebih lama daripada Varietas Unggul Baru. Padi Pandan Wangi hanya dapat berproduksi dua kali dalam satu tahun sedangkan Varietas Unggul Baru dapat berproduksi tiga kali dalam satu tahun. Hal tersebut menyebabkan jumlah produksi per tahun yang dihasilkan oleh padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru juga berbeda.

Padahal jika dilihat dari harga, harga hasil produksi Pandan Wangi yaitu malai kering panen (MKP) lebih mahal daripada harga hasil produksi Varietas Unggul Baru yaitu Gabah Kering Panen (GKP). Harga satu kilogram MKP adalah Rp 3.000 sedangkan harga satu kilogram GKP adalah Rp 2.400. Tingginya harga        

8http://www.google.com// Tempo Interaktif - Pemerintah Izinkan Ekspor Beras. 15 April 2008.

(23)

MKP Pandan Wangi belum cukup menjadi jaminan bahwa petani akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari usahatani padi Pandan Wangi daripada usahatani padi Varietas Unggul Baru.

Dari sisi pemasaran, petani padi Pandan Wangi telah terlindungi dari tekanan pedagang pengumpul atau tengkulak. Pemerintah Kabupaten Cianjur menggalakkan pembentukan kelompok tani dalam menghadapi masalah baik dalam pemasaran maupun produksi beras Pandan Wangi. Para petani Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang telah membentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Citra Sawargi pada bulan September 2006. Pemasaran beras Pandan Wangi ditangani oleh Gapoktan dengan menampung semua hasil panen padi Pandan Wangi dan menjualnya kepada perusahaan distributor beras yaitu CV. Quasindo (Quality Sehat Indonesia). Dengan dibentuknya Gapoktan tersebut, petani padi Pandan Wangi memiliki posisi tawar terhadap harga jual hasil produksinya.

Adanya Gapoktan juga menghambat timbulnya penjualan beras Pandan Wangi campuran yang selama ini terjadi. Banyak pedagang yang melakukan pencampuran beras Pandan Wangi asli dengan beras varietas lain yang memiliki ciri fisik mirip dengan beras Pandan Wangi asli. Hal ini dikarenakan mahalnya harga beras Pandan Wangi sehingga mendorong pedagang melakukan pencampuran untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dampak dari kecurangan tersebut kepercayaan konsumen terhadap keaslian beras Pandan Wangi mengalami penurunan, permintaan beras di tingkat petani semakin rendah dan petani pun mendapat disinsentif harga.

(24)

Berbeda halnya dengan beras Varietas Unggul Baru dimana tidak ada kelompok tani yang menangani pemasarannya. Petani padi Varietas Unggul Baru menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul dimana harganya ditentukan langsung oleh pedagang pengumpul berdasarkan kualitas hasil panen.

Ada juga petani padi Varietas Unggul Baru yang menjual hasil produksinya dengan sistem tebasan kepada pedagang pengumpul dimana padi dijual sebelum dilakukan pemanenan. Proses tawar-menawar antara petani dan tengkulak terjadi dengan sistem taksir menaksir karena tidak diketahui secara pasti berapa berat gabah yang akan dipanen. Sistem tersebut memiliki resiko menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain.

Penentuan harga pada saat proses tawar-menawar berlangsung ditentukan dengan melihat harga pada musim sebelumnya. Apabila pada musim sebelumnya harga yang ditetapkan pada saat dilakukan penjualan terlalu mahal maka pedagang pengumpul atau tengkulak akan menurunkan harga pada musim berikutnya. Hal tersebut biasanya terjadi karena setelah dilakukan pemanenan, jumlah atau kualitas padi yang dihasilkan tidak sesuai dengan perkiraan pada saat terjadi penjualan. Kondisi tersebut menyebabkan petani padi Varietas Unggul Baru tidak memiliki posisi tawar sehingga merugikan petani. Apalagi tengkulak melakukan pembayaran satu sampai dua bulan setelah dilakukan transaksi penjualan.

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain :

1. Bagaimana keragaan usahatani padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Kecamatan Warungkondang.

(25)

2. Bagaimana pendapatan usahatani padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Kecamatan Warungkondang.

3. Bagaimana saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran dan efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Kecamatan Warungkondang.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mengkaji keragaan usahatani padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Kecamatan Warungkondang.

2. Menganalisis pendapatan usahatani padi Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Kecamatan Warungkondang.

3. Menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran dan efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Kecamatan Warungkondang.

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi dalam hal usahatani dan pemasaran beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru seperti pihak petani, pemerintah, mahasiswa dan perguruan tinggi. Bagi petani, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat terutama dalam hal keputusan memilih varietas padi yang akan diproduksi. Keputusan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

(26)

Bagi pemerintah terutama Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan produksi beras Varietas Pandan Wangi dan beras Varietas Unggul Baru serta memperbaiki sistem pemasaran yang dilakukan selama ini. Manfaat bagi mahasiswa dan perguruan tinggi adalah diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi atau pembanding bagi studi-studi mengenai komoditas beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru selanjutnya.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Beras

Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Beras memiliki rasa yang enak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia dan memiliki kandungan gizi lebih tinggi daripada jagung, kentang dan ketela. Beras termasuk komoditas strategis karena ketahanan pangan Indonesia bertumpu pada produksi beras dengan jumlah yang aman, harga terjangkau dan bergizi. Pemenuhan kebutuhan pangan tergantung pada produksi beras dalam negeri namun apabila belum terpenuhi maka dilakukan impor beras.

2.1.1. Varietas Unggul

Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang penting untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani padi. Hal ini dikarenakan varietas unggul adalah galur hasil pemuliaan yang mempunyai satu atau lebih keunggulan khusus, seperti potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap cekaman lingkungan dan mutu produk tinggi. Pengembangan varietas padi unggulan harus tetap dilakukan agar tercipta varietas-varietas padi unggul yang tidak hanya ditujukan pada pemenuhan keinginan petani tetapi juga keinginan konsumen beras.

Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2008)9, varietas unggul terdiri dari beberapa macam diantaranya :

1) Varietas Unggul Nasional (UNGNAS) atau Varietas Unggul Biasa (improved

national variety) atau Varietas Unggul Bogor seperti Bengawan, Si Gadis,

       

9Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Varietas Unggul Padi Sawah : Pengertian dan Aspek Terkait. Bank Pengetahuan Padi Indonesia. 

(28)

Remaja dan Jelita. Varietas ini dihasilkan oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor sebelum tahun 1965 dan mempunyai daya produksi sedang. 2) Varietas Unggul Baru (VUB)

Kelompok tanaman padi yang memiliki karakteristik umur kisaran 100 - 135 hari setelah sebar (HSS), anakan banyak (> 20 tunas/rumpun) dan bermalai agak lebat (± 150 butir gabah/malai). Varietas ini diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1967, diantaranya berasal dari Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI) di Filipina. Varietas ini mempunyai daya produksi yang tinggi dan responsif terhadap pemupukan tinggi (high yielding variety). 3) Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB)

Kelompok tanaman padi yang memiliki karakteristik postur tanaman tegap, berdaun lebar dan berwarna hijau tua, beranak sedikit (< 15 tunas/rumpun), berumur 100 - 135 HSS, bermalai lebat (± 250 butir gabah/malai) dan berpotensi hasil lebih dari 8 ton gabah kering giling/ha.

4) Varietas Unggul Hibrida (VUH)

Kelompok tanaman padi yang terbentuk dari individu-individu generasi pertama (F1) asal suatu kombinasi persilangan dan memiliki karakteristik potensi hasil lebih tinggi dari varietas unggul inhibrida yang mendominasi areal pertanaman produksi padi.

5) Varietas Unggul Lokal

Varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun-temurun oleh petani serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai negara. Varietas ini tidak termasuk Varietas Unggul Nasional (UNGNAS), tetapi di daerah tertentu mampu menghasilkan padi lebih tinggi atau menyamai padi UNGNAS.

(29)

Beberapa varietas unggul yang umumnya dibudidayakan petani di Jawa Barat antara lain Ciherang, IR 64 dan Sintanur. Diantara ketiga varietas tersebut, varietas yang paling banyak dibudidayakan adalah IR 64 karena umur tanamnya cukup singkat yaitu 115 hari. Namun saat ini, varietas padi IR 64 mengalami penurunan kualitas dimana rata-rata produksi yang dihasilkan hanya 5 ton per hektar. Hal ini menyebabkan petani mulai beralih pada varietas Ciherang karena mampu berproduksi 5 hingga 8,5 ton per hektar10.

Gambar beras Varietas Pandan Wangi dan Ciherang dapat dilihat pada Lampiran 2. Deskripsi padi Varietas Pandan Wangi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.163/Kpts/LB.240/3/2004 dapat dilihat pada Lampiran 3. Deskripsi mengenai varietas Ciherang dan IR 64 pada Lampiran 4 dan 5.

2.1.2. Beras Aromatika (Frangrant Rice)

Padi atau beras aromatika adalah padi atau beras yang mengandung unsur aroma, pulen, wangi dan enak. Varietas padi yang bersifat aromatik misalnya padi Varietas Unggul Lokal Rojolele, Pandan Wangi, Mentikwangi dan Gandamana11. Penanaman padi aromatik dapat memberikan nilai tambah bagi petani karena harganya lebih mahal dari harga padi biasa (tidak beraroma). Namun penanaman padi tersebut kurang berkembang karena umurnya relatif lebih panjang dan hasilnya tidak setinggi Varietas Unggul Nasional sehingga tidak cukup memenuhi permintaan pasar. Sementara tuntutan masyarakat produsen dan konsumen terhadap bahan pangan khususnya beras semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

       

10http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/082007/02/0404.htm. Dengan Varietas Unggul,

Swasembada Beras Akan Terwujud. (Diakses tanggal 22 September 2008) 

11Balai Penelitian Tanaman Padi Jawa Tengah. 2008. Padi Aromatik Varietas Sintanur. Bank

(30)

Keberhasilan pemenuhan tuntutan pangan harus didukung dengan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, tahan hama/penyakit dan berkualitas baik. Pemerintah melalui Badan Litbang Pertanian berupaya mengembangkan Varietas Unggul Baru yang bersifat aromatik diantaranya Bengawan Solo dan Sintanur.

2.1.3. Beras Pandan Wangi

Perkembangan padi Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur dimulai pada awal tahun 1970 di Desa Mayak, Kecamatan Cibeber. Beberapa tahun kemudian padi Pandan Wangi mulai ditanam di daerah Jambu Dipa dan Bunikasih yang terletak di Kecamatan Warungkondang. Penanaman padi Pandan Wangi di ketiga daerah tersebut berkembang luas, karena beras yang dihasilkan dinilai memiliki keunggulan khusus (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2003).

Varietas Pandan Wangi merupakan varietas lokal ciri khas kota Cianjur yang berasal dari padi bulu (javanica) varietas lokal. Sejak tahun 1973 varietas ini dikenal dengan nama “Pandan Wangi” karena ciri khas aroma pandan yang keluar jika beras Pandan Wangi dimasak. Selain memiliki aroma yang khas, beras Pandan Wangi mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, gula pereduksi, dan zat besi. Kandungan zat gizi beras Pandan Wangi per 100 gram dapat dilihat secara rinci pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Zat Gizi Beras Pandan Wangi per 100 Gram

No Parameter Hasil Satuan

1 Kadar protein 8,97 %

2 Kadar lemak 0,32 %

3 Kadar gula pereduksi 63,39 %

4 Zat besi (Fe) 4,65 Ppm

5 Cat tembaga (Cu) 6,42 Ppm

6 Kalori 14,81 Kg/gr

(31)

Padi Pandan Wangi memiliki umur tanam 145 sampai 155 hari, tinggi tanaman 150 sampai 170 cm, bentuk gabah (endosperm) bulat atau gemuk berperut, berbulu, tahan rontok dan berat 1.000 butir gabah adalah 30 gram. Selain itu, beraroma pandan, kadar amolase 26 persen dan potensi hasil 6 hingga 7 ton malai kering panen (MKP) per hektar. Padi Pandan Wangi ditanam di ketinggian sekitar 700 m di atas permukaan laut. Selain di Kabupaten Cianjur, padi Pandan Wangi ditanam di Kabupaten Sukabumi, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Majalengka dan Karawang (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2003).

Sentra produksi beras Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur adalah di Kecamatan Warungkondang, Cugenang, Cibeber dan Cianjur. Beras Pandan Wangi Kabupaten Cianjur berbeda dengan beras lainnya karena beras Pandan Wangi pulen nasinya, enak, dan wangi pandan. Beras Pandan Wangi khas Cianjur tercipta karena paduan faktor genetik dan lingkungan. Jika ditanam di luar daerah Kabupaten Cianjur maka rasa, aroma, kepulenan dan ciri lain akan berbeda (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2002).

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu

2.2.1. Studi Empiris Mengenai Beras Pandan Wangi

Penelitian Malinda (2005) yang berjudul Analisis Strategi dan Taktik Pemasaran Beras Pandan Wangi dan Manisan Khas Cianjur menunjukkan bahwa berdasarkan analisis Biplot diketahui atribut beras Pandan Wangi yang paling kuat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen adalah promosi produk yang baik, keunikan produk, rasa yang lezat dan khas, keberagaman penampilan produk, kemasan yang menarik serta kemudahan dalam mendapatkan produk.

(32)

Kelompok Cluster terpilih untuk konsumen beras Pandan Wangi yang menjadi target pasar adalah kelompok dengan pendapatan rata-rata per bulan Rp 1.000.001 sampai Rp 2.000.000 dan pengeluaran Rp 1.000.001 sampai Rp 2.000.000 (28 persen). Positioning beras Cianjur diantaranya adalah “Beras wangi asli Cianjur, kualitas terjamin”. Taktik pemasaran untuk beras Pandan Wangi diantaranya adalah melakukan diversifikasi kemasan, mempertahankan kemurnian produk dan karakteristik produknya yang khas, membuat hak paten dengan nama baru, membidik segmen pasar potensial (menengah keatas), dan menyediakan produk pada outlet penjualan khusus untuk produk pangan khas Cianjur.

Penelitian Rohman (2008) dengan judul Analisis Daya Saing Beras Varietas Pandan Wangi dan Beras Varietas Unggul Baru (Oryza sativa) Kasus Di Desa Bunikasih, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengusahaan beras Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di daerah penelitian memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang digambarkan dari nilai PCR dan DRC kedua komoditi bernilai kurang dari satu. Kedua komoditi tersebut layak diusahakan baik secara finansial dan ekonomi yang tercermin dari nilai KP dan KS yang bernilai positif.

Kebijakan pemerintah terhadap input dan output menghambat produsen untuk berproduksi atau tidak berjalan efektif yang tercermin dari nilai EPC kedua komoditas yang kurang dari satu. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan jika terjadi penurunan output sebesar 20 persen, komoditas beras Pandan Wangi masih memiliki daya saing dan layak diusahakan secara finansial maupun ekonomi. Namun beras Varietas Unggul Baru tidak memiliki keunggulan kompetitif lagi dan secara finansial komoditas ini tidak layak diusahakan saat terjadi perubahan.

(33)

Kondisi demikian terjadi pula pada saat terjadi penurunan jumlah output yang diikuti oleh peningkatan harga pupuk anorganik dan penurunan harga output serta penurunan biaya imbangan lahan. Pada kondisi terjadi kenaikan harga input pupuk sebesar 16,67 persen dan terjadi penurunan harga output serta biaya imbangan penggunaan lahan sebesar 12 persen, kedua komoditi masih tetap memiliki daya saing dan tetap layak diusahakan secara finansial dan ekonomi.

2.2.2. Studi Empiris Mengenai Usahatani dan Pemasaran

Penelitian Rachmawati (2003) yang berjudul Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan oleh pemilik penggarap dan penggarap menguntungkan. Namun usahatani yang dilakukan petani pemilik penggarap lebih menguntungkan dibanding dengan penggarap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai petani pemilik penggarap 3,14 sedangkan rasio R/C penggarap besarnya 1,19. Rasio R/C atas biaya total petani pemilik penggarap sebesar 1,35 dan penggarap sebesar 1,18.

Hasil analisis pemasaran menunjukkan bahwa ada 12 saluran pemasaran beras Pandan Wangi dimana terdapat saluran yang menjual beras murni dan ada beras campuran. Saluran yang menjual beras murni yaitu saluran 9C dan 9D. Nilai

farmer’s share terbesar dan terkecil terdapat pada saluran 9B dan 9C,

masing-masing besarnya 42,41 persen dan 27,83 persen. Nilai keuntungan terbesar 48,62 persen diperoleh pedagang besar daerah saluran 9C sedangkan keuntungan terkecil diperoleh pedagang besar daerah saluran 3. Nilai marjin terkecil terdapat pada saluran 9B sebesar 57,59 persen dan nilai marjin terbesar adalah saluran 9C sebesar 72,17 persen. Saluran pemasaran yang efisien adalah saluran 9D.

(34)

Penelitian Kusumah (2004) dengan judul Analisis Perbandingan Usahatani dan Pemasaran Antara Padi organik dan Padi Anorganik (Kasus : Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, kota Bogor, Propinsi Jawa Barat). Berdasarkan analisis diketahui pendapatan atas biaya tunai petani padi organik lebih rendah daripada padi anorganik. Tetapi pendapatan atas biaya total petani padi organik lebih besar daripada padi anorganik. R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik (1,95) lebih rendah dari pada padi anorganik (2,23).

Nilai total margin pemasaran yang diperoleh pola pemasaran I dan II padi organik lebih besar dari pola pemasaran III dan IV padi organik, begitu juga jika dibandingkan dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik. Pola pemasaran III dan IV padi organik jika dibandingkan dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik diketahui ternyata nilai total margin pemasarannya hampir sama dengan seluruh pola pemasaran padi anorganik. Berdasarkan nilai rasio biaya-keuntungan diketahui bahwa pola pemasaran padi organik lebih efisien dibandingkan dengan padi anorganik. Struktur pasar yang terbentuk untuk padi organik dan anorganik sama yaitu pasar oligopsoni.

Penelitian Ubaydillah (2008) dengan judul Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice

Intensification) Kasus : Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten

Subang, Jawa Barat. Hasi penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi ramah lingkungnan metode SRI lebih menguntungkan dibandingkan usahatani padi konvensional meskipun membutuhkan biaya usahatani yang lebih besar. Hal ini dikarenakan produktivitas tanaman padi ramah lingkungan lebih tinggi daripada

(35)

padi konvensional. Nilai R/C rasio usahatani padi ramah lingkungan metode SRI yaitu 1,61 dan R/C rasio usahatani padi konvensional 1,23.

Tataniaga padi ramah lingkungan metode SRI di Desa Ponggang memiliki tiga saluran pemasaran yang melibatkan lembaga pemasaran yaitu petani/produsen, pedagang pengumpul lokal, pedagang pengumpul tingkat daerah (PPTD), pedagang beras non lokal yaitu grosir dan pengecer. Biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran I karena lembaga pemasaran yang terlibat lebih banyak. Saluran pemasaran III lebih efisien karena memiliki margin biaya total paling kecil dan farmer’s share paling tinggi (78,79 %). Lembaga pemasaran yang menerima keuntungan paling besar yaitu petani, pedagang pengecer non lokal, pedagang grosir, pedagang pengumpul dan pedagang PPTD.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan penelitian Kusumah dan Ubaydillah yaitu dalam metode analisis yang digunakan namun berbeda dalam jenis dan spesifikasi padi yang diteliti. Persamaan dengan penelitian Malinda dan Rohman dalam komoditas yang diteliti yaitu beras Pandan Wangi, namun berbeda dalam metode analisis yang digunakan.

Penelitian mengenai usahatani dan pemasaran beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang sudah pernah dilakukan oleh Rachmawati pada tahun 2003. Namun memiliki perbedaan yaitu dalam penelitian ini terdapat permasalahan penurunan area tanam padi Pandan Wangi yang disebabkan banyaknya petani Pandan Wangi yang beralih menanam Varietas Unggul Baru. Oleh karena itu pada penelitian ini juga dilakukan analisis usahatani dan pemasaran beras Varietas Unggul Baru.

(36)

Selain itu penelitian ini dilakukan setelah terbentuknya Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kecamatan Warungkondang sedangkan penelitian Rachmawati dilakukan sebelum Gapoktan dibentuk. Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan terutama dalam pemasaran beras Pandan Wangi yang dianalisis. Secara ringkas studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis

Rachmawati 2003 Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang R/C rasio, margin tataniaga, farmer’s share Saryani Jaya Kusumah

2004 Analisis Perbandingan Usahatani dan Pemasaran Antara Padi Organik dan Padi Anorganik (Kasus : Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat)

R/C rasio, margin tataniaga,

farmer’s share

Malinda 2005 Analisis Strategi dan Taktik Pemasaran Beras Pandan Wangi dan Manisan Khas Cianjur

Analisis Biplot

Muhammad

Ubaydillah 2008 Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System

of Rice Intensification) Kasus :

Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat

R/C rasio, margin tataniaga,

farmer’s share

Restu Edianur Rohman

2008 Analisis Daya Saing Beras Varietas Pandan Wangi dan Beras Varietas Unggul Baru (Oryza sativa) Kasus Di Desa

Bunikasih, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat

Policy Analysis Matrix (PAM)

(37)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Usahatani

Menurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Analisis pendapatan usahatani memiliki tujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu usaha dan untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.

Menurut Suratiyah (2006) dalam Ubaydillah (2008), usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin.

Ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi (Hernanto, 1989) yaitu :

1) Tanah

Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf.

(38)

Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atau tumpangsari.

2) Tenaga Kerja

Jenis tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga ini dapat berasal dari dalam dan luar keluarga (biasanya dengan cara upahan). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. 3) Modal

Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/famili/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa.

4) Pengelolaan atau manajemen

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil. Prinsip teknis tersebut meliputi : (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai dan (d) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman

(39)

orang lain. Prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) pemasaran hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan serta tercermin dari keputusan yang diambil agar resiko tidak menjadi tanggungan pengelola. Kesediaan menerima resiko sangat tergantung kepada : (a) perubahan sosial serta (b) pendidikan dan pengalaman petani.

Menurut Soekartawi (1986), ada beberapa istilah yang digunakan untuk melihat ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain dari pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani yang dibedakan menjadi pendapatan kotor tunai dan tidak tunai.

Pendapatan kotor tunai atau penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari usahatani yang berbentuk benda. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan di gudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang sehingga segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai. Pengeluaran tidak tunai (diperhitungkan) adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

(40)

Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran usahatani untuk mengukur imbalan yang diperoleh petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi. Penampilan usahatani kecil dinilai dengan mengukur penghasilan bersih usahatani yang diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

3.1.2. Konsep Pemasaran

Menurut Kotler (2005), pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Defenisi pemasaran oleh Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran adalah segala usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen.

Konsep yang melandasi pemasaran adalah pertukaran (Kotler, 2005). Pertukaran terjadi apabila terpenuhi lima kondisi yaitu terdapat sedikitnya dua pihak, masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang mungkin bernilai bagi orang lain, masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan melakukan penyerahan, masing-masing pihak bebas menolak atau menerima tawaran dan masing-masing pihak yakin berunding dengan pihak lain layak dan bermanfaat.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi pemasaran merupakan kegiatan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa dari titik produsen ke titik konsumen. Menurur Kotler (1997) tiga fungsi pokok pemasaran yaitu : (1) Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak

(41)

milik dari barang dan jasa yang dipasarkan yang terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan; (2) Fungsi fisik merupakan semua kegiatan yang langsung berhubungan dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan kepuasan tempat, bentuk dan waktu seperti kegiatan penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan; (3) Fungsi fasilitas merupakan semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen seperti fungsi penanggungan resiko dan fungsi informasi pasar.

Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2005). Saluran pemasaran terbentuk karena produsen tidak menjual barangnya secara langsung kepada konsumen akhir sehingga diperlukan adanya perantara.

Menurut Kotler (2005), ada beberapa istilah lembaga yang terlibat dalam penyaluran barang dari produsen kepada konsumen akhir yang meliputi : (1) pedagang yaitu perantara yang membeli, memiliki dan menjual barang tersebut seperti pedagang besar dan pengecer; (2) agen yaitu mencari pelanggan dan mungkin melakukan negosiasi atas nama produsen tetapi memiliki barang tersebut seperti pialang, perwakilan produsen dan agen penjualan; (3) fasilitator yaitu lembaga yang membantu dalam proses distribusi tetapi tidak memiliki barangnya dan tidak melakukan negosiasi pembelian atau penjualan seperti perusahaan angkutan, pergudangan independen, bank dan agen iklan.

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) dalam Ubaydillah (2008), efisiensi pemasaran komoditas pertanian merupakan rasio yang mengukur keluaran suatu sistem atau produksi komoditas pertanian atau proses untuk setiap unit masukan

(42)

untuk membandingkan sumberdaya yang digunakan terhadap keluaran atau output yang dihasilkan selama berlangsungnya proses pemasaran. Pemasaran yang efisien diperoleh dari efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional dengan pendekatan margin pemasaran dan farmer’s share sedangkan efisiensi harga dengan pendekatan integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga.

Analisis efisiensi pemasaran dalam penelitian ini hanya menggunakan pendekatan efisiensi operasional dimana pemasaran akan efisien bila memiliki biaya pemasaran yang rendah dan masing-masing lembaga pemasaran tidak dirugikan atau mendapat keuntungan yang layak.

Margin tataniaga didefenisikan sebagai perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen atau dapat pula dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut biaya tataniaga.

Hammond dan Dahl (1977) menyatakan bahwa margin tataniaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf). Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga di tingkat konsumen. Secara grafis margin tataniaga dapat dilihat pada gambar berikut ini :

(43)

Sr P Pr --- Sf MP Pf --- Dr Df 0 Qrf Q Gambar 1. Margin Tataniaga

Sumber : Hammond dan Dahl (1977) Keterangan : Pr : harga di tingkat pengecer

Sr : penawaran di tingkat pengecer Dr : permintaan di tingkat pengecer Pf : harga di tingkat petani

Sf : penawaran di tingkat petani Df : permintaan di tingkat petani

Qrf : jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer Margin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan persentase atau bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang di bayar konsumen akhir.

Tingkat efisiensi tataniaga juga dapat diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987).

(44)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Beras Pandan Wangi merupakan varietas padi aromatik yang berkualitas tinggi karena menghasilkan nasi yang pulen, enak dan memiliki aroma pandan serta nilai jual yang cukup tinggi. Keunggulan-keunggulan tersebut menyebabkan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur menetapkan Pandan Wangi sebagai komoditas unggul utama disamping palawija, sayuran, buah-buahan dan tanaman hias.

Padi varietas Pandan Wangi merupakan produk pertanian yang berpotensi untuk diekspor. Adanya Peraturan Menteri Perdagangan No.12/M-DAG/PER/4/2008 yang menyatakan beras Pandan Wangi diperbolehkan untuk diekspor menunjukkan beras Pandan Wangi mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan.

Kabupaten Cianjur memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan komoditas beras Pandan Wangi. Kesesuaian ekosistem lahan pertanian di Kabupaten Cianjur baik kondisi iklim, tanah dan letak geografis merupakan faktor penting dalam memproduksi beras Pandan Wangi yang berkualitas. Hal tersebut tidak dimiliki oleh semua daerah karena apabila padi Pandan Wangi ditanam di luar daerah Kabupaten Cianjur maka rasa, aroma, kepulenan dan ciri lain dari beras Pandan Wangi yang dihasilkan akan berbeda

Jika dilihat dari sisi pemasaran, petani padi Pandan Wangi terlindungi dari tekanan pedagang pengumpul atau tengkulak karena terbentuknya Gapoktan Citra Sawargih. Pemasaran beras Pandan Wangi ditangani oleh Gapoktan sehingga petani padi Pandan Wangi memiliki posisi tawar terhadap harga jual hasil produksinya. Selain itu adanya Gapoktan juga menghambat timbulnya penjualan beras Pandan Wangi campuran yang selama ini terjadi.

(45)

Berbeda halnya dengan beras Varietas Unggul Baru dimana tidak ada kelompok tani yang menangani pemasarannya. Petani padi Varietas Unggul Baru menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul dimana harganya ditentukan langsung oleh pedagang pengumpul berdasarkan kualitas hasil panen. Ada juga petani padi Varietas Unggul Baru yang menjual hasil produksinya dengan sistem tebasan kepada pedagang pengumpul dimana padi dijual sebelum dilakukan pemanenan. Kondisi tersebut menyebabkan petani padi Varietas Unggul Baru tidak memiliki posisi tawar sehingga sangat merugikan petani.

Melihat kondisi tersebut seharusnya potensi padi Pandan Wangi terus dikembangkan terutama di daerah-daerah sentra produksi seperti di Kecamatan Warungkondang. Namun kenyataannya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal karena sejak tahun 2002 terjadi penurunan luas areal penanaman padi Pandan Wangi. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden diketahui bahwa banyak petani padi Pandan Wangi yang beralih menanam Varietas Unggul Baru seperti Ciherang. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam hal pembudidayaan kedua varietas padi tersebut terutama dalam hal umur tanam. Umur tanam Varietas Pandan Wangi lebih lama sehingga hanya dapat berproduksi dua kali dalam setahun sedangkan Varietas Unggul Baru dapat berproduksi tiga kali dalam setahun.

Penyebab timbulnya permasalahan tersebut perlu diketahui secara pasti sehingga perlu dilakukan analisis usahatani dan pemasaran terhadap Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru. Analisis usahatani dilakukan agar petani memperoleh informasi yang jelas mengenai pendapatan yang diperoleh dari memproduksi padi Varietas Pandan Wangi dan padi Varietas Unggul Baru

Gambar

Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2006 -  2008   Uraian 2006 2007 2008*  Perkembangan  2006-2007 2007-2008  Absolut % Absolut %  Luas  Panen(ha)   Jawa      5.703.589    5.670.947      5.825.941      -32.642    -0,57
Tabel 2. Jumlah Impor Beras Dunia Tahun 2004 – 2007
Tabel 4 menunjukkan sentra produksi beras Pandan Wangi di Kabupaten  Cianjur yaitu di Kecamatan Warungkondang, Gekbrong, Cianjur, Cilaku, Cibeber,  Cugenang dan Sukaresmi
Tabel 5. Kandungan Zat Gizi Beras Pandan Wangi per 100 Gram
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tahap empat, diperoleh bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara konsentrasi lengkuas parut terhadap pertumbuhan total mikroba ikan mas dengan nilai

Melalui pengujian model simulasi yang dilakukan, sistem crossdocking dapat berhasil, apabila syarat-syarat seperti waktu kedatangan truk Unilever mampu diidentifikasi,

Oleh karena F hitung lebih besar dari F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau dapat diartikan bahwa secara serentak (bersama-sama) antara variabel independen (ekspor

Bentuk non-test: Diskusi dan latihan soal mengenai perhitungan konversi bilangan, register, pointer dan flag 10 CPMK C.1 Mampu menggunakan Bahasa Assambler dimulai dari

memahami dan menjunjung tinggi Kode Etik Standard Setter Penentuan Batas Lulus Uji Kompetensi Dokter Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal ... Apabila dalam

Populasi penelitian ialah semua data rekam medik pasien Bronkitis kronik dengan eksaserbasi akut yang dirawat jalan dan mendapat pengobatan antibiotik di RSUP

Dari variabel tersebut diketahui bahwa ada ketidakpastian dalam kontrak hal ini akan berpengaruh terhadap biaya pekerjaan dimana, semakin tinggi faktor

Pada tahap pengolahan data kuesioner usability, dilakukan perhitungan nilai perbedaan atau gap antara layanan yang diharapkan dan layanan existing yang dirasakan