• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. METODE PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Kegiatan penelitian berupa percobaan di laboratorium yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui derajat penetasan kista pada kondisi salinitas yang berbeda (20, 30, dan 40‰). Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dan perkembangan Artemiasalina pada kondisi salinitas yang berbeda (20, 30, dan 40‰).

3.1.1. Penelitian pendahuluan

Penetasan kista Artemiasalina dilakukan secara langsung, diawali dengan proses perendaman menggunakan air tawar selama 2 jam, kemudian ditetaskan menggunakan air laut pada kondisi salinitas yang berbeda (20, 30, dan 40‰) dengan periode inkubasi 24 jam. Hasil penelitian pendahuluan akan dijadikan sebagai landasan teknis dalam melakukan penelitian utama. Penelitian pendahuluan ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, penetasan, dan pengamatan.

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini disiapkan enam botol air mineral berukuran 1,5 liter untuk proses perendaman dan penetasan kista Artemia salina, selang aerasi, kran aerasi, aerator listrik, lampu TL 20 watt, saringan berukuran 60 µm, kista A. salina, air tawar, dan air laut. Selain itu, diperlukan alat pengukur kualitas air untuk parameter pH dan suhu menggunakan pH-meter “Ecoscan”, DO menggunakan meter “Lutron DO-5510 HA”, serta salinitas menggunakan hand refraktometer “Atago”.

2. Tahap perendaman dan penetasan kista Artemia salina

Kista Artemiasalina yang digunakan dalam penelitian ini adalah Artemia yang berasal dari Great Salt Lake (Lampiran 3). Pada tahap ini, kista A. salina ditimbang sebanyak 0,5 g atau 500 mg, kemudian kista tersebut dimasukkan ke dalam wadah perendaman yang telah berisi air tawar sebanyak 500 ml dan diaerasi selama 2 jam. Setelah 2 jam, kista dikeluarkan dengan menggunakan saringan berukuran 60 µm. Kemudian kista tersebut dimasukkan ke dalam wadah penetasan berisi air laut pada kondisi salinitas yang berbeda (20, 30, dan 40‰) masing-masing sebanyak 500 ml

(2)

dan diaerasi selama 24 jam. Setelah 24 jam, proses aerasi dimatikan, kemudian didiamkan selama 30 menit supaya kista A. salina yang menetas menjadi nauplius dan kista yang tidak menetas terlihat terpisah pada wadah penetasan yang dibuat berwarna hitam pada bagian atasnya (Gambar 6). Proses perendaman dan penetasan dibantu cahaya dari luar wadah dengan menggunakan lampu TL 20 Watt dengan jarak sekitar 20 cm antara lampu dengan wadah (Gambar 6 dan Lampiran 4). Kualitas air yang diukur sebelum proses penetasan dapat dilihat pada Tabel 1.

20 cm

Wadah perendaman air aquades Wadah penetasan kista dengan air laut 20, 30, dan 40‰

Gambar 6. Rancangan wadah perendaman dan penetasan kista Artemia salina

Tabel 1. Data kualitas air sebelum proses penetasan kista Artemiasalina

Perlakuan (salinitas) pH DO (mg/l) Suhu (°C) 20 8,50 5,4 28,7 30 8,51 5,5 28,7 40 8,53 5,7 28,7

Setelah 30 menit tanpa aerasi, cangkang Artemiasalina akan mengambang dan terkumpul di permukaan air. Nauplius A. salina akan berenang menuju ke arah cahaya, yaitu pada bagian wadah penetasan yang transparan dan dapat ditembus cahaya. Dengan demikian, nauplius akan berkumpul di dasar wadah penetasan. Selain nauplius, di dasar wadah juga akan terkumpul kista yang tidak menetas.

Setelah cangkang terkumpul di atas permukaan air dan terpisah dari nauplius yang berada di dasar wadah, pemanenan dapat dilakukan. Pemanenan dilakukan dengan cara mengeluarkan nauplius yang berada di dasar wadah dengan selang kecil yang disaring dengan saringan berukuran 60 µm dan di bawah saringan tersebut diletakkan wadah agar nauplius tetap berada dalam media air.

(3)

3. Tahap pengamatan

Setelah pemanenan, dilakukan pengambilan contoh untuk mengetahui derajat penetasan kista. Derajat penetasan dapat didekati melalui penentuan nilai efisiensi penetasan dan persentase penetasan.

Pengambilan contoh untuk keperluan ini dilakukan secara acak sebanyak lima kali, masing-masing sebanyak 10 ml. Setiap sampel diletakkan pada cawan petri dengan dasar bertransek berukuran 0,5x0,5 cm2 (Gambar 7), dengan tinggi air 0,5 cm. Setelah itu, diteteskan larutan Lugol sebanyak 1-2 tetes sampai nauplius mati dan berwarna lebih jelas sehingga jumlah nauplius dan jumlah kista yang tidak menetas dapat dihitung dengan bantuan alat hitung (hand counter). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo.

Berdasarkan hasil penghitungan, didapatkan derajat penetasan pada salinitas 20, 30, dan 40‰. Berdasarkan nilai efisiensi penetasan untuk satu gram kista Artemia

salina, nilai tertinggi sampai terendah, secara berurutan terdapat pada perlakuan

salinitas 20‰ (157.000 individu), 30‰ (148.000 individu), dan 40‰ (134.000 individu). Selanjutnya, urutan persentase penetasan yang tertinggi sampai terendah adalah sebesar 62,97%, 59,29%, dan 53,77%, masing-masing pada perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ (Lampiran 5).

Gambar 7. Cawan petri bertransek untuk menghitung derajat penetasan

3.1.2. Penelitian utama

Hasil penelitian pendahuluan digunakan sebagai landasan teknis dalam penelitian utama. Penelitian utama merupakan eksperimen faktor tunggal, yaitu tiga perlakuan salinitas (20, 30, dan 40‰) dengan tiga ulangan. Penelitian utama ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pemeliharan, dan pengamatan.

(4)

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini disiapkan wadah pemeliharaan Artemiasalina berupa akuarium dengan media pemeliharaan berupa air laut. Wadah pemeliharaan berukuran 30x30x30 cm3, aerator listrik, selang, kran, dan batu aerasi.

Sterilisasi air laut dilakukan dengan penyaringan menggunakan saringan berukuran 20 µm dan perebusan hingga mendidih (sterilisasi basah). Proses perebusan juga dilakukan untuk mendapatkan salinitas yang diperlukan sesuai dengan perlakuan yang dibutuhkan. Sterilisasi wadah akuarium dilakukan dengan mencuci menggunakan deterjen dan pemberian kaporit (Lampiran 6). Volume air laut pada akuarium sebanyak 10 liter (±75% dari volume total akuarium). Air laut diaerasi selama satu hari sebelum Artemiasalina hasil penetasan dimasukkan ke dalam media pemeliharaan.

Selanjutnya Artemia salina yang merupakan hasil penetasan kista ditebar ke dalam wadah pemeliharaan dengan padat tebar 800 ind/l (Ari 2005) dan volume air laut 10 L, sehingga nauplius yang dibutuhkan sebanyak 8000 ind. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, nauplius yang dibutuhkan tersebut adalah sebanyak 50,8; 54,0; dan 59,5 ml, masing–masing untuk perlakuan salinitas 20, 30, dan 40‰ (Lampiran 5).

2. Tahap Pemeliharaan Artemia salina

Pada tahap ini digunakan akuarium dan air laut dengan salinitas berbeda (20, 30, dan 40‰). Setiap perlakuan memiliki tiga ulangan. Perlakuan salinitas pada wadah penetasan dan wadah pemeliharaan adalah sama. Rancangan perlakuan selama penelitian utama dilakukan dengan tiga perlakuan salinitas dan tiga ulangan dapat dilihat pada Gambar 8.

Akuarium

Keterangan : a = perlakuan (1,2, dan 3) dengan 1,2, dan 3 = salinitas 20, 30, dan 40‰, b = ulangan (1,2, dan 3)

Gambar 8. Rancangan perlakuan selama penelitian utama

2.3 2.2 2.1

3.3 1.3 3.1

3.2 1.2 1.1

(5)

Pemeliharaan Artemiasalina dilakukan selama 10 hari. Pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan berupa pakan buatan fermentasi (Lampiran 7) sebanyak 1,5 ml atau 30 tetes pipet tetes. Frekuensi pemberian pakan adalah tiga kali sehari pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB. Pada kegiatan pemeliharaan dilakukan kegiatan penyifonan. Penyifonan dasar wadah akuarium dilakukan sekali setiap tiga hari pada pukul 07. 00 WIB, sebelum pemberian pakan.

Pengukuran kualitas air (suhu, pH, oksigen terlarut, dan salinitas) dilakukan setiap tiga hari sekali pada pagi hari (pukul 06.00 WIB) dan siang hari (pukul 14.00 WIB). Alat pengukur yang digunakan untuk parameter pH dan suhu menggunakan pH-meter “Ecoscan”, oksigen terlarut menggunakan DO-pH-meter “Lutron DO-5510 HA”, serta salinitas menggunakan hand refraktometer “Atago”. Pengukuran kadar amonia (metode phenol) dilakukan menggunakan alat spektrofotometer di awal dan akhir penelitian. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui adanya tingkat metabolisme

Artemiasalina.

3. Tahap Pengamatan

Pada tahap ini dilakukan pengambilan contoh dari wadah pemeliharaan Artemia

salina secara acak sebanyak 10 individu untuk setiap ulangan (akuarium) pada setiap

perlakuan salinitas berbeda. Setelah itu, contoh tersebut diawetkan dengan menggunakan larutan Lugol 1%. Pengamatan dilakukan melalui pengambilan gambar dengan menggunakan mikroskop listrik yang terhubung dengan perangkat komputer yang menggunakan program Motic Image Plus 2.0. Citra yang diperoleh digunakan sebagai acuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dengan pengukuran dimensi (panjang total dan lebar tubuh) A. salina. Citra tersebut digunakan untuk mengetahui pola perkembangan dengan melihat persentase capaian instar.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Plankton, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Maret–Juni dan penelitian utama pada bulan Juli– Agustus 2009.

(6)

3.3. Variabel dan atau Parameter serta Pengukurannya

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dimensi (panjang total dan lebar tubuh), dan persentase capaian instar Artemia salina pada salinitas berbeda (20, 30, dan 40‰). Selain itu, juga diamati ciri-ciri morfologi instar A. salina.

3.3.1. Dimensi Artemia salina

Pengukuran dimensi (panjang total dan lebar tubuh) Artemiasalina dilakukan terhadap 10 individu yang diambil secara acak pada setiap ulangan dari tiap perlakuan. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari pada pukul 09.00 WIB. Kemudian sampel diawetkan menggunakan larutan Lugol 1%.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan program Motic Image Plus 2.0 dengan measure object lens 40x pada komputer yang terhubung dengan mikroskop listrik dengan perbesaran 4x10. Nilai panjang total dan lebar tubuh dalam satuan µm dapat langsung dilihat pada skala dalam citra yang muncul dengan menggunakan program Motic Image Plus 2.0.

3.3.2. Persentase capaian instar Artemia salina

Capaian instar diketahui dengan melihat hasil foto pada setiap pengamatan kemudian diamati ciri-ciri yang menjadi penanda setiap capaian instar. Tidak seluruh capaian instar diamati berurutan, hal ini berkaitan dengan acuan yang digunakan dan frekuensi waktu pengamatan yang dilakukan. Persentase capaian instar Artemiasalina

pada salinitas berbeda disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase capaian instar Artemiasalina pada salinitas berbeda (Identifikasi menurut Lavens and Sorgeloos 1996)

Hari ke- Persentase capaian instar ke– pada salinitas 20, 30, atau 40‰ (%)

I V X XII XV 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(7)

3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan berupa penentuan derajat penetasan kista pada salinitas berbeda. Penetasan kista dilakukan secara langsung, diawali dengan proses perendaman menggunakan air tawar selama 2 jam, kemudian ditetaskan menggunakan air laut pada salinitas berbeda (20, 30, dan 40‰) dengan periode inkubasi 24 jam. Informasi mengenai derajat penetasan akan digunakan untuk mengetahui jumlah nauplius Artemia salina (individu/ml) yang diperlukan pada penelitian utama.

Penentuan derajat penetasan kista Artemia salina pada salinitas berbeda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat penetasan kista Artemia

salina pada salinitas berbeda. Metode yang dilakukan dalam penetasan kista A. salina

adalah metode hatching efficiency (ind/g) dan hatching percentage (%). Metode efisiensi penetasan (hatching efficiency) adalah suatu ukuran yang menggambarkan jumlah nauplius yang dihasilkan dalam setiap gram kista. Efisiensi penetasan dihitung dengan menggunakan rumus (Harefa 1997) sebagai berikut.

HE = N x 500 ml x 2 1 g kista

Keterangan : HE = Hatching efficiency (efisiensi penetasan) (ind/g) N = jumlah nauplius yang dihasilkan (ind/ml)

Persentase penetasan (hatching percentage) adalah suatu nilai (dalam %) yang menyatakan jumlah nauplius yang dihasilkan dari jumlah telur yang ditetaskan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak jumlah kista Artemiasalina yang menetas pada salinitas berbeda. Persentase penetasan dihitung dengan menggunakan rumus (Harefa 1997) sebagai berikut.

HP = N

(N + C) x 100%

Keterangan : HP = Hatching percentage (persentase penetasan) dalam % N = jumlah nauplius yang menetas

(8)

3.4.2. Penelitian utama

Kegiatan dalam penelitian utama terdiri dari penetasan kista pada salinitas 20, 30, dan 40‰, serta pemeliharaan Artemia salina pada kondisi salinitas yang sama dengan media penetasan. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh, distribusi frekuensi panjang total dan lebar tubuh, serta persentase capaian instar dengan melihat ciri-ciri morfologi perkembangan A. salina. Dengan demikian dapat diketahui pola pertumbuhan dan perkembangan A. salina pada salinitas berbeda.

a. Pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh Artemia salina

Dimensi panjang total dan lebar tubuh Artemia salina diukur selama 10 hari pengamatan. Dimensi tersebut digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh harian A. salina pada perlakuan salinitas berbeda.

b. Distribusi frekuensi panjang total dan lebar tubuh Artemia salina

Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi ini adalah data panjang total dan lebar tubuh Artemia salina. Pengambilan contoh secara acak dilakukan pada 10 individu dari setiap ulangan pada wadah pemeliharaan dengan periode pengambilan setiap hari. Pola pertumbuhan panjang total dan lebar tubuh A.

salina disajikan dalam bentuk grafik.

Distribusi frekuensi panjang total dan lebar tubuh Artemiasalina pada salinitas berbeda diplotkan dalam bentuk diagram. Berdasarkan diagram tersebut dapat terlihat pergeseran distribusi kelas panjang total dan lebar tubuh A. salina pada salinitas berbeda.

c. Penentuan ciri–ciri morfologi perkembangan Artemia salina

Pengamatan ciri-ciri morfologi perkembangan Artemia salina menggunakan mikroskop listrik. Pengambilan gambar menggunakan kamera yang terhubung dengan mikroskop listrik dan program Motic Image Plus 2.0 pada perangkat komputer. Citra yang telah dihasilkan dapat digunakan untuk mengetahui persentase capaian instar A. salina. Morfologi capaian instar A. salina diidentifikasi menurut Lavens and Sorgeloos (1996) (Lampiran 8).

(9)

3.5. Analisis Data

Model umum yang digunakan adalah model yang mengikuti rancangan acak lengkap “dalam waktu” (RAL in time). Kemudian dilakukan analisis dengan uji F (ANOVA) dan uji lanjut Duncan. Analisis dilakukan pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis Software) versi 9.1. Analisis pola pertumbuhan harian (panjang total dan lebar tubuh) populasi Artemia

salina dilakukan dengan melihat distribusi sebaran panjang total dan lebar tubuh. Pola

perkembangan A. salina dapat dilihat dari capaian instar berdasarkan ciri-ciri morfologi perkembangan A. salina. Analisis kualitas air selama pengamatan dengan uji-t dilakukan dengan menggunakan Microsoft office excel 2007.

3.5.1. Rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL in time)

Rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL in time) digunakan untuk analisis statistik parameter panjang total dan lebar tubuh Artemiasalina. Tabel sidik ragam

RAL in time disajikan pada Tabel 3. Rumus umum dan hipotesis (Mattjik dan

Sumertajaya 2002) yang digunakan adalah sebagai berikut.

Yijk = µ + αi + δij + ωk + γjk + αωik + εijk

Keterangan :

Yijk = nilai parameter panjang total atau lebar tubuh Artemiasalina

µ = rata-rata nilai parameter panjang total atau lebar tubuh A. salina

αi = pengaruh jenis fungsi ke-i, i=1,2,3

δij = komponen acak perlakuan

ωk = pengaruh waktu ke-k, k = 1,2,3,…,10

γjk = komponen acak waktu

αωik = pengaruh interaksi fungsi ke-i waktu ke-k

εijk = komponen acak interaksi perlakuan dan waktu

Hipotesis yang dapat diuji dari rancangan diatas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan, waktu, dan interaksi antara perlakuan dengan waktu terhadap panjang total atau lebar tubuh Artemiasalina. Bentuk hipotesis yang dapat diuji adalah sebagai berikut :

a. H0 : tidak ada pengaruh faktor salinitas terhadap panjang total A. salina

H1 : ada pengaruh faktor salinitas terhadap panjang total A. salina

b. H0 : tidak ada pengaruh faktor waktu terhadap panjang total A. salina

(10)

c. H0 : tidak ada pengaruh faktor salinitas terhadap lebar tubuh A. salina

H1 : ada pengaruh faktor salinitas terhadap lebar tubuh A. salina

d. H0 : tidak ada pengaruh faktor waktu terhadap lebar tubuh A. salina

H1 : ada pengaruh faktor waktu terhadap lebar tubuh A. salina

Penarikan kesimpulan dilihat dari tabel anova. Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

• Jika nilai Fhitung > nilai Ftabel maka tolak H0, berarti minimal ada satu perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0,05.

• Jika nilai Fhitung < nilai Ftabel maka gagal tolak H0, berarti tidak ada perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0,05.

Tabel 3. Sidik ragam RAL in time

Sumber keragaman Db Jumlah kuadrat

kuadrat

tengah F-hitung F-tabel (5%) perlakuan jenis (a) a-1 JKA KTA KTA/KTG (a) F(V1,V2)

waktu (b) b-1 JKB KTB KTB/KTG (b)

jenis*waktu (a-1)(b-1) JKAB KTAB

galat jenis (a) a (r-1) JKG (a) KTG (a) galat waktu (b) (b-1) (r-1) JKG (b) KTG (b)

Sumber : modifikasi Mattjik dan Sumertajaya (2000)

Keterangan :

a = jenis perlakuan = 3 b = waktu (hari) = 10

r = total ulangan untuk semua perlakuan = 3 JKA = jumlah kuadrat faktor (A)

JKB = jumlah kuadrat faktor (B)

JKAB = jumlah kuadrat interaksi faktor (A) dan (B) JKG (a) = jumlah kuadrat galat (a)

JKG (b) = jumlah kuadrat galat (b) KTA = kuadrat tengah faktor (a) KTB = kuadrat tengah faktor (b)

KTAB = kuadrat tengah interaksi faktor (A) dan (B) KTG (a) = kuadrat tengah faktor (A)

KTG (b) = kuadrat tengah faktor (B) V1 = i–1 dan V2 = ij–i

(11)

3.5.2. Uji perbandingan berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test)

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) uji Duncan merupakan salah satu metode untuk membandingkan nilai tengah perlakuan. Perlakuan-perlakuan yang berada dalam satu garis yang sama berarti perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf α. Nilai kritis Duncan dapat dihitung sebagai berikut :

Rp = r α.p.dbg . Sγ Sγ = KTG

r

Keterangan :

r α.p.dbg = nilai tabel Duncan pada taraf nyata α = 5%, jarak peringkat dua perlakuan p, dan

derajat bebas galat sebesar dbg = 36. Dari rumusan diatas terlihat bahwa ulangan setiap perlakuan harus sama.

3.5.3. Uji t

Uji t merupakan uji yang dilakukan terhadap dua variabel secara normal untuk melihat perbedaan nilai terhadap dua varibel tersebut. Jika ukuran contoh kecil (n<30), nilai σ berubah cukup besar dari contoh ke contoh dan nilai tersebut tidak lagi menyebar normal baku. Dalam hal ini kita menghadapi sebaran statistik yang akan disebut dengan uji t (Mattjik dan Sumertajaya 2000).

x - µ n

σ

Nilai tersebut adalah peubah acak yang menyebar uji-t dengan derajat bebas n-1. Hipotesis yang dapat diuji dari uji-t apakah ada perbedaan nyata antara nilai kisaran minimum dan maksimum kualitas air dari awal sampai akhir pengamatan. Dengan demikian dapat diketahui apakah kondisi lingkungan berupa kualitas air terkontrol atau tidak. Bentuk hipotesis yang dapat diuji adalah sebagai berikut :

Pengaruh perlakuan:

Ho: µ1 = µ2 = 0 (Kisaran kualitas air berupa suhu, pH, DO, dan amonia minimum = maksimum)

H1: µ1 ≠ µ2 ≠ 0 (Kisaran kualitas air berupa suhu, pH, DO, dan amonia minimum ≠ maksimum)

(12)

Penarikan kesimpulan dilihat dari tabel anova. Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

• Jika nilai │t hitung │> nilai t tabel maka tolak H0, berarti variabel 1 dan 2 berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0,05.

• Jika nilai │t hitung│< nilai t tabel maka gagal tolak H0, berarti tidak ada pebedaan yang nyata antara variabel 1 dengan variabel 2 pada taraf kepercayaan 0,05.

Gambar

Tabel 1. Data kualitas air sebelum proses penetasan kista Artemia salina  Perlakuan  (salinitas)  pH  DO  (mg/l)  Suhu (°C)  20  8,50  5,4  28,7  30  8,51  5,5  28,7  40  8,53  5,7  28,7
Gambar 7. Cawan petri bertransek untuk menghitung derajat penetasan
Tabel 3.  Sidik ragam RAL in time

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan di dua sekolah dasar Islam yang berkualitas di bawah Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu Nurul

Pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen dapat diketahui dengan menggunakan uji t. Hasil yang diperoleh menunjukkan

Dalam setiap pengarang kitab termasuk juga Daniel Djuned, pastilah mempunyai faktor untuk mewujudkan sebuah karya yang diinginkan dari segi pemikiran mahupun

‫ابلناء اإلجتمايع ىف نظام اإلرث السونداوي‬ ‫دراسة املرياث يف سبع قرى اتلقليدية يف جاوا الغربية‬ DISERTASI Diajukan untuk

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Akhir ini yang berjudul

MTBS merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi

1) Untuk pasien yang indikasi rawat inap dan sudah berada di Instalasi Rawat Jalan atau Instalasi Gawat Darurat : petugas rekam medis menyampaikan kepada pasien dan/atau keluarga

Manfaat yang dapat diperoleh dari modul ini, antara lain mahasiswa kedudukan olahraga senam dan renang dalam pemelajaran penjas dan dapat memahami persyaratan yang harus