• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVENTARISASI KARAKTERISTIK MATAAIR DI SEBAGIAN LERENG SELATAN GUNUNGAPI SLAMET Inventarisasi Karakteristik Mataair Di Sebagian Lereng Selatan Gunungapi Slamet Kabupaten Banyumas Melalui Pendekatan Penginderaan Jauh.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INVENTARISASI KARAKTERISTIK MATAAIR DI SEBAGIAN LERENG SELATAN GUNUNGAPI SLAMET Inventarisasi Karakteristik Mataair Di Sebagian Lereng Selatan Gunungapi Slamet Kabupaten Banyumas Melalui Pendekatan Penginderaan Jauh."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

INVENTARISASI KARAKTERISTIK MATAAIR

DI SEBAGIAN LERENG SELATAN GUNUNGAPI SLAMET

KABUPATEN BANYUMAS

MELALUI PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH

PUBLIKASI ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

Diajukan Oleh: Farid Ibrahim NIM : E 100 14 0015

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

2

HALAMAN PENGESAHAN

NASKAH PUBLIKASI

INVENTARISASI KARAKTERISTIK MATAAIR DI SEBAGIAN LERENG SELATAN GUNUNGAPI SLAMET

KABUPATEN BANYUMAS

MELALUI PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH

(3)

3

INVENTARISASI KARAKTERISTIK MATAAIR DI SEBAGIAN LERENG SELATAN GUNUNGAPI SLAMET

KABUPATEN BANYUMAS

MELALUI PENDEKATAN PENGINDERAAN JAUH

Farid Ibrahim, Yuli Priyana 2, Agus Anggoro Sigit 3 1

Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta 2,3

Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta faridibrahim.sis@gmail.com

E100140015

ABSTRAK

Kemunculan mataair dipengaruhi oleh beragam faktor fisik lahan seperti kemiringan lereng, formasi batuan, penutup lahan serta indikasi sabuk mataair. Parameter lahan tersebut dapat diinterpretasi melalui pendekatan penginderaan jauh dan sistem informasi geografi pola-pola dan kenampakan identik dari satuan lahan. Tujuan dari peneltian ini ialah: 1)Menganalisis karakteristik mataair di sebagian lereng selatan Gunungapi Slamet berdasarkan parameter fisik lahan, 2)Memetaka potensi pemunculan mataair di Lereng selatan Gunungapi Slamet melalui pendekatan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis.

Motode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah survey lapangan untuk akurasi hasil interpretasi. Metode analisis yang digunakan adalah tumpang susun (overlay) peta-peta hasil interpretasi citra penginderaan jauh untuk mendapatkan satuan lahan yang mengindikasikan kemunculan mataair. Hasil satuan lahan tersebut kemudian diambil sebagai sampel untuk uji ketelitian dengan teknik stratified purposive sampling dimana satuan lahan sebagai stratanya. Satuan lahan akan menunjukkan zonasi kemunculan mataair saat bertumpangsusun dengan pola kelurusan sebagai indikasi utama mataair. Teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi masing-masing digunakan untuk pengumpulan data serta pengolahan data spasial.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan lereng selatan Gunungapi Slamet sangat potensial akan sumber mataair dengan 4 tipe kemunculan: a)mataair vulkanik yang dapat diidentifikasi melalui interpretasi perubahan sub-morfologi vulkanik, b)mataair depresi yang dapat dikenali dari pola kontur rapat, c)mataair kontak yang dapat dikenali dari kemunculan anak sungai pada sisi-sisi bukit terdenudasi dan d)mataair rekahan yang dapat dikenali dari perubahan penggunaan lahan dari lahan kering ke lahan basah secara tegas.

(4)

4

THE INVENTARITATION OF SPRING CHARACTERISTIC ON PART OF SOUTH SLOPE IN SLAMET VULCANO THROUGH REMOTE

SENSING APPROACH IN DISTRICT OF BANYUMAS

Farid Ibrahim, Yuli Priyana 2, Agus Anggoro Sigit 3 1

Student Faculty of Geography Muhammadiyah Surakarta University

2,3

LecturerFaculty of Geography Muhammadiyah Surakarta University

faridibrahim.sis@gmail.com

E100140015

ABSTRACT

The presence of spring is influenced by land physical factors which are gradient of slope, rock formation, landcover and also spring-belt. They are can be intrepreted through remote sensing and geographical information system approach which able to showing the patterns and identical appeareance of land units. The goals of of this research that are: 1). to analyze the characteristic of spring on southern part of Slamet Volcano based on phisical land parameter, 2). to mapping the potency of spring presence on southern part of Slamet Volcano through remote sensing and geographical information system approach.

Research method which is used in this study by surveying for accuracy of interpretation result. Analysis method is overlaying the interpretation resulted maps to obtain land units that indicate the presence of spring. The result of these land units subsequently taken as sample to be tested for the accuracy by using stratified purposive sampling technique where the land units as the stratum. This will show the the zonation of spring presence when overlaying to straight pattern as the spring main indicator. The technique of remote sensing and geographical information system are used for collecting data and processing of spatial data.

The results of this research which are showing the very potencial spring resources of southern slope of Slamet Volcano with 4 types of presence: a). the potencial volcanic spring can be idetified through the changing of volcanic sub-morphology interpretation, b). the depression of spring which is known from the closed-contour pattern, c). the contact spring that is known from the presence of tributary to denudational hill-sides, and d). the split spring which is known from the changing of landuse by dried to moisted emphatically.

(5)

5 Pendahuluan

Latar Belakang

Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, memiliki sekitar 3.005 buah sumber mataair alami yang tersebar di 27 Kecamatan dan sekitar 70% mengalami kerusakan. Sejumlah mataair yang rusak diperkirakan sekitar 30% (632) kini mati dan 40% (842) berdebit air sangat kecil (Suara Merdeka, 4 September 2002). Terdapat 383 titik mata air yang dapat bertahan sebagai sumber air baku (Laporan RKPD Kabupaten Banyumas 2015).

Air tanah tersimpan sekaligus mengalir dalam suatu wadah yang kedap (permeable) yang disebut akuifer, yaitu suatu unit geologi yang dapat menyimpan dan melalukan air dalam jumlah tertentu. Akuifer pada umumnya adalah pasir dan krikil yang tidak padu (unconsolidated matrial), serta batuan sedimen poros seperti batuan pasir, batuan vulkanik yang telah lapuk dengan banyak retakkan pun dapat diklasifikasikan sebagai akuifer. Allah tabarokata’ala

menjelaskan “Kami jadikan bumi

memancarkan mataair-mataair, maka bertemulah air-air itu untuk suatu

urusan yang sungguh telah

ditetapkan” dalam qur’an surah Al

Qomar ayat 12.

Penerapan teknologi penginderaan jauh menjadi salah satu alternative yang ditawarkan dalam upaya inventariasis mataair, apabila citra penginderaan jauh baik foto udara maupun citra satelit di suatu tempat tersedia. Tempat tempat pemunculan mataair akan terkait dengan kondisi geologi (struktur geologi, jenis batuan), geomorfologi dan topografi (perubahan slope), penggunaan lahan dan tutupan lahan termasuk kerapatan dan jenis vegetasi yang semuanya dapat disadap menggunakan teknologi penginderaan jauh.

Tujuan Penelitian

(6)

6 hasil interpretasi citra penginderaan jauh.

Dasar Teori

Klasifikasi pemunculannya, atau sebab kondisi yang mengontrol munculnya mataair maka dapat dikelompokkan kembali kedalam karakteristik mataair, sebagai berikut

:Pertama, Mataair Depresi

(depression spring) terbentuk apabila muka air tanah terpotong oleh permukaan tanah. Kedua,Mataair kontak (contact spring) terjadi bila lapisan lolos air yang menyimpan air terletak diatas lapisan kedap air, selanjutnya muka air tanah terpotong oleh permukaan tanah.

Ketiga,Mataair atesis (artesian

sprins)disebabkan oleh pemunculan air akibat tekanan air dari akifaer tertekan atau singkapan batuan melalui celah didasar lapisan kedap air. Keempat mataair pada batuan kedap (impervious rock spring) terjadi pada saluran tabular atau retakan batuan kedap air, dan

Kelima, mataair rekahan (tabular or

facture spring) muncul karena

adanya saluran pada batuan, seperti adanya alur lava atau alur pelarutan,

adanya rekahan batuan kedap air yang berhubungan dengan air tanah.

Gambar 1. Pemunculan mataair (a) mataair depresi, (b) mataair artesis, (c) mataair kontak, (d) mataair rekahan (Todd and Mays, 2005 dalam Sudarmadji 2012)

Daerah pemunculan mataair di daerah pegunungan membentuk sebagai garis melingkar gunung, sehingga daerah pemunculan tersebut disebut dengan spring belt (sabuk mataair). Spring belt ini akan Nampak jelas jika dilihat melalui kenampakan citra penginderaan jauh. Metode Penelitian

Perolehan data dilakukan dengan ekstraksi data penginderaan jauh dan survei lapangan. Bahan yang digunakan meliputi :

1. Citra Landsat 8 Wilayah Banyumas perekaman tanggal 24 Juni 2013 (path 120 raw 65) dan 30 Mei 2013 (path 121 raw 65)

2. Citra SRTM Wilayah Banyumas 3. Peta Dasar Rupa Bumi Indonesia

(7)

7 4. Peta Geomorfologi yang

menyajikan struktur Batuan / Geologi Wilayah Banyumas 5. Peta Penggunaan Lahan Wilayah

Banyumas

Pengolahan citra satelit digunakan untuk meyususun peta fisik diantaranya peta penggunaa lahan, peta topografi dan peta bentuk lahan. Peta peta tersebut merupakan data sekunder yang akan dijadikan sumber penyusunan peta satuan lahan fisik paremeter pemunculan mataair di Kabupaten Banyumas.

Citra satelit berupa Citra Landsat 8 diekstraksi untuk mendapatkan informasi baru berupa penggunaan lahan menggunakan interpretasi digital. Perolehan data kemiringan lereng untuk penyususnan peta topografi diperoleh dari data cira satelit srtm dengan akurasidata hingga 30 meter. Sedangkan peta bentuk lahan diperoleh dari komposit band Landsat 8 dengan komposit 568.

Hasil Dan Pembahasan

Klasifikasi Penutup Lahan

Hasil klasifikasi penutup lahan di lereng selatan gunungapi slamet pada skala 1:140.000 menggunakan

interpretasi berbasis objek terhadap citra landsat 8 komposit 467 menghasilkan 7 objek teridentifikasi, diantaranya : hutan, ladang, permukiman, perkebunan campuran, permukiman, sawah dan semak belukar.

Penekanan atau tujuan utama dalam interpretasi tutupan lahan adalah untuk mengelompokkan atau memetakan sebaran tutupan lahan basah dan tutupan lahan kering sebagai salah satu paramtere dalam pembuatan satuan lahan. Hasil interpretasi tersebut masih perlu dilakukan pengecekan dengan survei lapangan dan memastikan batasan antara tutupan lahan basah dan tutupan lahan kering.

Gambar 2. Peta Penutup Lahan Akurasi Interpretasi

(8)

8 Berdasarkan tabel diatas dapat diperolehbesarnya akurasi keseluruhan (total) dapat dihitung, yang merupakan hasil bagi antara piksel-piksel yang terklasifikasi secara tepat (pada posisi diagonal, A sampai dengan G) dengan jumlah total piksel yang terlibat sebanyak 30. Dengan demikian akurasi keseluruhan = 26/30*100% atau sama dengan 86,66%.

Interpretasi Geomorfologi

Komposit warna yang digunakan dalam identifikasi geomorfologi ialah gabungan band 568 dengan visualisasi tanah berwarna coklat cyan, visualisasi tubuh air berwarna biru dan visualisasi lahan terbangyn berwarna cyan. Paduan warna ini mempertegas relief bentang lahan secara tegas. Igir dan lembah dapat terlihat dengan baik sehingga memudahkan interpreter membatasi kenampakan geomorfologi. Tubuh air yang berwarna biru kontras dengan warna coklat sehingga membantu identifikasi bentang lahan

dari unsur pola dan bentuknya. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 8 komposit 568, dapat dikelompokkan dalam beberapa satuan geomorfologi sebagai berikut: a) Satuan morfologi lereng gunungapi atas, b) Satuan morfologi lereng gunungapi tengah, c) Satuan morfologi lereng gunungapi bawah, d) Satuan morfologi Kaki gunungapi, e) Satuan morfologi Dataran fluvial gunungapi, f) Satuan morfologi Bukit gunungapi terdenudasi. g) Satuan morfologi Perbukitan struktural.

Gambar 3. Peta Bentuk Lahan

Kemiringan Lereng

(9)

9 berbukit (14 – 20%), kelas pegunungan (21 – 55 %) dan kelas pegunungan curam (56 – 100%). Daerah penelitian didominasi dengan lereng pegunungan yang berada di lereng tengah dan lereng bawah dengan luas sekitar 41%. Dataran fluvial lereng selatan secara morfometri masuk kelas berombak dan dataran fluvial bagian atas serta kaki kunung masuk pada kategori bergelombang dengan masing masing luas dari daerah penelitian sebesar 26% dan 18%.

Gambar 4. Peta Kemiringan Lereng Zonasi Kemunculan Mataair

Distribusi kemunculan mataair didaerah penelitian menyebar mulai dari ketingian <1200 m dpl, terutama di daerah daerah tekuk lereng, atau

break of slope dari topografi.

Pemotongan kemiringan lereng mengakibakan munculnya singkapan batuan dan terpotongnya aliran air tanah sehingga muncul mataair.

Berdasarkan klasifikasi yang dikembangkan oleh todd (2005) yang ditinjau dari kondisi terjadinya, mataair yang terdapat di lereng selatan gunungapi slamet terdiri dari 4 karakteristik, diantaranya: mataair vulkanik, mataair depresi, mataair kontak dan mataair rekahan.

a) Mataair Vulkanik

Pada lereng selatan gunungapi slamet, keterdapatan sabuk mataair mulia dari baturraden bagian atas, kedung banteng dan cilongok bagian tengah, kemudian pekuncen bagian atas sehingga polanya radial mengikuti lereng tengah. Umumnya tipe ini berada di lereng dengan topografi landai, dengan morfometri 8 – 13 %. Pada kondisi topografi demikian dan berada di bentang lahan vulkanik yang kaya akan ketersediaan air tanah, maka memungkinkan muka air tanah yang rendah sedangkan topografi bergelombang yang memotong topografi menjadi kondisi mataair ini.

b) Mataair Depresi

(10)

10 banteng bagian atas termasuk dalam satuan morfologi lereng atas dan lereng bawah. Formasi batuan yang berada di daerah ini batuan vulkanik tua tak terdeferensiasi atau dengan tingkat erosivitas yang rendah mejadikan daerah ini curam dengan tebing batuan beku yang kompak.

c) Mataair Kontak

Didaerah penelitian terdapat formasi haling dan formasi rambatan yang merupakan bukit vulkanik tua, serta endapan lahar di bukit sumbang. Pola identifikasi yang dapat dikenali dari tipe mataair ini, berkaitan muncul di sisi sisi bukit maka akan membentuk pola rektanguler dan kelurusan kekar. Bukit bukit terdenudasi ini memeiliki sifat seperti gunung vulkanik besar sehingga bukit terdenudasi menjadi miniature dari kondisi gunung vulkanik dimana pada sisi bukit atau jika pada gunungapi adalah lerengnya muncul mataair.

d) Mataair Rekahan

Daerah penelitian yang memiliki kebanyakan tipe mataair ini adalah didaerah lembah cilongok. Lembah ini berada di kaki gunung dan berbatasan langsung dengan bukit

formasi haling dan formasi rambatan. Lokasi ini memiliki topografi berbukit (14% - 20%) di bagian atasnya dan bergelombang (8%-13) dibagian bawahnya dan mulai terdapat lahan pertanian sawah. Dapat diinetrpretasi dari citra landsat dengan ronanya yang menunjukkan lahan basah.

Gambar 5. Peta Sebaran Mataair

Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan

(11)

11 penggunaan lahan kering menjadi penggunaan lahan basah dengan keterdapatan hulu anak sungai di lokasi tersebut. 2)Secara umum terdapat 4 tipe mataair yang ditemukan berdasarkan kondisi keluarnya mataair, diantaranya :

a. Mataair vulkanik (sabuk mataair)

Berada diperubahan sub morfologi vulkanik yang dapat diinetrpretasi dari rona dan tekstur. Keterdapatan sabuk mataair mulia dari baturraden bagian atas, kedung banteng dan Kecamatan Cilongok bagian tengah, kemudian Kecamatan Pekuncen bagian atas.

b. Mataair depresi (topografik) Mataair ini dapat diinterpretasi berdasarkan kerapatan kontur dan pola aliran rektanguler dengan sumber mataair sebagai hulu anak sungai. tipe mataair ini ditemukan di Kecamatan Baturraden bagian atas dan kedung banteng bagian atas termasuk dalam satuan morfologi lereng atas dan lereng bawah. c. Mataair kontak

Tipemataair ini dapat diinterpretasi dikawasan formasi bukit terdenudasi dengan perubahan penggunaan lahan kering menjadi lahan basah. Tipe mataair ini terdapat Formasi Halang dan Formasi Rambatan yang merupakan bukit vulkanik tua, serta endapan lahar di bukit sumbang

d. Mataair rekahan

Interpretasi tipe mataair ini dapat dikenali dari perubahan penggunaan lahan kering ke penggunaan lahan basah secara tegas, umumnya terdapat hulu anak sungai dan terdapat di morfometri bergelombang denga kelas kemiringan antara 8 % hingga 13% kawasan lereng gunungapi tengah Kecamatan Baturraden.

Saran

(12)

12 interpretasi, misal Klasifikasi Malingrue, Sandy dan lainnya. 2. Hasil akhir dari setiap interpretasi

yang dilakukan adalah peta yang perlu dilakukan uji akurasi dengan melakukan survei lapangan. Penggunaan citra terbaru akan sangat mempengaruhi akurasi interpretasi jika dibandingkan dengan penggunaan citra yang usang. Toleransi penggunaan citra paling lama adalah 3 tahun terakhir untuk interpretasi skala menengah.

3. Perlu mengkomparasikan cira penginderaan juah yang lain untuk mendapatkan hasil yang akurat, misalkan penelitian menggunkan citra landsat 8 semacam ini di uji dengan citra aster.

Daftar Pustaka

Al-Quran dan Terjemahannya

(Tafsir Ibnu Katsir). Shafar 1434 H / Desember 2012 M.

Pustaka Imam Asy Syafi’i :

Jakarta

Al-Quran dan Terjemahannya

(Tafsir Ibnu Katsir). Shafar 1434 H / Desember 2012 M. Pustaka Imam Asy Syafi’i. Jakarta

Aslamia, Maulida. 2012. Evaluasi

Potensi Mataair Polaman dan Kalibaru untuk Suplai Air Bersih Pneduduk I Kecamatan Lawang Bagian Utara Kabupaten Malang. Universitas Negeri Malang. Malang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2015. Rencana Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Banyumas. Banyumas

Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesai. 2003.

Bustomi, F. 2003. Pandangan Petani Daerah Irigasi Glapan Timur Mengenai Hak Atas Air Irigasi. Jurnal Ilmiah VISI, PSI-SDALP Universitas Andalas. Padang.

Danoedoro, P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Penerbit Andi. Yogyakarta

Economic and Social Comminssion for Asia and the Pasific Perairan. Kanisius.

ESRI. 2013. Image Analysis with Extraction Module (ENVI

FX). Dari

http://www.exelisvis.co.uk/Pr oductsServices/ENVIProducts /ENVI/Modules.aspx.

(13)

13 Harsanto, B.T. dan Simin. 2005.

Desentralisasi Di Sektor Irigasi: Studi Mengenai Pengelolaan Irigasi Oleh Federasi Perkumpulan Petani Pemakai Air Daerah Irigasi Tajum Kabupaten Banyumas. Laporan Hasil Penelitian, Lembaga Penelitian Unsoed. Purwokerto.

Hidayat dan Suroso. 2005. Perkembangan

KinerjaPerkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten Banyumas Studi Kasus Daerah Irigasi Andongbang, Banjaran dan Tajum. Jurnal Pembangunan Pedesaan (Terakreditasi), Lembaga Penelitian UNSOED. Purwokerto.

Ibrahim, Farid. 2014. Teknik Klasifikasi Berbasis Objek

Citra Penginderaan Jauh

untuk Pemetaan Tutupan

Lahan Sebagian Kecamatan

Mlati Kabupaten Sleman.

Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Keputusan Menteri Energi dan

Sumberdaya Mineral No. 1451 K/ 10/ Men/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelengaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah.

Kodoatie, Robert J,.2012. Tata Ruang Air Tanah. Penerbit Andi. Yogyakarta

Lillesand, M.T., R.W. Kiefer. 1993.

Penginderaan Jauh dan

Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Pres. Yogyakarta.

Prahasta, Eddy. 2005. Sistem Informasi Geografis

Konsep-konsep Dasar (Perspektif

Geodesi dan Geomatika).

Informatika.

Raharjo, Puguh. 2005. Ekstraksi Informasi Hidrologi dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh.

PUSPICS. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Raharjo, Puguh. 2009. Perubahan Penggunaan Lahan Das Kreo Terhadap Debit Puncak Dengan Aplikasi Penginderaan Jauh. Jurnal Riset dan Pertambangan Jilid 19 No. 2 tahun 2009, Halaman 69 – 84 )

Ratnasari, Rian. 2007. Potensi Mataair Mungup II untuk Kebutuhan Air Irigasi di Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Santosa, Wahyu Langgeng,. 2006. Kajian Hidrogeomorfologi Mataair di Sebagian Lereng Barat Gunungapi Lawu. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Sari, P,M. 2013. Pemanfaatan Citra

Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Mataair di

Kabupaten Sleman.Fakultas

Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Seyhan. 1979. Fundamentals of Hidrology. Instituut voor Aardwetenschappen Vrije Universiteit, Amsterdam. Suara Merdeka, 4 September 2002 Sudarmadji. 2013. Mata Air

(14)

14

Lingkungan.Sekolah

Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suroso (2004). “Analisis Intensity

Duration Frequency Kejadian Hujan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (English : Analysis of Intensity Duration Frequency Rianfall Occurences in Banyumas Regency, Central Java)”. Journal of Pilar (ISSN : 0854-1515), Diponegoro University Edition : Vol.15-No. 2, September 2004. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh

Jilid I. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta. . 1987. Penginderaan Jauh

Jilid II. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta. Suwarno, dkk. 2007. Metode Mitigasi longsor Lahan di Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas Provinsi Jaw Tengah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendiikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto

Todd, D.K., and Mays, L.W. 2005.

Groundwater Hydrology. 3rd ed. John Wiley and Sons, London.

Yunus, H.S. Metodologi Penelitian

Wilayah Kontemporer.

Pustaka Pelajar.Yogyakarta Zuidam, R.A. Van., 1985. Aerial

Photo-Interpretation Terrain Analysis and Geomorphology

Mapping. Smith Publisher

Gambar

Gambar 2. Peta Penutup Lahan
Gambar 3. Peta Bentuk Lahan
Gambar 4. Peta Kemiringan Lereng
Gambar 5. Peta Sebaran Mataair

Referensi

Dokumen terkait

They prefer this nearly synchronous communication environment with virtual social cues more than the asynchronous communication of online, text-based discussion forums that

inilah yang mengakibatkan peserta didik yang diajar dengan metode Levels of Inquiry Learning Cycle memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Tulisan ini mengevaluasi pembentukan galur mandul jantan baru GMJ4A dan GMJ5A sampai menurunkan hibrida unggul pada uji observasi hasil dan uji ketahanan terhadap penyakit hawar

signifikan antara Keterbukaan Informasi Publik Dan Audit Internal Terhadap Penerapan Good Corporate Governance Pada Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirta Sakti

** This State has provided U NIDROIT with information about its laws and policies in relation to the Convention: see

: Besaran panjar ongkos perkara perdata yang dipungut dan ongkos yang dikeluarkan pada Pengadilan Negej-i Lhokseumawe sebagaimana tersebut dalam daftar lampiran keputusan

Rasul menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Dengan

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan