• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Inventarisasi Karakteristik Mataair Di Sebagian Lereng Selatan Gunungapi Slamet Kabupaten Banyumas Melalui Pendekatan Penginderaan Jauh.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Inventarisasi Karakteristik Mataair Di Sebagian Lereng Selatan Gunungapi Slamet Kabupaten Banyumas Melalui Pendekatan Penginderaan Jauh."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang terpenting dalam kehidupan manusia. Peranan air sangat penting, karena tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi bahkan ekosistem tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan air. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan air, baik untuk keperluan domestik (rumah tangga), pertanian, indusri, perikanan, pembangkit listrik tenaga air, navigasi, dan rekreasi.

Pola permukiman yang ditelusuri dari berbagai sumber menunjukkan eratnya kaitannya dengan sumber air, baik sungai, danau maupun mataair. Permukiman penduduk yang diidentifikasi dari citra penginderaan jauh menunjukkan kedekatan dengan keberadaan sumber air, sehingga terdapat pola-pola permukiman memanjang yang mengikuti alur sungai, pola kipas yang terdapat di pinggir-pinggir danau ataupun pantai, pola melingkar memusat di suatu mataair; hal ini menunjukkan bahwa manusia sangat bergantung pada air, ketika menentukan lokasi untuk tempat tinggal dipilihlah tempat yang memiliki sumber air guna memenuhi kebutuhannya.

Air yang berlimpah di muka bumi, menutupi sekitar 71% dari permukaan bumi. Secara keseluruhan air di muka bumi, sekitar 98% terdapat di Samudera dan laut dan hanya 2% yang merupakan air tawar yang terdapat di sungai, danau dan bawah tanah. Diantara air tawar yang ada tersebut, 87% diantaranya berbentuk es, 12% terdapat di dalam tanah, dan sisanya sebesar 1% terdapat di danau dan sungai (Effendi, 2007).

Air mengalami sirkulasi yang disebut daur hidrologi. Proses ini berawal dari permukaan tanah dan laut yang menguap ke udara kemudian mengalami kondensasi yaitu berubah menjadi titik-titik air yang mengumpul dan membentuk awan. Titik- titik air itu memiliki kohesi sehingga titik- titik air menjadi besar dan dipengaruhi gravitasi bumi sehingga jatuh disebut hujan. Air hujan yang jatuh di

▸ Baca selengkapnya: peralatan dalam penginderaan jauh yang dipasang wahana yang berfungsi sebagai alat perekam objek di permukaan bumi yang sedang diteliti disebut

(2)

permukaan bumi sebagian diserap tanah dan sebagian lagi mengalir melalui sungai menuju ke laut.

Beragam orang memperoleh sumber air, diantaranya memanfaatkan air hujan untuk keperluan sehari-hari dengan cara menampung air hujan di tendon air. Ada pula yang memanfaatkan air pemukaan, air sungai dan danau guna memenuhi kebutuhan air untuk kepeluan hidupnya, sedangkan ditempat yang berbeda orang-orang mendapatkan air untuk keperluannya dari air tanah yang diperolehnya dengan beragam cara. Air hujan tidak setiap saat dapat diperoleh karena hujan hanya turun ketika musim hujan (bulan basah), sehingga memanfaatkannya membutuhkan tandon penampungan air hujan. Air yang ditampung hanya digunakan saat hujan mulai berkurang sehingga dapat digunakan untuk cadangan air untuk musim kemarau. Pemanfaatan air hujan tidak selalu dikarenakan tidak adanya sumber air yang lain, melainkan karena beberapa alasan seperti air permukaan dan air tanah telah tercemar sehingga tidak lagi dapat diamanfaatkan. Air permukaan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan cara menggunakannya di lokasi sumber air atau disalurkan melalui sitem perpipaan. Pemanfaatan lain dari air permukaan adalah dengan membuat bendungan untuk membuat sistem distribusi irigasi petanian. Air permukaan ada yang mengalir seperti air sungai ataupun genangan seperti kolam, bendungan dan danau. air permukaan rentan kontak dengan benda-benda pencemar air sehingga kualitas air permukaan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar.

(3)

Air tanah tersimpan sekaligus mengalir dalam suatu wadah yang kedap (permeable)yang disebut akuifer, yaitu suatu unit geologi yang dapat menyimpan dan melalukan air dalam jumlah tertentu. Akuifer pada umumnya adalah pasir dan krikil yang tidak padu (unconsolidated matrial), serta batuan sedimen poros seperti batuan pasir, batuan vulkanik yang telah lapuk dengan banyak retakkan pun dapat diklasifikasikan sebagai akuifer. Allah tabarokata’ala menjelaskan “Kami jadikan bumi memancarkan mataair-mataair, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan” dalam qur’an surah Al Qomar ayat 12.

Formasi geologi yakni akuifer tersebut menjadi komponen dalam siklus hidrologi. Air tanah layaknya air permukaan juga mengalir namun dengan kecepatan yang relative rendah melalui rongga-rongga batuan atau butir-butir pasir, ketika kondisinya memungkinkan maka air tanah inilah keluar menjadi mataair. Allah sesungguhnya menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai (Az Zumar : 21). Artinya air mengalami siklus hidrologi yang panjang, proses-proses ini berjalan secara alamiah. Evaporasi air laut yang membentuk awan hingga terjadi kondensasi yang menjadikan awan menggumpal membentuk mendung-mendung dan turun hujan sebagai presipitasi. Pada kesempatan ini kemudian proses infiltasi air kedalam tanah mengumpulkannya menjadi air tanah. Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya Qur’an surah Al Mu’minuun ayat 18, “Menetapnya” Air di bumi merupakan bagian dari sistem aquifer.

(4)

kualitas, air tanah yang mengalami infiltrasi sedemikian rupa sehingga tanah-tanah mampu mensucikan air dari senyawa-senyawa berbahaya bagi mahluk hidup.

Mengacu pada Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1451 K/ 10/ Men/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelengaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah, peruntukkan pemanfaatan air bawah tanah atu lebih umum dikenal dalam akademik ; air tanah adalah untuk konsumsi air minum sebagai prioritas utama diatas keperluan kebutuhan air lainnya. Selanjutnya prioritas pemanfaatan air tanah adalah b) rumah tangga, c)peternakan dan pertanian sederhana d)industry e)irigasi f)pertambangan g)perkantoran dan h) kepentingan lainnya di luar kepentingan sebelumnya.

Distribusi air das, dimana debit sumber kecil sedang kepadatan penduduknya yang relatif cukup tinggi sehingga imbangan air menjadi tidak seimbang serta terjadi penurunan dari segi kuantitas dan kualitas. Kondisi saat kepadatan penduduk secara Geografis tidak merata di Kabupaten Banyumas jumlah pemanfaatan air masih rendah dan di sisi lain debit mataair masih cukup besar maka tidak akan muncul konfik pemanfaatan air. Benturan kepentingan pemanfaatan air terjadi apabila debit sumber mataair kecil, sedangkan bagi sumber mataair yang memiliki debit besar tidak akan terjadi. Sementara ini belum terjadi konflik pemanfaatan air mataair debit besar, sebagaimana berkembangnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan lainnya, mataair yang berdebit besar awalnya dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga penduduk hulu seperti air minum (masak) serta mandi cuci kakus serta pertanian, peternakan juga perikanan di hilir. Meningkatnya kebutuhan domestik menyebabkan penduduk di hilir pun membutuhkan air tersebut untuk konsumsi dan rumah tangga pula akibat pencemaran yang terjadi di hilir dan berbagai macam alasan lainnya yang memaksa menggunakan air dari hulu untuk konsumi. Seperti penduduk di daerah perkotaan dan permukiman padat yang menyadap air melalui perusahaan perusahaan air minum. Tentu sumber air yang digunakan pun berasal daerah hulu.

(5)

kerusakan. Sejumlah mataair yang rusak diperkirakan sekitar 30% (632) kini mati dan 40% (842) berdebit air sangat kecil (Suara Merdeka, 4 September 2002). Terdapat 383 titik mata air yang dapat bertahan sebagai sumber air baku (Laporan RKPD Kabupaten Banyumas 2015). Data tersebut tersebar di kabupaten banyumas, namun demikian perlu dipahami bahwa lokasi pemunculan mata air yang berada di kabupaten banyumas muncul di lereng gunungapi slamet dan sebagian kecil di gawir sesar struktural selatan Purwokerto. Keterbatasan data inipulalah menjadi alasan perlunya inventarisasi mata air.

Sumber mataair alami di Kabupaten Banyumas banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal dan pada akhirnya air dari sumber mataair tersebut hanya terbuang ke sungai menjadi aliran air sungai dengan kualitas yang buruk. Sumber mataair dieksploitasi dengan metode yang sangat sederhana, sehingga air dari sumber mataair tidak bisa dimanfaatkan secara optimal.

Air merupakan kebutuhan hajat hidup masyarakat yang sangat penting seperti kebutuhan untuk minum, mandi, mencuci, irigasi dan kebutuhan lainnya. Oleh karena itu keadaan dan keseimbangannya perlu dipertahankan melalui beragam pelestarian dan konservasi mataair yang terangkum dalam inventarisasi sumber daya air. Saat ini sudah dapat dikatakan cukup sulit untuk mendapatkan air bersih baik secara kualitas maupun secara kuantitas, hal ini disebabkan oleh ketersediaan air relative tetap secara siklus hidrologi, akan tetapi kebutuhan air oleh manusia dipastikan semakin meningkat. Dilain sisi, pemenuhan kebutuhan akan air semakin kompleks karena tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, tetapi saat ini denagn bertambahnya jumlah penduduk sehingga menuntut tersedianya air dalam jumlah banyak, daerah miskin air akibat pencemaran dan interusi air laut menuntut pemenuhan air dari daerah lain.

(6)

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 1451 K/ 10/ Men/2000. Dengan debit mataair yang terbatas sesuai dengan daur hidrologinya yang membutuhkan siklus menahun, maka konflik pemanfaatan air tidak akan terhindarkan. Jika hal demikian tidak segera diatasi, disatu sisi sumber daya air terbatas, disisi lain kebutuhan akan air semakin meningkat maka manajemen sumber daya air sangat diperlukan.

Walaupun mataair sudah banyak dimanfaatakan, bukan berarti semua potensi mataair telah terinventarisasi dengan baik. Ternyata masih banyak dilapangan yang menunjukkan bahwa mataair yang mempunyai potensi yang cukup baik belum terinventarisasi dengan baik, bahkan belum termanfaatakan dengan optimal. Bukan perkara yang mudah untuk melakukan inventarisasi mataair dengan cepat dan dengan baik. Hal ini disebabkan kerapkali pemunculan mataair terjadi pada tempat-tempat yang belum dapat dijangkau dengan mudah. Medan yang sulit merupakan salah satu kendala di dalam melakukan pendataan mataair.

Penerapan teknologi penginderaan jauh menjadi salah satu alternative yang ditawarkan dalam upaya inventariasis mataair, apabila citra penginderaan jauh baik foto udara maupun citra satelit di suatu tempat tersedia. Tempat tempat pemunculan mataair akan terkait dengan kondisi geologi (struktur geologi, jenis batuan), geomorfologi dan topografi (perubahan slope), penggunaan lahan dan tutupan lahan termasuk kerapatan dan jenis vegetasi yang semuanya dapat disadap menggunakan teknologi penginderaan jauh. Vegetasi berkaitan dengan keberadaan air, asumsi dengan rapatnya vegetasi menunjukkan adanya pemunculan mataair sebagai senyawa yang vital dibutuhkan oleh mahluk hidup. Paling tidak pemanfaatan penginderaan jauh dengan citra satelitnya menjadi survey awal untuk melihat potensi pemunculan mataair. Informasi tentang mataair di suatu daerah dapat diberikan dalam format Sistem Informasi Geografis, sehingga sebaran spasial mataair beserta potensi yang dimilikinya dapat dipublikasikan sebagai salah satu bentuk inventarisasi sumber daya air.

(7)

Selatan Gunungapi Slamet Kabupaten Banyumas Melalui Pendekatan Penginderaan Jauh.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah didasari oleh potensi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis mampu mengekstraksi informasi baru berupa lokasi pemunculan mataair berdasarkan pendekatan parameter fisik lahan sehingga dapat mengetahui sumber-sumber air tanah untuk dapat dimanfaatakan bagi kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana agihan potensi pemunculan mataair berdasarkan parameter fisik lahan di wilayah penelitian?

2. Bagaimana karakteristik mataair yang ada di wilayah penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian

1. Memetakan zonasi pemunculan mataair di Lereng selatan Gunungapi Slamet melalui pendekatan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis serta menganalisisnya secara keruangan.

2. Menganalisis karakteristik mataair lereng Gunungapi Slamet berdasarkan parameter fisik lahan hasil interpretasi citra penginderaan jauh.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dianntaranya:

1. Manfaat teoritis, yaitu memberi sumbangan dalam ilmu pengetahuan terutama dalam bidang Geohidrologi serta menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis, yaitu :

(8)

b. Sebagai bahan acuan masyarakat dalam mewujudkan penggunaan air untuk irigasi dan air minum (konsumsi rumah tangga).

1.5 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.5.1 Telaah Pustaka

1.5.1.1Mataair

Mataair merupakan air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mataair yang berasal dari dalam tanah hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan air tanah dalam.

Dalam ilmu hidrogeologi mataair merupakan titik atau kadang-kadang suatu areal kecil tempat air tanah muncul atau dilepaskan dari suatu akuifer. Dalam Ilmu Hidrogeologi mataair merupakan bagian dari air tanah. Mataair adalah suatu titik atau kadang-kadang suatu areal kecil tempat air tanah muncul dari suatu akuifer (atau pelepasan air dari akuifer) ke permukaan tanah (Bear, 1979 dalam Kodoatie, 2012). Beberapa permukaan buangan alami yang cukup luas yang megalirkan ke anak sungai kecil juga bias disebut mataair. Mataair juga merupakan buangan dari samudra, danau, dan sungai (Davis dan DeWiest, 1966 dalam Kodoatie, 2012).

(9)

mil2 (2,59 juta m2) pada daerah kering. Jumlah air yang masuk tanah sebagai isian sama dengan 10 feet/tahun (3,048 m/tahun atau 3048 mm/tahun) pada daerah dengan curah hujan tinggi dan lapisan batuan sangat permeabel. Batuan tak tembus air atau daerah kering biasanya mempunyai infiltrasi 0,1 inchi/tahun atau 2,54 mm/tahun (Davis dan De Wiest, 1966 dalam Kodoatie, 2012).

Fluktuasi harian debit mataair kecil biasanya disebabkan karena penggunaan air untuk vegetasi. Mataair akan mengalir dengan kuat antara tengah malam dan pagi hari, tetapi bisa kering selama seharian. Debit mataair ini akan kembali tetap selama musim dingin ketika transpirasi akan berhenti.

(a) Depresi Permukaan bertemu muka air tanah

(b) Infiltrasi air hujan kedalam lapisan kasar dan bidang luncur permeable

(c) Batu pasir permeable menutup lapisan impermeable

(d) Patahan lapisan impermeable berlawanan lapisan permeable pada alluvial

a b

(10)

(e) Patahan terbuka dalam batuan rapuh (f) Lapisan struktural pada batuan

(g) Singkapan akuifer artesis

(h) Lipatan dominan dalam satu arah

(i) Singkapan krikil permeable dan penutup basal batuan granit impermeable Gambar 1.1 Ilustrasi kondisi pemunculan mataair (Davis dan De Wiest, 1966

dalam Kodoatie, 2012)

Jika material geologi homogen secara sempurna, debit muka tanah secara langsung akan menjadi rembesan yang menyebar relatif ke area yang lebih luas. Topografi ini memungkinkan permukaan tanah akan memotong muka air tanah dan aliran permukaan. Tipe rembesan ditemukan pada area bukit pasir, simpanan,

f e

g h

(11)

daerah batu pasir, dan jenis batuan homogen dan sedimen lepas. Sketsa mataair ini dapat dilihat pada Gambar 1.1-a.

Permeabilitas secara vertikal atau horisontal biasanya disebabkan oleh lokasi mataair (Davis dan De Wiest, 1966 dalam Kodoatie, 2012). Mataair musiman umumnya berhubungan dengan perubahan permeabilitas pada lapisan cuaca. Sliderock deposits, soil horizons, tanah luncur membantu menemukan tempat aliran mataair, dapat di lihat pada Gambar 1.1-b. Hubungan antara variasi vertikal dari permeabilitas dengan lapisan batuan sedimen disebabkan oleh luas, ketetapan, mataair, dapat dilihat pada Gambar 1.1-c.

Perubahan struktur batuan disebabkan oleh gerakan bumi yang menghasilkan perubahan pada permeabilitas dan tempat mataair. Jika patahan memotong batuan belum terkonsolidasi, daerah patahan biasanya berkurang permeabilitasnya dibanding lapisan batuan sekelilingnya. Mataair yang timbul dari daerah patahan dapat dilihat pada Gambar 1.1-d dan Gambar 1.1-e. Pengelupasan kulit pada lipatan batuan granit dapat dilihat pada Gambar 1.1-f. Gerakan bumi juga disebabkan karena kemiringan dan lipatan yang membawa lapisan permeabel dan tidak permeabel ke permukaan. Dua jenis mataair yang biasanya dihubungkan dengan lipatan, dapat dilihat pada Gambar 1.1-g dan Gambar 1.1-h. Kemurnian mataair dari batuan vulkanik atau batu kerikil yang dihubungkan dengan aliran dapat dilihat pada Gambar 1.1-i. Tanggul, ambang, lapisan tuff dan buried soil biasanya mengkontrol lokasi mataair pada simpanan vulkanik. Fetter (1994) disebutkan beberapa jenis spring, meliputi: depression spring, contact spring,fault spring, sinkhole spring, joint spring, dan karst spring.

Kesemuanya ini merupakan pemunculan air tanah ke atas permukaan dari berbagai akuifer (dalam Kodoatie, 2012). Depression spring terbentuk ketika muka air tanah mencapai permukaan (Bryan, 1919 dalam Kodoatie, 2012). Perubahan topografi menimbulkan gelombang pada konfigurasi muka air tanah. Sistem aliran lokal yang terbentuk pada mataair ini berada di zona buangan lokal.

(12)

Garis mataair sering ditandai dengan singgungan litologi, antara muka air tanah dan muka air pada perched aquifers. Hal ini tidak berlaku untuk lapisan dibawah lapisan impermeabel, hanya perbedaan konduktivitas hidrolik yang cukup besar untuk menghalangi aliran air yang bergerak menuju ke lapisan atas.

Fault springs merupakan mataair yang dibatasi gerakan air tanah akibat patahan batuan yang impermeabel dengan gaya air pada akuifer ke buangan. Sinkhole springs dapat ditemukan di mana kawah yang terhubung ke terowongan yang timbul ke permukaan. Di beberapa area, run-off dapat membawa sebagian atau keseluruhan sebagai aliran bawah tanah. Masing-masing aliran menyebar ke dalam pori-pori dan retakan pada batuan atau aliran air dalam kawah.

Joints springs bisa terjadi karena adanya lipatan atau patahan pada zone

permeabel di batuan permeabel rendah. Air bergerak melewati batuan, dan mataair dapat terbentuk di mana patahan-patahan bertemu pada permukaan tanah dengan elevasi rendah. Karst springs merupakan muka air yang timbul dan jatuh menjadi variasi run-off pada sinkhole (Brook, 1977 dalam Kodoatie, 2012). Mataair dalam batuan kapur dapat dihubungkan dengan depresi topografi disebabkan oleh collapsed cavern (sinkhole) pada elevasi yang lebih tinggi. Mataair juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mode/cara kejadian (feNo.mena)-nya, bisa juga dari media geologi di mana air lewat (Kashef, 1986 dalam Kodoatie, 2012).

(13)

(a) Mataair depresi (depression springs)

(b) Perched springs

(c) Mataair rekahan (springs in craked, impermeable rock)

(d) Mataair confined aquifer

1.2 Karakteristik Mataair (Bear, 1979 dalam Kodoatie 2012)

(14)

aspek sebagai berikut; a) terbentuknya (cause), b) struktur batuan (geologi), c) debit (discharge), d)temperature dan e)variabelitasnya.

Berdasarkan klasifikasi pemunculannya, atau sebab kondisi yang mengontrol munculnya mataair maka dapat dikelompokkan kembali kedalam karakteristik mataair, sebagai berikut : Pertama,Mataair Depresi (depression spring) terbentuk apabila muka air tanah terpotong oleh permukaan tanah.

Kedua,Mataair kontak (contact spring) terjadi bila lapisan lolos air yang menyimpan air terletak diatas lapisan kedap air, selanjutnya muka air tanah terpotong oleh permukaan tanah. Ketiga,Mataair atesis (artesian sprins)disebabkan oleh pemunculan air akibat tekanan air dari akifaer tertekan atau singkapan batuan melalui celah didasar lapisan kedap air. Keempat mataair pada batuan kedap (impervious rock spring) terjadi pada saluran tabular atau retakan batuan kedap air, dan Kelima, mataair rekahan (tabular or facture spring) muncul karena adanya saluran pada batuan, seperti adanya alur lava atau alur pelarutan, adanya rekahan batuan kedap air yang berhubungan dengan air tanah.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1.3 Pemunculan mataair (a) mataair depresi, (b) mataair artesis, (c) mataair kontak, (d) mataair rekahan (Todd and Mays, 2005 dalam Sudarmadji 2012)

1.5.1.2Penginderaan Jauh

(15)

objek yang indera adalah objek yang terletak di permukaan bumi, di atmosfer (dirgantara) dan di antariksa.Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, sesuai dengan tenaga yang digunakan.Tenaga yang digunakan dapat berupa variasi distribusi energi elektromagnetik.Data penginderaan jauh dapat berupa citra (imaginery), grafik, dan data numerik.Data tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah, atau fenomena daerah yang diindera atau yang diteliti. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analis atau interpretasi data. Apabila proses penerjemahan tersebut dilakukan secara digital dengan bantuan komputer disebut interpretasi digital.

(16)

Pendekatan hidromorfometri dapat menjelaskan hubungan antara aspek-aspek morfometri dan variabel-variabel hidrologi (Seyhan, 1976). Pendekatan hidromorfometri dapat menjelaskan respon limpasan maupun masukan air ke tanah di dalam suatu sistem DAS sebagai reaksi dari variabel morfometri DAS terhadap masukan hujan. Selain variabel morfometri, variabel fisik permukan lahan lainnya seperti vegetasi, penggunaan lahan, yang membantu dalam analisis hidrologi dapat disadap dari citra pengeinderaan jauh. Untuk data hidrologi lainnya seperti kondisi air tanah yang tidak dapat disadap dari citra pengeinderaan jauh memerlukan data bantu dari informasi lain.

Melalui interpretasi citra pengeinderaan jauh karakteristik wilayah daerah aliran sungai dapat dengan mudah diidentifikasi. Kenampakan-kenampakan yang berkaitan dengan evaluasi medan seperti morfometri, topografi, pola aliran, erosi, vegetasi dan penggunaan lahan berhubungan erat dengan proses hidrologi dapat disadap melalui citra pengeinderaan jauh, sehingga dengan menggunakan data penginderaan jauh, citra pengeinderaan jauh dapat memberikan informasi secara keseluruhan dan mencakup aspek-aspek yang terkait (puguh, 2005).

Interpretasi citra multitingkat sering digunakan dalam studi geologi. Penafsir memulianya dengan melakukan interpretasi citra Landsat dengan skala kecil hingga sedang, Citra skala menengah memungkinkan pengamatan untuk menyeluruh atas tata letak geologi secara regional. Banyak kenampakan geologi penting yag membentang dengan jarak yang luas seperti patahan geologi dapat dipelajari dengan baik dengan mengamati citra satelit (Lillesand Kiefer, 1990).

1.5.1.3Citra Landsat 8

(17)

seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6,7 dan terakhir adalah Landsat 8 yang diorbitkan tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit

Landsat Data Continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. Landsat 8 hanya memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan melakukan liputan pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi temporal ini tidak berbeda dengan landsat versi sebelumnya.

Tabel 1.1 Band Landsat 8

Band Panjang Gelombang (µm) Sensor Resolusi

1 0,43 -.0,45 Visible 30 m

2 0,45 – 0,51 Visible 30 m

3 0,53 – 0,59 Visible 30 m

4 0,64 – 0,67 Near-infrared 30 m

5 0,85 – 0,88 Near-infrared 30 m

6 1,57 – 1,65 SWIR 30 m

7 2,11 – 2,29 SWIR 30 m

8 0,50 – 0,68 Pankromatik 15 m

9 1,36 – 1,38 Cirris 30 m

10 10,6 11,19 TIRS 1 100 m

11 11,5 – 12,51 TIRS 2 100 m

Sumber : Http://www.usgs.gov.2013

(18)

dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi. II-3 Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7. Berikut merupakan tabel yang menjelaskan karakterisktik band-band yang terdapat pada citra landast 8.

Tabel 1.1 Band Landsat 8

Untuk interpretasi citra Landaat perlu memilih saluran atau pada saluran yang paling sesuai dengan tujuannya. Saluran 4 (hijau) dan 5 (merah)biasanya paling baik untuk mendeteksi kenampakan budaya seperti daerah perkotaan, jalan rincian baru, tempat penambangan batu dan tempat pengambilan krikil. Pada daerah semacam itu biasanya saluran 5 lebih dipiloh karena pada saluran 5 daya tembus atmosferik ang lebih dibandingkan saluran 4 sehingga lebih memberikan kontras citra yang lebih tinggi.

Tabel 1.2 Aplikasi Komposit Landsat Tipe Penutup

Lahan

Kombinasi Saluran Spektral

Perairan Band 1, 5 & 8 / Band 2, 3 & 4

Permukiman Band 2,5 & 8 Pertanian Band 2, 3 & 4 Hutan Band 2, 5 & 8 Garam Band 2, 3 & 4 Vegetasi kering Band 2,5 & 8 Vegetasi teririgasi Band 2, 5 & 8 Sumber : Pengolahan Citra Digital

(19)

sangat baik untuk menunjukkan batas tubuh air. Karena tenaga pada panjang gelombang inframerah dekat hanya menembus sedikitmasuk ke dalam air, dimana air menyerapnya dan hanya sedikit memantulkannya permukaan air sangat gelap pada saluran 6 dan 7. Lahan basah yang digenangi air atau lahan organic basah dengan tetumbuhan sedikit yang tumbuh di muka air, juga memilki rona sangat gelap pada saluran 6 dan 7, demikian pula lahan yang di aspaldan tanah gundul yang basah. Saluran 5 dan 7 kombinasi yang paling cocok untuk indentifikasi geologi sebagai bidang tunggal penggunaan Landsat yang baling besar (lillesand Kiefer, 1990).

1.5.1.4Envi 4.8

Saat ini terdapat banyak sekai perangkat lunak pengolahan citra yang beredar di pasaran.Hal ini berbeda jauh dibandingkan kondisi sebelumnya 1990-an, di mana sebagian besar sistem pengolahan citra dijital pengindraan jauh dijalankan pada platform atau sistem operasi untuk computer besar, terutama mainframe. Berkembangnya Computer personal (PC) pada dekade 90-an dan kemudian

laptop pada dekade pertama abad ke-21 telah membuat system pengolahan penginderaan jauh dapat dijangkau oleh siapa saja. hal ini juga tidak lepas dari semakin banyaknya system berbasis open source dan gratis, sehingga kesan kemewahan perangkat lunak pengolahan citra pada decade 80-an menjadi tak tersisa. Di sisi lain, segala kemudahan itu diikuti dengan semakin mudahnya cara operasidan pemrosesan sehingga kalangan awam tanpa pengalaman yang memadai dan latar belakang penginderaan jauh pun dapat mengolah citra dengan memberikan hasil berupa peta-peta turunan, meskipun dari aspek kualitas masih banyak yang perlu dipertanyakan.

(20)

Serikat dan disajikan secara terintegrasi dengan modul pemrograman IDL (Interactive Data Language).

Gambar 1.4 Tampilan citra pada jendela Envi 4.8

Perangkat lunak ini memiliki kemampuan yang bagus dalam mengelola data berukuran cukup besar, baik dalam hal dimensi (ukuran baris-kolom) citra maupun dalam hal jumlah saluran (hingga hiperspektral).

Fasilitas dasar ENVI yang menonjoladalah kemampuan membaca dan mengonversi data (impor ekspor) penginderaan jauh dalam berbagai format, melakukan pemotongan citra (membuat subimage) baik dalam hal ukuran baris-kolom maupunjumlah saluran dalam berbagai ukuran acuan (peta, citra, maupun pilihan baris-kolom secara bebas). Fasilitas lain adalh mampu melakukan koreksi dan kalibrasi citra, baik secara geometrik maupun secara radiometrik. Kelengkapan koreksi dan kalibrasi radiometric termasuk unggul dibandingkan dengan perengkat lunak lain. Klasifikasi multispectral dan hiperspektral merupakan fasilitas utama yang disajikan oleh ENVI, lengkap dengan menu-menu postclassification processing yang tidak terkait dengan fungsi-fungsi SIG. Visualisasi dan analisis data topografi juga disediakan, dilengkapi dengan modul analisis radar.

(21)

diintegrasikan dengan menu yang ada.model-model dan formula analisis citra dapat dikembangkan dengan pemrograman melalui IDL. Kekurangan utama ENVI adalah kemampuan untuk mengintegrasikan analisis citra spektral dengan data spasial lain. Di samping itu, fasilitas presentasi kartografis hasil analisis citra khususnya hasil klasifikasi masih sangat terbatas.

Gambar 1.5 berikut tampilan Envi EX yang digunakan untuk klasifikasi terselia. Envi EX merupakan tools yang terdapat dalam Envi 4.8 dan telah terintegrasi dengan Arctoolbox (ArcGIS).

Gambar 1.5 Tampilan awal Envi EX

(22)

spektral dan tekstur secara bersama-sama. Metode inilah yang kemudian disebut Klasifikasi Berbasis Objek. Input Klasifikasi membutuhkan minimal dua band. Jenis Iput yang compatible adalah ENVI, TIFF, NITF, JPEG 2000, JPEG, Erdas image, ESRI raster, dan raster geodatabase. Klasifikasi terbimbing dan tidak terbimbing dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan mulus.Supervised Classification menjadi lebih mudah dengan adanya feature extraction/image segmentation dari ENVI EX. Metode feature extraction pertama kali dikembangkan pada software-software desain grafis untuk "menjiplak" fitur/objek yang terlihat pada gambar, dan saat ini ENVI dan sudah menerapkan metode ini untuk meng-extract informasi-informasi yang terdapat pada citra satelit. Bahkan ENVI EX telah menggabungkannya (feature extraction) dengan K-nearest neighborhood method untuk melakukan supervised classification secara langsung. Feature extraction sangat membantu dalam pekerjaan klasifikasi Tutupan Lahan menggunakan citra satelit, karena metode ini (sekali lagi) dapat mengidentifikasi kelas Tutupan Lahan bukan hanya secara pixel-based, namun juga memperhitungkan komponen lain dalam interpretasi, seperti bentuk dan texture dari fitur/objek yang nampak pada citra tersebut. Tingkat ketelitian dan kedetailan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Data-data lain seperti elevation, slope, ataupun NDVI dapat ditambahkan sebagai data pendukung dalam proses feature extraction tersebut.

1.5.1.5Interpretasi Multi Spektral dan Interpretasi Berbasis Objek

(23)

(on screen digitation), sementara interpretasi digital dilakukan menggunakan sistem yang terkomputerisasi berdasarkan dengan atau tanpa menggunakan sample atau alghorithma yang telah pengguna tetapkan.

Terkait dengan interpretasi digital, ada dua kelompok ektraksi data: [a] berbasis piksel, dan [b] berbasis objek (object oriented classification). Interpretasi berbasis piksel meliputi klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (un-supervised classification). Klasifikasi terbimbing adalah metode klasifikasi berdasarkan sample yang telah ditentukan olah pengguna, sementara klasifikasi tidak terbimbing akan memberikan keleluasaan kepada komputer untuk mengklasifikasikan kelas yang junlahnya telah pengguna tentukan untuk kemudian hasilnya didefinisikan selanjutnya berdasarkan atribut kelas yang telah ditentukan.

Klasifikasi berbasis piksel merupakan metode klasifikasi klasik yang mengolah

spektral menjadi informasi pada setiap piksel. Secara normal perbedaan fisik pada

permukaan bumi akan memiliki informasi spektral yang khusus. Namun, pendekatan ini

memiliki keterbatasan ketika objek memiliki informasi spektral yang sama (Gao Yan,

2003 dalam Ibrahim 2014). Klasifikasi berbasis objek (object oriented classifictaion)

adalah interpretasi citra yang menggabungkan informasi spektral dan informasi

spasial.Pendekatan ini membuat segmentasi piksel menjadi objek sesuai dengan rona dan

mengklasifikasikannya sebagai gambar secara keseluruhan.Klasifikasi berbasis pixel

menggunakan nilai spektral, sementara klaisfikasi berbasis objekjuga menggunakan

informasi tekstur dan konteks dalam menentukan segmen kelas objeknya.

(24)

berdasarkan nilai spektralnya.Baru kemudian mengenali tiap kelompok tersebut mewakili kelas objek tertentu.

Danoedoro (2012) menyebutkan bahwa dalam bekerja dengan data spasial digital, para pengguna peta biasanya tidak bicara secara langsung menyebutkan tentang skala.Dalam “bahasa” peta-peta analog, para geograf, perencana dan surveyor pemetaan biasanya menggunakan istilah skala, yaitu konsep yang menyatakan perbandingan antara ukuran yang tersaji pada peta dengan ukuran yang ada di lapangan.

Hal yang sama juga berlaku bagi mereka yang bekerja didunia penginderaan jauh berbasisi digital, terdapat istilah yang dinamakan Resolusi.

Resolusi (yang disebut juga resolving power = daya pisah, (Danoedoro,2012) adalah kemampuan suatu system optic-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral memiliki kemiripan (Swain dan Davis, 1978 dalam Danoedoro 2012). Pengertian ini akhirnya berkembang dengan menambhankan aspek waktu (temporal) di dalamnya.Dalam konsep penginderaan jauh terdapat empat aspek resolusi yang sangat penting, yaitu

resolisu spasial, resolusi spektral, resolusi radiometric dan resolusi temporal.

Danoedoro (2012) menyebutkan dalam praktik pengolahan citra, resolusi layar juga memegang peranana penting.

a. Resolusi Spasial

Pengertian praktis resolusi spasial adalah ukuran terkecil objek yang masih dapat dideteksi oleh suatu system pencitraan. Semakin kecil ukuran objek (terkecil) yang dapat dideteksi, semakin halus atau semakin tinggi resolusi spasialnya.Begitu pula sebaliknya, semakin kasar ataui semakin rendah resolusinya. Citra satelit SPOT yang beresolusi 10 dan 20 meter dapat disebut berresolusi (lebih) tinggi dibandingkan dengan citra satelit Landsat TM yang berresolusi 30 meter.

(25)

piksel (missal lebar 10 meter dibandingkan dengan resolusi spasial 30 meter) namun berbentuk memanjang, misalnya jalan, masih dapat dibedakan dengan objek disekitarnya. Objek yang berukuran kirang dari resolusi spasialnya tersebut akan tercatat sebagai satu sel penyusun citra (pixel = picture element, elemen gambar) yang sebenarnya memuat bebeapa objek. Piksel semacam ini disebut

mixed-pixel (mixel atau miksel) (Kannegieter, 1987 dalam Danoedoro 2012). Piksel diperlawankan dengan piksel murni (pure pixel) yang memuat satu informasi jenis objek saja.objek berupa liputan padang rumput yang luas pada citra berresolusi 20 meter mempunyai kemungkinan untuk menyajikan sejumlah besar piksel murni. Semakin kasar resolusinya, semakin besar kemungkinan suatu citra untuk menyajikan banyak piksel mixel.

Gambar 1.6 Perbandingan resolusi spasial (Danoedoro, 2012) b. Resolusi Spektral

(26)

c. Resolusi Radiometrik

Kemampuan sensor dalam mencatat respon spektral objek dinamakn sebagai resolusi radiometric. Respon berupa radiasi spektral yang dinyatakan dalam satuan mW cm-2sr1µm-1atauWm-2sr1µm-1datang mencapai sensor yang intensitasnya bervariasi.Sensor yang peka dapat memebedakan selisih respon yang paling lemah sekalipun.Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas pantulan atau pancaran spektral menjadi angka digital.Kemampuan ini dinyatakan dalambit.

System coding 4 bit akan mengubah intensitas pantulan atau pancaran menjadi 24 = 16 tingkat, yang terlemah diberi kode 0, dan yang tertinggi dengan kode 15. Bagi sensor dengan kemampuan 8 bit, sinyal dengan julat intensitas yang sama akan diubah menjadi citra dengan 28 = 256 tingkat kecerahan. Artinya sinyal terlemah memiliki kode 0 sedangkan sinyal tertinggi memiliki kode 255.Sinyal terlemah Nampak hitam pada citra sedangkan sinyal terkuat tampak putih.

d. Resolusi Temporal

Resolusi temporal adalah kemampuan suatu system untuk merekam ulang daerah yang sama. Satuan temporal adalah jam atau hari. Satelit GMS dapat merekam daerah yang sama setiap 2 hari sekali. Satelit Landsat MMS dan TM setiap 18 hari sekali untuk generasi, dan 16 hari sekali untuk generasi2. Satelit SPOT mampu merekam ulang setiap 26 hari sekali pada system operasi normal, tetapi dapat pula beberapa hari berturut-turut dengan mekanisme perekaman menyamping (Brachet, 1984 dalam Danoedoro 2012).

e. Resolusi Layar

(27)

Monitor 8 bit mampu menampilkan 256 warna atau tingkat kecerahan, sementara monitor 24 bit mampu menampilkan 224 warna atau sekitra 16,677 juta warna.

Resolusi layar adalah kemampuan layar monitor dalam menyajikan kenampakan on=bjek pada citra secara lebih halus. Semakin tinggi resolusi layar semakin tinggi kemampuan untuk menyajikan gambar dengan butir-butir piksel yang halus. Dengan kata lain, semakin banyak pula jumlah sel citra (piksel) yang dapat dtampilkan pada layar. Biasanya ukuran piksel layar (sering disebut sebagai dot pitch) sebesar 0,26 milimeter sudah dapat dikatakan memadai untuk setudi penginderaan jauh. Kemampuan layar monitor ini dikendalikan oleh graphic card

yang dipasang pada CPU. Denga graphic card yang berbeda, kadang-kadang suatu layar monitor dapat diemulsikan menjadi layar monitor resolusi menengah.

Danoedoro (2012) menyebutkan klasifikasi berbasisi objek merupakan alternative ketika klasifikasi yang bertumpu pada nilai spektral semata dirasa tidak mampu mendefinisikan objek-objek spasial dan ketika klsifikasi yang melibatkan data nir-spektral dalam bentuk integrasi dengan SIG dirasa kurang menunjukkan tingkat otomatisasi yang tinggi. Klasifikasi berbasis objek mendefinisikan kelas-kelas objek berdasarakan aspek spektral dan aspek spasial sekaligus. Metode ini dipandang mampu mengatasi kelemahan metode klasifikasi yang selama ini terlalu bersifat per-pixel atau beroperasi pada level piksel secara individual. Disisi lain disadari bahwa objek geografis saat ini dibedakan satu sama lain bukan semata bukan semata berdasarkan aspek spektralnya, melainkan juga aspek spasialnya, misalnya bentuk, pola dan teksturnya. Navulur (2007, dalam Danoedoro 2012) menyebutkan metode klasifikasi berorientasi objek ini sebagai paradigma baru dalam klasifikasi citra.

(28)

kenampakan tekstural atau pola spasial, dan masih memerlukan pemrosesan lanjut untuk menurunkan klas-klas informasional terkait dengan penutup/penggunaan lahan.

Danoedoro (2012) menjelaskan bahwa deteksi batas yang menggunakan asumsi dua piksel yang berdekatan dengan nilai yang besar mewakili dua segmen yang berbeda. Dengan demikian, suatu tepi atau batas dapat ditarik diantara keduanya.Piksel-piksel tepi, dengan demikian dapat digabung dengan segmentasi-segmentasi yang serupa. Prosedur ini dapat diterapkan dengan filter gradient berbasis variasi local, Sobel, atau filter lain yang lebih rumit. Dalam konteks penurunan informasi penutup dan penggunaan lahan, metode ini dapat dimanfaatkan untuk pembedaan tipe-tipe penutup lahan dan juga penggunaan lahan dari sisi pola spasial dan teksuralnya.Upaya penurunan informasi terkait dengan dimensi spasial penggunaan lahan menunjukkan bahwa segmentasi citra hanya mampu memberikan akurasi yang relative rendah, yaitu sekitar 68% (Danoedoro, 2006).

1.5.1.6Sistem Informasi Geografis

SIG mulai dikenal pada awal 1980-an. Sejalan dengan berkembangnya perangkat komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, SIG berkembang sangat pesat pada era 1990-an.

"Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisis, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis." (ESRI,1990)

(29)

pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya.

Pada pemanfaatannya data spasial yang diolah dengan menggunakan komputer (data spasial digital) menggunakan model sebagai pendekatannya.

Economic and Social Comminssion for Asia and the Pasific (1996), mendefinisikan model data sebagai suatu set logika atau aturan dan karakteristik dari suatu data spasial. Model data merupakan representasi hubungan antara dunia nyata dengan data spasial.

Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan, model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai koordinat (x,y) untuk membangun obyek spasialnya. Obyek yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon).

 Titik (point)

Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk simbol baik pada peta maupun dalam layar monitor. Contoh : Lokasi Fasilitasi Kesehatan, Lokasi Fasilitas Kesehatan, dll.

 Garis (line)

Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi.Contoh : Jalan, Sungai, dll.

 Area (Poligon)

(30)
[image:30.595.162.479.117.298.2]

Gambar 1.7 Contoh representasi data vektor dan atributnya

Gambar 1.8 Kategori model data vektor

Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.8 di atas, model data vektor terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :

[image:30.595.151.486.123.453.2]
(31)

contoh analisis spasial yang dapat dilakukan dalam format topologi adalah proses tumpang tindih (overlay) dan analisis jaringan (network analysis) dalam SIG.

[image:31.595.123.501.306.650.2]

 Non Topologi, merupakan model data yang mempunyai sifat yang lebih cepat dalam menampilkan, dan yang paling penting dapat digunakan secara langsung dalam perangkat lunak (software) SIG yang berbeda-beda. Non-topologi digunakan dalam menampilkan atau memproses data spasial yang sederhana dan tidak terlalu besar ukuran filenya. Sebagai contoh dalam format produk ESRI, yang dimaksud dengan fomat non-topologi adalah dalam bentuk shapefile, sedangkan format dalam bentuk topologi adalah coverage.

Tabel 1.3 Perbandingan struktur data vektor dan raster

Parameter Vektor Raster

Akurasi Akurat dan lebih presisi Sangat bergantung dengan ukuran grid/sel

Atribut Relasi langsung dengan

DBMS (database)

Grid/sel merepresentasikan atribut. Relasi dengan DBMS tidak secara langsung

Kompleksitas Tinggi. Memerlukan

algortima dan proses yang sangat kompleks

Mudah dalam

mengorganisasi dan proses

Output Kualitas tinggi sangat

bergantung dengan plotter/printer dan kartografi

Bergantung terhadap output printer/plotter

Analisis Spasial dan atribut

terintegrasi.

Kompleksitasnya sangat tinggi

Bergantung dengan algortima dan mudah untuk dianalisis

Aplikasi dalam Remote Sensing

Tidak langsung, memerlukan konversi

Langsung, analisis dalam bentuk citra sangat dimungkinkan

Simulasi Kompleks dan sulit Mudah untuk dilakukan

simulasi

Input Digitasi, dan memerlukan

konversi dari scanner

Sangat memungkinkan untuk diaplikasikan dari hasil konversi dengan menggunakan scan

Sumber : Economic and Social Comminssion for Asia and the Pasific (1996) dan A. Longley, et al. (2001)

(32)

bentuklahan dan timbulan, bahan induk dan penggunaan lahan atau penutup lahan pada saat sekarang. Satuan lahan dapat dibuat dari hasil tumpangsusun peta geologi, peta tanah, peta kemiringan lereng dan peta penggunaan lahan. Dengan demikian satuan lahan tersebut akan mencerminkan adanya pengaruh sifat batuan, tanah, relief dan lereng serta penggunaan lahan pada suatu wilayah.

Sistem Informasi Geografis adalah sistem komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, dan menganalisa dan menyebarkan informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi. (Damers dalam Prahasta, 2005). Menurut ESRI (1990) dalam Prahasta (2005), Sistem Informasi Geografis didefinisikan sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi.

Secara umum, terdapat dua jenis fungsi analisis di dalam SIG yaitu fungsi analisis spasial dan fungsi analisis atribut, yang termasuk ke dalam fungsi analisis spasial diantaranya adalah overlay dan buffering.

Overlay adalah salah satu dari fungsi analisis spasial yang menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya. Sebagai contoh, bila untuk menghasilkan wilayah-wilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman tertentu (misalnya padi) diperlukan data ketinggian permukaan bumi, kadar air tanah, dan jenis tanah, maka fungsi analisis spasial overlay akan dikenakan terhadap ketiga data spasial (dan atribut) tersebut.

(33)

Sistem Informasi Geografis dapat diaplikasikan untuk berbagai bidang kajian keilmuan. Prahasta (2005) menyatakan bahwa :

“Banyak sekali aplikasi-aplikasi yang dapat ditangani oleh Sistem Informasi Geografis, salah satunya adalah aplikasi di bidang sumberdaya alam yang meliputi (inventarisasi, manajemen, dan kesesuaian lahan, untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tata guna lahan, analisis daerah rawan bencana alam, dan sebagainya)”.

Prahasta (2005) menyatakan bahwa banyak alasan mengapa dalam berbagai kajian keilmuan sering memanfatkan SIG , diantaranya adalah SIG dapat menurunkan data-data secara otomatis tanpa keharusan untuk melakukan interpretasi secara manual (terutama interpretasi secara visual dengan menggunakan mata manusia). SIG dengan mudah dapat menghasilkan peta-peta tematik yang merupakan peta turunan dari peta-peta yang lain dengan hanya memanipulasi atribut-atributnya.

1.5.2 Penelitian Sebelumnya

Sari, Putri Marulia (2013) meneliti tentang Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Mataair di Kabupaten Sleman. Tujuan dari penelitian ini 1) Mengetahui lokasi pemunculan mataair di Kabupaten Sleman berdasarkan parameter fisik lahan menggunakan citra penginderaan jauh dan memetakan serta menganalisis sebaran mataair menggunakan sistem informasi geografis. 2)Mengkaji kemampuan citra penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam mengidentifikasi lokasi pemunculan mataair berdasarkan parameter fisik lahan di Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan ekstraksi data penginderaan jauh berupa pemanfaatan Citra Aster dan Aster GDEM dan cek lapangan untuk uji akurasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa :

(34)

2. Teknik penginderaan jauh menggunakan ASTER VNIR dan ASTER GDEM dapat digunakan untuk mengindentifikasi lokasi pemunculan mataair di Kabupaten Sleman dengan hasil interpretasi sesuai dengan hasil validasi mataair.

3. Sistem informasi geografis terbukti dapat digunakan untuk analisis spasial sehingga dapat dihasilkan Peta Lokasi Pemunculan Mataair Kabupaten Sleman dan Peta Sebaran Mataair Berdasarkan Debit di Kabupaten Sleman. Aslamia, Maulida (2012) melakukan pengumpulan data kebutuhan air bersih dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel penduduk dan sampel air menggunakan metode Random Sampling. Teknik analisis data yaitu dengan membandingkan antara besarnya debit mataair Polaman dan Kali Biru dengan besarnya kebutuhan air bersih seluruh penduduk. Pengukuran debit mataair Polaman dan Kali Biru dengan metode WEIR, apung dan volumetric bermaksud melakukan penelitian terkait Evaluasi Potensi Mataair Polaman dan Kalibaru untuk Suplai Air Bersih Pneduduk I Kecamatan Lawang Bagian Utara Kabupaten Malang. Tujuan yang diharapkan dalam penelitian tersebut adalah untuk :

1. Menganalisis supply kebutuhan air bersih penduduk Kecamatan Lawang bagian Utara.

2. Membandingkan kesesuaian kualitas mataair Polaman dan Kali Biru dengan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/2010.

3. Mengetahui model pendistibusian air dari sumber mataair Polaman dan Kali Biru supaya seluruh penduduk Kecamatan Lawang bagian Utara terlayani.Penelitian ini merupakan penelitian survey.

(35)

layak digunakan dengan pengelolahan terlebih dahulu. Perencanaan distribusi air mataair Polaman dan Kali Biru dengan menggunakan sistem pembagian pengaliran untuk penduduk, industri, dan irigasi serta waktu pengaliran air dari PDAM untuk penduduk dari pukul 05.30-23.00.

Ratnasari, Rian (2007) meneliti mengenai potensi yang ada di mataair Mungup II untuk kebutuhan irigasi dan konsumsi Air Minum. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk, Pertama, Mengetahui jumlah air yangtersedia untuk irigasi dari Mataair Mungup II di Kecamatan Sawit. Kedua, Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan untuk irigasi daerah oncoran MataairMungup II di Kecamatan Sawit, Serta Ketiga, Mengetahui imbangan air dari Mataair Mungup II di Kecamatan Sawit. Penelitian pemanfaatan mataair ini menggunakan metode penelitiandeskriptif. Dalam penelitian ini peneliti berusaha memecahkan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan obyek penelitian saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak sebagaimana adanya dengan perhitungan. Berdasarkan hal tersebut bentuk penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif. Berdasarkan penelitian tersebut menghasilkan keluaran sebagai berikut :

1. Jumlah air yang dibutuhkan untuk irigasi daerah oncoran Mataair Mungup II pada saat penelitian di Kecamatan Sawit selama musim kemarau adalah sebesar 6.102.627 m3/musim kemarau.

2. Jumlah air yang tersedia untuk irigasi dari Mataair Mungup II pada saat penelitian di Kecamatan Sawit selama musim kemarau adalah sebesar 2.747.520 m3/musim kemarau.

(36)

dengan tanaman yang membutuhkan sedikit air juga mempunyai luas areal yang relatif sempit serta jumlah pasokan air yang besar.

Santosa, Langgeng Wahyu (2006) dalam kajian Hidrogeomorfologi Mataair di Sebagian Lereng Barat Gunungapi Lawu menemukan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di wilayah lereng Gunungapi Merapi bagian selatan terbagi menjadi 3 (tiga) satuan pemunculan mataair, yaitu satuan mataair pada volcanic slope, satuan mataair volcanic foot, dan satuan mataair volcanic foot plain.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan pola agihan mataair pada setiap morfologi di sebagian lereng Barat Gunungapi Lawu. Analisis spasial berupa peta yang menjelaskan pola sebaran mataair pada berbagai morfologi lereng; sedangkan analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan pola agihan mataair kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi debit dan persebaran mataair di daerah penelitian. Klasifikasi mataair didasarkan atas sifat aliran, debit aliran, dan temperature mengambil teori dalam Tolman, 1937; Meinzer, 1923 dalam Todd,1980.

(37)

No Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil 1. Putri

Marulia Sari, UGM (2013) Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Mataair di Kabupaten Sleman

1. Mengetahui lokasi pemunculan mataair di Kabupaten Sleman berdasarkan parameter fisik lahan menggunakan citra penginderaan jauh dan memetakan serta menganalisis sebaran mataair menggunakan sistem informasi geografis. 2. Mengkaji kemampuan

citra penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam

mengidentifikasi lokasi pemunculan mataair berdasarkan parameter fisik lahan di Kabupaten Sleman.

Secara garis besar, perolehan data

dilakuan menggunakan ekstraksi data

penginderaan jauh dan cek lapangan.

4. Ditemukan empat tipe mataair di Kabupaten Sleman yang dianalisis melaluiparameter fisik lahan berupa kemiringan lereng, pola aliran,

bentuklahan, penggunaan lahan dan pola kelurusan, yaitu mataair vulkanik, mataair depresi, mataair kontak, dan mataair rekahan.

5. Teknik penginderaan jauh menggunakan ASTER VNIR dan ASTER GDEM dapat digunakan untuk

[image:37.842.117.772.106.484.2]
(38)

dengan hasil validasi mataair.

6. Sistem informasi geografis terbukti dapat digunakan untuk analisis spasial sehingga dapat dihasilkan Peta Lokasi Pemunculan Mataair Kabupaten Sleman dan Peta Sebaran Mataair Berdasarkan Debit di Kabupaten Sleman. 2. Rian

Ratnasari, UNS (2007)

Potensi Mataair Mungup II untuk Kebutuhan Air Irigasi di

Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali

1. Mengetahui jumlah air yangtersedia untuk irigasi dari Mataair Mungup II di Kecamatan Sawit.

2. Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan untuk irigasi daerah oncoran MataairMungup II di Kecamatan Sawit.

3. Mengetahui imbangan air dari Mataair Mungup II di Kecamatan Sawit.

Dalam penelitian ini peneliti berusaha memecahkan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan obyek penelitian saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak sebagaimana adanya dengan perhitungan.

(39)

tersebut

bentuk penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif.

dari Mataair Mungup II pada saat

penelitian di Kecamatan Sawit selama musim kemarau adalah sebesar 2.747.520 m3/musim kemarau. 6. Imbangan air dari

Mataair Mungup II di Kecamatan Sawit mengalami defisit air karena areal

pertanian

kebanyakan ditanami dengan tanaman yang membutuhkan banyak air selama masa

pertumbuhannya. Dari 10 blok irigasi yang menjadi daerah oncoran Mataair Mungup II, terdapat 8 blok irigasi

(40)

3.355.107 m3/musim kemarau dan 2 blok irigasi mengalami surplus air yaitu sebesar 722.133,50 m3/musim kemarau. Surplus air yang terjadi pada kedua blok irigasi tersebut selain karena ditanami dengan tanaman yang

membutuhkan sedikit air juga mempunyai luas areal yang relatif sempit serta jumlah pasokan air yang besar.

3. Maulida Aslamia,

UNM (2012)

Evaluasi Potensi Mataair Polaman dan Kalibaru untuk Suplai Air Bersih Pneduduk I

Kecamatan Lawang Bagian Utara Kabupaten Malang

4. Menganalisis supply

kebutuhan air bersih penduduk Kecamatan Lawang bagian Utara. 5. Membandingkan

kesesuaian kualitas mataair Polaman dan Kali Biru dengan peraturan

Pengumpulan data kebutuhan air bersih dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel penduduk dan sampel

(41)

492/MENKES/PER/2010. 6. Mengetahui model

pendistibusian air dari sumber mataair Polaman dan Kali Biru supaya seluruh penduduk

Kecamatan Lawang bagian Utara terlayani.Penelitian ini merupakan penelitian survey.

metode Random Sampling. Teknik analisis data yaitu dengan

membandingkan antara besarnya debit mataair Polaman dan Kali Biru dengan besarnya kebutuhan air bersih seluruh penduduk. Pengukuran debit mataair Polaman dan Kali Biru dengan metode WEIR, apung dan volumetric sebesar 944.825,37 liter/hari. Secara kuantitas perbandingan debit mataair dan

kebutuhan air bersih yaitu 7:1.Hasil uji laboratorim kualitas air yang disalurakan kepada penduduk layak digunakan dengan pengelolahan terlebih dahulu. Perencanaan

distribusi air mataair Polaman dan Kali Biru dengan

menggunakan sistem pembagian pengaliran untuk penduduk, industri, dan irigasi serta waktu

pengaliran air dari PDAM untuk

(42)

Wahyu Santosa, UGM (2006)

Hidrogeomorfologi Mataair di Sebagian Lereng Barat Gunungapi Lawu

dan pola agihan mataair pada setiap morfologi di sebagian lereng Barat Gunungapi Lawu

peta yang menjelaskan pola sebaran mataair pada berbagai morfologi lereng; sedangkan analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan pola agihan mataair kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi debit dan persebaran mataair di daerah penelitian. Klasifikasi mataair didasarkan atas sifat aliran, debit aliran, dan temperature

mengambil teori dalam Tolman, 1937; Meinzer, 1923 dalam Todd,1980.

Merapi bagian selatan terbagi menjadi 3 (tiga) satuan pemunculan mataair, yaitu satuan mataair pada

(43)

1.6 Kerangka Penelitian

Penelitinan didasarkan pada karakteristik fisik bentuk lahan vulkanik dalam identifikasi potensi pemunculan dan karateristik mataair. Wilayah yang berada dalam control vulkanaik berpengaruh besar dalam pemunculan mataair akibat geologi khas berupa sabuk mataair yang merupakan hasil pengulangan erupsi gunungapi. Pendekatan melalui karakteristik fisik wilayah akan dapat menunjukkan karakteristik dan pola agihan mataair dengan memperhatikan asal proses dan dinamika yang terjadi atau morfoaransemen, struktur geologi dan morfologi serta jenis dan kondisi litologi adalah penciri katakteritik mataair.

Kerangka berpikir tersebut dimanifestasikan dalam penelitian melalui pendektan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Parameter fisik sebagai identitas dari karaketristik kekekhasan mataair diperoleh dari interpretasi citra penginderaan jauh dengan data citra Landsat 8 yang kemudian diturunkan menjadi peta peta fisik lahan, dintaranya : Peta Penggunan Lahan, Peta Bentuk Lahan, serta Peta Lereng yang diperoleh dari data SRTM.

(44)

interpretasi citra menghasilkan peta akhir berupa Peta Agihan Mataair Lereng Selatan Gunungapi Slamet berdsarkan Karaktersitik Fisik.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian berkaitan erat dengan prosedur, teknik, alat dan bahan serta desain penelitian untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengidentifikasi potensi pemunculan mataair menggenukana pendekatan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi.

Metode penelitian yang digunakan dalam survei yang didukung dengan data citra penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi. Data primer yang dianalisis berikut akan disebutkan pada alat dan bahan. Data data tersebut merupakan data yang diolah di atas meja kerja untuk mendapatkan hasil sementara dari penelitian ini. Hasil pengolahan tersebut belum dapat menjawab tujuan dari penelitian ini, hanya sampai pada hasil sementara. Tahap selanjutnya adalah observasi lapangan untuk mendapatkan data pelengkap untuk menguji hasil sementara yang didapatkan dari analsisi data primer. Hasil uji menggunakan cek lapangan ini akan mendapatkan hasil akhir penelitian dan menghasilkan simpulan dari penelitian paripurna.

1.7.1 Pemilihan Daerah Penelitian

Daerah kajian yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kabupaten Banyumas sebagai wilayah yang berada di lereng gunung Slamet, wilayah ini masih dikontrol oleh aktivitas vulkanik sehingga memiliki potensi sumber mataair vulkanik yang berada di dalam jebakan jebakan akuifer vulkanik.

1.7.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan adalah perangkat, baik peranvkat keras dan perangkat lunak (piranti lunak) yang digunakan dalam penelitian ini untuk membantu mencapai hasil penelitian, diantara alat dan bahan yang digunakan diantaranya: 1. Seperangkat Komputer dengan spesifikasi sebagai berikut :

(45)

c. System type : 32-bit Operating System

d. VGA : nVIDIA GeForce 310M ; VRAM 1GB

2. Software ArcGIS 10.1 3. Envi EX 4.8

4. Hardisk dengan kapasitas 1TB 5. GPS / Smartphone Galaxy

1.7.3 Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan mulai dari tahap pengumpulan studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan naskah ilmiah yang berkaitan dengan penelitian identifikasi mataair menggunakan penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dengan kata kunci : mataair; penginderaan jauh; sistem informasi geografi; Irigasi pertanian.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi survey lapangan berupa survey lokasi pemunculan mataair berdasarkan analisis , sedangkan data sekunder meliputi data:

1. Citra Landsat 8 Wilayah Banyumas perekaman tanggal 24 Juni 2013 (path 120 raw 65) dan 30 Mei 2013 (path 121 raw 65)

2. Citra SRTM Wilayah Banyumas

3. Peta Dasar Rupa Bumi Indonesia Digital Wilayah Banyumas

4. Peta Geomorfologi yang menyajikan struktur Batuan / Geologi Wilayah Banyumas

5. Peta Penggunaan Lahan Wilayah Banyumas

1.7.4 Sampel dan Teknik Sampling

(46)

Pengambilan sample dilakuikan dengan menggunakan metode Stratified Purposive sampling., dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan aksesibilitas mencapai sampel pada lokasi satuan lahan fisik (Purposive) sedangkan Stratified merupakan upaya mengelompokkan parameter fisik dominan yang mempengaruhi pemunculan mataair. Satuan lahan yang digunakan untuk mempermudah analisis dan penentuan sampel (sampling) menggunakan satuan lahan fisik hasil tumpang susun beberapa peta, diantaranya yaitu : peta topografi, peta bentuk lahan, peta penggunaan lahan.

1.7.5 Pengolahan dan Analisis

Pengolahan citra satelit digunakan untuk meyususun peta fisik diantaranya peta penggunaa lahan, peta topografi dan peta bentuk lahan. Peta peta tersebut merupakan data sekunder yang akan dijadikan sumber penyusunan peta satuan lahan fisik paremeter pemunculan mataair di Kabupaten Banyumas.

Citra satelit berupa Citra Landsat 8 diekstraksi untuk mendapatkan informasi baru berupa penggunaan lahan menggunakan interpretasi digital. Perolehan data kemiringan lereng untuk penyususnan peta topografi diperoleh dari data cira satelit srtm dengan akurasidata hingga 30 meter. Sedangkan peta bentuk lahan diperoleh dari komposit band Landsat 8 dengan komposit 568.

Metode analisis yang digunakan yaitu pendekatan spasial berupa kuantitatif berjenjang tertimbang. Metode tersebut merupakan suatu metode yang menggunakan sistem skoring dan pembobotan pada tiap parameternya. Nilai skor dan bobot mengacu pada klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini.

(47)

A. Komposit Landsat 8 untuk Identifikasi Parameter Fisik Lahan

Komposit dilakukan untuk mendapatkan informasi objek parameter fisik lahan yang digunakan dalam penelitian ini. Sebelum melakukan interpretasi citra untuk mendapatkan identifikasi objek perlu membandingkan kenampakan nyata melalui komposit visible.

[image:47.595.220.423.258.493.2]

Gambar berikut menunjukkan kenampakan permukaan bumi berdasarkan citra landsat komposit 432 untuk pembanding saat melakukan interpretasi.

Gambar 1.9 Citra Landsat 8 komposit 432

Komposit 432 ini menunjukkan kenampakan nyata sebagai mana seolah interpreter melihat langsung dari ketinggian. Kenampakan nyata ini dapat menjadi dasar koreksi terhadap interpretasi komposit tematik. Kenampakan Parameter fisik lahan berupa penutup lahan diperoleh dari interpretasi terhadap citra yang telah dikomposit menggunakan kombinasi band 467.

(48)
[image:48.595.133.512.111.321.2]

Gambar 1.10 Citra Landsat 8 komposit 467 (citra Mosaic) dan komposit 258 Komposit 467 menunjukkan secara tegas batas antara penutup lahan natural dan budaya (lahan terbangun), serta membedakan anatara lahan kering dan lahan basah. Untuk mendukung interpretasi komposit 467 dapat disandingkan dengan komposit 258, dimana lahan basah dan lahan kering sangat kontras dengan warna hijau dan ungu.

[image:48.595.224.417.504.718.2]

Gambar dibawah menunjukkan rekomendasi komposit yang digunakan dalam identifikasi bentuklahan menggunakan citra landsat, yaitu komposit 432 yang mampu menunjukkan tekstur serta kesan batuan.

(49)

Parameter fisik lahan berupa bentuk lahan diidentifikasi melalui komposit 568 dengan kesan lereng yang tegas. Komposit ini dapat menjadi pembanding terhadap peta geologi. Pada komposit 568 landsat 8, objek dapat dikelaskan menjadi dua secara umum, yakni tubuh air dan lahan. Lahan ditunjukkan oleh warna coklat dan kekasaran menunjukkan orde geomorfologi.

B. Peta Fisik Lahan

Tahap penyusunan peta fisik lahan berdasarkan data primer citra penginderaan jauh menghasilkan 4 peta diantaranya; peta lereng, peta penutup lahan, peta bentuklahan dan peta geologi.

1. Peta Lereng

[image:49.595.112.513.404.551.2]

Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga klasifikasi semakin tegas dengan nilai kemiringan.

Tabel 1.5 Klasifikasi Kelas Kemiringan Lereng Kelas Relief Kemiringan

Lereng (%)

Kemiringan lereng (°)

Perbedaan Ketinggian

Datar 0 – 2 < 1 < 5

Berombak 3 – 7 1 – 3 5 – 50

Bergelombang 8 – 13 3 – 6 25 – 75

Berbukit 14 – 20 6 – 9 75 – 200

Pegunungan 21 – 55 9 - 25 200 – 500

Pegunungan curam 56 – 100 25 - 26 500 – 1000 Pegunungan sangat curam > 100 > 65 > 1000 Sumber : Van Zuidam, 1985

2. Pola Aliran

(50)
[image:50.595.113.525.118.740.2]

Tabel 1.6 karaktersitik medan berdasarkan pola aliran

Pola Aliran Karakteristik Medan Ilustrasi

Dendritik

Seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam Pola lairan ini berkembang di batuan homogen dan tidak terkontrol oleh strukutur, umumnya pada batuan sedimen dengan perlapisan horizontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.

Paralel

Seperti anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Pola ini berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur ( lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek ) atau dekat dengan pantai.

Trallis Batuan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip) atau terlipat, batuan vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar.

(51)

Radial Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa - sisa erosi. Pola pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut sebagai pola pengaliran multi radial. Catatan : pola pengaliran radial memiliki dua sistem yaitu sistem sentrifugal (menyebar ke luar dari titik pusat), berarti bahwa daerah tersebut berbentuk kubah atau kerucut, sedangkan sistem sentripetal (menyebar kearah titik pusat) memiliki arti bahwa daerah tersebut berbentuk cekungan.

Anular Sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus. Pola ini berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras

Multibasinal Percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Pola ini berkembang di kawasan karst.

Sumber : Modul Praktikum Interpretasi Citra Geologi Geomorfologi, SV, UGM

3. Peta Penutup Lahan

(52)
[image:52.595.88.537.153.591.2]

Tabel berikut merupakan keterangan klasifikasi penutup lahan yang akan digunakan dalam penelitian, klasifikasi berdasarkan SNI 7645-2010

Tabel 1.7 Klasifikasi Penutup Lahan Skala 1:250.000

No. Tingkat Kerincian Klasifikasi

Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV 1

Daerah bervegetasi

Daerah pertanian

Sawah -

2 Sawah pasang surut -

3 Ladang -

4 Perkebunan -

5 Perkebunan campuran -

6 Tanaman campuran -

7

Daerah bukan pertanian

Hutan lahan kering Primer

8 Skunder

9

Hutan lahan basah Primer

10 Skunder

11 Semak dan belukar -

12 Sabana -

13 Rumput rawa -

14

Daerah tak bervegetasi

<

Gambar

Gambar 1.1 Ilustrasi kondisi pemunculan mataair (Davis dan De Wiest, 1966
Gambar 1.3 Pemunculan mataair (a) mataair depresi, (b) mataair artesis, (c) mataair kontak, (d) mataair rekahan (Todd and Mays, 2005 dalam Sudarmadji 2012)
Tabel 1.1 Band Landsat 8
Tabel 1.2 Aplikasi Komposit Landsat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang : Visum et repertum adalah surat keterangan yang dibuat oleh dokter untuk kepentingan hukum.Dokter umum telah memiliki pengetahuan mengenai visum et

Hal ini dapat dilihat dari: (1) Rata-rata hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas V Sekolah Dasar Negeri 37 Pontianak Tenggara tidak

Karyawan Perhutani yang memiliki kecerdasan emosi tinggi diharapkan akan memiliki daya tahan yang baik dan manajemen stres, sehingga tidak menggangu kemampuan

BODY IMAGE PADA REMAJA PUTRI PENGGEMAR GIRL BAND K-POP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

III. Perbedaan dan Persamaan Budaya dalam Perkembangan Kognitif.. Perkembangan kognitif adalah spesialiasasi dalam psikologi yang mempelajari bagaimna kemampuan berpikir

Ini disebabkan karena pada umumnya para perajin hanya memproduksi dalam jumlah terbatas untuk keperluan sendiri, atau berdasarkan permintaan dari konsumen.Untuk menghidupkan

usia remaja adalah usia rentan mengalami masalah karena pada masa ini adalah masa pencarian identitas dan ingin dikenal oleh remaja lainnya, dengan melakukan apa saja

Dari hasil estimasi secara statistik dapat diketahui bahwa, ada beberapa variabel bebas dalam penelitian ini yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu emisi CO