• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA BUDAYA DAN PERKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA BUDAYA DAN PERKE"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

BUDAYA DAN PERKEMBANGAN MANUSIA

I. Isu Budaya dalam Psikologi Perkembangan

Perkembangan manusia dianggap sebagai perubahan fisik, psikologis, dan perilaku social yang dialami individu selama rentang kehidupannya. Berdasarkan sejarah teori-teori yang ada mengenai perkembangan manusia, maka ada tiga paradigma yang menjadi acuan dalam mengkaji perkembangan manusia, diantaranya:

1.

Paradigma Mekanistik

Suatu paradigma yang memandang manusia bergerak seperti mesin yang hanya merespon suatu stimulus, kemudian menimbulkan tingkah laku. Paradigma ini di ilhami oleh perspektif behaviorisme.

2.

Paradigma Organismik

Paradigma yang menganggap tingkah laku manusia terbentuk oleh factor - faktor biologis (bawaan). Tetapi pemunculan potensi-potensi bawaan itu sangat ditentukan oleh stimuli yang di berikan lingkungannya. Misalnya teori perkembangan kognitif dari Piaget.

3.

Paradigma Dualistik

Paradigma ini bersifat kontekstual, yakni memandang semua tingkah laku manusia di pengaruhi oleh konteks ruang dan waktu, yaitu dimana ia tinggal, situasi apa yang mempengaruhi dan kapan itu terjadi.

Wacana Perkembangan (developmental niche) yang dipelopori oleh Super dan Harkness memiliki tiga komponen, yaitu :

 Konteks fisik dan lingkungan social dimana anak itu hidup dan tinggal. Perkembangan dan sosialisasi anak sangat bergantung pada orang yang berinteraksi, tempat mereka menghabiskan waktu bersama, dan permainan anak – anak (Whiting & Whiting, 1975).

(2)

menunjukkan bahwa gaya parenting mereka kurang otoriter daripada orang tua Meksiko – Amerika (Varela et al., 2004).

 Karakteristik orang tua. Keyakinan orangtua diterjemahkan ke dalam perilaku yang ada pada gilirannya mempengaruhi keyakinan mereka. Ibu di Jepang biasanya memandang otonomi anak sebagai kemampuannya berinteraksi dengan orang lain. Bagi banyak Ibu Israel , independensi anak adalah kemampuan untuk melakukan tugas tertentu, seperti menjawab panggilan telepon dan menata meja (Osterweil & Nagano, 1991).

II. Perbedaan dan Persamaan Budaya dalam Perkembangan Motorik

Kebudayaan juga mempengaruhi perkembangan motorik anak terutama yang berkaitan dengan keaktifan gerak anak. Keaktifan gerak berbeda dengan perkembangan gerak. Keaktifan gerak hanyalah semata-mata banyak sedikitnya gerak, sedangkan perkembangan gerak ialah perkembangan pengendalian dan koordinasi otot-otot yang diperlekukan untuk mendapatkan kecakapan gerak.

Jika keaktifan gerak dipengaruhi oleh kebudayaan, maka sebaliknya perkembangan gerak hampir tidak terpengaruh oleh kebudayaan. Hal ini ditunjukkan oleh Dennis (dikutip dari Yapsir Gandi Wirawan, 1994) pada penelitiannya yang terkenal pada dua kelompok anak suku Indian Hopi. Kelompok yang satu terdiri dari bayi- bayi Hopi yang di asuh oleh orang tua mereka seperti cara orang-orang Amerika mengasuhnya, yakni di beri kebebasan bergerak sepenuhnya. Kelompok yang lain terdiri dari bayi-bayi Hopi yang beberapa saat setelah lahir di balut dengan kain erat-erat, mirip gedungan bayi-bayi di Jawa, hingga baik bagian lengan maupun kakinya sedikit sekali dapat bergerak, dan di ikat pada papan kayu kecil hingga mudah di bawa kian kemari di belakang punggung ibu mereka.

Beberapa studi lain juga mengemukakan bahwa rendahnya tingkat rangsangan dan terbatasnya hubungan dengan ibu (penjagaan bayi dengan tenang) secara perlahan berkaitan dengan perkembangan motorik yang relaif lebih lambat di Mexico Selatan, Guatemala, dan Jepang (Brazelton, Robey & Coller, 1969 ; Arai, Ishikawa dan Toshima, 1958; Kagan dan Kelin, 1973).

(3)

Perkembangan kognitif adalah spesialiasasi dalam psikologi yang mempelajari bagaimna kemampuan berpikir sepanjang rentang kehidupan manusia. Kognitif juga diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh, mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan. Dalam psikologi, kognitif adalah referensi dari faktor-faktor yang mendasari sebuah prilaku. Kognitif juga merupakan salah satu hal yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Pola pikir dan perilaku manusia bertindak sebagai aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih besar, yaitu budaya sebagai konstruksi sosial.

1) Teori Piaget

Salah satu teori yang menonjol dan dominan pada teori kognitif adalah teori Piaget. Didasari oleh penelitiannya terhada pada anak – anak Swiss. Penelitiannya menhasilkan pernyataan bahwa individu mampu memecahkan tugas – tugas tertentu pada saat usia tertentu pula. Ia membai tahapan perkembangan kognitif sejak masa bayi hinga dewasa menjadi 4, yakni :

Tahap Usia/Tahun Gambaran

Sensorimotor 0 – 2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman pengalaman sensor dengan tindakan fisik

Preoperationa l

2 – 7 Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.

Concrete operational

7 – 11 Pada saat ini anak dapat berfikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda kedalam bentuk-bentuk yang berbeda.

Formal operational

(4)

Namun teori Piaget menimbulkan berbagai postulat – postulat yang perlu diuji dalam telaah lintas budaya. Hal – hal yang perlu diuji meliputi :

- Apakah keempat tahap itu selalu terjadi dalam urutan sebagaimana yang dirumuskan Piaget?

- Apakah rentang usia yang dihubungkan dengan tahap – tahap itu universal untuk semua budaya?

- Apakah variasi dalam tiap – tiap tahap secara lintas budaya?

- Akhirnya, apakah semua kebudayaan memandang penalaran ilmia menjadi titik terakhir dalam perkembanan kognitif?

Dalam survey lintas budaya, studi komparatif anak – anak suku Inuit di Kanada, Baoul di Afrika, dan Aranda di Australia menunjukkan bahwa setengah dari anak – anak suku Inuit dapat menyelesaikan tugas – tugas spasial pada usia 7 tahun. Namun, setengah dari anak – anak sku Aranda baru dapat memecahkan masalah spasial pada usia 12 tahun. Sementara anak – anak dari suku Baoul tidak dapat mencapai setngah anak yang dapat menyelesaikan tugas itu sampai usia 12 tahun.

Hal ini dapat terjadi karena anak – anak suku Inuit dan Aranda hidup dalam masyarakat nomadic berpindah – pindah) dimana anak – anak perlu mempelajari keterampilan spasial sejak dini karena hidupnya yang berpindah – pindah. Sementara itum anak – anak suku Baoul hidup pada masyarakat yang menetap, dimana mereka jarang bepergian tapi hampir selalu ditugaskan mengambil air dan menyimpan butiran padi.

Keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari – hari inilah yang mempengaruhi urutan untuk dapat menyelesaikan tugas – tugas Piaget dalam tahap operasional konkret. Dengan demikian telaah lintas budaya membuktikan bahwa kemampuan berpikir secara abstrak atau penalaran ilmiah oleh Piaget sebagi titik akhir perkembangan kognitif tidak berlaku secara universal.

2) Perkembangan Moral – Kohlberg

(5)

Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap, sebagai berikut :

Tingkat Tahap

1. Prakovensional moralitas

Pada level ini anak mengenal moralitas berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, yaitu menyenangkan (hadiah) atau menyakitkan (hukuman). Anak tidak melanggar

2. Orientasi hedonistic Instrumental suatu perbuatan dinilai baik apabila berfungsi sebagai instrument untuk memahami kebutuhan atau kepuasan diri. 4. Orientasi keteraturan dan orientasi

perilaku yang dinilai baik adalah

5. Orientasi control sosial legalistic

dan semacam perjanjian

(6)

Beberapa peneliti telah member kritik pada teori Kohlberg yang dianggap bias budaya (Bornstein & Paludi, 1998) Miller & Bersoff (1992) membandingkan respon terhadap tugas – tugas keputusan moral antara responden India dan Amerika. Ternyata, orang – orang India baik anak – anak maupun dewasa mempertimbangkan bahwa tidak menolong orang lain sebaai pelangaran moral lebih daripada subjek Amerika, mengabaikan apakah situasi itu mengancam hidupnya atau tidak. Miller dan Bersoff menafsirkan perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan nilai – nilai afiliasi dan keadilan, yaitu bahwa pada orang – orang India ditanamkan ajaran untuk memilki tangung jawab social yang lebih besar dibandingkan dengan orang – orang Amerika.

Snarey (1985) mereview beberapa studi lintas budaya tentang penalaran moral yang melibatkan subjek dari 27 negara dan menyimpulka bahwa penalaran moral sifatnya lebih culture specific (berlaku khusus untuk budaya tertentu).

Misalnya Schweder (1990) menemukan moralitas post-konvensional berdasar penelitiannya di India didasari konsep hukum – hukum alam dan keadilan bukan prinsip individualism dan sekulerisme atau kontrak social atau mungkin model keluarga sebagai moral. Ma (19980 berdasar penelitianntya menyimpulkan bahwa orang – oran Cina menganggap moral baik “maksud baik” (good mean) yaitu berperilaku seperti yang diharapkan masyarakat, dan “kehendak baik” (good will) yaitu keutamaan bergabung atau menurut kehendak alam.

3) Perkembangan Sosio-emosional – Erikson

Studi tentan perkembangan social dan emosional diakui sangat kompleks, karena merupakan produk dari beberapa tingkat. Salah satu teori yang sering menjadi referensi dalam teori perkembangan sosio-emosional adalah teori perkembangan dari Erikson. Ia membaginya ke dalam 8 tahapan yang akan terjadi sepanjang rentang kehidupan manusia, diantaranya :

Developmental Stage Basic Components Infancy (0-1 thn) Trust vs Mistrust

Early childhood (1-3 thn) Autonomy vs Shame, Doubt Preschool age (4-5 thn)

School age (6-11 thn) Adolescence (12-10 thn)

Initiative vs Guilt Industry vs Inferiority

Identity vs Identity Confusion Young adulthood ( 21-40 thn) Intimacy vs Isolation

(7)

Budaya orang – orang Amerika yang individualistis memandang perasaan otonomi pada tahap kedua diangap sebagai hasil yang lebih disenangi, sementara budaya lain mungkin tidak dan mungkin lebih menyukai anak – anak yang tergantung pada orang lain. Pada masyarakat yang memiliki buda kolektivistis tidak mendorong anggotanya untuk otonomi dan lebih mendorong “ktrgantungan” atau “merging relations”. “Malu” digunakan sebagai sanksi social pada individu yang otonomi pada masyarakat ini. Sementara di Cina, malu atau hai xiu dipandang sebagai reaksi hati – hati terhadap situasi baru yang menekan atau evaluasi social ; manifestasi perilaku malu atau hambatan social memang teridentifikasi juga di Cina.

IV.

Tempramen, Kelekatan, dan Pengasuhan Anak

Sosialisasi dan enkulturasi tidak terjadi begitu saja. Beberapa agen sosialisasi dan pengaruhnya dipertimbangkan untuk memahami sosialisasi dan perkembangan budaya. Dalam uraian berikut akan mengkaji tiga lingkup perkembangan yang berkaitan dengan anak dan orang tua atau pengasuh mereka, yang meliputi :

1.

Tempramen

Thomas dan Chess (1977) menggambarkan bahwa ada tiga kategori utama temperamen: gampangan, sulit dan lambat untuk memulai. Interaksi antara temperamen anak dengan temperamen orang tua tampaknya merupakan salah satu kunci perkembangan kepribadian. Ini dikenal dengan konsep

(goodness of fit). Reaksi-reaksi orang tua pada temperamen anak-anak mereka bisa memacu kestabilan atau ketidakstabilan dalam respon-respon temperamental anak-anak itu terhadap lingkungan.

Freedman (1974) menemukan bahwa bayi orang – orang Cina Amerika lebih tenang dan pasif daripada bayi – bayi orang Eropa Amerika atau Afrika Amerika. Ia juga menemukan perbedaan yang sama dengan bayi – bayi orang Jepang Amerika dan Navajo ketika dibandingkan dengan bayi Eropa Amerika.

(8)

Perbedaan yang ditemukan mungkin merupakan cermin dari perbedaan dalam genetic dan sejarah reproduksi.

2.

Kelekatan (Attachment)

Kelekatan adalah ikatan khusus yang berkembang antara bayi dan pengasuhnya. Banyak para psikolog yang meyakini bahwa kualitas kelekatan memiliki efek seumur hidup terhadap hubungan seorang individu dengan orang-orang yang dicintainya.

Kelekatan didasari konsep kepercayaan dasar. Erikson (1963) menggambarkan formasi kepercayaan dasar sebagai langkah penting pertama dalam proses perkembangan psikososial yang berlangsung dalam jangka panjang. Kelekatan yang buruk adalah komponen dari ketidak percayaan, kegagalan menyelesaikan kebutuhan-kebutuhan tahap perkembangan bayi.

Orang Amerika berasumsi bahwa kelekatan ideal adalah secure attachment. Sementara itu orang – orang Jerman menganggap bahawa

avoidant attachment adalah tipe kelekatan yang ideal karena menilai tinggi kemandirian akan mendorong kemandirian sejak dini pada bayi – bayi mereka. Menurut mereka tipe secure akan membuat anak – anak menjadi manja. Anak – anak Israel dibesarkan di Kibbutz (pertanian kolektif) setengahnya menunjukkan kelekatan ambivalent yang waspada dan sepertigamya merupakan tipe secure. Sedangkan anak – anak yang dibesarkan dalam keluarga tradisional Jepang ditandai dengan adanya tipe anxious ambivalent attachment, dengan demikian prakteknya bukan avoidant (Miyake, Chen, & Campos, 1985). Mereka jarang sekali meninggalkan anak – anaknya dan mendorong perasaan tergantung yang kuat pada anak – anak mereka.

Dengan demikian , masih banyak yang harus dilakukan untuk memahami pola – pola kelekatan pada berbagai negara di dunia. Sebab kualitas kelekatan dan proses dimana hal itu terjadi adalah keputusan kualitatif yang dibuat dari perspektif masing – masing budaya.

(9)

Baumrind (1971) mengidentifikasi terdapat 3 pola asuh orang tua, diantaranya :

- Autoritarian, orang tua yang mengharapkan kepatuhan tanpa banyak Tanya dan memandang anak perlu dikontrol.

- Permisif, orang tua yang memperbolehkan anak – anaknya untuk mengatur kehidupannya sendiri dan member sedikit pedoman.

- Autoritatif, orang tua yang tegas, terbuka, dan rasional. Gaya inii dapat menumbuhkan anak – anak yang sehat secara psikologis, kompeten, mandiri, dan mampu bekerja sama dan mudah menyesuaikan diri dalam situasi sosial.

Telaah lintas budaya menunjukkan remaja – remaja Amerika Latin menunjukkan kepuasan lebih besar dengan kehidupan keluarganya daripada remaja – remaja bukan Amerika Latin dan meghormati pandangan – pandangan orang tua mereka lebih daripada remaja Anglo – Amerika (Canino & Zayas, 1997).

Keragaman Fungsi Orang Tua dalam Aspek Ekonomi

Peran orang tua dan pengasuhan anak selalu berada pada kondisi ekonomi yang berbeda – beda. Kemajemukan kondisi ini menghasilkan proses sosialisasi yang berbeda antar budaya.

Hal ini dapat tercermin pada kasus berikut :

- Ibu – ibu Brasil yang bertempat tinggal di perkampungan kumuh akan meninggalkan 3 anaknya yang berusia balita dalam ruang kosong dan gelap yang terkunci, sementara mereka keluar untuk membereskan pekerjaan menyiapkan makanan dan pakaian.

- Orang – orang Cina yang tinggal di daerah pedesaan dekat sungai, bayi – bayi yang usianya beberapa minggu ditinggal dalam waktu yang cukup lama sedangkan ibunya bekerja di sawah. Bayi – bayi ini ditempatkan di dalam karung yang berisi pasir yang membantu mereka untuk bisa berdiri tegak dan lurus sebagai popok pengering.

(10)

orang tua berusaha memusatkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan – kebutuhan dasar fisik daripada aspek perkembangan yang lain.

Levine (1977) mengatakan bahwa lingkungan yang memberikan pengasuhan mencerminkan sejumlah tujuan yang diurutkan derajat kepentingannya.

- Pertama, kesehatan fisik dan mempertahankan hidup.

- Kedua, mendorong perilaku – perilaku yang akan mengarahkan pada pemenuhan diri (self – sufficiency).

- Ketiga, perilaku – perilaku yang mendukung nilai – mnilai budaya yang lainnya seperti moralitas dan prestise.

Referensi

Dokumen terkait

Di antara berbagai latar belakang seperti sudah disebutkan sebelumnya, hal yang paling menonjol menyebabkan remaja terjerumus ke dalam perbuatan menyimpang di Kelurahan

Danny Bramandoko, 2007, Disparitas Pidana dalam Kasus Tindak Pidana Nark otik a yang Diputus Pengadilan Negeri Semarang , Skripsi: Fakultas Hukum dan Komunikasi

Therefore, we can conclude that reallotmet activities through comparing areas, reshaping into a rectangle could support students understanding of the concept of

Abah : Kalau saja kita semua bisa berkumpul di rumah ini, tanpa perlu kau pergi setelah kepulangan Subhan, barangkali aku dan ibumu bisa menanti ajal dengan

Dapat disimpulkan bahwa, dalam tampilan antarmuka permainan responden menilai bahwa di dalam permainan, tampilan menu pada permainan mudah dimengerti, tata letak

Dengan asumsi robot menghadap ke kana, maka untuk behavior belok kiri, kelompok kaki kiri berputar searah jarum jam kecuali kaki kanan tengah berlawanan arah jam

Terdapat pada lampiran Finansial Perusahaan juga didalam tabel Financial Return tersebut yang ada di lampiran Finansial Perusahaan perhitungan annual cash flow, untuk

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menguji secara empirik Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri pada Gelandangan dan Pengemis