• Tidak ada hasil yang ditemukan

SARAPAN TERAKHIR Antologi Naskah Drama 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SARAPAN TERAKHIR Antologi Naskah Drama 2"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2016

(3)

Sarapan Terakhir Antologi Naskah Drama

Lomba Penulisan Naskah Drama

bagi Remaja Daerah Istimewa Yogyakarta Penyunting:

Herry Mardianto Pracetak:

Nur Ramadhoni Setyaningsih Sri Haryatmo

Warseno

Linda Chandra Ariyani Endang Siswanti Sumarjo

Pargiono Penerbit:

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Yogyakarta 55224 Telepon (0274) 562070, Faksimile (0274) 580667 Katalog dalam Terbitan (KDT)

Sarapan Terakhir; Antologi Naskah Drama Lomba Penulisan Naskah Drama bagi Remaja Daerah Istimewa Yogyakarta. Herry Mardianto Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016.

viii + 142 hlm., 14,5 x 21 cm Cetakan Pertama, November 2016 ISBN: 978-602-6284-58-7

Hak cipta dilindungi undang-undang. Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.

(4)

Sebagai instansi pemerintah yang bertugas melaksanakan pembangunan nasional di bidang kebahasaan dan kesastraan, baik Indonesia maupun daerah, pada tahun ini (2016) Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kembali menyusun, menerbitkan, dan memublikasikan buku-buku karya kebahasaan dan kesastraan. Buku-buku yang diterbitkan dan dipublikasikan itu tidak hanya berupa karya ilmiah hasil penelitian dan/atau pengembangan, tetapi juga karya hasil proses kreatif sebagai realisasi program pembinaan dan/atau pemasya-rakatan kebahasaan dan kesastraan kepada para pengguna bahasa dan apresiator sastra. Hal ini dilakukan bukan semata untuk me-wujudkan visi dan misi Balai Bahasa sebagai pusat kajian, doku-mentasi, dan informasi yang unggul di bidang kebahasaan dan kesastraan, melainkan juga—yang lebih penting lagi—untuk men-dukung program besar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang pada tahapan RPJM 2015—2019 sedang menggalakkan program literasi yang sebagian ketentuannya telah dituangkan dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015.

Dukungan program literasi yang berupa penyediaan buku-buku kebahasaan dan kesastraan itu penting artinya karena me-lalui buku-buku semacam itu masyarakat (pembaca) diharapkan mampu dan terlatih untuk membangun sikap, tindakan, dan pola berpikir yang dinamis, kritis, dan kreatif. Hal ini dilandasi suatu

PENGANTAR

KEPALA BALAI BAHASA

(5)

keyakinan bahwa sejak awal mula masalah bahasa dan sastra bukan sekadar berkaitan dengan masalah komunikasi dan seni, melainkan lebih jauh dari itu, yaitu berkaitan dengan masalah mengapa dan bagaimana menyikapi hidup ini dengan cara dan logika berpikir yang jernih. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika penerbitan dan pemasyarakatan buku-buku kebahasaan dan kesastraan sebagai upaya pembangunan karakter yang humanis mendapat dukungan dari semua pihak, tidak hanya oleh lem-baga yang bertugas di bidang pendidikan dan kebudayaan, tetapi juga yang lain.

Buku antologi berjudul Sarapan Terakhir ini adalah salah satu dari sekian banyak buku yang dimaksudkan sebagai pendukung program literasi. Buku ini berisi 9 naskah drama terpilih Lomba Penulisan Naskah Drama 2016 yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Diharapkan buku ini ber-manfaat bagi pembaca, khususnya para remaja sebagai generasi penerus bangsa, agar senantiasa aktif dan kreatif dalam menjaga dan menumbuhkan tradisi literasi.

Atas nama Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para penulis, penyunting, panitia, dan pihak-pihak lain yang memberikan dukungan kerja sama sehingga buku ini dapat tersaji ke hadapan pembaca. Kami yakin bahwa di balik kebermanfaat-annya, buku ini masih ada kekurangannya. Oleh karena itu, buku ini terbuka bagi siapa saja untuk memberikan kritik dan saran.

Yogyakarta, November 2016

(6)

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab melaksanakan pembinaan penggunaan bahasa dan sastra masyarakat, pada tahun 2016 kem-bali menyelenggarakan kegiatan Lomba Penulsian Naskah Drama. Kegiatan yang ditujukan bagi remaja Daerah Istimewa Yogya-karta ini merupakan salah satu wujud kepedulian Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kompetensi menulis remaja. Lomba Penulisan Naskah Drama dilaksanakan dalam dua tahap penilaian. Tahap pertama ialah penilaian terhadap naskah yang masuk untuk ditentukan nomine dan tahap kedua ialah penilaian terhadap presentasi peserta (nomine). Tahap presentasi dilakukan pada hari Selasa, 20 September 2016 di Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Penilaian terhadap naskah drama, baik pada tahap pertama maupun kedua dilakukan oleh dewan juri yang terdiri atas Drs. Agus Prasetiya, M.Sn., Ahmad Zamzuri, S.Pd., dan Sri Harjanto Sahid.

Sebagai wujud kepedulian terhadap kompetensi menulis remaja, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan apresiasi terhadap karya-karya pemenang Lomba Penulisan Nas-kah Drama dengan menerbitkan hasil karya mereka dalam sebuah buku antologi berjudul Sarapan Terakhir. Bukuini memuat 9 naskah pemenang lomba penulisan naskah drama, yaitu (1) Sesaat Sebelum Anak Kami Pergi (Sarapan Terakhir) (Andrian Eka Saputra), (2) Kemah (Alya Aulia Defyo), (3) Niken (Joana Maria Zettira Da Costa), (4) Tikus (Avesina Wisda Burhana), (5) Tidak Ada Jalan Ke Luar Angkasa bagi Mereka (Habiburrachman), (6) Goresan Batik (Aditya Timor Eldian), (7) Antitesis Pemahat Senja (Muhammad

(7)

Muhrizul Gholy), (8) Kenapa? (Kinanti Febriandini Darintis), dan (9) Antara Harga Diri dan Pendirian (Ramadhan Rahmad Prakarsa). Tulisan-tulisan tersebut tidak hanya membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan dunia remaja, tetapi juga berbagai problem sosial dan kemanusiaan yang ada di sekeliling mereka.

Dengan diterbitkannya buku antologi ini mudah-mudahan upaya Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mening-katkan keterampilan berbahasa dan bersastra Indonesia, khusus-nya keterampilan menulis naskah drama bagi remaja, dapat mem-perkukuh tradisi literasi para remaja. Di samping itu, semoga antologi ini dapat memperkaya khazanah sastra Indonesia.

Buku antologi ini tentu saja masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan di masa mendatang.

Yogyakarta, November 2016

(8)

DAFTAR ISI

Pengantar Kepala Balai Bahasa

Daerah Istimewa Yogyakarta ... iii

Kata Pengantar Panitia ... v

Daftar isi ... vii

Sarapan Terakhir ... 1

Andrian Eka Saputra Kemah ... 20

Alya Aulia Defyo Niken ... 39

Joana Zettira Tikus ... 54

Avesina Wisda Burhana Tidak Ada Jalan Keluar Angkasa bagi Mereka ... 68

Habiburrachman Goresan Batik ... 84

Aditya Timor Eldian Antitesis Pemahat Senja ... 100

Muhammad Muhrizul Gholy Kenapa?... 117

Kinanti Febriandini Darintis Antara Harga Diri dan Pendirian ... 129

(9)
(10)

Pelaku:

Abah, usia 70 tahun, bekas tentara. Ibu, usia 60 tahun, ibu rumah tangga. Hasan, usia 24 tahun, mahasiswa.

Yanti, usia 40 tahun, pembantu rumah tangga.

1

PAGI HARI. RUANGAN TENGAH SEBUAH RUMAH, TERDAPAT DUA BUAH PINTU MASING-MASING MENUJU KAMAR SANG ANAK DAN KAMAR ORANG TUA. DI BELA-KANG, TAMPAK DINDING DENGAN BEBERAPA FOTO DALAM PIGURA (FOTO KELUARGA, FOTO HITAM PUTIH SEORANG PRIA BERSERAGAM LORENG), SERTA RAK BERISI BUKU-BUKU AGAMA.

ABAH DUDUK BERSANDAR DI KURSI. TERHIDANG BEBERAPA CAMILAN DAN SECANGKIR MINUMAN HANGAT. IBU DUDUK DI KURSI RODA, DI PANGKUAN-NYA BEBERAPA POTONG UBI REBUS MENUNGGU GILIR-AN DIKUPAS. KEDUGILIR-ANYA BERUSIA LGILIR-ANJUT.

PINTU KAMAR HASAN DIBIARKAN TERBUKA. HASAN MENGEPAK BAJU-BAJU DI DALAM KAMAR. AKTIVITAS-NYA SESEKALI TERLIHAT DARI PINTU.

Sarapan Terakhir

Andrian Eka Saputra Universitas Negeri Yogyakarta

(11)

1. Abah : Diperiksa lagi, jangan sampai ada yang ter-tinggal.

2. Hasan : Sudah, Bah.

3. Abah : Jangan sampai seperti kakakmu dulu. 4. Hasan : (TERTAWA) Insyaallah tidak.

5. Abah : Kakakmu juga memberikan jawaban seru-pa. Merepotkan sekali kakakmu waktu itu. Pagi buta aku harus buru-buru ke kantor pos, mengirimkan barang-barang yang ter-tinggal.

6. Hasan : (KELUAR KAMAR MENUJU RAK BUKU) Abah tenang saja. Hasan sudah membuat semacam check-list barang apa saja yang akan Hasan bawa. Tak banyak, hanya beberapa baju, perlengkapan salat, juga (MENGAMBIL BEBERAPA JUDUL BUKU AGAMA DARI RAK) beberapa buku.

7. Abah : Quran jangan lupa!

8. Hasan : Mana mungkin Hasan meninggalkan pe-doman Ilahi itu. Di perjalanan nanti, tentu Hasan akan membacanya.

9. Abah : Alhamdulillah kalau kau tak melupakan-nya. (BERBINCANG KEPADA ISTRINYA) Nah!

IBU TAK MENANGGAPI.

10. Abah : Ah, ibumu terlalu asyik dengan ubi-ubi itu. Usia telah merenggut pendengarannya. San, aku bersyukur padamu. Tuhan telah meng-anugerahkan anak-anak yang insyaallah ti-dak lalai terhadap agama.

11. Hasan : Sudah kewajiban kami, Bah. (MASUK KAMAR).

(12)

13. Hasan : Tadi kulihat Simbok berangkat ke pasar. Entah sudah pulang atau belum Hasan tak tahu. Ada apa, Bah?

14. Abah : Mau minta tolong supaya dia menjerang air untuk mandi ibumu.

15. Hasan : Biar Hasan saja, Bah. 16. Abah : Kau tak terburu?

17. Hasan : Keretaku masih beberapa jam lagi, masih cukup banyak waktu untuk berbagi ke-bahagiaan di rumah ini, Bah.

18. Abah : Cukup, cukup, cukup. Cukup semalam saja abah menangis, tak mau lagi pagi ini aku menangis karena ocehanmu. Sana, jerang-lah sepanci besar untuk ibumu dan aku. 19. Hasan : Baik, Bah.

HASAN KE DAPUR. ABAH BERSANDAR MENATAP LANGIT-LANGIT. IBU TAK SENGAJA MENJATUHKAN UBI REBUS.

20. Ibu : Eh! Jatuh.

21. Abah : (MENGHAMPIRI IBU) Bahkan jemarimu turut bersedih atas rencana Hasan, ya? 22. Ibu : Apa?

23. Abah : Hasan jadi pergi. 24. Ibu : Hasan … pergi?

25. Abah : Kau harus merestuinya. 26. Ibu : Kita sendiri lagi.

27. Abah : Empat tahun terakhir ini juga seperti ini, bukan? (MENGHELA NAPAS) Masih ada Yanti.

28. Ibu : Yanti?

(13)

30. Ibu : Bukan anakku.

31. Abah : Memang. Ia bekerja untuk kita. Makanlah, ubi akan memulihkanmu.

ABAH MENUJU KURSI.

32. Abah : Sepuluh tahun lalu, Subhan berpamitan. Kini giliran Hasan. Ah, semua seperti bu-rung saja; meninggalkan sarang, lalu ter-bang mengarungi angkasa dan mencari cara untuk membuat sarang lagi.

33. Hasan : (MASUK) Atau kembali ke sarang yang lama.

34. Abah : Sementara sang induk, kita tak pernah tahu nasibnya setelah sarang mereka diting-galkan. San, ketahuilah, telah kusiapkan modal untukmu membuka kios sembako di pasar. Kiosnya sudah kubeli, tinggal kau kelola saja, dan insyaallah itu cukup untuk menghidupimu. Atau kalau kau ingin kerja kantoran, kau bisa masuk ke perusahaan temanku dan kau tak perlu sampai jauh-jauh ke Jakarta. Kalau kau mau, kau tak perlu pergi.

35. Hasan : Abah, sudahlah. Selagi Hasan masih muda, Hasan ingin menapaki dunia. Lagi pula Bang Subhan akan pulang, bukan?

36. Abah : Kalau saja kita semua bisa berkumpul di rumah ini, tanpa perlu kau pergi setelah kepulangan Subhan, barangkali aku dan ibumu bisa menanti ajal dengan tenang. 37. Hasan : Abah, Hasan benar-benar minta maaf. Tapi,

(14)

38. Abah : Ya, ya, ya, aku bisa mengerti itu, San. Hanya saja Abah masih belum mengerti kenapa kau ngotot sekali. Ada apa sebenarnya? 39. Hasan : Abah tak perlu mengkhawatirkan Hasan.

Hasan akan baik-baik saja. Bukankah bulan depan Bang Subhan dan keluarga kecilnya akan mulai menetap di rumah ini?

40. Abah : Tak lengkap bila tanpa kau, Hasan. Empat tahun lalu kau meninggalkan rumah ini untuk kuliah di kota. Untung saja ada Yanti, ia cukup menemani hari-hari sepi kami. 41. Hasan : Bang Subhan akan pulang, Bah. Dan ia tak

akan pergi lagi.

42. Abah : Berjanjilah, kau akan kembali.

43. Hasan : (MEMELUK ABAH) Tak perlu aku berjanji, Bah. Hasan yakin kita akan berkumpul kembali.

44. Abah : Raihlah apa yang kau citakan. (MELEPAS PELUKAN) Apa semua telah kau masuk-kan ke dalam tas?

45. Hasan : Insyaallah sudah, Bah. DARI ARAH PINTU, MASUK YANTI.

46. Yanti : Assalamualaikum. Maaf, Pak, tadi antre beli daging.

47. Abah : Apa pesananku ada?

48. Yanti : Madu pesanan Bapak, ada. Namun, param urutnya hanya tinggal merek Mawar. 49. Abah : Ah, bukan persoalan, sama hangatnya. Eh,

hari ini kau mau masak apa, Yan? 50. Yanti : Tadi saya membeli daging ayam, Pak. 51. Abah : Masak opor saja! Seperti ketika lebaran! 52. Hasan : Bukankah Abah tidak boleh memakan

(15)

53. Yanti : Rencana mau saya masak sup saja, Pak. Atau Bapak ada pikiran lain tentang menu sarapan?

54. Abah : Sesekali tak apalah opor. Lagi pula ini hari istimewa, bukan? Perlu masakan istimewa untuk mengantar keberangkatanmu, San. 55. Hasan : Aduh, Bah. Tidakkah itu berlebihan? 56. Abah : Sekadar ungkapan syukur atas

keberang-katanmu, San. Ungkapan syukur atas pe-kerjaan baru yang kini ada di depanmu, atas tanggung jawab baru yang harus kau pikul. Nah, sekarang lanjutkan mengepak, Abah akan mandi dulu. O iya, perhatikan juga ibumu. Barangkali ubinya jatuh lagi. HASAN MEMANDANG ABAH DAN IBUNYA, SEOLAH ADA SESUATU YANG TENGAH IA RASAKAN.

2

RUANGAN TENGAH. ABAH, HASAN, DAN IBU DU-DUK SEMEJA, MENANTI MENU SARAPAN. YANTI BOLAK-BALIK MEMBAWA MASAKAN DARI DAPUR KE MEJA. 57. Abah : Kerupuknya, Yan. Apa semuanya sudah

kau persiapkan, San? 58. Hasan : Sudah, Bah.

59. Abah : Hanya seransel itu?

60. Hasan : Tak perlu banyak-banyak, Bah.

61. Abah : Kau yakin? Dari pada kau harus membelinya di sana, lebih baik kau tabung saja peng-hasilanmu. Kudengar di Jakarta harga-harga tak bersahabat seperti di kota ini, lo. 62. Hasan : Begitulah rezeki, Bah.

(16)

64. Hasan : Bukankah hidup, mati, jodoh, dan rezeki, semuanya sudah ada yang mengatur, Bah? 65. Abah : Lalu?

66. Hasan : Begitu pula rezeki di daerah ini, Tuhan telah mengatur rezeki untuk kota ini sedemikian rupa, berbeda dengan rezeki di Jakarta. Boleh jadi harga kebutuhan di kota ini bersahabat dengan dompet kita, namun penghasilan yang didapat di kota ini pun juga menyesuaikan standar harga kebutuh-an ykebutuh-ang berlaku di kota ini. Begitu pun yang berlaku di Jakarta, harga kebutuhan yang mahal, sejalan dengan penghasilan yang didapat.

67. Abah : Ah, apa benar seperti itu? Kudengar di sana kehidupannya sangat keras.

68. Hasan : Yang kudengar dari kawan-kawan peran-tau seperti itu, Bah. Masalah keras aperan-tau tidak, itu bergantung pada bagaimana kita menjalaninya. Kalau kita bersyukur, semua akan ada jalannya. Kalau kita bersyukur…. 69. Abah : Kita akan bahagia. Kau mengingat benar petuah itu, San. Ayo sambil sarapan, San. 70. Abah : (KEPADA IBU) Kau mau lauk apa? 71. Ibu : Hah?

72. Abah : Lauk? 73. Ibuh : Ayam.

74. Hasan : Biar Hasan yang mengambilkannya untuk Ibu.

75. Abah : Yan, ayo sekalian makan bersama. 76. Yanti : Saya masih ada cucian di belakang, Pak. 77. Abah : Alah, ayolah. Mumpung masih hangat,

(17)

sekarang masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan.

79. Abah : Baiklah, aku tak memaksamu. Eh, San, ngo-mong-ngomong bagaimana tempat kerjamu nanti?

80. Hasan : Entahlah, Bah. Hasan sendiri belum me-miliki gambaran.

81. Abah : Lo, bagaimana bisa? Bukankah kau sendiri yang mendaftar kerja.

82. Hasan : Ah itu, saya mendaftarnya di kampus kok, Bah. Dan kemarin dapat info agar besok Hasan datang ke kantor. Dan alamatnya jelas kok.

83. Abah : Jaga diri baik-baik di sana. Kubaca di koran dan sering kusaksikan di televisi, beberapa kota di negara ini baru tidak aman. Pen-curian, penjambretan, bahkan kini ada ledak-an bom di mledak-ana-mledak-ana. Dledak-an Jakarta, bukledak-an- bukan-lah suatu pengecualian.

84. Hasan : (MENGHELA NAPAS) Iya, Bah.

85. Abah : Apa itu, mengatasnamakan agama sebagai alasan untuk perilaku terkutuk.

86. Hasan : Maksud, Abah?

87. Abah : Kau lihat, para pelaku peledakan itu meng-atasnamakan agama untuk mengafirkan orang lain. Yang sejalan, aman; yang tidak, binasa!

88. Hasan : Bukankah sejalan atau tidak, itu tergantung dari mana semua dilihat kan, Bah?

89. Abah : Iya, Abah tahu. Hanya saja, Abah menya-yangkan kenapa agama menjadi landasan untuk perbuatan kekerasan.

(18)

91. Abah : Ada. Dan itu melawan kezaliman, kejahat-an, juga kekafiran....

92. Hasan : Melawan hal-hal buruk untuk menegakkan agama Allah.

93. Abah : Nah, itu. Pikiranmu kini sungguh maju, San. Benar-benar ilmu yang kau dapat selama kuliah, telah membuat Abah terkagum. Abah masih ingat, kau dulu waktu SMA masih suka balapan liar, pulang larut malam, urak-an, jarang beribadah, namun kini kau lain. Kau mengerti bagaimana cara untuk hidup. Eh, kepada siapa kau belajar semua itu? 94. Hasan : Eh, hanya sekadar obrolan bersama

kawan-kawan saja kok, Bah. Dan membaca bebe-rapa buku.

95. Abah : Amalkan semua yang kau pelajari itu. Sebarkan kebaikan itu kepada siapa saja. 96. Hasan : Insyaallah, Bah.

97. Abah : Abah dan ibumu hanya bisa memberimu doa.

98. Hasan : Itu lebih dari cukup, Bah. Cinta kasih Abah selama ini telah mengantar Hasan siap ter-bang meninggalkan sarang, sebagaimana yang Abah katakan tadi.

99. Ibu : San, kau jadi pergi? 100. Hasan : Insyaallah, Bu.

101. Abah : Kalian hanya menambah rasa sendu saja. Aku jadi ingat masa mudaku dulu. Aku berpamitan, bersujud di kaki nenekmu. Barangkali seperti inilah perasaan kakekmu saat itu.

(19)

103. Abah : Jika itu yang digariskan Tuhan. Di mana pun kau nanti bekerja atau tinggal, jangan berhenti menjadi orang baik. Junjunglah tinggi kejujuran, itu akan menyelamatkan-mu di dunia ini.

104. Hasan : (TERTUNDUK).

105. Abah : Jam berapa nanti keretamu? 106. Hasan : Sebelas siang, Bah.

107. Abah : Tiga jam lagi. Tiketnya sudah kau siapkan? 108. Hasan : Sudah, Bah. Tinggal berangkat saja. 109. Abah : Jaga dirimu baik-baik di sana. Ikutilah arus

hidup, jangan menentang kebaikannya dan jangan terhanyut pada kebusukannya. 110. Hasan : Abah.

111. Abah : Iya, aku mengerti. Kau bisa menempatkan dirimu baik-baik di sana. Aku hanya tak ingin kau seperti anak-anak muda lain di luar sana. Pelan-pelan mereka terjerumus ke dalam paham-paham sesat. Dan lagi-lagi, atas nama agama.

112. Hasan : Sesat dan tidaknya itu tergantung dari po-sisi mana paham itu dilihat, Bah. Bagi para penganut paham itu, semua akan dilihatnya sebagai kebusukan jika tak sejalan dengan paham yang dianutnya. Paham yang di-anutnyalah yang ia percayai sebagai kebaik-an. Bah, maafkan Hasan, bukan maksud Hasan menggurui, namun kebaikan dan ke-busukan, tak ubahnya pedang bermata gan-da, semuanya dapat menebas kenyataan. 113. Abah : Tapi jika semua itu tak sejalan dengan

(20)

Ke-anehan. Keasingan. Hal-hal yang di luar keumuman tak mendapat tempat dalam masyarakat kita. Itu dipandang buruk. 114. Hasan : Bisa juga sebaliknya, Abah. Bisa jadi

hal-hal yang wajar di masyarakatlah yang se-benarnya busuk, bukan pahamnya. Dan masyarakat itu sebenarnya perlu dicerah-kan. Dan untuk tahun 1965-an, kupikir masyarakat terlalu….

115. Abah : Astaghfirullah. San!

116. Hasan : Maaf, Abah. Hasan hanya ingin mengutara-kan apa yang ada di pikiran Hasan. 117. Abah : Yanti! Yanti!

118. Yanti : (MASUK) Iya, Pak? Ada apa?

119. Abah : Tolong ibu kau ajak jalan-jalan sebentar. 120. Yanti : Bukankah sebentar lagi Mas Hasan akan

berangkat?

121. Abah : Tolong sebentar saja. Aku tak ingin ia ada di sini, dalam perbincangan kami.

122. Yanti : Baik, Pak. (MENDORONG KURSI RODA) Mari, Bu.

(21)

124. Hasan : Maaf, Bah. Hasan hanya menyampaikan pemikiran atas peristiwa waktu itu. 125. Abah : Kau tak tahu apa-apa! Kau bahkan belum

dilahirkan saat hal itu terjadi! 126. Hasan : Hasan tahu, Bah.

127. Abah : Tahu apa kamu? Apa pun yang kamu tahu, itu tak cukup menjelaskan apa yang se-benarnya terjadi waktu itu. Dari mana pula kau mengetahui itu? Buku-buku? Diskusi? Kebenaran yang kau baca hanya didasarkan pada siapa yang menulis bukunya dan siapa yang memimpin diskusimu. Siapa?

128. Hasan : Tak perlu Abah mengetahui itu, sudah men-jadi rahasia umum atas semua hal itu. Dan sudah menjadi rahasia umum pula bahwa Abah ….

129. Abah : Cukup!

130. Hasan : Maaf, Bah. Bukan maksud Hasan menguak masa lalu Abah.

131. Abah : Cukup, cukup… Abah hanya ingin men-jalani masa tua Abah dalam kedamaian. Abah tak ingin mengingat lagi luka-luka itu. Mengingat teman-teman Abah yang juga menjadi korban!

KEDUANYA SAMA-SAMA DIAM SELAMA BEBERAPA SAAT.

132. Hasan : Setengah jam lagi Hasan harus berangkat, Bah. Sebelum ketinggalan kereta.

133. Abah : Kau masih akan melanjutkan niatmu? 134. Hasan : Tak kendur sedikit pun. Bah, semua masa

(22)

pe-ledakan, juga huru-hara lainnya, dan ku-duga semua itu muncul karena ketidak-puasan mereka atas kenyataan saat ini. Ke-wajaran yang sesat adalah tempat di mana agama harus ditegakkan dan menjadi pelita atas kegelapan.

135. Abah : San, jangan katakan kalau kau kini bagian dari mereka.

136. Hasan : Mereka siapa, Bah?

137. Abah : Mereka yang berpihak pada apa yang telah dan akan mengacaukan negeri ini.

138. Hasan : Hasan tak pernah berpikir demikian, Bah. Hasan berpihak pada kebenaran.

139. Abah : Kebenaran siapa?

140. Hasan : Tentu saja kebenaran Ilahi. Dan juga semua ini kulakukan demi Abah, dan keluarga ini. 141. Abah : Apa yang kau bicarakan?

142. Hasan : Abah, ketahuilah bahwa Hasan tak pernah sampai hati untuk mengatakan hal ini kepada Abah. Namun, kepergian Hasan hari ini adalah cara untuk membukakan pintu surga bagi keluarga ini, menebus kesalahan Abah di masa lalu.

143. Abah : Kesalahan apa? Semasa hidup Abah merasa tak pernah melakukan keburukan. Semua perintah-Nya kulakukan, semua larangan-Nya kutinggalkan.

(23)

dibandingkan dengan melihat muka ka-gum teman-temanku. Hingga pelan-pelan meracuni impian kami untuk menjadi seperti Abah. Namun, begitu mengetahui kenyataan, semua itu terasa kosong. Begitu mengetahui keterlibatan Abah dalam peris-tiwa itu, kekaguman yang dulu kurasakan berangsur menjadi sebuah hal yang semu. Abah ternyata tak seperti impian masa kecil kami. Hasan tetaplah menaruh hormat ke-pada Abah sebagai kepala keluarga, namun di sisi lain, masa lalu Abah telah membebani hati Hasan. Maka, kali ini izinkan Hasan menebus masa lalu Abah.

145. Abah : Apa kau tak melihat dengan siapa kau ber-bicara?

146. Hasan : Hasan berkata dalam kesadaran penuh, Bah. Ini adalah wujud cinta Hasan terhadap Abah, terhadap keluarga ini untuk melaku-kan hal yang, bahmelaku-kan tak bisa dilakumelaku-kan oleh Bang Subhan.

(24)

Abah, di masa lalu Abah ikut memerangi kemurkaan! Memerangi kebusukan! Jadi, mana yang kau sebut kesalahan pada masa lalu Abah? Dan apa yang akan kau lakukan untuk menebusnya?

148. Hasan : Dengan mengorbankan diri di jalan Tuhan. 149. Abah : Abah tak paham arah pembicaraanmu.

HASAN BERDIRI.

150. Hasan : Sebagaimana Ismail dan Ibrahim; Hasan sebagai Ismail, dan Abah sebagai Ibrahim. Begitulah sederhananya, demi kesempur-naan Abah sebagai hamba Tuhan. Hasan menyadari, pembantaian yang pernah Abah lakukan di masa lalu akan selalu menjadi bayangan gelap yang bernaung di rumah ini. Maka, ketika tawaran itu datang kepa-da Hasan, sebaik mungkin Hasan menyam-butnya, dan menjadikan itu jawaban atas kegundahan Hasan selama ini. Hasan telah siap!

151. Abah : Siap apa?

152. Hasan : Hasan akan menebus masa lalu Abah de-ngan menjadi bunga api.

153. Abah : Bunga api? (BERPIKIR) Astaghfirullah… kau berniat bunuh diri?

154. Hasan : Iya, menjadi bunga api yang menjilati orang-orang kafir.

155. Abah :Astaghfirullah al-adzim, setan mana yang meracuni pikiranmu! Sadarlah, San! 156. Hasan : Sudahlah, Bah. Relakan kepergian Hasan. 157. Abah : Jadi, semua ini telah kau rencanakan? 158. Hasan : Ya, Bah. Aku minta maaf jika ini menjadi

(25)

Na-mun, Hasan tak melihat adanya keburukan dalam rencana ini.

159. Abah : Ya, Tuhan, apa kesalahanku hingga memi-liki anak dengan pikiran seperti ini? Hasan, urungkan niatmu!

160. Hasan : Maaf, Bah. Hasan harus melakukannya ka-rena hanya itulah satu-satunya cara meng-halalkan rumah ini, semenjak pembantaian yang Abah lakukan.

161. Abah : Jadi kau pikir selama ini Abah menghidupi rumah ini bukan dalam keadaan halal? 162. Hasan : Hasan hanya melihat darah di rumah ini,

Bah. Darah orang-orang tak berdosa yang dibantai Abah dan kawan-kawan Abah. 163. Abah : Mereka berdosa!

164. Hasan : Dosa dan tidak berdosa bukan hak manusia yang menentukan.

165. Abah : Begitu pula kafir atau tidak kafir, bukan hak manusia yang menentukan!

166. Hasan : Tapi bukti menunjukkan bahwa kekafiran mereka itu nyata!

167. Abah : (MENGHELA NAPAS) Astaghfirullah....

astaghfirullah...

(26)

sayang akan melayani. Kita akan bertemu lagi, Bah.

169. Abah : Maka bunuhlah abahmu ini jika kau me-mang berniat begitu! Bukankah menurut-mu, aku juga orang-orang yang layak bina-sa, bukan? Ayo! Anak durhaka! (MELEM-PAR BEBERAPA BARANG KE ATAS MEJA KE ARAH HASAN).

170. Hasan : Abah tetaplah ayahku. Dan wujud baktiku kepada Abah adalah menyelamatkan Abah dengan cara yang kupercayai. Maafkan aku, Bah. (BERLARI PERGI).

171. Abah : Hasan!

ABAH MENCOBA BANGKIT, NAMUN JUSTRU TER-SUNGKUR DARI KURSI YANG IA DUDUKI.

3

ABAH DAN IBU TENGAH MENONTON TELEVISI, ME-LIHAT LIPUTAN PERISTIWA PENGEBOMAN DI JAKARTA. 172. Ibu : Asap.... Kebakaran lagi, ya? (SAMBIL ME-NGUPAS UBI REBUS) Oh, sepertinya bu-kan.

173. Abah : (DIAM).

174. Ibu : Apakah Hasan baik-baik saja di sana? 175. Abah : (DIAM).

176. Ibu : Kau ini kenapa? Diam saja dari tadi. 177. Abah : Anakmu….

178. Ibu : Hasan, baik-baik sajakah? 179. Abah : Aku tak tahu.

180. Ibu : Semoga saja dia jauh dari ledakan itu. 181. Abah : Andai saja dia ada di rumah ini, kita akan

(27)

membesarkan mereka. (MULAI ME-NANGIS).

182. Ibu : Eh, malah menangis.

183. Abah : (BERBICARA SENDIRI) Hahaha... anakku telah berada di surga. Kelak ia akan me-nyambut kita di depan pintu, dan keluarga ini akan berkumpul lagi secara utuh. 184. Ibu : Kau ini kenapa?

185. Abah : (TAWANYA PERLAHAN TERASA SE-DIH) Surga… apa yang Hasan ketahui ten-tang surga?

186. Ibu : Kenapa kau teriak-teriak tentang surga? 187. Abah : Setiap hari kita selalu berdoa agar kelak

ke-luarga kita akan dipertemukan lagi di surga. Aku selalu yakin, menanamkan kebaikan setiap hari, memastikan anak-anak kita ber-bakti dan tetap pada jalan Ilahi. Namun seka-rang, aku tak yakin doa-doa itu akan di-kabulkan.

188. Ibu : Kau teriak-teriak seperti orang gila saja. 189. Abah : Karena aku tak begitu yakin, surga yang kita

lihat akan sama dengan yang dilihatnya. 190. Ibu : Siapa?

191. Abah : Hasan. Ia terlalu pintar untuk membuat sur-ganya sendiri.

192. Ibu : Tentu saja sama. 193. Abah : Entahlah.

KEDUANYA DIAM. HANYA TERDENGAR SUARA PEM-BAWA ACARA DI TELEVISI MENYIARKAN BERITA LEDAK-AN BOM DI IBU KOTA.

(28)

Andrian Eka Saputra. Lahir di Boyolali pada 15 Desember 1995. Kuliah di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Alamat rumah di Tumang Kulon, RT 02/RW 12, Cepogo, Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah. Nomor HP 085732866683.

195. Abah : (DIAM, MULAI MENANGIS). 196. Ibu : Hei …!

ABAH TETAP DIAM.

(29)

-SELESAI-Pelaku:

Sarah, usia 14 tahun, ketua regu Anggrek, egois, dan teguh pendirian.

Alma, usia 13 tahun, wakil ketua regu Anggrek, dewasa, agak lelet.

Zahra, usia 14 tahun, bendahara regu Anggrek, suka menasi-hati, dan pekerja keras.

Elsa, usia 13 tahun, sekertaris regu Anggrek, manja, agak pe-malu.

Tasya, usia 14 tahun, anggota regu Anggrek, emosional, supel. Bella, usia 14 tahun, anggota regu Anggrek, penakut.

Icha, usia13 tahun, anggota regu Anggrek, cerewet, agak lebay. (DI BUMI PERKEMAHAN PUKUL 10.00 SIANG. TAMPAK BEBERAPA KELOMPOK PRAMUKA SISWA SMP MENDIRI-KAN TENDA).

1. Alma : Teman-teman, tenda regu lain sudah mau berdiri, lho....Gimana ini?

2. Sarah : Ayo cepetan! Zahra itu talinya diambil, Tasya kamu sama Bella pegang tongkatnya, Icha

Kemah*

Alya Aulia Defyo SMP Negeri 2 Godean

alyaauliadefyo@gmail.com

(30)

dan Alma tendanya disiapin, Elsa jangan diem aja, bantuin megang itu, lho! (BER-KATA SINIS).

3. Tasya : Huh.. dasar nenek lampir, bisanya cuma nyuruh-nyuruh, padahal dia sendiri eng-gak kerja.

4. Bella : Ayo, Tas, kita ambil tongkat.

(TENDA BELUM JUGA BERDIRI. MATAHARI SEMAKIN TERIK, MEREKA SEMAKIN SENGIT BERDEBAT).

5. Elsa : Aduh aku capek banget, nih. Panas lagi. 6. Zahra : Kamu pikir kita enggak capek apa? Dasar

anak manja. (SAMBIL MEMBUAT SIMPUL). 7. Sarah : Kalian lama banget, sih, bikinnya.

8. Tasya : Kamu cuma diem aja, sih, dari tadi. Bantuin, dong!

9. Bella : Udah jangan pada berantem, nanti enggak selesai-selesai tendanya.

10 Alma : O iya...kok di regu kita enggak ada yang bikin dapur, pagar, atau selokan?

11. Icha : Ya ampun, bener juga. Gimana, sih, Sar. Di-bagi dong tugasnya!

12. Sarah : Iya, iya... nanti kalau kalian udah selesai bikin tendanya, langsung kerjain tugas selanjut-nya.

13. Elsa : Udah cepetan langsung dibagi aja.

14. Sarah : Zahra sama Alma buat selokan, Tasya sama Icha buat dapur, terus Bella sama Elsa buat pagar.

15. Icha :OMG, kok kamu enggak ikut kerja lagi, sih? 16. Sarah : Icha, aku ini ketua. Jadi, aku berhak, dong,

buat ngatur kalian.

(31)

18. Icha : Sar, mendingan kamu ngaca, deh! Jangan sok ngatur kita. Kita tahu kok kalau kita ini anggota, tapi kamu sebagai ketua harusnya bantuin kita.

19. Zahra : Iya, Sar. Please, aku minta kamu jangan egois gini.

20. Sarah : Ihh... siapa yang egois? Kalian aja kali yang egois. Mendingan aku pergi dari pada di sini cuma disalahin terus!

21. Tasya : Aduh ini anak, susah banget sih dibilangin. (TENDA SELESAI DIDIRIKAN. MASIH ADA PEKERJAAN YANG BELUM SELESAI).

22. Icha : Alhamdulillah akhirnya selesai juga men-dirikan tendanya. Aku capek banget, mau istirahat.

23. Bella : Iya, aku juga. 24. Elsa : Ahh...capeknya.

25. Zahra : Eh...males banget punya ketua kayak dia. 26. Tasya : Iya, jadi ketua kok egois....

27. Alma : Lho, kok malah pada udahan, sih? Ayo lan-jutin tugas yang lain, biar cepat selesai! 28. Elsa : Udah, Al. Nanti aja, capek nih.

29. Alma : Nanti kalau dimarahin Kakak Pembina gimana?

30. Tasya : Aku males buatnya, Al... capek dari tadi kita kerja, tapi ketuanya enggak kerja, kan enggak adil!

31. Icha : Iya bener. Aku mau kerja kalau ketuanya juga ikut kerja.

32. Alma : Aduh gimana, nih?

(32)

34. Alma : Iya deh, Zah.

(ALMA MENCARI SARAH KE DANAU KECIL BUATAN). 35. Alma : Sar, jangan ngambek dong, please.... 36. Sarah : Siapa yang ngambek? (MEMANDANG

DANAU)

37. Alma : Sarah, teman-teman jadi pada ikutan ngam-bek. Mereka enggak mau ngerjain tugas masing-masing. Mereka maunya kamu ikut bantuin. (MERAIH LENGAN SARAH). 38. Sarah : Aku enggak mau. Mereka itu ngambek sama

aku, Al. Mereka marah.

39. Alma : Gimana enggak marah, kamu harusnya bantuin kita, bagaimanapun juga kamu itu adalah ketua, Sar.... Kamu memang berhak memerintah kita, tapi jangan pernah kita diperlakukan sebagai pembantumu. Di sini kita satu tim.

40. Sarah : Tapi aku capek, Al. Aku udah bawa gapura, bawa bambu buat bikin pagar.

(33)

44. Sarah :Please, Al , aku minta maaf. Aku bakal ban-tuin kalian, kok. Aku janji! (MENARIK TA-NGAN ALMA).

45. Alma : (MENATAP SARAH) Iya aku maafin, tapi kamu juga harus minta maaf kepada teman-teman yang lain!

46. Sarah : Baiklah kalau itu keinginanmu....

(MEREKA BERJALAN KE ARAH TENDA. SEMUA ANG-GOTA REGU BERKUMPUL).

47. Sarah : Teman-teman, aku minta maaf, aku salah. Aku udah egois sama kalian. Aku harusnya membantu kalian, bukan cuma kasih perin-tah. Aku minta maaf. (MENUNDUKKAN WAJAH).

48. Zahra : Iya, Sar. Kita maafin kamu.

49. Tasya : Syukur, deh, kalau udah sadar. (SINIS). 50. Zahra : Tasya!

51. Tasya : Iya, aku maafin.

(HARI SEMAKIN SORE. PESERTA MENUNGGU UPACA-RA PEMBUKAAN. TERDENGAR SUAUPACA-RA PELUIT).

52. Kakak Pembina : Prrriiittttt...!

53. Sarah : Itu udah disuruh kumpul. Ayo, kita ke lapangan! (MENGAMBIL TONGKAT ). 54. Semua : Ayo!

(SEMULA UPACARA BERLANGSUNG KHIDMAT. TAPI, TIBA-TIBA SUASANA BERUBAH).

55. Alma : Ada apa sih, Tas?

56. Tasya : Enggak tahu aku, Al, kayaknya ada yang pingsan.

(34)

59. Zahra : Raka, Tas.

60. Tasya : Oh...(MENENGOK KE BELAKANG) Raka, Al.. yang pingsan.

61. Alma : Oh. Ternyata laki-laki bisa pingsan juga.... 62. Tasya : Ya iyalah, bagaimanapun juga dia itu manu-sia, dan Alma please jangan mulai kumat. 63. Alma : Iya, iya....

(PUKUL 20.00 SEMUA PESERTA BERKUMPUL DI LA-PANGAN UNTUK KEGIATAN JELAJAH MALAM).

64. Icha : Elsa, ayo, cepetan! Itu udah dipanggil.... 65. Bella : Iya, ayo, El. Lama banget sih?

(MERAPI-KAN HASDUK).

66. Elsa : Bentar, namecard-ku hilang. (SIBUK MEN-CARI).

67. Icha : Kok, bisa hilang?

68. Zahra : Terakhir kamu taruh di mana?

69. Elsa : Aku lupa. Oh, ini udah ketemu di bawah karpet.

70. Bella : Syukur, deh. Ayo! 71. Elsa : Ayo!

(DI LAPANGAN SEMUA BERBARIS DAN MENDENGAR-KAN INSTRUKSI DARI KAKAK PEMBINA).

(35)

73. Kakak Pembina 2 : Lebih baik masing-masing regu men-catatnya.

74. Icha : Elsa, kamu kan sekertaris, catat semuanya... 75. Sarah : Nggak usah dicatat aja, El. Aku berusaha menghafal semua yang dikasih tahu Kakak Pembina.

76. Zahra : Sar, kamu jangan mulai egois lagi. Ini me-nyangkut regu kita, kalau nanti kita nyasar, gimana?

77. Alma : Iya, Sar, itu tanda buat kita cari jejak. 78. Tasya : Huuhh... mulai kumat egonya. (SINIS). 79. Sarah : Udah kalian tenang aja. Lagian, kan, yang

dengerin bukan cuma aku, nanti kalau aku lupa, kan, bisa tanya kalian. Pokoknya kalian juga harus dengerin.

80. Bella : Iya sih, Sar, tapi kalau dicatat kan itu lebih pasti. Gimana nanti kalau kita juga pada lupa?

81. Sarah : Udah kalian percaya aja sama aku.

82. Kakak Pembina : Mohon tenang, saya akan membacakan atur-annya. Jika kalian menemukan tanda ling-karan, kalian harus mengambil jalan lurus, jika bertemu tanda segi tiga, kalian harus mengambil jalan ke kiri, dan jika bertemu tanda persegi maka kalian harus mengambil jalan ke kanan.

83. Alma : Lingkaran lurus, segi tiga kiri, persegi ka-nan. (BERKATA DALAM HATI ).

84. Kakak Pembina : Apakah sudah jelas semua? 85. Semua : Sudah!

86. Kakak Pembina : Oh, ya.. Apakah kalian membawa senter? 87. Semua : Bawa!

(36)

kita tidak akan menemukan lampu. Jadi, kalian harus teliti dan cermat dalam men-cari tanda jejak dan pos bayangan atau pos yang tidak terlihat. Apa kalian siap? Regu yang berada paling barat silakan jalan dulu-an! Silakan jalan ke arah sana (MENUN-JUKKAN ARAH JALAN) regu Melati! Saya akan memberi aba-aba kapan regu selanjut-nya jalan.

89. Bella : Kok, gelap banget, sih? Aku takut.

90. Elsa : Iya, gelap banget, sih... Masa enggak ada lampu satu pun? Ini namanya keterlaluan. 91. Zahra : Tadi, kan, Kakak Pembina sudah bilang,

kalau di perjalanan jarang ada lampu. 92. Sarah : Kok, enggak ada tanda jejak, sih? Padahal

kita udah jalan lumayan jauh. (MENG-ARAHKAN SENTER KE SEGALA ARAH). 93. Alma : Atau jangan-jangan kelewatan?

94. Zahra : Enggak mungkin. Dari tadi kita enggak li-hat ada pertigaan atau perempatan. Biasa-nya kalau naruh tanda kayak gitu di per-tigaan atau perempatan.

95. Sarah : Teman-teman, kayaknya itu tanda jejak. Ayo kita ke sana!

96. Icha : Wah....iya Sar, kamu benar. Tapi ini tanda-nya ke mana?

(MENUNJUK TANDA BERBENTUK SEGI TIGA). 97. Sarah : Hhmm... Ke kanan!

98. Tasya : Ke kanan? Bukannya itu tanda ke kiri? 99. Elsa : Iya, Sar itu tandanya ke kiri, bukan ke

ka-nan.

(37)

101. Alma : Bukan, Sar, segi tiga itu ke kiri kalau yang ke kanan persegi.

102. Sarah : Ya udah terserah kalian aja. Pokoknya aku ke kanan!

103. Tasya : Ya udah sana! Kalau kamu tersesat, kita enggak mau tanggung jawab.

104. Alma : Sar, lebih baik kamu ikut kami aja, soalnya ini di hutan. Aku takut terjadi apa-apa sama kamu.

105. Sarah : Enggak, aku enggak mau. Aku akan tetap teguh dengan keputusanku. Elsa, sekarang kamu ikut aku, kamu harus temenin aku! (MENARIK TANGAN ELSA).

106. Elsa : Enggak, Sar, aku mau ikut mereka aja! 107. Sarah : Enggak! Pokoknya kamu harus nemenin

aku!

108. Elsa : Aku enggak mau, Sarah! (BERUSAHA ME-LEPASKAN DIRI).

109. Alma : Sar, Elsa itu enggak mau ikut kamu. Kamu enggak punya hak buat maksa dia! 110. Icha : Mendingan kamu ngaku aja, deh, Sar.

Sebe-narnya kamu takutkan kalau enggak ada yang nemenin?

111. Sarah : Siapa bilang aku takut. Akan aku buktiin kalau aku enggak takut. Oh iya, kalau nanti kalian nyasar, semoga kalian selamat. Bye! (PERGI KE ARAH KANAN, MENINGGAL-KAN REGU).

112. Tasya : Semoga dia yang enggak selamat. (ME-NATAP KEPERGIAN SARAH DENGAN RASA BENCI).

113. Zahra : Husshh! Enggak boleh ngomong gitu, Tas! 114. Icha : Kita tinggal aja, yuk! Aku sebal sama dia,

(38)

115. Elsa : Udahlah ayo kita jalan agar tidak kemalam-an.

116. Alma : Terus Sarah, gimana? Nanti kalau dia di-tangkap orang jahat atau diterkam binatang buas, gimana?

117. Tasya : Aduh... Alma, itu enggak akan terjadi.... 118. Alma : Oke....

(SARAH BERPISAH DARI TEMAN-TEMANNYA). 119. Sarah : Huh! Nyebelin banget, sih. Di mana-mana

pasti anggota regu ngikutin perintah ketua-nya. Lha masak mereka tidak nurutin pe-rintahku. Aku doain semoga mereka semua nyasar. Hmm.. kok, dari tadi enggak ada tanda jejak, sih? Aduh gimana, ya, kalau aku yang benar-benar nyasar. Aku juga lupa arah jalan sebelumnya.

(SARAH MELIHAT CAHAYA LAMPU).

120. Sarah : Kok, ada cahaya lampu? Jangan-jangan itu pos? (MENDEKATI CAHAYA DARI SE-BUAH GUBUK) Siapa mereka yang ada di dalam gubuk? Jangan-jangan mereka orang jahat? (BERSEMBUNYI KE BALIK SE-MAK-SEMAK MENDENGARKAN PER-CAKAPAN).

121. Penculik 2 : Kudengar ada anak SMP sedang berkemah di sini, Bos. (SESEORANG BERSUARA SE-RAK).

122. Penculik 1 : Ya, aku sudah tahu. (JAWAB SESEORANG DENGAN SUARA BERWIBAWA). 123. Penculik 3 : Bos, sudah tahu? (SESEORANG

BER-SUARA CEMPRENG).

(39)

125. Penculik 1 : Aku ingin memberi kejutan. (TERSENYUM SINIS. MENGAMBIL BEBERAPA KAR-TU).

126. Penculik 3 : Lalu, apa rencana kita, Bos?

127. Penculik 2 : Iya, Bos. Setahuku, kita belum punya satu rencana pun?

128. Penculik 1 : Aduh...kalian ini benar-benar lupa atau ha-nya pura-pura lupa? Tentu kita akan men-culik anak yang berasal dari keluarga kaya. Lalu kita akan meminta uang tebusan! (SARAH TERKEJUT).

129. Sarah : Ya Allah.. gimana ini? (BERKATA LIRIH). 130. Penculik 2 : Bagaimana kalau kita salah menculik? 131. Penculik 1 dan 3 : Maksudmu?

132. Penculik 2 : Bagaimana jika anak yang kita culik berasal dari keluarga miskin?

133. Penculik 1 : Siapa pun dia, berasal dari mana dia, kita tetap akan menculiknya! (MELEMPAR KARTU).

134. Penculik 3 : Tapi tadi Bos bilang, kita akan meminta uang tebusan. Jika keluarga itu miskin, kita tidak bisa meminta tebusannya, kan? (MAINKAN KARTU. TIDAK BERANI ME-NATAP MATA SI BOS).

(40)

136. Penculik 3 : Bos, kapan kita akan melaksanakan rencana ini?

137. Penculik 1 : Malam ini juga.

138. Penculik 3 : Apa rencana ini tidak terlalu mendadak, Bos?

139. Penculik 1 : Tentu tidak. Aku sudah menyiapkannya dengan matang. Kalian tenang saja, tunggu perintah dariku.

140. Sarah : (GUSAR DI BALIK SEMAK-SEMAK) Aku harus balik ke teman-teman. Aku harus memberitahu mereka dan Kakak Pembina soal rencana para penculik.

(SARAH MENINGGALKAN TEMPAT PERSEMBUNYIAN-NYA. TIBA–TIBA IA TERJATUH TERSANDUNG BATU). 141. Sarah : Auuw... sakitt... Duh kakiku nggak bisa

di-gerakin. 142. Penculik 2 : Siapa itu?

143. Penculik 3 : Jo, lihat ke luar, kayaknya anak SMP yang lagi kemah.

144. Penculik 2 : Ayo, Kring. (AJAK LAKI-LAKI BERSUARA SERAK YANG BERNAMA BEJO ).

145. Penculik 3 : Halo gadis cantik. (CUNGKRING MENG-HAMPIRI SARAH).

146. Penculik 2 : Kamu Tersesat, ya? 147. Sarah : Siapa kalian? Pergi!

148. Penculik3 : Jo mendingan langsung kita bawa. 149. Sarah : Tolong...!

(41)

(PENJAHAT MEMBAWA SARAH DAN MENGIKATNYA KE SEBUAH KURSI).

151. Penculik 1 : Wah...wah...wah... Hebat juga kalian, lang-sung dapat satu korban. Ha...ha...ha...! 152. Penculik 1 : Ayo, ini saatnya kita culik anak-anak yang

lain! Kamu diam di sini gadis kecil. Kalau kamu mau pulang, tunggu ayah kamu kasih uang tebusan.... Cungkring kamu jaga gadis itu, jangan sampai kabur. Aku dan Bejo akan mencari anak-anak yang lain. Jangan lupa kunci pintu gubuknya. Mendingan kamu jaga di luar saja, siapa tahu ada yang mencurigakan!

153. Penculik 3 : Siap, Bos.

(BEBERAPA PRAMUKA PEREMPUAN BERJALAN MEN-CARI POS BAYANGAN).

154. Alma : Perasaan aku kok, nggak enak ya, Zah? 155. Zahra : Kenapa, Al? Kamu kepikiran Sarah? 156. Alma : Iya, Zah. Kita balik aja yuk, kita cari Sarah.

Sumpah, perasaanku enggak enak banget. Aku ngerasa kalau Sarah diculik.

157. Zahra : Iya, Al. Aku juga ngerasa gitu. Aku ngerasa kalau Sarah lagi butuh bantuan.

158. Alma : Teman-teman, gimana kalau kita balik ke tempat Sarah? Perasaan aku enggak enak banget.

159. Tasya : Enggak ah, aku enggak mau ikut. Buat apa ngulur waktu hanya untuk nyamperin orang kayak dia?

(42)

satu keluarga. Dan kita harus saling tolong-menolong.

161. Alma : Siapa yang mau ikut?

162. Elma : Aku ikut, Al. Perasaan aku dari tadi juga enggak enak.

163. Bella : Aku juga, Al. Gimanapun juga dia tetap teman kita.

164. Icha : Aku ikut. Aku takut dia kenapa-napa. 165. Bella : Tasya, kamu gimana?

166. Tasya : Aku... (RAGU).

167. Icha : Ayolah, Tas. Sarah butuh kita. 168. Tasya : Iya, iya, aku ikut.

(DI TENGAH PERJALANAN, MEREKA MENDENGAR SUARA ORANG YANG SEDANG BERBINCANG –BINCANG). 169. Bella : Suara apa itu?

170. Zahra : Ayo kita sembunyi! (BERLARI KE SEMAK– SEMAK).

171. Penculik 2 : Bos, sekarang kita kemana?

172. Penculik 1 : Kita cari tanda jejak yang kira-kira dipakai anak pramuka itu. Kita ikuti tanda itu. Biasanya mereka jalan berkelompok dengan regu masing-masing. Dan mereka berjarak cukup jauh. Jadi, kita enggak akan banyak ngundang perhatian.

173. Penculik 2 : Berapa anak yang akan kita culik, Bos? 174. Penculik 1 : Kita akan menculik satu regu. Kalau kita

hanya menculik satu atau dua anak, pasti anak yang lain akan mengadu kepada Kakak Pembina mereka.

175. Penculik 2 : Oke, Bos! Aku tidak sabar menjadi orang kaya. Ha...ha...ha....

(43)

perem-puan yang malang. Aku sebenarnya me-rasa kurang yakin jika Cungkring yang men-jaga gadis itu. Bagaimanapun gadis itu lebih pandai dibandingkan Cungkring. Semoga gadis itu tidak kabur.

177. Penculik 2 : Ya, Bos.

178. Alma : Kalian dengar apa yang mereka bicarakan? Mereka mau menculik kita untuk menda-patkan uang tebusan. Dan sekarang mere-ka sudah punya satu korban, dan aku yakin itu adalah Sarah.

179. Bella : Ya, aku tahu itu, Al. Pasti gadis yang me-reka culik adalah Sarah.

180. Tasya : Kita harus buat rencana untuk nyelamatin Sarah. Kita harus dibagi menjadi dua ke-lompok. Kelompok pertama ada aku sama Alma. Kelompok kedua ada Icha, Zahra, dan Bella. Tugas kelompok pertama adalah nyelamatin Sarah. Sedangkan kelompok kedua berupaya mengelabuhi dua orang penculik tadi. Terus, Elsa menghubungi Kakak Pembina. Gimana, kalian setuju? 181. Elsa : Aku setuju.

182. Bella : Gimana cara kita memperdayai dua pen-culik itu?

183. Tasya : Hmmm.... Pakai ini aja! Kalian nyamar jadi hantu biar mereka takut.... (SERAYA ME-NGELUARKAN JAKET PUTIH MILIK TASYA).

184. Zahra : Wahh, hebat banget rencanamu, Tas. (ROMBONGAN PRAMUKA MENCARI GUBUK PARA PENCULIK).

(44)

186. Alma : Iya, Tas, lalu apa rencana kita selanjutnya? 187. Tasya : Gini aja, Al. Kita pancing orang yang ada di gubuk agar keluar halaman. Aku akan buat jebakan pakai tali yang aku ikatkan ke po-hon.

188. Alma : Oh , oke. Aku setuju!

(ALMA MENGHAMPIRI GUBUK. IA MELIHAT LAKI-LAKI KURUS SEDANG DUDUK DI DEPAN GUBUK).

189. Alma : Sarah, kamu di mana? Sarahhh...!

190. Sarah : Ama! Ama! Ahu di hini! (BERTERIAK TIDAK JELAS KARENA MULUT DISUM-BAT DENGAN KAIN).

191. Penculik 3 : Apa itu temannya gadis yang ada di gu-buk? Wahh...lumayan ini kalau aku bisa menculiknya. Bos pasti akan menggaji aku lebih besar.

192. Alma : Sarah!

193. Penculik 3 : Hei, Nak! (BERUSAHA MENANGKAP ALMA).

194. Alma : Tolong...! (BERLARI DENGAN SIGAP KE ARAH TASYA).

195. Penculik 3 : Hei tunggu!

(TASYA BERSIAP MENJALANKAN RENCANANYA. PENCULIK JATUH TERSUNGKUR).

196. Penculik 3 : Aaaahhh... dasar anak durhaka!

197. Tasya : Maaf ya, Pak, kita sudah jadi anak durhaka. Tapi ini demi kebaikan Bapak juga, kok. Biar Bapak tobat, nggak jadi penculik lagi hihi....

(45)

(ALMA DAN TASYA MENGHAMPIRI SARAH DI GUBUK). 200. Alma dan Tasya : Sarah! (KEDUANYA MEMBUKA KAIN YANG MENYUMBAT MULUT SARAH). 201. Sarah : Teman-teman aku minta maaf, selama ini aku udah egois. (MEMELUK TASYA DAN ALMA).

202. Tasya : Iya, Sar.

203. Alma : Ayo kita keluar dari sini dan nemuin teman-teman.

204. Tasya dan Sarah : Ayo!

(ICHA, BELLA, DAN ZAHRA MELAKSANAKAN REN-CANA MEREKA).

205. Bella : Icha, Zahra, itu penjahatnya! (MENUNJUK DUA LAKI-LAKI).

206. Zahra : Icha, kamu yang jadi hantunya! 207. Icha : Kok, aku?

208. Zahra : Nanti kamu pakai tepung. 209. Icha : Oke. Mana jaket dan tepungnya?

210. Bella : Cha, mereka udah semakin dekat. Cepat, cari posisi!

211. Icha : Oke.

212. Bella : Oh iya, ini senternya, nanti buat neranginn wajahmu!

(KEDUA PENCULIK MELIHAT KE ARAH ICHA, MERE-KA TERKEJUT DAN KETAKUTAN).

213. Icha : Hihihihi...ha..ha...ha... aku adalah penung-gu hutan ini!! Hihihi!!

214. Penculik 1 dan 2 : Hiiiii...

(46)

215. Sarah : Icha, Bellaa, Zahra! Icha, Bellaa. 216.Zahra : Sarah! (SALING BERPELUKAN). 217. Zahra : Aku senang kamu selamat. 218. Bella : Aku senang kita bisa kumpul lagi. 219. Sarah : Jadi, kalian yang nangkap penjahat ini? 220. Tasya : Nanti kita ceritain kalau udah di tenda. 221. Sarah : Oh iya, Elsa di mana?

(MENGARAHKAN PANDANGAN KE SEKELILING). 222. Elsa : Sarah! (MEMELUK SARAH).

223. Sarah : Kamu dari mana?

224. Elsa : Aku bertugas memanggil Kakak Pem-bina.... (MENUNJUK KAKAK PEMBINA). 225. Kakak Luluk : Sarah, Zahra, Tasya, Alma, Icha, Bella.... (SEMUA BERPELUKAN) Kakak khawatir dengan kalian.

226. Sarah : Kita enggak apa-apa, kok, Kak.

227. Kak Luluk : Ya udah kalian langsung ke tenda. Nanti penjahatnya ada yang menangani.

228. Semua : Iya, Kak.

(REGU SARAH, YAITU REGU SAKURA MENIRIMA UCAPAN TERIMA KASIH DARI KEPALA DESA BUMI PERKEMAHAN SETEMPAT).

229. Kepala Desa : Terima kasih atas bantuan kalian yang telah menangkap para penculik. Saya sangat meng-hargai kalian karena memiliki keberanian yang besar.

230. Sarah : Sama-sama, Pak.

(ROMBONGAN PRAMUKA BERKEMAS PULANG). 231. Sarah : Teman-teman sekali lagi makasih, ya.

(47)

Alya Aulia Defyo. Lahir di Salatiga pada 18 Maret 2002. Sekolah di SMP Negeri 2 Godean. Alamat rumah di Pirak, Mertosutan, Sidoluhur, Godean, Sleman. Nomor HP 085643075477.

232. Semua : Iya Sarah, kita udah maafin kamu, kok. (MEREKA LALU BERPELUKAN).

(48)

-SELESAI-Pelaku:

Niken, usia 17—40 tahun, siswa/ibu rumah tangga. Ibu Niken, usia 60 tahun, penjahit.

Ayah Niken, usia 60 tahun, wartawan. Kris, usia 23 tahun, mahasiswa.

Pak Arif, usia 50 tahun, guru. Budi, usia18 tahun, siswa. Bara, usia 17 tahun, siswa. Sasa, usia 15 tahun, siswa.

Om Bowo, usia 55 tahun, karyawan.

Prolog

LAYAR PANGGUNG MASIH DITUTUP. LAMPU PANG-GUNG REMANG-REMANG. TERDENGAR SAYUP-SAYUP SUARA PEREMPUAN MENANGIS SEPERTI TAK TERIMA AKAN SESUATU. SEMAKIN LAMA SUARA SEMAKIN KERAS. TIBA TIBA SUARA TANGISAN MEMEKIK, DIIKUTI LAMPU PANGGUNG YANG LANGSUNG PADAM. SUA-SANA HENING.

Adegan 1

TERDENGAR SUARA JANGKRIK. LAYAR DIBUKA. LAMPU DINYALAKAN PERLAHAN SAMPAI AKHIRNYA

Niken

Joana Zettira

SMA Negeri 1 Banguntapan

(49)

BETUL BETUL TERANG. DI ATAS PANGGUNG, TERDAPAT SEBUAH PINTU YANG BERADA DI SISI KANAN BAWAH PANGGUNG. SATU SET SOFA DAN MEJA DI BAGIAN TENGAH BAWAH PANGGUNG. DI MEJA TERDAPAT SEGELAS KOPI. DI BAGIAN KIRI ATAS PANGGUNG, TER-DAPAT KAMAR TIDUR BERISI ALMARI DAN SEBUAH KASUR. AYAH NIKEN MASUK KE DALAM RUMAH, SUARA JANGKRIK MEREDA HINGGA AKHIRNYA HILANG. 1. Ayah Niken : Tok...tok...tok.... (MENGETUK PINTU). Bu....

Bapak pulang, Bu. Tolong bukakan pintu, Bu, Bapak capek....(TIDAK ADA YANG ME-NYAHUT, LALU LANGSUNG MASUK KE DALAM RUMAH KARENA PINTU TIDAK DIKUNCI). Bu, bapak pulang, Bu. Yuk pindah kamar aja.

2. Ibu Niken : Umhhhh... (TERBANGUN). Oh ya ya, Bapak sudah pulang. Kok, belakangan ini Bapak pulangnya telat terus, to? Ada proyek lagi di kantor? (MELEPAS JAS SUAMINYA).

3. Ayah Niken : Engg iya.. Pasti. Ibu, kan, tahu sendiri bulan lalu Bapak dapat predikat wartawan terbaik di kantor. Wajarlah kalau bapak jadi makin banyak tugasnya. (MENYERUPUT KOPI). 4. Ibu Niken : Ibu paham. Dari pagi sampai malam di kantor,

pasti jas Bapak bau kecut. (MENCIUM JAS SUAMINYA).

5. Ayah Niken : Tidak, tidak....Tidak usah dicium, Bu. Baunya sudah pasti tidak enak. (MENAHAN ISTRI-NYA).

6. Ibu Niken : (MARAH) Bapak mencoba membohongi saya lagi?

(50)

berbeda saja langsung dikira yang aneh-aneh. (SINIS).

8. Ibu Niken : Cukup, Pak. Ini bukan pertama kalinya Bapak bohongin saya. Bapak tidak pernah berubah. Nyesel, Pak. Nyesel saya dulu mau dipinang Bapak. Nyesel saya dulu menerima perjodohan. 9. Ayah Niken : Oh, jadi kamu nyesel jadi istri saya? Kamu ndak bisa nerima saya yang suka main perempuan? 10. Ibu Niken : Istri mana yang mau dimadu, Pak? Bapak pikir saya ini apa? Pelacur yang bisa sewaktu-waktu Bapak datangi kalau Bapak butuh? Tukang masak? Tukang cuci? Tukang manak? Jawab Pak.. Jawab.... (MENANGIS, MARAH). 11. Ayah Niken : Kamu istri saya. Turuti kemauan saya. Kalau

tidak mau, silakan cari uang sendiri. Biar saya yang pergi. (MENUJU KAMAR).

12. Ibu Niken : Kurangajar kamu, Pak! Suami macam apa kamu, Pak! Aku ini istri sahmu. Bisa-bisanya Bapak lebih memilih perempuan di luar sana yang menjajakan tubuh ke banyak pria. Kurang apa aku, Pak? Kurang apa? (MENGEJAR SUAMI-NYA).

13. Ayah Niken : Terserah Ibu mau bilang apa. Bapak capek pu-nya istri yang bisapu-nya cuma nuntut macam-macam. Ibu pikir bapak mesin uang yang bisa setiap waktu menuhi permintaan Ibu? Ha? Pikir, Bu, pikir.... (MARAH).

14. Ibu Niken : Jadi, selama ini uang hasil jahitan iIbu itu nggak berguna menurut Bapak? Justru Bapak yang harusnya malu sama diri Bapak. Suami, kok, tidak bisa memenuhi kebutuhan istri dan anak, sampai Ibu harus kerja. (MENANGIS).

(51)

16. Ibu Niken : Bapak jahat. Suami enggak tahu diuntung. Saya nyesel. Saya nyesel. Saya nyesel nikah sama Bapak. Saya nyesel mengandung bayi ini. Akan saya gugurkan bayi ini. (MENANTANG). 17. Ayah Niken : Kamu boleh benci dengan saya, Bu. Tapi tidak

dengan bayi itu. Dia berhak hidup!

18. Ibu Niken : Terserah. Dia ada di perutku. Jadi terserah mau saya apakan bayi ini. Itu bukan urusanmu lagi. Pergi! Pergi! (BERTERIAK, MEMUKUL-MU-KUL PERUT). Bayi pembawa sial, bayi goblok, bayi tak tahu diuntung. Tidak ada gunanya kamu kulahirkan. Nanti kamu sama kayak Bapakmu. Bayi sial, argghh!

Adegan 2

LAMPU TERANG, RUANG TAMU (TENGAH ATAS PANGGUNG). NIKEN PULANG SEKOLAH, MASUK LEWAT KIRI PANGGUNG. IBU TENGAH MENJAHIT. MEJA JAHIT BERADA DI TENGAH BAWAH PANGGUNG.

19. Niken : Assalamualaikum, Bu. Niken pulang.... 20. Ibu Niken : Hemmm.... (SINIS).

21. Niken : Bu, Niken mau ngomong sesuatu sama Ibu. 22. Ibu Niken : Nanti, nanti, nanti aja ngomongnya. Ibu lagi

sibuk. Kamu mengganggu saja.... 23. Niken : Ya sudah, Bu, Niken ganti baju dulu. 24. Ibu Niken : Hmm... Habis itu, piring kotor langsung

dicuci. Rumah disapu, dipel. Terus masak buat Ibu, mas, sama adikmu.

(52)

Adegan 3

BERLANGSUNG DI RUANG TENGAH. BUDI MUNCUL DARI KIRI PANGGUNG.

26. Ibu Niken : Anak bawa sial. Pulang sekolah malah nga-jak ngobrol. Tidak mengerti kalo ibunya sibuk. (MENGUMPAT).

27. Budi : Budi pulang, Bu...

28. Ibu Niken : Eh anak lanang Ibu sudah pulang. Sini, cah bagus, salim Ibu dulu....

29. Budi : Ya, Bu. Budi mau ke kamar, capek. (CUEK). 30. Ibu Niken : Tadi di sekolah kamu pasti banyak kegiat-an, ya. Tapi sempat jajkegiat-an, to? Apa uang sakunya kurang?

31. Budi : Ya pas-pasanlah, Bu. Cuma cukup buat beli bakso sama es teh segelas. Kalo gitu terus, kapan Budi bisa jadi atlet, Bu? Kurang nu-trisi...

32. Ibu : Iya iya, nanti Ibu cari uang tambahan buat kamu. Sekarang kamu makan dulu. Tadi Ibu beli opor ayam.

33. Budi : Ibu tahu aja Budi lagi pingin opor.

34. Ibu : Ssst, itu opornya Ibu sembunyikan di atas lemari, biar enggak dimakan Niken. Anak kayak dia enggak perlu dikasihani. Kerja nggak becus, tukang membantah pula.

Adegan 4

BERLANGSUNG DI RUANG TENGAH. KETIKA IBU DAN BUDI BERCAKAP, TIBA TIBA NIKEN MUNCUL.

35. Niken : Bu....

36. Ibu Niken : Hemmm apalagi..

(53)

Niken nggak punya baju pramuka, Bu. Niken mohon, ya, Bu, tolong dibuatin baju karena.... (KALIMATNYA TERHENTI KA-RENA BUDI, KAKAKNYA, MUNCUL). 38. Budi : O iya, Budi jadi ingat, Bu. Tadi klub basket

Budi mau mengadakan pertandingan. Kita harus buat jersey baru.

39. Ibu Niken : Nanti jersey-nya mau Ibu buatin atau kamu pesen sama klubmu?

40. Budi : Beli di klublah, Bu!

41. Ibu Niken : Ya, nanti Ibu carikan uang. 42. Niken : Bu, seragam pramuka Niken?

43. Ibu Niken : Kamu jadi anak enggak tahu diri banget, kakakmu lagi butuh jersey buat pertan-dingan. Kamu, kok, malah minta seragam pramuka. Dah, enggak ada pramuka-pra-mukaan. Kalo mau seragam pramuka, min-jem tetangga aja.

44. Niken : Tapi, Bu, Niken malu terus-terusan minjem tetangga, sedangkan Ibu, kan, penjahit. 45. Ibu Niken : Udah berani menjawab kamu sekarang.

Anak tidak tahu diri. Sana selesaikan tugas-mu. (MARAH).

46. Niken : Ya, Bu.... (SEDIH).

MENGALUN MUSIK SEDIH. LAMPU BERANGSUR-ANGSUR MEREDUP.

Adegan 5

NIKEN PULANG SEKOLAH, MUNCUL DARI KIRI PANGGUNG. IA LANGSUNG MENUJU RUANG TENGAH. IBU SEDANG MENJAHIT. CAHAYA LAMPU TERANG. 47. Niken : Bu, Niken diterima di UGM tanpa tes.... 48. Ibu Niken : Hemm....Ibu tidak punya uang. Kalau kamu

(54)

49. Niken : Kuliah Niken gratis, Bu. Niken masuk tanpa tes. Tapi....

50. Ibu Niken : Kapan berangkat ke Jogja?

51. Niken : Lusa, Bu. Tapi... justru itu masalahnya, Bu. Niken butuh biaya untuk berangkat ke Jogja dan bertahan hidup di bulan pertama. Nanti kalau sudah sebulan di Jogja, Niken pasti bisa cari kerjaan. (MEMOHON).

52. Ibu Niken : Kamu lama-lama kayak Bapak kamu, ya. Banyak omong. Terserah! Ibu tidak mau tahu! Kan, Ibu tidak nyuruh kamu kuliah! Jadi kamu tanggung sendiri akibatnya! (SINIS).

53. Niken : Ya, Bu. Niken akan berusaha sendiri....

Adegan 6

NIKEN PERGI KE RUMAH GURUNYA, PAK ARIF. SEPANJANG JALAN IA BERBICARA SENDIRI. LAMPU REDUP MENANDAKAN CUACA MENDUNG. MENGALUN MUSIK HALUS MENGIRINGI KESEDIHAN NIKEN.

(55)

Adegan 7

NIKEN SAMPAI DI DEPAN RUMAH PAK ARIF. PINTU DIBUAT MENGHADAP KE KIRI PANGGUNG. DI BALIK PIN-TU ADALAH RUANG TAMU. POSISINYA BERADA TEPAT DI TENGAH PANGGUNG. TERDAPAT SEPERANGKAT SOFA DAN MEJA. PAK ARIF MUNCUL DARI DALAM. 55. Niken : (MENGETUK PINTU) Assalamualaikum

.... Pak Arif....

56. Pak Arif : Waalaikumsalam....sebentar....Eh, Niken, masuk, Nak....

57. Niken :Suwun, Pak, maaf saya mengganggu jam istirahat Bapak.

58. Pak Arif : Oh tidak apa-apa. Ada yang bisa Bapak bantu?

59. Niken : Iya, Pak. Saya butuh sekali bantuan Bapak. 60. Pak Arif : Bantuan apa? Apa soal ibumu lagi? 61. Niken : Ya, sebetulnya masih terkait dengan itu,

Pak.... Jadi, Bapak kan tahu Niken diterima di UGM..

62. Pak Arif : Iya, lalu?

63. Niken : Lusa saya harus berangkat ke Jogja, Pak. Ada jadwal verifikasi data diri. Tapi, Niken sama sekali tidak punya uang untuk ke sana. Kalau Bapak tidak berkeberatan, Niken mau pinjam uang 300 ribu untuk biaya kereta dan makan pada bulan pertama. Bulan se-lanjutnya, Niken akan mencari pekerjaan supaya bisa tetap hidup.

64. Pak Arif : Bapak akan minjami kamu duit, tapi dengan satu syarat....

65. Niken : Apa itu, Pak?

66. Pak Arif : Kamu harus kuliah dengan sungguh-sung-guh.

(56)

Adegan 8

NIKEN BERANGKAT KE JOGJA. IA BERADA DALAM KERETA. NIKEN DUDUK DEKAT JENDELA. POSISI KERETA BERADA DI TENGAH BAWAH PANGGUNG. HANYA ADA SATU GERBONG KERETA. TERDENGAR BUNYI TANDA KERETA API SIAP BERANGKAT. DISUSUL SUARA KERETA API KETIKA BERJALAN. NIKEN LARUT DALAM KEPEDIH-ANNYA.

68. Niken : Tidak peduli betapa bencinya Ibu kepadaku, aku harus tetap sayang kepada Ibu. Bagai-manapun dia tetap ibuku. Perempuan itu telah melahirkanku. Tidak peduli apa katanya ten-tang aku, aku harus tetap semangat. Aku harus jadi orang sukses. Aku harus sukses. Aku harus membuat Ibu melihatku sukses, harus. Dan aku tidak akan melakukan hal yang sama pada anak-anakku. Kelak, anak-anakku harus mendapat kasih sayang yang cukup. (MENANGIS).

Adegan 9

NIKEN MENJALIN HUBUNGAN DENGAN KRIS. MEREKA PULANG KE KAMPUNG HALAMAN NIKEN UNTUK PROSESI LAMARAN. ADEGAN BERLANGSUNG DI RUANG TAMU. ADA SATU SET SOFA. SOFA PANJANG DI-PAKAI DUDUK KRIS DAN NIKEN. DAN DUA SOFA PENDEK DIPAKAI IBU DAN AYAH NIKEN.

69. Kris : Pak, Bu, perkenalkan saya Kris. Saya da-tang ke sini untuk melamar Niken, anak Bapak dan Ibu.

(57)

71. Kris : Saya rajin beribadah, giat bekerja, dan be-tul-betul menyayangi anak Bapak.

72. Ibu Niken : Memangnya kamu kerja dimana? Gajimu berapa? Kalau kamu mau menikahi Niken, berarti kamu siap membiayai Niken dan rutin mengirim uang kepada kami. 73. Kris : Kalau untuk itu, saya siap, Bu. 74. Ayah Niken : Kenapa kamu memakai kalung?

75. Kris : Saya tidak menganut kepercayaan yang sama dengan Niken, Pak. Tapi saya menya-yangi Niken.

76. Ayah Niken : Kurangajar kamu, berani-beraninya me-lamar anak saya. Tidak! Pokoknya tidak! Saya tidak akan mengizinkan Niken me-nikah dengan kamu. Pergi kamu, pergi! (MARAH).

GUNTUR MENGGELEGAR, MENANDAI KEMARAHAN AYAH NIKEN.

77. Ibu Niken : Anak tidak tahu diuntung kamu, Ken! Ngo-mongnya ke Jogja mau kuliah, malah pacar-an sama orpacar-ang beda agama. Anak sial kamu, Ken. Ibu malu.... Malu punya anak seperti kamu!

78. Niken : Niken kuliah, Bu.... Niken tidak pernah melakukan hal-hal yang melenceng, Bu. Jadi, Niken mohon restu Ibu....

79. Ayah Niken : Pergi, pergi! Bapak tidak mau lihat wajah Kris lagi. Pergi! Jangan permalukan keluar-ga ini hanya karena kamu memilih me-nikah dengan Kris!

(58)

81. Ayah Niken : Sekali tidak tetap tidak. Pergi!

82. Ibu Niken : Anak tidak tahu diuntung, memalukan! 83. Ayah Niken : Sudah, Bu, sudah. Biarkan saja mereka

per-gi.

84. Kris : Permisi (MENGGANDENG NIKEN).

Adegan 10

NIKEN MENIKAH DENGAN KRIS, MEMILIKI 2 ORANG ANAK. ANAK SULUNGNYA (BARA), LAKI-LAKI BERUSIA 3 TAHUN, ANAK BUNGSUNYA (SASA) MASIH 6 BULAN. NIKEN TENGAH MEMBOBOKKAN ANAK BUNGSUNNYA DI RUANG TAMU. TERDAPAT SATU SET SOFA. ANAK SULUNG NIKEN DUDUK TEPAT DI SAMPING NIKEN. MENGALUN MUSIK NINABOBO. LAMPU TIDAK TERLALU TERANG.

85. Niken : (MENEPUK-NUPUK PAHA ANAKNYA) Anak mama cantik sekali.. Yang satu juga ganteng.(MENGGENDONG ANAKNYA). 86. Bara : Ma, kalau besar nanti Bara mau jadi

pem-balap, boleh tidak?

87. Niken : Boleh dong, sayang. Tapi, sekarang Bara harus rajin belajar, biar pintar. Di TK, Bara juga harus nurut sama Bu Guru. Oke? (TERSENYUM).

88. Bara : Oke, Ma, Bara janji akan rajin belajar. 89. Niken : Sip! Itu baru anak Mama. Tos dulu dong.... 90. Bara : Toss...

Adegan 11

(59)

91. Bara : Hari ini masak apa, Ma?

92. Niken : Eh, udah pulang, Nak. Gimana sekolahmu? Hari ini Mama masak telur dadar

93. Bara : Alhamdulilah Ma, Bara terpilih jadi Ketua OSIS di sekolah. Bulan depan Bara berang-kat ke Jakarta mewakili sekolah. Tadi juga Dik Sasa bilang kalau dia ditunjuk ikut lom-ba paduan suara. Tapi, Ma. Mengapa mulut Mama ditutupi tangan? Mama sakit? 94. Niken : Alhamdulillah, itu baru anak Mama. Tapi

inget, ya, Bara tidak boleh sombong. Harus tetap rendah hati. Ini tadi Mama cuma habis bersin.

95. Bara : Oke deh, Ma. Oh, kirain Mama kenapa. Bara makan ya, Ma?

96. Niken : Iya, makan yang banyak, Nak, biar kamu sehat.

97. Bara : Ma, kok telurnya asin? Ah, Mama. Masa kita disuruh makan telur dadar asin. 98. Niken : Keasinan dikit, ya? Waduh. Ya sudah,

di-tambah saja nasinya, Nak, biar asinnya tidak terasa. Percaya sama Mama....

99. Bara : Ah Mama...

Adegan 12

DI LAIN HARI, NIKEN MEMASAK TELUR DADAR DENGAN RASA YANG SAMA. ASIN. BARA DAN SASA PENASARAN SEKALIGUS KESAL. SET DI RUANG MAKAN. LETAKNYA DI TENGAH BAWAH. ADA TIGA KURSI DENGAN SATU MEJA.

(60)

102. Bara : Masa tiap hari kita makannya telur dadar asin terus.

103. Niken : Bukan Mama tidak mau kalian makan enak, Nak. (BATUK).

104. Sasa : Ma, Mama kenapa? Maa? Mama! (PANIK). 105. Bara : Ma, Mama... Mama kenapa ini, Sa?

106. Sasa : Itu di hidung Mama ada darahnya, bagai-mana, Mas? Sasa takut Mama kenapa-napa. 107. Bara : Sebentar, Mas hubungi Om Bowo. Kamu tenang. Nanti Mama kita bawa ke rumah sakit.

108. Sasa : Iya, iya, cepet, Mas! (KIAN PANIK). 109. Bara : Halo, halo, Om Bowo.... Mama pingsan

Om. Tolong Om cepat ke sini. 110. Sasa : Bagaimana, Om Bowo bisa ke sini? 111. Bara : Bisa. Kita tunggu saja, Dik!

Adegan 13

OM BOWO DATANG MENGENDARAI MOBIL. LAMPU MENYOROT GERAKAN MOBIL MULAI DARI TEPI PANG-GUNG. MOBIL MASUK DARI KIRI. LALU BERHENTI DI TENGAH BAWAH PANGGUNG.

112. Sasa : Om, ayo cepat ke sini, kita angkat Mama ke mobil!

113. Om Bowo : Ya, ayo! Sasa pegang bagian kaki, Bara pe-gang bagian kepala, Om angkat bagian punggung.

114. Bara : Ya, Om!

115. Om Bowo : Ok, Om yang kasih aba-aba. Satu...dua... angkat!

116. Bara : Belok, Om. Agak turun dikit, ini susah. Nanti kejepit di pintu mobil.

(61)

Adegan 14

NIKEN TERBARING DI RUANG ICU RUMAH SAKIT. SEBUAH DIPAN RUMAH SAKIT DI TENGAH BAWAH PANGGUNG. LAMPU MENYOROT KE DIPAN TEMPAT NIKEN BERBARING. DI SAMPING DIPAN ADA SEBUAH KURSI DAN TABUNG OKSIGEN. TERDENGAR BUNYI DETAK JANTUNG YANG SEMAKIN MEREDUP DAN HILANG KETIKA BARA DATANG.

118. Bara : Om...Bara datang....

119. Sasa : Sasa datang, Om. Gimana, Mama sudah sadar?

120. Om Bowo : (BERGEMING) Kalian harus kuat. 121. Sasa : Om, ngomong apa, sih? (BINGUNG). 122. Bara : Maksud Om apa?

123. Om Bowo : Mama kalian menghembuskan napas ter-akhir tepat 5 menit sebelum kalian datang. 124. Sasa : Om pasti bercanda.... (MENANGIS). 125. Om Bowo : Tidak, Om serius. Kalian bisa lihat sendiri. 126. Bara : Ma....Mama bangun, Ma...Ma...Ini Bara, Ma... Bara sama Sasa sayang Mama.. Ma...Ma...Ma, bangun...(MENANGIS, MENGGOYANGKAN TUBUH NIKEN). 127. Sasa : Maa...Sasa sayang Mama, kenapa Mama

ninggalin Sasa. Sasa sayang Mama. 128. Bara : Mama enggak boleh meninggal, Mama

harus bangun lagi....

129. Om Bowo : Tadi, Mama kalian menitipkan surat untuk kalian berdua. Ini, bacalah....

(62)

Joana Maria Zettira Da Costa. Lahir di Yogyakarta pada 13 Juni 1998. Sekolah di SMA Negeri 1 Banguntapan. Alamat rumah di Wiyoro Kidul, RT 06, Baturetno, Banguntapan, Bantul. Nomor HP 085726571945.

tidak lama lagi. Maafkan karena Mama tidak pernah bercerita kepada kalian kalau Mama mengidap kanker rahim stadium akhir. Mama tidak mau memberatkan kalian. Mama juga tidak ingin berobat karena Mama tahu kita tidak punya cukup uang. Maafkan Mama karena tidak bisa memberi makanan yang layak untuk kalian. Mama sengaja membuatkan kalian makanan yang asin, agar untuk memakannya kalian harus menambah banyak nasi. Itu Mama lakukan agar kita menghemat lauk, Nak. Maafkan Mama, sekali lagi maafkan Mama. Mama belum bisa jadi Mama yang baik untuk Bara dan Sasa. Kalian jangan sedih, Mama akan selalu di dekat kalian. Jaga adikmu ya, Bara. Love, Mama. (MENANGIS).

131. Sasa : Mama...!

LAMPU PERLAHAN MEREDUP. MENGALUN MUSIK SENDU MENYERTAI TANGIS BARA DAN SASA. LAYAR DITUTUP. LAMPU PADAM.

(63)

-SELESAI-Pelaku :

Pujo, laki-laki, usia 30-an tahun.

Wakidi, laki-laki, usia 20-an tahun akhir. Mbah Rono, laki-laki, usia 70-an tahun. Yu Sarni, perempuan, usia 30-an tahun. Harto, laki-laki, usia 40-an tahun. Pak Madi, laki-laki, usia 50-an tahun.

Para petani, bisa laki-laki atau perempuan, usia 30—50-an tahun berjumlah 10 orang.

Babak 1

LAMPU PERLAHAN MENYALA HINGGA TERANG. SIANG HARI DI KEDAI ANGKRINGAN ADA BEBERAPA ORANG YANG SEDANG BERBINCANG-BINCANG.

1. Pujo :Lah, masak, to, Mbah?

2. Mbah Rono :(MENGAMBIL GELAS BERISI TEH PANAS KEMUDIAN MEMINUM PER-LAHAN-LAHAN) Masih tidak percaya, to. (MENGELUARKAN KRESEK HITAM DARI KANTONG CELANA CONG-KRANG, LALU DARI DALAM KRESEK DIKELUARKAN TEMBAKAU, CENG-KIH, KEMENYAN MADU, BESERTA

TIKUS

(64)

KERTAS ROKOK) Tingwe, tingwe, linting dewe. Walau harga rokok lima puluh ribu, Mbah Rono tetap linting dewe.

3. Yu Sarni :Belum, Mbah, belum naik. Lah, aku harus jual berapa, kalau sebungkus saja lima puluh ribu? Lah, wong orang saja pada ngecer, Mbah. Isu itu, isu! (MENOLEH KE ARAH PUJO) Jo, Pujo, kamu mau minum atau cuma mau nunut ngeyup di sini?

4. Pujo :Oh, es teh anget, Yu.

5. Yu Sarni :(MEMBERSIHKAN GELAS DAN ME-MASUKKAN GULA PASIR DUA SENDOK MAKAN KE DALAM GELAS) Eh, eh, sebentar, woo gemblung!

6. Pujo :Es teh saja, Yu. Anget-nya nanti malam saja (TERKEKEH).

7. Yu Sarni :Heh, kurang ajar! Pokoknya nanti utang-utangmu harus dilunasi, awas kalau tidak, enak saja tiap ke sini cuma bon!

8. Pujo :Siap! (KEPADA MBAH RONO) Bukannya tidak percaya, Mbah. Tapi masak ya iya kalau hanya dalam beberapa menit, satu petak sawah penuh padi kuning bisa ludes gara-gara tikus, Mbah? Lah, wong kalau pada ngani-ani saja itu butuh waktu berjam-jam lebih, kan? Dan itu tidak orang sedikit juga, loh.

9. Mbah Rono :(HANYA DIAM, LALU MENYULUT RO-KOK LINTINGAN, MENGISAP DALAM-DALAM DAN MENGEPULKAN HING-GA KEDAI DIPENUHI ASAP).

Referensi

Dokumen terkait