• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur

Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur sangat diperlukan untuk membangun dan memperbaiki sel dalam tubuh manusia (Davis dan Reeves, 2002). Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan lain (Winarno dan Koswara, 2002). Bentuk telur itik yang normal umumnya sama dengan telur ayam yaitu oval dengan salah satu ujung meruncing, sedang ujung yang lain tumpul. Bentuk seperti ini berguna untuk meningkatkan daya tahan kulit telur terhadap tekanan mekanis serta mengurangi kemungkinan telur tergelincir pada bidang datar (Medved, 1986). Struktur telur disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Komponen pokok telur adalah kulit telur, putih telur dan kuning telur (Buckle et al., 1987). Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik disajikan pada Tabel 1.

(2)

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik Komponen Kimia Telur ayam (51,6 gram) Telur itik (66,6 gram) --- ---(%)---Air Padatan 73,6 26,4 69,7 30,3 Bahan organik Protein Lemak Karbohidrat Bahan anorganik 25,6 12,8 11,8 1,0 0,8 29,3 13,7 14,4 1,2 1,2 Sumber : Romanoff dan Romanoff (1963)

Kulit Telur

Kulit telur terdiri atas empat lapisan yaitu: (1) lapisan membran kulit telur, (2) lapisan mamilari, (3) lapisan bunga karang (spongiosa), dan (4) lapisan kutikula (Belitz dan Grosch, 1999). Pada bagian kulit telur banyak terdapat pori-pori yang berguna sebagai saluran pertukaran udara untuk memenuhi kebutuhan embrio di dalamnya. Kulit telur bersifat keras, dilapisi kutikula dengan permukaan halus serta terikat kuat pada bagian luar lapisan membran (Winarno dan Koswara, 2002). Lapisan kulit telur dapat memberikan perlindungan fisik (Charley, 1982). Karakteristik lain dari kulit telur ini adalah pori-pori yang dapat menjadikan jalan keluar masuk air, gas dan bakteri ke dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang/cm3 luas permukaan kulit telur. Pada bagian tumpul, jumlah pori-pori per satuan luas lebih besar jika dibandingkan dengan bagian lain sehingga terjadi rongga udara di daerah ini (Sirait, 1986).

Membran kulit telur terdiri atas dua yaitu lapisan luar dan lapisan dalam. Kedua membran tersebut disusun oleh mucin, yaitu protein yang sama dengan yang terdapat dalam kutikula (Winarno dan Koswara, 2002). Membran kulit telur dapat berfungsi sebagai penghambat bakteri masuk ke dalam telur. Membran kulit telur terdiri atas dua lapisan, lapisan yang pertama adalah membran yang menempel pada kerabang telur dan membran yang kedua yang menyelimuti putih telur (Sikorski, 2001), sedangkan menurut Winarno dan Koswara (2002) membran kulit telur mengandung enzim lipozim yang dipercaya bersifat bakteriosidal terhadap bakteri gram positif, tetapi membran telur tidak efektif untuk mencegah masuknya mikroba

(3)

yang menghasilkan enzim proteolitik, karena protein lapisan tersebut akan mudah dihancurkan oleh enzim bakteri.

Kuning Telur

Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung 50% bahan kering (Belitz, 1987). Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh satu lapisan yang disebut membran vitelin. Umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan bersifat elastis (Winarno dan Koswara, 2002).

Warna kuning telur sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan karotenoid yang berasal dari pakan (Charley, 1982). Pigmen karotenoid yang terdapat pada kuning telur adalah karoten dan santofil. Kuning telur pada telur segar berbentuk utuh yang dikelilingi oleh membran vitelin yang kuat (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Putih Telur

Putih telur terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan khalazaferous (Nakai dan Modler, 2000). Bahan utama penyusun putih telur adalah protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan kandungan air (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Kandungan air pada putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang mudah rusak (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerusakan tersebut ditemukan pada jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977), dan semakin encer putih telur maka tirisan buih yang dihasilkan semakin tinggi (Silverside dan Budgell, 2004).

Protein Putih Telur

Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Jenis-jenis protein dapat dilihat pada Tabel 2. Protein telur dibedakan atas protein sederhana dan protein konyugasi (protein yang berikatan dengan senyawa lain). Protein sederhana pada putih telur lebih dominan dan berjumlah sekitar 11 macam, sedangkan protein konyugasi lebih banyak terdapat pada kuning telur (Winarno dan Koswara, 2002).

(4)

Protein sederhana diantaranya ovalbumin, ovoconalbumin dan ovoglobulin, sedangkan yang kedua termasuk glycoprotein yaitu ovomucoid dan ovomucin (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Tabel 2. Jenis-Jenis Protein Putih Telur

Protein Ayam1 Itik2

% ---Ovalbumin 54 40 Ovotransfferrin 12-13 2 Ovomucoid 11 10 Ovomucin 1,5-3,5 3 Lysozime 3,4-3,5 1,2 G2 globulin 4,0 4,0 G3 globulin 4,0 4,0

Ovoinhibitor 0,1-1,5 Belum Diketahui

Ovoflavoprotein 0,8 0,3

Ovomacroglobulin 0,5 1,0

Avidin 0,05 0,03

Sumber : 1. Nakai dan Modler, 2000 2. Whitaker dan Tannenbaum, 1977

Setiap protein putih telur memiliki kemampuan membentuk buih yang berbeda. Protein-protein yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovalbumin, ovomucin dan globulin (Stadelman dan Cotterill, 1995), sedangkan menurut Alleoni dan Antunes (2004) conalbumin, lysozime, dan ovomucoid sedikit memiliki kemampuan untuk mengembang (berbuih). Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan protein telur yang berperan dalam pembentukan buih telur ayam, lebih tinggi daripada telur itik. Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab daya buih telur itik lebih rendah daripada telur ayam.

Ovomucin

Ovomucin merupakan fraksi protein putih telur yang membentuk selaput (film) dan berfungsi menstabilkan struktur buih. Komposisi ovomucin sebanyak 1,5% dari protein putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Perbedaan putih telur kental dan encer terutama disebabkan karena perbedaan kandungan ovomucin.

(5)

Ovomucin pada putih telur kental kira-kira empat kali lebih besar daripada putih telur encer. Sebagian ovomucin akan menggumpal dan elastisitas gelembung buih akan menurun bila pengocokan dilakukan secara berlebihan (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Ovalbumin

Ovalbumin adalah salah satu jenis protein dalam putih telur yang terbanyak (40% dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membentuk buih. Transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin terjadi akibat penyimpanan dengan adanya peningkatan pH dan suhu. Tirisan buih akan meningkat dan stabilitas buih akan menurun seiring dengan meningkatnya kandungan s-ovalbumin (Alleoni dan Antunes, 2004). Ovalbumin dapat membentuk busa paling baik pada pH sekitar 3,7-4,0 sedangkan protein yang lain dapat membentuk busa paling baik pada pH sekitar 6,5-9,5. Peningkatan pH putih telur dari 5,5 menjadi 11,0 akan meningkatkan volume busa dari 688% menjadi 982% (Sirait, 1986).

Globulin

Globulin merupakan protein yang menentukan kekentalan putih telur dan mengurangi pencairan buih. Globulin mempunyai tegangan permukaan yang rendah sehingga membantu tahapan pembentukan buih. Tegangan permukaan yang rendah cenderung memperkecil ukuran gelembung dan meratakan tekstur buih. Kurangnya globulin dalam putih telur membutuhkan waktu pengocokan lebih lama untuk mencapai volume tertentu. Komposisi globulin sekitar 4% dari protein putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa besarnya nilai Haugh Units dipengaruhi lama penyimpanan. Telur yang disimpan terlalu lama akan menurunkan kekentalan putih telur sehingga nilai Haugh Units akan menurun.

Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur

Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur. Buih terbentuk karena terbukanya ikatan polipeptida dalam molekul protein pada waktu pengocokan telur sehingga rantai protein menjadi lebih panjang, kemudian udara masuk diantara molekul-molekul protein yang rantainya telah terbuka dan tertahan

(6)

sehingga volume bagian putih telur menjadi bertambah. Udara yang semakin banyak terperangkap di dalam putih telur akan menyebabkan buih yang terbentuk semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya (Stadelman dan Cotterill, 1995). Telur yang baik mempunyai daya buih sebesar 6 sampai 8 kali dari volume awal putih telur (Georgian Egg Commission, 2005). Mekanisme pembentukan buih disajikan pada Gambar 2.

Protein putih telur

Denaturasi

(perentangan rantai polipeptida)

Adsorpsi

(pembentukan lapisan monolayer)

Penangkapan udara, membentuk busa

Adsorpsi kontinyu untuk membentuk monolayer kedua untuk menggantikan lapisan yang terdenaturasi

Lapisan protein saling mengikat untuk mencegah cairan keluar

Koagulasi

(gaya interaksi polipeptida naik dan menyebabkan agregasi, sehingga melemahkan lapisan yang terbentuk)

Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Buih (Cherry dan Watters, 1981)

Perubahan putih telur menjadi buih disebabkan denaturasi protein, yaitu proses yang mengubah struktur molekul protein tanpa memutuskan ikatan kovalen (Belitz dan Grosch, 1999). Denaturasi protein dapat diakibatkan bukan hanya oleh panas, tetapi juga oleh pH ekstrim; beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton; zat terlarut tertentu seperti urea; detergen atau hanya dengan pengguncangan intensif (mekanik) larutan protein yang bersinggungan dengan udara sehingga terbentuk busa (Lehninger, 1982). Winarno (1997) menambahkan bahwa masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. Gambar 3 menyajikan perubahan struktur protein akibat denaturasi.

(7)

Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu (Stadelman dan Cotteril, 1995). Kestabilan buih ternyata berbanding terbalik dengan tirisan buih. Kestabilan buih yang tinggi dicirikan oleh rendahnya tirisan buih dan sebaliknya (Kurniawan, 1991). Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan oleh putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur yang mempunyai elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotteril, 1995).

Gambar 3. Perubahan Struktur Protein Akibat Denaturasi (Mesier, 1991) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih

Daya dan kestabilan buih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan kimia atau stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein, komposisi protein, pH, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin mengubah konfigurasi dan stabilisitas molekul protein (Alleoni dan Antunes, 2004).

Suhu

Pemanasan pada suhu 50oC selama 30 menit tidak akan berpengaruh pada kualitas buih, tetapi pemanasan pada suhu 60-65oC akan mengurangi kestabilan buih putih telur. Kestabilan buih putih telur pada suhu 20oC sama dengan pada suhu 34oC (Stadelman dan Cotterill, 1995).

(8)

pH

Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa pada saat pH meningkat menjadi sekitar 9 terjadi interaksi antara ovomucin dan lysozime yang menyebabkan putih telur menjadi encer. Putih telur yang encer lebih mudah menangkap udara dari pada putih telur kental. Hal ini disebabkan cairan putih telur yang encer akan lebih mudah menyebar dari pada putih telur yang kental bila dikocok dan selanjutnya akan lebih cepat pula dalam mengikat udara (Kurniawan, 1991). Peningkatan pH putih telur akan memperbesar volume buih. Volume buih tertinggi terjadi pada pH sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang dari 8,0 (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Pengocokan

Kurniawan (1991) menjelaskan bahwa tingkat gerakan pengocokan dan jenisnya akan mempengaruhi pengikatan udara dalam buih. Pengocokan dengan menggunakan pengocok elektrik ternyata memerlukan waktu yang lebih singkat untuk membentuk buih putih telur. Dinyatakan pula bahwa buih akan mudah runtuh disekeliling pengocok dengan sumbu tetap. Penambahan waktu pengocokan akan meningkatkan volume buih tapi tidak akan memperbaiki volume cakes (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Umur dan Kualitas Telur

Umur telur yang semakin lama akan menurunkan kualitas telur karena terjadi penguapan CO2 dan H2O. Hal ini menyebabkan pH putih telur meningkat dari 7,6 (telur segar) menjadi basa dan dapat mencapai 9,0-9,7. pH yang meningkat (mencapai 9,0) dengan makin lamanya umur telur mengakibatkan terjadi ikatan kompleks ovomucin-lysozime yang menyebabkan putih telur menjadi encer (Stadelman dan Cotterill, 1995). Hasil penelitian Jahja (1972) dan Sugandi et al. (1978) terhadap telur itik yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan bahwa volume buih tertinggi dihasilkan dari telur yang berumur 7 hari dan semakin menurun dengan bertambahnya umur telur.

Haugh Units (HU) adalah ukuran kualitas telur bagian dalam yang didapat dari hubungan antara tinggi putih telur dengan bobot telur (Ewing, 1963). Semakin tinggi nilai Haugh Units, maka semakin tinggi kualitas putih telurnya (Stadelman dan Cotteril, 1995).

(9)

USDA membagi telur dalam tingkatan kualitas berdasarkan nilai Haugh Units yaitu kualitas AA, A dan B. Nilai Haugh Units sebesar 72 atau lebih termasuk kualitas AA, 60 sampai kurang dari 72 termasuk kualitas A, dan kurang dari 60 termasuk kualitas B (Stadelman dan Cotteril, 1995).

Gambar

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik  Komponen  Kimia  Telur ayam (51,6 gram) Telur itik  (66,6 gram)   ----------------------------   ---(%)-------------------------------Air  Padatan  73,6 26,4 69,7 30,3        Bahan organik
Tabel 2. Jenis-Jenis Protein Putih Telur
Gambar 3. Perubahan Struktur Protein Akibat Denaturasi (Mesier, 1991)  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih

Referensi

Dokumen terkait

Työn tavoitteena oli määrittää ELY-keskuksen toimivalta-alueen tärkeimmät solmupysäkit ja erikseen valit- tujen kuntien keskuspysäkit sekä kuvata niiden nykytila

(1) Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pembinaan ketertiban umum dan ketentraman

[r]

1) Tingkat partisipasi pemilih pemula dalam pelaksanaan legislatif 2014 DPRD Sampang, desa Ketapang Timur, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, dapat dilihat

Tahap pelaksanaan siklus II ini dilaksnakan pada tanggal 23 Mei 2013 dengan dibantu teman sejawat sekaligus sebagai pengamat dalam pembelajaran, pada pelaksanaan siklus

[r]

Dengan berlakunya Peraturan Kepala ini maka Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemilihan Arsiparis

dan Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia “Kera Sakti” menurut data yang diperoleh bahwa tingkat agresivitas pada tingkat tinggi sebesar 0 % yang. artinya tidak ada salah