• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTEK PERKAWINAN JUJUR ANTARA MASYARAKAT BATAK DENGAN MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRAKTEK PERKAWINAN JUJUR ANTARA MASYARAKAT BATAK DENGAN MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

KABUPATEN PASAMAN

Tagor Raudy1, Yanzalzisatry1, Desmal Fajri1 1

Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email: tagor.raudy@gmail.com

ABSTRACT

Batak tribal communities so many immigrants in the district Panti, became one of the reason for the marriage between Batak tribe to tribe un the district Panti Minangkabau Pasaman. The marriage is usually done with an honest marriage. Issues to be observed is how the implementation of honest marriage and what the legal consequences of the marriage.

In this study the authors used sociological law research, the data is essentially obtained by direct research in the field, for data collection used interview techniques, which first prepare a list of questions in the form of open as a means of data collection. Data were analyzed qualitatively.

Of this study concluded that, in order to carry out the marriage between the Batak with Minangkabau society, in advance of the Minangkabau people appointed Batak tribe using traditional ceremonies and marriage that is used is customary marriage honest. As a result of marriage for the Minangkabau people will be Batak society, for the usband/wife from the Minangkabau etnich marriage were not caused separated from her biological relatives. Against a child, that child will still inherit the clan and tribe from both parents and children closer spiritual relationship to his father’s family. To property acquired before the marriage remains of each depending on the agreement, the property during the marriage will be controlled by husband. The legacy of that boy that can be in herited, while girls only get grants.

Keywords: Marriage, customs, heritage, due to legal.

Pendahuluan

Perkawinan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia itu sendiri. sejak dilahirkan kedunia manusia ditakdirkan untuk saling berpasang-pasangan agar hidup bersama untuk

membentuk suatu keluarga dalam ikatan perkawinan.

Dalam hukum positif Indonesia, masalah perkawinan telah diatur dalam hukum Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Menurut pasal 1

(2)

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, ‘’Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, budaya, dan adat istiadat yang berbeda mengalami beragamnya etnis budaya yang ada. V.V Hoven pada dasarnya membagi-bagi seluruh wilayah Indonesia dalam 19 wilayah masyarakat adat, dimana yang setiap wilayah itu memiliki adat yang berbeda-beda, diantaranya yaitu wilayah masyarakat Batak dan Masyarakat Minangkabau1.

Kabupaten Pasaman merupakan paling utara dari provinsi Sumatera Barat dan sangat strategis karena berada pada jalur lintas Sumatera dan berbatasan langsung dengan Sumatera Utara, sehingga memiliki keunikan dari kabupaten-kabupaten lainnya yang ada di

1

Djamanat Samosir, 2013, Hukum Adat Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, hlm.280.

Sumatera Barat yaitu masyarakatnya merupakan campuran antara suku Minangkabau dan suku Batak. Terjadinya percampuran antara masyarakat Batak dengan masyarakat Minangkabau hal itu terjadi salah satunya dikarenakan ketika masyarakat Batak menjadi perantau di Sumatera Barat khususnya di Pasaman sehingga menyebabkan perkawinan antara kedua suku tersebut.

Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan antar suku bangsa yang satu dengan lain-lain berbeda, termasuk lingkungan hidup dan agama yang di anut juga berbeda, maka sistem perkawinan bagi masyarakat adat yang berbeda-beda ini tentu saja akan menimbulkan akibat hukum yang berbeda beda pula.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengungkapkan bagaimana praktek perkawinan antar suku berbeda tersebut dengan judul

(3)

‘’ PRAKTEK PERKAWINAN

ANTARA MASYARAKAT BATAK

DENGAN MASYARAKAT

MINANGKABAU DI KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN’’

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum sosiologis, yang data pokoknya diperoleh dengan penelitian langsung dilapangan, untuk pengumpulan data digunakan tehnik wawancara langsung dengan informan yang terdiri dari suami/isteri yang pernah melakukan perkawinan antar suku tersebut dan juga dari tetua adat Batak maupun adat Minangkabau yang ada di Kecamatan Panti, yang terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan dalam bentuk terbuka sebagai alat pengumpul data. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Hasil dan Pembahasan

A. Pelaksanaan Perkawinan Jujur Antara Masyarakat Batak dengan Masyarakat Minangkabau Di Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman

Kabupaten Pasaman merupakan palinh utara dari provinsi Sumatera Barat

dan sangat strategis karena berada pada jalur lintas Sumatera dan berbatasan langsung dengan Sumatera Utara dan Provinsi Riau. Secara lengkap daerah yang berbatasan dengan kabupaten Pasaman yaitu sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Mandailing provinsi Sumatera Utara, sebelah timur berbatasan dengan kebupaten Kampar Provinsi Riau, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Agam dan sebelah barat berbatasan dengan Pasaman Barat.

Adapun batasan wilayah Kecamatan Panti ini, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Gelugur, sebelah utara berbatasan dengan dengan Kecamatan Rao Mapat Tunggul, sebelah Utara berbatasan Kabupaten Kampar provinsi Riau, sebelah Barat berbatasa dengan Kecamatan Duo Koto Kabupaten Pasaman Barat.

Bapak M. Nur Dt. Mandindiang Alam tokoh masyarakat Minangkabau di Kecamatan Panti mengatakan Bahwa orang Batak sudah merupakan saudara

(4)

bagi mereka, hal ini disebabkan karena sudah lamanya secara bersama-sama mereka bergaul dan membangun kawasan ini menjadi suatu wilayah kehidupan, yang membawa kebahagiaan dan kesejahteraan. Tanpa datangnya orang Batak ke daerah ini, maka kemajuan yang diperoleh sekarang ini belum akan tercapai. Kebersamaan yang begitu lama, bergaul, berteman dan mengolah serta membangun wilayah Panti ini,merupakan lahirnya perasaan senasib dan seperjuangan. Secara tidak langsung hal ini merupakan faktor penyebab terjadinya perkawinan antara orang Batak dan orang Minang di Panti ini2.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Muhammad Dahlan Pasaribu pemuka adat Batak di Kecamatan Panti setiap perkawinan antara suku (Batak dan Minangkabau) di Kecamatan Panti ini sangat tergantung dari perundingan dan kesepakatan kedua belah pihak untuk menggunakan sistem

2

Wawancara dengan bapak M. Nur Dt.

Mandindiang Alam, pemuka adat Minangkabau, tanggal 02 September 2013.

perkawinan dan sistem kekerabatan uang akan dipakai, karena perkawinan disamping sacral, religious, suci dan penyatuan dua jiwa, tetapi juga harus memperhatikan hukum adat dari kedua kekerabatan itu, yang mana yang lebih menguntungkan untuk kedua belah pihak terutama terhadap keturunan. Dalam prakteknya pada umumnya bentuk perkawinan yang dilakukan adalah perkawinan jujur, namun fungsi jujur hanya sekedar menghubungkan kekerabatan seorang suami dengan isteri dan anak-anaknya dengan tidak melepaskan hubungan kekerabatan. Selain itu fungsi jujur merupakan penghormatan yang berupa persembahan agar memberi anak perempuannya menjadi isteri oleh si laki-laki tersebut. Jujur ini biasanya berbentuk uang dan diserahkan pada saat sebelum wanita dibawa oleh keluarga silaki-laki kelingkungan keluarganya, tetapi kadang-kadang ada kemungkinan dibayar setelah dilakukan perkawinan. Pada perkawinan jujur ini setelah

(5)

pelaksanaan perkawinan barulah boleh silaki-laki membawa si perempuan kelingkungan keluarganya3.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh bapak Burhanuddin Dt. Maharajo pemuka adat Minang di Kecamatan panti mengatakan kalau secara adat istiadatnya, untuk pelaksanaan perkawinan orang Batak dan orang Minang memang tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak keluarga dan pemuka adat, tetapi biasanya terjadi dan dilaksanakan khususnya di Panti selalu memakai perkawinan secara adat menjujur, karena dengan perkawinan seperti itu suami akan bertanggung jawab penuh terhadap isteri dan anak-anaknya4.

Bapak Bahrum Pasaribu mengatakan bahwa perkembangan dan kemajuan zaman pada saat ini mengakibatkan orang Batak banyak yang jadi perantau dan menetap di daerah yang bukan tanah Batak seperti di Kecamatan

333

Wawancara dengan bapak Muhammad Dahlan, pemuka adat Batak, tanggal 12 Agustus 2012.

4

Wawancara dengan bapak Burhanuddin Dt. Maharajo, pemuka adat Minangkabau, tanggal 01 januari 2015.

Panti, sehingga tidak dapat dihindari menyebabkan terjadinya perkawinan antar suku Batak dengan suku lainnya, salah satunya adalah dengan suku Minangkabau. Sesuai dengan kebiasaan adat Batak sebelum perkawinan dilaksanakan calon pengantin yang bukan orang Batak di masukkan kedalam kelompok masyarakat Batak terlebih dahulu dengan cara mengangkatnya menjadi masyarakat Batak sehingga calon pengantin yang bukan Batak tersebut mempunyai marga Batak. Apabila ada seorang pria Minangkabau yang akan menikah dengan wanita Batak maka terlebih dahulu pria Minangkabau tadi diangkat dan diberikan marga, yang pada umumnya di ambil dari marga suami saudar perempuandari ayah isterinya tersebut atau dalam bahasa Batak disebut marga ni amang boruna, agar dapat masuk kedalam lingkungan orang Batak. Demikian juga wanita Minangkabau yang akan menikah dengan pria Batak maka terlebih dahulu pasangannya tersebut diberikan marga yang pada umumnya di

(6)

ambil dari marga asal ibu laki-laki si calon mempelai pria atau dalam bahasa Batak disebut dengan marga ni tulangna. Karena marga merupakan lambang identitas orang Batak dan alat penghubung yang diperlukan untuk mengetahui kedudukannya di dalam kekerabatan berdasarkan dalihan natolu5.

Setelah pemberian marga selesai dilakukan, barulah kedua pasangan tersebut dapat melakukan perkawinan. Dalam melaksanakan upacara perkawinan adat Batak inilah terlihat peran dan fungsi dalihan natolu (bertungku tiga) tersebut. Dalam masyarakat Batak upacara adat tidak akan terlaksana apabila unsur-unsur dalihan natolu tidak ada karena segal pelaksanaan upacar adat harus terlebih dahulu dimusyarahkan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di Kecamatan Panti, bahwa prosesi perkawinan suku Batak dan Minangkabau di Kecamatan panti terbagi atas beberapa tahapan yaitu :

5

Wawancara dengan bapak Bahrum Pasaribu, pemuka adat Batak, tanggal 16 juni 2013.

1. Manyisik Boru (penjajakan keluarga Secara tertutup)

2. Manyapai Boru (perundingan diam- diam)

3. Patobang Hata ( melamar secara Resmi)

4. Manulak Sinamot ( penyerahan uang Jujur)

5. Horja Pabagaskon Boru (pesta Pernikahan di tempat perempuan) 6. Horja Pabuat Boru (pesta Perkawinan di tempat laki-laki) 7. Mebat atau Marulak Ari (kunjungan Keruamh pengantin perempuan) B. Akibat Hukum Dari Perkawinan Jujur

Antara Masyarakat Batak Dengan Masyarakat Minangkabau Di Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman

1. Akibat hukum terhadap suami/isteri yang berasal dari suku Minangkabau

Berdasarkan wawancara dengan bapak Bahrum Pasaribu dahwa dalam

(7)

perkawinan antara suku Batak dengan suku Minangkabau sebelum kawin suami orang Minang itu diberi marga untuk melaksanakan perkawinan secara adat jujur dengan perempuan Batak, dari perkawinan yang dilakukan secara jujur ini maka si suami akan menjadi bertanggung jawab terhadap anak dan isterinya. Selain itu tidak memutuskan hubungan kekeluargaan terhadap kedua orang tua kandungnya dan kerabat asalnya dengan begitu dia masih tetap sebagai mamak dalam kerabatnya dan masih dapat mewarisi gelar pusaka6.

Datuak Maharajo mengatakan untuk suami orang Minang yang kawin dengan wanita Batak masih memiliki hubungan dengan keluarganya dan kerabat aslinya. Walaupun dengan diangkatnya sebagai anak oleh suku Batak dan mempunyai marga Batak, sehingga mengakibatkan suami dalam perkawinan jujur itu akan menjadi kepala keluarga untuk isteri dan anak-anaknya dan bukan urang sumando di dalam rumah isterinya,

6

Wawancara dengan bapak Bahrum Pasaribu, pemuka adat Batak.

dalam kekerabatannya dia tetap sebagai mamak. Begitu juga degan wanita Minangkabau masih memiliki kedudukan di keluarganya karena perkawinan yang memakai adat jujur ini hanyalah sebagai penghubung kekerabatan dan kekeluargaan untuk si suami dan si isteri dan anak-anaknya7.

Bapak Toma Jofta Marpaung mengatakan, bahwa beliau di waktu akan kawin dengan isterinya yang bersal dari suku Batak beliau diberi marga agar bisa melangsungkan perkawinan jujur seperti yang telah disepakati oleh kedua belah pihak keluarga. Bapak Toma memiliki marga dan menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap anak-anak dan isterinya dan buat dia berlaku hukum adat Batak namun hubungan kekerabatannya dengan keluarganya tidak terputus dan di dia dalam masyarakatnya masih tetap di akui sebagai anggota kekerabatan dengan demikian hukum adat Minangkabau masih tetap berlaku buat dia dalam arti dia masih

7

(8)

sebagai mamak dalam keluarganya dan masih dapat memilki gelar adat (penghulu)8.

2. Akibat Hukum Terhadap Anak Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap perkawinan jujur masyarakat Batak dengan Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Panti yang melaksanakan perkawinan secara jujur bahwa untuk akibat hukum terhadap anak dibagi menjadi dua bentuk yaitu yang pertama anak-anak yang lahir akan mewarisi marga dari ayahnya juga menjadi tanggung jawab pihak keluarga dan kekerabatan ayahnya. Dan bentuk yang kedua melalui kesepakatan antara kedua orang tua dan anak-anak itu yang diberi kesempatan sendiri untuk memilih kekerabatan ayahnya atau ibunya yang akan dia pilih dan pakai dalam kehidupan sehari-harinya. Penentuan pilihan itu dilakukan setelah anak dewasa. Dalam praktek tergantung dimana hubungan kekerabatan yang berlaku yang lebih dekat.

8

Wawancara dengan bapak Toma Jofta.

3. Akibat Hukum Terhadap Harta Dari segi akibat hukum terhadap harta dari perkawinan orang Batak dengan orang Minangkabau yang memakai perkawinan secara jujur berdasarkan penelitian yang penulis lakukan bahwa untuk harta, penentuannya terdapat dua cara. Pertama harta perkawinan maupun harta bawaan si suami dan isteri dimiliki dan dikuasai oleh suami sebagai kepala keluarga, dan yang kedua tergantung dari kesepakatn kedua belah pihak apakah akan dimiliki secara bersama-sama atau masing-masing.

4. Akibat Hukum Terhadap Warisan Bapak Bahrum Pasaribu pemuka adat di Kecamatan Panti mengatakan, bahwa dalam pembagian warisan harta pusaka yang mendapatkan warisan adalah anak laki-laki. Jika tidak memiliki anak laki-laki, maka harta tersebut jatuh ketangan saudara ayahnya, sementara anak perempuan yang telah dewasa dan dikawinkan lajimnya adat Batak, bahwa anak perempuan tidak mendapatkan

(9)

warisan dari kekerabatannya, kecuali yang dihibahkan oleh orang tua dari harta keluarga itu sebagian. Misalnya sebidang tanah perkebunan atau sebuah rumah9.

Bapak Burhanuddin Dt. Maharajo menerangkan bahwa dalam adat Minangkabau kemungkinan ada dua macam harta yang dapat dikuasainya. Pertama harta pribadi yang diperolehnya melalui usahanya sendiri atau secara khusus dihibahkan kepadanya. Pemilikannya atas harta ini adalah secara penuh yaitu berhak atas bendanya dan berhak pula atasa benda dan hasilnya. Kedua harta pusaka yang dikuasainya secara genggam beruntuk yang berhak atas hasil yang diperolehnya dan tidak berhak atas asalnya. Jadi untuk harta pusaka laki-laki Minangkabau hanya boleh meminjam harta harta itu dari kekerabatnnya secara hak pakai, ia hanya berhak atas hasilnya juga tidak berhak atas asalnya dan tidak berhak mewariskan terhadap anak-anaknya. Dan untuk harta pribadi yang

9

Wawancara dengan bapak Bahrum Pasaribu, pemuka adat Batak.

diperolehnya melalui usahanya sendiri atau yang dihibahkan kepadanya secara penuh berhak atas bendanya dan berhak pula atas hasilnya dan berhak pula mewariskannya terhadap anak-anaknya10.

Bapak toma Jofta yang menikah dengan wanita suku Batak mengatakan bahwa dengan perkawinan jujur yang dilakukan yang dilakukan dengan wanita Batak yang menjadikan dia sebagai kepala keluarga dan suami yang bertanggung jawab terhadap anak-anak dan isterinya. Sehingga bapak Toma yang mempunyai harta pencarian melalui usahanya sendiri maupun yang dihibahkan kepadanya dapat mewariskan barang-barang dari harta pencariannya tersebut kepada anak laki-lakinya11.

Menurut bapak Dahlan Pasaribu, dengan perkembangan zaman dan hal ini didukung dengan adanya perkawinan beda suku (masyarakat Batak dan masyarakat Minangkabau) maka telah terjadi pergeseran sistem pewarisan didalam

10

Wawancara dengan bapak Burhanuddin Dt.Maharajo, pemuka adat Minangkabau.

11

(10)

masyarakat Batak, sistem pewarisan yang semula memakai sistem pewarisan patrilineal berubah menjadi sistem parental. Dalam bentuk sistem ini, tidak hanya anak laki-laki, anak perempuan pun mendapatkan warisan12.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perkawinan jujur masyarakat Batak dengan masyarakat Minangkabau di Kecamatan Panti serta akibat hukumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perkawinan masyarakat Batak dengan masyarakat Minangkabau di Kecamatan Panti umumnya dilaksanakan dengan perkawinan jujur. Karena didalam praktek pada umumnya dengan perkawinan jujur menguntungkan untuk kedua belah pihak terutama terhadap keturunan, dengan perkawinan seperti itu suami akan bertanggung jawab penuh terhadap isteri dan anak-anaknya. Untuk itu sebelum perkawinan dilaksanankan terlebih dahulu calon pengantin yang bukan masyarakat

12

Wawancara dengan bapak Dahlan Pasaribu.

Batak diangkat menjadi masyarakat Batak dan di beri marga Batak.

2. Akibat hukum terhadap perkawinan jujur antara masyarakat Batak dengan masyarakat Minangkabau di Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman

a. Terhadap suami/isteri dari suku Minangkabau

Terhadap suami/isteri dari suku Minangkabau, bahwa dengan diangkatnya suami dari suku Minangkabau maka suami tersebut sah masuk menjadi masyarakat Batak, namun tidak memutuskan hubungan dengan kekerabatan kandungnya karena itu dia tetap sebagai mamak dalam keluarganya dan masih berhak mewarisi gelar pusaka, dan begitu juga terhadap isteri yang berasal dari suku Minangkabau setelah diangkat menjadi masyarakat Batak dan masuk kedalam kerabat suaminay dan menjadi isteri tanopa

(11)

memutuskan hubungan dengan kerabat aslinya.

b. Akibat Hukum terhadap Anak

Akibat hukum terhadap anak dalam perkawinan jujur antara masyarakat Batak dengan masyarakat Minangkabau di Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman begitu berpengaruh, karena orang tua yang bersal dari suku Minangkabau telah di angkat menjadi suku Batak sehingga anak dalam perkawinan ini mewarisa marga dari bapaknya dan dia akan mengikuti kekerabatan suku ayahnya, namun hubungan dengan keluarga kandung ayahnya yang berasal dari suku Minangkabau tidak terputus . begitu juga dengan orang tua laki-laki dari suku Batak dan wanita dari suku Minang maka anak-anak ini akan mengikuti 2 kekerabatan sekaligus, yaitu kekerabatan ayahnya dan kekerabatan Minang dari ibunya.

c. Akibat hukum terhadap Harta

Pada umumnya harta yang diperoleh sebelum perkawinan tetap dimiliki masing-masing dan tetapi ada juga dimiliki secara bersama-sama itu tergantung kesepakatan dari kedua belah pihak, tetapi harta yang diperolah selama perkawinan dikuasai oleh suami sebagai kepala keluarga. d. Akibat hukum terhadap Warisan

Untuk akibat hukum

terhadap warisan diwarisi oleh anak laki-laki dan untuk anak perempuan mendapatkan pengibahan oleh orang tuanya dari harta keluarga itu sebagian. Namun dalam perkembangan sekarang dalam masalah waris tidak memegang ketentuan adat Batak, karena pada umunya dalam pewarisan tersebut orang tua tidak lagi membedakan dalam pewarisan, anak laki-laki maupun anak perempuan

(12)

kedua-duanya mendapatkan warisan dari orang tuanya.

SARAN

Untuk dapat memberikan sumbangan yang lebih berarti melalui penelitian selanjutnya, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya perkawinan yang dilakukan tidak pakai uang jujur cukup dilakukan dengan memilih

perkawinan secara hukum agama (Hukum Islam)

2. Harta sebaiknya diwarisi anak laki-laki dan permpuan.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Amir Syariffuddin, 1984, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau, Gunung Agung, Jakarta

Amir Syarifuddin,2006, Hukum Perkawinan di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta Djamanat Samosir, 2013, Hukum Adat Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung

Hilman Hadikusuma, 1987, Hukum Kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta 1990, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung 1990, Hukum Perkawinan Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Soerjono Soekanto, 2012, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo persada, cetakan ke 12,

Jakarta

1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta Soerojo Wignjodipoero, 1985, Pengantar Dan Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung,

Jakarta

(13)

B. Peraturan perundang-undangan

Undang-undang No 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan Kompilasi Hukum Islam

Referensi

Dokumen terkait

This method is based on the maximum a posteriori (MAP) framework, which has the performance to fuse images from arbitrary number of optical sensors.. IMAGE

Menurut SRJ dan PDS 15 ,Berkaitan dengan keefektifan implementasi, Konsep Rian “empat tepat" dari hasil wawancara dengan informan diketahui simpulan sebagai

Trip Assignment digunakan untuk mengetahui dan menghitung prosentase jumlah kendaraan yang melewati masing-masing ruas jalan, dalam Tugas Akhir ini digunakan untuk

Usia terbanyak pada 21 – 25 tahun, banyak yang memiliki riwayat kehamilan kembar dalam keluarga, cara persalinan terbanyak dengan cara Seksio Sesarea dan

Responden dalam penelitian tentang Hubungan Persepsi Pengguna Layanan Tentang Mutu Pelayanan Unit Rawat Inap VIP (Gryatama) Dengan Minat Pemanfaatan Ulang di BRSU

Pendapatan rata-rata responden dari hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh responden yang diambil dari TNLL pada kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada

Berdasarkan data yang ada dan untuk menjaga serta meningkatkan produktifitas pegawai dengan harapan dapat memberikan pelayanan optimal secara profesional dan

Menurut Marston (2003) semakin profit suatu perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan untuk mengungkapkan informasi keuangan tambahan, termasuk diantaranya