• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN LAUT APABILA TERJADI KECELAKAAN (STUDI PADA PT. JJ FAST BOAT SANUR DENPASAR).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN LAUT APABILA TERJADI KECELAKAAN (STUDI PADA PT. JJ FAST BOAT SANUR DENPASAR)."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP

PENGGUNA JASA ANGKUTAN LAUT APABILA

TERJADI KECELAKAAN

(STUDI PADA PT. JJ FAST BOAT SANUR

DENPASAR)

IDA BAGUS WISNU GUNA DIATMIKA

NIM. 1203005259

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP

PENGGUNA JASA ANGKUTAN LAUT APABILA

TERJADI KECELAKAAN

(STUDI PADA PT. JJ FAST BOAT SANUR

DENPASAR)

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh :

IDA BAGUS WISNU GUNA DIATMIKA

NIM. 1203005259

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 24 JUNI 2016

Pembimbing I

Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH NIP. 19550306 198403 1 003

Pembimbing II

(4)

iv

SKRIPSI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 16 JULI 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor: 248/UN14.1.11/PP.05.02/2016 Tanggal 11 Juli 2016

Ketua : Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH ( )

NIP. 19550306 198403 1 003

Sekretaris : I Made Dedy Priyanto, SH.,M.Kn ( )

NIP. 19840411 200812 1 003

Anggota : 1. Dr. I Made Udiana, SH.,MH ( )

NIP. 19550925 198610 1 001

2. I Made Pujawan, SH.,MH ( )

NIP. 19530410 198603 1 001

3. I Nyoman Bagiastra, SH.,MH ( )

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

rahmat dan karunia-Nya skripsi yang berjudul TANGGUNG JAWAB PELAKU

USAHA TERHADAP PENGGUNA JASA ANGKUTAN LAUT APABILA

TERJADI KECELAKAAN (STUDI PADA PT. JJ FAST BOAT SANUR

DENPASAR), dapat diselesaikan sebagai tugas akhir mahasiswa sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Melalui kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih

kepada berbagai pihak yang sangat berperan dalam proses penyelesaian skripsi

ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

4. Bapak Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH, Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Ibu I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari, SH., M.Kn, Pembimbing Akademik

yang telah membimbing penulis dari awal kuliah di Fakultas Hukum

(6)

vi

7. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH., Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dukungan dan motivasi kepada

penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

8. Bapak I Made Dedy Priyanto, SH., M.Kn., Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, saran, semangat, dan dukungan kepada

penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

9. Dewan Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji

skripsi ini.

10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

menuntun dan memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi ini.

11. Bapak dan Ibu Staff Laboratorium, perpustakaan, dan tata usaha yang telah

memberikan bantuan selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

12. Kepada keluarga penulis Ida Bagus Anom Gede Ardana, Desak Made

Suartini, Ida Bagus Adhi Tresna Wardana, terimakasih atas doa serta

dorongan morilnya yang dengan penuh kesabaran, pengorbanan, dukungan,

perhatian, dan terus menemani serta memberikan semangat selama penulisan

skripsi ini.

13. Kepada keluarga besar Griya Telaga Kaler Sanur atas doa dan dukungannya

dalam penulisan skripsi ini.

14. Kepada sahabat-sahabat penulis : Lisa Khesary, Wanda, Deno, Wahyu,

Cahya, Gusde, Maria, Komang Ucil, Jaya Nugraha, Wah aik, Dewa Angga,

(7)

vii

Hukum Universitas Udayana Angkatan 2012 yang telah menemani mulai dari

awal kuliah hingga menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana ini.

15. Bapak Ida Bagus Putu Pramartha selaku Direktur PT. JJ Fast Boat dan

Komang Nyong selaku staff dari PT. JJ Fast Boat.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan

hasil penelitian ini, semoga dikemudian hari penulis dapat lebih meningkatkan

lagi kemampuannya. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat

bermanfaat.

Denpasar, 24 Juni 2016

(8)

viii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya

asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun dan sepanjang pengetahuan

penulis juga tidak pernah diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari

hasil karya tulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat

yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi

akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban

ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 27 Juni 2016

Menyatakan,

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSYARATAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iv

KATA PENGANTAR ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 5

1.4 Orisinalitas ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.5.1 Tujuan Umum ... 7

1.5.2 Tujuan Khusus ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.6.2 Manfaat Praktis ... 8

(10)

x

1.8 Metode Penelitian ... 14

1.8.1Jenis Penelitian ... 14

1.8.2Jenis Pendekatan ... 14

1.8.3Sifat Penelitian... 15

1.8.4Data dan Sumber Data ... 16

1.8.5Teknik Pengumpulan Data ... 17

1.8.6Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 18

1.8.7Pengolahan dan Analisis Data ... 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUTAN DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT 2.1 Pengangkutan Laut ... 20

2.1.1 Pengertian Pengangkutan Laut ... 20

2.1.2 Jenis-jenis Pengangkutan Laut ... 22

2.1.3 Hubungan Hukum dalam Perjanjian Pengangkutan Laut ... 24

2.2 Tanggung Jawab Pengangkutan Dalam Angkutan Laut ... 27

2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Angkutan Laut... 27

2.2.2 Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Angkutan Laut ... 28

(11)

xi

2.3.1 Pengertian Penyelesaian Sengketa Pengangkutan Laut 32

2.3.2 Jenis-Jenis Penyelesaian Sengketa Pengangkutan Laut 35

BAB III BENTUK TANGGUNG JAWAB PT. JJ FAST BOAT TERHADAP

PENGGUNA JASA TERKAIT KECELAKAAN YANG TERJADI

PADA PT. JJ FAST BOAT SANUR DENPASAR

3.1 Hubungan Perusahaan Pelayaran dengan Nahkoda Kapal .... 38

3.2 Tanggung Jawab Perusahaan Pelayaran terhadap Pengguna

Jasa Pengangkutan terkait kecelakaan yang terjadi pada

PT. JJ Fast Boat Sanur Denpasar ... 43 BAB IV UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA YANG DAPAT

DILAKUKAN OLEH PENGGUNA JASA PT. JJ FAST BOAT

SANUR DENPASAR APABILA TERJADI KECELAKAAN

YANG DISEBABKAN OLEH KESALAHAN PELAKU USAHA

4.1 Kronologis Kecelakaan PT. JJ Fast Boat Sanur Denpasar ... 48

4.2 Upaya Penyelesaian Sengketa bagi Pengguna Jasa PT. JJ

Fast Boat Sanur Denpasar ... 50 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA

(12)

xii ABSTRAK

Peranan transportasi laut merupakan bagian yang sangat bermanfaat bagi perkonomian suatu negara, ini berarti adanya hubungan transportasi antar pulau atau antar negara dilakukan melalui sarana transportasi laut, di Provinsi Bali untuk mencapai daerah yang satu ketempat tujuan yang lainnya diperlukan sarana transportasi perairan namun penggunaan transportasi laut atau perairan ini juga mempunyai risiko-risiko yang dapat menyebabkan terjadinya kerugian bagi pihak pengguna jasa angkutan laut. Berdasarkan uraian diatas adapun permasalahan

yang dibahas adalah bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT. JJ Fast Boat

terhadap pengguna jasa terkait kecelakaan yang terjadi pada PT. JJ Fast Boat dan

bagaimanakah upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh pengguna

jasa PT. JJ Fast Boat apabila terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan

pelaku usaha. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban mengenai Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pengguna Jasa Angkutan Laut Apabila

Terjadi Kecelakaan (Studi Pada PT. JJ Fast Boat Sanur Denpasar).

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis empiris dengan sumber data primer berupa data penelitian yang diperoleh melalui wawancara di PT. JJ

Fast Boat Sanur Denpasar, serta ditunjang dengan data sekunder terkait dengan permasalahan yang dibahas dan dikumpulkan dengan pengolahan analisis data secara kualitatif. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan fakta.

Hasil dari penelitian ini adalah bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pengguna jasa adalah mengganti segala kerugian senilai barang yang rusak ataupun hilang serta menanggung biaya perobatan terhadap korban yang luka-luka

dan upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pengguna jasa PT. JJ Fast

Boat Sanur Denpasar yaitu secara mediasi dan diselesaikan dengan upaya damai.

Dan untuk pihak perusahaan kepada pengguna jasa agar bertanggungjawab juga dalam hal ganti kerugian inmateriil, lebih memperhatikan kondisi kapal dan menyediakan pelampung untuk menjaga keselamatan dimana itu adalah kewajiban perusahaan.

(13)

xiii ABSTRACT

The role of sea transport is a part that is very beneficial for perkonomian a country, this means that the transport links between the islands and between countries is done through sea transportation, in the province of Bali to reach areas of the place of destination is more necessary means of transport the water but the use of sea transport or These waters also has risks that may cause losses for the users of marine transportation services. Based on the description above as for the issues discussed was how the responsibilities PT. JJ Fast Boat to service users related accident that occurred in PT. JJ Fast Boat and how efforts to resolve disputes that can be done by a service user PT. JJ Fast Boat event of an accident caused by mistakes entrepreneurs. This research was conducted to get an answer on the Responsibility of Business Actors Against Sea Transport Service Users When Accidents Happen (Study at PT. JJ Fast Boat Sanur Denpasar).

This type of research is juridical empirical legal research with the primary data source in the form of research data obtained through interviews in PT. JJ Fast Boat Sanur Denpasar, and supported by secondary data related to the issues discussed and collected qualitative data analysis processing. The approach taken in this study is the approach of legislation, and approaches the facts.

The results of this research is a form of corporate responsibility towards the service user is to replace any losses worth of goods were damaged or missing, and to bear the cost of medicine for the victims who were injured and dispute resolution efforts carried out by the service user PT. JJ Fast Boat Sanur in Denpasar, mediation and resolved by peaceful means. And for the company to service users to be responsible also in terms of compensation inmateriil, more attention to the condition of the ship and provide a buoy to keep safety in which it is the obligation of the company.

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan

kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke sehingga dibutuhkan alat

transportasi untuk menghubungkan antar pulau dalam rangka mewujudkan

wawasan nusantara yang mempersatukan seluruh wilayah Indonesia, termasuk

lautan nusantara sebagai satu kesatuan wilayah Indonesia.

Kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang

membentang dengan luas daratan dan lautan tidak kurang dari 8.746.000 km2 dan

terletak antara dua Samudera membuat Negara Indonesia juga memiliki posisi

geografis yang unik sekaligus menjadikannya strategis. Hal ini dapat dilihat dari

letak Indonesia yang berada di dua Samudera dan benua sekaligus memiliki

perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan internasional.1

Melihat kenyataan geografis Indonesia dimana wilayah perairan lebih luas

dibandingkan wilayah daratan maka sudah merupakan hal yang wajar apabila

pembangunan dan pengaturan transportasi laut dewasa ini perlu mendapat

perhatian yang besar. Peranan transportasi laut merupakan bagian yang sangat

bermanfaat bagi perkonomian suatu negara, ini berarti adanya hubungan

transportasi antar pulau atau antar negara dilakukan melalui sarana transportasi

laut. Kebijakan untuk menjadikan transportasi laut sebagai sarana perhubungan

1

(15)

2

dengan atau antar daerah terpencil ini sampai sekarang masih dipertahankan.

Transportasi laut merupakan salah satu alternatif guna untuk mengembangkan

angkutan di negara berkembang seperti Indonesia karena mengingat kondisi

geografis Indonesia.

Dengan meningkatnya aktivitas pembangunan di segala bidang khususnya

di bidang ekonomi, maka sarana angkutan sebagai salah satu mata rantai

perekonomian negara juga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Pada saat

sekarang ini dan dimasa mendatang jasa angkutan merupakan salah satu bentuk

jasa yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik itu dari kalangan umum,

pemerintah maupun perusahaan-perusahaan industri.

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dengan segala aktivitas

ekonomi tersebut, maka kebutuhan masyarakat akan alat transportasi kian

meningkat pula, demikian pula halnya di Provinsi Bali. Dengan wilayahnya yang

sebagian besar terdiri dari perairan serta banyak pulau-pulau, maka permintaan

akan jasa angkutan laut di daerah ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh

sebab itu, bidang usaha jasa angkutan laut di daerah ini cukup pesat

pertumbuhannya.

Provinsi Bali sebagai salah satu provinsi yang memiliki ciri khusus

dibandingkan dengan propinsi lainnya, dimana wilayahnya meliputi daratan dan

perairan yang cukup luas yang meliputi sungai dan perairan laut. Dengan kondisi

wilayah yang demikian, maka dibutuhkan sarana transportasi yang memadai

(16)

3

yang satu ketempat tujuan yang lainnya diperlukan sarana transportasi perairan

seperti ferry, kapal pompong, speed boat dan lain-lainnya.

Pada umumnya, transportasi mencakup bidang yang sanggat luas, hampir

keseluruh segi kehidupan manusia tidak terlepas dari keperluan akan transportasi

tersebut. Transportasi tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan

teknologi dan majunya tinggkat pemikiran budaya manusia itu sendiri, sebab

kehidupan yang maju ditandai oleh mobilitas yang memungkinkan tersedianya

fasilitas transportasi yang cukup memadai setiap saat.

Salah satu jenis transportasi adalah transportasi perairan yang mencakup

sungai, danau dan laut. Pentingnya transportasi ini bagi masyarakat di Provinsi

Bali khususnya di daerah Kabupaten Denpasar akan membantu aktifitas yang

dilakukan sehari-hari oleh masyarakat setempat. Selain dapat mengangkut

penumpang dan barang dari suatu tempat ketempat yang lainnya, juga dapat

mempelancar kegiatan perdagangan di Denpasar. Adapun perusahaan yang

bergerak di bidang pelayanan transportasi laut di daerah ini diantaranya adalah

PT. JJ Fast Boat, yang beroperasi dengan menggunakan sejenis speed boat.

Perusahaan ini berdiri didasari oleh tingginya minat konsumen yang

membutuhkan dan mengunakan sarana transportasi laut untuk tujuan

keberangkatan dari Sanur ke Nusa Lembongan dan sebaliknya, Sanur ke Padang

Bai dan sebaliknya dan tujuan keberangkatan dari Sanur ke Gili dan sebaliknya

yang dinilai lebih efektif jika penggunaan transportasi air dibanding dengan

(17)

4

Sarana transportasi yang khususnya angkutan laut merupakan suatu mata

rantai penghubung, yang sangat menunjang kegiatan untuk tercapainya tujuan

yang diinginkan oleh pengguna jasa. Untuk itu jasa angkutan harus cukup tersedia

agar semua sektor dapat berjalan dengan lancar. Namun begitupun tidak

selamanya angkutan laut tersedia dengan baik, sebab tidak menutup kemungkinan

pula terjadi hal-hal yang menyebabkan kerugian bagi pihak pengguna jasa

angkutan laut.

Hal-hal yang merugikan tersebut antara lain adalah apabila terjadi

kecelakaan yang disebabkan kelalain dari pelaku usaha. Seperti yang terjadi dalam

kasus PT. JJ Fast Boat yang terbakar di perairan Nusa Lembongan, Kabupaten

Klungkung, yang mengangkut 16 (enam belas) orang penumpang yang diduga

mengalami kerusakan pada mesinnya setelah 1,5 kilometer berjalan menuju Sanur

yang mengakibatkan para penumpang mengalami luka-luka. Sehingga

berdasarkan ketentuan Pasal 180 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun

2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 2010

tentang Angkutan di Perairan (Selanjutnya disebut PP Angkutan di Perairan) yang

menyatakan “Perubahan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap

keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkut.”

Selanjutnya pada ketentuan Pasal 181 ayat (2) bahwa tanggung jawab perusahaan

angkutan di perairan dilakukan salah satunya apabila penumpang mengalami

kematian atau luka pada saat menggunakan jasa angkutan di perairan.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka penulis kemudian

(18)

5

Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pengguna Jasa Angkutan Laut Apabila

Terjadi Kecelakaan (Studi Pada PT. JJ Fast Boat Sanur Denpasar).”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan diatas,

maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut;

1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT. JJ Fast Boat terhadap

pengguna jasa terkait kecelakaan yang terjadi pada PT. JJ Fast Boat?

2. Bagaimanakah upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh

pengguna jasa PT. JJ Fast Boat apabila terjadi kecelakaan yang

disebabkan oleh kesalahan pelaku usaha?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapat uraian lebih terarah perlu kiranya diadakan pembatasan

pembahasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini dilakukan untuk

menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang

dikemukakan. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut diatas, sehingga dapat

diuraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan

dibahas adalah sebagai berikut :

1. Dalam permasalahan pertama, ruang lingkup pembahasannya

mengenai dalam bentuk apa tanggung jawab PT. JJ Fast Boat terhadap

(19)

6

2. Dalam permasalahan kedua, ruang lingkup pembahasannya mengenai

upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa

PT. JJ Fast Boat apabila terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh

kesalahan pelaku usaha.

1.4 Orisinalitas Penelitian

No. Peneliti Judul Rumusan Masalah

(20)

7

Setiap karya tulis ilmiah pada intinya suatu tujuan yang ingin dicapai baik

tujuan umum maupun tujuan khusus yaitu :

1.5.1 Tujuan Umum

(21)

8

1. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab PT. JJ Fast Boat terhadap

pengguna jasa terkait kecelakaan yang terjadi pada PT. JJ Fast Boat.

2. Untuk mengetahui upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan

oleh pengguna jasa PT. JJ Fast Boat apabila terjadi kecelakaan yang

disebabkan oleh kesalahan pelaku usaha.

3. Memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum (S1).

1.5.2 Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Untuk memahami bentuk tanggung jawab PT. JJ Fast Boat terhadap

pengguna jasa terkait kecelakaan yang terjadi pada PT. JJ Fast Boat.

2. Untuk memahami upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan

oleh pengguna jasa PT. JJ Fast Boat apabila terjadi kecelakaan yang

disebabkan oleh kesalahan pelaku usaha.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Mengharapkan hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di

bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum.

2. Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan,

pengalaman dalam bagaimana pertanggung jawaban suatu proses

pengangkutan barang atau jasa jika terjadi kecelakaan.

(22)

9

1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman oleh

pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum dibidang hukum

pengangkutan khususnya mengenai perlindungan hukum dan

tanggung jawab pengguna jasa angkutan laut jika terjadi kecelakaan.

2. Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan secara langsung dalam penelitian ini.

1.7 Landasan Teoritis

Untuk membahas permasalahan yang telah dipaparkan skripsi ini secara

lebih mendalam, perlu kiranya dikemukakan teori, konsep, landasan-landasan

terhadap permasalahan tersebut yang didasarkan pada literature - literature yang

dimungkinkan untuk menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Dengan

adanya teori-teori yang menunjang, diharapkan dapat memperkuat, memperjelas,

dan mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang dikemukakan dalam

penelitian ini. Adapun definisi yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:

1.7.1 Pengertian Pengangkutan

Abdulkadir Muhammad mendefinisikan pengangkutan sebagai proses

kegiatan memuat barang atau penumpang kedalam alat pengangkutan, membawa

membawa barang atau penumpang dari tempat muatan dari ketempat tujuan, dan

menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkut ke tempat yang

ditentukan.2 Selanjutnya ia menambahkan bahwa pengangkutan memiliki tiga

2

(23)

10

dimensi pokok, yaitu pengangkutan sebagai usaha (business), pengangkutan

sebagai perjanjian (agreement), dan pengangkutan sebagai proses (proses).

Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berdasarkan suatu perjanjian;

2. Kegiatan ekonomi dibidang jasa;

3. Berbentuk perusahaan;

4. Menggunakan alat angkut mekanik.

Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai

serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian

dibawa menuju tempat yang telah ditentujan, dan pembongkaran atau penurunan

ditempat tujuan. Sarjana lainnya ada yang menyimpulkan bahwa pada pokoknya

pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun

orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan

meninggikan manfaat serta efisiensi. Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian

(agreement), pada umumnya bersifat lisan tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi. Perjanjian

pengangkutan dapat pula dibuat secara tertulis disebut carter, charterparty.3

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan

pengirim, dimana H.M.N Purwosutjipto melihat dari perspektif hukum dengan

menegaskan bahwa pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara

pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke

3

(24)

11

tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri

untuk membayar uang angkutan.4

1.7.2 Pengertian Perjanjian

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(Selanjutnya disebut KUHPerdata) perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Dalam membuat suatu perjanjian harus memperhatikan ketentuan Pasal 1320

KUHPerdata yaitu syarat sahnya perjanjian, yaitu:

1. Adanya kata sepakat

2. Kecakapan dalm membuat perjanjian

3. Hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dijelaskan bahwa perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak ditentukan isinya oleh para pihak

dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan, ketertiban

umum dan kesusilaan. Selain itu, ketentuan ini memiliki suatu kekuatan mengikat

karena perjanjian yang dibuat memiliki kekuatan mengikat layaknya sebagai suatu

undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Itikad baik dalam suatu

perjanjian sangat penting sebab dengan adanya itikad baik maka para pihak akan

melaksanakan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati hal ini sesuai dengan

4

(25)

12

ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

1.7.3 Pengertian Pertangungjawaban

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut,

dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. Ada dua istilah yang menunjuk pada

pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility.

Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang

mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial

seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas

untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat

dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan,

kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas

undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis,

istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat

akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah

responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.

Dalam ketentuan pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) ditentukan bahwa

pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan,

pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau

(26)

13

diperlukan tanggung jawab profesional berhubungan dengan jasa yang diberikan.

Menurut Komar Kantaatmaja sebagaimana dikutip oleh Shidarta menyatakan

tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam

hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab

profesional ini dapat timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak

memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari

kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan

hukum.5

1.7.4 Pengertian Penyelesaian Sengketa

Sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau

konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,

kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek

permasalahan. Menurut Ali Achmad berpendapat bahwa sengketa adalah

pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda

tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum

bagi keduanya.

Dalam melakukan penyelesaian sengketa secara umum dapat diselesaikan

melalui dua cara yaitu, Penyelesaian secara damai ( non litigasi ) yaitu

penyelesaian permasalahan hukum yang dilakukan diluar pengadilan yang dimana

dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa (yang selanjutnya disebut UU Arbitrase dan

APS) yang menjelaskan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga

5

(27)

14

penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para

pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,

mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dan yang kedua Penyelesaian melalui

lembaga atau institusi yang berwenang (litigasi) yaitu penyelesaian permasalahan

hukum yang dilakukan dengan jalur pengadilan.6

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis

penelitian Yuridis Empiris. Dipilihnya jenis penelitian yuridis empiris karena

dalam membahas permasalahan penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum

primer dan sekunder dan menggunakan data primer dari lapangan. Jadi dalam

penelitian ini maksudnya adalah dalam menganalisis permasalahan dilakukan

dengan cara memadukan bahan-bahan hukum yaitu dengan melihat bagaimana

bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat, serta melihat hukum secara nyata.

Dalam hal ini penulis menggunakan studi pada PT. JJ Fast Boat pada pengguna

jasa angkutan laut apabila terjadi kecelakaan. Karakteristik penelitian yang

bersifat empiris adalah hasil yang diperoleh merupakan hal yang disampaikan

secara nyata tanpa inteprestasi penelitian.7

1.8.2 Jenis Pendekatan

Di dalam buku pedoman Fakultas Hukum Universitas Udayana, penelitian

empiris umumnya mengenal 7 jenis pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Kasus (the Case Approach)

6

Frans Hendra Winarta, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, h.7. 7

(28)

15

2. Pendekatan Perundang-undangan (the statute Approach)

3. Pendekatan Fakta (the fact Approach)

4. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (analytical and conceptual

approach)

5. Pendekatan Frasa (word and phrase approach)

6. Pendekatan Sejarah (historical approach)

7. Pendekatan Perbandingan (comparative approach)

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skirpsi ini adalah

pendekatan fakta (the fact approach), Pendekatan Perundang-undangan (the

statute Approach).

Pendekatan fakta (the fact approach) adalah pengkajian yang dilakukan

oleh penulis terkait suatu peristiwa hukum yang diangkat serta ditunjang oleh

kasus lapangan guna mendapatkkan hasil yang sempurna.

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah metode

penelitian dengan menelaah semua undang-undang, memahami hierarki dan

asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Dikatakan bahwa pendekatan

perundang-undangan berupa legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga

negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.8

1.8.3 Sifat Penelitian

Sifat penelitian dari skripsi ini adalah sifat penelitian deskriptif pada

penelitian termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, yang bertujuan untuk

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau

8

(29)

16

kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk

menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam

masyarakat.9

1.8.4 Data dan Sumber Data

Sumber data hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

menggunakan tiga sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder,

dan sumber bahan hukum tersier.

1) Sumber data hukum primer

Sumber data hukum primer adalah data yang didapat langsung dari

penelitian lapangan (field research),yaitu penelitian yang dilakukan

secara langsung objek yang diteliti dan wawancara untuk memperoleh

data yang diperlukan. Dalam penelitian ini data diperoleh dari PT. JJ

Fast Boat.

2) Sumber data hukum sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara library research (penelitian

keperpustakaan), yaitu data yang diperoleh adalah berasal dari

perpustakaan. Tujuan dan kegunaannya apa dasarnya adalah

menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian.10

Bahan Hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008

Tentang Pelayaran

9

Djam’an Satori dan Aan Komariah, 2009, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, h.19.

10

(30)

17

b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2011

Tentang Perububahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun

2010 Tentang Angkutan di Perairan

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen

3) Sumber bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

seperti: kamus besar bahasa Indonesia, kamus istilah computer,

ensiklopedia hukum dan internet.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka mendapatkan data-data digunakan tiga cara dalam

pengumpulan data yaitu :

1. Teknik studi dokumen (library research)

Yaitu, dalam pengumpulan data akan digunakan teknik studi dokumen

terhadap sumber keperpustakaan yang relevan dengan permasalahan

penelitian dengan cara membaca dan mencatat kembali data yang

kemudian dikelompokan secara sistematis yang berhubungan dengan

masalah dalam penulisan skripsi ini. Bahan hukum dalam penelitian ini

terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

(31)

18

Metode ini merupakan suatu teknik untuk memperoleh data dengan

mengadakan penelitian secara langsung dilapangan dengan maksud

untuk mendapatkan data primer (basic data primary data). Dalam

penelitian ini dilakukan pada PT JJ Fast Boat serta pihak-pihak yang

terkait.

3. Teknik Wawancara (interview)

Yaitu, suatu proses tanya jawab yang diarahkan pada suatu masalah

tertentu yang akan digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan

secara langsung pada pihak-pihak yang dianggap relevan dengan

masalah tanggung jawab perusahaan terhadap pengguna jasa angkutan

laut jika terjadi kecelakaan. Wawancara yang dilakukan bersifat

terbuka, dialogis, sistematis, masih dimungkinkan adanya

variable-variable pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi ketika

wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan terbuka.11

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel secara

non-probabilitas yaitu tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasinya. Ciri dari penentuan sampel ini yaitu :

Tidak diketahui secara pasti jumlah populasinya, penelitiannya bersifat eksploratif

atau deskriptif. Adapun bentuk dari penelitian ini yaitu : Purposive Sampling

merupakan penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu

sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan

11

(32)

19

pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi

kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari

populasinya.

Populasi dari penelitian ini yaitu : Pada Perusahaan Pelayaran yang berada

di Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan. (PT. JJ Fast Boat Sanur Denpasar)

1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan analisis data digunakan analisis kualitatif yaitu keseluruhan

data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder akan diolah dan

dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis. Sehingga data yang

(33)

20 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG

JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN

PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT

2.1 Pengangkutan Laut

2.1.1 Pengertian Pengangkutan Laut

Pengangkutan merupakan kegiatan transportasi dalam memindahkan

barang dan penumpang dari satu tempat ke tempat lain atau dapat dikatakan

sebagai kegiatan ekspedisi. Terdapat beberapa pengertian pengangkutan menurut

para ahli yaitu : H.M.N Purwosutjipto berpendapat bahwa pengangkutan adalah

perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang

dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim

mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.12

Menurut R. Soekardono berpendapat pengangkutan berisikan perpindahan

tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena

perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta

efisien. Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal

12

(34)

21

dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu

diakhiri.13

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

(yang selanjutnya disebut UU Pelayaran) menyebutkan pengangkutan laut yang

digunakan suatu istilah angkutan di perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau

memindangkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal. Selain

pengertian dari angkutan di perairan juga terdapat istilah-istilah penting dalam

pengangkutan laut yaitu :

 Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut

kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut.

 Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan yang

meliputi waduk, rawa, anjir, kanal.

 Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai

jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau

jaringan kereta api yang terputus karena adanya perairan.

Sebagai suatu kegiatan jasa dalam memindahkan barang atau pun

penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, pengangkutan berperan sekali dalam

mewujudkan terciptanya pola distribusi nasional yang dinamis. Praktik

penyelenggaraan suatu pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang

sebesar-besarnya dalam dunia perdagangan. Serta dalam pelaksanaannya harus

dilakukan secara adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dan lebih

mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat.

13

(35)

22

Pengangkutan berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari suatu

tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan

nilai. Proses pemindahan barang tersebut dilakukan melalui darat, laut, udara dan

perairan darat atau sungai dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi

sesuai dengan kebutuhannya.

2.1.2 Jenis-jenis Pengangkutan Laut

Berdasarkan pasal 7 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, jenis

angkutan laut terdiri atas : Angkutan Laut Dalam Negeri, Angkutan Laut Luar

Negeri, Angkutan Laut Khusus, dan Angkutan Laut Pelayaran Rakyat.

1. Angkutan Laut Dalam Negeri

Adalah kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan

Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional

atau dalam arti dilakukan dengan menggunakan batas-batas kedaulatan

dalam negara. Pelayaran dalam negeri yang meliputi:

a. Pelayaran Nusantara, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha

pengangkutan antar pelabuhan Indonesia tanpa memandang

jurusan yang ditempuh satu dan lain sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Radius pelayarannya > 200 mil laut.

b. Pelayaran Lokal, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha

pengangkutan antar pelabuhan Indonesia yang ditujukan untuk

menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri

(36)

23

kotor ke bawah atau sama dengan 175 BRT ke bawah. Radius

pelayarannya < 200 mil laut atau sama dengan 200 mil laut.

c. Pelayaran Rakyat, yaitu pelayaran Nusantara dengan menggunakan

perahu-perahu layar.

2. Angkutan Laut Luar Negeri

Adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan atau terminal khus us

yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ke pelabuhan luar negeri atau

dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan atau terminal khusus Indonesia

yang terbuka bagi perdagangan luar negeri yang diselenggarakan oleh

perusahaan angkutan laut atau dalam artian dilakukan dengan

pengangkutan di lautan bebas yang menghubungkan satu negara dengan

negara lain. Pelayaran luar negeri, yang meliputi:

a. Pelayaran Samudera Dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhan-

pelabuhan negara tetangga yang tidak melebihi jarak 3.000 mil laut

dari pelabuhan terluar Indonesia, tanpa memandang jurusan;

b. Pelayaran Samudera, yaitu pelayaran ke- dan dari luar negeri yang

bukan merupakan pelayaran samudera dekat.

3. Angkutan Laut Khusus

Adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri

dalam menunjang usaha pokoknya.

4. Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat

Adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai

(37)

24

menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor

sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu.

2.1.3 Hubungan Hukum dalam Perjanjian Pengangkutan Laut

Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum dilakukan

oleh subjek hukum yang dapat melahirkan akibat hukum yaitu hak dan kewajiban

bagi para subjek hukum.14 Dalam hal pengangkutan baik barang dan atau orang

hubungan hukum terjadi antara pengangkut dengan pemakai jasa pengangkutan.

Hubungan hukum antara pengangkut dengan pemakai jasa pengangkutan ini telah

diatur dan dijamin kepastian hukumnya di dalam peraturan perundang-undangan

dan pelaksanaanya dilakukan melalui perjanjian.

Menurut Siti Utari, pengertian umum tentang perjanjian pengangkutan

adalah sebagai sebuah perjanjian timbak balik, dimana pihak pengangkut

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/orang ke

tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima, pengirim

atau penerima, penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya

tertentu.15 Berdasarkan pengertian tersebut perjanjian pengangkutan laut pada

umumnya dalam hubungan hukum antara pengangkut dengan pemakai jasa

pengangkutan berkedudukan sama tinggi atau koordinasi (geeoordineerd), tidak

14

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, h. 253. 15

(38)

25

seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama

tinggi atau kedudukan subordinasi (gesubordineerd).16

Menurut sistem hukum Indonesia, perjanjian pengangkutan tidak

disyaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian kehendak

(konsensus). Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya suatu

perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan (konsensus) diantara

para pihak, hal ini sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 90

KUHD yang menyatakan :

Surat angkutan merupakan persetujuan antara si pengirim atau ekspeditur pada pihak satu dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain dan surat itu memuat selain apa yang kiranya telah disetujui oleh kedua belah pihak, seperti misalnya mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai dikerjakannya dan mengenai penggantian rugi dalam hal kelambatan, memuat juga : 1o. Nama dan berat atau ukuran barang-barang yang diangkut,

begitupun merek-merek dan bilangannya;

2o. Nama orang kepada siapa barang-barang dikirimkannya; 3o. Nama dan tempat si pengangkut atau juragan perahu; 4o. Jumlah upah pengangkut;

5o. Tanggal;

6o. Tanda tangan si pengirim atau ekspeditur.

Dalam Pasal 90 KUHD ditentukan bahwa dokumen/surat angkutan

merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau

nakhoda. Sebetulnya tanpa dokumen/surat angkutan, apabila tercapai persetujuan

kehendak antara kedua belah pihak perjanjian telah ada, sehingga dokumen/surat

angkutan hanya merupakan surat bukti belaka mengenai perjanjian angkutan.

Dokumen/surat angkutan dinyatakan telah mengikat bukan hanya ketika

dokumen/surat angkutan tersebut telah ditandatangani pengirim atau ekspeditur,

16

(39)

26

melainkan juga ketika pengangkut/nakhoda telah menerima barang angkutan

beserta dokumen/surat angkutan tersebut.17

Mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan terdapat beberapa

pendapat, yaitu :

a. Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut

tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan

pengangkutan (tidak terus menerus), berdasarkan atas ketentuan pasal

1601 KUH Perdata.

b. Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan

berkala tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud pasal 1601 b KUH

Perdata. Pendapat ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata

( Pasal penutup dari bab VII A tentang pekerjaan pemborongan ).

c. Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni

perjanjian melakukan pekerjaan ( pelayanan berkala ) dan perjanjian

penyimpanan (bewaargeving). Unsur pelayanan berkala ( Pasal 1601 b

KUH Perdata ) dan unsur penyimpanan ( Pasal 468 ( 1 ) KUHD ).

Selain itu syarat sahnya perjanjian pengangkutan pada pengangkutan

barang maupun orang antara pengangkut dengan pemakai jasa pengangkutan sama

halnya dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam

ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

1. Adanya kesepakatan antara para pihak.

17

(40)

27

2. Adanya kecakapan unutk membuat sebuah perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

2.2 Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Angkutan Laut

2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Angkutan Laut

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul

tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan

menanggung akibatnya.18 Sedangkan pengangkut adalah pihak yang mengikatkan

diri untuk menyelenggarakan angkutan barang dan/atau penumpang yang

berbentuk badan usaha. Jadi pengertian tanggung jawab pengangkut adalah

kewajiban perusahaan yang menyelenggarakan angkutan barang dan/atau

penumpang untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau

pengirim barang serta pihak ketiga.19

Menurut Pasal 1367 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang

selanjutnya disingkat KUHPerdata, tanggung jawab hukum kepada orang yang

menderita kerugian tidak hanya terbatas kepada perbuatan sendiri, melainkan juga

perbuatan, karyawan, pegawai, agen, perwakilannya apabila menimbulkan

18

Khairunnisa, 2008, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, Pasca Sarjana, Medan, h.4.

19

(41)

28

kerugian kepada orang lain, sepanjang orang tersebut bertindak sesuai dengan

tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada orang tersebut.20

Tanggung jawab perusahaan pengangkutan dalam angkutan laut terhadap

penumpang dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan yang

telah disepakati. Demikian juga halnya dengan tanggung jawab terhadap pemilik

barang (pengirim) dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai

diserahkannya barang kepada pengirim atau penerima. Yang dimana tanggung

jawab tersebut dikarenakan yelah terjadinya kecelakaan. Kecelakaan adalah suatu

kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat

menimbulkan korban manusia dan/atau harta benda.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Angkutan Laut

Dalam hukum pengangkutan dikenal adanya lima prinsip tanggung jawab

pengangkut yaitu:

1. Tanggung Jawab Praduga Bersalah (Presumtion of Liabelity)

Menurut prinsip ini, ditekankan bahwa selalu bertanggung jawab atas

setiap kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya,

tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia

dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian itu.

Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan

pada pengangkut. Hal ini diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang

perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum dan aturan

20

(42)

29

khususnya diatur dalam undang-undang tentang masing-masing

pengangkutan.

Dalam perjanjian pengangkutan, perusahaan angkutan dan pengirim boleh

menjanjikan prinsip tanggung jawab praduga, biasanya dirumuskan dengan

“(kecuali jika perusahaan angkutan dapat membuktikan bahwa kerugian itu

dapat karena kesalahannya)”.

Dalam KUHD juga menganut prinsip tanggung jawab karena praduga

bersalah. Dalam ketentuan pasal 468 ayat 2 KUHD yaitu, “apabila barang

yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusak,

pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim, kecuali

dia dapat membuktikan bahwa diserahkan sebagian atau seluruh atau rusaknya

barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dihindari

terjadinya.”

Dengan demikian jelas bahwa dalam hukum pengangkutan di Indonesia,

prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga bersalah

keduanya dianut. Tetapi prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas,

sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian,

artinya pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam

penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan

bahwa dia tidak bersalah atau lalai, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab.

(43)

30

Dapat dipahami, dalam prinsip ini jelas bahwa setiap pengangkut harus

bertanggung jawab atas kesalahannya dalam penyelenggaraan pengangkutan

dan harus mengganti rugi dan pihak yang dirugikan wajib membuktikan

kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang

dirugikan dan bukan pada pengangkut. Hal ini diatur dalam pasal 1365

KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan

umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang tentang

masing-masung pengangkutan. Dalam KUHD, prinsip ini juga dianut pada pasal 468

ayat (2).

3. Tanggung Jawab Pengangkut Mutlak (Absolut Liability)

Pada prinsip ini, titik beratnya adalah pada penyebab bukan kesalahannya.

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian

yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakan tanpa keharusan

pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal

beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak

mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan

kerugian itu. Prinsip ini dapat dapat dirumuskan dengan kalimat : pengangkut

bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun

dalam penyelenggaraan pengangkutan ini.

Dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengangkutan, ternyata

prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur, mungkin karena alasan bahwa

pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu di bebani

(44)

31

tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Para

pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan

praktis penyelesaian tanggung jawab, berdasarkan asas kebebasan berkontrak.

Jika prinsip ini digunakan maka dalam perjanjian pengangkutan harus

dinyatakan dengan tegas, misalnya pada dokumen pengangkutan.

4. Pembatasan Tanggung Jawab Pengangkut (Limitation of Libelity)

Bila jumlah ganti rugi sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 468 KUHD

itu tidak dibatasi, maka ada kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan

jatuh pailit. Menghindari hal ini, maka undang-undang memberikan batasan

tentang ganti rugi. Jadi, pembatasan ganti rugi dapat dilakukan oleh

pengangkut sendiri dengan cara mengadakan klausula dalam perjanjian

pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pembentuk

undang-undang.

5. Presumtionof Non Liability

Dalam prinsip ini, pengangkut dianggap tidak memiliki tanggung jawab.

Dalam hal ini, bukan berarti pengangkut membebaskan diri dari tanggung

jawabnya ataupun dinyatakan bebas tanggungan atas benda yang diangkutnya,

tetapi terdapat pengecualian-pengecualian dalam mempertanggungjawabkan

suatu kejadian atas benda dalam angkutan.

Prinsip-prinsip tanggung jawab perusahaan pengangkut yang diatur dalam

UU Pelayaran yang terdapat pada pasal 40 dan pasal 41 tersebut menyebutkan

bahwa perusahaan angkutan menggunakan prinsip tanggung jawab pengangkut

(45)

32

2.3 Penyelesaian Sengketa Pengangkutan Laut

2.3.1 Pengertian Penyelesaian Sengketa Pengangkutan Laut

Sengketa merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan lagi jika manusia

saling berselisih atau ada perbedaan kesepahaman dengan manusia lainnya dalam

kehidupan sehari-hari. Menurut Soeryono Soekanto, sengketa dapat juga diartikan

sebagai suatu keadaan dimana adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau

kelompok-kelompok yang mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak

terganggu atau dilanggar.21 Dalam prespektif hukum, sengketa dapat berawal dari

adanya suatu wanprestasi dari salah satu pihak yang terlibat dalam suatu

hubungan hukum.

Lahirnya suatu tanggung jawab hukum berawal dari adanya perikatan yang

melahirkan hak dan kewajiban. Menurut ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata hak

dan kewajiban (perikatan) bersumber dari perjanjian dan undang-undang.

Perikatan yang bersumber dari undang-undang terbagi lagi menjadi perbuatan

menurut hukum dan perbuatan melawan hukum, sedangkan timbulnya perikatan

yang lahir karena perjanjian membebankan kepada para pihak yang melakukan

perjanjian untuk melaksanakan hak dan kewajiban atau yang dikenal dengan

”prestasi”, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi maka dapat

dikatakan telah melakukan wanprestasi.

Menurut PNH Simanjuntak wan prestasi adalah keadaan di mana seorang

debitur (pihak yang berutang) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagai

21

(46)

33

mana mestinya sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian.22

Wanprestasi (lalai/alpa) dapat timbul karena kesengajaan atau kelalaian debitur

sendiri itu sendiri dan karena faktoradanya keadaan memaksa (overmacht/force

majeur).23 Adapun yang menjadi kriteria seorang debitur dikatakan telah melakukan wanprestasi apabila :

a) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;

b) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya;

c) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya dan

d) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak diwajibkan dalam perjanjian.24

Pada umumnya, wanprestasi akan terjadi jika salah satu pihak dinyatakan

telah lalai memenuhi prestasi atau dengan kata lain wanprestasi ada kalau salah

satu pihak tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di

luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Wanprestasi yang dilakukan

oleh salah satu pihak tentu saja dapat menimbulkan kerugian kepada pihak

lainnya.

Prinsip-prinsip dari wanprestasi tersebut di atas juga dapat terjadi dalam

perjanjian pengangkutan laut. Dengan demikian, pihak pengangkut wajib untuk

mengganti kerugian yang dialami penumpang. Menurut ketentuan yang terdapat

di dalam KUH Perdata, apabila debitur (pengangkut) yang melakukan wanprestasi

dapat dikenakan sanksi-sanksi sebagai berikut :

22

PNH Simanjuntak, 1999, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Djembatan, Jakarta, h.339.

23

Ibid, h. 340. 24

(47)

34

a. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur

(Pasal 1243 KUH Perdata)

b. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal

1267 KUH Perdata)

c. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal

1237 Ayat(2) KUH Perdata)

d. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181

HIR).

Berdasarkan ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata yang menyatakan “Pihak

yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih memaksa pihak yang

lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau

menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan

bunga”, dalam hal debitur melakukan wanprestasi, maka debitur dapat memilih

tuntutan-tuntutan haknya berupa :

a. Pemenuhan perjanjian

b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi

c. Ganti kerugian saja

d. Pembatalan perjanjian

e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti kerugian

Sehingga berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan bahwa

penyelesaian sengketa pengangkutan adalah penyelesaian suatu keadaan dimana

adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang

(48)

35

karena hak salah satu pihak terganggu atau dilanggar sehingga dapat

menimbulkan kerugian bagi penumpang.

Penyelesaian sengketa dalam pengangkutan laut dapat ditempuh melalui

pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa. Apabila telah dipilih melalui penyelesaian sengketa di luar

pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya

tersebut dinyatakan tidak berhasi, yang terdapat dalam Pasal 45 UUPK.

2.3.2 Jenis-Jenis Penyelesaian Sengketa Pengangkutan Laut

Setiap sengketa dalam hubungan hukum pada umumnya dapat diselesaikan

melalui dua cara penyelesaian, yaitu :

a. Penyelesaian secara damai (non litigasi),

b. Penyelesaian melalui lembaga atau institusi yang berwenang (litigasi).25

Kedua jenis penyelesaian sengketa di atas juga dapat diterapkan dalam

pengangkutan laut. Namun, kedua jenis penyelesaian sengketa tersebut memiliki

kelebihan dan kelemahan masing-masing. Penyelesaian sengketa secara damai,

membutuhkan kemauan dan kemampuan berunding untuk mencapai penyelesaian

sengketa secara damai. Penggunaan model penyelesaian sengketa non litigasi

lebih mengutamakan pendekatan “konsensus” dan berusaha mempertemukan

kepentingan pihak-pihak yang bersengketa serta bertujuan mendapatkan hasil

penyelesaian sengketa ke arah win-win solution. Keadilan yang ingin dicapai

25

(49)

36

melalui mekanisme tersebut adalah keadilan komutatif.26 Sedangkan penyelesaian

melalui lembaga atau instansi yang berwenang membutuhkan pengetahuan

tentang tata cara dan/atau aturan yang berlaku bagi penyelesaian sengketa tersebut

yaitu berupa aturan-aturan hukum yang bersifat prosedural.

Selain itu dalam pengangkutan laut juga dapat diterapkan perlindungan

hukum sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan “Perlindungan

konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen”. Rumusan di atas merupakan upaya

pembentuk undang-undang untuk membentengi atau untuk melindungi konsumen

dari tindakan sewenang-wenang para pelaku usaha. Menurut Yusuf Shofie

undang-undang perlindungan konsumen di Indonesia mengelompokan

norma-norma perlindungan konsumen ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu ;

1) perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

2) ketentuan tentang pencantuman klausula baku.27

Sehingga apabila pelaku usaha dalam hal ini pengangkut melanggar salah

satu perbuatan yang dilarang dalam UUPK yang dapat menimbulkan kerugian

bagi konsumen dalam hal ini penumpang maka konsumen yang dirugikan dapat

menyelesaikan sengketa melalui pengajuan gugat terhadap pelaku usaha baik

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan

26Adi Sulistiyono, 2006, “Budaya Musyawarah Untuk Penyelesaian Sengketa Win-Win Solution Dalam Perspektif Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 25 No.1, tahun 2006, h. 72.

27

(50)

37

pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 UUPK yang menyatakan :

(1)Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.

(2)Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui

peradilan atau diluar peradilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

(3)Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang

(4)Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di

luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UUPK , bahwa penyelesaian sengketa

konsumen dapat di tempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan

pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Maka, para pihak di beri

kewenangan untuk memilih dalam menyelesaikan permasalahannya baik jalur

pengadilan maupun jalur luar pengadilan. Apabila para pihak tersebut memilih

jalur luar pengadilan, maka Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya

disebut BPSK) yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa tersebut. BPSK

adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara Pelaku

Usaha dan Konsumen. Adapun prinsip BPSK dalam menyelesaikan sengketa,

yaitu : mengutamakan musyawarah, cepat, murah dan adil. 28

28

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Mahzan Kusri selaku geuchik gampong Lam Ujong mengatakan bahwa kegiatan Simpan Pinjam Perempuan dibentuk pertama kali pada

Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal dihasilkan peluang utama usaha dendeng itik di Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu: Perubahan pola konsumsi masyarakat

Hasil analisis terhadap hasil tangkapan menggunakan metoda Mallawa dengan assumsi bahwa ukuran ikan layak tangkap adalah ikan cakalang panjang &gt; 55 cm dapat diketahui

Pada umumnya mengetahui kinerja keuangan pada suatu perusahaan perbankan sangat penting karena sehat tidaknya suatu perusahaan perbankan, dapat dilihat dari kinerja keuangan

Dapat disimpulkan bahwa antisipasi defisiensi gizi dalam kehamilan dalam pemeriksaan antenatal care terintegrasi yang paling banyak yaitu dalam kategori sangat

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Allah SWT serta atas segala rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis yang

Atas dasar hal – hal di atas, maka sudah saatnya di kota Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia untuk dikembangkan sebuah fasilitas Islamic Centre dengan nama

Karena walaupun harga dasar (floor price=provenue) berada dalam pengawasan pemerintah, kami percaya bahwa keragaman dalam harga di pasar (harga konsumen) cukup besar karena