• Tidak ada hasil yang ditemukan

pembelajaran permulaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "pembelajaran permulaan "

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

151

PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE EJABAGI SI SWA BERKESULI TAN MEMBACA (DI SLEKSI A) ( STUDI

KASUS MATA PELAJARAN BAHASA I NDONESI ADI KELAS I I I MADRASAH I BTI DAI YAH QURANI AH VI I I PALEMBANG)

Septi Andriani dan Elhefni, M.Pd.I .

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah “Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Eja bagi Siswa Berkesulitan Membaca (Disleksia) (Studi Kasus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Quraniah VIII Palembang)”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh beberapa kasus dimana masih terdapat siswa sekolah dasar pada kelas lanjut yang belum mampu membaca, dalam hal ini belum melek huruf. Di antara mereka ada yang sama sekali belum bisa (baru mengenal huruf, namun tidak bisa merangkaikan) ada pula yang sudah bisa namun belum lancar atau masih terbata-bata.

Penelitian ini dilakukan di MI Quraniah VIII Palembang. Untuk mengetahui perbedaan pembelajaran membaca permulaan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sebelum dan sesudah tindakan menerapkan metode Eja bagi siswa berkesulitan membaca (disleksia).

Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan sample random sampling, penulis melakukan tes lisan membaca kepada 25 orang siswa dan didapat 6 orang siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca (disleksia) yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yakni penuntutan pemecahan masalah berdasarkan data berupa angka. Untuk mendapatkan data, penulis memberikan tes. Jadi teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, wawancara, observasi dan dokumentasi.Hasil penelitian yang penulis lakukan menunjukkan hal-hal sebagai berikut: Pertama, pembelajaran membaca permulaan siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia mengalami peningkatan nilai mean pada pre-test dan post-test, yaitu 57,3 (pre-test) meningkat menjadi 71,8 (post-test). Kedua, ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran membaca permulaan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan melihat hasil uji hipotesis yang didapat dalam perhitungan ( = 13,42) dan besarnya “t” yang tercantum pada tabel nilai t ( . . % = 2,57 dan . . % = 4,03) maka dapat diketahui bahwa adalah lebih besar daripada , yaitu: 2,57<13,42> 4,03. Karena lebih besar daripada maka Hipotesis Nihil yang diajukan di muka ditolak, ini berarti bahwa adanya perbedaan nilai pembelajaran membaca permulaan antara sebelum dan sesudah diterapkannya metode Eja merupakan pengaruh yang berarti atau perbedaan yang signifikan.

(2)

152

A. PENDAHULUAN

Membaca merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya

untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan.Hal ini berarti

membaca merupakan proses berpikir untuk memahami isi teks yang dibaca. Oleh

sebab itu, membaca bukan hanya sekedar melihat kumpulan huruf yang telah

membentuk kata, kelompok kata, kalimat, paragraf, dan wacana saja, tetapi lebih

dari itu bahwa membaca merupakan kegiatan memahami dan

menginterprestasikan lambang/ tanda/ tulisan yang bermakna sehingga pesan yang

disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca. (Dalman, 2013: 5)

Membaca adalah salah satu keterampilan berbahasa yang penting dimiliki

oleh manusia. Dengan membaca, manusia akan banyak mendapatkan ilmu tentang

kehidupan. Selain itu, budaya baca suatu bangsa sangat berpengaruh terhadap

kemajuannya. Namun, berdasarkan hasil survei lembaga internasional yang

bergerak dalam bidang pendidikan, United Nations Education Society and

Cultural Organization (UNESCO), minat baca penduduk Indonesia jauh dibawah

negara-negara Asia. Penduduk Indonesia lebih banyak mencari informasi dari

televisi dan radio ketimbang buku atau media baca lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa standar hidup dan kualitas hidup bangsa Indonesia masih rendah.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu hal yang menyebabkan

demikian adalah budaya baca masyarakat Indonesia yang masih rendah. Hal itulah

yang kemudian menjadikan keterampilan membaca merupakan salah satu dari

empat keterampilan berbahasa yang diajarkan di setiap pendidikan, mulai dari

sekolah dasar hingga di perguruan tinggi. Lebih dari itu, sekarang keterampilan

membaca mulai diajarkan di tingkat pendidikan anak usia dini. Banyak pula orang

tua yang mulai membiasakan dan mengajarkan keterampilan membaca pada

anaknya semenjak balita. Penelitian serta buku-buku tentang membaca untuk anak

usia dini pun banyak dilakukan dan ditulis.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

(3)

153

Untuk tingkat sekolah dasar, pembelajaran membaca dibagi menjadi dua,

yakni pembelajaran membaca permulaan dan pembelajaran membaca lanjutan.

Dalam membaca permulaan, membaca diarahkan untuk melafalkan huruf

sehingga dikatakan bahwa tujuan pembelajaran membaca permulaan adalah untuk

melek huruf. Melek huruf adalah anak-anak dapat mengubah dan melafalkan

lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat

dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang

dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang bunyi-bunyi lambang

tersebut. Tahap membaca permulaan umumnya dimulai sejak anak masuk kelas

satu SD, yaitu pada saat berusia sekitar enam tahun. Meskipun demikian, ada anak

yang sudah belajar membaca lebih awal dan ada pula yang baru belajar membaca

pada usia tujuh atau delapan tahun. (Abdurrahman, 2012: 159)

Pada tahap membaca permulaan ini dimungkinkan anak-anak dapat

melafalkan lambang-lambang huruf yang dibacanya. Oleh karena itu,

pembelajaran membaca permulaan ditujukan untuk siswa dikelas-kelas awal,

yaitu kelas I, II dan III. Jika membaca permulaan sudah dipahami dengan baik

oleh siswa maka dapat dilanjutkan ke pembelajaran membaca pemahaman atau

membaca lanjutan, tetapi sebaliknya jika membaca permulaan tidak dapat

dipahami siswa dengan baik dan benar, maka perlu diulang kembali

pembelajarannya dan guru bertugas untuk mencari tahu faktor apa yang

menyebabkan siswa tersebut mengalami kesulitan dalam belajar membaca

permulaan dan bagaimana cara penanganannya.

Namun, pada beberapa kasus masih terdapat siswa sekolah dasar pada kelas

lanjut yang belum mampu membaca, dalam hal ini belum melek huruf. Misalnya,

di MI Quraniah VIII Palembang, masih terdapat siswa kelas lanjut yang belum

melek huruf. Di antara mereka ada yang sama sekali belum bisa (baru mengenal

huruf, namun tidak bisa merangkaikan) ada pula yang sudah bisa namun belum

lancar atau masih terbata-bata. Untuk selanjutnya, penulis mengelompokkan

siswa-siswa tersebut ke dalam kelompok berkesulitan membaca.

Pada tanggal 25 Agustus 2014 penulis mewawancarai guru kelas III yang

(4)

154

membaca itu, beliau mengatakan bahwa sudah dilakukan upaya untuk menangani

anak tersebut. Adapun upaya yang dilakukan adalah meminta teman sebayanya

membimbing siswa dengan kesulitan membaca itu. Namun, usaha tersebut belum

berhasil. Ketika ditanya tentang upaya yang dilakukan oleh guru secara langsung,

beliau menjawab kami memberikan jam tambahan untuk membimbing anak yang

belum bisa membaca.

Pertanyaan selanjutnya yang penulis ajukan adalah tentang penyebab

kesulitan membaca pada siswa tersebut. Beliau tidak dapat menjelaskan secara

pasti tentang penyebab kesulitan membaca pada siswa tersebut. Beliau menjawab,

“Mungkin karena malas dan faktor keluarga”. Dari sana, penulis melihat bahwa

upaya dari guru dan sekolah tersebut belum maksimal dan untuk mengetahui

penyebab sekaligus mengatasi masalah siswa yang berkesulitan belajar tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa kondisi tersebut

memerlukan penanganan atau penyelesaian segera. Jika ini dibiarkan, bagaimana

nasib anak dengan kesulitan membaca ini selanjutnya. Tentu saja anak ini akan

mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran yang lainnya. Akhirnya,

tidak menutup kemungkinan anak tersebut akan menjadi anak yang terbelakang

dalam hal akademik.

Untuk itu, penulis tergerak dan tertarik untuk mengadakan penelitian studi

kasus terhadap siswa berkesulitan membaca tersebut. Dalam penelitian ini,

penulis akan meneliti pofil kemampuan membaca siswa dan menelusuri faktor

penyebab kesulitan membaca yang dialami siswa. Selanjutnya, penulis akan

menggunakan Metode Eja sebagai upaya penanganan untuk meningkatkan

kemampuan membaca mereka.

Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia. Istilah disleksia

banyak digunakan dalam dunia kedokteran dan dikaitkan dengan adanya

gangguan fungsi neurofisiologis. Disleksia adalah sebuah ketidakmampuan

membaca, termasuk kesulitan dengan memecah kata menjadi suara, kata

decoding, tingkat membaca prosodi (membaca oral dengan ekspresi), dan

(5)

155

Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya kesulitan dalam membaca.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan membaca terdiri

atas dua macam, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Adapun faktor intern,

yakni hal-hal atau keadaan-keadaan dari dalam diri siswa. Faktor intern terdiri

dari faktor fisik dan faktor psikologis. (Jamaris, 2014: 137)

Sedangkan faktor ekstern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang

dari luar diri siswa. (Syah, 2010: 170)

Adapun faktor ekstern terdiri dari faktor sosio-ekonomi, lingkungan

keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Karena itu, dalam

rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para

pendidik perlu memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan kesulitan

belajar. (Dalyono, 2010: 230)

Adapun upaya penanganan kesulitan membaca permulaan pada anak

disleksia adalah dengan menggunakan metode Eja. Metode Eja termasuk metode

khusus yang digunakan untuk anak berkesulitan membaca (disleksia). Metode Eja

merupakan suatu metode yang menekankan pengenalan kata melalui proses

mendengarkan bunyi huruf. Metode Eja disebut juga metode Fonik (Phonic

Method). Metode ini merupakan metode konvensial yang telah diterapkan

bertahun-tahun, terhitung sejak kegiatan belajar membaca dilakukan. Pada

hakikatnya, metode ini menitikberatkan kemampuan mensintesis rangkaian

rangkaian huruf menjadi kata yang berarti. Hal ini terlihat dari kegiatan belajar

membaca yang dimulai dari memperkenalkan huruf-huruf pada anak secara

terpisah atau satu persatu dan mengajak anak menyebutkan suara-suara huruf

tersebut. (Jamaris, 2014: 145)

Alasan penggunaan metode Eja adalah karena menurut penulis metode ini

cocok untuk mereka yang akan belajar membaca permulaan. Dalam metode ini,

untuk pertama kali siswa akan diajarkan pengenalan huruf, kemudian siswa

diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan mengadakan

(6)

156

Bagi Siswa Berkesulitan Membaca (Disleksia) (Studi Kasus Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia di Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Quraniah VIII Palembang)”.

B. KERANGKA TEORI

Menurut Dalman (2013: 85), membaca permulaan merupakan suatu

keterampilan awal yang harus dipelajari atau dikuasai oleh pembaca. Membaca

permulaan adalah tingkat awal agar orang bisa membaca.

Membaca permulaan dimulai pada kelas awal sekolah dasar. Pada masa ini,

anak mulai mempelajari huruf-huruf, suku kata, kemudian kalimat sederhana.

Membaca permulaan merupakan suatu keterampilan awal yang harus dipelajari

atau dikuasai oleh pembaca. Membaca permulaan adalah tingkat awal agar orang

bisa membaca. Membaca permulaan dimulai sejak anak masuk kelas satu SD,

atau ketika anak berusia antara 6-7 tahun.Perkembangan membaca awal adalah

anak dapat menyebutkan bunyi huruf dengan benar. Seseorang tidak akan dapat

membaca dengan baik tanpa memiliki kemampuan mengucapkan bunyi huruf

dengan benar.

Sedangkan Khadijah (2006: 190) mengungkapkan fase perkembangan

membaca awal anak ditandai dengan sedikitnya pengetahuan orthografik yang

dimiliki, tapi bagi pembaca yang sukses selain berbekal pengetahuan orthografik

yang sedikit, mereka masuk ke kelas satu SD dengan telah memiliki kesadaran

fonemik, kesadaran sintaksis dan pengetahuan tentang prinsip alphabet.

Koswara (2013: 20) mengungkapkan bahwa membaca permulaan umumnya

dimulai sejak anak masuk kelas satu SD, atau ketika anak berusia antara 6-7

tahun.

Menurut Jamaris (2014: 145), metode Eja merupakan metode menyebutkan

suara huruf.

Dalam konteksnya dapat disebut metode Fonik (Phonic Method). Metode

ini menitikberatkan kemampuan mensintesis rangkaian huruf menjadi kata yang

berarti. Menurut Mulyono Abdurrahman, metode Eja merupakan suatu metode

pengajaran yang menekankan pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan

(7)

157

Untuk memperkenalkan bunyi berbagai huruf biasanya mengaitkan

huruf-huruf tersebut dengan huruf-huruf depan berbagai nama benda yang sudah dikenal anak

seperti huruf a dengan gambar ayam, huruf b dengan gambar buku, dan

sebagainya.

Metode Eja adalah metode yang dimulai dari huruf. Pertama, siswa

diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf, kemudian membaca lambang dari tiap-tiap

huruf. Setelah siswa mengenali lambang dan hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka

huruf-huruf itu dirangkai menjadi suku kata. Siswa diajarkan merangkai suku kata

menjadi kata. Setelah siswa mampu membunyikan beberapa suku kata, siswa

dilatih dengan berbagai kombinasi suku kata menjadi kata. Setelah siswa dapat

membaca kata-kata, dilanjutkan membaca kalimat yang disusun dari kata-kata

yang telah diberikan.

Menurut Syah (2010: 171), Disleksia adalah ketidakmampuan belajar

membaca.Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai sejumlah

pengetahuan atau bidang studi yang harus dipelajari anak di sekolah. Menurut

Jamaris (2014: 139), Disleksia merupakan kondisi yang berkaitan dengan

kemampuan membaca yang sangat tidak memuaskan.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca mengalami satu atau

lebih kesulitan dalam memproses informasi, seperti kemampuan dalam

menyampaikan dan menerima informasi.

Sedangkan menurut Hargio Santoso, Disleksia adalah salah satu

ketidakmampuan membaca dapat mempengaruhi setiap bagian dari proses

membaca, termasuk kesulitan dengan memecah kata menjadi suara, kata

decoding, tingkat membaca, prosodi (membaca oral dengan ekspresi), dan

pemahaman membaca (Santoso, 2012: 84).

Anak berkesulitan membaca (Disleksia) merupakan kondisi yang berkaitan

dengan kemampuan membaca yang sangat tidak memuaskan. Siswa yang

mengalami kesulitan belajar membaca mengalami satu atau lebih kesulitan dalam

memproses informasi, seperti kemampuan dalam menyampaikan dan menerima

(8)

158

Disleksia biasanya baru teridentifikasi pada waktu anak telah duduk di

sekolah dasar. Disleksia adalah kondisi yang perlu ditanggulangi sedini mungkin

karena keadaan ini akan memberikan akibat negatif pada individu yang

mengalami masalah ini. Anak yang mengalami disleksia pada waktu

memperhatikan anak lain yang dapat membaca dengan baik akan merasa bahwa ia

adalah anak bodoh karena sulit baginya untuk membaca seperti yang dilakukan

oleh temannya. Pada tahap selanjutnya, anak ini akan menghindari kegiatan yang

berkaitan dengan membaca. Masalah ini akan bertambah berat pada waktu anak

yang bersangkutan memasuki sekolah karena kemampuan membaca adalah

kemampuan yang diperlukan dalam melakukan kegiatan belajar di berbagai

bidang studi. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas

dari menurunya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan

belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior)

siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman,

berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah. (Syah,

2013: 184)

C. MADRASAH IBTIDAIYAH QURANIAH VIII PALEMBANG

Berikut gambaran identitas Madrasah Ibtidaiyah Quraniah VIII

1. Nama Madrasah : Madrasah Ibtidaiyah Quraniah

VIII Palembang

2. NPSN : 10604070

3. No. Statistik Madrasah : 111216710026

4. Status Madrasah : Swasta

5. Nilai Akreditasi Madrasah : B

6. Letak Lokasi : Kampus

7. Status Kepemilikan Tanah Wakaf : -

8. Status Tanah : Tanah wakaf, Surat Wakaf, No.

APA1W KUA. IBI, PLG. NOW.

3A/36/01 Tahun 1991

(9)

159

10. Luas Bangunan : 228 m2

11. Alamat : Jl. Balap Sepeda Lorong

Mujahirin 2

No. 1540 Kelurahan Lorok Pakjo

Palembang

12. Nama Kepala Madrasah : Hotipah, S.Pd.I.

D. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen pre-experimental designs

bentuk one-group pre-test post-test design. Dalam bentuk ini, kelas eksperimen

diberikan pre-test sebelum diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan

dapat diketahui lebih akurat karena dapat membandingkan dengan keadaan

sebelum diberi perlakuan.Penelitian ini akan dilaksanakan sebanyak 8 x

pertemuan, meliputi: 1 x pre-test (sebelum diberi perlakuan), 6 x treatment

(pemberian perlakuan), dan 1 x post-test (setelah diberi perlakuan).

Data dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari nilai siswa hasil

pembelajaran membaca permulaan melalui metode Eja yang peneliti lakukan

dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas III.

Pembelajaran membaca permulaan melalui metode Eja ini dilakukan

tanggal 28 April – 25 Mei 2015 pada kelas III. Proses pembelajaran dilakukan

sebanyak 6 kali pada kelas III sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang telah disusun oleh peneliti. Sebelum melaksanakan kegiatan proses

pembelajaran, peniliti melakukan tes terlebih dahulu yaitu (pre-test) sebelum

tindakan serta peneliti melakukan tes setelah melaksanakan tindakan (post-test) di

MI Quraniah VIII Palembang. Peneliti memberikan tes berbentuk lisan berupa

teks bacaan untuk siswa kelas III.

Peneliti melakukan Pre-test dan Post-test yang ditujukan pada siswa yang

berkesulitan dalam membaca untuk mengetahui kemampuan siswa dalam

(10)

160

1. Pembelajaran Membaca Permulaan Sebelum Menggunakan Metode Eja

pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Membaca adalah suatu proses yang kompleks, yang melibatkan

berbagai macam fungsi kognitif, yaitu perhatian, konsentrasi, kemampuan

melakukan decoding secara cepat dan pemahaman verbal.

Kecepatan memproses informasi penting terhadap keterampilan

membaca permulaan atau dasar (decoding) serta kemampuan memahami isi

bacaan. Kemampuan membaca merupakan salah satu keterampilan penting

yang harus dipelajari anak selama tahun-tahun pertama di sekolah dasar.

Membaca bukan merupakan suatu keterampilan mekanis yang dapat

dipelajari pada satu waktu, namun merupakan serangkaian proses memaknai

suatu teks untuk berbagai tujuan dan dalam konteks yang luas.

Secara substantif kemampuan membaca sangat penting dikuasai siswa

karena berkaitan dengan materi ajar bidang studi lain seperti matematika

tentang soal cerita dalam bentuk penjumlahan dan pengurangan yang

dimulai sejak semester satu kelas 1 SD. Artinya, kemampuan membaca

harus sudah dikuasai oleh siswa untuk kelancaran proses pembelajaran

dalam semua bidang studi. Kemampuan membaca yang tidak dikuasai lebih

dahulu oleh siswa akan berdampak pada kelambanan penguasaan materi

pelajaran lainnya.

Sebelum diterapkannya metode Eja pada proses pembelajaran

membaca permulaan, pengetahuan siswa tentang membaca ternyata masih

sangat minim.

Menurut Abdurrahman (2012: 163), siswa yang kesulitan membaca

adalah siswa yang membacanya sering mengalami kekeliruan dalam

pengenalan kata. Kekeliruan ini mencakup penghilangan, penyisipan,

penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan dan tersentak-sentak

dalam mengucapkan kata.

Dengan mengetahui respon awal yang ditunjukkan oleh siswa, peneliti

menggunakan metode Eja sebagai metode yang dapat membantu mereka

(11)

161

menyebutkan suara huruf. Dalam konteksnya metode Eja disebut metode

Fonik (Phonic Method). Metode Eja adalah metode pembelajaran yang

menekankan pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi

huruf.

Alasan peneliti menggunakan metode Eja ini adalah karena menurut

peneliti metode ini cocok untuk mereka yang akan belajar membaca

permulaan. Dalam metode ini, untuk pertama kali siswa akan diajarkan

pengenalan huruf, kemudia siswa diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf.

Untuk mengetahui anak-anak yang berkesulitan membaca sebelum

diterapkan metode Eja maka dilakukan tes lisan berupa membaca teks

bacaan, terhadap masing-masing siswa. Dari hasil test yang dilakukan pada

siswa, didapat data tentang kemampuan membaca permulaan sebelum

digunakan metode Eja.

Dari hasil tes lisan yang diberikan kepada 25 orang siswa didapatkan

hasil 6 orang siswa yang berkesulitan dalam membaca (disleksia). Keenam

siswa yang mendapatkan nilai rendah ini kemampuan membacanya sangat

tidak baik.

Tabel 1 Nilai Pre-TestSiswa

NO NAMA SKOR

PRE-TEST

1 Aidil 54

2 Ade Passa 56

3 M. Noval Saputra 60

4 Riyaldo Pratama 60

5 Reza Kurniawan 54

6 Tegar Susanto 60

(12)

162

Siswa yang mendapatkan nilai rendah ini digolongkan kedalam anak

yang berkesulitan membaca (disleksia) karena memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a. Membaca secara terbalik tulisan yang dibaca seperti: d dibaca b, atau p

dibaca q

b. Menulis huruf secara terbalik

c. Mengalami kesulitan dalam menyebutkan kembali informasi yang

diberikan secara lisan

d. Kualitas tulisan buruk, karakter huruf yang ditulis tidak jelas

e. Sulit dalam mengikuti perintah yang diberikan secara lisan

f. Mengalami kesulitan dalam menentukan arah kiri dan kanan

g. Mengalami kesulitan dalam mengenal bentuk huruf dan mengucapkan

bunyi huruf

h. Mengalami kesulitan dalam menggabungkan bunyi huruf menjadi kata

yang berarti

i. Sangat lambat dalam membaca karena kesulitan dalam mengenal huruf,

mengingat bunyi huruf dan menggabungkan bunyi huruf menjadi kata

yang berarti

Kemudianpada saat peneliti melakukan pre-test gejala-gejala disleksia

tampak pada keenam anak ini. Gejala-gejala disleksia yang dapat

diidentifikasi pada waktu anak di sekolah dasar, antara lain sebagai berikut.

a. Sulit belajar berbicara

b. Sulit mengucapkan kata yang panjang

c. Sulit mengucapkan intonasi yang benar

d. Sulit mempelajari alphabet, warna, bentuk dan angka

e. Sulit mempelajari hubungan antara bentuk huruf dan bunyi huruf

f. Sulit memahami kata-kata yang sederhana

g. Sulit membedakan huruf d dengan huruf b, huruf p dengan huruf q

(13)

163

Jadi, hasil dari pre-testyang dilakukan pada tanggal 28 April 2015

pukul 13.10 WIB di MI Quraniah VIII Palembang ditetapkan ada 6 orang

siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca atau disebut juga

disleksia.

2. Proses Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Eja bagi Siswa Berkesulitan Membaca (Disleksia)

Setelah diperoleh hasil terhadap siswa berkesulitan membaca,

selanjutnya penulis menentukan tindakan untuk menangani siswa itu. Hal

yang menjadi fokus perhatian dalam melakukan tindakan tersebut adalah

bagaimana meningkatkan motivasi siswa dalam belajar membaca. Untuk

itu, penulis menggunakan metode Eja dalam pembelajaran membaca

permulaan.

Penggunaan metode Eja diterapkan karena menurut hemat penulis

metode ini cocok untuk menangani kesulitan membaca pada kasus yang

penulis teliti. Mereka mengalami kesulitan membaca karena kesadaran

fonemiknya yang rendah. Metode Eja yang menekankan pada pengenalan

kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran fonemik siswa tersebut.

Adapun langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan melalui

metode Eja bagi anak berkesulitan membaca (disleksia) adalah sebagai

berikut.

a. Langkah-Langkah Pada Tindakan Pertama

Tindakan pertama dilakukan pada hari selasa tanggal 12 Mei

2015 pukul 13.45 WIB. Adapun langkah-langkah pada tindakan

pertama bagi anak berkesulitan membaca, yaitu:

1) Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap

huruf. (guru memperkenalkan beberapa huruf yang masih

kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti b, d, dan q)

2) Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu

(14)

164

menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru

menunjukkan kata “kita” dan “sita”, kemudian, penulis pisahkan

kata “kita” menjadi suku kata “ki” dan “ta”. Guru mengatakan

kepada mereka, ini adalah ‘ki’. Coba sebutkan kembali!,

kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang ada di

dalam bunyi ‘ki’?. Setelah itu, guru mengganti huruf ‘k’ dengan

‘s’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)

3) Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah

murid hafal bunyi suku kata, murid dilatih dengan berbagai

kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata

dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti

diperbanyak. (guru menunjukkan suku kata yang lain seperti

“bu-ku”, “da-pat” dan “mem-ba-ca”)

4) Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca

kalimat yang disusun dari kata-kata yang telah diberikan. (guru

membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi kalimat,

seperti ki-tada-patmem-ba-cabu-ku. Begitu seterusnya sampai

siswa bisa menyusun suku kata dan membaca tanpa dibimbing)

b. Langkah-Langkah Pada Tindakan Kedua

Setelah dilakukan tindakan pertama dan dilakukan evaluasi

terhadap hasilnya, kemudian dilakukan tindakan kedua. Tindakan

kedua dilakukan pada hari kamis tanggal 14 Mei 2015 pukul 12.35

WIB. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.

1) Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap

huruf. (guru memperkenalkan beberapa huruf yang masih

kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti k dan u)

2) Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu

dirangkai menjadi suku kata. Murid dilatih terus untuk

menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru

menunjukkan kata “kupu” dan “cupu”, kemudian, penulis

(15)

165

mengatakan kepada mereka, ini adalah ‘ku’. Coba sebutkan

kembali!, kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang

ada di dalam bunyi ‘ku’?. Setelah itu, guru mengganti huruf ‘k’

dengan ‘c’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)

3) Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah

murid hafal bunyi suku kata, murid dilatih dengan berbagai

kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata

dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti

diperbanyak. (guru menunjukkan suku kata yang lain seperti

“a-ku” dan “su-ka”)

4) Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca

kalimat yang disusun dari kata-kata yang telah diberikan. (guru

membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi kalimat,

seperti a-kusu-kaku-pu-ku-pu. Begitu seterusnya sampai siswa

bisa menyusun suku kata dan membaca tanpa dibimbing)

c. Langkah-Langkah Pada Tindakan Ketiga

Setelah dilakukan tindakan kedua dan dilakukan evaluasi

terhadap hasilnya, kemudian dilakukan tindakan ketiga. Tindakan

ketiga dilakukan pada hari sabtu tanggal 16 Mei 2015 pukul 12.35

WIB. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.

1) Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap

huruf. (guru memperkenalkan beberapa huruf yang masih

kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti g dan m)

2) Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu

dirangkai menjadi suku kata. Murid dilatih terus untuk

menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru

menunjukkan kata “kali” dan “gali”, kemudian, penulis pisahkan

kata “kali” menjadi suku kata “ka” dan “li”. Guru mengatakan

kepada mereka, ini adalah ‘ka’. Coba sebutkan kembali!,

(16)

166

dalam bunyi ‘ka’?. Setelah itu, guru mengganti huruf ‘k’ dengan

‘g’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)

3) Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah

murid hafal bunyi suku kata, murid dilatih dengan berbagai

kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata

dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti

diperbanyak. (guru menunjukkan suku kata yang lain seperti

“go-sok”, “gi-gi”, “du-a”, dan “se-ha-ri”)

4) Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca

kalimat yang disusun dari kata-kata yang telah diberikan. (guru

membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi kalimat,

seperti go-sokgi-gidu-aka-lise-ha-ri. Begitu seterusnya sampai

siswa bisa menyusun suku kata dan membaca tanpa dibimbing)

5) Akhirnya murid mulai terlatih membaca kalimat yang

merupakan rangkaian kata-kata yang telah diajarkan.

d. Langkah-Langkah Pada Tindakan Keempat

Setelah dilakukan tindakan ketiga dan dilakukan evaluasi

terhadap hasilnya, kemudian dilakukan tindakan keempat. Tindakan

keempat dilakukan pada hari selasa tanggal 19 Mei 2015 pukul 13.45

WIB. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.

1) Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap

huruf. (guru memperkenalkan beberapa huruf yang masih

kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti j dan p)

2) Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu

dirangkai menjadi suku kata. Murid dilatih terus untuk

menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru

menunjukkan kata “padi” dan “jadi”, kemudian, penulis

pisahkan kata “padi” menjadi suku kata “pa” dan “di”. Guru

mengatakan kepada mereka, ini adalah ‘pa’. Coba sebutkan

(17)

167

ada di dalam bunyi ‘pa’?. Setelah itu, guru mengganti huruf ‘p’

dengan ‘j’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)

3) Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah

murid hafal bunyi suku kata, murid dilatih dengan berbagai

kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata

dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti

diperbanyak. (guru menunjukkan suku kata yang lain seperti

“pe-ta-ni”, “ha-rus”, “me-ra-wat” dan “ta-na-man”)

4) Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca

kalimat yang disusun dari kata-kata yang telah diberikan. (guru

membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi kalimat,

seperti pe-ta-niha-rusme-ra-watta-na-manpa-di. Begitu

seterusnya sampai siswa bisa menyusun suku kata dan membaca

tanpa dibimbing)

5) Akhirnya murid mulai terlatih membaca kalimat yang

merupakan rangkaian kata-kata yang telah diajarkan tanpa

dibimbing. Murid sudah bisa membaca beberapa suku kata dari

teks bacaan yang berjudul “pekerjaan petani” di pertemuan yang

keempat.

e. Langkah-Langkah Pada Tindakan Kelima

Setelah dilakukan tindakan keempat dan dilakukan evaluasi

terhadap hasilnya, kemudian dilakukan tindakan kelima. Tindakan

kelima dilakukan pada hari kamis tanggal 21 Mei 2015 pukul 12.35

WIB. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.

1) Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap

huruf. (guru memperkenalkan beberapa huruf yang masih

kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti n g dan y [ng] dan [ny])

2) Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu

dirangkai menjadi suku kata. Murid dilatih terus untuk

menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru

(18)

168

menunjukkan contoh kata [ng] “senang” dan “benang”,

kemudian, penulis pisahkan kata “senang” menjadi suku kata

“se” dan “nang”. Guru mengatakan kepada mereka, ini adalah

‘se’. Coba sebutkan kembali!, kemudian guru bertanya kembali,

huruf apa saja yang ada di dalam bunyi ‘se’ dan huruf apa saja

yang ada di dalam bunyi ‘nang’?. Setelah itu, guru mengganti

huruf ‘s’ dengan ‘b’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)

3) Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah

murid hafal bunyi suku kata, murid dilatih dengan berbagai

kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata

dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti

diperbanyak. (guru menunjukkan suku kata yang lain seperti

“sa-ya”,“sa-ngat”, “mem-ba-ca”dan “dong-ngeng”)

4) Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca

kalimat yang disusun dari kata-kata yang telah diberikan. (guru

membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi kalimat,

seperti sa-yasa-ngatse-nangmem-ba-cadong-ngeng. Begitu

seterusnya sampai siswa bisa menyusun suku kata dan membaca

tanpa dibimbing)

5) Akhirnya murid mulai terlatih membaca kalimat yang

merupakan rangkaian kata-kata yang telah diajarkan tanpa

dibimbing. Murid sudah bisa membaca beberapa suku kata dari

teks bacaan yang berjudul “buku kumpulan dongeng sedunia” di

pertemuan yang kelima.

f. Langkah-Langkah Pada Tindakan Keenam

Setelah dilakukan tindakan kelima dan dilakukan evaluasi

terhadap hasilnya, kemudian dilakukan tindakan keenam yaitu

tindakan yang terakhir. Tindakan keenam dilakukan pada hari sabtu

tanggal 23 Mei 2015 pukul 12.35 WIB. Keenam siswa yang

(19)

169

suku kata dan kalimat dengan baik. Adapun langkah-langkah pada

tindakan keenam yaitu sebagai berikut.

1) Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap

huruf. (guru memperkenalkan beberapa huruf yang masih

kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti b dan p)

2) Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu

dirangkai menjadi suku kata. Murid dilatih terus untuk

menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru

menunjukkan kata “bolos” dan “polos”, kemudian, penulis

pisahkan kata “bolos” menjadi suku kata “bo” dan “los”. Guru

mengatakan kepada mereka, ini adalah ‘bo’. Coba sebutkan

kembali!, kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang

ada di dalam bunyi ‘bo’ dan huruf apa saja yang ada di dalam

bunyi ‘los’?. Setelah itu, guru mengganti huruf ‘b’ dengan ‘p’

dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)

3) Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah

murid hafal bunyi suku kata, murid dilatih dengan berbagai

kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata

dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti

diperbanyak. (guru menunjukkan suku kata yang lain seperti

“a-pa-kah”, “a-ku”, “de-ngan”, “pu-ra-pu-ra” dan “sa-kit”)

4) Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca

kalimat yang disusun dari kata-kata yang telah diberikan. (guru

membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi kalimat,

seperti a-pa-kaha-kubo-losde-nganpu-ra-pu-rasa-kit)

5) Akhirnya murid terlatih membaca kalimat yang merupakan

rangkaian kata-kata yang telah diajarkan tanpa dibimbing.

Murid sudah bisa membaca beberapa kalimat dari teks bacaan

yang berjudul “aku harus bisa” di pertemuan yang keenam.

Setelah dilakukan 6 kali proses pembelajaran di kelas III pada

(20)

170

19 Mei, 21 Mei, dan 23 Mei tahun 2015 siswa yang mengalami

kesulitan dalam membaca atau disleksia dari yang tidak tahu sama

sekali huruf menjadi bisa membaca beberapa suku kata dan ada juga

yang sudah bisa membaca beberapa kalimat.

3. Pembelajaran Membaca Permulaan Sesudah Menggunakan Metode

Eja pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca

permulaan pada siswa yang berkesulitan membaca adalah metode Eja.

Metode Eja adalah metode pembelajaran yang menekankan pada

pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf. Tujuan

penggunaan metode Eja dalam penelitian ini adalah membantu anak belajar

membaca, dimulai dari bentuk dan bunyi huruf. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kemampuan anak yang mengalami kesulitan membaca

dapat diperbaiki dan ditingkatkan.

Metode Eja dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami

keterlambatan atau kesulitan dalam membaca karena dengan Eja, mereka

dapat mempelajari hubungan antara huruf dan gabungan huruf serta

pengenalan kata secara cepat.

Pada saat peneliti menggunkan metode Eja dalam proses

pembelajaran, respon siswa sangat baik. Sikap siswa dapat terkontrol. Siswa

juga sangat antusias dalam belajar. Siswa yang tadinya pasif dan diam di

kelas, dituntut ikut aktif dalam belajar. Siswa juga terlihat fokus dalam

memperhatikan guru dalam menjelaskan materi pembelajaran.

Siswa yang awalnya masih suka terbalik dalam menyebutkan huruf b,

d dan q, setelah diajarkan akhirnya mereka bisa membedakan huruf tersebut.

Kemudian siswa yang tadinya tidak mengetahui beberapa bentuk huruf dan

bunyinya, seperti huruf q, f dan x, sekarang mereka bisa menyebutkannya

dengan baik.

Pada saat proses pembelajaran guru membagikan teks bacaan kepada

(21)

171

tadinya kalau belajar kebanyakan bermain, setelah menggunakan metode

Eja proses pembelajaran jauh lebih terkontrol dengan baik.

Setelah peneliti melakukan treatment sebanyak 6 kali, banyak

perubahan yang terlihat dari keenam siswa yang mengalami kesulitan

membaca. Perubahan yang terlihat adalah siswa mengetahui bentuk huruf

dan mampu menyebutkan simbol huruf tersebut. Kesadaran fonemik siswa

pun bertambah.

Dari hasil post-test yang dilakukan pada siswa, didapat data tentang

pembelajaran membaca permulaan sesudah digunakan metode Eja. Setelah

data-data terkumpul, maka proses pengelolaan data dilakukan.

TABEL 2

NILAI POST-TEST SISWA

NO NAMA SKOR

POST-TEST

1 Aidil 69

2 Ade Passa 74

3 M. Noval Saputra 74

4 Riyaldo Pratama 70

5 Reza Kurniawan 70

6 Tegar Susanto 74

N= 6 431

Perubahan terlihat dari siswa yang sebelumnya tidak mengetahui

bentuk huruf dan bunyi huruf tersebut, sekarang mengetahui bentuk huruf

itu dan mampu menyebutkannya dengan baik. Kemudian siswa yang sering

terbolak balik dengan huruf b kecil dan d kecil, setelah diterapkannya

metode Eja siswa dapat membedakan huruf tersebut dengan baik. Setelah

dimotivasi secara berulang-ulang dan meyakinkan siswa bahwa membaca

itu mudah, di sini banyak siswa yang termotivasi untuk belajar membaca

(22)

172

menjadi 71,8. Disini sudah dapat dilihat bahwa pembelajaran membaca

permulaan hasilnya meningkat dan metode Eja efekif digunkan untuk

pembelajaran membaca permulaan bagi anak berkesulitan membaca

(disleksia).

4. Analisis Ada atau Tidak Perbedaan Antara Pembelajaran Membaca

Permulaan Sebelum dan Sesudah Menggunkan Metode Eja

Hipotesis dalam penelitan ini adalah ada atau tidak ada perbedaannya

pembelajaran membaca permulaan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia

kelas III di MI Quraniah VIII Palembang sebelum dan sesudah

digunakannya metode Eja.

Ha: Ada perbedaan yang signifikan pembelajaran membaca permulaan

sebelum dan sesudah menggunakan metode Eja pada mata pelajaran

Bahasa Indonesia di MI Quraniah VIII Palembang.

Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan pembelajaran membaca

permulaan sebelum dan sesudah menggunakan metode Eja pada mata

pelajaran Bahasa Indonesia di MI Quraniah VIII Palembang.

Adapun untuk mengetahui apakah metode Eja yang diterapkan pada

siswa memberikan pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap

pembelajaran membaca permulaan pada siswa kelas III mata pelajaran

Bahasa Indonesia di MI Quraniah VIII Palembang. Peneliti memberikan tes

lisan kepada 6 orang siswa sebelum diterapkannya metode Eja dan sesudah

diterapkannya metode Eja. Dan kemudian akan dilakukan pengujian tes “t”

untuk melihat pengaruh penerapannya.

Penggunaan tes “t” pada penelitian ini mengasumsikan hipotesis nihil

sebagai ada pengaruh/ tidak ada pengaruh yang signifikan antara metode Eja

terhadap pembelajaran membaca permulaan pada siswa kelas III mata

(23)

173

Tabel 3

Perhitungan Untuk Memperoleh “T” dalam Rangka Menguji Kebenaran/ Kepalsuan Hipotesis Nihil

NO NamaSiswa

Nilai Pembelajaran

Membaca Permulaan D D

2

X Y (X-Y) (X-Y)2

1 Aidil 54 69 -15 225

2 Ade Passa 56 74 -18 324

3 M. Noval Saputra 60 74 -14 196

4 Riyaldo Pratama 60 70 -10 100

5 Reza Kurniawan 54 70 -16 256

6 Tegar Susanto 60 74 -14 196

- - -87* 1297

*Tanda – (“minus”) di sini bukanlah tanda aljabar, karena itu hendaknya

dibaca : ada selisih/beda nilai antara Varibel X dan Variabel Y sebesar 87.

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

Ha Ada perbedaan yang signifikan pembelajaran membaca permulaan

sebelum dan sesudah menggunakan metode Eja pada mata pelajaran

Bahasa Indonesia di MI Quraniah VIII Palembang.

Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan pembelajaran membaca

permulaan sebelum dan sesudah menggunakan metode Eja pada mata

pelajaran Bahasa Indonesia di MI Quraniah VIII Palembang.

Untuk menguji mana yang benar di antara kedua hipotesis tersebut,

kita lakukan perhitungan yang langkah-langkahnya sebagai berikut.

Pada Tabel 3 telah berhasil kita peroleh∑ = −87 ∑ =

(24)

174

Dengan diperolehnya ∑ ∑ itu, maka dapat kita ketahui

besarnya Deviasi Standar perbedaan nilai antara Variabel X dan Variabel Y

(dalam hal ini ) :

SD = ∑D

N −

∑D

N =

1297

6 −

−87 6

= 216,16−14,5 = 216,16−210,25

= 5,91 = 2,431

Dengan diperolehnya sebesar 2,431 itu, lebih lanjut dapat kita

perhitungkan Standard Error dari Mean perbedaan nilai antara Variabel X

dan Variabel Y:

=

√ −1 =

2,431

√6−1=

2,431

√5

= 2,431

2,236 = 1,08

Langkah berikutnya adalah mencari harga dan menggunakan

rumus:

=

telah kita ketahui yaitu = ∑ = = −14,5 ;

sedangkan = 1,08 ; jadi:

= −14,5

1,08 = −13,42

Langkah berikutnya, kita berikan interpretasi terhadap , dengan

terlebih dahulu memperhitungkan df atau db-nya: df atau db = N-1 = 6-1 =

5. Dengan df sebesar 5 kita berkonsultasi pada Tabel Nilai “t”, baik pada

taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%.

Ternyata dengan df sebesar 5 itu diperoleh harga kritik t atau tabel

pada signifikansi 5% sebesar 2,57, sedangkan pada taraf signifikansi

(25)

175

Dengan membandingkan besarnya “t” yang kita peroleh dalam

perhitungan ( = 13,42) dan besarnya “t” yang tercantum pada Tabel Nilai

t ( . . % = 2,57 dan . . % = 4,03) maka dapat kita ketahui bahwa

adalah lebih besar daripada , yaitu:

2,57 <13,42 > 4,03

Karena lebih besar daripada maka Hipotesis Nihil yang diajukan

di muka ditolak; ini berarti bahwa adanya perbedaan nilai pembelajaran

membaca permulaan antara sebelum dan sesudah diterapkannya metode Eja

merupakan pengaruh yang berarti atau perbedaan yang meyakinkan

(signifikan).

Kesimpulan yang dapat kita tarik di sini ialah, berdasarkan hasil uji

coba tersebut di atas, secara meyakinkan dapat dikatakan pembelajaran

membaca permulaan melalui metode Eja ini, telah menunjukkan

efektivitasnya yang nyata, dalam arti kata dapat diandalkan sebagai metode

yang baik untuk pembelajaran membaca permulaan.

Nilai = −13,42 disini artinya ada selisih derajat perbedaan sebesar

13,42. Tanda – (“minus”) disini bukanlah tanda Aljabar.

5. Pengaruh Metode Eja Terhadap Pengetahuan Membaca Awal Pada

Siswa Berkesulitan Membaca (Disleksia)

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan

bahwa kemampuan membaca permulaan siswa sebelum dan sesudah

diterapkannya metode Eja menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Hal

ini disebabkan karena metode Eja pertama kali mengenalkan terlebih dahulu

bentuk dan bunyi huruf tersebut. Pembelajaran dengan menggunakan

metode Eja, suasana belajar di kelas menjadi tenang dan terkontrol,

sehingga siswa sangat fokus untuk memperhatikan penjelasan dari guru.

Siswa juga sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran, karena guru

menggunakan media belajar berupa kumpulan kartu alfabet yang bergambar

dan berwarna, dengan media ini juga menunjang metode Eja dan bisa

(26)

176

pembelajaran semakin efektif dan efisien, serta dapat mengatasi kebutuhan

dan problem siswa dalam belajar. Guru juga membagikan teks bacaan yang

menarik. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru selalu

memotivasi siswa seperti, membaca itu mudah, aku pasti bisa. Kata

motivasi itu harus mereka ucapkan sebelum mereka mulai belajar.

Metode Eja efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca awal

pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas III di Madrasah Ibtidaiyah

Quraniah VIII Palembang karena sebelum digunakan metode Eja (pre-test)

memiliki rata-rata 57,3 sedangkan pembelajaran membaca permulaan

sesudah digunakan metode Eja (post-test) memiliki rata-rata 71,8.

Berdasarkan perhitungan data yang telah dilakukan dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa metode Eja pada mata pelajaran Bahasa Indonesia

memiliki peningkatan yang cukup baik.

Siswa yang awalnya tidak mengetahui bentuk huruf dan bunyi huruf,

sudah mengetahui semua huruf alfabet dengan baik. Sudah mulai bisa

membaca suku kata bahkan kalimat. Hanya saja siswa masih perlu

bimbingan secara intensif. Metode Eja memiliki pengaruh terhadap

pembelajaran membaca permulaan pada siswa berkesulitan membaca

(disleksia), karena kesadaran fonemik siswa yang awalnya rendah dapat

meningkat dan siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca (disleksia)

dari yang tidak tahu sama sekali huruf menjadi bisa membaca beberapa suku

kata dan ada juga yang bisa membaca beberapa kalimat.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bab

sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Efektifitas metode Eja dalam meningkatkan kemampuan membaca awal

pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas III di Madrasah Ibtidaiyah

Quraniah VIII palembang menunjukkan hasil yang baik. Metode Eja efektif

dalam meningkatkan kemampuan membaca awal pada mata pelajaran

(27)

177

Palembang karena sebelum digunakan metode Eja (pre-test) memiliki

rata-rata 57,3 sedangkan pembelajaran membaca permulaan sesudah digunakan

metode Eja (post-test) memiliki rata-rata 71,8. Berdasarkan perhitungan

data yang telah dilakukan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode

Eja pada mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki peningkatan yang

cukup baik.Dengan menggunakan metode Eja kemampuan membaca awal

siswa yang berkesulitan membaca mengalami peningkatan. Hal itu berarti

kesadaran fonemik siswa juga mengalami peningkatan. Peningkatan itu

ditunjukkan dengan kemampuan mereka dalam membunyikan bentuk huruf

secara tepat dan membunyikan rangkaian huruf (kata). Artinya, metode Eja

ini tepat digunakan untuk menangani siswa berkesulitan membaca.

2. Signifikansi perbedaan kemampuan membaca awal sebelum dan sesudah

diajar dengan menggunakan metode Eja pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia kelas III di Madrasah Ibtidaiyah Quraniah VIII palembang dengan

membandingkan besarnya “t” yang kita peroleh dalam perhitungan ( =

13,42) dan besarnya “t” yang tercantum pada Tabel Nilai t ( . . % = 2,57

dan . . % = 4,03) maka dapat kita ketahui bahwa adalah lebih besar

daripada , yaitu:2,57<13,42 > 4,03.Karena lebih besar daripada maka

Hipotesis Nihil yang diajukan di muka ditolak, ini berarti bahwa adanya

perbedaan nilai pembelajaran membaca permulaan antara sebelum dan

sesudah diterapkannya metode Eja merupakan pengaruh yang berarti atau

perbedaan yang meyakinkan (signifikan).

F. SARAN

Dari hasil penelitian ini, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut.

1. Kepada guru khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia agar dapat

menggunakan metode Ejasebagai metode pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa.

2. Bagi semua pendidik teruslah berupaya untuk dapat terampil dalam

menggunakan metode pada saat melaksanakan belajar mengajar di kelas.

(28)

178

membantu siswa dalam memahami suatu materi yang akan disampaikan

oleh guru karena proses pembelajaran akan lebih menarik dan

menyenangkan. Segala sesuatu yang dapat mengembangkan kecerdasan

para siswa hendaklah pendidik mengusahakannya dengan memberikan

pembelajaran yang efektif dan efisien serta hadirkan mereka dalam setiap

do’a, agar kegiatan belajar mengajar mendapatkan keberkahan dunia

akhirat. Amin

G. DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis, dan Remediasinya, Jakarta: Rineka Cipta.

Dalman. 2013. Keterampilan Membaca. Jakarta: Rajawali Pers.

Dalyono. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Elhefni, E., & Susilawati, S. (2010). PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DI SDN 2 PALAK TANAH MUARA ENIM. Ta'dib, 15(02),

213-234. Retrieved

from http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tadib/article/view/73

Jamaris, Martini. 2014. Kesulitan Belajar Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya Bagi Anak Usia Dini dan Usia Sekolah. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Khodijah, Nyayu. 2006. Psikologi Belajar. Palembang: IAIN Raden Fatah Press.

Koswara, Deded. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Berkesulitan Belajar Spesifik Membantu Anak Berkesulitan Membaca, Belajar Bahasa, Membaca, Menulis dan Matematika di Sekolah Inklusif. Jakarta: PT Luxima Metro Media.

Santoso, Hargio. 2012. Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(29)

179

Gambar

Nilai Tabel 1 Pre-TestSiswa
NILAI TABEL 2 POST-TEST SISWA
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

Vähi- ten päihde-ehtoisia asiointeja oli tehty Ahvenan- maalla (0,2 %). Maakunnan väkilukuun suhteutettuna näyt- täisi siltä, että eniten päihde-ehtoisia asiointeja oli

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kemampuan penguasaan konsep siswa, sebelum kegiatan pembelajaan dan mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa

Pengembangan tes tertulis two-tier multiple choise pada materi pokok organisasi kehidupan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Bagi sebagian besar pria, efek negatif rokok pada kesehatan seperti penyempitan pembuluh darah (darah tinggi), penyakit jantung, paru-paru dan gangguan sistem pernafasan

Dalam hal ini, pembinaan yang dilakukan oleh pihak/lembaga WH di Tapaktuan juga sesuai dengan tugasnya yaitu: (a) Mengidentifikasi perbuatan yang termasuk kegiatan

Ini terlihat dari aspek kognitif pada nilai rata-rata kelas eksperimen mengalami peningkatan, pada aspek psikomotor dari hasil penilaian mind map siswa yang setiap

Sementara, unsur yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak dianggap terbukti dengan uraian-uraian fajta dalam

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa algoritma pencarian Depth First Search dapat diterapkan dalam aplikasi game Dua Satu (21), namun tidak lengkap karena dari