• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style Pada Anak Usia 8-12 Tahun di Panti Asuhan "X" dan "Y" Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style Pada Anak Usia 8-12 Tahun di Panti Asuhan "X" dan "Y" Kota Bandung."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran Explanatory Style anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung.

Explanatory style adalah cara seseorang menjelaskan peristiwa baik (good events) atau peristiwa buruk (bad events) terjadi pada dirinya.Terdapat tiga dimensi yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. Bahasan pervasiveness tentang ruang lingkup suatu peristiwa yaitu menyeluruh (global) atau khusus (spesific). Bahasan personalization yaitu siapa penyebab dari suatu peristiwa, dirinya sendiri (internal) atau orang lain dan lingkungan (external).

Rancangan penelitian memakai metode deskriptif dengan teknik survei. Variabel penelitian adalah Explanatory Style. Alat ukur yang digunakan, Children Attributional Style Questionnaire yang dikembangkan Nadine Caslow dan Richard Tanenbaum (1980), terdiri dari 48 pertanyaan. Sampel 30 anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan “X” dan ”Y”kota Bandung. Data yang diperoleh berupa skala ordinal yang diolah secara deskriptif parametrik.

(2)

ii DAFTAR ISI Lembar Judul

Lembar Pengesahan

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema... viii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I PENDAHULUAN………...… 1

1.1 Latar Belakang Masalah……….…… 1

1.2 Identifikasi Masalah……….…….. 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian……….….. 10

1.3.1 Maksud Penelitian……….……. 10

1.3.2 Tujuan Penelitian……….…... 10

1.4 Kegunaan Penelitian……….……….. 10

1.4.1 Kegunaan Teoretis……….……. 10

1.4.2 Kegunaan Praktis……….……... 11

1.5 Kerangka Pikir………...…….……….. 11

(3)

iii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...……... 19

2.1 Explanatory style... 19

2.1.1 DefinisiExplanatory style... 19

2.1.2 PembentukanExplanatory style... 21

2.1.3 Dimensi Explanatory style... 22

2.1.4 Faktor-faktor yang MempengaruhiExplanatory Style... 24

2.2 Middle Childhood... 26

2.2.1 Tugas Perkembangan AnakMiddle Childhood... 26

2.2.2 Perkembangan Kognitif, Moral, dan Fisik... 27

2.3 Panti Asuhan... 30

2.3.1 Definisi Panti Asuhan... 30

2.3.2 Definisi Anak Panti Asuhan... 31

2.3.3 Kriteria Anak yang Dirawat di Panti Asuhan... 31

2.3.4 Sifat Pelayanan Panti Asuhan... 32

2.3.5 Sistem Pengasuhan di Panti Asuhan... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 36

3.1 Rancangan Penelitian………. 36

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional…………...………. 37

3.2.1 Variabel Penelitian……….. 37

3.2.2 Definisi Operasional………...……… 37

3.3 Alat Ukur……… 39

3.3.1 Alat UkurChildren Attributional Style Questionnaire...…. 39

3.3.2 Prosedur Pengisian...……….……… 41

(4)

iv

3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 43

3.4.1 Validitas Alat Ukur..………. 43

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur……… 45

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang……….. 47

3.5 Populasi dan Teknik Sampling……….. 47

3.5.1 Populasi Sasaran... 47

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 48

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel... 48

3.6 Teknik Analisis Data... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Gambaran Responden ... 49

4.2. Hasil Penelitian ... 50

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1. Kesimpulan ... 55

5.2. Saran ... 56

5.2.1. Saran Penelitian Lanjutan ... 56

5.2.2. Saran Guna Laksana ... 56

Daftar Pustaka ... xi

(5)

v

DAFTAR SKEMA (skema atau bagan?)

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.3.1 Tabel Kisi-kisi Explanatory Style... 40

Tabel 3.3.3 Tabel NilaiChildren Attributional Style Questionnaire... 43

Tabel 4.1 Tabel Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin……… 49

Tabel 4.2 Tabel Persentase Berdasarkan Usia……….. 50

Tabel 4.3 Gambaran Responden Ditinjau Dari DimensiPermanence………50

Tabel 4.4 Gambaran Responden Ditinjau Dari DimensiPervasiveness…….51

Tabel 4.5 Gambaran Responden Ditinjau Dari DimensiPersonal…………..51

Tabel 4.6 HasilExplanatory StyleAnak Panti Asuhan………. 52

Tabel 4.7 GambaranExplanatory StylepadaGood Events………..52

Tabel 4.8 GambaranExplanatory StylepadaBad Events……… 52

(7)

vii

(8)

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

PETUNJUK PENGISIAN

Pada halaman berikut ini terdapat sejumlah pertanyaan yang diakhiri dengan 2 kata yang berlawanan. Di antara kedua kata yang berlawanan tersebut terdapat 7 kemungkinan jawaban. Kemungkinan jawaban tersebut adalah sebagai berikut:

1 = sangat : jika saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut sangat sesuai dengan diri saudara

2 = cukup : jika saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut cukup sesuai dengan diri saudara

3 = agak : jika saudara merasa kata di sebelah kiri tersebut agak sesuai dengan diri saudara

4 = netral : jika saudara merasa kata di sebelah kiri dan kanan tidak sesuai dengan diri saudara

5 = agak : jika saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut agak sesuai dengan diri saudara.

(9)

7 = sangat : jika saudara merasa kata di sebelah kanan tersebut sangat sesuai dengan diri saudara

Perhatikan setiap pernyataan dengan teliti dan lingkari jawaban yang sesuai dengan diri saudara.

Contoh:

Berbelanja pakaian baru setiap minggu adalah:

Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk

●Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu sangat baik, maka lingkarilah angka 1 seperti di bawah ini:

Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk

●Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu cukup baik, maka lingkarilah angka 2 seperti di bawah ini:

Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk

● Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu agak baik, maka lingkarilah angka 3 seperti di bawah ini:

Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk

● Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu nertal, maka lingkarilah angka 4 seperti di bawah ini:

Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk 2

3 1

(10)

● Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu agak buruk, maka lingkarilah angka 5 seperti di bawah ini:

Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk

●Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu cukup buruk, maka lingkarilah angka 6 seperti di bawah ini:

Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_:Buruk

● Jika saudara berpikir bahwa berbelanja pakaian baru setiap minggu sangat buruk, maka lingkarilah angka 7 seperti di bawah ini:

Baik:_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7__:Buruk 5

6

(11)

1. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang.... Baik :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Buruk

2. Saya berencana untuk selalu menggunakan alat kontrasepsi...

Sesuai :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Sesuai

Dengan diri saya

3. Keluarga menuntut saya

Harus :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Harus Menggunakan alat kontrasepsi

4. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang... Mudah :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Sulit

5. Teman-teman saya menuntut saya

Harus :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Harus

Menggunakan alat kontrasepsi

6. Saya...

Akan :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Akan Mencoba untuk menggunakan alat kontrasepsi

7. Suami menuntut saya

Harus :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Harus Menggunakan alat kontrasepsi

8. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang....

(12)

9. Saya sendiri yang memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi...

Setuju :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Setuju

10. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang....

Menyenangkan :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Menyenangkan

11. Saya yakin, jika saya mau saya dapat menggunakan alat kontrasepsi...

Benar :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Salah

12. Saya....

Akan :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Akan

Berusaha menggunakan alat kontrasepsi

13. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang...

Menarik :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Membosankan

14. Saya berniat untuk menggunakan alat kontrasepsi....

(13)

15. Bagi saya menggunakan alat kontrasepsi merupakan hal yang...

Mungkin :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Mungkin

16. Bidan menuntut saya

Harus :_1_:_2_:_3_:_4_:_5_:_6_:_7_: Tidak Harus

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak adalah unit terkecil yang berpengaruh besar dalam perkembangan diri anak. Perkembangan anak menjadi optimal dengan keterlibatan orang tua atau significant others di dalam kehidupannya. Kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi merupakan hak-hak anak secara universal yang dijamin melalui Konvensi Hak-Hak Anak pada pasal 2, 3, dan 5. Di Indonesia pengaturan hak anak tersurat dan ditegaskan melalui Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Undang-Undang-Undang-Undang ini menekankan bahwa orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab atas kesejahteraan anak baik jasmani, rohani, maupun sosial.

Pada kenyataannya terdapat anak yang kurang beruntung yang tidak bisa dirawat oleh orang tuanya, diantaranya terdapat anak yang tidak diinginkan orang tuanya, tidak mendapat pendidikan yang memadai, dan karena suatu sebab tidak bisa dirawat oleh orang tuanya sendiri. Anak-anak dengan kriteria tersebut dirawat pemerintah dengan program pengasuhan di panti asuhan.

(15)

2

untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari sementara kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak tidak dipertimbangkan. Sekali anak-anak memasuki panti asuhan, mereka diharapkan untuk tinggal di sana sampai lulus SLTA. Meskipun pemerintah menyediakan dana yang substansial untuk semua panti asuhan yang terakses, namun rendahnya standar minimum pengasuhan dan juga sistem lisensi panti asuhan menunjukkan bahwa dukungan ini tidak menghasilkan pengasuhan yang profesional dan berkualitas (http://www.depsosri.com, Maret 2009).

(16)

3

harus menandatangani surat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa mereka bersedia dibesarkan dengan ajaran Kristiani.

Menurut salah seorang pengasuh panti asuhan ”X”, Sistem pengasuhan berbentuk asrama dan metode pendekatan yang dilakukan bersifat individual dan kelompok. Artinya apabila ada masalah yang pribadi, maka masalah itu akan dipecahkan antara satu anak dengan pengasuh terdekatnya saja. Namun bila anak-anak mempunyai masalah yang sama seperti masalah dalam belajar maka akan diselesaikan bersama-sama dengan pengasuh yang lain per jenjang pendidikan. Pendekatan yang dilakukan pengasuh di panti asuhan “Y” yaitu pengasuh bersikap seperti orang tua bagi anak dengan menanyakan kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhannya. Pengasuh dibantu relawan-relawan mengajarkan keterampilan membuat sapu lantai, keset, menjahit, latihan bermain alat musik, dan memasak pada anak-anak yang sudah besar (SLTP, SLTA). Fasilitas yang disediakan di panti asuhan “Y” antara lain lapangan olahraga dan alat musik keyboard. Untuk membantu anak dalam membina dan membantu mengerjakan tugas sekolah, terdapat 12 orang relawan tidak tetap dan 7 orang relawan tetap yang datang secara rutin.

(17)

4

proses ini juga anak panti asuhan mendapatkan masukan, nasehat, dan bimbingan dari orang-orang disekelilingnya. Melalui pengalaman dan pengarahan tersebutlah anak akan mengembangkan Explanatory Style-nya sendiri yang pada akhirnya akan menentukan pembentukan Explanatory Style sepanjang hidupnya.

Pengalaman mendapatkan nilai di sekolah akan berdampak pada keterampilan anak dalam menghadapi masalah lain dalam kehidupannya kelak. Anak panti asuhan diharapkan telah memiliki Explanatory Style yang optimis karena nantinya anak akan dilepas secara mandiri dalam masyarakat. Pihak panti asuhan tidak akan dapat memberikan banyak bantuan seintensif dulu lagi. Anak panti asuhan yang sudah dewasa harus dapat membantu dirinya sendiri dan mampu menghadapi berbagai tantangan hidup. Kemandirian anak panti asuhan yang sudah dewasa dapat dilihat dari performa mereka dalam bekerja. Bagaimana cara mereka menyelesaikan tugasnya dan beradaptasi dengan segala tuntutan pekerjaan.

(18)

5

Dengan tersedianya berbagai sarana pelengkap tersebut, diharapkan anak-anak dapat mengembangkan rasa percaya dirinya dan berpikir bahwa keberhasilan (good events) dapat diusahakan sendiri oleh anak. Melalui permainan olahraga, anak dapat berlatih dan mendapatkan mastery (penguasaan) dari bidang yang ditekuninya. Apabila anak telah memiliki cara pandang bahwa dirinya dapat mengusahakan keberhasilan dan mendapatkan mastery (penguasaan), anak akan terbiasa mengembangkan explanatory style yang optimis.

Explanatory Style adalah cara pandang yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa baik (good events) maupun peristiwa buruk (bad event) yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Dimensi yang pertama, Permanence yaitu cara pandang seseorang untuk menjelaskan peristiwa baik (good events) maupun peristiwa buruk (bad event) berlangsung selamanya (always) atau sementara (sometimes). Dimensi kedua disebut Pervasiveness yaitu cara pandang seseorang untuk menjelaskan peristiwa baik (good events) maupun peristiwa buruk (bad event) terjadi dalam satu lingkup (spesific) atau seluruh lingkup (global) kehidupannya. Dimensi ketiga disebut Personalization yaitu cara pandang seseorang untuk menjelaskan peristiwa baik (good events) maupun peristiwa buruk (bad event)disebabkan oleh dirinya sendiri (internal) atau orang lain (external). (sumbernya? Ditulis ya…)

(19)

6

keberhasilan di bidang yang satu dapat membawa keberhasilan di bidang lainnya juga, dan membuat anak menyadari bahwa keberhasilan dapat diusahakan oleh dirinya sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari anak dapat berprestasi dengan lebih baik di sekolah maupun pekerjaan, dan jarang sakit (Seligman, 1995). Anak menyadari bahwa dirinya memiliki semua kemampuan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalahnya.

Sedangkan Explanatory Style yang pesimis membuat anak cepat putus asa ketika menghadapi masalah, tidak mau berusaha menyelesaikan masalahnya karena anak berpikir usaha apapun yg dilakukan tidak akan membawa perubahan, anak menyalahkan dirinya sendiri secara berlebihan, dan lama kelamaan menjadi penyebab atas kegagalan-kegagalan selanjutnya. Bagi anak yang memang sudah memiliki explanatory style yang optimis, akan dapat membantu anak untuk berprestasi dengan lebih baik lagi.

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan Explanatory Style sangat berpengaruh dalam kelangsungan hidup seseorang. Orang yang memiliki Explanatory Style optimis akan terus berusaha memecahkan masalah hidupnya dan belajar dari kesalahannya yang menjadikan mereka memperoleh keberhasilan. Sebaliknya orang yang memiliki Explanatory Style pesimis akan jatuh berulang kali tanpa mampu mempelajari kesalahannya secara akurat dan pada akhirnya akan mengalami kegagalan berulang kali sepanjang hidupnya.

(20)

7

orang lainnya yang menjadi significant others bagi anak. Significant others adalah pribadi-pribadi dalam lingkungan dekat yang memberikan pengaruh psikologis pada seseorang (Kartini Kartono, 2004). Explanatory style optimis yang diajarkan orang tua pada anak usia sekolah akan sangat efektif (Seligman, 1995). Jika explanatory style yang optimis diajarkan pada anak sejak kecil akan membuat seorang anak memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap masalah yang dihadapi (Seligman, 1995).

Setiap anak menurut jenjang pendidikannya diasuh oleh beberapa pengasuh yang bekerjasama membimbing anak. Pengasuh berusaha menjadi teman dan orang tua bagi anak, mengenal anak, serta layaknya orang tua yang mengetahui anaknya sedang sedih atau senang. Selain itu anggota panti asuhan yang lebih tua kerap mengajari adik-adiknya bermain basket, menjadi teman curhat, dan menjemput adik sesudah pulang les. Peran pengasuh diringankan oleh kehadiran anggota panti asuhan yang sudah dewasa. Mereka dapat memberikan contoh, pendampingan, dan penguatan bagi adik-adiknya. Dalam hal akademis pun menjadi lebih terbantu karena anak panti asuhan yang lebih kecil dapat bertanya dan dibimbing oleh anak panti asuhan yang lebih dewasa. Berdasarkan pengamatan peneliti, hubungan yang terjalin diantara mereka dapat saling melengkapi sesuai perannya masing-masing seperti sebuah keluarga.

(21)

8

mengecek di buku tugas. Kendala lain menurut salah seorang pengasuh di panti asuhan ”X” adalah anak panti asuhan kurang mendapatkan figur ayah dan ibu karena satu orang pengasuh mengurus beberapa orang anak.

Di samping itu kendala lain yaitu anak yang berasal dari keluarga broken home belum bisa menerima kenyataan mengapa dirinya sampai harus dititipkan di panti asuhan padahal orang tuanya masih ada. Anak melihat dirinya ditinggalkan di panti asuhan dan orang tuanya tidak kunjung menjemputnya. Peristiwa anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya di panti asuhan adalah realitas buruk yang dialami anak dan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan atas penelantaran dirinya di panti asuhan. Anak yang lebih besar dapat memandang bahwa keadaan di panti asuhan lebih menyenangkan daripada di rumah. Sedangkan anak yang lebih kecil lebih sering menangis ketika ditengok kerabatnya dan menangis ketika ditinggalkan. Anak yang ditinggalkan di panti asuhan sejak bayi lebih banyak yang bisa menerima keadaannya dan berusaha untuk maju.

(22)

9

karena keterbatasan biaya. Apabila pengasuh tidak dapat memberikan apa yang diinginkan anak, kadangkala anak merasa tidak diperdulikan sehingga anak berbuat nakal dengan memanjat tembok dan keluar malam hari secara diam-diam.

Seharusnya panti asuhan “Y” sebagai bagian dari institusi Negara mendapatkan sumbangan dari pemerintah namun pada kenyataannya bantuan dari pemerintah tidak sampai. Pihak yayasan panti asuhan “Y” sudah mengusahakan untun mendapatkan haknya tapi masih belum berhasil karena ada kepentingan politik di pihak pemerintahan. Oleh karena itu selama ini pihak yayasan hanya mengandalkan sumbangan dari pihak donatur yang secara rutin menyumbang.

Menurut salah seorang pengasuh di panti asuhan ”Y”, Anak panti asuhan yang dirawat di panti asuhan karena alasan kemiskinan dapat menerima keadaan dirinya dan dapat berprestasi lebih baik di sekolah. Namun anak yang dibesarkan di panti asuhan sejak kecil sebagian besar awalnya merasa rendah diri karena sering diejek oleh teman sekolahnya dan prestasinya biasa saja di sekolah. Setelah diberikan nasihat oleh pengasuh bahwa mereka harus menerima keadaan mereka dan perlu berprestasi agar teman di sekolah berhenti mengejek, Anak panti asuhan mulai menunjukkan prestasinya yang cemerlang. Selain prestasi di bidang akademik, Anak panti asuhan juga pernah memenangkan perlombaan pengetahuan alkitab antar gereja dan pertandingan olahraga.

(23)

10

mengasuh anak orang lain. Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh salah seorang pengasuh di panti asuhan “Y”. Adakalanya ketika anak menangis dibiarkan begitu saja oleh pengasuh apabila tidak diawasi oleh pengasuh yang memiliki jabatan lebih tinggi (Bapak H., 10 Desember 2011).

Pelaksanaan pendidikan di panti asuhan “Y” diringankan dengan kesediaan sekolah Kristen untuk memberikan potongan sebesar 50% dalam pembayaran uang sekolah dan uang pembangunan. Pihak yayasan panti asuhan “Y” juga menjalin kerjasama dengan perusahaan/perorangan yang bersedia membantu menyekolahkan anak ke jenjang universitas dan menerima anak untuk bekerja. Anak panti asuhan yang sudah bekerja biasanya dilepas untuk dapat berusaha sendiri namun panti asuhan memberi kesempatan kepada anak selama 5 bulan untuk tetap tinggal di panti sampai anak mampu membiayai diri sendiri.

(24)

11

Setelah lulus SLTA anak panti asuhan akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu bekerja atau melanjutkan sekolah di perguruan tinggi. Biasanya panti asuhan bekerjasama dengan pihak-pihak perusahaan untuk menyalurkan anak panti asuhan menjadi tenaga kerja. Apabila ada perusahaan yang bersedia untuk memberikan beasiswa maka anak panti asuhan dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Namun jumlah anak panti asuhan yang dapat mengenyam jenjang perguruan tinggi jumlahnya sangatlah sedikit. Oleh karena itu anak panti asuhan diharapkan berpegang pada kemampuannya sendiri dan mengusahakan penghidupannya sendiri. Keterampilan diri dan daya juang yang tinggi sangat diperlukan dalam rangka mengusahakan penghidupan yang layak bagi dirinya sendiri.

(25)

12

Berdasarkan fenomena yang ada, Peneliti tertarik untuk mengetahui explanatory style pada anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

BagaimanaExplanatory Stylepada anak usia 8-12 Tahun di Panti Asuhan”X” dan ”Y” kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk mengetahui gambaran Explanatory Style pada anak usia 8-12 Tahun di Panti Asuhan”X” dan ”Y” kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan data mengenai Explanatory Style pada Anak Usia 8-12 Tahun di Panti Asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung dan kaitannya dengan faktor-faktor lain yang dapat memunculkan Explanatory Style.

(26)

13

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi ilmu Psikologi Perkembangan dan Sosial mengenai explanatory style pada anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung.

2. Sebagai tambahan wawasan dan gagasan penelitian bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenaiexplanatory stylepada anak panti asuhan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada orang tua, guru, dan pengasuh Panti Asuhan ”X” dan ”Y” mengenai explanatory style agar berguna untuk pengembangan diri anak-anak di panti asuhan tersebut melalui pengadaan seminar kecil kepada pengasuh.

2. Memberikan informasi kepada anak panti asuhan ”X” dan ”Y” mengenaiexplanatory style agar berguna untuk pengembangan diri anak-anak di panti asuhan tersebut melalui pengadaan seminar kecil kepada anak panti asuhan.

(27)

14

Menurut Erikson (Dalam John S. Dacey dan John F. Travey, 2002), Anak usia 8-12 tahun mulai meniru figur ideal dan memperoleh informasi yang dibutuhkan serta keahlian dari kebudayaan mereka. Pada lingkungan keluarga umumnya anak dapat meniru kegiatan yang dilakukan ibu atau ayahnya. Namun pada anak panti asuhan, proses meniru didapatkan dari significant others. Anak akan belajar bagaimana cara menghadapi satu persoalan berbeda dengan persoalan lainnya dan anak juga dapat melihat figur ideal bagi mereka serta menginternalisasikannya. Selama di panti asuhan diharapkan anak panti asuhan dapat meniru explanatory style dari significant others. Explanatory style tersebut dibutuhkan agar anak dapat bertahan hidup di lingkungan masyarakat. Setelah lulus SLTA, Anak panti asuhan akan dilepaskan dalam lingkungan masyarakat secara mandiri tanpa bantuan dari pihak panti asuhan.

(28)

15

Pemikiran yang permanence always, pervasiveness global, dan personalization internal terhadap peristiwa buruk (bad events) akan menghasilkan explanatory style yang pesimis. Sebaliknya pemikiran yang permanence sometimes, pervasiveness spesific, dan personalization external terhadap peristiwa buruk (bad events) akan menghasilkan explanatory style yang optimis. (penjelasan yang good events-nya?)

Explanatory style diperoleh dari orang tua, guru, pelatih, dan media. Menurut Seligman (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style anak adalah genetics, significant others explanatory style, adult criticism, dan children’s life crisis. Faktor pertama adalah genetics, berkaitan dengan hal-hal yang diturunkan secara genetik seperti kecantikan/ketampanan, intelegensi verbal yang tinggi, keterampilan motorik, kemampuan atletik, ketajaman visual, dan lainnya. Semua keahlian tersebut dapat diturunkan namun tidak sepenuhnya diturunkan secara langsung secara genetik (Seligman, 1995). Gen mengatur faktor-faktor fisikal yang memiliki kecenderungan untuk menghasilkan pengalaman yang penting (Seligman, 1995).

(29)

16

Faktor ketiga yang mempengaruhi explanatory style anak adalah adult criticism. Pada saat anak panti asuhan melihat pengasuhnya marah dengan menggunakan kata-kata kasar, anak pun akan meniru perilaku tersebut. Ketika anak mendengar pengasuhnya mengucapkan kata-kata kasar, anak berpikir bahwa hal tersebut adalah tindakan yang wajar untuk dilakukan sehingga anak meniru mengucapkan kata-kata kasar kepada temannya.

Faktor keempat yang mempengaruhi explanatory style anak adalah children’s life crisis antara lain kematian ibu, kematian binatang peliharaan, kekerasan fisik, penolakan kasar, dan penyakit yang diderita saudara kandung. Anak melihat orang tua yang meninggal atau binatang peliharaan yang mati tidak akan kembali lagi sehingga membuat anak mengembangkan explanatory style pesimis. Anak panti asuhan yang tidak diinginkan keberadaannya merasa bahwa dirinya tidak berarti dan tidak dapat merubah keadaan. Pemikiran tersebut akan dipakai untuk menjelaskan peristiwa lain dalam hidupnya. Ketika anak mendapat kritikan dari guru atau orang tua, hal itu akan mempengaruhi cara anak mengkritik dirinya sendiri, yaitu dengan meniru explanatory style dari guru atau orang tua mereka (Seligman, 1995). Guru mengkritik dengan mengatakan,”Kamu selalu saja tidak menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik”. Anak panti asuhan akan meniru explanatory style tersebut dan berpikir bahwa bagaimanapun usahanya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tetapi hasilnya tetap kurang baik.

(30)

17

events) itu sebagai tantangan. Mereka tidak menyalahkan diri sendiri ketika peristiwa buruk (bad events) terjadi, dapat membangun pertahanan diri yang baik yaitu ketika mengalami peristiwa buruk (bad events) masih dapat berhubungan baik dengan teman-temannya. Demikian pula saat peristiwa baik (good events) terjadi, anak dapat memuji diri sendiri sebagai penghargaan akan keberhasilannya, serta dapat menyeimbangkan pekerjaan sekolah dengan hubungan yang baik dengan teman-temannya. Sedangkan ciri anak yang pesimis yaitu berlarut-larut dalam peristiwa buruk (bad events) yang menimpa dirinya, menganggap kegagalan yang terjadi pada satu aspek akan menimpa seluruh aspek kehidupannya yang lain, dan menyalahkan diri sendiri ketika peristiwa buruk (bad events) terjadi (Seligman, 1995).

Kesimpulannya anak yang optimis saat menghadapi peristiwa buruk (bad events) menunjukkan pemikiran yang permanence-sometimes, pervasiveness-spesific, dan personalization-external. Sedangkan anak yang pesimis saat menghadapi peristiwa buruk (bad events) menunjukkan pemikiran yang permanence-always, pervasiveness-global, dan personalization-internal.

Anak yang optimis saat menghadapi peristiwa baik (good events) menunjukkan pemikiran yang permanence-always, pervasiveness-global, dan personalization-internal. Sedangkan anak yang pesimis saat menghadapi peristiwa baik (good events) menunjukkan pemikiran yang permanence-sometimes, pervasiveness-spesific, dan personalization-external.

(31)

18

1.6 Asumsi

Berdasarkan uraian di atas diasumsikan bahwa:

1. Explanatory stylepada anak panti asuhan ”X” dan ”Y” dapat diketahui melalui tiga dimensi, yaitu permanence, pervasiveness,danpersonalization.

2. Explanatory style pada anak panti asuhan ”X” dan ”Y” dipengaruhi oleh significant others explanatory style,adult criticism, danchildren’s life crisis. 3. Setiap anak panti asuhan ”X” dan ”Y” memiliki explanatory style yang

(32)
(33)

61 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data hasil penelitian mengenai Explanatory Style

terhadap anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung,

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Explanatory Style18 orang anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan

”X” dan ”Y” kota Bandung adalah pesimis. Dalam peristiwa baik (good

event), anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota

Bandung yang pesimis memandang bahwa keadaan yang dialaminya bersifat

permanence-sometimes, pervasiveness-spesific dan personalization-external.

Sedangkan dalam peristiwa buruk (bad event), anak usia 8-12 tahun yang

tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung yang pesimis memandang

bahwa keadaan buruk yang dialaminya bersifat permanence-always,

pervasiveness-global,danpersonalization-internal.

2. Explanatory Style 12 orang anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti

asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung yang optimis memiliki cara pandang

(34)

personal-62

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA internal dalam peristiwa baik (good events). Sedangkan dalam peristiwa

buruk (bad events), anak usia 8-12 tahun yang tinggal di panti asuhan ”X”

dan ”Y” kota Bandung yang pesimis memandang bahwa peristiwa buruk

yang mereka alami bersifat permanence-always, pervasiveness-global,dan

personalization-internal.

3. Terdapat Explanatory Style yang berbeda pada 8 orang anak panti asuhan

”X” dan ”Y” kota Bandung yang pesimis yaitu mereka memiliki pandangan

terhadap peristiwa buruk (bad events) yang permanence-sometimes,

pervasiveness-global, dan personalization-internal. Mereka memiliki

pandangan terhadap peristiwa buruk (bad events) yang

permanence-sometimes karena mendapatkan pengarahan dan dukungan dari pengasuh

maupun guru.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti

mengajukan beberapa saran yang dapat bermanfaat, yaitu:

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

1. Melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor penunjang yang

mempengaruhiExplanatory Stylepada anak usia 8-12 tahun yang tinggal di

(35)

63

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA asuhan dan informasi keberadaan anak dititipkan mulai usia berapa.

(Kenapa/untuk apa?)

2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai penghayatan anak ketika

dibesarkan di panti asuhan.(Idem)

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Bagi pihak pengasuh, guru, dan orang tua dari anak usia 8-12 tahun yang

tinggal di panti asuhan ”X” dan ”Y” kota Bandung, agar dapat menilai

masalah secara spesifik dengan cara menggunakan kata-kata yang sifatnya

sementara (misalnya akhir-akhir ini, hari ini, dll) (apa guna dari

penggunaan kata-kata yang sifatnya sementara ini?) serta dapat

mengkritik anak denganexplanatory styleyang optimis.

2. Bagi panti asuhan “X” dan “Y” Bandung, agar dapat menggunakan hasil

penelitian ini sebagai informasi bahwa dukungan dari lingkungan yaitu

pengasuh, guru, dan orang tua dapat mempengaruhi Explanatory Style pada

anak panti asuhan. Oleh karena itu panti asuhan dapat memberikan seminar

kecil kepada pengasuh, guru, dan orang tua untuk mengembangkan

explanatory style yang optimis dengan cara mengubah pola pikir anak sejak

dini seperti mengajarkan anak untuk melihat konsekuensi yang spesifik dari

tindakan yang dilakukan, membiarkan anak menyelesaikan masalahnya

sendiri, mengkritik anak dengan akurat, dan mendampingi anak ketika

(36)

64

(37)

x

DAFTAR PUSTAKA

Bruno, Frank J. 1992. The Family Encyclopedia of Child Psychology and Development.United States of America: Courier Companies, Inc.

Dacey, John S., dan Travers John F. 2002. Human Development: Across The Lifespan. New York: Mc Graw Hill.

E. Laura, Berk. 1997.Child Development, fourt edition. USA: Allyn dan Bacon.

Guilford J. 1973. Fundamental Statistics in Psychology and Education, fifth edition.Tokyo: Mc Graw Hill-Kogakusha Co. Ltd.

Jersild, Arthur T. 1960. Child Psychology, fifth edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall International.

Kartono, Kartini. 2004.Kamus Lengkap Psikologi, edisi kesembilan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Nazir, Moh. 2003.Metode Penelitian, edisi kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock W. John. 2003.Psychology, seventh edition. USA: Mc Graw Hill.

Seligman, Martin E. P. 1990.Learned Optimism.New York: Knopf Inc.

Seligman, Martin E. P. 1995. The Optimistic Child: A Revolutionary Program That Saveguard Children Against Depression and Builds Lifelong Resilience.New York: Knopf Inc.

Smith Peter K., Cowie Helen, dan Blades Mark. 1998. Understanding Children’s Development, twelve edition. New York: Mc Graw Hill.

(38)

xi

Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial Jawa Barat. 1989.

Esterina, Tjong Ria. 2007. Suatu Studi Deskriptif Mengenai Konsep Diri pada Remaja Panti Asuhan Putra “X” Kota Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Megawati. 2007. Survei Mengenai Ethnic Identity Mahasiswa Keturunan Tionghwa Fakultas ”X” di Universitas ”Y” Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Murwaniati, Niken Karawa. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Explanatory Style pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Rawat Jalan di RS ”X” Kota Bandung.Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Octavacariani, Mita. 2010. Studi Kasus Mengenai Explanatory Style pada Penderita Kanker Payudara Stadium II di Rumah Sakit ”X” Kota Bandung.Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Sielyna, Fransisca. 2002. Hubungan Antara Optimisme dan Prestasi Akademik pada Siswa Siswi Kelas VI Sekolah Dasar “X” di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Wawancara dengan pengasuh Panti Asuhan ”X” dan ”Y”. 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Catu daya merupakan piranti elektronika yang dirancang untuk memberikan daya pada piranti elektronika lainnya.Saat merakit sebuah catu daya, diperlukan satu cara

Peserta didik dikatakan berhasil dengan cukup bila dapat menguasai 50% - 69% aspek yang dinilai. Peserta didik dikatakan berhasil dengan belum berhasil bila tidak

Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa faktor keuangan (rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio nilai pasar, rasio pertumbuhan penjualan) dan

Analysis of code-switching and code-mixing among bilingual children: two case studies of Serbian-English language interaction (Doctoral dissertation, Wichita

Oleh karena itu pada penelitian kali ini dibuat sebuah aplikasi yang menggunakan tahapan pengembangan sistem metode prototype untuk membantu masyarakat untuk

Makalah ini membahas implementasi PEAP menggunakan Remote Access Dial In User Service (RADIUS) , mulai dari perancangan arsitektur jaringan komputer nirkabel berbasis

dengan segala aktifitas yang terdapat pada Bank BNI Bukittinggi dalam. memberikan pelayanan

Setelah Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada Juli 1997, permasalahan utama dalam arus modal di Indonesia adalah volatilitas arus modal yang