vi Universitas Kristen Maranatha
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara gratitude terhadap penghayatan subjective well-being pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 16 orang.
Alat ukur dalam penelitian ini terdiri dari 3 kuesioner. Kuesioner pertama yaitu kuesioner gratitude yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori Robert Emmons yang terdiri dari 12 item pilihan ganda, kedua yaitu kuesioner subjective well-being yang terdiri dari dua bagian, alat ukur yang digunakan adalah alat ukur dari peneliti SWB yaitu Ed Diener. Alat ukur tersebut yaitu Scale of Positive and Negative affect (SPANE) yang terdiri dari 12 item untuk mengukur komponen afektif, serta Satisfaction With Life Scale (SWLS) yang terdiri dari 5 item untuk mengukur komponen kognitif.
Validasi kuesioner subjective well-being menggunakan rank spearman dengan nilai diatas 0.3 sehingga dikatakan valid, dan untuk reliabilitas kuesioner menggunakan alpha cronbach dengan nilai reliabilitas SPANE positif sebesar 0.85, SPANE negatif sebesar 0.66, serta SWLS sebesar 0.89. Penelitian ini juga menjaring data sosio-demografis yaitu, usia, riwayat penyakit, relasi sosial, kegiatan.
Data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan koefisien kontingensi dan dibantu dengan program SPSS 21. Berdasarkan pengolahan data, didapatkan koefisien korelasi untuk gratitude dan subjective well-being sebesar 0.34. kesimpulan yang diperoleh yaitu tidak terdapat hubungan antara gratitude dan subjective well-being.
vii Universitas Kristen Maranatha
Abstract
This study aimed is to investigate the relation between gratitude and subjective well-being among older adults in ‘X’ nursing home of woman Bandung”. Total respondents in this research are 16 people.
The measurement instrument that was used in this research are consist three types of questionnaire. The first questionnaire is gratitude questionnaire made by researcher based on Robert Emmons theory which consists of 12 multiple choice items. Second questionnaire is subjective well-being questionnaire which consists of two types questionnaire based on Ed Diener theory. The questionnaire are scale of the positive and negative affect (SPANE) which consist of 12 items to measured the affective component. The third questionnaire is satisfaction with life scale (SWLS) which consist of 5 items to measured cognitive component or life satisfaction. In this study, researcher also obtained socio-demographic data including, age, case history, social relation, and activity.
The validity that was used to measured the subjective well-being questionnaire is based on rank spearman method with scored above 0.3 is valid, and to measured the reliability, researcher used alpha cronbach method, based on the reliability result which obtained 0.85 for SPANE positive, 0.66 for SPANE negative, and 0.89 for SWLS.
The process and analysis of the data was measured using contingency coefficient and the SPSS 21 program. Based on data processing which obtained 0.34 as a coefficient correlation. The conclusion that comes from the result is there wasn’t any relation between gratitude and subjective well-being.
viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN……….ii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN………iii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN………...iv
KATA PENGANTAR……….v
ABSTRAK………..vi
ABSTRACT……… vii
DAFTAR ISI………viii
DAFTAR TABEL………...xii
DAFTAR BAGAN………...xiii
DAFTAR LAMPIRAN……….xiv
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah………. 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 10
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian... 11
1.5 Kerangka Pemikiran ... 12
1.6 Asumsi ... 21
1.7 Hipotesis ... 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..22
ix Universitas Kristen Maranatha
2.1.1 Pengertian Subjective Well Being... 22
2.1.2 Komponen-Komponen Subjective Well Being ... 23
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being…….. 23
2.1.3.1 Usia………23
2.1.3.2 Kesehatan………...24
2.1.3.3 Kegiatan dan Aktivitas……….. 25
2.1.3.4 Relasi Sosial……….. 25
2.1.4 Subjective well-being Pada Lansia……….26
2.2 Gratitude………....27
2.2.1 Pengertian Gratitude………. 27
2.2.2 Aspek-aspek Gratitude... … 28
2.2.3 Kategori Gratitude……… 29
2.2.3.1 Nongratitude dan Ingratitude……… 29
2.3 Late Adulthood………...30
2.3.1 Tugas perkembangan Late Adulthood ... 30
2.3.2 Karakteristik Late Adulthood……….32
2.3.2.1 Perubahan Fisik………..32
2.3.2.2 Perubahan Fisiologis…………..…………...33
x Universitas Kristen Maranatha
2.3.2.4 Perubahan Sosioemosional………37
2.4 Hubungan Gratitude dan Subjective Well-Being………...39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 41
3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 41
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42
3.3.1 Variabel Penelitian ... 42
3.3.2 Definisi Operasional... 42
3.3.2.1 Subjective Well-Being………42
3.3.2.2 Gratitude………43
3.4 Alat Ukur ... 45
3.4.1 Alat Ukur Variabel Subjective Well-Being ... 45
3.4.1.1 Skoring Alat Ukur Subjective Well-Being ... 47
3.4.1.2 Validitas Alat Ukur Subjective Well-Being………47
3.4.1.3 Reliabilitas Alat Ukur Subjective Well-Being………48
3.4.2 Alat Ukur Variabel Gratitude…………..………..49
3.4.2.1 Skoring Alat Ukur Gratitude………...50
3.4.2.2 Validitas Alat Ukur Gratitude………51
3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang……….51
3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 51
3.5.1 Populasi Sasaran ... 51
3.5.2 Karakteristik Sampel ... 52
xi Universitas Kristen Maranatha
3.6 Teknik Analisis Data ... 52
3.7 Hipotesa Statistika ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden………54
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………..54
4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit……….55
4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Relasi Sosial………55
4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Kegiatan………56
4.2 Hasil Penelitian………56
4.2.1 Hubungan Gratitude dan Subjective Well-Being………..56
4.3 Pembahasan……….57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………..62
5.2 Saran……….63
5.2.1 Saran Teoritis………63
5.2.2 Saran Praktis……….64
DAFTAR PUSTAKA………65
DAFTAR RUJUKAN ... 66
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Alat Ukur SWLS……….45
Tabel 3.2 Tabel Alat Ukur SPANE………...46
Tabel 3.3 Tabel Kriteria Validitas Kaplan & Saccuzzo……….48
Tabel 3.4 Tabel Kriteria Korelasi Guilford ... 48
Tabel 3.5. Tabel Alat Ukur Gratitude ... 49
Tabel 3.6. Tabel Kriteria Korelasi Guilford ... 53
Tabel 4.1 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Usia……….54
Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit………..55
Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Relasi Sosial……….55
Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kegiatan…..56
xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran... 20
xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Letter of consent dan Alat Ukur
Lampiran B Gambaran Hasil Penelitian dan Data Penunjang
Lampiran C Gambaran Panti Werdha
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Lansia merupakan periode perkembangan yang dimulai pada usia 65
sampai kematian. Neugarten (dalam Whitbourne & Whitbourne, 2011)
membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.
Pada tahapan ini, lansia mempersiapkan diri untuk kematian pasangan atau
anggota keluarga, mempersiapkan diri dengan kehidupan yang baru, berusaha
mencari makna dari hal-hal penting yang terjadi di kehidupannya, selain itu
lansia juga menghadapi perubahan-perubahan yang signifikan terutama yang
berhubungan dengan kesehatan dan keadaan fisiknya.
Terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada individu lansia yaitu
mencakup perubahan pada kondisi fisik dan psikis. Whitbourne & Whitbourne
(2011) perubahan pada warna kulit, menunjukkan tanda-tanda keriput serta
bintik-bintik yang disebut sebagai tanda penuaan. Selain itu kuku tumbuh
lebih lambat, menguning dan menjadi tebal, kehilangan gigi dan gigi berubah
warna karena kehilangan enamel. Kecepatan berjalan dan bergerak semakin
menurun, hilangnya massa otot sehingga lebih beresiko untuk jatuh, serta
perubahan-perubahan lainnya dalam hal pendengaran, penglihatan dan lain
sebagainya. Selain terdapat perubahan fisik yang dapat terlihat secara
langsung, terdapat juga perubahan psikologis pada lansia meliputi
Universitas Kristen Maranatha 2
dalam hal memori yaitu short term dan long term memory. Berdasarkan
perubahan-perubahan tersebut, yaitu menurunnya fungsi fisik dan psikis,
maka lansia membutuhkan banyak bantuan dalam menjalani aktivitas-aktivitas
kehidupannya, baik itu bantuan dari keluarga ataupun orang lain di sekitarnya.
Bagi lansia yang tidak mendapatkan perawatan dari keluarga, maka panti
werdha menjadi salah satu alternatif bagi lansia untuk mendapatkan perawatan
dan pelayanan secara memadai dan sesuai dengan kebutuhannya. Menurut UU
no.12 tahun 1996, panti werdha adalah tempat dimana berkumpulnya
orang-orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak
keluarga untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang
dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta.
Dari sekian banyak panti werdha yang ada di Kota Bandung, Panti
Werdha Wanita “X” merupakan salah satu bentuk panti sosial yang bertujuan
untuk membina dan membantu para lansia serta memerhatikan dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar lansia, bimbingan keagamaan dan keterampilan.
Panti werdha ini tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan sandang
pangan dan papan saja, tetapi juga mengedepankan program pelatihan
keterampilan yang bisa dilakukan lansia di waktu luangnya. Pelatihan
keterampilan tersebut mencakup kegiatan membuat berbagai macam kerajinan
dengan memanfaatkan barang bekas, membuat berbagai macam souvenir dari
bahan rajutan dan lain sebagainya. Pihak Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota
Bandung menyebut kegiatan keterampilan ini sebagai program unggulan yang
Universitas Kristen Maranatha 3
membuat lansia tetap produktif, tetapi melalui kegiatan keterampilan tersebut
lansia juga bisa mendapatkan uang saku tambahan dari hasil kerajinan yang
dijualnya tersebut. Pihak Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung juga
memfasilitasi para lansia dengan sebuah koperasi. Hasil karya seni tersebut
dipajang serta dijual kepada pengunjung yang datang ke panti werdha, selain
itu keuntungan dari penjualan hasil karya tersebut menjadi penghasilan
tambahan bagi lansia yang membuat kerajinan tersebut.
Karakteristik lansia yang tinggal di panti werdha ini berkisar antara usia
60 – 80 tahun, lansia yang tinggal di panti werdha ini juga memiliki latar
belakang keluarga yang berbeda-beda, ada yang berasal dari keluarga
menengah ke bawah, berkecukupan, bahkan mereka yang hidup terlantar
sebelum tinggal di panti werdha. Lansia yang tinggal di panti werdha ini
mendapatkan fasilitas secara gratis, fasilitas-fasilitas tersebut antara lain
kebutuhan sandang pangan dan papan, pemeriksaan kesehatan rutin, kegiatan
olahraga ringan seperti senam, serta pemberian uang saku secara rutin yang
dilakukan setiap satu minggu sekali. Fasilitas-fasilitas yang diberikan tersebut
merupakan fasilitas gratis yang diberikan oleh pihak panti werdha, sehingga
biayanya tidak dibebankan kepada keluarga ataupun lansia yang bersangkutan.
Para lansia yang tinggal di panti ada yang masih memiliki sanak saudara,
ada juga lansia yang sudah tidak memiliki sanak saudara. Bagi lansia yang
masih memiliki sanak saudara, pihak panti werdha memperbolehkan pihak
keluarga untuk berkunjung. Selain itu, lansia juga diperbolehkan untuk
Universitas Kristen Maranatha 4
Bagi lansia yang masih memiliki keluarga, biasanya lansia diperbolehkan
untuk pulang ke rumah ketika Hari Raya Idul Fitri, ataupun acara keluarga
lainnya. Selain diperbolehkan untuk sesekali menjenguk keluarganya, lansia
di Panti Werdha Wanita “X” ini diperbolehkan untuk bepergian ke luar panti,
seperti berbelanja ke pasar, membeli obat ke apotek dan lain sebagainya.
Berdasarkan wawancara dengan pihak Sekretaris Panti Werdha Wanita
‘X’ Kota Bandung, meskipun pihak pengurus panti telah berusaha untuk
memberikan fasilitas-fasilitas terbaik kepada setiap penghuni panti, akan
tetapi terdapat beberapa lansia yang merasa tidak betah dan tidak nyaman
tinggal di panti werdha, juga terdapat beberapa lansia yang sering bertengkar
dengan sesama lansia lainnya, sehingga pihak panti werdha harus memisahkan
lansia tersebut agar tidak berada dalam satu kamar yang sama, serta terdapat
lansia yang meminta untuk pulang kembali kepada keluarganya.
Selama tinggal di panti werdha, selain lansia harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan tempat tinggal yang baru, lansia juga berusaha
menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan sesama lansia penghuni
panti werdha lainnya. Di samping itu, selama tinggal di panti werdha lansia
juga banyak merasakan pengalaman-pengalaman atau hal-hal yang bersifat
menyenangkan seperti merasa senang karena bisa bertemu dengan sesama
lansia yang memiliki kesamaan nasib, bahagia karena bisa mempelajari
keterampilan baru di panti werdha dan lain sebagainya. Selain merasakan
pengalaman-pengalaman dan perasaan yang menyenangkan, tentunya diiringi
Universitas Kristen Maranatha 5
seperti merasa sedih karena terpisah dengan keluarga dan merasa kesepian.
Sejumlah perasaan dan penghayatan yang dirasakan oleh lansia selama tinggal
di panti werdha, serta penilaian lansia mengenai keadaannya di panti werdha
tersebut berkaitan dengan subjective well being yang biasa disingkat dengan
SWB.
Muba (2009) menjabarkan bahwa apabila individu memiliki pandangan
yang positif mengenai kebahagiaan dan kepuasaan hidup, maka mereka
cenderung bersikap lebih bahagia dan lebih puas. Berangkat dari penjabaran
tersebut, SWB dapat dikatakan penting bagi lansia karena apabila lansia
menganggap bahwa keadaannya di panti werdha secara positif, maka lansia
bisa lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan di panti werdha dan akan
lebih bahagia dan lebih puas dengan keadaannya tersebut. SWB yang dimiliki
lansia juga dapat membantu lansia untuk mengatasi permasalahan yang
sedang dialami oleh lansia tersebut. Sejumlah perasaan yang dialaminya serta
penilaian lansia mengenai keadaannya tersebut akan mempengaruhi
bagaimana lansia memandang penghayatan SWB masing-masing.
SWB yaitu evaluasi seseorang mengenai kehidupannya. Evaluasi tersebut
mencakup penilaian afektif dan kognitif (Diener, 1997). Evaluasi ini
mencakup reaksi emosional terhadap suatu kejadian serta penilaian kognitif
mereka mengenai kepuasaan dan pemenuhan yang dirasakannya. Terdapat 2
komponen dari SWB, yaitu komponen afektif dan komponen kognitif.
Komponen afektif mencakup positive affect dan negative affect, serta
Universitas Kristen Maranatha 6
mencakup emosi dan suasana hati yang menyenangkan, negative affect yaitu
mencakup emosi dan suasana hati yang tidak menyenangkan, sedangkan life
satisfaction mencakup penilaian yang dilakukan individu terhadap keadaan
atau situasi kehidupannya saat ini.
Individu bisa dikatakan menghayati SWB tinggi apabila individu tersebut
lebih banyak menghayati perasaan-perasaan yang menyenangkan (positive
affect) dibandingkan dengan negative affect yang dirasakannya, serta
menghayati kepuasaan yang tinggi mengenai kehidupannya. Sedangkan
individu dikatakan menghayati SWB rendah apabila individu tersebut lebih
banyak menghayati negative affect dibandingkan dengan positive affect yang
dirasakannya, serta menghayati kepuasan yang rendah mengenai
kehidupannya. Diener juga mengemukakan bahwa individu wanita cenderung
lebih banyak menghayati emosi-emosi dan pengalaman yang menyenangkan
dibandingkan dengan emosi dan pengalaman yang kurang menyenangkan.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan terhadap 10 lansia di Panti
Werdha “X” Kota Bandung diperoleh data bahwa 4 dari 10 orang (40%) lansia
menghayati bahwa mereka lebih banyak merasakan perasaan-perasaan yang
menyenangkan selama tinggal di panti werdha, lansia menghayati bahwa
dengan perlakuan yang hangat dari perawat serta sesama penghuni panti,
membuat lansia merasa senang dan lebih mudah untuk beradaptasi dengan
lingkungan tersebut, selain itu ditambah dengan adanya teman yang bisa
diajak berbagi mengenai keadaan masing-masing, dan terdapat kegiatan di
Universitas Kristen Maranatha 7
senang tinggal di panti werdha, meskipun tinggal terpisah dari keluarganya.
Lansia juga merasa dengan tinggal di panti werdha, semua kebutuhannya
sudah terpenuhi, berbeda dengan keadaan sebelum tinggal di panti. Lansia
juga merasa dengan tinggal di panti, lansia memiliki banyak waktu untuk
melakukan kegiatan ibadah, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang
diminatinya. Dengan tinggal di panti, lansia merasa bahwa kesehatannya lebih
terjaga sehingga bisa dengan mudah melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.
Lansia juga menilai bahwa keadaannya di panti jauh lebih menyenangkan
dibandingkan sebelum tinggal di panti werdha.
Sedangkan 6 lansia lainnya, yaitu 6 dari 10 orang (60%) lansia lebih
banyak menghayati perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan selama
tinggal di panti werdha. Terdapat 2 orang lansia yang merasa kesepian selama
tinggal di panti werdha, mereka merasa sedih karena selalu teringat dengan
keluarga ataupun cucunya, sehingga mereka berusaha menyibukkan dirinya
sendiri dengan memperbanyak aktivitas ibadah ataupun mengikuti
kegiatan-kegiatan lain di panti werdha. Terdapat 3 orang lansia yang meminta untuk
kembali tinggal bersama dengan sanak saudaranya, lansia tersebut merasa
lebih nyaman tinggal bersama dengan keluarganya, akan tetapi meskipun
mereka selalu ingin pulang kembali ke keluarganya, mereka merasa bingung
harus pulang kemana karena sudah tidak ada lagi yang mengurus. Serta 1
orang lansia di panti werdha yang mengalami kesulitan untuk beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi di panti werdha, sehingga
Universitas Kristen Maranatha 8
ataupun kegiatan lainnya. Selain itu, permasalahan-permasalahan yang
muncul dengan sesama penghuni panti lainnya kadang membuat lansia merasa
kesal dan sedih.
Ketika lansia menghayati SWB yang tinggi dalam kehidupannya, maka
lansia akan lebih bahagia dan mampu menyelesaikan permasalahan yang
dialaminya selama tinggal di panti werdha. Akan tetapi, ketika lansia
menghayati SWB yang rendah, maka lansia akan menganggap bahwa segala
sesuatu yang dialaminya selama tinggal di panti werdha merupakan hal-hal
yang tidak menyenangkan, lansia juga kurang bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, dan memandang kehidupannya secara pesimis. Hal tersebut
akan berdampak pada kepuasan yang dimilikinya dalam memandang
kehidupannya, sehingga lansia akan menilai bahwa dirinya tidak bahagia
dalam menjalani kehidupannya tersebut, sehingga penting bagi lansia untuk
menghayati SWB yang tinggi.
Dalam menyikapi pengalaman serta perasaan-perasaan yang dialaminya
selama tinggal di panti werdha, tentunya lansia memiliki cara masing-masing
dalam memandang keadaannya tersebut, salah satunya dengan cara bersyukur
mengenai keadaannya saat ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Emmons & Mc Cullough, (2003), bahwa SWB dapat ditingkatkan dengan
adanya gratitude. Individu yang bersyukur dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan peningkatan beberapa positive
variable, termasuk hope dan SWB. Selain itu, individu yang bersyukur juga
Universitas Kristen Maranatha 9
Gratitude adalah keadaan di mana individu mengakui telah menerima
hadiah/keuntungan/hal yang baik, individu memahami nilai dari hal yang baik
tersebut serta menghargai niat dari pemberi (Emmons, 2007). Terdapat dua
aspek dari gratitude, yaitu recognition dan acknowledgment. Recognition
yaitu bahwa individu mengenali bahwa dirinya telah mendapatkan pemberian
dari orang lain, sedangkan acknowledgement yaitu bahwa individu mengakui
dirinya telah menerima pemberian dari orang lain dan pemberian yang
didapatkannya tersebut mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri.
Emmons (2007) membagi gratitude kedalam 3 kategori yaitu gratitude,
nongratitude dan ingratitude. Nongratitude yaitu keadaan dimana individu
gagal untuk mengenali bahwa dirinya telah mendapatkan pemberian dari
orang lain, serta gagal untuk mengakui bahwa dirinya telah mendapatkan
manfaat dari pemberian yang didapatkannya tersebut. Sedangkan ingratitude
yaitu suatu keadaan dimana individu berusaha mencari-cari keburukan dari
pemberian tersebut, meragukan niat dari orang yang memberikan sesuatu atau
kebaikan pada dirinya.
Dalam memandang keadaannya selama tinggal di panti werdha, lansia
yang memiliki gratitude tentunya mengenali dan mengakui bahwa lansia telah
menerima berbagai macam pemberian dan fasilitas dari panti werdha, juga
mendapatkan manfaat dan kemudahan dengan adanya pemberian fasilitas
tersebut. Dalam hal ini, lansia berusaha agar selalu mengingat kebaikan yang
telah diberikan oleh pihak panti werdha, dan menganggapnya sebagai suatu
Universitas Kristen Maranatha 10
bagi lansia yang memiliki nongratitude lansia gagal dalam mengenali dan
mengakui bahwa lansia telah mendapatkan pemberian, serta lansia juga
berusaha untuk mencari keburukan dari setiap pemberian yang telah
didapatkannya selama tinggal di panti werdha apabila lansia memiliki
ingratitude.
Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah diuraikan mengenai SWB
pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung dan adanya hasil
penelitian mengenai keterkaitan gratitude dan SWB, maka peneliti ingin
mengetahui apakah terdapat hubungan antara Gratitude dan Subjective
Well-Being pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung.
1.2Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui apakah ada hubungan antara gratitude
dan subjective well being pada individu lanjut usia di Panti Werdha Wanita ‘X’
Kota Bandung.
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
gratitude dan subjective well being pada individu lanjut usia di Panti Werdha
Universitas Kristen Maranatha 11
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara gratitude dengan subjective well being pada lansia di Panti
Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung.
1.4Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
- Memberikan informasi mengenai hubungan antara gratitude dan
subjective well being bagi bidang ilmu Positive Psychology pada
individu lanjut usia.
- Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan
penelitian dengan topik gratitude dan subjective well being.
1.4.2 Kegunaan Praktis
- Memberikan informasi kepada pihak Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota
Bandung yaitu pengurus dan perawat Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota
Bandung mengenai sikap gratitude yang dimiliki oleh individu lanjut
usia di Panti Werdha “X” tersebut dan kaitannya dengan level
subjective well being yang diperoleh, sehingga pihak Panti Werdha
“X” Kota Bandung bisa membantu lansia di Panti Werdha “X”
tersebut agar dapat mencapai SWB yang tinggi baik itu dalam segi
Universitas Kristen Maranatha 12
- Memberikan informasi kepada individu lanjut usia di Panti Werdha
Wanita ‘X’ Kota Bandung mengenai sikap gratitude dan subjective
well being mereka sendiri. Diharapkan mereka dapat mencapai atau
mempertahankan gratitude mereka dalam mencapai penghayatan
subjective well being yang tinggi.
1.5Kerangka Pemikiran
Menurut Neugarten (dalam Whitbourne & Whitbourne, 2011) lansia
dimulai pada usia 65 tahun sampai dengan kematian. Pada tahapan ini, lansia
mempersiapkan diri untuk kematian pasangan atau anggota keluarga,
mempersiapkan diri dengan kehidupan yang baru, berusaha mencari makna dari
hal-hal penting yang terjadi di kehidupannya, selain itu lansia juga menghadapi
perubahan-perubahan yang signifikan terutama yang berhubungan dengan
kesehatan dan keadaan fisiknya.
Dalam menghadapi perubahan-perubahan fisik dan psikis yang dialaminya
tersebut, lansia membutuhkan support system dari keluarga. Bagi lansia yang
tidak mendapatkan perawatan dari keluarga, maka panti werdha merupakan salah
satu alternatif bagi lansia untuk mendapatkan perawatan dan pelayanan secara
memadai dan sesuai dengan kebutuhannya. Tinggal di panti werdha tentunya
bukan menjadi hal yang mudah bagi sebagian lansia, lansia harus berusaha
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang baru dan keadaan tempat tinggal di
panti werdha, sekaligus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lansia lain yang
Universitas Kristen Maranatha 13
macam perasaan dan pengalaman yang menyenangkan bahkan perasaan dan
pengalaman yang tidak menyenangkan sekalipun.
Tentunya ada beberapa hal yang menyebabkan lansia mengalami perasaan
dan pengalaman-pengalaman menyenangkan selama tinggal di panti werdha,
seperti senang bisa berkumpul dengan sesama lansia lainnya, bahagia karena bisa
menguasai keterampilan baru yang didapatkan di panti werdha, dan lain
sebagainya. Selain mengalami perasaan dan pengalaman yang menyenangkan,
lansia juga mengalami perasaan dan pengalaman yang kurang menyenangkan
selama tinggal di panti werdha, seperti merasa sedih karena tinggal terpisah
dengan keluarganya, merasa kesepian, merasa tidak bisa menyesuaikan diri
dengan keadaan di panti werdha, atau merasa tidak memiliki teman yang bisa
diajak berbagi dan lain sebagainya. Perasaan-perasaan serta
pengalaman-pengalaman baik yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan yang
dirasakan oleh lansia selama tinggal di panti werdha tersebut berhubungan dengan
subjective well being, yang biasa disingkat dengan SWB.
SWB yaitu penilaian afektif dan kognitif seseorang mengenai
kehidupannya. SWB mencakup pengalaman-pengalaman emosi yang
menyenangkan, rendahnya tingkat perasaan-perasaan negatif yang dialami, dan
tingginya kepuasaan individu terhadap kehidupannya (Diener, 1984). Lansia yang
memiliki SWB cenderung lebih bahagia dan lebih puas dalam menjalani
kehidupannya di panti werdha. Terdapat dua komponen yang digunakan untuk
Universitas Kristen Maranatha 14
dari positive affect dan negative affect, sedangkan komponen kognitif terdiri dari
life satisfaction.
Komponen afektif mencakup sejumlah perasaan yang dirasakan oleh
lansia pada saat tinggal di panti werdha. Pada saat tinggal di panti werdha,
tentunya lansia merasakan emosi-emosi tertentu seperti perasaan senang karena
kebutuhannya terpenuhi, mendapatkan kunjungan dari orang di luar panti jompo,
dan bisa berkumpul dengan lansia lainnya yang memiliki kesamaan nasib,
ataupun merasakan perasaan-perasaan sedih dan lain sebagainya. Komponen
kognitif dari SWB yaitu life satisfaction. Life satisfaction mengacu pada
bagaimana kepuasaan lansia terhadap hidupnya, yakni bagaimana lansia
memandang keadaan hidupnya ketika tinggal di panti werdha.
Lansia yang dikatakan menghayati SWB yang tinggi, yaitu apabila lansia
lebih banyak mengalami perasaan-perasaan yang menyenangkan ketika tinggal di
panti, sehingga lansia banyak menghayati positive affect selama tinggal di panti
werdha tersebut, negative affect yang cenderung rendah/sedikit, dan menghayati
kepuasan yang tinggi mengenai kehidupannya. Sedangkan lansia yang dikatakan
menghayati SWB yang rendah yaitu apabila lansia lebih banyak mengalami
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan, positive affect yang sedikit, serta
kepuasan yang rendah mengenai kehidupannya. Positive dan negative affect yang
dirasakannya selama tinggal di panti werdha tersebut, akan memengaruhi
bagaimana lansia memandang kepuasan mengenai kehidupannya.
Terlepas dari berbagai perasaan serta pengalaman yang dirasakannya
Universitas Kristen Maranatha 15
sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, seperti disediakan tempat tinggal,
makanan, pakaian, pemeriksaan kesehatan, serta diberikannya kegiatan-kegiatan
bermanfaat untuk mengisi waktu luang. Oleh karena itu, lansia diharapkan bisa
memiliki sikap gratitude dalam memandang keadannya tersebut, karena ketika
lansia memiliki sikap gratitude, lansia cenderung lebih bahagia dan mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Emmons dan McCullough (2003) mengatakan bahwa individu yang
mempraktekkan gratitude baik tiap hari ataupun tiap minggu dapat meningkatkan
sejumlah variabel positive affect, termasuk harapan dan subjective well being.
Selain itu dapat juga mengurangi sejumlah variabel negative affect. Gratitude
dapat membantu meningkatkan subjective well being yaitu dengan cara
meningkatkan salah satu pengalaman mengenai kejadian-kejadian positif,
meningkatkan kemampuan coping terhadap kejadian-kejadian yang tidak
menyenangkan, serta memperluas jaringan sosial dari individu (Emmons &
McCullough, 2003; Watkins, in press).
Emmons (2007) membagi gratitude kedalam 3 kategori yaitu gratitude,
nongratitude dan ingratitude. Nongratitude yaitu keadaan dimana individu gagal
untuk mengenali bahwa dirinya telah mendapatkan pemberian dari orang lain,
serta gagal untuk mengakui bahwa dirinya telah mendapatkan manfaat dari
pemberian yang didapatkannya tersebut. Sedangkan ingratitude yaitu suatu
keadaan dimana individu berusaha mencari-cari keburukan dari pemberian
tersebut, meragukan niat dari orang yang memberikan sesuatu atau kebaikan pada
Universitas Kristen Maranatha 16
Lansia yang memiliki gratitude akan cenderung lebih bahagia dalam
menjalani kehidupannya meskipun tinggal terpisah dengan keluarga dan sanak
saudara serta lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan panti werdha,
mau untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan lansia lainnya di panti werdha
tersebut dan memiliki kemauan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang
disediakan oleh pihak panti werdha. Lansia yang lebih cenderung menanggapi
segala situasi hidupnya dengan bersyukur biasanya cenderung lebih bahagia,
karena mengalami peningkatan kebahagiaan yang didapatkan dari pemberian yang
diberikan kepadanya.
Ketika lansia menghayati gratitude dalam kehidupannya sehari-hari hal
tersebut termasuk ke dalam positive affect, di mana lansia merasakan emosi atau
perasaan-perasaan yang menyenangkan, sehingga lansia cenderung mudah
mengenali kebaikan dari pemberian orang lain yang diberikan kepadanya, serta
lebih cenderung mengakui niat baik dari pemberi kebaikan. Selain itu, ketika
lansia menghayati gratitude, rasa syukur yang dimilikinya itu akan membantu
lansia untuk menghadapi situasi-situasi yang tidak menyenangkan dengan tetap
mengingat pengalaman-pengalaman positif yang dirasakannya selama berada di
panti werdha tersebut.
Lansia yang memiliki nongratitude akan cenderung melupakan
pemberian-pemberian apa saja yang telah didapatkannya selama tinggal di panti
werdha. Lansia gagal dalam mengakui bahwa dirinya menerima pemberian dari
orang lain, serta gagal dalam mengenali bahwa dirinya juga mendapatkan manfaat
Universitas Kristen Maranatha 17
yang telah didapatkannya saat ini bukanlah hal yang bersifat istimewa buat
dirinya. Dengan memiliki nongratitude, lansia tidak merasakan adanya positive
affect yang ditimbulkan dari pemberian-pemberian yang didapatkannya selama di
panti werdha, lansia merasa bahwa apa yang sudah diberikan oleh pihak panti
merupakan sesuatu yang sudah layak didapatkannya, sehingga lansia tidak merasa
bahwa apa yang telah didapatkannya tersebut merupakan sesuatu yang istimewa
sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Oleh karena itu, lansia cenderung
mengabaikan pemberian-pemberian tersebut dan tidak mengenali bahwa dirinya
telah mendapatkan manfaat dari pemberian-pemberian yang diberikan kepadanya
selama lansia tinggal di panti werdha.
Lansia yang memiliki ingratitude akan cenderung berfokus pada
kekurangan dan ketidaknyamanan yang dirasakan selama tinggal di panti werdha,
seperti memiliki penghayatan bahwa dirinya ditelantarkan di panti werdha oleh
sanak saudaranya dan lain sebagainya, serta kekurangan-kekurangan lain yang
dirasakan selama tinggal di panti werdha. Lansia yang memiliki ingratitude akan
berusaha untuk mencari-cari keburukan dari pemberian yang didapatkannya,
berusaha membuat si pemberi merasa tidak nyaman dengan meremehkan hadiah
atau pemberian yang diberikan, sehingga lansia selalu merasa kekurangan
meskipun telah mendapatkan berbagai pemberian selama di panti werdha. Ketika
lansia berfokus pada kekurangan dan ketidaknyamanan yang didapatkannya di
panti werdha, hal tersebut akan menimbulkan negative affect atau
Universitas Kristen Maranatha 18
didapatkannya tersebut tidak sesuai dengan keinginannya dan merasa kurang puas
dengan pemberian yang telah didapatkannya.
Dengan memiliki ingratitude, lansia tidak berusaha untuk mengubah
perasaan-perasaan negatif yang dirasakannya tersebut dengan mengingat kembali
apa yang telah didapatkannya di panti werdha, manfaat apa saja yang telah
didapatkan dari pemberian tersebut, bahkan mengingat kembali mengenai
pengalaman menyenangkan apa saja yang pernah dijalani selama tinggal di panti
werdha, sehingga hal tersebut membuat lansia kurang bisa menerima keadaannya
saat ini, lansia juga cenderung kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan di panti werdha, kesulitan untuk berinteraksi dengan lansia lainnya
serta tidak memiliki keinginan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang
disediakan oleh pihak panti werdha, seperti kegiatan kesenian, keterampilan dan
sebagainya, sehingga lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar.
Terdapat faktor sosiodemografis yang dapat mempengaruhi subjective well
being pada lansia di panti werdha, yaitu usia (Diener, 1999). Diener dan Suh
(1998) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa usia dapat mempengaruhi
subjective well being individu. Dalam penelitiannya Diener dan Suh menemukan
bahwa seiring dengan berjalannya usia, individu tidak mengalami perubahan
dalam pengalaman-pengalaman menyenangkan yang dirasakannya, akan tetapi
untuk life satisfaction dan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan,
terjadi sedikit perubahan.
Selain faktor usia terdapat juga beberapa faktor sosiodemografis lainnya
Universitas Kristen Maranatha 19
kesehatan, relasi sosial serta keikutsertaan dalam kegiatan. Faktor kesehatan
menunjukkan korelasi yang positif dengan subjective well being yang dimiliki
oleh individu ( George & Landerman, 1984; Larson, 1978; Okun, Stock, Haring,
& Witter, 1984). Bagaimana lansia menilai kesehatan yang dimilikinya akan
mempengaruhi penghayatan SWB dari lansia tersebut. Bagi lansia yang
menghayati dirinya masih memiliki kondisi tubuh yang sehat, tidak memiliki
penyakit tertentu, hal tersebut akan memudahkan lansia untuk melakukan aktivitas
sehari-hari dan mengikuti kegiatan di panti werdha. Bagi lansia yang memiliki
penyakit tertentu dan tidak memiliki kondisi tubuh yang sehat, maka hal tersebut
bisa membatasi dan menghambat lansia untuk mengikuti kegiatan atau
mengerjakan aktivitas sehari-hari.
Faktor relasi sosial juga menjadi salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi penghayatan SWB pada lansia. Lansia yang menghayati bahwa
dirinya memiliki relasi sosial yang dekat dengan sesama penghuni panti lainnya
cenderung lebih bahagia dengan kehidupannya. Selain itu, faktor keikutsertaan
dalam kegiatan juga dapat mempengaruhi penghayatan SWB pada lansia, dengan
mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di panti werdha, lansia memeroleh
Universitas Kristen Maranatha 20
Bagan1.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Sociodemographic factors:
1. Usia
2. Kesehatan/riwayat penyakit
3. Relasi sosial dengan sesama penghuni
panti
4. Keikutsertaan dalam kegiatan di panti
werdha
Lansia di Panti Werdha
Wanita “X” Kota Bandung
- Gratitude - Nongratitude
- Ingratitude
Subjective well being
Komponen:
1. Positive affect
2. Negative affect
3. Life satisfaction Aspek:
1. Recognition
Universitas Kristen Maranatha 21
1.6Asumsi
Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka dapat diasumsikan:
1. Lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung yang menghayati SWB
yang tinggi cenderung lebih bahagia dan mudah menyesuaikan diri.
2. Gratitude merupakan hal yang berkaitan dengan subjective well being
individu lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung.
3. Terdapat faktor-faktor sosiodemografis yang dapat mempengaruhi
penghayatan SWB pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung,
yaitu usia, kesehatan, relasi sosial, lama tinggal, alasan tinggal, sanak
saudara dan kunjungan keluarga, serta keikutsertaan dalam kegiatan.
1.7Hipotesis
Terdapat hubungan antara gratitude dan subjective well being pada lansia
62 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai gratitude dan subjective
well-being (SWB) yang dilakukan pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota
Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara umum gratitude tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
subjective well-being pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota
Bandung.
2. Dari faktor-faktor sosiodemografis yang telah dijaring, terdapat faktor
sosiodemografis yang memiliki kecenderungan keterkaitan dengan SWB
pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung, yaitu faktor
kesehatan. Lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung yang
menghayati bahwa dirinya memiliki suatu penyakit sebagian besar
menghayati SWB yang rendah, sedangkan lansia yang menghayati bahwa
dirinya tidak memiliki suatu penyakit menunjukkan SWB yang tinggi.
3. Faktor relasi sosial juga menunjukkan kecenderungan keterkaitan terhadap
SWB yang dimiliki oleh responden di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota
Bandung. Lansia yang menghayati bahwa dirinya memiliki hubungan
yang dekat dengan sesama penghuni panti werdha lainnya, sebagian besar
Universitas Kristen Maranatha 63
4. Faktor sosiodemografis lainnya yaitu keikutsertaan dalam kegiatan juga
menunjukkan kecenderungan keterkaitan terhadap SWB yang dimiliki
oleh responden di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung. Lansia yang
secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan di panti werdha,
sebagian besar juga menghayati SWB yang tinggi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, peneliti mengajukan
beberapa saran yaitu:
5.2.1 Saran Teoritis
1. Bagi peneliti selanjutnya mengenai gratitude dan SWB disarankan untuk
mengambil jumlah sampel yang lebih banyak, sehingga lebih terlihat
penyebaran kategori gratitude dan SWB yang dimiliki oleh responden.
2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menjaring faktor penunjang
dari tujuan hidup, sehingga data yang didapatkan mengenai faktor
penunjang yang memengaruhi SWB lebih lengkap.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai SWB pada
lansia dengan metode kualitatif, agar hasil yang didapatkan lebih
mendalam dan dapat lebih menjelaskan dinamika SWB dan kedua
komponen SWB, yaitu komponen afektif dan komponen kognitif.
4. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk membuat alat ukur gratitude
Universitas Kristen Maranatha 64
secara lebih mendalam mengenai kategori gratitude mana yang memiliki
hubungan dengan SWB.
5.2.2 Saran Praktis
1. Lansia yang telah memiliki sikap gratitude dan memiliki penghayatan
SWB yang tinggi perlu memertahankan hal tersebut, dengan cara selalu
mengingat akan kebaikan orang lain, serta pemberian-pemberian yang
telah didapatkannya.
2. Lansia yang menghayati SWB rendah perlu melakukan usaha untuk
mengubah penghayatan yang dimilikinya tersebut dengan melalui sharing
dengan lansia sesama penghuni panti werdha lainnya, agar saling berbagi
dan memberikan motivasi sehingga bisa lebih banyak mendapatkan
afek-afek yang menyenangkan selama tinggal di panti werdha.
3. Bagi pihak Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung agar diharapkan dapat
membuat program bimbingan dan konseling yang bertujuan agar lansia di
panti werdha dapat menghayati SWB yang tinggi selama tinggal di panti
65 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S, 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Diener, Ed., 2000. Subjective Well Being: The Science of Happiness and a Proposal for a National Index. Vol. 55., No. 1. 34-43.
Diener, Ed., M. Suh, Richard., E. Lucas., and Heidi L. Smith. 1999. Subjective Well Being: Three Decade of Progress. Vol. 125., No. 2 276-302.
Diener, Ed., Shigehiro O, Richard E. Lucas. 2003. Personality, Culture, and Subjective Well Being: Emotional and Cognitive Evaluations of Life. Vol. 54: 403-25.
Diener, Ed., Derrick Wirtz, Robert Biswas-Diener, William Tov, Chu Kim-Prieto, Dong-won Choi, Shigehiro Oishi. 2009. New Measures of Well-Being: Flourishing and Positive and Negative Feelings. (247-266).
Emmons, R.A. 2007. Thanks: How the New Science of Gratitude Can Make You Happier. New York: Houghton Mifflin Company Boston.
Emmons, R.A., & Michael E.McCullough. 2004. The Psychology of Gratitude. New York: Oxford University Press.
Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia.
Watkins, P.C., Woodward K., Stone, T., Kolts R.L. 2003. Social Behavior and Personality. Gratitude and Happiness: Development of a Measure of Gratitude, and Relationship with Subjective Well Being. (431-452).
66 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Hijriani, Ika. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Yang Telah Menjalani Skripsi Lebih Dari Tiga Semester. Tidak Dipublikasikan, Universitas Padjadjaran Bandung.
Kris Samuel. 2011. “Studi Deskriptif Mengenai Gratitude Pada Anak-Anak di Panti Asuhan ‘X’ Kota Bandung”. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Kadir, Subhan. 2007. Panti Werdha Adalah Sebuah Pilihan (http://subhankadir.wordpress.com/2007/08/20/panti-werdha-adalah-pilihan/, diakses tanggal 10 Juli 2013).
Kadir, Subhan. 2013. Perlunya Fasilitas Perawatan Jangka Panjang 2013.P anti Werdha. (http://subhankadir.wordpress.com/2013/01/25/perlunya-fasilitas-perawatan-jangka-panjang-dalam-panti-werdha/, diakses tanggal 10 Juli 2013)
Kementerian Sosial. 2006. Depresi Pada Lansia (http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=208 , diakses tanggal 11 Juli 2013)
Kementerian Sosial. 2008. Penguatan Eksistensi Panti werdha di tengah pergeseran budaya dan Keluarga (http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=704 , diakses tanggal 11 Juli 2013).
Suara Merdeka. 2010. Lansia Bahagia Karena Dirawat Anaknya.