• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Gratitude dan Subjective Well Being pada Lansia di Panti Werdha Wanita 'X' Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Gratitude dan Subjective Well Being pada Lansia di Panti Werdha Wanita 'X' Kota Bandung."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

vi Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara gratitude terhadap penghayatan subjective well-being pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 16 orang.

Alat ukur dalam penelitian ini terdiri dari 3 kuesioner. Kuesioner pertama yaitu kuesioner gratitude yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori Robert Emmons yang terdiri dari 12 item pilihan ganda, kedua yaitu kuesioner subjective well-being yang terdiri dari dua bagian, alat ukur yang digunakan adalah alat ukur dari peneliti SWB yaitu Ed Diener. Alat ukur tersebut yaitu Scale of Positive and Negative affect (SPANE) yang terdiri dari 12 item untuk mengukur komponen afektif, serta Satisfaction With Life Scale (SWLS) yang terdiri dari 5 item untuk mengukur komponen kognitif.

Validasi kuesioner subjective well-being menggunakan rank spearman dengan nilai diatas 0.3 sehingga dikatakan valid, dan untuk reliabilitas kuesioner menggunakan alpha cronbach dengan nilai reliabilitas SPANE positif sebesar 0.85, SPANE negatif sebesar 0.66, serta SWLS sebesar 0.89. Penelitian ini juga menjaring data sosio-demografis yaitu, usia, riwayat penyakit, relasi sosial, kegiatan.

Data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan koefisien kontingensi dan dibantu dengan program SPSS 21. Berdasarkan pengolahan data, didapatkan koefisien korelasi untuk gratitude dan subjective well-being sebesar 0.34. kesimpulan yang diperoleh yaitu tidak terdapat hubungan antara gratitude dan subjective well-being.

(2)

vii Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This study aimed is to investigate the relation between gratitude and subjective well-being among older adults in ‘X’ nursing home of woman Bandung”. Total respondents in this research are 16 people.

The measurement instrument that was used in this research are consist three types of questionnaire. The first questionnaire is gratitude questionnaire made by researcher based on Robert Emmons theory which consists of 12 multiple choice items. Second questionnaire is subjective well-being questionnaire which consists of two types questionnaire based on Ed Diener theory. The questionnaire are scale of the positive and negative affect (SPANE) which consist of 12 items to measured the affective component. The third questionnaire is satisfaction with life scale (SWLS) which consist of 5 items to measured cognitive component or life satisfaction. In this study, researcher also obtained socio-demographic data including, age, case history, social relation, and activity.

The validity that was used to measured the subjective well-being questionnaire is based on rank spearman method with scored above 0.3 is valid, and to measured the reliability, researcher used alpha cronbach method, based on the reliability result which obtained 0.85 for SPANE positive, 0.66 for SPANE negative, and 0.89 for SWLS.

The process and analysis of the data was measured using contingency coefficient and the SPSS 21 program. Based on data processing which obtained 0.34 as a coefficient correlation. The conclusion that comes from the result is there wasn’t any relation between gratitude and subjective well-being.

(3)

viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN……….ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN………iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN………...iv

KATA PENGANTAR……….v

ABSTRAK………..vi

ABSTRACT……… vii

DAFTAR ISI………viii

DAFTAR TABEL………...xii

DAFTAR BAGAN………...xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….xiv

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ... 12

1.6 Asumsi ... 21

1.7 Hipotesis ... 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..22

(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

2.1.1 Pengertian Subjective Well Being... 22

2.1.2 Komponen-Komponen Subjective Well Being ... 23

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being…….. 23

2.1.3.1 Usia………23

2.1.3.2 Kesehatan………...24

2.1.3.3 Kegiatan dan Aktivitas……….. 25

2.1.3.4 Relasi Sosial……….. 25

2.1.4 Subjective well-being Pada Lansia……….26

2.2 Gratitude………....27

2.2.1 Pengertian Gratitude………. 27

2.2.2 Aspek-aspek Gratitude... … 28

2.2.3 Kategori Gratitude……… 29

2.2.3.1 Nongratitude dan Ingratitude……… 29

2.3 Late Adulthood………...30

2.3.1 Tugas perkembangan Late Adulthood ... 30

2.3.2 Karakteristik Late Adulthood……….32

2.3.2.1 Perubahan Fisik………..32

2.3.2.2 Perubahan Fisiologis…………..…………...33

(5)

x Universitas Kristen Maranatha

2.3.2.4 Perubahan Sosioemosional………37

2.4 Hubungan Gratitude dan Subjective Well-Being………...39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 41

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 41

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42

3.3.1 Variabel Penelitian ... 42

3.3.2 Definisi Operasional... 42

3.3.2.1 Subjective Well-Being………42

3.3.2.2 Gratitude………43

3.4 Alat Ukur ... 45

3.4.1 Alat Ukur Variabel Subjective Well-Being ... 45

3.4.1.1 Skoring Alat Ukur Subjective Well-Being ... 47

3.4.1.2 Validitas Alat Ukur Subjective Well-Being………47

3.4.1.3 Reliabilitas Alat Ukur Subjective Well-Being………48

3.4.2 Alat Ukur Variabel Gratitude…………..………..49

3.4.2.1 Skoring Alat Ukur Gratitude………...50

3.4.2.2 Validitas Alat Ukur Gratitude………51

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang……….51

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 51

3.5.1 Populasi Sasaran ... 51

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 52

(6)

xi Universitas Kristen Maranatha

3.6 Teknik Analisis Data ... 52

3.7 Hipotesa Statistika ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden………54

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………..54

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit……….55

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Relasi Sosial………55

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Kegiatan………56

4.2 Hasil Penelitian………56

4.2.1 Hubungan Gratitude dan Subjective Well-Being………..56

4.3 Pembahasan……….57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………..62

5.2 Saran……….63

5.2.1 Saran Teoritis………63

5.2.2 Saran Praktis……….64

DAFTAR PUSTAKA………65

DAFTAR RUJUKAN ... 66

(7)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Alat Ukur SWLS……….45

Tabel 3.2 Tabel Alat Ukur SPANE………...46

Tabel 3.3 Tabel Kriteria Validitas Kaplan & Saccuzzo……….48

Tabel 3.4 Tabel Kriteria Korelasi Guilford ... 48

Tabel 3.5. Tabel Alat Ukur Gratitude ... 49

Tabel 3.6. Tabel Kriteria Korelasi Guilford ... 53

Tabel 4.1 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Usia……….54

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit………..55

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Relasi Sosial……….55

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kegiatan…..56

(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran... 20

(9)

xiv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Letter of consent dan Alat Ukur

Lampiran B Gambaran Hasil Penelitian dan Data Penunjang

Lampiran C Gambaran Panti Werdha

(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Lansia merupakan periode perkembangan yang dimulai pada usia 65

sampai kematian. Neugarten (dalam Whitbourne & Whitbourne, 2011)

membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

Pada tahapan ini, lansia mempersiapkan diri untuk kematian pasangan atau

anggota keluarga, mempersiapkan diri dengan kehidupan yang baru, berusaha

mencari makna dari hal-hal penting yang terjadi di kehidupannya, selain itu

lansia juga menghadapi perubahan-perubahan yang signifikan terutama yang

berhubungan dengan kesehatan dan keadaan fisiknya.

Terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada individu lansia yaitu

mencakup perubahan pada kondisi fisik dan psikis. Whitbourne & Whitbourne

(2011) perubahan pada warna kulit, menunjukkan tanda-tanda keriput serta

bintik-bintik yang disebut sebagai tanda penuaan. Selain itu kuku tumbuh

lebih lambat, menguning dan menjadi tebal, kehilangan gigi dan gigi berubah

warna karena kehilangan enamel. Kecepatan berjalan dan bergerak semakin

menurun, hilangnya massa otot sehingga lebih beresiko untuk jatuh, serta

perubahan-perubahan lainnya dalam hal pendengaran, penglihatan dan lain

sebagainya. Selain terdapat perubahan fisik yang dapat terlihat secara

langsung, terdapat juga perubahan psikologis pada lansia meliputi

(11)

Universitas Kristen Maranatha 2

dalam hal memori yaitu short term dan long term memory. Berdasarkan

perubahan-perubahan tersebut, yaitu menurunnya fungsi fisik dan psikis,

maka lansia membutuhkan banyak bantuan dalam menjalani aktivitas-aktivitas

kehidupannya, baik itu bantuan dari keluarga ataupun orang lain di sekitarnya.

Bagi lansia yang tidak mendapatkan perawatan dari keluarga, maka panti

werdha menjadi salah satu alternatif bagi lansia untuk mendapatkan perawatan

dan pelayanan secara memadai dan sesuai dengan kebutuhannya. Menurut UU

no.12 tahun 1996, panti werdha adalah tempat dimana berkumpulnya

orang-orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak

keluarga untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang

dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta.

Dari sekian banyak panti werdha yang ada di Kota Bandung, Panti

Werdha Wanita “X” merupakan salah satu bentuk panti sosial yang bertujuan

untuk membina dan membantu para lansia serta memerhatikan dan memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasar lansia, bimbingan keagamaan dan keterampilan.

Panti werdha ini tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan sandang

pangan dan papan saja, tetapi juga mengedepankan program pelatihan

keterampilan yang bisa dilakukan lansia di waktu luangnya. Pelatihan

keterampilan tersebut mencakup kegiatan membuat berbagai macam kerajinan

dengan memanfaatkan barang bekas, membuat berbagai macam souvenir dari

bahan rajutan dan lain sebagainya. Pihak Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota

Bandung menyebut kegiatan keterampilan ini sebagai program unggulan yang

(12)

Universitas Kristen Maranatha 3

membuat lansia tetap produktif, tetapi melalui kegiatan keterampilan tersebut

lansia juga bisa mendapatkan uang saku tambahan dari hasil kerajinan yang

dijualnya tersebut. Pihak Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung juga

memfasilitasi para lansia dengan sebuah koperasi. Hasil karya seni tersebut

dipajang serta dijual kepada pengunjung yang datang ke panti werdha, selain

itu keuntungan dari penjualan hasil karya tersebut menjadi penghasilan

tambahan bagi lansia yang membuat kerajinan tersebut.

Karakteristik lansia yang tinggal di panti werdha ini berkisar antara usia

60 – 80 tahun, lansia yang tinggal di panti werdha ini juga memiliki latar

belakang keluarga yang berbeda-beda, ada yang berasal dari keluarga

menengah ke bawah, berkecukupan, bahkan mereka yang hidup terlantar

sebelum tinggal di panti werdha. Lansia yang tinggal di panti werdha ini

mendapatkan fasilitas secara gratis, fasilitas-fasilitas tersebut antara lain

kebutuhan sandang pangan dan papan, pemeriksaan kesehatan rutin, kegiatan

olahraga ringan seperti senam, serta pemberian uang saku secara rutin yang

dilakukan setiap satu minggu sekali. Fasilitas-fasilitas yang diberikan tersebut

merupakan fasilitas gratis yang diberikan oleh pihak panti werdha, sehingga

biayanya tidak dibebankan kepada keluarga ataupun lansia yang bersangkutan.

Para lansia yang tinggal di panti ada yang masih memiliki sanak saudara,

ada juga lansia yang sudah tidak memiliki sanak saudara. Bagi lansia yang

masih memiliki sanak saudara, pihak panti werdha memperbolehkan pihak

keluarga untuk berkunjung. Selain itu, lansia juga diperbolehkan untuk

(13)

Universitas Kristen Maranatha 4

Bagi lansia yang masih memiliki keluarga, biasanya lansia diperbolehkan

untuk pulang ke rumah ketika Hari Raya Idul Fitri, ataupun acara keluarga

lainnya. Selain diperbolehkan untuk sesekali menjenguk keluarganya, lansia

di Panti Werdha Wanita “X” ini diperbolehkan untuk bepergian ke luar panti,

seperti berbelanja ke pasar, membeli obat ke apotek dan lain sebagainya.

Berdasarkan wawancara dengan pihak Sekretaris Panti Werdha Wanita

‘X’ Kota Bandung, meskipun pihak pengurus panti telah berusaha untuk

memberikan fasilitas-fasilitas terbaik kepada setiap penghuni panti, akan

tetapi terdapat beberapa lansia yang merasa tidak betah dan tidak nyaman

tinggal di panti werdha, juga terdapat beberapa lansia yang sering bertengkar

dengan sesama lansia lainnya, sehingga pihak panti werdha harus memisahkan

lansia tersebut agar tidak berada dalam satu kamar yang sama, serta terdapat

lansia yang meminta untuk pulang kembali kepada keluarganya.

Selama tinggal di panti werdha, selain lansia harus menyesuaikan diri

dengan lingkungan tempat tinggal yang baru, lansia juga berusaha

menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan sesama lansia penghuni

panti werdha lainnya. Di samping itu, selama tinggal di panti werdha lansia

juga banyak merasakan pengalaman-pengalaman atau hal-hal yang bersifat

menyenangkan seperti merasa senang karena bisa bertemu dengan sesama

lansia yang memiliki kesamaan nasib, bahagia karena bisa mempelajari

keterampilan baru di panti werdha dan lain sebagainya. Selain merasakan

pengalaman-pengalaman dan perasaan yang menyenangkan, tentunya diiringi

(14)

Universitas Kristen Maranatha 5

seperti merasa sedih karena terpisah dengan keluarga dan merasa kesepian.

Sejumlah perasaan dan penghayatan yang dirasakan oleh lansia selama tinggal

di panti werdha, serta penilaian lansia mengenai keadaannya di panti werdha

tersebut berkaitan dengan subjective well being yang biasa disingkat dengan

SWB.

Muba (2009) menjabarkan bahwa apabila individu memiliki pandangan

yang positif mengenai kebahagiaan dan kepuasaan hidup, maka mereka

cenderung bersikap lebih bahagia dan lebih puas. Berangkat dari penjabaran

tersebut, SWB dapat dikatakan penting bagi lansia karena apabila lansia

menganggap bahwa keadaannya di panti werdha secara positif, maka lansia

bisa lebih mudah menyesuaikan diri dengan keadaan di panti werdha dan akan

lebih bahagia dan lebih puas dengan keadaannya tersebut. SWB yang dimiliki

lansia juga dapat membantu lansia untuk mengatasi permasalahan yang

sedang dialami oleh lansia tersebut. Sejumlah perasaan yang dialaminya serta

penilaian lansia mengenai keadaannya tersebut akan mempengaruhi

bagaimana lansia memandang penghayatan SWB masing-masing.

SWB yaitu evaluasi seseorang mengenai kehidupannya. Evaluasi tersebut

mencakup penilaian afektif dan kognitif (Diener, 1997). Evaluasi ini

mencakup reaksi emosional terhadap suatu kejadian serta penilaian kognitif

mereka mengenai kepuasaan dan pemenuhan yang dirasakannya. Terdapat 2

komponen dari SWB, yaitu komponen afektif dan komponen kognitif.

Komponen afektif mencakup positive affect dan negative affect, serta

(15)

Universitas Kristen Maranatha 6

mencakup emosi dan suasana hati yang menyenangkan, negative affect yaitu

mencakup emosi dan suasana hati yang tidak menyenangkan, sedangkan life

satisfaction mencakup penilaian yang dilakukan individu terhadap keadaan

atau situasi kehidupannya saat ini.

Individu bisa dikatakan menghayati SWB tinggi apabila individu tersebut

lebih banyak menghayati perasaan-perasaan yang menyenangkan (positive

affect) dibandingkan dengan negative affect yang dirasakannya, serta

menghayati kepuasaan yang tinggi mengenai kehidupannya. Sedangkan

individu dikatakan menghayati SWB rendah apabila individu tersebut lebih

banyak menghayati negative affect dibandingkan dengan positive affect yang

dirasakannya, serta menghayati kepuasan yang rendah mengenai

kehidupannya. Diener juga mengemukakan bahwa individu wanita cenderung

lebih banyak menghayati emosi-emosi dan pengalaman yang menyenangkan

dibandingkan dengan emosi dan pengalaman yang kurang menyenangkan.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan terhadap 10 lansia di Panti

Werdha “X” Kota Bandung diperoleh data bahwa 4 dari 10 orang (40%) lansia

menghayati bahwa mereka lebih banyak merasakan perasaan-perasaan yang

menyenangkan selama tinggal di panti werdha, lansia menghayati bahwa

dengan perlakuan yang hangat dari perawat serta sesama penghuni panti,

membuat lansia merasa senang dan lebih mudah untuk beradaptasi dengan

lingkungan tersebut, selain itu ditambah dengan adanya teman yang bisa

diajak berbagi mengenai keadaan masing-masing, dan terdapat kegiatan di

(16)

Universitas Kristen Maranatha 7

senang tinggal di panti werdha, meskipun tinggal terpisah dari keluarganya.

Lansia juga merasa dengan tinggal di panti werdha, semua kebutuhannya

sudah terpenuhi, berbeda dengan keadaan sebelum tinggal di panti. Lansia

juga merasa dengan tinggal di panti, lansia memiliki banyak waktu untuk

melakukan kegiatan ibadah, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang

diminatinya. Dengan tinggal di panti, lansia merasa bahwa kesehatannya lebih

terjaga sehingga bisa dengan mudah melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.

Lansia juga menilai bahwa keadaannya di panti jauh lebih menyenangkan

dibandingkan sebelum tinggal di panti werdha.

Sedangkan 6 lansia lainnya, yaitu 6 dari 10 orang (60%) lansia lebih

banyak menghayati perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan selama

tinggal di panti werdha. Terdapat 2 orang lansia yang merasa kesepian selama

tinggal di panti werdha, mereka merasa sedih karena selalu teringat dengan

keluarga ataupun cucunya, sehingga mereka berusaha menyibukkan dirinya

sendiri dengan memperbanyak aktivitas ibadah ataupun mengikuti

kegiatan-kegiatan lain di panti werdha. Terdapat 3 orang lansia yang meminta untuk

kembali tinggal bersama dengan sanak saudaranya, lansia tersebut merasa

lebih nyaman tinggal bersama dengan keluarganya, akan tetapi meskipun

mereka selalu ingin pulang kembali ke keluarganya, mereka merasa bingung

harus pulang kemana karena sudah tidak ada lagi yang mengurus. Serta 1

orang lansia di panti werdha yang mengalami kesulitan untuk beradaptasi dan

menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi di panti werdha, sehingga

(17)

Universitas Kristen Maranatha 8

ataupun kegiatan lainnya. Selain itu, permasalahan-permasalahan yang

muncul dengan sesama penghuni panti lainnya kadang membuat lansia merasa

kesal dan sedih.

Ketika lansia menghayati SWB yang tinggi dalam kehidupannya, maka

lansia akan lebih bahagia dan mampu menyelesaikan permasalahan yang

dialaminya selama tinggal di panti werdha. Akan tetapi, ketika lansia

menghayati SWB yang rendah, maka lansia akan menganggap bahwa segala

sesuatu yang dialaminya selama tinggal di panti werdha merupakan hal-hal

yang tidak menyenangkan, lansia juga kurang bisa menyesuaikan diri dengan

lingkungannya, dan memandang kehidupannya secara pesimis. Hal tersebut

akan berdampak pada kepuasan yang dimilikinya dalam memandang

kehidupannya, sehingga lansia akan menilai bahwa dirinya tidak bahagia

dalam menjalani kehidupannya tersebut, sehingga penting bagi lansia untuk

menghayati SWB yang tinggi.

Dalam menyikapi pengalaman serta perasaan-perasaan yang dialaminya

selama tinggal di panti werdha, tentunya lansia memiliki cara masing-masing

dalam memandang keadaannya tersebut, salah satunya dengan cara bersyukur

mengenai keadaannya saat ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Emmons & Mc Cullough, (2003), bahwa SWB dapat ditingkatkan dengan

adanya gratitude. Individu yang bersyukur dan mempraktekkannya dalam

kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan peningkatan beberapa positive

variable, termasuk hope dan SWB. Selain itu, individu yang bersyukur juga

(18)

Universitas Kristen Maranatha 9

Gratitude adalah keadaan di mana individu mengakui telah menerima

hadiah/keuntungan/hal yang baik, individu memahami nilai dari hal yang baik

tersebut serta menghargai niat dari pemberi (Emmons, 2007). Terdapat dua

aspek dari gratitude, yaitu recognition dan acknowledgment. Recognition

yaitu bahwa individu mengenali bahwa dirinya telah mendapatkan pemberian

dari orang lain, sedangkan acknowledgement yaitu bahwa individu mengakui

dirinya telah menerima pemberian dari orang lain dan pemberian yang

didapatkannya tersebut mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri.

Emmons (2007) membagi gratitude kedalam 3 kategori yaitu gratitude,

nongratitude dan ingratitude. Nongratitude yaitu keadaan dimana individu

gagal untuk mengenali bahwa dirinya telah mendapatkan pemberian dari

orang lain, serta gagal untuk mengakui bahwa dirinya telah mendapatkan

manfaat dari pemberian yang didapatkannya tersebut. Sedangkan ingratitude

yaitu suatu keadaan dimana individu berusaha mencari-cari keburukan dari

pemberian tersebut, meragukan niat dari orang yang memberikan sesuatu atau

kebaikan pada dirinya.

Dalam memandang keadaannya selama tinggal di panti werdha, lansia

yang memiliki gratitude tentunya mengenali dan mengakui bahwa lansia telah

menerima berbagai macam pemberian dan fasilitas dari panti werdha, juga

mendapatkan manfaat dan kemudahan dengan adanya pemberian fasilitas

tersebut. Dalam hal ini, lansia berusaha agar selalu mengingat kebaikan yang

telah diberikan oleh pihak panti werdha, dan menganggapnya sebagai suatu

(19)

Universitas Kristen Maranatha 10

bagi lansia yang memiliki nongratitude lansia gagal dalam mengenali dan

mengakui bahwa lansia telah mendapatkan pemberian, serta lansia juga

berusaha untuk mencari keburukan dari setiap pemberian yang telah

didapatkannya selama tinggal di panti werdha apabila lansia memiliki

ingratitude.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah diuraikan mengenai SWB

pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung dan adanya hasil

penelitian mengenai keterkaitan gratitude dan SWB, maka peneliti ingin

mengetahui apakah terdapat hubungan antara Gratitude dan Subjective

Well-Being pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung.

1.2Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui apakah ada hubungan antara gratitude

dan subjective well being pada individu lanjut usia di Panti Werdha Wanita ‘X’

Kota Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

gratitude dan subjective well being pada individu lanjut usia di Panti Werdha

(20)

Universitas Kristen Maranatha 11

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan antara gratitude dengan subjective well being pada lansia di Panti

Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Memberikan informasi mengenai hubungan antara gratitude dan

subjective well being bagi bidang ilmu Positive Psychology pada

individu lanjut usia.

- Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan

penelitian dengan topik gratitude dan subjective well being.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi kepada pihak Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota

Bandung yaitu pengurus dan perawat Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota

Bandung mengenai sikap gratitude yang dimiliki oleh individu lanjut

usia di Panti Werdha “X” tersebut dan kaitannya dengan level

subjective well being yang diperoleh, sehingga pihak Panti Werdha

“X” Kota Bandung bisa membantu lansia di Panti Werdha “X”

tersebut agar dapat mencapai SWB yang tinggi baik itu dalam segi

(21)

Universitas Kristen Maranatha 12

- Memberikan informasi kepada individu lanjut usia di Panti Werdha

Wanita ‘X’ Kota Bandung mengenai sikap gratitude dan subjective

well being mereka sendiri. Diharapkan mereka dapat mencapai atau

mempertahankan gratitude mereka dalam mencapai penghayatan

subjective well being yang tinggi.

1.5Kerangka Pemikiran

Menurut Neugarten (dalam Whitbourne & Whitbourne, 2011) lansia

dimulai pada usia 65 tahun sampai dengan kematian. Pada tahapan ini, lansia

mempersiapkan diri untuk kematian pasangan atau anggota keluarga,

mempersiapkan diri dengan kehidupan yang baru, berusaha mencari makna dari

hal-hal penting yang terjadi di kehidupannya, selain itu lansia juga menghadapi

perubahan-perubahan yang signifikan terutama yang berhubungan dengan

kesehatan dan keadaan fisiknya.

Dalam menghadapi perubahan-perubahan fisik dan psikis yang dialaminya

tersebut, lansia membutuhkan support system dari keluarga. Bagi lansia yang

tidak mendapatkan perawatan dari keluarga, maka panti werdha merupakan salah

satu alternatif bagi lansia untuk mendapatkan perawatan dan pelayanan secara

memadai dan sesuai dengan kebutuhannya. Tinggal di panti werdha tentunya

bukan menjadi hal yang mudah bagi sebagian lansia, lansia harus berusaha

menyesuaikan diri dengan kehidupan yang baru dan keadaan tempat tinggal di

panti werdha, sekaligus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lansia lain yang

(22)

Universitas Kristen Maranatha 13

macam perasaan dan pengalaman yang menyenangkan bahkan perasaan dan

pengalaman yang tidak menyenangkan sekalipun.

Tentunya ada beberapa hal yang menyebabkan lansia mengalami perasaan

dan pengalaman-pengalaman menyenangkan selama tinggal di panti werdha,

seperti senang bisa berkumpul dengan sesama lansia lainnya, bahagia karena bisa

menguasai keterampilan baru yang didapatkan di panti werdha, dan lain

sebagainya. Selain mengalami perasaan dan pengalaman yang menyenangkan,

lansia juga mengalami perasaan dan pengalaman yang kurang menyenangkan

selama tinggal di panti werdha, seperti merasa sedih karena tinggal terpisah

dengan keluarganya, merasa kesepian, merasa tidak bisa menyesuaikan diri

dengan keadaan di panti werdha, atau merasa tidak memiliki teman yang bisa

diajak berbagi dan lain sebagainya. Perasaan-perasaan serta

pengalaman-pengalaman baik yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan yang

dirasakan oleh lansia selama tinggal di panti werdha tersebut berhubungan dengan

subjective well being, yang biasa disingkat dengan SWB.

SWB yaitu penilaian afektif dan kognitif seseorang mengenai

kehidupannya. SWB mencakup pengalaman-pengalaman emosi yang

menyenangkan, rendahnya tingkat perasaan-perasaan negatif yang dialami, dan

tingginya kepuasaan individu terhadap kehidupannya (Diener, 1984). Lansia yang

memiliki SWB cenderung lebih bahagia dan lebih puas dalam menjalani

kehidupannya di panti werdha. Terdapat dua komponen yang digunakan untuk

(23)

Universitas Kristen Maranatha 14

dari positive affect dan negative affect, sedangkan komponen kognitif terdiri dari

life satisfaction.

Komponen afektif mencakup sejumlah perasaan yang dirasakan oleh

lansia pada saat tinggal di panti werdha. Pada saat tinggal di panti werdha,

tentunya lansia merasakan emosi-emosi tertentu seperti perasaan senang karena

kebutuhannya terpenuhi, mendapatkan kunjungan dari orang di luar panti jompo,

dan bisa berkumpul dengan lansia lainnya yang memiliki kesamaan nasib,

ataupun merasakan perasaan-perasaan sedih dan lain sebagainya. Komponen

kognitif dari SWB yaitu life satisfaction. Life satisfaction mengacu pada

bagaimana kepuasaan lansia terhadap hidupnya, yakni bagaimana lansia

memandang keadaan hidupnya ketika tinggal di panti werdha.

Lansia yang dikatakan menghayati SWB yang tinggi, yaitu apabila lansia

lebih banyak mengalami perasaan-perasaan yang menyenangkan ketika tinggal di

panti, sehingga lansia banyak menghayati positive affect selama tinggal di panti

werdha tersebut, negative affect yang cenderung rendah/sedikit, dan menghayati

kepuasan yang tinggi mengenai kehidupannya. Sedangkan lansia yang dikatakan

menghayati SWB yang rendah yaitu apabila lansia lebih banyak mengalami

perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan, positive affect yang sedikit, serta

kepuasan yang rendah mengenai kehidupannya. Positive dan negative affect yang

dirasakannya selama tinggal di panti werdha tersebut, akan memengaruhi

bagaimana lansia memandang kepuasan mengenai kehidupannya.

Terlepas dari berbagai perasaan serta pengalaman yang dirasakannya

(24)

Universitas Kristen Maranatha 15

sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, seperti disediakan tempat tinggal,

makanan, pakaian, pemeriksaan kesehatan, serta diberikannya kegiatan-kegiatan

bermanfaat untuk mengisi waktu luang. Oleh karena itu, lansia diharapkan bisa

memiliki sikap gratitude dalam memandang keadannya tersebut, karena ketika

lansia memiliki sikap gratitude, lansia cenderung lebih bahagia dan mudah

menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Emmons dan McCullough (2003) mengatakan bahwa individu yang

mempraktekkan gratitude baik tiap hari ataupun tiap minggu dapat meningkatkan

sejumlah variabel positive affect, termasuk harapan dan subjective well being.

Selain itu dapat juga mengurangi sejumlah variabel negative affect. Gratitude

dapat membantu meningkatkan subjective well being yaitu dengan cara

meningkatkan salah satu pengalaman mengenai kejadian-kejadian positif,

meningkatkan kemampuan coping terhadap kejadian-kejadian yang tidak

menyenangkan, serta memperluas jaringan sosial dari individu (Emmons &

McCullough, 2003; Watkins, in press).

Emmons (2007) membagi gratitude kedalam 3 kategori yaitu gratitude,

nongratitude dan ingratitude. Nongratitude yaitu keadaan dimana individu gagal

untuk mengenali bahwa dirinya telah mendapatkan pemberian dari orang lain,

serta gagal untuk mengakui bahwa dirinya telah mendapatkan manfaat dari

pemberian yang didapatkannya tersebut. Sedangkan ingratitude yaitu suatu

keadaan dimana individu berusaha mencari-cari keburukan dari pemberian

tersebut, meragukan niat dari orang yang memberikan sesuatu atau kebaikan pada

(25)

Universitas Kristen Maranatha 16

Lansia yang memiliki gratitude akan cenderung lebih bahagia dalam

menjalani kehidupannya meskipun tinggal terpisah dengan keluarga dan sanak

saudara serta lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan panti werdha,

mau untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan lansia lainnya di panti werdha

tersebut dan memiliki kemauan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang

disediakan oleh pihak panti werdha. Lansia yang lebih cenderung menanggapi

segala situasi hidupnya dengan bersyukur biasanya cenderung lebih bahagia,

karena mengalami peningkatan kebahagiaan yang didapatkan dari pemberian yang

diberikan kepadanya.

Ketika lansia menghayati gratitude dalam kehidupannya sehari-hari hal

tersebut termasuk ke dalam positive affect, di mana lansia merasakan emosi atau

perasaan-perasaan yang menyenangkan, sehingga lansia cenderung mudah

mengenali kebaikan dari pemberian orang lain yang diberikan kepadanya, serta

lebih cenderung mengakui niat baik dari pemberi kebaikan. Selain itu, ketika

lansia menghayati gratitude, rasa syukur yang dimilikinya itu akan membantu

lansia untuk menghadapi situasi-situasi yang tidak menyenangkan dengan tetap

mengingat pengalaman-pengalaman positif yang dirasakannya selama berada di

panti werdha tersebut.

Lansia yang memiliki nongratitude akan cenderung melupakan

pemberian-pemberian apa saja yang telah didapatkannya selama tinggal di panti

werdha. Lansia gagal dalam mengakui bahwa dirinya menerima pemberian dari

orang lain, serta gagal dalam mengenali bahwa dirinya juga mendapatkan manfaat

(26)

Universitas Kristen Maranatha 17

yang telah didapatkannya saat ini bukanlah hal yang bersifat istimewa buat

dirinya. Dengan memiliki nongratitude, lansia tidak merasakan adanya positive

affect yang ditimbulkan dari pemberian-pemberian yang didapatkannya selama di

panti werdha, lansia merasa bahwa apa yang sudah diberikan oleh pihak panti

merupakan sesuatu yang sudah layak didapatkannya, sehingga lansia tidak merasa

bahwa apa yang telah didapatkannya tersebut merupakan sesuatu yang istimewa

sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Oleh karena itu, lansia cenderung

mengabaikan pemberian-pemberian tersebut dan tidak mengenali bahwa dirinya

telah mendapatkan manfaat dari pemberian-pemberian yang diberikan kepadanya

selama lansia tinggal di panti werdha.

Lansia yang memiliki ingratitude akan cenderung berfokus pada

kekurangan dan ketidaknyamanan yang dirasakan selama tinggal di panti werdha,

seperti memiliki penghayatan bahwa dirinya ditelantarkan di panti werdha oleh

sanak saudaranya dan lain sebagainya, serta kekurangan-kekurangan lain yang

dirasakan selama tinggal di panti werdha. Lansia yang memiliki ingratitude akan

berusaha untuk mencari-cari keburukan dari pemberian yang didapatkannya,

berusaha membuat si pemberi merasa tidak nyaman dengan meremehkan hadiah

atau pemberian yang diberikan, sehingga lansia selalu merasa kekurangan

meskipun telah mendapatkan berbagai pemberian selama di panti werdha. Ketika

lansia berfokus pada kekurangan dan ketidaknyamanan yang didapatkannya di

panti werdha, hal tersebut akan menimbulkan negative affect atau

(27)

Universitas Kristen Maranatha 18

didapatkannya tersebut tidak sesuai dengan keinginannya dan merasa kurang puas

dengan pemberian yang telah didapatkannya.

Dengan memiliki ingratitude, lansia tidak berusaha untuk mengubah

perasaan-perasaan negatif yang dirasakannya tersebut dengan mengingat kembali

apa yang telah didapatkannya di panti werdha, manfaat apa saja yang telah

didapatkan dari pemberian tersebut, bahkan mengingat kembali mengenai

pengalaman menyenangkan apa saja yang pernah dijalani selama tinggal di panti

werdha, sehingga hal tersebut membuat lansia kurang bisa menerima keadaannya

saat ini, lansia juga cenderung kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan di panti werdha, kesulitan untuk berinteraksi dengan lansia lainnya

serta tidak memiliki keinginan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang

disediakan oleh pihak panti werdha, seperti kegiatan kesenian, keterampilan dan

sebagainya, sehingga lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar.

Terdapat faktor sosiodemografis yang dapat mempengaruhi subjective well

being pada lansia di panti werdha, yaitu usia (Diener, 1999). Diener dan Suh

(1998) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa usia dapat mempengaruhi

subjective well being individu. Dalam penelitiannya Diener dan Suh menemukan

bahwa seiring dengan berjalannya usia, individu tidak mengalami perubahan

dalam pengalaman-pengalaman menyenangkan yang dirasakannya, akan tetapi

untuk life satisfaction dan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan,

terjadi sedikit perubahan.

Selain faktor usia terdapat juga beberapa faktor sosiodemografis lainnya

(28)

Universitas Kristen Maranatha 19

kesehatan, relasi sosial serta keikutsertaan dalam kegiatan. Faktor kesehatan

menunjukkan korelasi yang positif dengan subjective well being yang dimiliki

oleh individu ( George & Landerman, 1984; Larson, 1978; Okun, Stock, Haring,

& Witter, 1984). Bagaimana lansia menilai kesehatan yang dimilikinya akan

mempengaruhi penghayatan SWB dari lansia tersebut. Bagi lansia yang

menghayati dirinya masih memiliki kondisi tubuh yang sehat, tidak memiliki

penyakit tertentu, hal tersebut akan memudahkan lansia untuk melakukan aktivitas

sehari-hari dan mengikuti kegiatan di panti werdha. Bagi lansia yang memiliki

penyakit tertentu dan tidak memiliki kondisi tubuh yang sehat, maka hal tersebut

bisa membatasi dan menghambat lansia untuk mengikuti kegiatan atau

mengerjakan aktivitas sehari-hari.

Faktor relasi sosial juga menjadi salah satu faktor penting yang dapat

mempengaruhi penghayatan SWB pada lansia. Lansia yang menghayati bahwa

dirinya memiliki relasi sosial yang dekat dengan sesama penghuni panti lainnya

cenderung lebih bahagia dengan kehidupannya. Selain itu, faktor keikutsertaan

dalam kegiatan juga dapat mempengaruhi penghayatan SWB pada lansia, dengan

mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di panti werdha, lansia memeroleh

(29)

Universitas Kristen Maranatha 20

Bagan1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Sociodemographic factors:

1. Usia

2. Kesehatan/riwayat penyakit

3. Relasi sosial dengan sesama penghuni

panti

4. Keikutsertaan dalam kegiatan di panti

werdha

Lansia di Panti Werdha

Wanita “X” Kota Bandung

- Gratitude - Nongratitude

- Ingratitude

Subjective well being

Komponen:

1. Positive affect

2. Negative affect

3. Life satisfaction Aspek:

1. Recognition

(30)

Universitas Kristen Maranatha 21

1.6Asumsi

Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka dapat diasumsikan:

1. Lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung yang menghayati SWB

yang tinggi cenderung lebih bahagia dan mudah menyesuaikan diri.

2. Gratitude merupakan hal yang berkaitan dengan subjective well being

individu lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung.

3. Terdapat faktor-faktor sosiodemografis yang dapat mempengaruhi

penghayatan SWB pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung,

yaitu usia, kesehatan, relasi sosial, lama tinggal, alasan tinggal, sanak

saudara dan kunjungan keluarga, serta keikutsertaan dalam kegiatan.

1.7Hipotesis

Terdapat hubungan antara gratitude dan subjective well being pada lansia

(31)

62 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai gratitude dan subjective

well-being (SWB) yang dilakukan pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota

Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara umum gratitude tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan

subjective well-being pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota

Bandung.

2. Dari faktor-faktor sosiodemografis yang telah dijaring, terdapat faktor

sosiodemografis yang memiliki kecenderungan keterkaitan dengan SWB

pada lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung, yaitu faktor

kesehatan. Lansia di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung yang

menghayati bahwa dirinya memiliki suatu penyakit sebagian besar

menghayati SWB yang rendah, sedangkan lansia yang menghayati bahwa

dirinya tidak memiliki suatu penyakit menunjukkan SWB yang tinggi.

3. Faktor relasi sosial juga menunjukkan kecenderungan keterkaitan terhadap

SWB yang dimiliki oleh responden di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota

Bandung. Lansia yang menghayati bahwa dirinya memiliki hubungan

yang dekat dengan sesama penghuni panti werdha lainnya, sebagian besar

(32)

Universitas Kristen Maranatha 63

4. Faktor sosiodemografis lainnya yaitu keikutsertaan dalam kegiatan juga

menunjukkan kecenderungan keterkaitan terhadap SWB yang dimiliki

oleh responden di Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung. Lansia yang

secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan di panti werdha,

sebagian besar juga menghayati SWB yang tinggi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, peneliti mengajukan

beberapa saran yaitu:

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti selanjutnya mengenai gratitude dan SWB disarankan untuk

mengambil jumlah sampel yang lebih banyak, sehingga lebih terlihat

penyebaran kategori gratitude dan SWB yang dimiliki oleh responden.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menjaring faktor penunjang

dari tujuan hidup, sehingga data yang didapatkan mengenai faktor

penunjang yang memengaruhi SWB lebih lengkap.

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai SWB pada

lansia dengan metode kualitatif, agar hasil yang didapatkan lebih

mendalam dan dapat lebih menjelaskan dinamika SWB dan kedua

komponen SWB, yaitu komponen afektif dan komponen kognitif.

4. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk membuat alat ukur gratitude

(33)

Universitas Kristen Maranatha 64

secara lebih mendalam mengenai kategori gratitude mana yang memiliki

hubungan dengan SWB.

5.2.2 Saran Praktis

1. Lansia yang telah memiliki sikap gratitude dan memiliki penghayatan

SWB yang tinggi perlu memertahankan hal tersebut, dengan cara selalu

mengingat akan kebaikan orang lain, serta pemberian-pemberian yang

telah didapatkannya.

2. Lansia yang menghayati SWB rendah perlu melakukan usaha untuk

mengubah penghayatan yang dimilikinya tersebut dengan melalui sharing

dengan lansia sesama penghuni panti werdha lainnya, agar saling berbagi

dan memberikan motivasi sehingga bisa lebih banyak mendapatkan

afek-afek yang menyenangkan selama tinggal di panti werdha.

3. Bagi pihak Panti Werdha Wanita ‘X’ Kota Bandung agar diharapkan dapat

membuat program bimbingan dan konseling yang bertujuan agar lansia di

panti werdha dapat menghayati SWB yang tinggi selama tinggal di panti

(34)

65 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S, 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Diener, Ed., 2000. Subjective Well Being: The Science of Happiness and a Proposal for a National Index. Vol. 55., No. 1. 34-43.

Diener, Ed., M. Suh, Richard., E. Lucas., and Heidi L. Smith. 1999. Subjective Well Being: Three Decade of Progress. Vol. 125., No. 2 276-302.

Diener, Ed., Shigehiro O, Richard E. Lucas. 2003. Personality, Culture, and Subjective Well Being: Emotional and Cognitive Evaluations of Life. Vol. 54: 403-25.

Diener, Ed., Derrick Wirtz, Robert Biswas-Diener, William Tov, Chu Kim-Prieto, Dong-won Choi, Shigehiro Oishi. 2009. New Measures of Well-Being: Flourishing and Positive and Negative Feelings. (247-266).

Emmons, R.A. 2007. Thanks: How the New Science of Gratitude Can Make You Happier. New York: Houghton Mifflin Company Boston.

Emmons, R.A., & Michael E.McCullough. 2004. The Psychology of Gratitude. New York: Oxford University Press.

Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia.

Watkins, P.C., Woodward K., Stone, T., Kolts R.L. 2003. Social Behavior and Personality. Gratitude and Happiness: Development of a Measure of Gratitude, and Relationship with Subjective Well Being. (431-452).

(35)

66 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Hijriani, Ika. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Yang Telah Menjalani Skripsi Lebih Dari Tiga Semester. Tidak Dipublikasikan, Universitas Padjadjaran Bandung.

Kris Samuel. 2011. “Studi Deskriptif Mengenai Gratitude Pada Anak-Anak di Panti Asuhan ‘X’ Kota Bandung”. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Kadir, Subhan. 2007. Panti Werdha Adalah Sebuah Pilihan (http://subhankadir.wordpress.com/2007/08/20/panti-werdha-adalah-pilihan/, diakses tanggal 10 Juli 2013).

Kadir, Subhan. 2013. Perlunya Fasilitas Perawatan Jangka Panjang 2013.P anti Werdha. (http://subhankadir.wordpress.com/2013/01/25/perlunya-fasilitas-perawatan-jangka-panjang-dalam-panti-werdha/, diakses tanggal 10 Juli 2013)

Kementerian Sosial. 2006. Depresi Pada Lansia (http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=208 , diakses tanggal 11 Juli 2013)

Kementerian Sosial. 2008. Penguatan Eksistensi Panti werdha di tengah pergeseran budaya dan Keluarga (http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=704 , diakses tanggal 11 Juli 2013).

Suara Merdeka. 2010. Lansia Bahagia Karena Dirawat Anaknya.

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran hands on activity merupakan model pembelajaran yang direncanakan untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi,

Hasil simulasi menunjukkan rekomendasi model reuse air limbah industri farmasi menggunakan pendekatan ozonasi katalitik dapat menurunkan timbulan lumpur, biaya operasi dan

Untuk itu kerjasama dalam tim anda sangat diperlukan untuk menghasilkan bentuk origami yang unik dan kreatif dengan target produksi yang telah ditentukan oleh

dari minat membaca adalah suatu keinginan yang ada dalam diri. seseorang yang disertai dengan perasaan senang dan perhatian

Penelitian ini mengkaji peningkatan keaktifan dan kemampuan siswa kelas XI IPS SMA Sang Timur Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dalam pembelajaran menulis proposal kegiatan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat dilihat bahwa ada hubungan komunikasi interpersonal orang tua dengan perilaku siswa kelas VII di SMP Negeri

Pemecahan masalah pada simpang Pleburan – Sriwijaya setelah perkembangan kawasan adalah kombinasi pelarangan belok kanan pada jalan minor dan mayor, pelebaran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada adanya perubahan situasi dan kondisi masyarakat saat ini telah berubah dalam hal