Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Yayasan Spiritia
No. 48, November 2006
Daftar Isi
Laporan Kegiatan
Pertemuan Konsultasi
untuk Perpaduan Layanan
Pencegahan dan
Pengelolaan Infeksi
Menular Seksual HIV/AIDS
ke dalam Layanan
Reproduktif dan Kesehatan
Ibu dan Anak; Pertemuan
Kelompok Kerja PBB untuk
PMTCT se-Asia Pasifik
ke-6.
Oleh: Caroline Thomas
Dua pertemuan yang dilaksanakan sekaligus ini dilaksanakan di Hotel Sheraton Subang pada tanggal 6-10 November 2006 diikuti oleh 59 peserta dari 21 negara. Peserta terdiri dari
Pemerintah, orang muda, Odha, komunitas, kaum akademisi, asosiasi professional, LSM, lembaga donor dan sector swasta.
Kedua kegiatan ini dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan komitmen untuk mencapai akses universal kepada pencegahan, pengobatan dan perawatan intervensi HIV/AIDS diwilayah Asia Pasifik. Akses universal kepada pelayanan
pencegahan yang komprehensif adalah merupakan prioritas utama, baik sebagai tujuan maupun sebagai alat untuk meyakinkan kemampuan dan keberlanjutan pengobatan jangka panjang.
Sampai sekarang ini, banyak strategi berfokus kepada kegiatan pencegahan infeksi HIV terhadap anak yang dikaitkan dengan pengenalan HIV pada
dilakukan hanya untuk ibu-ibu yang sudah dites HIV positif.
Fokus yang sempit ini tidak akan mencapai tujuan komitmen pelayanan yang luas untuk menghentikan dan membalikkan epidemi HIV. Fakta
menunjukkan bahwa bahkan dengan cakupan yang lebih luas, pelayanan yang mencakup konseling kepada ibu yang dites positif saja tidak cukup untuk mencapai tujuan UNGASS 2010 untuk mengurangi setengah kasus penularan HIV kepada anak. Langkah-langkah primer untuk menjangkau perempuan muda, permpuan usia reproduktif, dan pasangan mereka pada lingkup pelayanan keshatan dan masyarakat terkadang terabaikan.
Oleh karena itu, langkah yang harus diambil untuk mencegah penularan HIV dari ibu kepada bayi harus dimulai dari bawah yaitu mencegah penularan HIV terhadap perempuan. Jika
perempuan tersebut sudah terdeteksi HIV positif, langkah berikutnya adalah mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Selanjutnya, jika
perempuan HIV positif hamil, langkah yang harus diambil adalah mencegah penularan dari calon ibu ke bayi. Langkah-langkah ini merupakan suatu
Laporan Kegiatan 1
Pertemuan Konsultasi untuk Perpaduan Layanan Pencegahan dan Pengelolaan Infeksi Menular Seksual HIV/AIDS ke dalam Layanan Reproduktif dan Kesehatan Ibu dan Anak; Pertemuan
Kelompok Kerja PBB untuk PMTCT se-Asia Pasifik ke-6. 1 GIPA Workshop 2
Pengetahuan adalah kekuatan 3
Kaitan antara ARV dan kusta 3
Pojok Info 4
kerangka untuk pendekatan komprehensif untuk menyediakan layanan dan dukungan untuk ibu HIV positif, bayinya dan keluarganya.
Tujuan dari Pertemuan Konsultasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk membagikan pengalaman antar negara dan pelajaran yang diambil dalam langkah-langkah mengintegrasikan pelayanan pencegahan dan pengelolaan Infeksi Menular Seksual dan HIV kepada pelayanan reproduktif, dan pelayanan ibu dan anak.
2. Untuk mendiskusikan pedoman untuk kehamilan, melahirkan dan pelayanan pasca kehamilan dan pelayanan bayi.
3. Untuk membuat rekomendasi kepada WHO dan badan-badan mitra lainnya untuk mengkolaborasi pelayanan terpadu tersebut.
Tujuan dari Pertemuan Kelompok Kerja PBB untuk PMTCT se-Asia Pasifik ke-6 adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji ulang dan mendorong pengesahan kerangka Perpaduan Layanan Pencegahan dan Pengelolaan Infeksi Menular Seksual HIV/AIDS ke dalam Layanan Reproduktif, Perencanaan Keluarga, Layanan Ibu dan Anak dan anak muda sebagai pendekatan pencegahan yang komprehensif terhadap penularan
pencegahan dari ibu ke anak (PMTCT). 2. Untuk menguatkan pendekatan
berdasarkan bukti untuk program intervensi PMTCT di negara-negara Asia dan Pasifik.
3. Untuk mengkaji ulang implikasi pelayanan PMTCT yang komprehensif dan
merekomendasikan strategi dan rencana kerja.
4. Untuk membaharui pengetahuan teknis terhadap pedoman PMTCT dan ART untuk anak., diagnosis tes HIV,
peningkatan pemantauan (monitoring) dan kualitas.
5. Untuk membentuk konsep (draft) rencana kerja per negara dalam upaya akselerasi peningkatan skala pelayanan.
GIPA Workshop, Bali, 11-14
November 2006
Oleh: Caroline Thomas
Pertemuan ini dilatarbelakangi oleh pentingnya peranan orang yang hidup dengan HIV/AIDS untuk terlibat dalam berbagai level didalam respons terhadap epidemi HIV/AIDS. Seiring berjalannya waktu, banyak kebingunan yang terjadi atas penerapan dari prinsip peran serta Odha ini. Melalui lokakarya yang difasilitasi dana oleh UNAIDS ini, diharapkan agar prinsip keterlibatan ini bisa lebih dimengerti oleh Odha dan pihak-pihak yang terlibat. Peserta lokakarya ini terdiri dari 28 peserta yang hidup dan terdampak oleh HIV/ AIDS di wilayah Jawa dan Bali. Para peserta yang hadir mewakili dirinya sendiri dan tidak membawa atau mewakili organisasi manapun. Diharapkan akan ada lokakarya serupa di daerah-daerah supaya akan ada lebih banyak peningkatan pengetahuan tentang prinsip peran serta Odha ini.
Hari pertama dimulai dengan acara pembukaan dan diberikan kata sambutan oleh Derajat Ginanjar sebagai perwakilan dari panitia pengarah.
Pembukaan selanjutnya dilanjutkan dengan kata sambutan dari Prasada Rao, Direktur Regional Supporting Team UNAIDS Asia Pacific.
Hari kedua dimulai dengan pengenalan GIPA (Greater Involvement of People Living with and affected by HIV&AIDS/keterlibatan yang lebih luas dari Odha dan Ohidha) toolkit Jaringan Odha di Asia Pasifik (APN+)
oleh Frika Chia Iskandar. Frika menginformasikan bahwa sudah ada pedoman APN+ untuk prinsip GIPA yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sesi ini berlangsung hangat karena beberapa peserta masih belum begitu mengetahui tentang APN+. Oleh karena itu, selain
memperkenalkan GIPA toolkit, Frika juga diminta untuk menjelaskan sedikit tentang latar belakang, kegiatan, visi dan misi APN+. Selanjutnya sesi hari kedua dilanjutkan dengan ‘Best practices/Lesson learn’ oleh Kate Thomson yang adalah UNAIDS Partnership Advisor Geneve. Dia membagi
Pengetahuan
adalah kekuatan
Kaitan antara ARV dan
kusta
Peningkatan akses pada obat antiretroviral (ARV) di negara berkembang mengungkapkan efek samping yang mengecutkan dan mengkhawatirkan, melalui menunjukkan infeksi kusta yang
tersembunyi pada beberapa orang HIV- positif yang menerima ARV. Hal ini menurut laporan di New York Times.
Menurut para ahli, terapi ARV (ART) membantu memulihkan sistem kekebalan tubuh, dengan hasilnya sistem tersebut membuat sel darah putih baru yang membawa bakteri dari infeksi kusta yang beristirahat pada kulit di muka, tangan dan kaki.
Para ahli mengatakan bahwa di Brasil dan India, serta juga negara Afrika, Karibia dan daerah lain, beberapa orang HIV-positif yang memakai ART mengembangkan ulkus pada muka dan kehilangan rasa pada jari tangan dan kaki.
Keterlibatan Kate dimulai karena tidak ada
pelayanan dan informasi mengenai HIV dan AIDS, sehingga ia merasa tergerak hatinya untuk merubah situasi tersebut. Selanjutnya, sesi dilanjutkan dengan kerja kelompok dan setiap kelompok membahas tentang: Alasan pentingnya GIPA, Manfaat GIPA, Penerapan GIPA, dan Kontribusi apa yang bisa diberikan Odha.
Hari ketiga dimulai dengan pembagian 9
kelompok yang masing-masing membahas tentang: 1. Bentuk-bentuk pengembangan kapasitas sesuai
dengan kebutuhan Odha/Ohidha sehubungan dengan GIPA.
2. Bentuk-bentuk pengembangan kapasitas untuk partner lain (pemerintah. LSM, donor, UN, jaringan, dll) sehubungan dengan GIPA. 3. Monitoring dan evaluasi mengenai bagaimana
mengukur GIPA, menentukan indikator GIPA. 4. Meningkatkan/memperbaiki komunikasi (tools
yang dapat digunakan untuk penyebaran dan penyamarataan informasi, alat advokasi, dll) 5. Strategi untuk menghubungkan tingkat nasional,
propinsi dan daerah.
6. Mengidentifikasi rekan baik individu, organisasi, jaringan, dll dan strategi pendekatan untuk setiap tingkatan.
7. Mobilisasi sumber daya.
8. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung untuk GIPA.
9. Mengatasi tantangan dan solusi yang memungkinkan untuk GIPA.
Pembahasan ini dilanjutkan sampai hari ke empat dengan diakhiri oleh sesi pleno yang membahas tentang penentuan terminologi yang tepat untuk GIPA (merangkum istilah yang sesuai dengan pengalaman peserta), definisi GIPA, dan keterlibatan ini mengarah kemana.
Kesimpulan dari beberapa pendapat/gagasan dari peserta, pengertian GIPA adalah:
\ Prinsip dan nilai-nilai peran serta orang yang hidup dan terdampak dengan HIV dan AIDS sebagai bagian dari solusi disertai komitmen, dalam penanggulangan HIV dan AIDS dengan menjunjung persamaan hak dan kewajiban melalui pemberdayaan diri untuk menuju
perubahan yang lebih baik sesuai kapasitas secara partisipatif dan dilakukan untuk kesetaraan.
\ POMPHA adalah istilah yang sesuai untuk peserta lokakarya dalam membahasakan GIPA yaitu, Peran Serta Orang dengan dan terdampak oleh HIV & AIDS di dalam penanggulangan HIV dan AIDS.
\ Definisi dari prinsip dan nilai peran serta ODHA dan OHIDHA dalam
penanggulangan HIV dan AIDS yaitu, merupakan bagian dari solusi, komitmen, kesetaraan (hak dan kewajiban),
Pojok Info
Lembaran Informasi Baru
Pada November 2006, Yayasan Spiritia telah menerbitkan tujuh lembaran informasi yang direvisi:•Informasi Dasar
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi
•Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 513—PML
Lembaran Informasi 514—Herpes Zoster Lembaran Informasi 515—Tuberkulosis (TB) Lembaran Informasi 516—Kandidiasis (Thrush) Lembaran Informasi 517—Toksoplasmosis Lembaran Informasi 518—Wasting AIDS
•Topik Khusus
Lembaran Informasi 910—Daftar Interaksi Obat
Untuk memperoleh lembaran revisi ini atau seri Lembaran Informasi lengkap, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang atau browse ke situs web Spiritia:
<http://www.spiritia.or.id> Kurang lebih 12 kasus pernah dilaporkan dalam
perpustakaan medis sejak 2003. Para ahli mengatakan bahwa kasus jenis ini kemungkinan akan meningkat di negara berkembang; 300.000 kasus kusta yang baru dilaporkan pada negara tersebut tahun lalu dan ada 38 juta orang yang hidup dengan HIV di negara itu.
Gilla Kaplan, profesor di University of Medicine and Dentistry of New Jersey mengatakan bahwa ART akan “mengungkapkan kusta yang
tersembunyi dengan menjadikannya bergejala.” Menurut Pierre Couppie—kepala dermatologi di Rumah Sakit Pusat di Cayenne, Guyana Prancis— kurang lebih satu dari 500 orang yang hidup dengan AIDS di negara tersebut akan mengembangkan lesi kusta setelah mulai ART. Para ahli paling prihatin mengenai India, yang sudah melaporkan 5,2 juta kasus HIV dan pada suatu waktu mempunyai 70 persen kasus kusta di dunia.
Menurut para ahli, pandemi kusta atau jumlah tinggi kematian akibat kusta kemungkinan tidak akan terjadi karena penyakit tersebut dapat diobati dengan antibiotik yang disediakan gratis oleh Novartis. Denis Daumerie, yang mengepalai upaya WHO terhadap kusta, mengatakan, “Bukan masalah kesehatan masyarakat. Hal ini adalah masalah untuk pasien sebagai individu.”
Pengobatan untuk penyakit itu membutuhkan penggunaan beberapa pil untuk enam bulan sampai dua tahun, yang dapat menjadi beban tambahan untuk Odha, yang sering kali harus memakai tiga pil [atau lebih] per hari. Tambahannya. karena hanya sedikit diketahui mengenai infeksi HIV dan malaria bersama, mungkin dokter akan membutuhkan beberapa minggu untuk mendiagnosis kusta pada Odha.
Sumber: The Kaiser Daily HIV/AIDS Report, 24 Oktober 2006
8
thInternational Congress
on AIDS in the Asia and the
Pacific (ICAAP)
Pengumuman bagi rekan-rekan yang ingin mengakses informasi tentang 8th International
Congress on AIDS in the and the Pacific (Kongres AIDS Internasional di Asia dan Pasifik ke-8) mengenai registrasi, pendaftaran beasiswa, dan pemasukan abstrak sudah dibuka untuk umum.
Tips
Makan bersama keluarga
Kebanyakan anak-anak remaja yang masih dalam masa puber mengalami beberapa perubahan pada pergaulan atau pada keadaan biologis mereka. Berkumpul dan makan bersama keluarga akan membawa perkembangan yang baik bagi remaja sehingga mereka tidak jatuh kedalam bahaya penyalahgunaan obat dan alkohol.Makan bersama keluarga lebih dari sekedar memberi makan kepada tubuh. Sebisa mungkin Anda bisa mengatur jadwal untuk memungkinkan Anda berkumpul bersama secara rutin untuk makan bersama. Berbagi rasa dalam makanan dan percakapan adalah berkat yang memelihara baik tubuh maupun jiwa.
Karena itu, yang namanya ruang makan pada umumnya adalah ruang untuk makan bersama. Makan bersama anggota keluarga, bersama teman, atau bersama tamu. Kebiasaan makan bersama akan mengakrabkan seluruh keluarga karena di situ semua anggota keluarga bebas menumpahkan pendapatnya, bahkan bergurau dan tertawa bersama.
Menurut penelitian, seringnya melakukan makan bersama keluarga selain untuk menjalin
kebersamaan dalam tiap anggota keluarga, juga untuk mengenalkan pada anak suatu konsistensi dan rutinitas, melatih anak berkomunikasi, tata krama, gizi dan kebiasaan makan yang baik. Bukan hanya itu saja, ternyata juga membawa
perkembangan baik bagi remaja, dan ini telah terbukti dalam penelitian. Remaja yang makan bersama keluarga, akan lebih berprestasi di sekolahnya dan lebih kecil kemungkinan untuk jatuh dalam pergaulan yang buruk seperti mengunakan obat-obatan dan alkohol, dan kemungkinan untuk mengalami masalah psikis seperti depresi, dibanding dengan remaja yang jarang makan bersama keluarganya.
Penelitian ini dilakukan terhadap 4.700 remaja, dan kepada mereka semua ditanyakan berapa sering mereka makan bersama keluarga dan seberapa dekat mereka dengan keluarganya. Hampir 27%
Semakin sering mereka makan bersama keluarga, semakin kurang kemungkinan mereka
menggunakan obat-obatan, alkohol, dan rokok. Juga dalam hal masalah psikis, mereka lebih sedikit yang mengalami depresi, rasa rendah diri, keinginan atau pikiran untuk bunuh diri. Dan prestasi mereka di sekolah lebih baik. Dan kegunaan makan bersama ini, terutama terlihat pada remaja wanita, walau pada remaja pria juga terlihat.
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD FOU N D FOU N D FOU N D FOU N D
FOU N DAAAAAT I ONT I ONT I ONT I ONT I ON
Kantor Redaksi:
Jl. Johar Baru Utara V No 17 Jakarta Pusat 10560
Telp: (021) 422 5163 dan (021) 422 5168 Fax: (021) 4287 1866
E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor:
Caroline Thomas
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
Positive Fund
Laporan Keuangan Positive FundYayasan Spiritia
Periode September 2006
Saldo aw al 1 September 2006 13,381,269
Penerimaan di bulan
September 2006 300,000+
__________
Total penerimaan 13,681,269
Pengeluaran selama bulan September :
Item Jumlah
Pengobatan 1,330,000
Transportasi 280,000
Komunikasi 0 Peralatan / Pemeliharaan 0
Modal Usaha 0+
__________
Total pengeluaran 1,610,000
-Saldo akhir Positive Fund
per 30 September 2006 12,071,269
Tanya Jawab
Tanya-Jawab
T: Apakah yang dimaksud dengan program CST? J: Bagi masyarakat yang awam, maupun bagi beberap orang yang terdampak dengan HIV, beberapa program masih terdengar janggal di telinga kita. Program CST adalah salah satu program dari beberapa program penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten/Kota. Program
Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan bagi Odha (CST= Care, Support and Treatment) adalah bagian hilir dari program penanggulangan HIV/AIDS secara komprehensif. Layanan CST juga merupakan layanan lanjutan dari layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing=Layanan Konseling dan Test Sukarela). CST seharusnya tidak dilakukan bila tanpa layanan VCT. Bila Odha yang datang ke fasilitas kesehatan sudah dengan AIDS, layanan VCT tetap harus diberikan.
Maksud dan tujuan dari program CST adalah untuk memberikan layanan yang berkualitas bagi Odha agar dapat hidup lebih lama secara positif, berkualitas dan memiliki aktivitas social dan ekonomi yang normal seperti anggota masyarakat lainnya dengan kata lain tanpa ada stigma dan diskriminasi.