• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SIMBOLIK ALAT-ALAT YANG DI GUNAKAN DI DALAM PERNIKAHAN ADAT JAWA DI DESA MAHATO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "MAKNA SIMBOLIK ALAT-ALAT YANG DI GUNAKAN DI DALAM PERNIKAHAN ADAT JAWA DI DESA MAHATO "

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA SIMBOLIK ALAT-ALAT YANG DI GUNAKAN DI DALAM PERNIKAHAN ADAT JAWA DI DESA MAHATO

KECAMATAN TAMBUSAI UTARA KABUPATEN ROKAN HULU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Pada Program Studi Agama-Agama

Oleh:

JUNI ASTUTI NIM: 11730323083

Pembimbing 1 H. Abd. Ghofur, M. Ag

Pembimbing II Khairiah, M. Ag

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1443 H / 2022 M

NO : 293/SAA-U/SU-SI/2022

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i MOTTO























“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabra”

(QS. Al-Baqarah Ayat 153)

(7)

ii

KATA PENGANTAR Bismillahirohmanirohim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa penulis ucapkan ke baginda Rasulullah SAW di mana beliau merupakan suri tauladan bagi umat Muslim, dan yang mana beliau telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi Salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Adapun judul skripsi ini yaitu, “Makna Simbolik Alat-Alat Yang di Gunakan di Dalam Pernikahan Adat Jawa di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu”.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini penulis menyampaikan banyak ribuan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moral maupun bantuan secara material. Dengan penuh rasa ketulusan hati dan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang paling dalam kepada:

1. Terkhusus untuk kedua orang tua saya yang tercinta, bapak Katno dan ibu Payem serta adik saya Rizky Kurniawan dan beserta keluarga atas curahan cinta dan kasih sayang nya dalam merawat, membesarkan, membimbing dan menemani serta memberikan dukungan dan semangat secara moril maupun secara material, kerja keras dan doa yang tak henti-henti nya di panjatkan untuk saya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof Dr. Hairunnas Rajab, M.Ag. Sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau beserta jajarannya yang telah memberi kesempatan penulis untuk menimba ilmu di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau ini.

(8)

iii

3. Bapak Abdul Ghofur, M.Ag Sebagai Ketua Jurusan Prodi Studi Agama- Agama yang selalu memberikan arahan dan nasihat kepada setiap mahasiswa/mahasiswi-Nya.

4. Ibu Dr. Khotimah, M. Ag selaku sekretaris Program Studi Agama-Agama di Fakultas Ushuluddin yang selalu memberikan arahan dan nasihat kepada setiap mahasiswa/mahasiswi-Nya.

5. Bapak Dr. Alpizar, M.Si selaku Penasihat Akademik. Terima kasih penulis ucapkan atas waktu, nasihat, dukungan dan masukan serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan ini.

6. Bapak H. Abdul Ghofur, M.Ag. Selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, memberikan banyak bantuan, arahan dan masuk- masukkan serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Khairiah, M.Ag selaku dosen pembimbing II skripsi yang telah memberikan bimbingan, memberikan banyak bantuan, arahan dan masuk- masukan serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada seluruh bapak dan ibu Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan materi-materi perkuliahan. Semoga ilmu yang bapak ibu berikan berkah dan bermanfaat untuk penulis baik di dunia maupun di akhirat.

9. Pimpinan Perpustakaan Universitas Negeri Islam Sultan Syarif Kasim Riau beserta jajarannya yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan Studi Kepustakaan.

10. Seluruh perangkat Kantor Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, yang telah memberikan dukungan dalam penelitian ini.

11. Buat mas Tri, senyum dan semangat yang senantiasa di berikan, menjadikan semangat dalam menyelesaikan karya ini, karya kecil ini juga penulis persembahkan untuk kalian yang selalu menyemangati, memberikan motivasi dan kasih sayang.

(9)

iv

12. Teman-teman terdekat penulis yaitu Welni Alda, Yesti Mahdalena, Intan Nurfadillah, Dan Septy Rahma Dwi yang telah mendukung dan mensuport penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan Prodi Studi Agama- Agama angkatan 2017 terkhusus Kelas A dan teman-teman yang lain nya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas dukungan, semangat nya beserta motivasi nya yang sahabat-sahabat dan teman-teman berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya atas bantuan, dukungan, serta masukan dan motivasi dari semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapakan ribuan terimah kasih, semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan balasan yang terbaik serta pahala yang berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat.

Aamin Allahuma Aamin.

Keterbatan waktu, sumber bacaan dan wawasan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, sehingga memungkinkan adanya suatu kekurangan di dalam skripsi ini baik dalam bentuk isi maupun teknik dan susunan penyajiannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun penulis menerima dengan tangan terbuka. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat, baik untuk para pembaca terutama bagi penulis sendiri.

Wassalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekanbaru, 14 Februari 2022 Penulis

Juni Astuti

(10)

v ABSTRAK

Makna Simbolik Alat-Alat Yang di Gunakan di Dalam Pernikahan Adat Jawa di Desa Mahato KecamatanTambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu

Penelitian ini membahas tentang makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu. Pernikahan bagi masyarakat Jawa di yakini sebagai sesuatu yang sakral, sehingga diharapkan ketika menjalani pernikahan cukup sekali dalam seumur hidup. Penelitian ini menelusuri tentang makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) untuk mengetahui prosesi-prosesi pelaksanaan penikahan adat Jawa. 2) untuk mengetahui makna simbolik dari pernikahan adat Jawa. 3) untuk mengetahui perubahan-perubahan simbol di dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan deskriftif analitik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses-proses pernikahan adat Jawa, kembar mayang dan bunga setaman adalah simbol yang digunakan dalam prosesi pernikahan adat Jawa yang memiliki makna tersendiri. Hal ini didasarkan dari simbol baik dari rasa maupun bentuknya. Adapun perubahan-perubahan simbol dalam pernikahan Adat Jawa. Di dalam pernikahan Adat Jawa di Desa Mahato tidak ada perubahan tentang simbol dalam pernikahan Adat Jawa.

Kata kunci: Makna Simbolik, Dalam Pernikahan Adat Jawa

(11)

vi ABSTRACT

Symbolic Meaning in Javanese Culture Marriage at Mahato Village North Tambusai Sub District Rokan Hulu Regency

This research discussed about the symbolic meaning in Javanese culture marriage in Mahato Village North Tambusai Sub District Rokan Hulu Regency. Marriage for Javanese community is believed as something sacared until it is expected to do marriage only once for a lifetime. This research investigated the symbolic meaning in Javanese culture marriage in Mahato Village North Tambusai Sub District Rokan Hulu Regency. The purposes of this research were: 1) to find out the procession of Javanese culture marriage implementation, 2) to find out the symbolic meaning of Javanese culture marriage, 3) to find out the symbol changes in Javanese culture marriage in Mahato Village North Tambusai Sub District Rokan Hulu Regency. This research was a field research by using qualitative method. The techniques of data collection used were observation, interview, and documentation. The data analysis used was descriptive analytic. The research results showed that the marriage processes in Javanese culture marriage were kembar mayang and bunga setama that are the symbol used which have their own meaning. It was underlied by the symbol either the feel or the form. Related to the changes of symbols in Javanese marriage culture, there was no change of symbols in Javanese culture marriage Mahato Village North Tambusai Sub District Rokan Hulu Regency.

Keywords: Symbolic Meaning, Javanese Culture Marriage

(12)

vii

صخلم

يتوتسأ وينوي (

2222 :) يزمرلا ىنعملا يف

لفح فافزلا يواجلا

يديلقتلا فيرب

وتاهام ،

ياسوبمات ةقطنمب لا

لامش ،ي ولوه ناكور

ثبح يلع زكرت ةساردلا هذه يزمرلا نىعلما

،وتاهام فيرب يديلقتلا يوالجا فافزلا لفح في ةقطنبم

ولوه ناكور ،ليامشلا ياسوبمات .

دقتعي لجا عمتلمجا نأ يوا

جاوزلا ءيش )ةدابع(

ّيِسْدُق ةبسنلاب مله

اذبه لمأيو ةدحاو ةرم نوكي نأ

ةساردلا هذه .متهايح في ت

ضرعتس يزمرلا نىعلما

في لفح فافزلا

يوالجا

،وتاهام فيرب يديلقتلا يديلقتلا ةقطنبم

ولوه ناكور ،ليامشلا ياسوبمات اهفادهأو .

1 .)

لا فشكل تاَّفز

ةيديلقتلا ةيوالجا ،

2 ةفرعلم .) يزمرلا نىعلما

نم يديلقتلا يوالجا فافزلا لفح 3

.)

ةفرعلم يزمرلا تايريغت ناكور ،ليامشلا ياسوبمات ،وتاهام فيرب يديلقتلا يوالجا فافزلا لفح في

ولوه . يعونلا ثحبلا اهعونو نياديلما ثحبلا مدختست ةساردلا هذه ،

تانايبلا عجم ةينقتو

و ةظحلالما للاخ نم ةمدختسلما ةقيقدلا ةلباقلما

و ،قئاثولاو يفصولا ليلحتلا

مدختسم ليلحتل

تانايبلا . ةساردلا هذه جئاتن لا نأ فصت

تاَّفز ةيديلقتلا ةيوالجا ناماتيس انجوبو جنايام رابميك لثم

لا ةيلمع في مدختسلما زمرلا نم تاَّفز

ةيوالجا قوذلا ليإ دوعت نياعلما هذهو ،ةصالخا نياعلما كلتتمو

و .لكشلاو دجوت لا

يزمرلا تايريغت يديلقتلا يوالجا فافزلا لفح في

فيرب وتاهام دجوت لا

:ةيحاتفملا تاملكلا يزمرلا ىنعملا

،

لفح

فافزلا

يواجلا

يديلقتلا

(13)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN NOTA DINAS

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

MOTTO ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK DALAM BAHASA INDONESIA ... iv

ABSTRAK DALAM BAHASA INGGRIS ... v

ABSTRAK DALAM BAHASA ARAB ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 3

C. Identifikasi Masalah ... 4

D. Batasan Masalah... 5

E. Rumusan Masalah ... 5

F. Tujuan Penelitian ... 5

G. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Kebudayaan ... 7

B. Makna Simbolik ... 13

C. Simbol ... 14

D. Pengertian Adat ... 18

E. Penelitian Yang Relevan ... 19 BAB III METODE PENELITIAN

(14)

ix

A. Jenis Penelitian ... 12

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

C. Informan Penelitian ... 23

D. Subjek dan Objek Penelitian ... 24

E. Sumber Data Penelitian ... 25

F. Teknik Pengumpulan Data ... 26

G. Teknik Analisa Data ... 27

H. Sistematika Penulisan ……….28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Desa Mahato ... 29

B. Proses Pelaksanaan Pernikahan Adat Jawa di Desa Mahato ... 36

C. Makna Simbolik Dalam Pernikahan Adat Jawa di Desa Mahato 62 D. Perubahan Simbol-Simbol Dalam Pernikahan Adat Jawa di Desa Mahato... 73

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(15)

x

DAFTAR TABEL

Tabel. I Informan Penelitian ... 24

Tabel. III Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 33

Tabel. IV Jumlah sarana Pendidikan Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara ... 34

Tabel. V Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 34

Tabel. VI Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Mahato Tambusai Utara.. 35

Tabel. VII Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Mahato ... 35

Tabel. VIII Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku di Desa Mahato ... 36

Tabel. IX Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Mahato ... 37

Tabel. X Hari dan Nilai Bagi Masyarakat Jawa ... 41

Tabel. XI Pasaran dan Nilai ... 41

Tabel. XII Jumlah Hari Makna dan Artinya ... 42

(16)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar. I Struktur Organisasi Pemerintah Desa Mahato Kecamatan

Tambusai Utara ... 32

Gambar. II Foto Lamaran... 39

Gambar. III Mendirikan Tarub ... 46

Gambar. IV Tumpeng Robyong ... 49

Gambar. V Akad Nikah ... 52

Gambar. VI Pertemuan pengantin wanita dan pengantin pria ... 54

Gambar. VII Peralatan Tradisi Wiji Dadi ... 57

Gambar. VIII Tradisi Wiji dadi (pecah telur) ... 58

Gambar. IX Pengantin wanita membasuh kaki ... 59

Gambar. X Sindur Binayang ... 60

Gambar. XI Kembul Dhahar ... 61

Gambar. XII Sungkeman Kedua Orangtua ... 62

Gambar. XIII Kembar Mayang ... 63

Gambar. XIV Godhong Beringin ... 64

Gambar.XV Bunga Andong ... 65

Gambar.XVI Bunga Puring ... 65

Gambar. XVII Kitiran (baling-baling) ... 66

Gambar. XVIIIBelalang ... 67

Gambar. XIX Burung-burungan ... 68

Gambar. XX Keris-kerisan... 69

Gambar. XXI Kembang setaman ... 69

Gambar. XXII Kembang mawar merah ... 70

Gambar. XXIIIKembang Melati ... 71

Gambar. XXIVKembang Kenanga ... 72

Gambar. XXV Telur Ayam Kampung ... 73

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan yang beraneka ragam yang tersebar luas mulai dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia tersebut bukan hanya berupa kekayaan sumber alam saja, tetapi masyarakat Indonesia juga memiliki kekayaan lain seperti kekayaan akan kebudayaan suku bangsa Indonesia yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Salah satu kekayaan kebudayaan orang-orang Jawa adalah upacara pernikahan adat Jawa. Adat istiadat pernikahan Jawa ini merupakan salah satu tradisi yang bersumber dari Kraton. Adat istiadat ini mengandung nilai-nilai luhur yang mencerminkan luhurnya budaya orang Jawa.

Sebelum menjelaskan mengenai pernikahan adat Jawa maka perlu dijelaskan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pasal 1, menyebutkan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.1 Pernikahan adalah dimana sepasang calon suami istri dipertemukan secara formal dihadapan penghulu, para saksi dan semua orang yang ikut menghadiri pernikahan tersebut, untuk disahkan dengan resmi sebagai suami dan istri dengan berbagai upacara dan ritus-ritus tersebut. Pernikahan pada umumnya di rayakan secara meriah, diiringi dengan upacara-upacara.2

Pernikahan adalah suatu yang sakral, agung, dan monumental bagi setiap pasangan hidup. Karena itu, pernikahan bukan hanya sekedar mengikuti agama dan meneruskan naluri para leluhur untuk membentuk sebuah keluarga dalam ikatan hubungan yang sah antara pria dan wanita, namun juga memiliki arti yang sangat mendalam dan luas bagi kehidupan manusia dalam menuju bahtera kehidupan seperti yang dicita-citakannya.

1 Djaja S. Meliala, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan, (Bandung : Nuansa Aulia, 2008), hlm 1.

2 Kartini Kartono, Psikologi Wanita 1 (Bandung : Mandar Maju, 2006), hlm 207.

(18)

2

Bagi masyarakat Jawa pernikahan bukan hanya merupakan pembentukan rumah tangga baru, namun juga merupakan ikatan dari dua keluarga besar yang bisa jadi berbeda dalam segala hal, baik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Ibarat anak sekolah, pernikahan adalah sebuah wisuda bagi pasangan muda mudi untuk nantinya menggapai ujian “pendidikan” kehidupan yang lebih tinggi dan berat. Sebagai sebuah wisuda kehidupan, adalah sesuatu yang wajar kalau pada akhirnya untuk merayakannya melalui tahapan-tahapan yang sangat panjang dan penuh dengan simbol-simbol.

Masing orang-orang yang punya hajat memeriahkan pesta pernikahan keluarga mereka sesuai asal muasal mereka, Jawa, Sunda, Bali, Sumatra dan sebagainya. Ada yang melakukan pernikahan adat dengan secara lengkap, dimana semua peralatan pesta maupun urutan acaranya dilaksanakn secara utuh. Tapi, ada sebagian orang yang mencuplik upacara keadatanya sebagian- sebagian sesuai kemampuan dan selera mereka.3

Manusia dicipatakan Allah adalah berpasang-pasangan yaitu jenis laki-laki dan wanita serta beraneka ragam suku, ras dan beraneka pula adat-istiadatnya.

Hal ini sebagaimana Firman Allah di dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat 21.

َن ْوُزَّكَذَت ْمُكَّهَعَن ِهْيَجْوَس اَنْقَهَخ ٍءْيَش ِّمُك ْهِمَو Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (QS. Az-zariyat : 49).

Dari setiap suku yang ada di Indonesia memiliki makna ritual dan tradisi yang berbeda. Baik berbeda secara makna dan tradisinya, seperti halnya dalam pelaksanaan slametan, pelaksanaan upacara pernikahan, pelaksanaan khitanan, dan pelaksanaan Aqiqah. Setiap makna yang ada pada suku di Indonesia, pastinya memiliki makna tersendiri bagi masyarakatnya.

Setiap rangkaian upacara pernikahan adat Jawa memiliki makna dan simbol yang sangat dalam. Seperti hal nya dalam upacara siraman, dan upacara panggih (temu manten) yang pastinya memiliki makna dan simbol yang sangat

3 Artatie Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Jawa (Jakarta : PT Gramedia Pustaka, 2001), hlm 1.

(19)

3

dalam yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Simbol juga merupakan sesuatu yang sangat dikenal dan sangat dipahami oleh masyarakat Jawa dalam kehidupan sehari-hari yang sering digunakan sebagai alat mewariskan kebudayaan.

Pernikahan adat Jawa terdiri dari rangkaian ritual yang sangat panjang, rumit, saling berhubungan dan saling mendukung. Ritual tersebut di awali dengan proses nembung (meminang/melamar), hingga proses pemilihan hari baik untuk mendirikan tarub/tratak, dan proses pemilihan hari baik untuk untuk pernikahan. Menentukan hari baik pernikahan di masyarakat Jawa menggunakan Weton atau hari kelahiran kedua mempelai.

Berdasarkan fenomena yang terjadi dilapangan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Makna Simbolik alat-alat yang di gunakan di Dalam Pernikahan Adat Jawa Di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.

B. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam judul dan permasalahan ini maka penulis memberikan penegasan terhadap beberapa istilah berikut:

1. Pengertian Simbol

Istilah “simbol” berasal dari kata symbol (Inggris), symbolicum (latin), dan symbolon atau symballo (Yunani) yang memiliki makna “memberi kesan”, berarti”, dan “menarik”. Secara etimologis, istilah simbol berarti mencocokkan bagian dari barang yang dibelah atau dipecah jadi dua bagian, kedua bagian yang dibelah itu disebut symbola yang kemudian berkembang menjadi kata simbol. Simbol juga sering disebut dengan lambang.4

Secara etimologis, simbol memiliki beberapa pengertian. Pertama, simbol adalah sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat yang menggantikan gagasan atau objek. Kedua, simbol adalah kata, tanda, atau

4 Mohammad Jazeri, Makna Tata Simbol Dalam Upacara Pengantin Jawa (Tulungagung:

Akademia Pustaka, 2020) hlm, 7.

(20)

4

isyarat, yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain seperti arti, kualitas, abstraksi, gagasan, dan objek. Ketiga, simbol adalah apapun yang diberikan arti dengan persetujuan umum dan atau kesepakatan atau kebiasaan. Keempat, simbol sering diartikan secara terbatas sebagai tanda konvensional, sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti yang kurang lebih standar dan disepakati anggota masyarakat sendiri.5

Simbol merupakan garis penghubung antara pemikiran manusia dengan kenyataan yang sebenarnya, yang mana harus saling berhubungan. Simbol berasal dua sumber, yang pertama berasal dari kenyataan luar yang terwujud dalam kenyataan sosial ekonomi, dan yang kedua berasal dari dalam dan terwujud melalui konsepsi-konsepsi dan struktur sosial. Dalam hal ini simbol menjadi dasar bagi sistem-sitem konsep yang mengakar dalam suatu masyarakat.

2. Adat Istiadat

Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang bersifat (dilakukan terus menerus), dipertahankan oleh para penduduknya. Kebiasaan merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa. Ia adalah penjelmaan bangsa itu yang terus menerus berkembang secara evolusi dari abad ke abad.6

Suku Jawa tidak pernah lepas dari adat istiadat yang memang sudah sangat di percayai sejak dulu. Kebanyakan adat istiadat yang ada bersumber dari kepercayaan nenek moyang terlebih dahulu dari masyarakat Jawa dan tidak bersumber dari agama islam yang banyak di peluk oleh sebagian besar masyarakat.

3. Pernikahan Adat Jawa

Suku Jawa adalah populasi suku yang paling di Indonesia, sehingga pernikahan adat Jawa adalah salah satu adat pernikahan yang paling banyak di lakukan oleh para pengantin di Indonesia.

5 Ibid,. hlm, 7

6 Dominikus Rato, Pengantar Hukum Adat, (Yogyakarta: Laks Bang Press Sindo, 2009), hlm. 1.

(21)

5

Karena suku Jawa merupakan suku yang paling banyak jumlahnya dan tersebar di berbagai provinsi di Indonesia, biasanya hampir di setiap daerah di Indonesia aka nada pengantin yang melaksanakan pernikahan adat Jawa.

C. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang terkait dengan makna simbolik alat-alat yang di gunakan di dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu, yang sangat menarik untuk di teliti adalah :

1. Prosesi pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.

2. Makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.

3. Apakah ada perubahan simbo-simbol di dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.

D. Batasan Masalah

Dari berbagai persoalan-persoalan mengenai makna simbolik alat-alat yang di gunakan di dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato tambusai utara kabupaten rokan hulu, penulis membatasi masalah yang akan di teliti, yakni bagaimana prosesi pernikahan adat Jawa, makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa, dan apakah ada perubahan simbol-simbol pernikahan adat Jawa.

E. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah prosesi pernikahan adat Jawa di desa Mahato, Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu?

2. Apa makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa di desa Mahato, Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu?

3. Apakah ada perubahan pernikahan dalam adat Jawa di desa Mahato, Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu?

F. Tujuan Penelitian

(22)

6

a. Untuk menjelaskan prosesi pernikahan adat Jawa di desa Mahato, Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu.

b. Untuk mengetahui apa-apa saja makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa di desa Mahato, Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu.

c. Untuk mengetahui apakah ada perubahan simbol-simbol dalam pernikahan adat Jawa di desa Mahato, Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu.

G. Manfaat Penelitian

a. Bahan informasi ilmiah bagi kalangan akademik, dalam bidang kajian fenomenologi terkait dengan Makna Simbolik alat-alat yang di gunakan di dalam pernikahan adat Jawa di desa Mahato, Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu.

b. Dapat menembah khazanah intelektual di bidang tradisi dan keagamaan,sekaligus menambah literature-literatur Studi Agama, khususnya UIN Suska Riau , juga sebagai bahan perbandingan dalam penelitian oleh para ahli yang ingin meneliti masalah ini.

c. Dapat menambah wawasan ilmu dan pengetahuan bagi masyarakat luas mengenai Makna Simbolik alat-alat yang di gunakan di dalam pernikahan adat Jawa di desa Mahato, Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu.

(23)

7 BAB II

KERANGKA TEORI A. Landasan Teori

1. Pengertian Kebudayaan

Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa sanskerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya.

Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya adalah perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan adalah culture, berasal dari kata culere (bahasa Yunani) yang berarti mengerjakan tanah. Kata culture, dalam bahasa Belanda, masih mengandung pengertian pengerjaan tanah (ingat Cultuur Stelsel yang dilaksanakan pemerintah Belanda di Indonesia dalam abad XIX) dan sekaligus juga berarti kebudayaan seperti kata Culture dalam bahasa Inggris.7

Mempelajari pengertian kebudayaan bukan suatu kegiatan yang mudah, mengingat banyaknya batasan konsep dari berbagai bahasa, sejarah dan sumber bacaannya atau literaturnya, baik yang berwujud ataupun yang abstrak yang secara jelas menunjukkan jalan hidup bagi kelompok orang (masyarakat).

Demikian pula dalam pendekatan metodenya sudah banyak disiplin ilmu lain seperti sosiologis, psikoanalisis, psikologi (perilaku) mengkaji bermacam- macam masalah kebudayaan, yang tingkat kejelasannya bergantung pada konsep dan penekanan masing-masing unsur konsepnya.8

Menurut Kluckhohn, hampir semua antropologi Amerika setuju dengan dalil proposi yang di ajukan oleh Herkovits dalam bukunya yang berjudul Man and His Work tentang teori kebudayaan yaitu:

7 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2001), hlm 30.

8 Munandar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar, (Bandung : PT Refika Aditama, 2000), hlm 19-20.

(24)

8

1. Kebudayaan dapat dipelajari.

2. Kebudayaan berasal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan, psikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia.

3. Kebudayaan mempunyai struktur.

4. Kebudayaan dapat dipecah-pecah ke dalam berbagai aspek.

5. Kebudayaan bersifat dinamis.

6. Kebudayaan mempunyai Variabel.

Pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh E.B. Taylor maupun dalil- dalil yang dikemukakan oleh Hervokits masih bersifat luas sehingga pengkajian kebudayaan sangat bervariasi. Untuk memperoleh pengertian kebudayaan yang lebih sistematis dan ketat, diperlukan consensus tentang definisi mengingat kebudayaan merupakan totalitas pandangan hidup. Kroeber dan Klukhon mengajukan konsep kebudayaan sebagai kupasan kritis dari definisi-definisi kebudayaan (konsensus) yang mendekati. Definisinya adalah : Kebudayaan terdiri dari bebagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol- simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok- kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.9

Menurut Ki Hajar Dewantara kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

Menurut A.L. Krober dan C. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Culture, a Critial Review of Concepts and Definitions mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.

9 Ibid,. hlm 20-21.

(25)

9

Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok. Berlainan dengan hewan, manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam. Terwujudnya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu hal-hal yang menggerakkan manusia untuk menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan merupakan produk kekuatan jiwa manusia sebagai mahkluk Tuhan yang tertinggi.10

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.

Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural- Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai Superorganic, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religious, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artisik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang di dapat seseorang sebagai anggota masyarakat.11

Sistem kepercayaan merupakan suatu asas dalam kehidupan manusia.

setiap masyarakat yang ada di dunia ini menganut suatu sistem kepercayaan tertentu. Dari berbagai hasil penelitian antropologi ditemukan bahwa tidak ada masyarakat di dunia ini yang tidak memiliki sistem kepercayaan atau agama, baik dalam masyarakat yang masih terbelakang maupun yang sudah maju.

Sistem kepercayaan adalah aspek kebudayaan yang terjaring luas dalam masyarakat. Melalui sistem kepercayaan inilah manusia melakukan hubungan dengan yang ghaib (Tuhan) yang dipandang mempunyai pengaruh dalam

10 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2001), hlm 31.

11 Muhammad Syukri Albani Nasution, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Jakarta : Rajawali Pers, 2015), hlm 15.

(26)

10

kehidupan manusia. Secara teoritis, sistem kepercayaan merupakan salah satu dari inti kepercayaan.

Seorang Antropologi lain, yaitu E.B, Taylor pernah memberikan definisi mengenai kebudayaan. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.12

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmani (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat.13

Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan mengintrepretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisnya kepada generasi berikutnya14.

2. Unsur Kebudayaan dan Wujud Kebudayaan

Unsur kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bagian suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai suatu analisis tertentu.

Dengan adanya unsur tersebut, kebudayaan di sini lebih mengandung makna totalitas daripada sekedar penjumlahan unsur-unsur yang terdapat didalamnya.

12 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 150.

13 Ibid,. hlm 151.

14 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Radar Jaya Offset, 2000), hlm 21.

(27)

11

Oleh karena itu, dikenal adanya unsur-unsur yang universal yang melahirkan kebudayaan universal (Cultural Universal), yang dikemukakan oleh C. Kluckhon dalam karyanya Universal Categories of Culture. Menurut Kluckhon ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal yaitu, sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian. Untuk lebih jelas, masing-masing diberi uraian sebagai berikut.15

1. Sistem religi dan upacara keagamaan merupakan produk manusia sebagai homo religious. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahaya di atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang Mahabesar (supranatural) yang dapat “menghitam- putihkan” kehidupannya. Oleh karena itu, manusia takut sehingga menyembah-Nya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama.

2. Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk manusia sebagai homo socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah. Namun, dengan akalnya manusia membentuk kekuatan dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

3. Sistem pengetahuan merupakan produk manusia sebagai homo sapiens.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu dapat juga dari pemikiran orang lain.

4. Sistem mata pencarian hidup merupakan produk dari manusia sebagai homo economis menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat.

5. Sistem teknologi dan peralatan merupakan produksi dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat.

15 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2001), hlm 33-34.

(28)

12

6. Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longues. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode), yang kemudian disempurnakan dalam bentuk lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan.

7. Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya.16

Selain pendapat C. Kluckhon di atas, ahli lain seperti Melville J.

Herskovits juga mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan yaitu.

1. Alat-alat teknologi 2. Sistem ekonomi 3. Keluarga

4. Kekuasaan politik

Bronislaw Malinowski mengemukakan adanya empat unsur kebudayaan yaitu, sistem norma, organisasi ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun petugas pedidikan, dan organisasi kekuatan. Dari ketiga pendapat tersebut, yang paling terkenal adalah pendapat C. Kluckhon.17

Selain unsur-unsur kebudayaan, masalah lain yang juga penting dalam kebudayaan adalah wujudnya. Pendapat umum mengatakan ada dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan bendaniah (material) yang memiliki ciri dapat dilihat, diraba, dan dirasa sehingga lebih konkret atau mudah dipahami.

Kedua, kebudayaan rohaniah (spirinatural) yang memiliki ciri-ciri dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohaniah bersifat lebih abstrak dan lebih sulit dipahami.

Koentjaraningrat dalam karyanya kebudayaan, mantalitet, dan pembangunan menyebutkan bahwa paling sedikit ada tiga wujud kebudayaan yaitu.

1. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

16 Ibid,. hlm 34-35

17 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2001), hlm 35.

(29)

13

2. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Sebagai benda-benda hasil karya manusia.18

Ada juga yang merumuskan kebudayaan, lebih-lebih yang sudah mengarah pada kesenian, dengan istilah rasa, karsa, karya. Masing-masing dapat dimaknakan seperti yang dikemukakan oleh koentjaraningrat.19

B. Makna Simbolik

Semua kegiatan manusia pada umumnya melibatkan simbolisme, karena itu manusia bukan hanya merupakan animal rational, tetapi juga disebut homo simbolicus. Dalam lingkungan manusia religius, fakta-fakta religius itu sendiri menurut kodratnya sudah bersifat simbolis. Ungkapan-ungkapan simbolis digunakan untuk menunjuk pada sesuatu yang transenden, yang trans- manusiawi, yang trans historis, dan meta empiris. Karena itu, Eliade menegaskan bahwa simbol merupakan cara pengenalan yang bersifat religius.

Fungsi-fungsi simbol yang dipakai dalam upacara adalah sebagai alat komunikasi yang menyuarakan pesan-pesan ajaran agama dan kebudayaan yang dimilikinya, khususnya yang berkaitan dengan etos dan pandangan hidup, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh adanya upacara tersebut. Simbol merupakan “gambaran yang sakral” sekaligus juga sebagai mediator manusia untuk berhubungan dengan yang sakral. Sebab, manusia tidak bisa mendekati yang sakral secara langsung, karena yang sakral itu adalah transenden sedangkan manusia adalah makhluk temporal yang terikat di dalam dunianya.

Maka manusia bisa mengenal yang sakral, sejauh bisa dikenal melalui simbol.

Bahasa yang sakral kepada manusia adalah melalui simbol. Dengan demikian, simbol merupakan suatu cara untuk dapat sampai pada pengenalan terhadap yang sakral dan transenden.20

18 Ibid,. hlm 35.

19 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2001), hlm 36.

20 Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama (upaya memahami keragaman kepercayaan, keyakinan, dan agama), (Bandung : ALFABETA, 2011) hlm 63-64.

(30)

14

Belakangan ini mulai berkembang minat terhadap kajian simbolisme.

Menurut Eliade, ada beberapa faktor yang menyebabkan ketertarikan ini.

Pertama, adanya penemuan dalam psikologi dalam (depth psychology). Kedua, pergantian abad ini menyaksikan munculnya seni abstrak. Ketiga, yang berperan membangkitkan minat dalam kajian simbolisme adalah riset dari para etnolog tentang masyarakat primitive. Keempat, sebuah peran yang menonjol bagi populernya kajian simbolisme harus dinisbatkan kepada riset para filsuf, epistemology, dan para linguis tertentu.21

Menurut Budiono Herusatoto, makna simbolik berasal dari bahasa Yunani yaitu Syimbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan hal kepada seseorang. Ada pula yang menyebutkan “symbolos” yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi yaitu nama untuk benda lain yang berasosiasikan atau yang menjadi atributnya.22

C. Simbol

1. Pengertian Simbol

Istilah “simbol” berasal dari kata symbol (Inggris), symbolicum (Latin), dan symbolon atau symballo (Yunani) yang memiliki makna “memberi kesan”,”berarti”, dan “menarik”. Secara etimologis, istilah simbol berarti mencocokkan bagian dari barang yang dibelah atau dipecah jadi dua bagian.

kedua bagian yang dibelah itu disebut symbola yang kemudian berkembang menjadi kata simbol. Simbol juga sering disebut dengan lambang.23

Secara epistemologis, simbol memiliki beberapa pengertian. Pertama, simbol adalah sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat yang menggantikan gagasan atau objek. Kedua, simbol adalah kata, tanda, atau isyarat, yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain seperti arti, kualitas,

21 Ibid,. hlm 64-65.

22 Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta : Hanindita, 1992), hlm 10.

23 Mohammad Jazeri, Makna Tata Simbol Dalam Upacara Pengantin Jawa, (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2020) hlm, 7.

(31)

15

abstraksi, gagasan, dan objek. Ketiga, simbol adalah apapun yang diberikan arti dengan persetujuan umum dan atau kesepakatan atau kebiasaan. Keempat, simbol sering diartikan secara terbatas sebagai tanda konvensional, sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar dan disepakati anggota masyarakat itu sendiri.24

Secara kategoris, simbol dapat dibedakan ke dalam simbol verbal, simbol non-verbal, dan simbol kultural. Pertama, simbol verbal, yaitu simbol yang berupa bahasa. Ia bisa berupa kata, frasa, kalimat, atau wacana. Kedua, simbol non-verbal merupakan simbol yang berupa benda, alam, dan hewan, manusia.

Ketiga, simbol kultural merupakan simbol yang diambil dari warisan budaya suatu masyarakat. Ia merupakan tradisi-tradisi yang digunakan untuk melestarikan nilai-nilai yang dianggap luhur.25

Simbol merupakan garis penghubung antara pemikiran manusia dengan kenyataan yang sebenarnya, yang mana harus saling berhubungan. Simbol berasal dua sumber, yang pertama berasal dari kenyataan luar yang terwujud dalam kenyataan sosial ekonomi, dan yang kedua berasal dari dalam dan terwujud melalui konsepsi-konsepsi dan struktur sosial. Dalam hal ini simbol menjadi dasar bagi sistem-sitem konsep yang mengakar dalam suatu masyarakat.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta disebutkan, simbol atau lambing adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud tertentu. Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk simbolik itu sendiri.26

2. Teori Simbol

Teori tentang simbol berasal dari bahasa Yunani kata symboion dari syimbolla (menarik kesimpulan berarti memberi kesan), simbol atau lambing

24 Ibid, hlm 8.

25 Ibid, hlm 9.

26 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rodaskarya, (Bandung: 2006) hlm, 155.

(32)

16

sebagai sarana atau mediasi untuk membuat dan meyampaikan suatu pesan, menyusun sistem epistimologi dan keyakinan yang di anut.27

Pengertian simbol tidak akan pernah lepas dari ingatan manusia secara tidak langsung manusia pasti mengetahui apa yang di sebut simbol, terkadang simbol diartikan sebagai suatu lambing yang di gunakan sebagai penyampai pesan atau keyakinan yang telah di anut dan memiliki makna tertentu, arti simbol juga sering terbatas pada tanda konvensionalnya, yakni sesuatu yang di bangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar yang di sepakati atau di pakai anggota masyarakat tertentu.

Adapun dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membicarakan tentang simbol, begitu pula dengan kehidupan manusia tidak mungkin tidak berurusan dengan hasul kebudayaan. Akan tetapi setiap hari orang melihat, mempergunakan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan tersebut.

Karena kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia selaku anggota masyarakat maka yang jelas tidak ada manusia yang tidak memiliki kebudayaan dan juga sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, jadi masyarakat mempunyai peran sebagai wadah dan pendukung dari suatu kebudayaan.28

Karena masyarakat sendiri merupakan mahkluk berbudaya, sedangkan kebudayaan merupakan ukuran tingkah laku serta kehidupan manusia. dan masyarakat Jawa pada hakekatnya memiliki kebudayaan yang khas sebagai masyarakat bersimbolis. Seperti dalam kehidupan sehari-hari simbol tidak hanya berguna sebagai tempat mediasi untuk meyampaikan suatu pesan tertentu, meyusun epistimologi dan keyakinannya yang telah di anut/ simbol bagi masyarakat Jawa justru telah menjadi sebuah simulasi yang sangat terbuka, sebagai sarana atau hal-hal yang menjadi tempat esentialnya sehingga kebenaran esensial itu menjadi kabur.29

27 Sujono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm 187.

28 Ibid,. hlm 188.

29 Budiono Herusatoto, Sombolisme dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2001), hlm 7.

(33)

17

Arti simbol sering terbatas pada tanda konvensionalnya, yakni sesuatu yang di bangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang lebih standar yang disepakati atau dipakai anggota masyarakat tertentu.

Adapun dalam sejarah pemikiran, istilah simbol memiliki dua arti yang sangat berbeda dalam pemikiran dan praktek keagamaan, simbol dapat dianggap sebagai gambaran kelihatan dari realitas transenden, dalam sistem pemikiran logis dan ilmiah.30

Seperti salah satu tokoh yang berbicara tentang simbol yaitu Herbert Blumer (1962) dia seorang tokoh modern dari teori interaksionisme simbolik ini menjelaskan, menurut Blumer istilah Interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. ciri hasnya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain.

Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain tersebut. Interaksi antar individu di antarai oleh penggunaan simbol- simbol, interprestasi atau dengan saling berusaha untuk slaing memahami maksud dari tindakan masing-masing.31

3. Definisi Simbol

Secara etimologis, simbol (symbol) berasal dari kata Yunani “sym- bollein”, dan beberapa ahli memberikan penjelasan kata tersebut sebagai berikut. Pertama, symbollein berarti melemparkan bersama sesuatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide.32 Kedua, simbol artinya menyatukan unsur-unsur yang berbeda dengan cara menjadi penghubung pikiran seorang pribadi dengan proses-proses alam. Sebuah simbol mengkoordinasikan dan mengintegrasikan banyak citra atau sensasi dari dunia sekitar yang diterima melalui panca-indra. Ketiga, symbollein menurut Dillistone artinya

30 Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm 107.

31 George Ritzer penyandul Ali Mandan, Sosiologi Ilmu Pengetahuan berparadigma Ganda, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), hlm 60-61.

32 Hartoko & Rahmanto, “Kamus Istikah Sastra, “dalam Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 155.

(34)

18

mencocokkan, menempatkan kedua bagian berbeda dalam bentuk gambaran, bahasa dan lainnya.pandangan para ahli di atas terhadap arti kata symbollein menunjukkan bahwa simbol menghadapkan objek (benda, bahasa) yang berbeda untuk mencari kesepakatan bersama dengan mengungkapkan kembali, menghubungkan dan menyatukan objek yang berbeda.

Definisi lain yang menunjukkan bahwa simbol mengungkapkan sebuah objek yang dekat dengan kehidupan manusia, dan hal ini ditegaskan oleh pendapat Carl G. Jung yang menyatakan bahwa simbol adalah sebuah istilah, nama atau bahkan gambar yang mungkin sudah biasa dipergunakan dalam hidup setiap hari, dan menambahkan dalam makna yang telah menjadi kesepakatan bersama. lebih lanjut Jung menyatakan bahwa simbol membantu manusia menyingkapkan sesuatu misteri dalam kehidupannya.33

Definisi simbol menurut para ahli sangat beragam, namun ide, gagasannya menemukan makna pada objek yang menjadi kajiannya, baik itu benda, bahasa, pola dan lainnya dan ini senada seperti apa yang di sampaikan Dillistone bahwa menyangkut definisi simbol, rupanya ada kesepakan umum bahwa sebuah simbol tidak berusaha untuk mengungkapkan keserupaan yang persis atau untuk mendokumentasikan suatu keadaan yang setepatnya, simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas penglihatan, merangsang daya imajinasi dan memperdalam pemahaman manusia.

D. Pengertian Adat

Kata adat merupakan istilah yang telah lama digunakan di kawasan Nusantara. Secara etimologi kata adat berasal dari bahasa Arab yaitu’ adah’

yang berarti kebiasaan.34 Secara etimologi dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan menghasilkan suatu kebiasaan yang menjadi sebuah tradisi. Adat istiadat merupakan sebuah budaya dan normal yang telah turun temurun dilakukan oleh sebagian masyarakat

33 Carl G. Jung, Man and his Symbols, (New York: Anchor Press Doubleday, 1964), hlm 20.

34 Amirul Hadi, Aceh: Sejarah, Budaya, dan Tradisi. Ed. I. (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), hlm 173.

(35)

19

Jawa. Bahkan di masyarakat seakan terdapat keharusan untuk melakukannya.

Segala usaha akan dilakukan agar mereka bisa melakukan adat istiadat ini.35 Yang dimaksud dengan adat istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat.

Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawantahan untuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak negeri, seperti pertunjukkan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan acara upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung.

Adat istiadat semacam ini sangat bergantung pada situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebalik nya. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai- nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.36

E. Penelitian Yang Relevan

Tinjauan kepustakaan merupakan suatu usaha untuk menemukan tulisan atau tahap untuk mengumpulkan literature-literatur yang berkaitan atau penelitian yang relevan dengan objek atau permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti. Tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa permasalahan yang akan diteliti dan dibahas belum ada yang meneliti, namun jika ada yang telah melakukan penelitian maka penelitian berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti selanjutnya. Dalam pembahasan skripsi ini, peneliti menggunakan beberapa literatur yang berkaitan dengan objek penelitian sebagai bahan acuan. Adapun literatur yang dianggap relevan dengan objek penelitian ini diantaranya:

Skripsi Yuni Kartika dari fakultas ushuluddin dan studi agama, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (2020) yang berjudul “Pernikahan Adat

35https://id.scribd.com/doc/313953842/ADAT-ISTIADAT-UPACARA-PERNIKAHAN- SUKU-JAWA pada hari Senin tanggal 12 Februari 2021 jam 12:16 WIB.

36 Muhammad Syukri Albani Nasution, Ilmu Sosial Budaya Dasar, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2005), hlm 16.

(36)

20

Jawa Pada Masyarakat Islam di Desa Kalidadi Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah”. Adapun hasil penelitian Yuni Kartika memperlihatkan tentang pernikahan adat Jawa pada masyarakat Islam di Desa Kalidadi.37

Persamaan pada penelitian ini, yaitu di mana peneliti sama-sama mengkaji tentang pernikahan adat Jawa. Adapun perbedaan pada penelitian ini, yaitu di mana penelitian yang dilakukan oleh Yuni Kartika terfokus pada pernikahan adat Jawa pada masyarakat Islam, sedangkan pada penelitian ini penulis terfokus pada prosesi pelaksanaan pernikahan adat Jawa dan makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa serta perubahan simbol-simbol pernikahan dalam adat Jawa. Selain itu, perbedaan lain dari penelitian ini adalah perbedaan tempat dan lokasi penelitian, di mana tempat dan lokasi penelitian yang dilakukan Yuni Kartika di Desa Kalidadi Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah, sedangkan penelitian ini berlokasi di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.

Skripsi Ignatius Eko Fredianto dari fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Jogjakarta (2017) yang berjudul “Perubahan Tata Upacara Perkawinan Adat Jawa di Desa Sidomulyo 1998”. Skripsi ini memfokuskan pembahasan tentang apa yang melatar belakangi terjadinya perubahan tata upacara perkawinan Adat Jawa dan perubahan tata upacara perkawinan Adat Jawa serta sejauh mana dampak perubahan pada masyarakat.38

Skripsi Fatkhur Rohman dari fakultas ushuluddin, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang (2015) yang berjudul “Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta”. Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan.39

37 Yuni Kartika, Pernikahan Adat Jawa Pada Masyarakat Islam di Desa Kalidadi Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah dari fakultas ushuluddin dan studi agama (Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2020).

38 Ignatius Eko Fredianto, Perubahan Tata Upacara Perkawinan Adat Jawa di Desa Sidomulyo 1998 (Skripsi S1 Universitas Sanata Dharma Jogjakarta, 2007).

39 Fatkhur Rohma, Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta dari fakultas ushuluddin (Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Semarang, 2015).

(37)

21

Persamaan yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu di mana peneliti sama- sama mengkaji tentang upacara perkawinan Adat Jawa. Adapun perbedaan dalam penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan Fatkhur Rohman terfokus pada makna filosofi tradisi upacara perkawinan Adat Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta, makna filosofi yang terkandung dalam tradisi upacara perkawinan Adat Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta serta perbedaan dan persamaan tradisi upacara Adat Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta, sedangkan pada penelitian ini penulis terfokus pada prosesi pernikahan Adat Jawa dan makna simbolik dalam pernikahan Adat Jawa serta perubahan- perubahan simbol dalam Adat Jawa. Selain itu, terdapat pula perbedaan tempat dan lokasi, yang dimana penelitian ini berlokasi di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu, sedangkan penelitian Fatkhur Rohman menggunakan penelitian kepustakaan (library research).

(38)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Di dalam Penelitian ini penulis melakukan jenis penelitian lapangan (field research) dengan mendapatkan informasi mengenai Makna Simbol Dalam Pernikahan Adat Jawa di Desa Mahato Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.

Metode pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya persepsi, prilaku, motivasi serta tindakan.

Sedangkan deksriftif disebutkan menggambarkan fenomena dan perkembangan yang tengah terjadi, trend yang mengemukakan, dan pendapat yang muncul baik yang berhubungan dengan masa sebelumnya maupun masa sekarang.40

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Mahato Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu. Masyarakat di Desa Mahato Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu merupakan masyarakat yang heterogen. Masyarakat heterogen adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Lokasi ini dipilih karena tempat ini merupakan daerah yang mana mayoritas penduduk nya bersuku Jawa, sehingga hal ini dapat mempermudah penulis untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan permasalahan dan pembahasan yang diteliti mengenai makna simbolik alat-alat yang di gunakan di dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu. Penelitian ini dilakukan pada bulan 15 Agustus 2021 sampai tanggal 15 Maret 2022.

40 Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jawa Barat: CV Jejak, 2018), hlm.7.

(39)

23

C. Informan Penelitian

Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini, maka perlu ditemukan informasi pokok. Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci (key informan). Menurut Koentjaraningrat informan pokok adalah orang yang dipandang mampu memberikan informasi secara umum dan mampu menunjuk orang lain sebagai informan pangkal yang dapat memberikan informasi yang lebih mendalam, penentuan informan pokok dengan kriteria orang yang dapat memberikan informasi secara mendalam dan rinci tentang makna simbolik alat-alat yang di gunakan di dalam pernikahan adat Jawa. Sedangkan informan kunci dalam penelitian ini adalah tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui persoalan yang akan diteliti. Untuk lebih jelas rincian informan penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel. I Informan Penelitian

No Nama Umur/Tahun Jabatan Jenis Informan 1 Nasib 73 Dukun Manten Informan kunci 2 Sri Miatun 63 Dukun Manten Informan kunci 3 Firiadi 50 Kepala Desa Informan pokok 4 Giman 62 Masyarakat Informan pokok 5 Maria 58 Masyarakat Informan pokok 6 Purnami 51 Masyarakat Informan pokok 7 Sulastri 45 Masyarakat Informan pokok 8 Rasiyem 48 Masyarakat Informan pokok 9 Rahmawati 51 Masyarakat Informan pokok 10 Katno 51 Masyarakat Informan pokok

(40)

24

D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti.

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah masyarakat suku Jawa di Desa Mahato kecamatan tambusai utara kabupaten rokan hulu.

Objek penelitian adalah objek yang dijadikan penelitian atau yang menjadi titik penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah makna simbolik alat-alat yang di gunakan di dalam pernikahan adat Jawa di Desa Mahato kecamatan tambusai utara kabupaten rokan hulu.

E. Sumber Data Penelitian

Yang dimaksud Sumber data dalam penelitian adalah dimana data tersebut diperoleh. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumenter dan lain-lain.

Sumber data penelitian di bagi menjadi yaitu, Sumber Data Primer dan Sumber Data Sekunder.

1. Data Primer

Data Primer merupakan suatu data yang diperoleh langsung dari lapangan.

Data primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file.41 Peneliti memilih informan atau narasumber yang sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berkaitan dengan makna simbolik dalam pernikahan adat Jawa, orang yang dituakan dan masyarakat yang terkait di dalam nya.

Adapun informan pada penelitian ini yaitu.

2. Data Sekunder

Menurut Sugiyono, Data Sekunder merupakan data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.42 Seperti diperoleh melalui studi dokumen, ensiklopedia, jurnal, artikel yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diteliti. Data sekunder bersifat data yang mendukung keperluan data primer.

41 Nuning Indah Pratiwi, Penggunaan Media Video Call Dalam Teknologi Komunikasi, Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, vol. 1. No 2, Agustus 2017, hlm 10.

42 Ibid,. hlm 11.

(41)

25

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan Data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.43

1. Observasi

Menurut Poerwandari, observasi adalah metode yang paling dasar dan yang paling tua, karena dengan cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses mengamati. Istilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti

“melihat” dan “memerhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiantan memrhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antaraspek dalam fenomena yang muncul.44

Menurut Soehartono, observasi adalah setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran, dalam arti sempit, pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan panca indera dengan tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.45

2. Wawancara

Teknik wawancara atau (interview) adalah teknik pencarian data atau informasi mendalam yang diajukan kepada responden atau informan dalam bentuk pertanyaan susulan setelah teknik angket dalam bentuk pertanyaan lisan. Menurut Soehartono, wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden oleh peneliti atau pewawancara dan jawaban-jawaban responden di catat atau di rekam dengan alat perekam.46

43 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, (Bandung : CV ALFABETA, 2006), hlm 224.

44 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2013), hlm 143.

45 Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014), hlm 74.

46 Ibid,. hlm, 79-80.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

menguasai sedikit bidang dalam menyelesaikan suatu tugas, keyakinan diri self efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang dalam menyelesaikan suatu tugas, pelajar

Water holding capacity (WHC) adalah kemampuan daging untuk menyerap dan menahan air selama perlakuan mekanis, perlakuan suhu, dan penyimpanan. Dalam surimi

a. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat dan menghargai milik orang lain. Manusia yang kodratnya tidak mampu hidup sendiri, atas tuntunan

Pada pengujian sebelumya (Gambar 11) yang menggunakan level perioritas yang sama terlihat bandwidth terbagi rata, begitu pula pada pengujian yang hanya menggunakan 2

Pada penelitian ini akan melayani VoIP pada Open IMS Core, memadukan antara Open IMS Core dengan server ENUM yang dikombinasikan dengan menggunakan jaringan wireless LAN

Metode penelitian ini menggunakan Research & Development (R&D) dengan metode pengumpulan data berupa wawancara pada pakar materi, pakar media, dan guru biologi, dan

Untuk menghitung konsumsi Solar & LNG yang akurat untuk dijadikan acuan pedoman dalam operasi mobil tangki, diperlukan data yang cukup untuk dianalisa

Hukum merupakan kaidah tertinggi yang harus ditaati oleh masyarakat dalam melakukan interaksi sosial dan oleh penguasa dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara