• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Iptek dan Imtak dalam Membina Kesadaran Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran Iptek dan Imtak dalam Membina Kesadaran Hukum"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Udiyo Basuki* Abstrak

Hukum merupakan kaidah tertinggi yang harus ditaati oleh masyarakat dalam melakukan interaksi sosial dan oleh penguasa dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, karena konsep-konsep, ide-ide dan cita-cita sosial yang melekat secara inheren dalam hukum tersebut merupakan pancaran sistem nilai yang hidup dalam sanubari masyarakat yang bersangkutan.

Pembinaan kesadaran hukum merupakan suatu keniscayaan yang harus diupayakan dalam sebuah negara hukum, karena kesadaran hukum akan memberi sumbangan signifikan dalam mendukung penegakan hukum. Upaya dimaksud dapat dilakukan diantaranya dengan memanfaatkan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan membina kesadaran kehidupan beragama demi tumbuhnya keimanan dan ketakwaan (imtak). Key words: iptek, imtak, kesadaran hukum, penegakan hukum. A. Pendahuluan

Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini tercantum secara implisit dan eksplisit dalam Konstitusi Indonesia, UUD 1945, baik pada Batang Tubuh maupun Penjelasannya. Pada Pasal 27 ditegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Kemudian dipertegas lagi dalam Penjelasannya tentang Sistem Pemerintahan Negara yang menyatakan bahwa Indonesia ialah negara berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas kekuasaan (machstaat) belaka.

* Penulis adalah dosen Ilmu Hukum pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta. Saat ini tengah menempuh studi S2 pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada.

(2)

Memasuki abad dua puluh suatu negara dianggap sebagai suatu negara ideal jika segala kegiatan kenegaraannya didasarkan pada hukum. Negara hukum ini, keberadaannya sudah didambakan sejak Plato menulis bukunya, Nomoi. Kemudian disusul oleh Emanuel Kant memaparkan prinsip negara hukum secara formal serta Stahl yang mengetengahkan negara hukum material. Tidak ketinggalan, Dicey yang mengajukan Rule of law.1 Tugas negara

hukum kemudian, melalui alat-alat kelengkapan kekuasaannya adalah mewujudkan adanya supremasi penegakan hukum yang salah satu upayanya dengan membina kesadaran hukum masyarakatnya.

Sebagai sebuah negara berkembang yang hidup di tengah pergaulan internasional, Indonesia tidak dapat mengelak dari arus globalisasi dan informasi yang semakin canggih. Ini terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) manusia yang semakin maju. Disadari bahwa perkembangan Iptek ini tidak selamanya berdampak positif bagi kehidupan manusia, melainkan ada dampak negatifnya juga. Tantangan bagi manusia ke depan tentu harus memberdayakan Iptek sedemikian rupa supaya dapat mensejahterakan kehidupannya demi derajat keluhurannya sebagai manusia (human dignity).

Bangsa Indonesia sebagai bangsa beradab yang berKetuhanan Yang Maha Esa tentu tidak boleh tenggelam dalam arus glasnot dan perestroika di atas. Bahwa sudah sejak berabad-abad lamanya bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius. Hal ini dapat dikaji secara sosiologis historis dari berbagai bentuk peninggalan bersejarah yang semuanya menunjuk kepada fakta bahwa selama ini nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal adanya Tuhan sejak dahulu kala. Pengakuan terhadap keberadaan Tuhan akan menghindarkan manusia dari perbuatan-perbuatan tercela dan akan senantiasa terdorong untuk berbuat baik bagi sesama. Artinya keimanan dan ketakwaan seorang hamba terhadap Tuhannya semestinya dapat dirasakan oleh lingkungan sekitarnya sebagai suatu anugerah berupa perbuatan-perbuatan terpuji.

1 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, (Jakarta:

(3)

Tulisan ini mengetengahkan wacana pembinaan kesadaran hukum dalam wadah negara hukum Indonesia. Fokus perhatiannya diarahkan pada upaya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dengan memanfaatkan peran Iptek dan Imtak sebagai sebuah fakta yang saling berkait. Penulisannya diilhami oleh suatu fenomena penegakan hukum yang semakin jauh dari cita-cita negara hukum. Melalui pemanfaatan Iptek yang proporsional manusiawi dan spirit Imtak yang membumi dikaji sejauh mana kaitan dan peran keduanya dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

B. Masalah Penegakan Hukum

Eksistensi hukum dalam masyarakat merupakan suatu yang urgen sekaligus krusial. Mengingat fungsi hukum sebagai pelindung kepentingan manusia (masyarakat) dari gangguan atau kerugian yang dilakukan oleh pihak lain secara tidak sah. Dengan hukum pula diharapkan akan terwujud keadilan bagi masyarakat yang aman dan tertib.2

Namun, di sisi lain terdapat fenomena bahwa hukum masih sulit diterima sebagai sebuah sarana penjagaan penyelenggaraan kehidupan manusia oleh sebagian masyarakat. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya kasus-kasus seputar hukum di Indonesia.3

Selain rendahnya hukum dalam mengakomodasi persoalan yang berkembang, hukum juga lemah dalam pelaksanaannya. Kesemuanya akhirnya menimbulkan suatu fenomena merosotnya wibawa hukum di mata masyarakat. Hukum yang semula bertujuan untuk menjadi sebuah sarana penegakan keadilan, kekuatannya menjadi dipertanyakan.

Fenomena di atas seharusnya diantisipasi agar tidak berlarut-larut. Merosotnya wibawa hukum, termasuk aparat penegaknya merupakan preseden buruk bagi suatu masyarakat. Bila dibiarkan

2 Malik Ibrahim, “Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia Pemikiran

Refletif tentang Merosotnya Wibawa Hukum,” dalam Jurnal Asy-Syir’ah No. 8

Tahun 2001, p. 11.

3 Hendardi, “Sinisme Masyarakat terhadap Dunia Hukum,” dalam Suara

(4)

bukan mustahil muncul hukum rimba. Untuk itu langkah penegakan hukum menjadi suatu keniscayaan.

Masalah penegakan hukum, bukan merupakan hal yang baru, melainkan masalah yang sudah lama terjadi, tetapi karena tidak segera diatasi secara tuntas dan komprehensif, maka masalah tersebut semakin berkembang dan berlarut-larut. Berbicara tentang penegakan hukum, sangat berkait dengan berbagai macam hal dan faktor yang memberikan kontribusi secara bersama-sama terhadap kondisi tersebut. Faktor mana yang paling dominan mempunyai pengaruh tergantung kepada konteks sosial dan tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat yang bersangkutan.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam sistem hukum dan faktor-faktor di luar sistem hukum. Adapun faktor-faktor dalam sistem hukum meliputi faktor hukumnya (Undang-undang), faktor penegak hukum, dan faktor sarana dan prasarana. Sedangkan faktor-faktor di luar sistem hukum yang memberikan pengaruh adalah faktor kesadaran hukum masyarakat, perkembangan masyarakat, kebudayaan dan faktor penguasa negara.

Meskipun ada yang mengatakan faktor yang paling mempengaruhi ketidakdisiplinan masyarakat adalah faktor undangan, namun di Indonesia faktor perundang-undangan memperburuk kondisi penegakan hukum lebih karena masih tetap dipertahankannya ketentuan Undang-undang yang kurang sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. Selain itu juga karena timbulnya ketegangan antara sistem hukum di satu pihak dengan dorongan-dorongan kebutuhan situasi sosial yang mendesak di lain pihak yang menyebabkan penyimpangan-penyimpangan.4 Hal

ini masih ditambah dengan adanya perbedaan kepentingan antara Undang-undang dengan lembaga penegakan hukum dan aparat hukum.

4Satjipto Rahardjo, Aneka Persoalan Hukum dalam Masyarakat, (Bandung:

(5)

Faktor berikut yang menjadi gangguan penegakan hukum adalah tiadanya keseimbangan antara fasilitas administrasi dengan orang yang harus dilayani, dapat diperkirakan akan menimbulkan peluang bagi terjadinya cacat dalam administrasi tersebut, yang pada gilirannya dapat mengarahkan kepada perbuatan-perbuatan tercela atau terlarang oleh hukum.

Kemudian, fasilitas yang dimiliki organisasi penegakkan hukum masih sangat kurang, baik dari segi fisik, peralatan operasional maupun finansial. Sehingga banyak yang mengatakan bahwa sistem kejahatan semakin maju, sedangkan sistem pemberantasan kejahatannya berjalan di tempat. Artinya, criminal justice system tertinggal oleh criminal system itu sendiri.

Sedangkan faktor lain dalam sistem hukum yang paling berpengaruh terhadap penegakan hukum adalah kualitas sumber daya manusia aparat penegak hukum. Bahwa hal ini menyebabkan kurang profesionalnya menjadi sangat kentara, baik itu jaksa, hakim, pengacara maupun polisi. Kurangnya profesionalisme ini terlihat dari lemahnya wawasan pemikiran dan minimnya keterampilan untuk bekerja, rendahnya motivasi kerja dan rusaknya moralitas aparat penegak hukum.

Selain itu yang perlu diperhatikan adalah adanya oknum aparat penegak hukum yang menyalahgunakan jabatannya untuk hal-hal yang justru bertentangan dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya,5 seperti melindungi kepentingan-kepentingan pihak

yang dianggap memiliki kekuasaan yang lebih tinggi, memenangkan pihak lain yang memberi keuntungan, ataupun memelintir maksud suatu hukum untuk kepentingan politik.

Faktor-faktor di luar sistem hukum yang berpengaruh terhadap proses penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat, perubahan sosial dan politik hukum penguasa. Kesadaran hukum masyarakat kita masih sangat rendah, baik dari kalangan masyarakat terdidik maupun di seputar masyarakat kurang berpendidikan, bahkan juga di kalangan penegak hukum itu sendiri.

(6)

Indikator rendahnya kesadaran hukum masyarakat dapat dilihat dari banyaknya tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) yang terjadi dalam masyarakat, baik yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, maupun yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Para pelaku kejahatan yang tertangkap basah saat melakukan kejahatan terutama pelaku kejahatan kesusilaan dan pencurian dihakimi sendiri oleh masyarakat.

Para pelaku kejahatan kesusilaan yang tertangkap basah berzina atau melakukan kumpul kebo, diarak masyarakat keliling kampung atau disuruh melakukan kembali adegan yang telah dilakukannya di depan orang banyak yang menonton. Sedangkan para pencuri, pencopet atau penjambret yang tertangkap basah biasanya dipukuli atau digebuki oleh masyarakat yang kadangkala berakibat cacat fisik atau meninggal dunia.

Pengaruh perubahan sosial terhadap proses penegakan hukum tergambar dari perubahan tata nilai dalam masyarakat. Perubahan tata nilai merupakan perubahan tata kelakuan dalam pola interaksi sosial di antara sesama warga masyarakat. Nilai-nilai lama sudah ditinggalkannya, sementara nilai-nilai baru belum melembaga, yang mengakibatkan perbenturan nilai atau terjadinya dualisme nilai dalam masyarakat.

Nilai-nilai dualistik tersebut misalnya nilai kemanfaatan dan keadilan sosial, nilai-nilai tradisional dan modern, kekeluargaan dan individualisme, pertumbuhan dan pemerataan antara nilai-nilai yang berpasangan tersebut menimbulkan kerancuan nilai dan ketidakpastian sehingga merangsang aparat penegak hukum melakukan tindakan bersifat patologis.

Pengaruh politik hukum penguasa terhadap proses penegakan hukum menyangkut campur tangan (intervensi) eksekutif atau lembaga ekstra yudisial dalam proses peradilan. Campur tangan lembaga-lembaga tersebut membatasi kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara, sehingga proses peradilan yang jujur, adil dan tidak memihak tidak dapat tercapai dengan baik.

Intervensi lembaga eksekutif dan lembaga-lembaga ekstra yudisial tersebut di atas terjadi dalam peradilan kasus-kasus kejahatan politik, misalnya dalam pemeriksaan kasus-kasus subversif dan

(7)

penyebaran kebencian kepada pemerintah. Dan dapat juga terjadi bila pihak yang diadili atau berperkara adalah pejabat-pejabat penting atau orang-orang berpengaruh lainnya.

C. Kesadaran Hukum Masyarakat

Sebagai makhluk sosiogenetis, manusia dalam hidup ini tidak dapat lepas dari manusia lain. Menurut Aristoteles, pujangga besar Yunani, manusia adalah zoon politicon, artinya manusia dikodratkan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial dalam arti kata selain sebagai makhluk individu, manusia ditakdirkan untuk hidup bermasyarakat.6

Oleh karenanya dalam hidup bermasyarakat diperlukan adanya kerjasama yang positif, sehingga diharapkan akan tercapai keuntungan bersama.

Untuk mencapai tujuan di atas perlu dibentuk suatu norma, nilai, tatanan atau hukum yang dapat menjamin adanya ketentraman dalam masyarakat. Dalam berbagai literatur banyak sekali peran fungsi dan tujuan hukum diantaranya ketertiban, keadilan, kesejahteraan, kemakmuran dan sebagainya yang kesemuanya itu bertujuan untuk kesejahteraan hidup masyarakat. Hukum hadir untuk memulihkan gangguan kepentingan atau konflik yang timbul di tengah masyarakat agar kembali kepada keadaan semula. Fungsi yang demikian sering disebut sebagai restitutio in integrum.7 Jadi,

hukum harus dapat menempatkan pribadi dalam masyarakat dan masyarakat dalam pribadi pada tempat yang semestinya secara proporsional.8

Seringnya terjadi tindak melawan hukum di negara kita ini baik berupa kejahatan maupun pelanggaran pidana maupun perdata yang terjadi di berbagai tempat adalah bukti konkret kurangnya

6 Surojo Wignjo Dipuro, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni,

1974), p.1.

7 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta:

Liberty, 1996), p.4.

8 Ahmad Manshur Noor, Peranan Moral dalam Membina Kesadaran Hukum,

(Jakarta: Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1985), p.19.

(8)

kesadaran hukum masyarakat. Meskipun diakui bahwa tindakan tersebut adalah karena adanya pengaruh-pengaruh tertentu.

Kesadaran hukum merupakan faktor primer bagi berlakunya hukum dalam masyarakat, serta merupakan bukti bahwa hukum sebagai tatanan telah diterima baik oleh masyarakat. Oleh karena itu perkembangan kehidupan masyarakat menuntut adanya perkembangan hukum dan perkembangan hukum menuntut keselarasan dengan perkembangan masyarakat yang mendukungnya. Adagium ubi societas ibi ius, di mana ada masyarakat di situ ada hukum, artinya masyarakat adalah pencipta hukum sehingga jika hukum ingin ditaati maka hukum harus mengikuti perkembangan masyarakat.

Seperti diketahui sifat dari hukum memang dapat dipaksakan, tetapi harus melihat kondisi dan situasi sebagai pertimbangan, supaya hukum tidak hanya menjadi momok dan penyebab kerisauan dan keresahan masyarakat.

Kesadaran hukum, menurut Sudikno Mertokusumo,9

merupakan pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan itu berkembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu agama, politik, ekonomi dan sebagainya. Pandangan itu selalu berubah, oleh karena hukum pun selalu berubah.

Von Savigny menyatakan pandangannya mewakili aliran historis dan kebudayaan, bahwa satu-satunya sumber hukum adalah kesadaran hukum suatu bangsa.10

Adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum, menurut Baharuddin Lopa, merupakan faktor yang lebih dominan daripada peraturan hukum dan aparat penegak hukum, karena peraturan hukum maupun penegak hukum sendiri ditentukan oleh kesadaran hukum itu.11

Selanjutnya dikatakan, kenyataan sebagian anggota masyarakat

9 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum…, p.98.

10Ibid.

11 Baharuddin Lopa, Permasalahan Pembinaan dan Penegakan Hukum di

(9)

mematuhi hukum karena ada paksaan atau karena tidak ada pilihan lain. Kepatuhan yang demikian bukanlah kepatuhan berdasarkan kesadaran hukum. Seseorang baru dikatakan mempunyai kesadaran hukum apabila mematuhi hukum karena keikhlasannya, karena merasakan bahwa hukum itu berguna dan mengayominya. Dengan kata lain, dia mematuhi hukum karena merasakan bahwa hukum itu berasal dari hati nuraninya sendiri.12

D. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Usaha dan hasil usaha manusia untuk mengelola dunia dan dirinya, dengan tujuan agar hidupnya semakin manusiawi disebut kebudayaan. Puncak dari usaha itu tampak pada kesenian ilmu pengetahuan dan teknologi.13 Kesenian menunjukkan kepekaan dan

kelembutan perasaan khas manusiawi yang tidak tertandingi oleh keindahan tumbuhan maupun hewan manapun. Ilmu Pengetahuan merupakan hasil dari penelitian manusia sepanjang sejarah atas dunia dan disusun secara logis sehingga mudah dipahami dan dikuasai.

Ilmu pengetahuan sering dibedakan antara pengertian Ilmu dan pengertian pengetahuan sendiri-sendiri. Ilmu juga diberi definisi sebagai hasil aktivitas manusia yang mengkaji berbagai hal, baik dari manusia itu sendiri maupun realitas di luar dirinya.14

Seperti halnya ilmu pengetahuan, para ahli dalam mendefinisikan teknologi juga tiada keseragaman karena perbedaan titik pandang. Dari berbagai definisi terdapat setidaknya tiga pendapat yaitu pertama teknologi bukan ilmu, melainkan penerapan ilmu. kedua teknologi merupakan ilmu dan pendapat ketiga menyatakan teknologi merupakan keahlian yang terkait dengan realitas kehidupan sehari-hari.

Dan dari berbagai definisi di atas maka kaitan antara ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pertama baik ilmu pengetahuan

12Ibid.

13 Al. Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, (Yogyakarta: Kanisius,

1990), p. 89.

14 Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu,

(10)

maupun teknologi keduanya merupakan komponen kebudayaan. Kedua, ilmu pengetahuan dan teknologi keduanya memiliki aspek ideal dan faktual, dimensi abstrak maupun konkret dan aspek teoritis maupun praktis. Ketiga, terdapat hubungan timbal balik antara keduanya. Bahwa ilmu pengetahuan menyediakan teori dan sisi lain teknologi sangat membantu perluasan cakrawala penelitian ilmiah. Keempat, ilmu dikaitkan dengan teknologi dan pengetahuan digunakan dalam konteks teknis.15 Jadi, teknologi menunjuk kepada

teknik atau cara, ilmu pengetahuan lebih mencari sesuatu bahwa di dunia ini ada sesuatu.

Hubungan yang take and give demikian sesungguhnya mempunyai fungsi yang sama. Ilmu pengetahuan dan teknologi sama-sama mempermudah hidup manusia dalam mencari jawaban atas hal-hal yang ingin atau tidak diketahuinya. Sedangkan hubungan Iptek dengan kebudayaan adalah hubungan yang timbal balik juga. Satu abad yang lalu orang belum mengenal TV, HP, antene Parabola yang demikian canggih. Maka manusia harus menyesuaikan dirinya. Karena kadang-kadang sesuai dengan arus globalisasi yang membuat dunia ini sudah tanpa batas, kebudayaan yang ditawarkan lewat kecanggihan teknologi informasi kurang atau tidak sesuai dengan kebudayaan setempat.

Ilmu pengetahuan teknologi dan kebudayaan sesungguhnya merupakan realitas yang komplek. Masing-masing merupakan jalinan yang rumit dan berpijak pada dua aspek realitas yang berbeda juga, yaitu abstrak ideasional dan konkret operasional. Kedua aspek itu saling mengandaikan seperti halnya hubungan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Kebudayaan akan berubah seiring dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, demikian pula ilmu pengetahuan dan teknologi akan berubah seiring dengan kemajuan budaya manusia.

E. Iman dan Takwa

Keimanan dan ketakwaan merupakan satu kesatuan yang utuh. Bahwa orang yang beriman mestinya bertakwa, orang yang

15Ibid., p. 135.

(11)

bertakwa mestinya juga beriman. Iman, secara etimologis artinya percaya atau membenarkan. Kemudian, dalam hukum Islam ditemukan pengertian iman sebagai kepercayaan atau keyakinan yang datang dari hati sanubari diikrarkan dengan lisan (ucapan), kemudian dibuktikannya dengan perbuatan amal saleh oleh anggota badan.16

Terminologi iman yang menunjuk kepada kepercayaan akan adanya Allah, para malaikat, kitab-kitab Allah, para nabi dan rasul, adanya hari kiamat dan Qadha dan Qadhar, sesungguhnya mengarahkan manusia kepada jalan yang terang dalam menempuh kehidupan. Orang yang beriman tentu akan mempunyai perbuatan-perbuatan yang baik sesuai dengan keimanannya. Kepercayaan seseorang atau keimanan seseorang terhadap Tuhannya akan menyebabkan seseorang takut untuk berbuat buruk atau tercela.

Takwa yang artinya taat atau patuh mengandung pengertian luas yaitu berusaha melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi segala laranganNya. Seperti halnya orang yang beriman, ciri-ciri orang bertakwa juga merujuk kepada orang yang senantiasa berbuat baik dan menjauhi perbuatan tercela. Karena biasanya apa yang menjadi perintah agama sekaligus menjadi nilai yang disepakati oleh masyarakat, demikian juga halnya larangan agama biasanya akan menjadi suatu pantangan bagi masyarakat. Seperti nilai-nilai yang terkandung dalam perintah dan larangan sebagai berikut: berbuatlah baik terhadap sesama, hormatilah kedua orang tuamu, jangan berbuat dzalim, dan sebagainya.

F. Mewujudkan Manusia Indonesia yang Beriptek dan Berimtak

Seperti diterangkan di atas ada kaitan yang erat antara iman dan takwa, di satu sisi juga antara ilmu pengetahuan dan teknologi di sisi lain. Jargon Iptek dan Imtak muncul pada tahun 1980-an yang populer bersama sosok B.J. Habibie yang saat itu menjadi Menristek. Terlepas dari hal di atas, antara iman dan ilmu memang mempunyai kaitan yang sangat erat. Science without religion is blind,

16 M. Noor Matdawam, Pembinaan dan Pemantapan Dasar Agama,

(12)

religion without science is lamed, demikian Albert Einstein mengucapkannya. Artinya, pengetahuan seseorang akan ilmu ataupun teknologi hendaknya diimbangi dengan pengetahuan tentang agama yang dianutnya. Demikian juga seorang yang beragama, hendaknya tidak hanya berkutat dengan pengetahuan agamanya, tetapi harus membuka diri pada kenyataan bahwa di luar sana ada pengetahuan atau teknologi yang harus dikuasainya. Kedua hal di atas (iman dan ilmu) akan membentuk sosok manusia yang paripurna.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya, “Allah mengangkat orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat.”17

Pengertiannya, di mata Tuhan orang yang beriman dan berilmu mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan orang yang tidak beriman dan tidak berilmu.

Indonesia melalui konstitusi UUD 1945 juga telah mengakomodasi baik secara implisit maupun eksplisit tentang pentingnya kedua hal di atas, melalui pengaturan di bidang pendidikan dan bidang agama.

Untuk hal ikhwal pendidikan dan memperoleh pengetahuan misalnya dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan negara Indonesia diantaranya ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 31 menegaskan tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran Nasional yang diatur dengan UU mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian pada pasal 28C juga dijamin hak untuk mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatnya kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Kemudian mengenai agama, selain sudah tercantum dan menjadi bagian dari Pancasila sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa, ketakwaan bangsa Indonesia dan keimanannya juga tercermin dalam pembukaan UUD 1945 alinea ketiga yang menyatakan bahwa

17 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya,

(13)

atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Selain itu Batang Tubuh UUD 1945 juga memperhatikan kehidupan beragama, seperti dalam Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang masing-masing berbunyi negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Tidak cukup dengan itu, di Indonesia juga ada kementerian yang khusus menangani hal agama dan hal pendidikan, yaitu Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional yang tugasnya membina kehidupan beragama dan menyelenggarakan pendidikan. Hal tersebut di atas menunjukkan dan menandakan adanya atmosfir yang akomodatif guna berseminya semangat beriptek dan berimtak. Memang keadaan yang ideal dan didamba kemudian adalah adanya manusia Indonesia yang beriptek tinggi dan diliputi dengan imtak yang mantap.

G. Membina Kesadaran Hukum

Upaya membina kesadaran hukum melalui penegakan hukum adalah merupakan suatu keniscayaan dalam sebuah negara hukum. Seperti tersebut di atas bahwa kesadaran hukum memberi sumbangan yang signifikan dan dominan dalam mendukung terwujudnya penegakan hukum. Hukum merupakan kaidah tertinggi yang harus diikuti oleh masyarakat dalam melakukan interaksi sosial dan oleh penguasa negara dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Konsep-konsep, ide-ide dan cita-cita sosial yang melekat secara inheren dalam hukum tersebut merupakan pancaran sistem nilai yang hidup dalam sanubari masyarakat. Hukum memang berpijak pada basis sosial tempat ia tumbuh, berlaku dan berkembang.

(14)

Pola penegakan hukum dipengaruhi oleh tingkat perkembangan masyarakat tempat hukum tersebut diberlakukan.18

Dalam masyarakat sederhana, pola penegakan hukumnya dilaksanakan melalui prosedur dan mekanisme yang sederhana pula. Namun dalam masyarakat modern rasional dan memiliki spesialisasi dan diferensiasi tinggi, perorganisasian penegakan hukumnya menjadi begitu kompleks dan sangat birokratis.

Dalam proses perubahan sosial, faktor-faktor yang berpengaruh pada bekerjanya hukum dalam masyarakat bukan hanya faktor internal dan eksternal. Bahkan dalam era globalisasi saat ini, pengaruh faktor tata pergaulan internasional tidak dapat diabaikan.

Dengan demikian problematika penegakan hukum, berupa kesadaran hukum masyarakat semakin komplek dari waktu ke waktu. Persoalan-persoalan hukum baru yang muncul akibat perubahan sosial perlu direspon dan diantisipasi oleh aparat penegak hukum. Konflik-konflik sosial dalam pelaksanaan pembangunan juga memerlukan pemecahan.

Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin canggih juga makin menambah persoalan hukum menjadi semakin komplek. Tingkat kejahatan yang semakin pesat dengan pemanfaatan teknologi maju menuntut penegakan hukum yang canggih dan modern. Sehingga criminal system tidak meninggalkan terlalu jauh criminal justice systemnya. Bentuk kejahatan berteknologi tinggi sekarang yang sedang marak adalah cybercrime yaitu kejahatan melalui jaringan internet, sehingga seseorang dapat merusak program internet maupun melakukan kejahatan lainnya, seperti pencurian kartu kredit melalui jaringan internet bahkan melakukan spionase dan sabotase.

Tingginya tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian mestinya dapat dimanfaatkan sebagai sarana melakukan pembinaan kesadaran hukum masyarakat, sehingga cita-cita penegakan hukum dapat tercapai. Program Kadarkum (keluarga sadar hukum) misalnya dapat dikembangkan

18 Salman Luthan, “Penegakan Hukum dalam Konteks Sosiologis,”

(15)

dengan memanfaatkan perangkat peralatan modern seperti internet dan sebagainya untuk melakukan penyuluhan hukum. Selama ini penyuluhan hukum hanya dikembangkan melalui berbagai media. Alhasil, mestinya dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kesadaran masyarakat dapat dibina dan ditumbuh- kembangkan melalui berbagai media modern.

Kesadaran hukum sebagai salah satu pola sikap tindak juga dapat diharapkan dari pembinaan kehidupan beragama yang merujuk kepada pelaksanaan semangat iman dan takwa. Bahwa orang yang beriman dan bertakwa pasti mempunyai kesadaran hukum yang tinggi sebagai bentuk ketaatannya kepada hukum dan pemerintahan. Hal ini karena orang yang beriman dan bertakwa menjadikan ketaatan terhadap pemerintahan sebagai bagian dari sikap beriman, sesuai dengan perintah Allah agar taat kepada Allah, rasul dan pemerintahan yang sah. Takwa sebagai manifestasi iman mempunyai andil yang besar dalam membina kesadaran hukum. Artinya orang yang beriman dan bertakwa dapat diharapkan ketaatannya terhadap pemerintahan dan hukum yang pada gilirannya akan lahir kesadaran hukum yang hakiki.

H.Penutup

Dari apa yang telah diuraikan di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keimanan dan ketakwaan mempunyai peran yang signifikan terhadap pembinaan kesadaran hukum masyarakat. Tentu saja jika iptek yang canggih tadi diberdayakan untuk melakukan pembinaan secara proporsional manusiawi, karena dengan iptek yang tinggi kehidupan manusia akan semakin mudah, termasuk mempermudah usaha pemerintah dalam membina kesadaran hukum

Keimanan dan ketakwaan masyarakat juga mempunyai andil yang dominan dalam upaya pembinaan kesadaran hukum masyarakat. Maka sudah semestinya pemerintah memberi iklim dan atmosfir yang kondusif dalam membina kehidupan beragama sehingga akan muncul insan-insan yang beriman dan bertakwa.

(16)

Berkait dengan pembinaan kesadaran hukum dengan memperdayakan perangkat iptek dan jiwa intak kiranya harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Agar pemanfaatan iptek tidak mengganggu ketenteraman hidup masyarakat, artinya hak asasi manusia (HAM) dari segenap masyarakat harus selalu dijunjung tinggi dan tidak boleh terjadi pelanggaran HAM karena adanya iptek yang dipergunakan untuk melakukan pembinaan kesadaran hukum masyarakat.

2. Pembinaan kehidupan beragama demi tumbuhnya keimanan dan ketakwaan warga masyarakat hendaknya memperhatikan adanya kemajemukan atau pluralitas agama di Indonesia supaya tidak terjadi gesekan-gesekan yang memancing timbulnya konflik antar agama.

3. Kesadaran hukum yang hendak diwujudkan semestinya merujuk kepada kepatuhan terhadap hukum yang dilandasi keikhlasan atau berasal dari hati nuraninya. Maka, penguasa harus mengkondisikan dan menciptakan hukum yang mengayomi masyarakat. Selain itu adanya tauladan dari penguasa sangat menentukan tumbuhnya kesadaran hukum di tengah masyarakat. Wallahua’lam bishawab.

(17)

Daftar Pustaka

Alqur’anul Karim,

Dipuro, Surojo Wignjo, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, 1974.

Hadiwardoyo, Al. Purwa, Moral dan Masalahnya, Yogyakarta : Kanisius, 1990.

Hendardi, “Sinisme Masyarakat terhadap Dunia Hukum,” Suara Merdeka 5 Nopember 1983.

Ibrahim, Malik, “Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia Pemikiran Reflektif tentang Merosotnya Wibawa Hukum,” Jurnal Asy-Syir’ah No. 8 Tahun 2001.

Lopa, Baharuddin, Permasalahan Pembinaan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, 1987.

Luthan, Salman, “Penegakan Hukum dalam Konteks Sosiologis,” Jurnal Hukum UII No.7 Vol.4 Tahun 1997.

Matdawam, M. Noor, Pembinaan dan Pemantapan Dasar Agama, Yogyakarta : Bina Karier, 1989.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1996.

Noor, Ahmad Mansur, Peranan Moral dalam Membina Kesadaran Hukum, Jakarta: Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1985.

Rahardjo, Satjipto, Aneka Persoalan Hukum dalam Masyarakat, Bandung : Angkasa, 1988.

(18)

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Liberty dan Yayasan Penerbit Fakultas Filsafat UGM, 1996.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Wahjono, Padmo, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983.

Referensi

Dokumen terkait

Hukum sebagai kaidah at au norma sosial t idak t erlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suat u

Perubahan sosial dan hukum, fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat, hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, hukum sebagai sarana pengatur perilaku Presentasi, Diskusi,

Pendidikan multikultural bertujuan untuk mewujudkan kesadaran hukum masyarakat plural sebagai salah satu upaya penguatan sistem hukum di indonesia, pendidikan

A. TIU : Setelah selesai mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat memahami hukum sebagai kaidah sosial, fungsi hukum bagi masyarakat yakni sebagai

Kesadaran sosial sebagai produk hukum berarti penciptaan norma sesuai dengan kehendak nilai-nilai masyarakat dan kebutuhan didalamnya untuk mewujudkan idea-hukum

Kedudukan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam tatanan masyarakat bernegara bukanlah suatu hal yang terjadi begitu saja. Proses panjang telah berlangsung hingga

Secara  umum  hukum  pidana  berfungsi  mengatur  dan  menyelenggarakan  kehidupan  masyarakat  agar  dapat  tercipta  dan  terpeliharanya  ketertiban  umum. 

memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan (S6); Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (S7);