commit to user
FAKTOR-FAKTOR PREDIKSI REKURENSI TERAPI IDIOPATHIC CLUBFOOT
DENGAN METODE PONSETI DI RUMAH SAKIT ORTHOPEDI PROF.DR.dr.
R.SOEHARSO SURAKARTA
Nur Kholis Majid*, Anung Budi Satriadi**, Brian Wasita*** dr.choliz@yahoo.com
*Mahasiswa Program Studi Magister Kedokteran Keluarga-Minat utama Biomedik,Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
**Staff Pengajar Departemen Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret – RSO Prof DR.R. Soeharso,Surakarta.
*** Staff Pengajar Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Pascasrajana Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
ABSTRAK
Latar belakang :Idiopathic clubfoot merupakan kelainan deformitas yang kompleks yang sulit dikoreksi. Ada 4 deformitas : cavus, adductus, varus, equinus. Tujuan terapinya untuk mengkoreksi ke-empat deformitas tersebut supaya pasien memiliki kaki yang fungsional, tidak nyeri, plantigrade, dengan mobilitas yang bagus dan tidak ada callus, juga tidak memerlukan sepatu modifikasi. Sejak pertama kali dikenalkan, metode Ponseti terbukti efektif untuk terapi idiopathic clubfoot lebih dari 95% kasus, tetapi memerlukan 2 sampai 4 tahun untuk bracing. Oleh karena itu, apabila metode Ponseti tidak berhasil, kegagalan tersebut seringnya berhubungan dengan ketidakpatuhan pada waktu periode bracing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien dan faktor demografi yang berhubungan dengan keluarga pasien sebagai faktor prediksi terhadap kekambuhan clubfoot setelah diterapi dengan Ponseti. Metode : Penelitian dilakukan di klinik clubfoot RS. Orthopedi Prof. Soeharso dari Januari 2013 sampai Juli 2013. Dengan kasus 100 pasien diterapi dengan metode Ponseti diteliti secara cross sectional. Karakteristik pasien pada saat kontrol, seperti umur pada saat mulai terapi, severity, tingkat ekonomi dan pendidikan orangtua atau caregiver, kemudahan akses ke rumah sakit, dan kepatuhan periode bracing dianalisis dengan regresi logistic ganda dalam hubungannya dengan kekambuhan.
Hasil : Orangtua/caregiver dari lima pasien tidak patuh saat bracing. Ketidakpatuhan merupakan faktor utama resiko kekambuhan, dengan nilai significans 0.001 (p < 0,05). Tidak ada hubungannya antara umur saat mulai terapi, severity saat mulai terapi, tingkat ekonomi dan pendidikan orangtua atau caregiver dan kemudahan akses ke rumah sakit dengan tingkat kekambuhan clubfoot.
Kesimpulan : Ketidakpatuhan dalam periode bracing merupakan faktor resiko kekambuhan clubfoot setelah diterapi dengan metode Ponseti. Identifikasi pasien yang mempunyai resiko kekambuhan dibutuhkan intervensi yang lebih untuk meningkatkan kepatuhan orangtua atau caregiver dalam periode bracing supaya meningkatkan keberhasilan.
commit to user
Latar Belakang Masalah
Clubfoot merupakan kelainan bawaan
sejak lahir yang paling sering terjadi.
Insidensinya 1-2 per 1000 kelahiran hidup.
Kurang lebih 80% clubfoot muncul sebagai
kelainan bawaan yang berdiri sendiri dan
dianggap sebagai idiopathic. Ignacio
Ponseti, dari University of Iowa, Iowa,
Amerika Serikat pertama kali
mempublikasikan metodenya mengenai
terapi clubfoot pada tahun 1963 tetapi belum
mendapat sambutan secara luas. Setelah
publikasi dua penelitian yang dilakukan oleh
Laaveg dan Ponseti (1980) dan Cooper &
Dietz (1995) maka keraguan para ahli
orthopaedi terhadap metode Ponseti mulai
hilang dan perlahan-lahan metode Ponseti
menjadi terapi awal penanganan clubfoot di
seluruh dunia.
Penelitian oleh Laaveg dan Ponseti
(1980) melaporkan bahwa pada pengamatan
terapi terhadap 70 penderita clubfoot dengan
metode Ponseti setelah 10–27 tahun setelah
tindakan. Hasilnya menunjukkan bahwa
88,5% kaki dengan fungsi yang memuaskan
dan 90% penderita menyatakan puas
terhadap fungsi dan penampilan kakinya
(Avilucea, 2009; Goksan, 2006; Noam,
2006; Penny, 2005).
Semenjak itu metode nonoperative
dengan metode Ponseti untuk penanganan
clubfoot telah diterima sebagai terapi awal
dan terbukti efektif untuk penanganan
clubfoot. Tujuan terapi clubfoot adalah
untuk mencapai dan mempertahankan
koreksi clubfoot sedemikian rupa sehingga
pasien memiliki kaki yang fungsional, tidak
nyeri, plantigrade, dengan mobilitas yang
baik. Walaupun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa masalah ketaatan
pasien terhadap pemakaian bracing
mempunyai peran meningkatnya tingkat
rekurensi (Avilucea, 2009; Kasser, 2006;
Noam, 2006). Proses terapi metode Ponseti
tersebut meliputi serial manipulasi dan
casting setiap minggu untuk mengkoreksi
deformitas clubfoot. Untuk mempertahankan
koreksi tersebut, kaki harus dipertahankan
dalam posisi abduksi 70 derajat. Untuk
equinus dikoreksi terakhir kali dengan
dorsofleksi kaki setelah adduksi dan varus
terkoreksi. Jika dorsofleksi kurang dari 15
derajat dilakukan tindakan operasi baik open
atau percutaneus Achilles tendo lengthening.
Setelah itu, untuk mempertahankan koreksi
deformitas digunakan Foot Abduction Brace
yang dipakai full time untuk 2 sampai 3
bulan pertama. Kemudian nap and night
time sampai anak umur 2-4 tahun (Ponseti,
commit to user
Tantangan untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan dari metode Ponseti ini
tidak hanya tergantung pada koreksi
deformitasnya, tetapi juga bagaimana
mencegah rekurensinya. Penyebab paling
sering terjadinya rekurensi adalah
ketidaktaatan dalam periode bracing.
Faktor-faktor sosial-ekonomi, kultural dan
komunikasi dokter-orangtua pasien
mempunyai pengaruh terhadap tingkat
kepatuhan orangtua dalam periode bracing
(Avilucea, 2009). Problematika di
negara-negara miskin dan berkembang berupa
kemiskinan, kurangnya pengetahuan dengan
sarana kesehatan yang terbatas, kurangnya
tenaga medis yang memadai menyebabkan
keterlambatan penanganan awal untuk
penanganan clubfoot. Kelainan bentuk kaki
yang terjadi menjadi lebih berat pada saat
anak mulai belajar berjalan, karena tumpuan
beban berat badan terletak pada sisi lateral
dorsum pedis sehingga menambah berat
deformitas yang terjadi (Cooper, 1995;
Laaveg, 1980).
Penelitian yang dilakukan oleh Dobbs
MB (2007) menunjukkan bahwa
ketidakpatuhan orangtua pasien dan tingkat
pendidikan orangtua merupakan faktor
resiko yang signifikan terhadap tingkat
rekurensi clubfoot setelah mendapat terapi
metode Ponseti. Sedangkan Avilucea (2009)
menyebutkan jarak antara rumah pasien
dengan rumah sakit dan tingkat pendidikan
orangtua kurang dari sama dengan SMA
mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap tingkat kegagalan metode Ponseti.
Goksan (2006) juga menyebutkan bahwa
kepatuhan orangtua terhadap Foot
Abduction Brace merupakan faktor resiko
yang paling berpengaruh terhadap rekurensi
(Avilucea, 2009; Dobbs, 2007; Goksan,
2006).
Berdasarkan hal tersebut, penulis
berkeinginan untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya rekurensi (predictive
factors) pada penderita clubfoot yang datang
ke Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr. R.
Soeharso Surakarta setelah berhasil diterapi
dengan metode Ponseti yang dilakukan di
Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr. R.
Soeharso Surakarta.
Metode
Penelitian ini merupakan
observasional analitik dengan menggunakan
rancangan cross-sectional. Lokasi penelitian
adalah Klinik Clubfoot Rumah Sakit
Ortopedi Prof.Dr. Dr. R.Soeharso Surakarta.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari
2013 – Juli 2013. Sampel yang digunakan
adalah semua pasien dengan idiopathic
commit to user
Ponseti minimal 6 bulan di Klinik Clubfoot
RSO Prof.Dr. dr. R. Soeharso Surakarta dari
Juli 2012 – Desember 2012. Masing-masing
akan dievaluasi mengenai karakteristik
penderita dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya rekurensi
(predictive factors) pada penderita clubfoot
setelah berhasil diterapi dengan metode
Ponseti di Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr.
R. Soeharso Surakarta. Rekurensi adalah
kambuhnya deformitas kaki yang ditandai
dengan berkurangnya dorsofleksi ankle joint
dan valgus heel yang membutuhkan
pengulangan manipulasi dan pengegipan
(casting) atau membutuhkan tindakan
pembedahan (Dobbs, 2007). Analisis
statistik dengan regresi logistik digunakan
untuk mengetahui signifikansi dan besarnya
pengaruh setiap faktor terhadap rekurensi.
Hasil
Penelitian yang telah dilakukan di
Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta, antara Januari 2013 – Juli 2013
dievaluasi 100 pasien. . Usia terbanyak saat
mulai terapi adalah pada usia 0-3 bulan
sebanyak 52 pasien (52%), tingkat severity
saat mulai terapi terbanyak adalah kategori
very severe yaitu 52 pasien (52%).
Didapatkan 95 orang (95%) patuh dalam
periode bracing dan 5 orang (5%) tidak
patuh, 93 orang (93%) mudah aksesnya ke
rumah sakit dan 7 orang (7%) tidak mudah,
tingkat pendidikan orangtua/caregiver yang
lebih dari SMA sebanyak 14 orang (14%)
dan yang kurang dari sama dengan SMA
sebanyak 86 orang (86%), 37 orang (37%)
dengan tingkat ekonomi mampu dan 63
orang (63%) tidak mampu. Dari 100 pasien,
didapatkan 5 pasien (5%) yang mengalami
rekurensi.
Pembahasan
Metode Posenti merupakan tindakan
yang tepat dan efektif dalam penanganan
clubfoot. Tantangan untuk mencapai hasil
yang memuaskan dengan metode ini tidak
semata-mata terletak pada koreksi
deformitasnya saja, tetapi bagaimana
mencegah terjadinya kekambuhan.
Keberhasilan metode Ponseti tidak hanya
ditentukan pada koreksi awal pengegipan,
tetapi juga edukasi orangtua dan keluarga
pasien terhadap pemakaian brace dalam
jangka lama untuk mempertahankan koreksi
clubfoot.
Pengaruh umur saat mulai terapi
terhadap rekurensi menggunakan analisis
regresi Logistic berganda didapatkan hasil
signifikansi 0,992 (lebih besar dari 0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa umur pasien
saat mulai terapi tidak berpengaruh secara
commit to user
sesuai dengan penelitian oleh Avilucea
(2009), Alves C (2009), Dobbs MB
(2007)yang menyebutkan bahwa umur
pasien saat dimulai terapi metode Ponseti
tidak mempengaruhi tingkat rekurensi.
Pada penelitian ini didapatkan
sebanyak 5 pasien mengalami rekurensi, 3
pasien berasal dari kelompok umur saat
mulai terapi lebih dari 12 bulan, dan 2
pasien dari kelompok umur saat mulai terapi
kurang dari 6 bulan. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena orangtua atau caregiver
dari kelima pasien tersebut tidak patuh pada
saat periode bracing. Ketidakpatuhan
tersebut biasanya terjadi karena anak sudah
tidak nyaman dengan brace karena
ukurannya yang sudah tidak muat dengan
kaki, sehingga orangtua sering melepas
bracing-nya. Kemungkinan lain karena
akses ke Rumah Sakit tidak mudah. Dari
total pasien yang mengalami rekurensi,
terdapat 2 pasien dengan akses ke Rumah
Sakit yang mudah, tetapi dengan tingkat
ekonomi orangtua atau caregiver yang tidak
mampu yang keberatan dengan biaya
transportasi ke Rumah Sakit, akibatnya
pasien tidak rutin kontrol sesuai perintah
dokter.
Pengaruh severity terhadap tingkat
rekurensi menggunakan analisis regresi
Logistic berganda didapatkan hasil
signifikansi 0,940 (lebih besar dari 0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
severity tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat rekurensi. Besarnya
pengaruh severity terhadap tingkat rekurensi
0,901. ini sesuai dengan penelitian oleh
Avilucea (2009) yang menyebutkan bahwa
initial severity tidak berpengaruh terhadap
tingkat rekurensi.
Penelitian oleh Haft GF (2007) pada
51 pasien dengan 73 clubfeet yang diterapi
dengan metode Ponseti yang diamati selama
2 tahun menyebutkan bahwa derajat severity
pada awal terapi tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat rekurensi.
Dobbs MB (2007) dalam penelitiannya
terhadap 51 pasien dengan total 86 clubfeet
juga mengatakan bahwa tingkat severity
pada awal terapi tidak berhubungan dengan
kekambuhan clubfoot yang diterapi dengan
metode Ponseti.
Kepatuhan dalam periode bracing
terhadap tingkat rekurensi menggunakan
analisis regresi Logistic berganda
didapatkan hasil signifikansi 0,001 (lebih
kecil dari 0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa kepatuhan dalam periode bracing
berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat rekurensi. Besarnya pengaruh
kepatuhan dalam periode bracing terhadap
commit to user
berarti bahwa pasien yang orangtuanya tidak
patuh dalam periode bracing memiliki
resiko rekuresi 153 kali lipat lebih banyak
dibandingkan pasien yang orangtuanya
patuh dalam periode bracing.
Avilucea (2009) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa tingkat kepatuhan dalam
periode bracing merupakan faktor utama
yang menentukan tingkat kekambuhan
metode Ponseti dengan nilai Odd Ratio 120.
Disebutkan juga dalam penelitian oleh
Dobbs MB (2007) bahwa terputusnya
pemakaian brace setelah koreksi merupakan
faktor yang paling berpengaruh timbulnya
rekurensi dengan nilai Odds Ratio 183. Haft
GF (2007) juga melaporkan kegagalan
dalam periode bracing mempunyai resiko 5
kali lebih besar terjadinya kekambuhan.
Pada penelitian ini, dari 5 pasien yang
tidak patuh dalam periode bracing
semuanya mengalami kekambuhan dan
memerlukan pengegipan ulang. Hal ini
disebabkan karena seringnya para orangtua
pasien atau caregiver melepas brace karena
ukuran sepatu sudah tidak fit di kaki pasien
yang menyebabkan pasien tidak nyaman dan
sering menangis.
Pengaruh kemudahan akses ke rumah
sakit terhadap tingkat rekurensi
menggunakan analisis regresi Logistic
berganda didapatkan hasil signifikansi 0,304
(lebih besar dari 0,05). Hasil ini
menunjukkan bahwa kemudahan akses ke
rumah sakit tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat rekurensi. Hasil
ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya. Avilucea (2009) menyebutkan
bahwa mudahnya akses ke rumah sakit yang
dalam penelitian tersebut ditentukan dengan
banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk
pulang-pergi dari rumah ke rumah sakit dan
jarak dari rumah ke rumah sakit dengan
batasan kurang dari 75 mil dan lebih dari 75
mil, dimana faktor tersebut berpengaruh
terhadap keberhasilan metode Ponseti.
Pasien dengan jarak rumah ke rumah sakit
yang jauh dan membutuhkan waktu yang
banyak untuk tranportasi ke rumah sakit
menyebabkan tidak rutin kontrol sesuai
anjuran dokter sehingga tingkat kepatuhan
dalam periode bracing menurun dan akan
meningkatkan kekambuhan.
Pada penelitian ini, faktor akses ke
rumah sakit tidak berpengaruh terhadap
tingkat rekurensi dengan metode Ponseti.
Hal ini mungkin dikarenakan bahwa
penjelasan awal dari dokter ahli mengenai
pentingnya kontrol rutin dan tingkat
kepatuhan memakai bracing menentukan
keberhasilan metode Ponseti dipahami
dengan baik oleh para orangtua / caregiver
commit to user
kekambuhan, terdapat 3 pasien yang
memiliki akses dari rumah ke rumah sakit
tidak mudah. Dua pasien dikarenakan sarana
transportasi umum yang belum ada karena
tempat tinggal pasien di pedesaan dan
kondisi jalan juga belum memadai sehingga
waktu tempuh ke rumah sakit menjadi lebih
lama, sedangkan satu pasien lainnya
dikarenakan jaraknya yang sangat jauh (dari
luar Pulau Jawa), menyebabkan pasien tidak
rutin kontrol sehingga menurunkan tingkat
kepatuhan dalam periode bracing.
Pengaruh tingkat pendidikan
orangtua/caregiver terhadap tingkat
rekurensi menggunakan analisis regresi
Logistic berganda didapatkan hasil
signifikansi 0,431 (lebih besar dari 0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan caregiver tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap tingkat rekurensi.
Hasil ini tidak sesuai dengan
penelitian Avilucea (2009) yang mengatakan
bahwa tingkat pendidikan
orangtua/caregiver akan mempengaruhi
tingkat rekurensi, dimana tingkat pendidikan
orangtua/caregiver kurang dari atau sama
dengan SMA berhubungan dengan tingkat
kekambuhan. Dobbs MB (2007) juga
mengatakan bahwa pasien dengan tingkat
pendidikan orangtua/caregiver kurang dari
atau sama dengan SMA akan meningkatkan
resiko kekambuhan sepuluh kali lipat
daripada pasien dengan tingkat pendidikan
orangtua/caregiver lebih dari SMA.
Pada penelitian ini dari total 100
pasien didapatkan sebanyak 86 pasien
dengan tingkat pendidikan
orangtua/caregiver kurang dari atau sama
dengan SMA dimana semua pasien yang
mengalami kekambuhan berasal dari
kelompok tersebut. Pada penelitian ini
didapatkan tingkat pendidikan
orangtua/caregiver tidak berhubungan
dengan resiko kekambuhan, kemungkinan
karena setiap kali kontrol selalu diberikan
penjelasan kepada orangtua/caregiver
mengenai pentingnya kontrol rutin setiap
minggu dan kepatuhan memakai bracing
sebagaimana pada proses metode Ponseti
yang menjadi faktor penting terhadap
keberhasilan metode Ponseti. Para
orangtua/caregiver juga mendapatkan
informasi dari orangtua pasien lain yang
telah berhasil diterapi dengan metode
Ponseti di klinik clubfoot Rumah Sakit
Orthopedi Surakarta.
Pengaruh tingkat ekonomi
orangtua/caregiver terhadap tingkat
rekurensi menggunakan analisis regresi
Logistic berganda didapatkan hasil
signifikansi 0,390 (lebih besar dari 0,05).
commit to user
ekonomi orangtua/caregiver tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat rekurensi. Hal ini sesuai dengan
penelitian oleh Ramirez (2011) yang
mengatakan bahwa keberhasilan metode
Ponseti tidak berhubungan dengan tingkat
pendapatan keluarga pasien. Sedangkan
Avilucea (2009) menyebutkan bahwa
tingkat pendapatan orangtua per tahun ≤ $
20.000 merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya kekambuhan.
Dalam penelitian ini didapatkan
bahwa tingkat ekonomi orangtua/caregiver
pasien tidak berhubungan dengan
kekambuhan, kemungkinan karena pasien
dengan tingkat ekonomi keluarga yang tidak
mampu mendapatkan fasilitas
Jamkesmas/BPJS dimana semua biaya
pengobatan dan serial pemasangan gips
ditanggung Jamkesmas/BPJS. Dari 5 pasien
yang kambuh, 4 pasien dari kelompok
dengan tingkat ekonomi yang tidak mampu.
Dimana orangtua/caregiver pasien tersebut
tidak patuh dalam periode bracing. Hal ini
dikarenakan orangtua pasien atau caregiver
tidak memiliki kartu Jamkesmas/BPJS
sehingga tidak mampu membayar biaya
transportasi ke rumah sakit dan biaya
pengobatan serta pemasangan gips setiap
minggunya.
Secara simultan (bersama-sama)
pengaruh umur saat mulai terapi, severity
saat mulai terapi, kepatuhan periode
bracing, kemudahan akses ke rumah sakit,
tingkat ekonomi orangtua/caregiver dan
tingkat pendidikan orangtua/caregiver
terhadap tingkat rekurensi menggunakan
analisis regresi Logistic berganda
didapatkan hasil signifikansi 0,000 (lebih
kecil dari 0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa keenam variabel tersebut diatas
secara simultan berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat rekurensi.
Kesimpulan
Tingkat kepatuhan dalam periode
bracing merupakan faktor utama dalam
menentukan tingkat rekurensiclubfoot yang
berhasil diterapi dengan metode Ponseti.
Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi
orangtua / caregiver, kemudahan untuk
mengakses ke Rumah Sakit dan tingkat
severity tidak mempengaruhi tingkat
rekurensi metode Ponseti.
Penelitian ini merupakan penelitian
awal dengan follow-up relatif singkat oleh
karena itu perlu dilanjutkan dengan
penelitian long-term follow up untuk
mengetahui longterm functional outcome
and self assessment satisfaction for
treatment pada kasus idiopathic clubfoot.
commit to user
orangtua/caregiver setiap kali kontrol
mengenai pentingnya tingkat kepatuhan
dalam periode bracing dalalm menentukan
keberhasilan metode Ponseti.
Daftar Pustaka
Alves C, Escalda C, Fernandez P. Ponseti Method : Does Age at the Beginning of Treatment Make a Difference?. 2009. 5:1271-77.
Avilucea FR, Szalay EA, Bosch PP. Effect of Cultural Factors on Outcome of Ponseti Treatment of Clubfeet in Rural America. J Bone Joint Surg Am. 2009. 91(3):530-540.
Beaty JH.Congenital Anomalies of Lower Extremity.In: Canale SI, eds.
Campbell’s Operatif Orthopaedics.
10th ed. Mosby; Philadelphia, 2003; 973-1006.
Bridgens J, Kiely N. Clinical Review Current Management of Clubfoot (Congenital Talipes Equinovarus).BMJ.
2011;340:c355.
Brunner B, Freuler F, Hasler C. Hefti Pediatric Orthopedics in Practise. Springer, Verlag Berlin Heidelberg. 2007.
Cooper DM, Dietz FR. Treatment of idiopathic clubfoot: a thirty-year follow-up note. J Bone Joint Surg Am. 1995. 77(10):1477–1489.
Cummings RJ, Davidson RS, Armstrong PF. Congenital Clubfoot.J Bone Joint Surg Am. 2002. 84(2):290-1.
Dahlan S, Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan edisi 3. Salemba Medika. Jakarta. 2013.
Dobbs MB, Rudzki JR, Purcell DB.Factors Predictive of Outcome After Use of the Ponseti Method for the Treatment of Idiopathic Clubfeet. J Bone Joint Surg Am. 2007. 86:22-27
Goksan SB, Bursah A, Bilgili F. Ponseti Technique For The Correction of Idiopathic Clubfeet Presenting Up to 1 Year of Age. A Preliminary Study in Children With Untreated or Complex Deformities. Arch Orthop Trauma Surg. 2006. 126: 15-21
Haft GF, Walker CG, Crawford HA.Early Clubfoot Recurrence After Use of the Ponseti Method in New Zealand Population. 2007. 89:487-493
Kasser J.Clubfoot (Congenital Talipes Equinovarus). In: Lovell&Winter’s Pediatric Orthopaedics,6thed, Lippincott Williams Wilkins, Baltimore.2006,1263-70.
Laaveg SJ, Ponseti IV. Long-term results of treatment of congenital clubfoot.J Bone Joint Surg Am. 1980. 62(1):23–31.
commit to user
Noam B. Herzenberg ZE. Ponseti
Management of Clubfoot in Older Infants. Clinical Ortopedics and Related Research, N 444, pp 224-228. Lippincott Williams & Wilkins. 2006
Penny JN. The Neglected
Clubfoot.Tachnique in Orthopaedic, 20(2), 153-166. Lippincot Willaims & Wilkins,Inc, Philadelphia. 2005.
Ponseti, FR, Szalay EA, Bosch PP. Effect of Cultural Factors on Outcome of Ponseti Treatment of Clubfeet in Rural America. J Bone Joint Surg Am. 2009. 91(3):530-540.
Ponseti I. Overview of Ponseti Management. In: Clubfoot: Ponseti Management. Global-Help Publication, 2003, 8-10.
Ponseti IV, Smoley EN. Congenital clubfoot: the results of treatment. J
Bone Joint Surg
Am.1963.45(2):2261–2270.
Ponseti IV. Congenital
ClubfootFundamentals of Treatment.Oxford Medical Publication. 2000.
Ramirez N, Flynn JM, Fernandez S. Orthosis Noncompliance After the Ponseti Method for the Treatment of Idiopathic Clubfeet: a relevant problem that needs reevaluation. 2011. 6:710-5
Richards S, Faulks S, Rathjen KE. A Comparison of Two Nonoperative Methods of Idiopathic Clubfoot Correction: The Ponseti Method and the French Functional
(Physiotherapy) Method. The Journal of Bone and Joint Surgery (American). 2008. 90:2313-21.
Salter RB.Congenital Abnormalities. In: Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System.3th ed. Lippincott Williams Wilkins, Baltimore, 1999, 131-40.
Siapkara A, Duncan R. Review Article :Congenital Talipes Equinovarus A Review Of Current Management. J Bone Joint Surg. 2007. 89-B:995-1000
Solomon L, Warwick D, Nayagam S. The Ankle and Foot. In: Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 8th ed. Arnold, London, 2001, 488-91.
Tachdjian MO. Tachdjian Pediatric Orthopedics.Second Edition. WB Saunders Company,1990.