• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor prediksi rekurensi terapi idiopathic clubfoot dengan metode ponseti di rs orthopaedi Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta Jurnal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor prediksi rekurensi terapi idiopathic clubfoot dengan metode ponseti di rs orthopaedi Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta Jurnal"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

FAKTOR-FAKTOR PREDIKSI REKURENSI TERAPI IDIOPATHIC CLUBFOOT

DENGAN METODE PONSETI DI RUMAH SAKIT ORTHOPEDI PROF.DR.dr.

R.SOEHARSO SURAKARTA

Nur Kholis Majid*, Anung Budi Satriadi**, Brian Wasita*** dr.choliz@yahoo.com

*Mahasiswa Program Studi Magister Kedokteran Keluarga-Minat utama Biomedik,Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,Surakarta.

**Staff Pengajar Departemen Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret – RSO Prof DR.R. Soeharso,Surakarta.

*** Staff Pengajar Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Pascasrajana Universitas Sebelas Maret,Surakarta.

ABSTRAK

Latar belakang :Idiopathic clubfoot merupakan kelainan deformitas yang kompleks yang sulit dikoreksi. Ada 4 deformitas : cavus, adductus, varus, equinus. Tujuan terapinya untuk mengkoreksi ke-empat deformitas tersebut supaya pasien memiliki kaki yang fungsional, tidak nyeri, plantigrade, dengan mobilitas yang bagus dan tidak ada callus, juga tidak memerlukan sepatu modifikasi. Sejak pertama kali dikenalkan, metode Ponseti terbukti efektif untuk terapi idiopathic clubfoot lebih dari 95% kasus, tetapi memerlukan 2 sampai 4 tahun untuk bracing. Oleh karena itu, apabila metode Ponseti tidak berhasil, kegagalan tersebut seringnya berhubungan dengan ketidakpatuhan pada waktu periode bracing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien dan faktor demografi yang berhubungan dengan keluarga pasien sebagai faktor prediksi terhadap kekambuhan clubfoot setelah diterapi dengan Ponseti. Metode : Penelitian dilakukan di klinik clubfoot RS. Orthopedi Prof. Soeharso dari Januari 2013 sampai Juli 2013. Dengan kasus 100 pasien diterapi dengan metode Ponseti diteliti secara cross sectional. Karakteristik pasien pada saat kontrol, seperti umur pada saat mulai terapi, severity, tingkat ekonomi dan pendidikan orangtua atau caregiver, kemudahan akses ke rumah sakit, dan kepatuhan periode bracing dianalisis dengan regresi logistic ganda dalam hubungannya dengan kekambuhan.

Hasil : Orangtua/caregiver dari lima pasien tidak patuh saat bracing. Ketidakpatuhan merupakan faktor utama resiko kekambuhan, dengan nilai significans 0.001 (p < 0,05). Tidak ada hubungannya antara umur saat mulai terapi, severity saat mulai terapi, tingkat ekonomi dan pendidikan orangtua atau caregiver dan kemudahan akses ke rumah sakit dengan tingkat kekambuhan clubfoot.

Kesimpulan : Ketidakpatuhan dalam periode bracing merupakan faktor resiko kekambuhan clubfoot setelah diterapi dengan metode Ponseti. Identifikasi pasien yang mempunyai resiko kekambuhan dibutuhkan intervensi yang lebih untuk meningkatkan kepatuhan orangtua atau caregiver dalam periode bracing supaya meningkatkan keberhasilan.

(2)

commit to user

Latar Belakang Masalah

Clubfoot merupakan kelainan bawaan

sejak lahir yang paling sering terjadi.

Insidensinya 1-2 per 1000 kelahiran hidup.

Kurang lebih 80% clubfoot muncul sebagai

kelainan bawaan yang berdiri sendiri dan

dianggap sebagai idiopathic. Ignacio

Ponseti, dari University of Iowa, Iowa,

Amerika Serikat pertama kali

mempublikasikan metodenya mengenai

terapi clubfoot pada tahun 1963 tetapi belum

mendapat sambutan secara luas. Setelah

publikasi dua penelitian yang dilakukan oleh

Laaveg dan Ponseti (1980) dan Cooper &

Dietz (1995) maka keraguan para ahli

orthopaedi terhadap metode Ponseti mulai

hilang dan perlahan-lahan metode Ponseti

menjadi terapi awal penanganan clubfoot di

seluruh dunia.

Penelitian oleh Laaveg dan Ponseti

(1980) melaporkan bahwa pada pengamatan

terapi terhadap 70 penderita clubfoot dengan

metode Ponseti setelah 10–27 tahun setelah

tindakan. Hasilnya menunjukkan bahwa

88,5% kaki dengan fungsi yang memuaskan

dan 90% penderita menyatakan puas

terhadap fungsi dan penampilan kakinya

(Avilucea, 2009; Goksan, 2006; Noam,

2006; Penny, 2005).

Semenjak itu metode nonoperative

dengan metode Ponseti untuk penanganan

clubfoot telah diterima sebagai terapi awal

dan terbukti efektif untuk penanganan

clubfoot. Tujuan terapi clubfoot adalah

untuk mencapai dan mempertahankan

koreksi clubfoot sedemikian rupa sehingga

pasien memiliki kaki yang fungsional, tidak

nyeri, plantigrade, dengan mobilitas yang

baik. Walaupun beberapa penelitian

menunjukkan bahwa masalah ketaatan

pasien terhadap pemakaian bracing

mempunyai peran meningkatnya tingkat

rekurensi (Avilucea, 2009; Kasser, 2006;

Noam, 2006). Proses terapi metode Ponseti

tersebut meliputi serial manipulasi dan

casting setiap minggu untuk mengkoreksi

deformitas clubfoot. Untuk mempertahankan

koreksi tersebut, kaki harus dipertahankan

dalam posisi abduksi 70 derajat. Untuk

equinus dikoreksi terakhir kali dengan

dorsofleksi kaki setelah adduksi dan varus

terkoreksi. Jika dorsofleksi kurang dari 15

derajat dilakukan tindakan operasi baik open

atau percutaneus Achilles tendo lengthening.

Setelah itu, untuk mempertahankan koreksi

deformitas digunakan Foot Abduction Brace

yang dipakai full time untuk 2 sampai 3

bulan pertama. Kemudian nap and night

time sampai anak umur 2-4 tahun (Ponseti,

(3)

commit to user

Tantangan untuk mendapatkan hasil

yang memuaskan dari metode Ponseti ini

tidak hanya tergantung pada koreksi

deformitasnya, tetapi juga bagaimana

mencegah rekurensinya. Penyebab paling

sering terjadinya rekurensi adalah

ketidaktaatan dalam periode bracing.

Faktor-faktor sosial-ekonomi, kultural dan

komunikasi dokter-orangtua pasien

mempunyai pengaruh terhadap tingkat

kepatuhan orangtua dalam periode bracing

(Avilucea, 2009). Problematika di

negara-negara miskin dan berkembang berupa

kemiskinan, kurangnya pengetahuan dengan

sarana kesehatan yang terbatas, kurangnya

tenaga medis yang memadai menyebabkan

keterlambatan penanganan awal untuk

penanganan clubfoot. Kelainan bentuk kaki

yang terjadi menjadi lebih berat pada saat

anak mulai belajar berjalan, karena tumpuan

beban berat badan terletak pada sisi lateral

dorsum pedis sehingga menambah berat

deformitas yang terjadi (Cooper, 1995;

Laaveg, 1980).

Penelitian yang dilakukan oleh Dobbs

MB (2007) menunjukkan bahwa

ketidakpatuhan orangtua pasien dan tingkat

pendidikan orangtua merupakan faktor

resiko yang signifikan terhadap tingkat

rekurensi clubfoot setelah mendapat terapi

metode Ponseti. Sedangkan Avilucea (2009)

menyebutkan jarak antara rumah pasien

dengan rumah sakit dan tingkat pendidikan

orangtua kurang dari sama dengan SMA

mempunyai pengaruh yang bermakna

terhadap tingkat kegagalan metode Ponseti.

Goksan (2006) juga menyebutkan bahwa

kepatuhan orangtua terhadap Foot

Abduction Brace merupakan faktor resiko

yang paling berpengaruh terhadap rekurensi

(Avilucea, 2009; Dobbs, 2007; Goksan,

2006).

Berdasarkan hal tersebut, penulis

berkeinginan untuk melakukan penelitian

tentang faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap terjadinya rekurensi (predictive

factors) pada penderita clubfoot yang datang

ke Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr. R.

Soeharso Surakarta setelah berhasil diterapi

dengan metode Ponseti yang dilakukan di

Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr. R.

Soeharso Surakarta.

Metode

Penelitian ini merupakan

observasional analitik dengan menggunakan

rancangan cross-sectional. Lokasi penelitian

adalah Klinik Clubfoot Rumah Sakit

Ortopedi Prof.Dr. Dr. R.Soeharso Surakarta.

Penelitian dilakukan pada bulan Januari

2013 – Juli 2013. Sampel yang digunakan

adalah semua pasien dengan idiopathic

(4)

commit to user

Ponseti minimal 6 bulan di Klinik Clubfoot

RSO Prof.Dr. dr. R. Soeharso Surakarta dari

Juli 2012 – Desember 2012. Masing-masing

akan dievaluasi mengenai karakteristik

penderita dan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya rekurensi

(predictive factors) pada penderita clubfoot

setelah berhasil diterapi dengan metode

Ponseti di Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. dr.

R. Soeharso Surakarta. Rekurensi adalah

kambuhnya deformitas kaki yang ditandai

dengan berkurangnya dorsofleksi ankle joint

dan valgus heel yang membutuhkan

pengulangan manipulasi dan pengegipan

(casting) atau membutuhkan tindakan

pembedahan (Dobbs, 2007). Analisis

statistik dengan regresi logistik digunakan

untuk mengetahui signifikansi dan besarnya

pengaruh setiap faktor terhadap rekurensi.

Hasil

Penelitian yang telah dilakukan di

Klinik Clubfoot RSO Prof. Dr. R. Soeharso

Surakarta, antara Januari 2013 – Juli 2013

dievaluasi 100 pasien. . Usia terbanyak saat

mulai terapi adalah pada usia 0-3 bulan

sebanyak 52 pasien (52%), tingkat severity

saat mulai terapi terbanyak adalah kategori

very severe yaitu 52 pasien (52%).

Didapatkan 95 orang (95%) patuh dalam

periode bracing dan 5 orang (5%) tidak

patuh, 93 orang (93%) mudah aksesnya ke

rumah sakit dan 7 orang (7%) tidak mudah,

tingkat pendidikan orangtua/caregiver yang

lebih dari SMA sebanyak 14 orang (14%)

dan yang kurang dari sama dengan SMA

sebanyak 86 orang (86%), 37 orang (37%)

dengan tingkat ekonomi mampu dan 63

orang (63%) tidak mampu. Dari 100 pasien,

didapatkan 5 pasien (5%) yang mengalami

rekurensi.

Pembahasan

Metode Posenti merupakan tindakan

yang tepat dan efektif dalam penanganan

clubfoot. Tantangan untuk mencapai hasil

yang memuaskan dengan metode ini tidak

semata-mata terletak pada koreksi

deformitasnya saja, tetapi bagaimana

mencegah terjadinya kekambuhan.

Keberhasilan metode Ponseti tidak hanya

ditentukan pada koreksi awal pengegipan,

tetapi juga edukasi orangtua dan keluarga

pasien terhadap pemakaian brace dalam

jangka lama untuk mempertahankan koreksi

clubfoot.

Pengaruh umur saat mulai terapi

terhadap rekurensi menggunakan analisis

regresi Logistic berganda didapatkan hasil

signifikansi 0,992 (lebih besar dari 0,05).

Hasil ini menunjukkan bahwa umur pasien

saat mulai terapi tidak berpengaruh secara

(5)

commit to user

sesuai dengan penelitian oleh Avilucea

(2009), Alves C (2009), Dobbs MB

(2007)yang menyebutkan bahwa umur

pasien saat dimulai terapi metode Ponseti

tidak mempengaruhi tingkat rekurensi.

Pada penelitian ini didapatkan

sebanyak 5 pasien mengalami rekurensi, 3

pasien berasal dari kelompok umur saat

mulai terapi lebih dari 12 bulan, dan 2

pasien dari kelompok umur saat mulai terapi

kurang dari 6 bulan. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena orangtua atau caregiver

dari kelima pasien tersebut tidak patuh pada

saat periode bracing. Ketidakpatuhan

tersebut biasanya terjadi karena anak sudah

tidak nyaman dengan brace karena

ukurannya yang sudah tidak muat dengan

kaki, sehingga orangtua sering melepas

bracing-nya. Kemungkinan lain karena

akses ke Rumah Sakit tidak mudah. Dari

total pasien yang mengalami rekurensi,

terdapat 2 pasien dengan akses ke Rumah

Sakit yang mudah, tetapi dengan tingkat

ekonomi orangtua atau caregiver yang tidak

mampu yang keberatan dengan biaya

transportasi ke Rumah Sakit, akibatnya

pasien tidak rutin kontrol sesuai perintah

dokter.

Pengaruh severity terhadap tingkat

rekurensi menggunakan analisis regresi

Logistic berganda didapatkan hasil

signifikansi 0,940 (lebih besar dari 0,05).

Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat

severity tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap tingkat rekurensi. Besarnya

pengaruh severity terhadap tingkat rekurensi

0,901. ini sesuai dengan penelitian oleh

Avilucea (2009) yang menyebutkan bahwa

initial severity tidak berpengaruh terhadap

tingkat rekurensi.

Penelitian oleh Haft GF (2007) pada

51 pasien dengan 73 clubfeet yang diterapi

dengan metode Ponseti yang diamati selama

2 tahun menyebutkan bahwa derajat severity

pada awal terapi tidak mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap tingkat rekurensi.

Dobbs MB (2007) dalam penelitiannya

terhadap 51 pasien dengan total 86 clubfeet

juga mengatakan bahwa tingkat severity

pada awal terapi tidak berhubungan dengan

kekambuhan clubfoot yang diterapi dengan

metode Ponseti.

Kepatuhan dalam periode bracing

terhadap tingkat rekurensi menggunakan

analisis regresi Logistic berganda

didapatkan hasil signifikansi 0,001 (lebih

kecil dari 0,05). Hasil ini menunjukkan

bahwa kepatuhan dalam periode bracing

berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat rekurensi. Besarnya pengaruh

kepatuhan dalam periode bracing terhadap

(6)

commit to user

berarti bahwa pasien yang orangtuanya tidak

patuh dalam periode bracing memiliki

resiko rekuresi 153 kali lipat lebih banyak

dibandingkan pasien yang orangtuanya

patuh dalam periode bracing.

Avilucea (2009) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa tingkat kepatuhan dalam

periode bracing merupakan faktor utama

yang menentukan tingkat kekambuhan

metode Ponseti dengan nilai Odd Ratio 120.

Disebutkan juga dalam penelitian oleh

Dobbs MB (2007) bahwa terputusnya

pemakaian brace setelah koreksi merupakan

faktor yang paling berpengaruh timbulnya

rekurensi dengan nilai Odds Ratio 183. Haft

GF (2007) juga melaporkan kegagalan

dalam periode bracing mempunyai resiko 5

kali lebih besar terjadinya kekambuhan.

Pada penelitian ini, dari 5 pasien yang

tidak patuh dalam periode bracing

semuanya mengalami kekambuhan dan

memerlukan pengegipan ulang. Hal ini

disebabkan karena seringnya para orangtua

pasien atau caregiver melepas brace karena

ukuran sepatu sudah tidak fit di kaki pasien

yang menyebabkan pasien tidak nyaman dan

sering menangis.

Pengaruh kemudahan akses ke rumah

sakit terhadap tingkat rekurensi

menggunakan analisis regresi Logistic

berganda didapatkan hasil signifikansi 0,304

(lebih besar dari 0,05). Hasil ini

menunjukkan bahwa kemudahan akses ke

rumah sakit tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat rekurensi. Hasil

ini tidak sesuai dengan hasil penelitian

sebelumnya. Avilucea (2009) menyebutkan

bahwa mudahnya akses ke rumah sakit yang

dalam penelitian tersebut ditentukan dengan

banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk

pulang-pergi dari rumah ke rumah sakit dan

jarak dari rumah ke rumah sakit dengan

batasan kurang dari 75 mil dan lebih dari 75

mil, dimana faktor tersebut berpengaruh

terhadap keberhasilan metode Ponseti.

Pasien dengan jarak rumah ke rumah sakit

yang jauh dan membutuhkan waktu yang

banyak untuk tranportasi ke rumah sakit

menyebabkan tidak rutin kontrol sesuai

anjuran dokter sehingga tingkat kepatuhan

dalam periode bracing menurun dan akan

meningkatkan kekambuhan.

Pada penelitian ini, faktor akses ke

rumah sakit tidak berpengaruh terhadap

tingkat rekurensi dengan metode Ponseti.

Hal ini mungkin dikarenakan bahwa

penjelasan awal dari dokter ahli mengenai

pentingnya kontrol rutin dan tingkat

kepatuhan memakai bracing menentukan

keberhasilan metode Ponseti dipahami

dengan baik oleh para orangtua / caregiver

(7)

commit to user

kekambuhan, terdapat 3 pasien yang

memiliki akses dari rumah ke rumah sakit

tidak mudah. Dua pasien dikarenakan sarana

transportasi umum yang belum ada karena

tempat tinggal pasien di pedesaan dan

kondisi jalan juga belum memadai sehingga

waktu tempuh ke rumah sakit menjadi lebih

lama, sedangkan satu pasien lainnya

dikarenakan jaraknya yang sangat jauh (dari

luar Pulau Jawa), menyebabkan pasien tidak

rutin kontrol sehingga menurunkan tingkat

kepatuhan dalam periode bracing.

Pengaruh tingkat pendidikan

orangtua/caregiver terhadap tingkat

rekurensi menggunakan analisis regresi

Logistic berganda didapatkan hasil

signifikansi 0,431 (lebih besar dari 0,05).

Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan caregiver tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap tingkat rekurensi.

Hasil ini tidak sesuai dengan

penelitian Avilucea (2009) yang mengatakan

bahwa tingkat pendidikan

orangtua/caregiver akan mempengaruhi

tingkat rekurensi, dimana tingkat pendidikan

orangtua/caregiver kurang dari atau sama

dengan SMA berhubungan dengan tingkat

kekambuhan. Dobbs MB (2007) juga

mengatakan bahwa pasien dengan tingkat

pendidikan orangtua/caregiver kurang dari

atau sama dengan SMA akan meningkatkan

resiko kekambuhan sepuluh kali lipat

daripada pasien dengan tingkat pendidikan

orangtua/caregiver lebih dari SMA.

Pada penelitian ini dari total 100

pasien didapatkan sebanyak 86 pasien

dengan tingkat pendidikan

orangtua/caregiver kurang dari atau sama

dengan SMA dimana semua pasien yang

mengalami kekambuhan berasal dari

kelompok tersebut. Pada penelitian ini

didapatkan tingkat pendidikan

orangtua/caregiver tidak berhubungan

dengan resiko kekambuhan, kemungkinan

karena setiap kali kontrol selalu diberikan

penjelasan kepada orangtua/caregiver

mengenai pentingnya kontrol rutin setiap

minggu dan kepatuhan memakai bracing

sebagaimana pada proses metode Ponseti

yang menjadi faktor penting terhadap

keberhasilan metode Ponseti. Para

orangtua/caregiver juga mendapatkan

informasi dari orangtua pasien lain yang

telah berhasil diterapi dengan metode

Ponseti di klinik clubfoot Rumah Sakit

Orthopedi Surakarta.

Pengaruh tingkat ekonomi

orangtua/caregiver terhadap tingkat

rekurensi menggunakan analisis regresi

Logistic berganda didapatkan hasil

signifikansi 0,390 (lebih besar dari 0,05).

(8)

commit to user

ekonomi orangtua/caregiver tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat rekurensi. Hal ini sesuai dengan

penelitian oleh Ramirez (2011) yang

mengatakan bahwa keberhasilan metode

Ponseti tidak berhubungan dengan tingkat

pendapatan keluarga pasien. Sedangkan

Avilucea (2009) menyebutkan bahwa

tingkat pendapatan orangtua per tahun ≤ $

20.000 merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya kekambuhan.

Dalam penelitian ini didapatkan

bahwa tingkat ekonomi orangtua/caregiver

pasien tidak berhubungan dengan

kekambuhan, kemungkinan karena pasien

dengan tingkat ekonomi keluarga yang tidak

mampu mendapatkan fasilitas

Jamkesmas/BPJS dimana semua biaya

pengobatan dan serial pemasangan gips

ditanggung Jamkesmas/BPJS. Dari 5 pasien

yang kambuh, 4 pasien dari kelompok

dengan tingkat ekonomi yang tidak mampu.

Dimana orangtua/caregiver pasien tersebut

tidak patuh dalam periode bracing. Hal ini

dikarenakan orangtua pasien atau caregiver

tidak memiliki kartu Jamkesmas/BPJS

sehingga tidak mampu membayar biaya

transportasi ke rumah sakit dan biaya

pengobatan serta pemasangan gips setiap

minggunya.

Secara simultan (bersama-sama)

pengaruh umur saat mulai terapi, severity

saat mulai terapi, kepatuhan periode

bracing, kemudahan akses ke rumah sakit,

tingkat ekonomi orangtua/caregiver dan

tingkat pendidikan orangtua/caregiver

terhadap tingkat rekurensi menggunakan

analisis regresi Logistic berganda

didapatkan hasil signifikansi 0,000 (lebih

kecil dari 0,05). Hasil ini menunjukkan

bahwa keenam variabel tersebut diatas

secara simultan berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat rekurensi.

Kesimpulan

Tingkat kepatuhan dalam periode

bracing merupakan faktor utama dalam

menentukan tingkat rekurensiclubfoot yang

berhasil diterapi dengan metode Ponseti.

Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi

orangtua / caregiver, kemudahan untuk

mengakses ke Rumah Sakit dan tingkat

severity tidak mempengaruhi tingkat

rekurensi metode Ponseti.

Penelitian ini merupakan penelitian

awal dengan follow-up relatif singkat oleh

karena itu perlu dilanjutkan dengan

penelitian long-term follow up untuk

mengetahui longterm functional outcome

and self assessment satisfaction for

treatment pada kasus idiopathic clubfoot.

(9)

commit to user

orangtua/caregiver setiap kali kontrol

mengenai pentingnya tingkat kepatuhan

dalam periode bracing dalalm menentukan

keberhasilan metode Ponseti.

Daftar Pustaka

Alves C, Escalda C, Fernandez P. Ponseti Method : Does Age at the Beginning of Treatment Make a Difference?. 2009. 5:1271-77.

Avilucea FR, Szalay EA, Bosch PP. Effect of Cultural Factors on Outcome of Ponseti Treatment of Clubfeet in Rural America. J Bone Joint Surg Am. 2009. 91(3):530-540.

Beaty JH.Congenital Anomalies of Lower Extremity.In: Canale SI, eds.

Campbell’s Operatif Orthopaedics.

10th ed. Mosby; Philadelphia, 2003; 973-1006.

Bridgens J, Kiely N. Clinical Review Current Management of Clubfoot (Congenital Talipes Equinovarus).BMJ.

2011;340:c355.

Brunner B, Freuler F, Hasler C. Hefti Pediatric Orthopedics in Practise. Springer, Verlag Berlin Heidelberg. 2007.

Cooper DM, Dietz FR. Treatment of idiopathic clubfoot: a thirty-year follow-up note. J Bone Joint Surg Am. 1995. 77(10):1477–1489.

Cummings RJ, Davidson RS, Armstrong PF. Congenital Clubfoot.J Bone Joint Surg Am. 2002. 84(2):290-1.

Dahlan S, Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel dalam

Penelitian Kedokteran dan Kesehatan edisi 3. Salemba Medika. Jakarta. 2013.

Dobbs MB, Rudzki JR, Purcell DB.Factors Predictive of Outcome After Use of the Ponseti Method for the Treatment of Idiopathic Clubfeet. J Bone Joint Surg Am. 2007. 86:22-27

Goksan SB, Bursah A, Bilgili F. Ponseti Technique For The Correction of Idiopathic Clubfeet Presenting Up to 1 Year of Age. A Preliminary Study in Children With Untreated or Complex Deformities. Arch Orthop Trauma Surg. 2006. 126: 15-21

Haft GF, Walker CG, Crawford HA.Early Clubfoot Recurrence After Use of the Ponseti Method in New Zealand Population. 2007. 89:487-493

Kasser J.Clubfoot (Congenital Talipes Equinovarus). In: Lovell&Winter’s Pediatric Orthopaedics,6thed, Lippincott Williams Wilkins, Baltimore.2006,1263-70.

Laaveg SJ, Ponseti IV. Long-term results of treatment of congenital clubfoot.J Bone Joint Surg Am. 1980. 62(1):23–31.

(10)

commit to user

Noam B. Herzenberg ZE. Ponseti

Management of Clubfoot in Older Infants. Clinical Ortopedics and Related Research, N 444, pp 224-228. Lippincott Williams & Wilkins. 2006

Penny JN. The Neglected

Clubfoot.Tachnique in Orthopaedic, 20(2), 153-166. Lippincot Willaims & Wilkins,Inc, Philadelphia. 2005.

Ponseti, FR, Szalay EA, Bosch PP. Effect of Cultural Factors on Outcome of Ponseti Treatment of Clubfeet in Rural America. J Bone Joint Surg Am. 2009. 91(3):530-540.

Ponseti I. Overview of Ponseti Management. In: Clubfoot: Ponseti Management. Global-Help Publication, 2003, 8-10.

Ponseti IV, Smoley EN. Congenital clubfoot: the results of treatment. J

Bone Joint Surg

Am.1963.45(2):2261–2270.

Ponseti IV. Congenital

ClubfootFundamentals of Treatment.Oxford Medical Publication. 2000.

Ramirez N, Flynn JM, Fernandez S. Orthosis Noncompliance After the Ponseti Method for the Treatment of Idiopathic Clubfeet: a relevant problem that needs reevaluation. 2011. 6:710-5

Richards S, Faulks S, Rathjen KE. A Comparison of Two Nonoperative Methods of Idiopathic Clubfoot Correction: The Ponseti Method and the French Functional

(Physiotherapy) Method. The Journal of Bone and Joint Surgery (American). 2008. 90:2313-21.

Salter RB.Congenital Abnormalities. In: Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System.3th ed. Lippincott Williams Wilkins, Baltimore, 1999, 131-40.

Siapkara A, Duncan R. Review Article :Congenital Talipes Equinovarus A Review Of Current Management. J Bone Joint Surg. 2007. 89-B:995-1000

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. The Ankle and Foot. In: Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 8th ed. Arnold, London, 2001, 488-91.

Tachdjian MO. Tachdjian Pediatric Orthopedics.Second Edition. WB Saunders Company,1990.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aplikasi pestisida yang dilakukan petani pada tanaman cabai (Capsicum annum L), untuk menganalisis aplikasi pupuk yang

Bakat keguruan memiliki arti sebagai potensi kemampuan individu dapat yang berkembang dengan pendidikan untuk melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran dengan baik

Pada hasil uji biologis ditemukan bakteri Escherichia coli dan melebihi ambang batas normal yaitu 130 tidak sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan

Dalam kitab suci Kristiani, kita menemukan gambaran yang sangat menyentuh mengenai Allah sebagai seorang Gembala yang baik.. Ia mencari dombanya yang tersesat, membalut

Berdasarkan hasil pembahasan analisis data melalui pembuktian terhadap hipotesis dari permasalahan yang diangkat mengenai pengaruh management acounting system (quality goal,

Sehubungan telah dilaksanakannya evaluasi Administrasi, Teknis, Biaya, dan Kualifikasi untuk Paket Pekerjaan BELANJA JASA KONSULTAN STUDY (KAJIAN) PENATAAN PENGEMBANGAN OVOP

Hal ini juga tidak sejalan dengan tujuan dari program pemberdayaan yang dilakukan oleh CV Cabai Merah, karena kurang menyadarkan, kurang bisa koordinasi, kurang

Pekerjaan Jasa Konsultan Perencana Pembangunan Ruang Kuliah Fakultas Hukum Universitas Jember Tahun Anggaran