• Tidak ada hasil yang ditemukan

26 model pembelajaran praktik pemesinan berbasis collaborative skill sebagai upaya penyiapan kesiapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "26 model pembelajaran praktik pemesinan berbasis collaborative skill sebagai upaya penyiapan kesiapa"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

III

(3)

VII

DAFTAR ISI

Daftar Isi

COVER

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR ... IV

SAMBUTAN KETUA PANITIA ... V

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS TEKNIK UNY ... VI

DAFTAR ISI ... VII

1.

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY DAN PENDIDIKAN VOKASIONAL

ABAD 21

Putu Sudira ... 1

2.

EMPLOYABILITY SKILL PADA ERA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

(Bahan Kajian Untuk Pengembangan Pendidikan Vokasi)

Sumarno ... 10

3.

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KINERJA

GURU PROFESIONAL DI SMK DALAM MENYONGSONG MEA

Mujahid Wahyu ... 21

4.

GURU BAHASA INGGRIS VOKASI DI ERA GLOBAL: PERLUNYA

PERUBAHAN ORIENTASI PEMBELAJARAN

Kun Aniroh Muhrofi-Gunadi ... 28

5.

IDENTIFIKASI KOMPETENSI SMK JURUSAN TEKNIK SEPEDA MOTOR

Bambang Sulistyo, Tawardjono Usman, Ibnu Siswanto ... 37

6.

IMPLEMENTASI

FLATE RATE

DAN PENCAPAIAN PRESTASI BELAJAR

PADA MATA KULIAH PRAKTIK TEKNOLOGI PEMBENTUKAN DASAR

(TPD) MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF FT

UNY

Amir Fatah ... 45

7.

IMPLEMENTASI LESSON STUDY GUNA PENINGKATAN KUALITAS

PROSES PEMBELAJARAN PRAKTIK KEJURUAN

Sudarwanto ... 52

8.

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN COMPETENCE BASED

TRAINING (CBT) BERBASIS KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

PROSES PEMESINAN DI JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FT

UNY

Paryanto ... 61

9.

IMPLEMENTASI MODEL

PROJECT BASED LEARNING

PADA MATA

KULIAH

TUNE-UP

MOTOR BENSIN JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK

OTOMOTIF UNM

Muhammad Yahya

1

, Darmawang

2

... 69

10.

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN

FLIPPED CLASSROOM

PADA PEMBELAJARAN CNC DASAR

(4)

VIII

11.

KEMAMPUAN MENGENAL HURUF ANAK USIA DINI MELALUI

MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF

Martha Christianti ... 86

12.

KESIAPAN GURU SMK TEKNIK KENDARAAN RINGAN DI DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM MENGHADAPI IMPLEMENTASI

KURIKULUM 2013

Martubi, Lilik Chaerul Yuswono, dan Sukaswanto ... 90

13.

KESIAPAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DALAM

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 Di KABUPATEN SLEMAN DIY

Herminarto Sofyan, Moch. Solikin, Zainal Arifin, dan Kir Haryana ... 96

14.

KOMBINASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD/

E-LEARNING

MATAKULIAH KIMIA FISIKA I PADA SEKOLAH VOKASI

Yuli Rohyami dan Reni Banowati Istiningrum ... 102

15.

KOMPETENSI MECHANICAL DRAFTER PADA INDUSTRI PERMESINAN

IMPLIKASINYA PADA PENGEMBANGAN KURIKULUM MENGGAMBAR

MESIN PADA PENDIDIKAN VOKASI

Pardjono

1

dan Murdani

2

... 108

16.

LITERASI INFORMASI DALAM PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

PEMBELAJARAN JARAK JAUH

Satrianawati ... 120

17.

MODEL PEMBELAJARAN PRAKTIK PERMESINAN BERBASIS

COLLABORATIVE SKILL

SEBAGAI UPAYA PENYIAPAN KESIAPAN

KERJA MAHASISWA DI INDUSTRI MANUFAKTUR

Dwi Rahdiyanta

1

, Putut Hargiyarto

2

, Asnawi

3

... 127

18.

MODEL UNIT PRODUKSI SMK

THREE WHEELS

SEBAGAI WAHANA

PEMBELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN SEKTOR

INDUSTRI KREATIF

Raswa ... 137

19.

OPTIMALISASI IQ EQ DAN SQ BERBASIS SINERGI POTENSI OTAK KIRI

OTAK KANAN ALAM BAWAH SADAR PADA GELOMBANG OTAK YANG

SESUAI

Subiyono ... 147

20.

PEDAGOGI VOKASI: PENGEMBANGAN METODE PENGAJARAN DAN

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEJURUAN UNTUK MENINGKATKAN

PROFESIONALISME GURU

Sutopo ... 158

21.

PELAKSANAAN PROGRAM PRAKTIK INDUSTRI DI JURUSAN

PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

NEGERI YOGYAKARTA

Noto Widodo, Bambang Sulistyo, Kir Haryana ... 168

22.

PERBEDAAN PENGEMBANGAN

HIGHER ORDER THINKING SKILL

PADA

PEMBELAJARAN PRAKTIK MENGGUNAKAN GI DAN JIGSAW II

(5)

127

MODEL PEMBELAJARAN PRAKTIK PERMESINAN BERBASIS

COLLABORATIVE SKILL

SEBAGAI UPAYA PENYIAPAN

KESIAPAN KERJA MAHASISWA DI INDUSTRI MANUFAKTUR

Dwi Rahdiyanta

1

, Putut Hargiyarto

2

, Asnawi

3

1Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta Jalan Colombo No. 1 Yogyakarta 55281 Telp (0274) 586168

2Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta Jalan Colombo No. 1 Yogyakarta 55281 Telp (0274) 586168

3Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta Jalan Colombo No. 1 Yogyakarta 55281 Telp (0274) 586168

Email:dwi_rahdi@yahoo.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas lulusan pendidikan vokasi di tingkat perguruan tinggi, sehingga mereka memiliki kesiapan kerja yang lebih baik di industri manufaktur. Secara lebih rinci tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui perbedaan sikap dan tingkah laku antara kelas eksperimen (yang menerapkan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill) dengan kelas kontrol (yang tidak menerapkan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill), dan 2) untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar mahasiswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

Secara global penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan Research and Development. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill terhadap sikap dan hasil belajar peserta didik, digunakan metode quasi eksperimen. Lokasi untuk kegiatan penelitian ini adalah industri manufaktur dan Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi, dokumentasi, evaluasi hasil belajar dan wawancara. Pada penelitian ini data dianalisis dengan cara kualitatif dan kuantitatif, kemudian dipaparkan secara deskriptif.

Hasil penelitian yang telah dilaksanakan adalah: 1) ada perbedaan antara sikap dan tingkah laku mahasiswa antara kelas yang diajar dengan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill, dibandingkan dengan kelas yang tidak menerapkan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill (t = 7,211; p = 0,000); 2) ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa antara kelas yang diajar dengan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill, dibandingkan dengan kelas yang tidak menerapkan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill (t=10,573; p = 0,000).

Kata kunci: pembelajaran praktik, collaborative skill

Pendahuluan

Pendidikan vokasi/kejuruan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya tenaga kerja yang terampil dan siap kerja. Dari berbagai kajian bahwa peluang untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu negara akan semakin besar jika didukung oleh SDM yang memiliki: (1) pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan dinamika perkembangan yang tengah berlangsung; (2) jenjang pendidikan yang semakin tinggi; (3) keterampilan keahlian yang berlatar belakang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); dan (4)

kemampuan untuk menghasilkan produk-produk baik dari kualitas maupun harga, mampu bersaing dengan produk-produk lainnya di pasar global.

Berdasarkan data dari Badan Statistik Nasional (BPS) tahun 2011, terdapat 82,1 juta tenaga kerja Indonesia diisi kelompok unskill workers (pekerja yang tidak punya skill atau kompetensi di bidangnya). Kelompok unskill workers ini mayoritas adalah lulusan sekolah umum. Sedangkan kelompok di atasnya diisi

skill workers (pekerja dengan skill atau

(6)

128

pekerja expert (ahli) dengan 4,8 juta orang. Melihat kondisi seperti ini Indonesia akan sulit bersaing dengan negara lain dalam era globalisasi dan persaingan yang ketat sekarang saat ini maupun di masa yang akan datang.

Berdasarkan kenyataan tersebut, menjadi tanggung jawab dunia pendidikan khususnya pendidikan vokasi untuk dapat menghasilkan lulusan yang kompeten. Oleh karena itu kompetensi yang akan dikembangkan melalui proses pembelajaran harus merujuk pada kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia industri. Salah satu mata kuliah di perguruan tinggi yang sangat penting dan strategis untuk pembentukan kompetensi adalah mata kuliah praktik. Oleh sebab itu dipandang sangat penting untuk selalu meningkatkan mutu proses pembelajaran praktik. Berdasarkan prasurvei yang telah dilaksanakan di industri manufaktur, diperoleh informasi bahwa proses pembuatan satu unit produk memerlukan kolaborasi (kerja sama) dari berbagai keterampilan (collaborative skill). Tanpa kerja sama yang baik maka hasil akhir dari produk yang diharapkan tidak dapat tercapai. Salah satu upaya untuk menanamkan sikap dan perilaku peserta didik terkait dengan kompetensi yang dituntut oleh dunia industri tersebut adalah dengan mengembangkan model pembelajaran praktik melalui pendekatan collaborative skill.

Permasalahan yang akan dibahas adalah: 1) apakah ada perbedaan sikap dan tingkah laku antara mahasiswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill (kelas eksperimen) dengan mahasiswa yang tidak menggu-nakan model pembelajaran praktik berbasis

collaborative skill (kelas control), 2) apakah ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa antara kelas eksperimen dengan kelas control, dan 3) apakah para mahasiswa yang diajar dengan model pembelajaran praktik berbasis

collaborative skill memiliki kesiapan kerja di industri manufaktur yang lebih baik.

Paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi seyogyanya lebih menyediakan proses untuk mengembali-kan hakikat peserta didik ke fitrahnya sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami

becoming process dalam mengembang-kan

kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas

yang dikreasi untuk memfasilitasi peserta didik dan siapapun fasilitator yang akan menemani peserta didik belajar, seyogyanya bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar peserta didik. Tujuan belajar yang orisinil

muncul dari dorongan hati (mode = intrinsic

motivati-on). Paradigma pembelajaran yang

mampu mengusik hati peserta didik untuk membangkitkan mode mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar. Paradigma hati tersebut akan membangkitkan sikap positif terhadap belajar, sehingga peserta didik siap melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam menjalani ivent belajar.

Marzano et al (1993), memformulasi dimensi belajar menjadi lima tingkatan; (1) sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar, (2) perolehan dan pengintegrasian pengetahuan baru, (3) perluasan dan penyempurnaan pengetahuan, (4) penggunaan pengetahuan secara bermakna, dan (5) pembiasakan berpikir efektif dan produktif. Lima dimensi belajar tersebut akan terinternalisasi oleh peserta didik apabila mereka mampu melakukan oleh pikir, rasa, dan raga dalam belajar yang semuanya bersumber dari dorongan hati yang paling dalam. Asas quantum teaching (Bobbi de Porter et al.,

2001; Bobbi de Porter, 2000) yang menyatakan:

“bawalah dunia mereka ke dunia kita dan hantarkan dunia kita ke dunia mereka”, mungkin

perlu diterjemahkan oleh para guru dalam mengembangkan fasilitas belajar yang mampu mengusik hati peserta didik untuk lebih bertanggung jawab terhadap belajarnya. Kompetensi tanggung jawab merupakan salah satu kompetensi sikap yang potensial dalam membangun kompetensi-kompetensi lainya, seperti berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar bagaimana belajar, kolaborasi, pengelolaan dan/atau pengendalian diri. Kompetensi-komepetensi tersebut mutlak diperlukan oleh peserta didik agar mampu menjadi manusia yang

adatable, flexible, dan versatil dalam segala aspek kehidupan yang senantiasa berubah.

Pembelajaran berbasis kompetensi adalah pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian kompetensi peserta didik. Sehingga muara akhir hasil pembelajaran adalah meningkatnya kompetensi peserta didik yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan keterampilannya (Sidik Purnomo,

http://kidispur.blogspot.com/ 2009/ 01/prinsip-pembelajaran-berbasis. html)

(7)

129

peserta didik akan terhindar dari mempelajari

materi yang tidak perlu yaitu materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan kompetensi. Pencapaian setiap kompetensi tersebut terkait erat dengan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi adalah:

a. pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat.

b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi. c. pengembangan sistem penyampaian yang

fungsional dan relevan dengan kompetensi dan sistem penilaian.

Terkait dengan aspek pembelajaran, Depdiknas (2002) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis kompetensi memiliki lima karakteristik sebagai berikut: (1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara individu maupun klasikal, (2) Berorientasi pada hasil belajar dan keragaman, (3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) Sumber belajar bukan hanya dosen tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, dan (5) Penilaian menekankan pada

proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian kompetensi.

Lebih lanjut menurut Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yang dalam hal ini Lembaga Sertifikasi Profesi Logam dan Mesin Indonesia (LSPLMI), dinyatakan bahwa terdapat 4 (empat) dimensi kompetensi yang harus diperhatikan yaitu: (1) Task Skill yaitu kemampuan untuk melaksanakan tugas utama dari suatu pekerjaan, (2) Task Management yaitu kemampuan untuk mengelola berbagai jenis tugas untuk mendukung suatu pekerjaan, (3)

Contingency Management Skill yaitu

kemampuan untuk merespon dan mengelola kejadian yang irregular atau masalah dari suatu pekerjaan, dan (4) Job/Roll Environment

Managemen Skill yaitu kemampuan untuk

menyesuaikan dengan tanggung jawab lingkungan kerja. Secara rinci judul unit kompetensi pada

skema sertifikasi khususnya untuk operator bubut dan frais konvensional kompleks berdasarkan Standard Operation Procedure

(SOP) Asesmen Kompetensi Bidang Pemesinan

BNSP, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Skema Sertifikasi Operator Bubut dan Frais Konvensional Komplek

No. No. Unit Judul Unit Kompetensi Bobot

1. LOG.OO01.002.01 Menerapkan prinsip-prinsip K3 di lingkungan

kerja 0

2. LOG.OO01.003.01 Menerapkan prosedur-prosedur mutu 0 3. LOG.OO02.005.01 Mengukur dengan menggunakan alat ukur 2 4. LOG.OO02.012.01 Melakukan perhitungan matematis 2

5. LOG.OO09.002.00 Membaca gambar teknik 2

6. LOG.OO07.006.00 Melakukan pekerjaan dengan mesin bubut 4 7. LOG.OO07.007.00 Melakukan pekerjaan dengan mesin frais 4 8. LOG.OO18.001.01 Menggunakan perkakas tangan 2 9. LOG.OO12.003.01 Mengukur dengan alat ukur mekanik presisi 2 10. LOG.OO07.020.00 Mempergunakan mesin bubut komplek 4

11. LOG.OO07.011.00 Memfrais komplek 4

Karakteristik pembelajaran berbasis kompetensi tersebut menuntut dosen untuk selalu berinovasi dan berimprovisasi dalam menentukan metode dan strategi pembelajaran yang sesuai. Dalam proses pembelajaran yang banyak mengalami kendala, dosen dituntut untuk mencari dan menemukan pendekatan baru yang efektif dan efisien. Namun pada saat ini

guru/dosen dinilai masih kurang memilki bekal pengetahuan didaktik, metodik, materi dan kreativitas dalam pembelajaran (Dedi Supriyadi, 2001). Dalam kondisi seperti ini maka pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan dengan kemampuan dosen, dan tidak memberatkan pekerjaan dosen.

(8)

130

pembelajaran kolaboratif adalah suatu filsafat personal, bukan sekadar teknik pembelajaran di kelas. Menurutnya, kolaborasi adalah filsafat interaksi dan gaya hidup yang menjadikan kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang dirancang sedemikian rupa guna memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif dapat didefinisikan sebagai filsafat pembelajaran yang memudahkan para peserta didik bekerjasama, saling membina, belajar dan berubah bersama, serta maju bersama pula. Inilah filsafat yang dibutuhkan dunia global saat ini.

Pembelajaran kolaboratif memudahkan para peserta didik belajar dan bekerja bersama, saling menyumbangkan pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara kelompok maupun individu. Berbeda dengan pembelajaran konvensional, tekanan utama pembelajaran kolaboratif maupun

kooperatif adalah “belajar bersama”.

Struktur tujuan kolaboratif dicirikan oleh jumlah saling ketergantungan yang begitu besar antar peserta didik dalam kelompok. Dalam pembelajaran kolaboratif, peserta didik

mengatakan “we as well as you”, dan siwa akan

mencapai tujuan hanya jika peserta didik lain dalam kelompok yang sama dapat mencapai tujuan mereka bersama (Arends, 1998; Heinich

et al., 2002; Slavin, 1995; Qin & Johnson, 1995). Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran

(technology for instruction), pembelajaran

kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para peserta didik dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu: (1) realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata; (2) menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.

Menurut Johnson (1995), sekurang-kurangnya terdapat lima unsur dasar agar dalam suatu kelompok terjadi pembelajaran kooperatif/ kolaboratif, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif. Dalam

pembelajaran ini setiap peserta didik harus merasa bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota

kelompoknya dengan tanggung jawab: (1) menguasai bahan pelajaran; dan (2) memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila peserta didik lain juga tidak sukses.

b. Interaksi langsung antar peserta didik. Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarpeserta didik yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Peserta didik harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar.

c. Pertanggungajawaban individu. Agar dalam

suatu kelompok peserta didik dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap peserta didik dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok.

d. Keterampilan berkolaborasi.

Keterampilan sosial peserta didik sangat penting dalam pembelajaran. Peserta didik dituntut mempunyai keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses belajar kolaboratif.

e. Keefektifan proses kelompok. Peserta didik memproses keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusan-keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.

Skill menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu keterampilan atau kemampuan tertentu yang dimiliki oleh seseorang. Dalam bidang teknik pemesinan, skill yang dimaksud adalah keterampilan atau

kemampuan yang dibutuhkan untuk

mengerjakan jenis-jenis pekerjaan pemesinan. Keterampilan tersebut adalah keterampilan membuat berbagai benda kerja yang berupa komponen mesin dengan menggunakan mesin-mesin perkakas, termasuk cara pengoperasian dan setting mesinnya.

Sehingga collaborative skill dapat

(9)

131

yang berbeda. Implikasinya dalam

pembelajaran praktik adalah diwujudkan dalam materi pembelajaran atau bahan ajarnya. Dalam pembelajaran praktik pemesinan, peserta didik diberikan jobsheet untuk mengerjakan sebuah benda kerja dengan mesin perkakas.

Untuk menerapkan pembelajaran praktik

berbasis collaborative skill ini, maka materi pembelajaran yang berupa jobsheet harus

dikembangkan agar memenuhi kriteria

collaborative skill. Artinya job yang akan diberikan kepada mahasiswa merupakan job yang tersusun dari banyak komponen. Artinya dalam proses pembelajaran praktik, peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok,

dimana setiap anggota memiliki tugas

mengerjakan satu komponen yang kemudian dapat dipasangkan dalam satu kelompoknya menjadi satu unit benda kerja. Dengan demikian peserta didik akan lebih termotivasi dalam melaksanakan pembelajaran dan benar-benar

maksimal dalam berusaha menguasai

kompetensi, karena keberhasilan kelompok

merupakan keberhasilan setiap individu

sehingga mereka merasa tidak akan sukses bila

peserta didik lain juga tidak sukses.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua tahun,

dengan menggunakan pendekatan “Penelitian

Pengembangan” (Research and Development.

Pada tahun pertama telah dilakukan kegiatan

eksplorasi, yang terdiri dari studi

pendahuluan, penyusunan model konseptual, validasi dan revisi, serta ujicoba model. Sedangkan penelitian pada tahun kedua ini dilakukan kegiatan implementasi dan diseminasi.

Kegiatan implementasi model materi pembelajaran (konseptual) dilakukan dengan menggunakan desain ekperimen semu atau

Quasi Experimental Design dua kelompok

dengan pre-test dan post-test. (Borg & Gall, 1998:536, dan Fraenkel & Wallen, 1993:128). Tujuan penggunaan desain ini untuk menguji keefektifan model dan validasi model konseptual yang telah dihasilkan secara empirik. Pengujian keefektifan model dilakukan terhadap model konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menjadi model empirik atau layak terap.

Karena proses implementasi dilakukan pada pembelajaran praktik, sehingga desain penelitian yang digunakan adalah desain

posttest-only control design. Hal ini disesuaikan

dengan karakteristik pembelajaran praktik dimana untuk penilaian prestasi mahasiswa dilihat dari benda kerja hasil praktik, sehingga tidak diperlukan pretest. Adapun desain penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

R X O2 R O4

Gambar 1. Posttest-Only Control Design

Keterangan :

R = kelas kontrol dan kelas uji coba diambil secara random

O2 = posttest kelas uji coba O4 = posttest kelas control

Lokasi untuk kegiatan penelitian tahun kedua ini adalah di Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, dan industri manufakturing yang ada di Yogyakarta.

Metode dan teknik pengumpulan data pada penelitian tahun kedua ini adalah: (1) lembar observasi, (2) dokumentasi, (3) wawancara untuk menggali tanggapan baik dari mahasiswa maupun dosen pengajar, dan (4) lembar penilaian benda kerja secara self assessment.

Pada penelitian ini data dianalisis dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Data hasil penelitian kualitatif secara terus menerus dikumpulkan dan diklasifikasi berdasarkan tujuannya. Data-data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif naturalistik dan deskriptif analitik. Pada penelitian eksperimen untuk menguji keefektifan model yang dikembangkan dibandingkan dengan model yang lama dan dianalisis dengan menggunakan metode t-test.

Pembahasan

Hasil Penelitian

(10)

132

dengan penerapan aspek karakter maupun yang terkait dengan prestasi belajar atau kemampuan mahasiswa pada mata kuliah Proses Pemesinan Kompleks. Sesuai dengan karakteristik mata kuliah praktik, maka aspek karakter yang diterapkan adalah jujur, disiplin, tekun, teliti, mandiri, kerja keras dan peduli. Sedangkan aspek prestasi belajar mahasiswa tercermin dalam pengerjaan jobsheet pada mata kuliah Proses Pemesinan Kompleks yang telah ditetapkan.

Data hasil observasi terhadap tingkah laku atau aktivitas mahasiswa terkait dengan penerapan aspek sikap pada kelas eksperimen, dapat dilihat dalam tabel 2 dan data hasil observasi terhadap sikap atau aktivitas mahasiswa pada kelas kontrol, dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 2. Aktivitas mahasiswa kelas eksperimen

Aspek Sikap/perilaku

Jumlah Mahasiswa pada pertemuan ke

3 4 5 6 7 8

Jujur 8 12 12 14 16 16 Disiplin 13 15 15 15 16 16 Tekun 7 11 12 12 14 16 Teliti 7 11 12 11 14 15 Mandiri 6 12 13 14 14 16 Kerja keras 5 10 12 15 14 14 Peduli 12 13 14 15 14 15

Tabel 3. Aktivitas mahasiswa kelas kontrol.

Aspek Sikap/perilaku

Jumlah Mahasiswa pada pertemuan ke

3 4 5 6 7 8

Jujur 5 6 9 9 12 12

Disiplin 7 10 9 12 10 12

Tekun 4 5 6 6 8 10

Teliti 5 6 6 4 7 9

Mandiri 5 6 5 7 7 9

Kerja keras 6 5 7 5 5 7

Peduli 4 6 6 8 11 12

Adapun data tentang prestasi belajar mahasiswa diambil dari penilaian benda kerja hasil praktik sebanyak tiga (3) job praktik. Secara lengkap, data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Prestasi belajar mahasiswa kelas eksperimen

Mahasiswa Job Praktik

Rata-rata

I II III

1 75 78 82 78,33

2 78 78 75 77,00

3 77 73 78 76,00

4 75 77 82 78,00

5 78 76 77 77,00

6 80 75 78 77,67

7 82 68 76 75,33

8 77 80 80 79,00

9 78 80 78 78,67

10 80 77 82 79,67

11 76 76 80 77,33

12 75 78 80 77,67

13 73 68 78 73,00

14 65 70 77 70,67

15 65 70 75 70,00

16 72 68 75 71,67

Nilai rata-rata prestasi Total

76,06

Sedangkan prestasi belajar mahasiswa untuk kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Prestasi belajar mahasiswa kelas Kontrol

Mahasiswa Job Praktik

Rata-rata

I II III

1 65 66 70 67,00

2 60 65 65 63,33

3 70 68 68 68,67

4 72 70 70 70,67

5 68 70 66 68,00

6 72 60 60 64,00

7 68 62 65 65,00

8 70 65 62 65,33

9 70 60 66 67,33

10 65 65 72 67,33

11 60 72 68 66,67

12 70 66 60 65,33

13 65 70 65 66,67

14 60 65 65 63,33

15 60 65 65 63,33

16 72 70 70 70,67

12 72 60 60 64,00

Nilai rata-rata prestasi Total

66,33

(11)

133

perbedaan baik sikap/aktivitas maupun prestasi

belajar mahasiswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun uji persyaratan analisis adalah uji normalitas dan homogenitas.

Untuk menguji data variable bebas maupun terikat berdistribusi normal atau tidak menggunakan metode nilai rasio skewness dan rasio kurtosis. Variabel dapat dikatakan berdistribusi normal jika nilai rasio skewness dan nilai rasio kurtosis berada pada rentang -2 sampai dengan +2 (Muhammad Nisfiannoor, 2009). Dari hasil uji normalitas diperoleh kesimpulan bahwa distribusi data baik untuk kelas kontrol maupun eksperimen berdistribusi normal. Dalam hal ini untuk data kelas eksperimen, nilai rasio skewness variabel (-1,748) dan rasio kurtosis (0,288), dan untuk kelas kontrol menunjukkan nilai rasio skewness

variabel (0,821) dan rasio kurtosis (-0,370).

Untuk menguji homogenitas data hasil penelitian dengan levene statistic diperoleh signifikansi 0,189 pada Based on Mean yang lebih besar 0,05. Demikian juga hasil pengujian data aktivitas belajar mahasiswa dengan levene statistic diperoleh signifikansi 0,189 pada Based on Mean yang lebih besar 0,05. Dengan demikian data penelitian tersebut adalah homogen.

Berdasarkan hasil uji persyaratan analisis tersebut, maka uji beda dapat dilakukan dengan uji parametris, sehingga teknik uji yang digunakan adalah uji–t.

Prestasi Belajar Mahasiswa

Berdasarkan hasil uji beda, diketahui nilai t-hitung = 10,573 dengan signifikansi 0,000. Berdasarkan tabel, nilai t-table adalah 2,039 dengan signifikansi 0,000 < p (0,05). Karena t-hitung>t-tabel, maka H0 ditolak atau kedua populasi tidak sama. Dengan demikian terbukti bahwa terdapat perbedaaan prestasi belajar mahasiswa antara kelas eksperimen dengan kelas control. Dalam hal ini prestasi belajar kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.

Aktivitas Belajar Mahasiswa

Berdasarkan hasil uji beda, diketahui nilai t-hitung = 7,211 dengan signifikansi 0,000. Berdasarkan tabel, nilai t-table adalah 2,039 dengan signifikansi < p (0,05). Karena t-hitung>t-tabel, maka H0 ditolak atau kedua populasi tidak sama. Dengan demikian terbukti bahwa terdapat perbedaaan aktivitas belajar mahasiswa antara kelas eksperimen dengan

kelas kontrol.

Pembahasan

Setelah proses implementasi selesai dilaksanakan, maka sesuai dengan tahapan penelitian tahun ke-2, selanjutnya dilaksanakan proses diseminasi. Proses ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mensosialisasikan model yang telah dikembangkan dan telah terbukti efektifitasnya secara empiris. Kegiatan diseminasi dilaksanakan dengan mengundang beberapa pihak terkait, yaitu dari unsur Perguruan Tinggi (dosen), dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi DIY, LPMP, dan pihak Industri. Adapun hasil dari kegiatan diseminasi adalah sebagai berikut:

a. Peserta dapat menerima dan memahami model pembelajaran praktik berbasis

collaborative skill, sebagai model

pembelajaran alternatif dalam rangka membentuk sikap atau perilaku (karakter) peserta didik.

b. Perlu dibuat panduan aplikatif sehingga mudah dalam penerapannya dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran praktik.

c. Perlu dibuat rambu-rambu penerapan apabila akan diterapkan dalam matakuliah praktik yang lain.

d. Penentuan apek sikap/perilaku siswa yang akan diintegrasikan, disesuaikan dengan karakter kerja dari matakuliah yang akan memakai model pembelajaran ini.

Model pembelajaran praktik berbasis

collaborative skill, merupakan pengembangan

dari model pembelajaran CBT dimana dalam proses pembelajarannya sekaligus mengintegrasikan aspek-aspek sikap atau perilaku. Model ini lebih dikhususkan untuk pembelajaran praktik, dimana dalam pembelajaran ini menonjolkan aspek kompetensi praktik atau keterampilan peserta didik. Aspek sikap/tingkah laku yang diintegrasikan tentunya dapat disesuaikan dengan karakter kerja mata kuliah yang akan diterapkan.

(12)

134

didik yang tercermin dari aktivitas atau tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan selama proses implementasi, terlihat bahwa tahapan pembelajaran model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill yang efektif dalam menggali kesadaran peserta didik adalah tahapan eksplorasi aspek sikap kerja. Dalam tahapan ini peserta didik dituntut untuk menyampaikan pendapatnya terkait dengan aspek sikap kerja yang mestinya dimiliki oleh seseorang khususnya dalam melaksanakan proses pembelajaran praktik. Maksud dari pelaksanaan tahapan ini adalah apabila seseorang telah memiliki kesadaran secara teoritis terkait dengan aspek karakter (yang dilihat dari proses diskusi penyampaian pendapat oleh peserta didik terkait dengan aspek karakter), maka secara logis seseorang tersebut tentunya akan melaksanakan aspek karakter tersebut khususnya dalam proses pembelajaran praktik.

Hal tersebut terbukti dari hasil observasi terhadap aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung, peserta didik yang mampu atau aktif menyampaikan pendapatnya selama proses eksplorasi aspek sikap, ternyata selama proses pembelajaran berlangsung, peserta didik tersebut dengan tekun melaksanakan aspek-aspek sikap terkait dengan karakter kerja dengan baik. Sehingga tahapan eksplorasi aspek karakter ini memang efektif dalam mengintegrasikan aspek karakter dalam proses pembelajaran.

Tahapan selanjutnya dalam pembelajaran praktik berbasis collaborative skill adalah diskusi dalam menyusun Work Preparaation Sheet. Dalam tahapan ini peserta didik dituntut untuk dapat bekerjasama dan menghargai dengan teman sekelompoknya maupun kelompok lain. Sehingga dengan melewati tahapan ini mampu membiasakan peerta didik untuk memiliki aspek karakter berani berpendapat, menghargai pendapat orang lain, dan kerjasama.

Tahapan lain dalam rangka proses integrasi aspek karakter adalah pada saat proses penilaian benda kerja hasil praktik, dimana sebelum dinilai oleh pengajar maka terlebih dahulu dilakukan self assessment oleh peserta didik. Dalam proses ini, peserta didik wajib melakukan pengukuran secara mandiri terhadap benda kerja mereka masing-masing kemudian diisikan dalam lembar yang sudah disediakan. Tentunya kemudian dilakukan cross check oleh pengajar. Dari kegiatan ini dapat dilihat tingkat

kejujuran peserta didik terutama dalam mereka melaksanakan self assessment.

Berdasarkan hasil implementasi yang telah dilaksanakan, maka secara global tentang integrasi aspek karakter yang dijalankan, ada perbedaan antara kelas uji coba/eksperimen dengan kelas kontrol. Hal ini ditunjukkan dari perbedaan aktivitas peserta didik pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada kelas yang diujicobakan jauh lebih aktif atau lebih baik bila dibandingkan dengan kelas control.

Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan prestasi belajar peserta didik, maka hasil pengamatan pada aktivitas belajar berbanding lurus dengan prestasi belajar peserta didik. Berdasarkan data yang didapatkan, pada kelas eksperimen dimana tingkat aktivitasnya lebih baik maka capaian prestasi belajarnya juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Beberapa fakta di atas, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marvin Berkowitz (2000) dari University of Missouri-St. Louis, menunjukan adanya peningkatan motivasi peserta didik dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut ini:

a. Ada perbedaan perilaku atau aktivitas belajar antara mahasiswa yang diajar dengan menerapkan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill, dibandingkan dengan kelas yang tidak menerapkan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill (t = 7,211 ; p= 0,000). Dalam hal ini aktivitas belajar mahasiswa yang diajar dengan menerapkan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang diajar tidak menggunakan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill. Aktivitas mahasiswa setelah diterapkan model pembelajaran praktik berbasis collaborative

skill mengalami peningkatan sebesar 50%.

(13)

135

mahasiswa yang diajar dengan menerapkan

model pembelajaran praktik berbasis

collaborative skill lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar mahasiswa yang diajar tidak menggunakan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill (Xeksperimen = 76,06>Xkonrol = 66,33).

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dirumuskan, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai saran, yaitu:

a.Model pembelajaran yang telah dikembangkan ini telah terbukti keefektivitasnya dalam meningkatkan sikap kerja, khususnya dalam pembelajaran berbasis kompetensi, sehingga untuk waktu kedepan dapat diuji cobakan untuk matakuliah praktik selain Proses Pemesinan/manufaktur.

b.Penerapan model pembelajaran praktik berbasis collaborative skill ini lebih banyak porsi penekanan pada aktivitas peserta didik pada saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga peran dosen/pengajar hendaknya lebih fokus dalam proses pembimbingan dan pendampingan kepada peserta didik.

Daftar Pustaka

Arends, R. I. (1998). Learning to teach.

Singapore: McGraw-Hill book Com-pany. Bobbi de Porter, Mark Reardon, dan Sarah

Singer-Nourie. (2001). Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.

Bobbi de Porter, dan Mike Hernacki. (2000).

Quantum Learning. Ban-dung: Kaifa.

Borg, W.R., & Gall, M. D. (1998). Educational

Research, an intro-duction. New York:

Longman.

Dedi Supriyadi dkk (2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi

Daerah., Yogyakarta: Adicita Karya

Nusa.

Depdiknas (2003). Konsep Pendidikan Berorienatsi Kecakapan Hidup (Life skill) Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis

Kelas (Broad Base Education- BBE).

Jakarta: Depdiknas.

Calhoun, C.C. and Finch,C.R. (1976).Vocational educational: Con-cepts

and operation, Belmont: Wadsworth

Publishing Company.

Finch, C.R. and Crunkilton, J.R. (1979).

Curriculum development in voca-tional education, Boston: Allyn and Bacon Inc. Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., &

Smaldino, S. E. (2002). Instructional media and technology for learning, 7th edition.

New Jersey: Prentice Hall, Inc.

http://nces.ed.gov/pubs92/92669.pdf. diakses pada tanggal 3 Mei 2012

Marzano, R. J. (1993). How classroom teachers approach the teaching of thinking. Dalam Donmoyer, R., & Merryfield, M. M (Eds.):

Theory into practice: Teaching for higher order thinking. 32(3). 154-160.

Mauly Halwat dan Qanitah Masykuroh. (2006).

Peningkatan Kemandirian dan

Kemampuan Peserta didik dalam Mata

Kuliah Essay Writing dengan

Menggunakan Metode Pembelajaran

Kolaboratif (Collabo-rative Learning).

Hasil Penelitian: Universitas Muhammadiyah Suraka-ta.

Paryanto dan Edy Purnomo. (2007).

Peningkatan Kualitas Pembelajaran

Praktik Pemesinan dengan Mene-rapkan Model Pemelajaran integratif Learning.

Laporan Penelitian: Lemlit UNY.

Sahat Saragih (2002) Pendekatan Coo-perative Learning Dalam Pembe-lajaran dengan Menggunakan Peta Konsep. Jurnal Kependidikan Nomor I, TAhun XXXII, Mei 2002

Ruhcitra. (2008). Pembelajaran Kolabora-tif

versus Kooperatif. Diambil pada tanggal

20 April 2012, dari http:// ruhcitra.wordpress.com/pembelajaran-kolaboratif.

Sidik Purnomo.(2009). Prinsip Pembelajar-an

Berbasis Kompetensi . Diambil pada

tanggal 22 April 2012, dari http://kidispur. blogspot.com/prinsip-pembelajaran-berbasis. html.

Slavin, R. E. (1995). Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and Bacon. Qin, Z., Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (1995). Cooperative versus com-petitive efforts and problem solving. Review of

Educational Research. 65(2). 129-143.

Wagiran dan Didik Nurhadiyanto. (2003).

Meningkatkan Kualitas Pembelajar-an Melalui Problem Based Learning Berbasis Kemandirian dan Reduksi Miskonsepsi

dalam Mata Kuliah Matematika Teknik.

(14)

136

Wardiman Joyonegoro, (1998). Pengembangan

sumberdaya manusia melalui SMK.

Gambar

Tabel 1. Skema Sertifikasi Operator Bubut dan Frais Konvensional Komplek
Tabel 4. Prestasi belajar mahasiswa kelas eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi Manajemen Penerimaan Peserta Didik Baru Sistem Real Time Online Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta.. Jurnal Penelitian Ilmu

Hal-hal yang harus dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diantaranya adalah sebagai berikut, yaitu KPP melaksanakan tindakan penagihan dengan mengacu pada

Sumber akumulator didapat dari panel surya melalui charge controller dan ketika akumulator terisi penuh arus akan terputus secara otomatis, dari akumulator baru disalurkan

Resume Title Annual

18. baiknya sudahi saja kesalahan, #UdahPutusinAja | tahun ini mungkin terakhir kali ramadhan, jangan jadikan berlalu tanpa makna.. sayang pahala yang sudah dia kumpulkan dengan

Penggunaan tes pada penelitian ini dapat kiranya membantu penulis untuk melihat perbedaan pemahaman keagamaan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas

Based on the theoretical feasibility examined from the validation results consisting of content, presentation, and student worksheet criteria based on an inductive

5 ADES AKASHA WIRA INTERNATIONAL Tbk RISR1 - RAYA SAHAM REGISTRA, PT 1000.. 6 ADHI ADHI KARYA (PERSERO) Tbk DAEN1 - DATINDO ENTRYCOM,