• Tidak ada hasil yang ditemukan

D 902005007 BAB VIII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "D 902005007 BAB VIII"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Modal Sosial

Oleh Individu Pengusaha

Dalam Pengembangan Usaha

Pengantar

Pengusaha secara individu memanfaatkan modal sosial untuk pengembangan usahanya, diantaranya melalui pengembangan jaringan, kepercayaan baik terhadap sesama pelaku usaha, konsumen maupun penyedia bahan baku serta melalui usaha peningkatkan ketaatan terhadap noma, kepedulian terhadap sesama dan kerterlibatan dalam organisasi.

(2)

yang diperoleh individu dalam membangun modal sosial kepercayan. Demikian halnya bagaimana ketaatan terhadap norma, kepedulian terhadap sesama dan keterlibatan dalam organisasi terjadi serta bagaimana terbentuknya .

Jaringan

Individu pengusaha dalam mengerjakan pengecoran logam,

mula-mula melakukan sendiri dengan dibantu keluarga. Namun karena order

bertambah dan tenaga kerja terbatas, maka pengusaha mengajak tetangga

dan kerabat terdekat untuk membantu pengerjaan cor logam. Sebagaimana

diceritakan oleh Margono (mantan pengusaha pengecoran logam), sebagai

berikut :

“Mula-mula pengerjaan cor logam dilakukan secara gotong royong dengan melibatkan keluarga dan tetangga terdekat. Dalam pengerjaannya tersebut tanpa diberi imbalan uang tetapi cukup

(3)

dengan dasar kekeluargaan dan kekerabatan disebut modal sosial bonding

(perekat), yaitu tipe modal sosial dengan karakteristik adanya ikatan yang

kuat (perekat sosial) dalam suatu sistem kemasyarakatan. Hasbullah (2006)

berasumsi bahwa modal sosial bonding memiliki hubungan keterkaitan

yang kuat, tetapi hanya pada jaringan yang terbatas yaitu pada kelompok

tertentu saja.

Pada masa klaster tumbuh, setelah kemerdekaan, para pelaku usaha

melakukan jaringan usaha melalui 3 (tiga) cara yaitu: jaringan lembaga

formal koperasi, jaringan kekerabatan dan jaringan mandiri. Jaringan

lembaga formal melalui koperasi, antara lain koperasi G.P.3.T, koperasi

cor logam “Prasodjo” dan koperasi Batur Jaya. Hal tersebut merupakan

awal mula pelaku usaha melakukan jaringan dengan cakupan yang lebih

luas. Suyitno (direktur POLMAN/ mantan Ka.Dinas Perindustrian Kab.

Klaten) mengatakan :

(4)

Selain melalui jaringan koperasi, para pelaku usaha tetap

mempertahankan jaringan kekerabatan dan kekeluargaan. Seperti

disampaikan Didik, sebagai berikut :

“Jaringan yang dibentuk oleh pelaku usaha Ceper sebagian besar melalui jaringan pertemanan yang melibatkan keluarga dan tetangga terdekat. Pelaku usaha di Ceper banyak yang mempunyai hubungan persaudaraan satu dengan yang lain. Selain persaudaraan, pertemanan sejak kecil juga dimanfaatkan untuk membangun jaringan usaha, baik untuk berbagi order maupun berbagai informasi”.

Cara membangun jaringan yang ke-3 (tiga) adalah melalui jaringan

mandiri, yaitu mencari konsumen sendiri. Cara ini banyak dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan besar, seperti Mitra Rekatama Mandiri, Rekacipta

Mandiri, Bahama Lasaka. Sebagaimana yang dikatakan Yahya (direktur

Mitra Rekatama Mandiri) :

(5)

perusahaan-ada di Pemerintah seperti Cipta Karya. Untuk menjaga hubungan baik dengan pasar yang penting dilakukan silaturahmi dan selalu menjaga keharmonisan dengan pelanggan”.

Dalam membangun jaringan secara mandiri dapat juga dilakukan

melalui kerjasama dengan pesaing, seperti yang diungkapkan oleh Husain

(direktur Bahama Lasaka) :

“Salah satu usaha yang saya lakukan dalam membangun jejaring pasar dengan cara melakukan kerjasama dengan pesaing perusahaan saya. Sebagai contoh, untuk mendapatkan order dari perusahaan Bakri saya bekerjasama dengan salah satu pesaing yang sebelumnya sudah menjalin

kerjasama dengan Bakri”.

Bambang (informan kunci), salah seorang direktur PT. Bojong

menyatakan bahwa untuk membangun jaringan, disamping memberikan

pelayanan yang baik kepada konsumen lama juga membangun jaringan

melalui internet. Bentuk promosi melalui internet, menurut Bambang,

efektif dalam memperkenalkan produknya kepada para konsumen.

Dampak dari ketenaran pengecoran logam di Ceper, juga merupakan

salah satu promosi yang efektif. Hal ini seperti apa yang diungkapkannya

sebagai berikut :

(6)

produk kami. Media tersebut, kami anggap cukup efektif untuk mendatangkan pembeli. Terkadang ada juga pembeli baru yang datang ke tempat kami karena mereka mendapatkan informasi bahwa Ceper sudah terkenal dengan cor logamnya. Mereka datang untuk memesan produk kami yang didasarkan pada informasi tentang ketenaran Ceper sebagai penghasil cor logam”.

Modal sosial yang terjadi melibatkan hubungan internal dengan

eksternal sehingga tipe modal sosial pada tahapan tumbuh dan berkembang

adalah bridging (menjembatani). Tipe bridging ini menurut Knorringa (2005) merupakan suatu ikatan sosial yang timbul antara pelaku usaha

di dalam klaster dengan para pengusaha besar di luar klaster. Pada tahun

1980-an sampai sekarang, individu pengusaha mulai menggunakan modal

sosial jaringan untuk melakukan kerja sama dengan pihak eksternal

disamping tentu saja tetap bekerjasama dengan pihak internal.

Berdasarkan skala usahanya, maka tipe jaringan yang digunakan

pelaku usaha cor logam ada 2 (dua), yaitu yang pertama untuk usaha

keluarga berskala kecil yang masih menggunakan jaringan keluarga dan

kerabat dalam mendapatkan order, bahan baku maupun kerja sama bisnis

lainnya, dan yang kedua adalah usaha dengan skala menengah dan besar

yang menggunakan jaringan usaha mandiri, dalam bentuk membangun

kerja sama dengan pengusaha di luar Ceper secara mandiri.

Dalam membangun jaringan usaha untuk perkuatan bisnis dilakukan

melalui jaringan non formal dan jaringan formal. Jaringan formal dengan

terlibat dalam lembaga koperasi, yaitu Koperasi G.P.3.T, Koperasi Prasojo

(7)

a) Kekeluargaan dan kekerabatan

Jaringan non formal kekeluargaan, kekerabatan dan pertemanan

banyak digunakan oleh pelaku usaha untuk membangun kerja sama

dalam bidang bisnis. Latar belakang industri pengecoran yang berasal dari

keluarga merupakan faktor terbesar dalam membangun jaringan usaha

berdasarkan kekeluargaan. Bagi pelaku usaha skala kecil maupun pelaku

usaha yang masih orientasi pada keluarga maka hampir sebagian besar

jaringan usahanya didasarkan pada keluarga dan kerabat. Seperti yang

disampaikan oleh Nunik, bahwa usaha yang ditekuni selama ini, ordernya

berasal dari perusahaan keluarga yang merupakan perusahaan induk.

Berikut pernyataan Nunik tentang pembagian order antar keluarga :

“Biasanya order dibagi secara merata oleh perusahaan induk kepada 3 (tiga) saudaranya yang mempunyai usaha sendiri-sendiri. Namun terkadang, order dibagi berdasarkan kemampuan usaha, baik dalam teknologi maupun pengerjaan. Bagi saudara yang masih mempunyai pekerjaan yang banyak, mendapatkan jatah order lebih sedikit sedangkan saudara yang sepi order mendapatkan jatah lebih banyak. Selain mendapatkan order dari perusahaan keluarga, perusahaan kami juga mendapatkan order dari Koperasi Batur Jaya berupa rem blok. Jarang sekali mendapatkan order dari tempat luar”.

Untuk usaha kecil, ketergantungan pada keluarga sangat dominan

termasuk ketergantungan pada koperasi juga cukup tinggi. Husain

(8)

order yang berasal dari Koperasi Batur Jaya.

Sedangkan bagi usaha besar maka jaringan keluarga dan kerabat

relatif kecil dipergunakan. Seperti dinyatakan oleh Yahya bahwa dalam

mencari jaringan, sedikit sekali menggunakan kekerabatan bahkan Yahya

sudah tidak mengerjakan order dari Koperasi Batur Jaya. Seperti apa yang

di uraikan oleh Yahya :

“Perusahaan besar perlu tantangan yang lebih besar dengan membangun jaringan usaha ke luar Ceper. Kami jarang sekali menggunakan kekerabatan sebagai dasar kerjasama. Bahkan kami sudah tidak mengerjakan blok rem kereta api dari Koperasi Batur Jaya. Biarkan itu menjadi pekerjaan pengusaha yang kecil-kecil”.

Bagi Husain, dalam membangun jaringan pasar cenderung dengan

eksternal namun untuk membangun jaringan usaha bagi pengembangan

pabrik, misalnya tenaga kerja maka Husain cenderung menggunakan

tenaga kerja dari tetangga-tetangga sekitar Ceper. Sebagaimana yang

disampaikan Husain :

(9)

b) Membangun kemitraan

Dalam membangun jaringan usaha, pola yang dilakukan beberapa

pelaku usaha Ceper dengan pola kemitraan yang didasarkan saling

percaya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Husain :

“Pola kemitraan itu enak karena kerjasama yang terjalin akan lebih lama disamping itu didasarkan pada pengertian kedua belah pihak. Dasar kerjasama bukan semata-mata hubungan antara penjual dan pembeli tetapi merupakan kemitraan yang didasarkan kepercayaan kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak sedang dalam kesulitan maka pihak yang lain akan membantu. Misalnya

ada supplier bahan baku yang kesulitan pendanaan, maka saya akan membayar tunai untuk pembelian bahan baku meskipun biasanya kalau tidak ada masalah saya membayar mundur atau dengan uang muka. Demikian pula, pada saat saya kesulitan biasanya perusahaan mitra bersedia untuk memberikan kelonggaran dalam pembayaran bahan baku”.

c) Silaturahmi

Silahturami sangat berkaitan dengan adat dan kebiasaan masyarakat

Ceper yang merupakan suku Jawa dengan latar belakang pedesaan. Seperti

disampaikan oleh Husain dan Didik, bahwa dalam membangun jaringan

dilakukan melalui silaturahmi terus-menerus, baik kepada para pelaku

(10)

mengatakan silaturahmi yang dibangun, tidak terbatas pada pelanggan

saat ini tetapi juga tempat dimana dia dulu bekerja di Jogja sebelum

menjadi pelaku usaha di Ceper. Menurut Yahya berkaitan dengan manfaat

silaturahmi :

“Dari hasil silaturahmi tersebut, selain dari segi agama memang dianjurkan juga menambah kepercayaan pelanggan disamping juga silaturahmi kepada teman-teman lama terkadang membuahkan hasil berupa kerjasama bisnis”.

d) Teknologi Informasi

Dengan adanya teknologi informasi yang semakin mudah di akses,

banyak para pelaku usaha khususnya yang mudah menggunakan jaringan

teknologi informasi untuk mendapatkan order. Promosi melalui teknologi

informasi menurut Bambang lebih eisien dan efektif baik dari segi biaya maupun waktu. Biasanya perusahaan menampilkan proil perusahaan

dan produk termasuk harga produk tersebut. Dari media teknologi

informasi berupa web-site, blok dan email, menurut Bambang banyak

juga menghasilkan pelanggan-pelanggan baru.

e) Kegiatan sosial berupa kegiatan keagamaan maupun hajatan

Beberapa kegiatan sosial dan keagamaan, seperti : tahlilan, salawatan,

nyadran, pengajian merupakan sarana bagi para pelaku usaha untuk

(11)

“Pada saat orang punya hajat biasanya dimanfaatkan juga untuk menjalin kerjasama bisnis cor logam, baik di antara para undangan yang hadir dalam hajatan tersebut, maupun pemilik hajatan dengan para undangan yang hadir”.

Demikian pula Suyitno juga menyatakan bahwa kegiatan sosial

seringkali digunakan untuk kegiatan bisnis, sebagaimana diungkapkannya

:

“Kegiatan-kegiatan sosial seperti selamatan, syukuran, pengajian haji terkadang dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk

mengundang mitra bisnisnya dalam rangka membangun kepercayaan dan memperkuat jaringan yang sudah terbentuk. Namun, juga mengundang calon mitra bisnis berkaitan dengan membangun jaringan usaha baru. Bagi Saya, pelaku usaha dalam membangun jaringan usaha lebih banyak dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sosial daripada kegiatan yang sifatnya formal. Dikarenakan, hampir sebagian besar masyarakat Ceper terutama di Batur adalah para pelaku usaha pengecoran logam, sehingga membicarakan bisnis cor logam pada kegiatan sosial sudah menjadi tradisi masyarakat Ceper khususnya di Batur”.

f ) Model “gethok tular”

Model “gethok tular” yaitu jaringan usaha berupa penyebaran

informasi dari satu orang ke orang lain secara informal. Gethok tular,

biasanya berasal dari pembeli yang merasa puas dengan produk maupun

(12)

maka konsumen akan merekomendasikan kepada pihak lain untuk ikut

membeli produk tersebut. Seperti apa yang di uraikan Bambang :

“Dalam penyebaran informasi perusahaannya mengandalkan konsumen lama dalam membangun jaringan usaha. Biasanya dari konsumen yang merupakan pelanggan lama tersebut, akan menginformasikan melalui “gethok tular” kepada pihak-pihak lain untuk membeli produknya”.

Manfaat dalam membangun jaringan bagi individu pengusaha

adalah mendapatkan order dan pembinaan. Disamping itu juga

mendapatkan manfaat berupa kerjasama dengan eksternal yang semakin

baik dan semakin banyak. Sebagai contoh, setiap tahun Koperasi Batur

Jaya memberikan order dan pembinaan kepada anggotanya, disamping

juga menghubungkan dengan konsumen yang berasal dari eksternal. Hal

tersebut menyebabkan jaringan melalui Koperasi Batur Jaya mengalami

peningkatan jumlah anggotanya dari tahun ke tahun. Demikian pula

manfaat jejaring bagi individu pengusaha yang dibangun melalui lembaga

non formal diantaranya kemudahan untuk mendapatkan order dan juga

pengadaan bahan baku.

Namun setelah tidak adanya kesulitan di dalam usahanya seperti

dalam pengadaan bahan baku, menyebabkan individu pengusaha dalam

membangun jaringan usaha sangat bergantung dari kepentingannya.

Ketika kepentingan individu pengusaha tidak terpenuhi maka cenderung

meninggalkan jaringan yang sudah dibangunnya. Bahkan ketika ada celah

(13)

keuntungan dari celah tersebut. Sebagaiamana yang diutarakan oleh Anas

Yusuf :

“Hal ini terjadi ketika tahun 2009, sistem tender secara terbuka dan syarat keikutsertaan tender begitu mudah, maka beberapa anggota mencoba untuk membantu pesaing Koperasi Batur Jaya dalam tender kereta api. Hal tersebut berdampak bagi kekalahan Batur Jaya dalam tender tersebut. Motivasi anggota melakukan kerjasama dengan pihak luar koperasi sehingga menjadi pesaing koperasi dalam tender dikarenakan pengusaha tersebut dituntut adanya pengembalian investasi, yang apabila tetap bekerjasama dengan koperasi pengembalian investasi tersebut tidak menjanjikan akan bisa terpenuhi untuk kembali dalam waktu relatif cepat”.

Kepercayaan

Individu pengusaha juga membangun kepercayaan di dalam

membangun jaringan usaha agar jaringan tersebut dapat bermanfaat

bagi dirinya. Dari kepercayaan yang dibangun tersebut, diharapkan

mendapatkan manfaat dalam bentuk pemberian fasilitas bagi

pengembangan usahanya, misalnya dalam mendapatkan order, bantuan

peralatan, bantuan pelatihan, keringanan harga bahan baku, kemudahan

memperoleh kredit dari bank dan lain sebagainya. Menurut Yahya manfaat

yang diperoleh dalam membangun kepercayaan kepada mitra usahanya

(14)

kebiasaan Yahya dalam membayar pinjaman tepat waktu menjadikan

Yahya dipercaya oleh semua bank dalam pemberian pinjaman.

“Dikarenakan saya selalu membayar pinjaman bank dan tidak menunggak maka memudahkan saya dalam mendapatkan pinjaman bank. Disamping itu untuk membangun kepercayaan saya selalu tepat waktu dalam melakukan pengiriman order”.

Menurut Didik, Husain, Yahya, dan pelaku usaha lainnya bahwa

modal sosial kepercayaan menempati urutan pertama dalam melakukan

bisnis. Karena kepercayaan akan berdampak pada kerja sama jangka

panjang. Untuk menjaga kepercayaan, Husain selalu mengutamakan

untuk membayar utang-utangnya, sebagaimana yang diutarakannya

sebagai berikut :

“Meskipun perusahaan kami dalam kondisi yang sulit. Untuk membangun keberlangsungan kerjasama maka kami tetap membayar hutang-hutang sebagai bentuk tanggung jawab dan juga untuk membangun kepercayaan kepada mitra bisnis kami”.

Beberapa kepercayaan yang dibangun oleh individu pengusaha

kepada pihak lain, meliputi kepercayaan terhadap sesama pelaku yang

terdiri dari penyedia bahan baku, produsen dan pedagang, kepercayaan

terhadap organisasi dan kepercayaan terhadap pemerintah.

Kepercayaan terhadap sesama pelaku muncul sejak adanya gotong-

(15)

dilakukan secara bersama dalam wadah lembaga koperasi. Modal sosial

berupa kepercayaan tersebut dipergunakan oleh individu pengusaha

untuk membangun kerjasama yang baik, untuk mendapatkan harga

yang murah dalam hubungannya dengan penjual bahan baku, sedangkan

terhadap pedagang, kepercayaan dipergunakan untuk mendapatkan

harga yang tinggi dan pembayaran yang tepat waktu. Karena seringkali

para pedagang melakukan pembayaran dengan tempo yang terlalu lama

sehingga merugikan produsen. Kepercayaan terhadap sesama pelaku pada

masa pertumbuhan sangat tinggi. Kondisi ini disebabkan klaster dalam

posisi mudah mendapatkan pesanan.

Pada awal pembentukan klaster, tingkat kepercayaan masyarakat

baik kepercayaan pengrajin terhadap penjual bahan baku atau sebaliknya

penjual terhadap pembeli cukup tinggi. Banyak penjual bahan baku

yang hanya meninggalkan barangnya dan meminta pembayaran setelah

beberapa waktu kemudian. Kemungkinan kepercayaan tersebut muncul

karena pada waktu itu produk cor logam mudah laku di pasar. Sehingga

penjual tidak perlu kuatir barangnya tidak akan dibayar oleh pengrajin.

Namun, juga disebabkan oleh adat dan budaya yang melekat pada

masyarakat, yang menimbulkan kepercayaan satu dengan yang lainnya.

Modal sosial yang mendasarkan pada bonding, kecenderungannya

untuk percaya dengan orang lain sangat tinggi terutama pada orang-orang

dengan kelompok nya sendiri. Pada saat tumbuh dan dewasa, kepercayaan

terhadap sesama pelaku cukup tinggi. Sebagaimana disampaikan Margono

:

(16)

dengan kualitas yang baik dan tepat waktu. Disisi yang lain, para produsen juga puas karena konsumen membayar tepat waktu. Berbeda, ketika terjadi krisis dimana order semakin berkurang maka kepercayaan antar pengusaha, pengusaha dengan penjual dan pengusaha dengan pembeli relatif rendah, bahkan semakin tahun semakin menurun”.

“Hal tersebut, dikarenakan tingkat persaingan semakin tinggi,

sementara Pemerintah kurang mempedulikan keberadaan cor logam, kebijakan yang lebih menganut pasar bebas di Indonesia menyebabkan yang kuat bertahan sedangkan yang lemah tidak ada yang membantu lagi. Dalam transformasi terjadi adanya kelompok-kelompok kecil yang terpinggirkan sedangkan kelompok pengusaha besar tidak mau bergabung dengan kelompok-kelompok usaha kecil tersebut”.

Kepercayaan terhadap sesama pelaku usaha saat ini menurut Didik

cukup baik. Hal ini dikarenakan tuntutan konsumen akan kualitas dan

ketepatan waktu pengiriman serta transparansi dalam penentuan harga

telah mendorong pelaku usaha yang merasa tidak mampu memenuhi

prasyarat dari konsumen tersebut akan diberikan kepada sesama

pengusaha lainnya yang mampu untuk memenuhi order. Kondisi tersebut

menjadikan kepercayaan kepada sesama semakin meningkat. Sebagaimana

yang diungkapkan oleh Didik sebagai berikut:

(17)

memberikan order tersebut. Adanya transparansi konsumen tentang harga, mengurangi persaingan yang tidak sehat diantara pelaku usaha. Kepercayaan terhadap sesama pelaku usaha, selain karena tuntutan pasar juga disebabkan oleh kuatnya budaya dan agama yang ada di Ceper, disamping juga karena banyak perusahaan yang berupa keluarga. Dalam adat Jawa dan masyarakat yang menjujung tinggi

agama, maka diatara saudara wajib untuk saling percaya satu dengan yang lain”.

Namun, ada beberapa pengusaha yang menyatakan bahwa

kepercayaan kepada pelaku usaha lain relatif rendah. Sebagai contoh

Bambang (informan kunci) dalam mendapatkan order, jarang sekali

diberikan kepada perusahaan lain untuk ikut membantu mengerjakan

pesanan tersebut. Menurutnya lebih baik menawarkan kepada konsumen

yang meminta dalam jumlah besar tersebut, agar waktu penyelesaian

dan pengirimannya diperpanjang, sehingga bisa dilaksanakan sendiri dan

order tidak jatuh ke tempat lain.

Manfaat membangun kepercayaan dengan konsumen diharapkan

pelaku usaha akan mendapatkan order yang berkelanjutan. Disamping

juga mendapatkan konsumen baru dari hasil rekomendasi konsumen lama

tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bambang bahwa perusahaannya

menjaga kualitas dan pengiriman tepat waktu dalam rangka membangun

kepercayaan konsumen. Meskipun terdapat kelebihan dalam membangun

kepercayaan namun kepercayaan juga menimbulkan resiko negatif.

(18)

“Membangun kepercayaan kepada siapa saja saya lakukan agar perusahaan dapat bertahan dengan baik. Namun saya pernah mengalamai kerugian karena terlalu percaya dengan salah satu konsumen saya, hingga akhirnya harus menanggung kerugian sampai dengan Rp.10 milyar. Meskipun demikian saya tidak merasa “kapok” karena saya tetap mempertahankan untuk membangun kepercayaan dalam melakukan bisnis dengan siapa saja, baik konsumen maupun

produsen bahan baku”.

Kepercayaan terhadap organisasi, dimulai pada tahun 1954 dimana

hampir seluruh pengrajin menjadi anggota koperasi dan terlibat aktif

dalam kegiatan bisnis bersama. Untuk mendorong kepercayaan terhadap

koperasi, maka beberapa orang memilih tokoh yang menjadi panutan.

Tokoh tersebut adalah seorang yang disegani karena kemampuannya dalam

bisnis namun juga mempunyai karisma yang kuat. Kepercayaan anggota

terhadap koperasi cukup besar dikarenakan koperasi mampu mencarikan

order bagi para anggotanya. Koperasi juga menyediakan bahan baku yang

murah sekaligus memasarkan hasil akhir produk pengrajin. Modal sosial

berupa kepercayaan dari tahun ke tahun terus meningkat.

Kepercayaan terhadap organisasi dimanfaatkan oleh individu

pengusaha untuk membantu pengembangan usahanya, baik dalam bentuk

pemberian order maupun pembinaan. Individu pengusaha, menggunakan

kepercayaan terhadap organisasi pada saat mengalami krisis. Sebagai

contoh, individu pengusaha mempercayakan pengurus Koperasi Batur

Jaya untuk memperjuangkan harga bahan baku yang semakin naik agar

(19)

komitmen. Keuntungan tersebut dalam bentuk pembagian fee meskipun

tidak melaksanakan pekerjaan pengecoran logam.

Sedangkan kepercayaan terhadap pemerintah digunakan oleh

individu pengusaha untuk membangun kerja sama eksternal, disamping

pula untuk peningkatan usaha seperti bantuan peralatan, pelatihan dan

lain-lain. Sebagai contoh pada tahun 1954, pemerintah mendirikan

Perusda yang menyediakan peralatan bubut untuk membantu pengusaha

dalam memproduksi barang jadi. Peralatan bubut menyebabkan added

value meningkat, keuntungan pengusaha juga meningkat. Oleh karena itu pengusaha merasa terbantu dalam menjalankan bisnisnya, sehingga

kepercayaan pengusaha kepada pemerintah meningkat.

Pada waktu klaster mengalami pertumbuhan setelah tahun 1970,

kepercayaan pelaku usaha terhadap pemerintah meningkat. Hal tersebut

dikarenakan kepedulian pemerintah pusat kepada masyarakat Ceper besar

sekali. Tidak jarang kehadiran Menteri Perindustrian secara tiba-tiba di

Ceper tanpa diketahui sebelumnya, demikian juga pejabat setara Dirjen

sering hadir di Ceper. Bahkan para pengusaha di Ceper pada setiap acara

peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus, sering mendapat undangan

untuk ikut hadir di Istana Merdeka-Jakarta.

Mudahnya mendapatkan pesanan tersebut tidak lepas dari peranan

pendampingan Departemen Perindustrian maupun dari BUMN strategis

seperti PT. Boma Bisma Indra dan PT Barata. Kepercayaan yang terjadi

bukan hanya antar pelaku, namun juga antar pengusaha besar diluar

klaster dengan pelaku usaha di klaster. Kepercayaan tersebut, terjadi

karena adanya jaminan dari pemerintah pusat yang mengupayakan

pendampingan secara terus menerus dan komunikasi yang terbuka

(20)

berupa kepercayaan terhadap pelaku maupun terhadap perusahaan besar

bukan lagi karena adat dan budaya namun karena faktor ekonomi yang

membuktikan bahwa dengan bekerja bersama perekonomian menjadi

lebih baik. Juga disebabkan oleh komitmen yang kuat dari pemerintah

pusat untuk membantu klaster yang menyebabkan para pengusaha besar

juga mempunyai komitmen kuat untuk membantu pelaku usaha di Ceper.

Menunjukkan bahwa kepercayaan perlu disertai dengan komitmen untuk

melaksanakan apa yang sudah disepakati bersama.

Namun seiring dengan krisis moneter tahun 1998, kepercayaan

terhadap pemerintah relatif rendah dikarenakan keberpihakan

pemerintah pusat baik terhadap penyediaan bahan baku, dukungan

pasar (karena semuanya dikembalikan pada mekanisme pasar) maupun

pembinaan secara teknis semakin rendah. Demikian pula dengan adanya

otonomi daerah, euforia politik di daerah menjadi semakin menonjol,

keterbatasan SDM di daerah akan pengelolaan suatu industri kecil juga

sangat terbatas, yang semuanya ini mengakibatkan masyarakat pengusaha

cor logam Ceper merasa terabaikan. Masalah yang dihadapi baik masalah

bahan baku, pasokan listrik, pasar maupun ketrampilan harus diselesaikan

sendiri. Seolah-olah pemerintah melakukan “pembiaran” .

Ketaatan Terhadap Norma

Pengertian norma ada 2 (dua), yaitu norma berupa aturan formal

yang diatur secara tertulis dan norma berupa kebiasaan yang terjadi di

masyarakat, seperti budaya, etika bisnis, norma agama yang tidak diatur

(21)

“Pada dasarnya para pelaku usaha di Ceper cenderung mentaati norma yang ada, baik yang sifatnya formal seperti aturan di Koperasi Batur Jaya maupun non formal seperti kebiasaan menghormati yang lebih tua, sepanjang aturan tersebut dapat dipercaya akan memberikan manfaat bagi dirinya. Sedangkan aturan yang dirasa merugikan cenderung tidak akan ditaati”.

Norma Agama dan Adat Istiadat Pedesaan

Pada saat awal pembentukan klaster, Kecamatan Ceper masih

berbentuk perdesaan. Sebagai masyarakat desa, maka pelaku usaha

sangat menjunjung tinggi etika dalam berbisnis dalam bentuk ketaatan

terhadap norma baik yang formal maupun non formal. Ini juga berkaitan

dengan dasar modal sosial yang berupa kekerabatan atau bonding, biasanya

masyarakat mempunyai ketaatan terhadap norma yang cukup tinggi. Hal

tersebut dapat dilihat dari pernyataan Yuli sebagai berikut :

(22)

Beberapa budaya yang djadikan dasar dalam membangun modal

sosial, yaitu:

1) Budaya Keagamaan

Seluruh pengusaha cor logam beragama Islam. Budaya Islam menjadi

panutan dalam bekerja. Seperti apa yang dikatakan oleh Yahya direktur

Mitra Rekatama Mandiri :

“Bahwa akidah kerja Islam menuntut pada nilai-nila ke Tuhanan yang mendasari etos kerja seorang muslim. Nilai ke-Tuhanan yang berpusat pada Tauhid berprinsip hanya ada Tuhan saja dalam etos kerja. Hal ini dapat membentuk suatu sikap wirausahawan yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi juga tanggung jawab sosial”.

Nilai ke-Tuhanan yang tinggi tersebut, menurut Husain digunakan

oleh individu pengusaha dalam menyelaraskan kepentingan bisnis dengan

tanggung jawab sosial. Hal ini diungkapkan oleh Husain sebagai berikut:

“Kesadaran menjaga amanah (titipan dari Allah) bagi seorang wirausahawan melahirkan kewajiban moral berupa tanggung jawab untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan kerja sesuai visi dan misi yang diterapkan. Amanah digunakan oleh individu pengusaha untuk membangun kepercayaan dan kredibilitas”.

(23)

menjadi rusak yang pada gilirannya akan menghancurkan tatanan

kehidupan berwirausaha, sebab menurutnya tanpa pelaksanaan amanah

yang benar dan bertanggung jawab maka basis saling percaya akan hancur

berantakan. Sebab etos amanah lahir dari proses dialektika dan releksi

endapan iman tatkala kegiatan dihadapkan pada tuntutan moralitas dan

idealisme keberhasilan.

Bentuk-bentuk ketaatan terhadap norma agama dalam kegiatan

keagamaan digunakan oleh individu pengusaha sebagai ajang silaturahmi

dengan sesama pengusaha, tetangga dan para kerabatnya termasuk “wong

cilik”. Metode ini banyak digunakan para pelaku usaha untuk meningkatkan

kepercayaan masyarakat terhadap usaha bisnisnya (Baharudin, 2010).

Bentuk negatif dari ketaatan terhadap norma agama, berupa

kecenderungan perusahaan yang menyerah terhadap takdir seperti apa

adanya, baik berkembang maupun jatuh, perusahaan cenderung ke fatalis.

Menurut Hadi Muhyanto dalam Baharudin (2010): Kabeh niku pun garising

kuasa urip mung sak derma nglokoni, pun pasrahke karo sing gawe urip (semua kejadian itu sudah menjadi ketentuan yang Maha Kuasa, hidup itu sekedar

menjalankan tugas, terserah kepada Yang Maha Hidup). Sebagian besar

pelaku usaha masih berprinsip bahwa berhasil dan tidaknya persusahaan

tergantung pada takdir. Hal ini diakui oleh Susanto, bahwa kegagalan

itu dipengaruhi oleh sikap nrimo ing pandum, nyambut gawe mung sakdremo

anglakoni. Disamping pengusaha dengan segala keterbatasannya tidak memiliki keberanian dan menanggung resiko sehingga mereka menerima

takdir apa yang terjadi di perusahaannya.

Selain menyerah terhadap takdir, bekerja karena ibadah mengandung

sisi positif dan negatif. Positif karena berdampak pada semangat kerja

(24)

mementingkan diri sendiri dan kerja keras. Seperti yang dilakukan pada

perusahaan-perusahaan yang maju, antara lain PT. Mitra Rekatama

Mandiri, PT. Baja Kurnia, PT. Kusuma Baja, PT. Banjor Jaya, PT. Mitra

Karya Utama. Sedangkan negatif karena terjebak pada moralitas saja

sedangkan dinamisasi, revisi dan inovasi nyaris tidak dilakukan, seperti

diungkapkan oleh beberapa pelaku usaha cor logam:

“Nyambut gawe ngene wae wis cukup, sing penting rak

nyambut gawe keneng dienggo ngibadah, sithik ora apa-apa, sing penting bisa srawung, kancane nyambut gawe ya usaha nyambut gawe “ (Bekerja seperti ini sudah cukup yang penting bekerja untuk bekal ibadah, sedikit saja tidak apa-apa yang penting

bisa berteman, temannya bekerja ya berusaha bekerja).

Para pelaku usaha Ceper yang merupakan Muslim atau disebut

kalangan priyai dalam budaya Jawa, konsep bekerja itu untuk mendapatkan

penghargaan bukan prestasi (Koentjaraningrat, 1985).

2) Budaya dan Adat Istiadat Perdesaan

Tradisi nyadran, syawalan dan tradisi-tradisi lain yang berbau budaya

sebagian menghambat kerja keras namun yang lain dapat meningkatkan

silaturahmi, kredibilitas dan kepercayaan serta etos kerja yang tinggi.

Sebagaimana diutarakan Suyitno dalam Baharudin (2010) bahwa

upacara-upacara keagamaan yang bersifat budaya dapat menghambat

produksi. Suyitno mencontohkan saat digelar tradisi sadranan lebih dari

(25)

nyadran daripada bekerja. Dengan mangkirnya para karyawan proses

produksi perusahaan jadi terhambat, sehingga pesanan pembeli tidak

dapat terpenuhi yang tentu saja dapat menimbulkan kerugian besar pada

perusahaan.

Adat istiadat juga termasuk hubungan kemasyarakatan. Melanggar

norma di dalam masyarakat akan membuat orang tersebut dikucilkan.

Contoh, pada kasus Koperasi Batur Jaya pada tahun 2009 dimana ada

anggota Koperasi yang berseberangan dengan membantu perusahaan

pesaing dalam tender rem blok kereta api. Pengusaha tersebut menjadi

bahan perguncingan di masyarakat dan keluar dari anggota koperasi.

Namun akhirnya masuk kembali menjadi anggota koperasi, pada tahun

2010. Suyitno mengatakan bahwa budaya Ceper yang penuh kekeluargaan

menyebabkan perseturuan berubah menjadi persaudaraan/pertemanan

kembali.

Norma : Etika Bisnis

Masyarakat Ceper, khususnya para pengusaha cor logam banyak

dipengaruhi faktor-faktor nilai agama termasuk etika bisnis menggunakan

nilai-nilai etika agama. Etika adalah nilai manusia sebagai pribadi utuh,

jujur dan akhlak yang baik (Ahmad, 2004). Etika diartikan sebagai sopan

santun atau standar-standar moral yang mengatur perilaku manusia,

bagaimana manusia bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak.

Etika bisnis di Ceper menurut Yuli sangat baik, sebagaimana diutarakannya

(26)

“Pengusaha Ceper selama ini bisa hidup bermasyarakat, mendalami agama dan mengamalkan. Mereka dapat hidup dalam persaingan tetapi juga hidup dalam pertemanan. Mereka dapat menjaga diri dan menghindari persaingan tidak baik antar individu, dan keluarga pengusaha pada umumnya. Mereka tidak suka berebut pelanggan baru dan bahan baku cor dan menghindari permusuhan”.

Menurut Didik saat ini persaingan diantara pengusaha relatif

menurun karena permintaan pasar akan kualitas, ketepatan waktu

“delivery”, dan transpransi harga menyebabkan para pengusaha lebih

transparan dalam berbisnis, bahkan cenderung bekerjasama dengan

sesama pengusaha. Sebagai contoh, ketika terjadi pesanan produk yang

membutuhkan teknologi tinggi dan perusahaan Didik tidak mampu

melayani maka Didik akan merekomendasikan pengusaha yang lain

untuk melayani pesanan tersebut. Dalam hal ini, ada tiga manfaat yang

diperoleh dengan memberikan kesempatan kepada perusahaan lain.

Pertama, biasanya perusahaan yang diberi kesempatan tersebut, tetap

akan mengajak Didik untuk bekerjasama apabila ada spare part yang

bisa dikerjakan oleh Didik. Kedua, apabila tidak ada spare part yang

bisa dikerjakan, maka perusahaan tersebut akan memberikan fee kepada

Didik selama memang ada keuntungan yang bisa dibagi. Ketiga, dengan

merekomendasikan kepada pelaku usaha yang lain berarti membangun

kepercayaan dan jaringan, dengan maksud akan mendapatkan keuntungan

(27)

Norma : aturan organisasi

Aturan organisasi yang disusun secara transparan dengan melibatkan

seluruh anggota Koperasi menyebabkan aturan tersebut djadikan

acuan dalam pengembangan klaster. Aturan tersebut menjadi dasar

bagi individu pengusaha untuk mendapatkan haknya disamping tentu

saja harus melaksanakan kewajibannya. Pada waktu klaster mengalami

kejayaan, maka para anggota Koperasi Batur Jaya cenderung mentaati

peraturan organisasi dalam bentuk Anggaran Dasar/Anggaran Rumah

Tangga. Namun pada waktu klaster mengalami penurunan maka ketaatan

terhadap norma mengalami penurunan.

Aturan yang telah ditetapkan bersama tersebut cenderung tidak

diperhatikan lagi. Ketaatan anggota terhadap Koperasi juga mulai

menurun, meskipun relatif kecil. Dampak dari penuruan ketaatan terhadap

norma organisasi adalah pada tahun 2009 terjadi penyimpangan dengan

berkianatnya beberapa anggota yang membantu pesaing tendernya yang

menyebabkan kekalahannya. Namun karena Koperasi Batur Jaya masih

dipercaya para anggota maka pada tahun 2010 dapat mengalahkan

perusahaan pesaing dan memenangkan tender.

Kepedulian Terhadap Sesama

Dasar dari rasa kepedulian terhadap sesama timbulnya karena

budaya dan adat setempat. Sebagai contoh, pada saat terjadi kegiatan sosial

kemasyarakatan misalnya kematian ataupun pernikahan maka kegiatan

bisnis klaster dihentikan sampai acara tersebut selesai. Demikian pada

(28)

baik. Sebagaimana disampaikan Margono, bentuk kepedulian terhadap

sesama, diwujudkan pula dalam berbisnis.

“Apabila salah satu pengrajin yang mendapatkan pesanan yang cukup besar dan dimana dia tidak mampu untuk mengerjakan sendiri maka pengrajin tersebut dapat meminta bantuan terhadap pengrajin lainnya dengan cara memukul kentongan. Masyarakat pengrajin datang dan ikut membantu tanpa meminta imbalan. Namun kepedulian terhadap sesama tersebut, sebenarnya bukan semata-mata tingkat kepedulian yang tinggi tetapi juga adanya kepentingan untuk dibantu pada waktu yang lain (Reciprositas)”.

Dengan disatukan dalam Koperasi Batur Jaya menyebabkan

kepedulian para pelaku usaha sangat tinggi. Dengan membuat

kesepakatan-kesepakatan, pada order untuk produk tertentu dan dengan jumlah yang

besar akan ditangani oleh Koperasi Batur Jaya. Sementara order kecil-kecil

dan untuk produk yang tidak ditangani oleh Koperasi akan ditangani oleh

para pengrajin tersebut. Persaingan yang tidak begitu tajam, kemudahan

dalam bahan baku dan pasar, juga kemudahan dalam akses teknologi

serta bantuan dari pemerintah pusat yang cukup besar menyebabkan

kepedulian terhadap sesama relatif tinggi. Pada waktu mengalami krisis

moneter, maka tingkat kepedulian pelaku usaha terhadap sesamanya

relatif menurun karena terjadi persaingan yang tajam dan iklim usaha

yang tidak kondusif lagi. Iklim usaha yang tidak kondusif sebagai dampak

dari kurang kepedulian pemerintah terhadap usaha cor logam di Ceper

(29)

royong yang telah mengakar dan mendarah daging dalam kehidupan.

Nilai gotong-royong merupakan suatu sikap pergerakan tenaga tambahan

dari luar kalangan keluarga untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa

sibuk, seperti mendirikan rumah, bercocok tanam di sawah. Munculnya

gotong-royong antara pengusaha saat ini sebatas pada kegiatan keagamaan

atau kegiatan sosial lainnya. Sedangkan kerjasama di perusahaan cor

logam, gotong-royong atau kerja sambatan artinya minta bantuan secara

spontanitas, terbatas pada kerjasama antar bagian dengan para pekerjanya

untuk bertanggung jawab atas perkerjaannya. Dengan gotong-royong

muncul kebersamaan hidup yang kuat dalam suka dan duka.

PT. Multi Guna dan PT. Sido Maju sering memberi informasi tentang

rugi atau laba, suka dan duka. Suka ditandai dengan syukuran dan duka,

para karyawan diberi tahu untuk diajak berdoa bersama. Pengaruhnya,

para pekerja bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan, disamping

tumbuhnya kepedulian antar sesama dalam perusahaan tersebut.

Gotong-royong dan tolong-menolong tersebut, digunakan perusahaan untuk

menghadapi tantangan ke depan melalui kebersamaan (Badaruddin,

2010). Nilai-nilai kepedulian terhadap sesama di Ceper terwujud karena

kebutuhan budaya manusia, antara lain adanya perasaan pengusaha tidak

dapat hidup sendiri, karena dikelilingi oleh komunitas masyrakatnya.

Demikian pula segala aspek kehidupan pengusaha pada hakekatnya

tergantung pada manusia dan adanya perasaan untuk membangun

hubungan baik antar sesama (Koentjaraningrat, 1985).

Keterlibatan dalam Organisasi

(30)

usaha. Perkumpulan yang ada, masih berupa kumpulan desa. Jumlah

pelaku usaha yang terlibat dalam organisasi desa sangat besar. Hampir

semua masyarakat terlibat dalam organisasi desa. Keterlibatan para

pelaku usaha dalam organisasi Koperasi dimulai pada tahun 1954 dengan

pembentukan koperasi sebagai wadah organisasi masyarakat. Mula-mula

yang ikut menjadi anggota koperasi hanya beberapa orang, namun dalam

perkembangannya dengan berhasilnya koperasi mendapatkan order maka

jumlah anggota koperasi semakin besar dan hampir seluruh pelaku usaha

merupakan anggota koperasi.

Pada tahun 1960-an muncul koperasi yang lain, dimana anggota

koperasi tersebut dapat pula menjadi anggota koperasi sebelumnya.

Kehadiran 2 (dua) koperasi tersebut, mula-mula saling melengkapi satu

dengan yang lain. Termasuk seringkali melakukan kegiatan bersama.

Namun kemudian seiring dengan masuknya nuansa politik dalam tubuh

koperasi maka kepercayaan terhadap pengurus koperasi tersebut menjadi

luntur, yang ada adalah saling curiga satu dengan yang lain. Perbedaan

politik menyebabkan perpecahan diantara anggota dan menghancurkan

hubungan yang sudah lama terjalin pada koperasi tersebut.Dengan

demikian keterlibatan anggota di dalam koperasi menjadi semakin

rendah

Sejak didirikannya Koperasi Batur Jaya pada tahun 1976 yang dikelola

secara lebih professional dan lebih transparan dalam pengelolaannya baik

dalam mencarikan bahan baku, peningkatan sumber daya manusia sampai

mencari pasar secara bersama menyebabkan hampir seluruh pelaku usaha

menjadi anggota Koperasi Batur Jaya. Terbukti keanggotaannya yang

(31)

masih kuat dikarenakan pada transformasi ini, beberapa anggota

diuntungkan dengan masih mendapatkan order. Bahkan baberapa

anggota yang sudah tua masih mendapatkan fee dari keanggotaan pasifnya.

Meskipun secara kapasitas bahwa sampai saat ini kapasitas produksi di

Ceper masih stabil bahkan cenderung naik, tetapi pelaku usaha yang

melaksanakan kegiatan usahanya relatif banyak berkurang. Sehingga

yang kalah dalam persaingan berlindung di bawah koperasi Batur Jaya

dengan harapan masih mendapatkan order meskipun kecil.

Kesimpulan

Keberadaan jaringan (networking), baik untuk usaha keluarga

berskala kecil maupun kerja sama bisnis yang lebih besar, masih sangat

kuat terasa di klaster cor logam.Pengembangan jejaring dilakukan baik

melalui lembaga formal ,jaringan kekerabatan maupun jaringan mandiri.

Modal sosial dalam bentuk kepercayaan baik kepercayaan terhadap

sesama pelaku, kepercayaan terhadap organisasi dan pemerintah dalam

sejarah perkembangan klaster secara umum juga masih dimanfaatkan

dalam pengembangan bisnisnya. Demikian pula ketaatan terhadap norma,

terutama norma agama, budaya dan adat istiadat, serta etika bisnis, juga

menjadi penting bagi berkembangnya modal sosial bonding dan kepedulian

terhadap sesama, yang diwujudkan dalam budaya gotong royong, serta

keterlibatan dalam organisasi juga menjadi pendorong berkembangnya

(32)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sehubungan dengan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi Pada Alfamidi Malang).. Maka dengan hormat, saya mohon

mendapatkan suatu pattern dalam FP-Growth langkah yang lebih mudah adalah mencari arah dari ujung suatu path, kemudian kita mencari mulai dari header untuk item di ujung

Teori/Praktikum/Tutorial/Seminar atau Lengkap tergantung masing-masing dari Mata Kuliah paket yang ada. Perolehan nilai mata kuliah yang diambil dalam semester antara

Tujuan penelitian ini adalah (1) menemukan peningkatan hasil belajar dengan diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning berbasis inkuiri dalam

Semangat persatuan dalam bernegara merupakan pengikat suatu negara untuk dapat berdiri tegak selama-lamanya. Negara kesatuan republik Indonesia yang diproklamirkan 17 agustus

Untuk kepentingan penyaringan tersebut dilakukan telaah terhadap beberapa hasil penelitian sebelumnya berkenaan dengan produk unggulan Kota Salatiga yang bersumber dari

Orang Rimba sendiri secara internal mendefinisikan diri mereka sebagai suatu kelompok etnik yang memiliki keunikan dan berbeda dengan kelompok yang lain, terlihat dari

Gugatan atas dasar wanprestasi ini, harus dibuktikan bahwa dokter itu benar- benar telah mengadakan perjanjian, kemudian dia telah melakukan wanprestasi terhadap