DAKWAH MELALUI SENI
(Studi Kasus Kesenian Tradisional Ludruk Pada Masyarakat Giligenting Kabupaten Sumenep)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
Oleh
ACHMAD NAWAFIK
NIM. F0. 7213092
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Thesis ini berjudul “Dakwah Melalui Seni (Studi Kesenian Tradisional Ludruk Pada Masyyarakat Giligenting Kabupaten Sumenep)” yang disusun oleh : Achmad Nawafik F0.7.2.13.092.
Kata Kunci : Dakwah, Seni, Ludruk
Kesenian tradisional ludruk merupakan suatu budaya yang tidak mematikan nilai-nilai agama. Dalam setiap kegiatan pertunjukannya, kesenian ini memasukkan kaidah-laidah ajaran agama dalam cerita yang disuguhkan kepada para penonton sebagai nasehat atau singgungan. Sehingga para penonton tidak hanya dapat menikmati alur cerita, akan tetapi juga suatu pencerahan dan bisa memahami ajaran-ajaran agamanya melalui kesenian. Tidak hanya itu, bagi masyarakat yang memahami, akan diketahui bahwa setiap alat musik yang digunakan pada setiap pertunjukan kesenian tradisional ludruk mengandung nilai-nilai filosofis tertentu yang mempunyai makna tentang sifat-sifat tuhan yang disimbolkan melalui alat musik tersebut. Penonton bisa mengetahui tentang sifat-sifat tuhan dengan pertunjukan kesenian ini. Karenanya kegiatan pertunjukan kesenian ludruk ini juga merupakan cara untuk memperoleh pristise keagamaan yang bisa mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : (1). Apakah kesenian tradisional ludruk itu?, (2). Bagaimana kesenian tradisional ludruk di Giligenting bisa menjadi media dakwah?, dan (3). Bagaimana efektifitas kesenian ludruk sebagai media dakwah di Giligenting?.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1). Untuk mendeskripsikan kesenian tradisional ludruk di kecamatan Giligenting dan menjelaskan bagaimana ia dapat menjadi media dakwah, (2). Untuk mengetahui bagaimana upaya kesenian tradisional ludruk bisa menjadi sebagai media dakwah, dan (3). Untuk mengetahui tingkat efektivitas berdakwah melalui kesenian tradisional ludruk.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang berhubungan dengan kajian khalayak media. Kajian khalayak media yang banyak dilakukan oleh penelitian studi media dan budaya adalah pendekatan ethnografi.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Kegunaan Penelitian... 8
F. Kerangka Teoritik ... 8
G. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 14
H. Metode Penelitian... 17
I. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II SENI SEBAGAI MEDIA DAKWAH A. Hubungan Seni dan Dakwah ... 24
B. Karakteristik Seni Islam ... 31
C. Perkembangan Dakwah Melalui Seni ... 38
B. Keadaan Demografis ... 46
C. Kondisi Sosial, Budaya, dan Agama ... 53
D. Dakwah Islam pada Masyarakat Giligenting ... 56
BAB IV LUDRUK SEBAGAI MEDIA DAKWAH A. Kesenian Tradisional Ludruk ... 61
B. Pertunjukan Ludruk dan Minat Masyarakat ... 66
C. Fungsi Kesenian Ludruk bagi Masyarakat Giligenting ... 77
D. Upaya Menjadikan Ludruk Sebagai Media Dakwah ... 94
E. Efektivitas Ludruk Sebagai Media Dakwah ... 101
F. Konfimasi Dengan Teori ... 103
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 106
B. Saran ... 107
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sepanjang sejarah manusia selalu ditemukan aktivitas-aktivitas
kesenian dalam masyarakat. Kecenderungan untuk menciptakan seni atau
hasrat kepada seni merupakan tabiat manusia. Kesenian masuk dalam tatanan
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kesenian tidak mungkin bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia. Karena kesenian adalah suatu unsur yang
sangat dibutuhkan selama kehidupan manusia, disamping dua unsur lainnya
yaitu ilmu dan agama1
Kesenian sebagai manifestasi dari budaya mempunyai fungsi yang
sangat bermakna dalam kehidupan masyarakat. Tidak hanya menjadi suatu
tontonan yang dapat menghibur, akan tetapi mengandung nilai-nilai moral
yang dapat dijadikan cermin oleh masyarakat. Oleh karena itu, kepedulian
masyarakat untuk selalu mencintai kesenian harus selalu ditumbuhkan agar
supaya kesenian yang ada tidak hanya menjadi suatu aset kebudayaan daerah
yang terlupakan. Kepedulian masyarakat terhadap pelestarian kesenian harus
selalu dipupuk.
Masyarakat di kecamatan Giligenting Kabupaten Sumenep,
mempunyai kebiasaan untuk melestarikan kesenian daerahnya dengan selalu
menampilkannya pada acara-acara tertentu. Biasanya mereka mengambil
kesenian tradisional ludruk sebagai suatu hiburan yang meramaikan acara
1
tersebut, sekaligus menstimulus orang-orang untuk datang di acara tersebut.
Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Giligenting pada
umumnya, tidak hanya terjadi pada satu desa, tetapi empat desa yang terdapat
di pulau Giligenting. Semuanya mempunyai kebiasan yang sama setiap kali
mengadakan selamatan perkawinan. Meskipun mengalami gempuran dari
hiburan modern seperti sinetron di televisi masyarakat Giligenting masih
berusaha mempertahankan hiburan ludruk ini.
Menurut Mac Iver dan Page dalam Soerjono Soekanto kebiasan
merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Kebiasaan
mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara, kebiasaan
diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama,
merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut.2
Kebiasaan juga merupakan suatu tindakan yang dapat menghubungkan
masyarakat. Menurut Weber dalam George Ritzer tindakan sosial adalah
tindakan individu yang memiliki makna dan arti subyektif bagi diri dan
diarahkan pada orang lain.3
Kesenian tradisional ludruk merupakan kesenian khas pada masyarakat
di Kecamatan Giligenting. Kesenian ini selalu ditampilkan pada acara-acara
penting di masyarakat, misalnya acara pernikahan, khitanan, petik laut atau
selamatan yang dilakukan oleh para nelayan pesisir pantai sebagai bentuk rasa
syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta acara-cara besar lainnya. Akan
2
Soerjono Soekanto. Sosiologi, suatu Pengantar (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2000) hlm. 201
3
tetapi acara yang sering dihibur dengan pertunjukan kesenian ini adalah acara
perkawinan yang umumnya dilakukan di malam hari.
Kesenian tradisional ludruk ini banyak digemari oleh masyarakat, tidak
hanya kalangan orang tua saja melainkan anak-anak, remaja, laki-laki,
perempuan banyak yang datang untuk menyaksikannya. Biasanya pertunjukan
kesenian ludruk tidak dilakukan di dalam gedung dengan mengundang
orang-orang tertentu saja, melainkan dipertontonkan diluar gedung agar orang-orang
leluasa dalam menyaksikan pertunjukan tersebut.
Kesenian tradisional ludruk ini tidak pernah sepi penonton. Meskipun
telah ditampilkan setiap malam bahkan telah berpindah lokasi dari satu desa
ke desa yang lain, masyarakat masih berbondong-bondong untuk tetap
menyaksikannya. Karena pada kesenian ini orang merasa terhibur dengan
cerita yang dibawakannya yang setiap kali tampil selalu berbeda-beda serta
orang merasa nyaman menonton pertunjukan ini karena tempatnya luas dan
jarang menimbulkan pertikaian.
Biasanya dalam setiap pertunjukannya kesenian tradisional ludruk
berlangsung sangat lama, dimulai dari jam 9 malam sampai hampir subuh.
Lamanya durasi pertunjukan kesenian ludruk ini tidak terlepas dari tiga
rentetan acara yang ada di dalam pertunjukan, yaitu: pembukaan atau yang
biasa disebut ekstra. Dimana dalam ekstra ini biasanya ditampilkan Tandhek
(tari-tarian) dan Kejhung (nyanyian berbahasa Madura) yang diiringi oleh
permainan musik. Kedua, acara lawak. Acara ini biasanya disetting sebagai
dalam lawakan ini para pelaku ludruk menyisipkan pesan-pesan moral.
Terakhir masuk acara inti, dibagian inilah ditampilkan cerita kerajaan masa
lalu serta kisah-kisah Walisongo dalam menyebarkan ajaran Islam.
Dalam setiap pementasan ceritanya, kesenian tradisional ludruk
berbeda dengan pementasan wayang yang ada di Jawa. lakon-lakon yang
dipentaskan biasanya merupakan ekspresi kehidupan rakyat sehari-hari,
dengan menggunakan tata busana yang sederhana yang menggambarkan
kehidupan masyarakat biasa. Sementara wayang sudah mempunyai tokoh
paten didalam setiap pementasannya.
Setiap pertunjukannya, ludruk selalu memperlihatkan unsur
kebudayaan tradisional Jawa dan Madura. Pertunjukan ini seperti teater yang
membawa cerita-cerita, balada kepahlawanan. Pada dasarnya pertunjukan
ludruk merupakan perpaduan dari seni panggung dengan operet (sandiwara
yang sebagian besar diaolognya dilagukan).
Kesenian tradisional ludruk oleh masyarakat kecamatan Giligenting
juga bisa dipakai sebagai alat yang dapat menyatukan hubungan antara
individu maupun kelompok lainnya sehingga mengokohkan kesetia kawanan
masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat atau kelompok lain, dengan
menggunakan bahasa sehari-hari. Dengan demikian, kesenian tradisional
ludruk bisa juga dikatakan sebagai media dakwah dalam masyarakat
Giligenting.
Dalam setiap kegiatan pertunjukannya, kesenian ini memasukkan
penonton sebagai nasehat atau singgungan. Sehingga para penonton tidak
hanya dapat menikmati alur cerita, akan tetapi juga suatu pencerahan dan bisa
memahami ajaran-ajaran agamanya melalui kesenian.
Tidak hanya itu, bagi masyarakat yang memahami, akan diketahui
bahwa setiap alat musik yang digunakan pada setiap pertunjukan kesenian
tradisional ludruk mengandung nilai-nilai filosofis tertentu yang mempunyai
makna tentang sifat-sifat tuhan yang disimbolkan melalui alat musik tersebut.
Penonton bisa mengetahui tentang sifat-sifat tuhan dengan pertunjukan
kesenian ini. Karenanya kegiatan pertunjukan kesenian ludruk ini juga
merupakan cara untuk memperoleh pristise keagamaan yang bisa
mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Pada masyarakat Kecamatan Giligenting yang notabene beragama
Islam, kesenian ini dapat membantu membentuk pola perilakunya pada nilai
ajaran agamanya dan menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat setiap
berprilaku mereka selalu menedepankan doktrin-doktrin agamanya.
Doktrin agama dimulai dari keyakinan terhadap tuhan sebagai sumber
nilai dan aturan untuk menata kehidupan manusia, kepercayaan dan
pengakuan umat manusia akan kekuasaan tuhan mengharuskan umat
beragama untuk menyesuaikan seluruh prilakunya berdasarkan doktrin yang
diyakininya.4 Apabila masyarakat yang diharapkan tetap stabil dan tingkah
laku sosial masyarakat bisa tertib maka tingkah laku yang baik harus ditata
dan dipolakan sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu yang relatif diterima dan
4
disepakati bersama.5 Dengan demikian, setiap individu yang beragama harus
melakukan tindakan atau perilakunya dengan menggunakan nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran agamanya guna menciptakan hubungan antar sesama
dalam masyarakat. Tidak hanya pada saat-saat tertentu saja melainkan dalam
setiap harinya, baik itu berada dalam tatanan masyarakatnya maupun ketika
menonton pertunjukan kesenian tradisional ludruk. Kesenian tradisional
ludruk telah banyak dipengaruhi oleh ajaran agama Islam pada bahan aslinya,
hal ini bisa dilihat pada banyaknya cerita yang disuguhkan pada penonton
yang semula bepangkal pada cerita tentang suasana Hindu kemudian
dikodifikasi dengan bernafaskan Islam.
Dari sinilah ludruk membawa ajaran moral yang tersaji dalam bentuk
alur cerita maupun dalam simbol-simbol yang terdapat disetiap alat musiknya
yang bisa menambah wawasan para penonton tentang nilai-nilai ajaran yang
terkandung dalam agamanya (Islam).
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang di atas ada beberapa masalah yang dapat
teridentifikasi antara lain sebagai berikut:
1. Kesenian tradisional Ludruk sebagai ikon suatu daerah
2. Kesenian tradisional ludruk sebagai sarana interaksi masyarakat
3. Kesenian tradisional ludruk sebagai manifestasi dari suatu budaya
4. Kesenian tradisional ludruk sebagai tontonan masyarakat
5
Elizabeth. K. Nottiingham. Agama dan Masyarakat. (Jakarta, Raja Grafindo:1994). hlm.
5. Kesenian tradisional ludruk sebagai media untuk berdakwah atau
menyampaikan pesan-pesan agama.
Agar penelitian ini tidak terlalu melebar maka akan dibatasi pada kesenian
tradisional ludruk sebagai media dakwah dan problematikanya.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kesenian tradisional ludruk itu?
2. Bagaimana kesenian tradisional ludruk di Giligenting bisa menjadi media
dakwah?
3. Bagaimana efektifitas kesenian ludruk sebagai media dakwah di
Giligenting?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan kesenian tradisional ludruk di kecamatan
Giligenting dan menjelaskan bagaimana ia dapat menjadi media dakwah
2. Untuk mendiskripsikan bagaimana pandangan masyarakat kecamatan
giligenting tentang kesenian ludruk sebagai media dakwah
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya kesenian tradisional ludruk bisa
menjadi sebagai media dakwah
4. Untuk mengetahui tingkat efektivitas berdakwah melalui kesenian
E. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis diharapkan dapat Memberikan konstribusi bagi kajian dan
pengembangan teori tentang pemanfaatan kesenian tradisional ludruk
sebagai media dakwah.
2. Secara Praktis
a. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengetahui
model-model dan perkembangan media dakwah di era modern.
b. Bagi Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
Khususnya Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam,
penelitian ini bisa dijadikan sebagai tambahan literatur keilmuan
untuk pembinaan dan pengembangan Program Studi.
F. Kerangka Teoritik
Untuk mempermudah memahami dan sebagai landasan kebijakan
dalam penelitian ini, maka perlu kiranya untuk memaparkan beberapa istilah
dan teori demi kelancaran dan objektivitas penelitian, diantaranya:
1. Teori Kajian Media dan Budaya (Media and Cultural Studies)
Studi kultural atau cultural studies merupakan kelompok
pemikiran yang memberikan perhatian pada cara-cara bagaimana budaya
di hasilkan melalui perjuangan diantara berbagai ideology.6 Studi cultural
memberikan perhatiannya pada bagaimana budaya dipengaruhi oleh
berbagai kelompok dominan dan berkuasa.
6
Tradisi pemikiran cultural studies bermula dari karya Richard
Hoggart dan juga Raymond William pada tahun 1950-an, yang meneliti
kaum pekerja Inggris usai Perang Dunia II. Namun, dewasa ini nama
Stuart Hall adalah yang paling sering diasoasiasikan dengan aliran
pemikiran ini. Menurut Hall dalam Morisson media adalah instrument
kekuasaan kelompok elit dan media berfungsi menyampaikan pemikiran
kelompok yang mendominasi masyarakat, terlepas apakah pemikiran itu
efektif atau tidak7. Studi kultural menekankan pada gagasan bahwa media
menjaga kelompok yang berkuasa untuk tetap memegang control atas
masyarakat, sementara mereka yang tidak berkuasa menerima apa saja
yang diberikan kepada mereka oleh kelompok yang berkuasa.
Sementara, kajian budaya menurut Hall dalam James W. Tankard
adalah sebuah formasi dari ide, gambaran, dan praktik yang mempelajari
cara-cara menyatakan, bentuk-bentuk pengetahuan, dan tindakan yang
terkait dengan topic tertentu, aktivitas social atau tindakan institusi dalam
masyarakat.8
Studi kultural merupakan tradisi pemikiran yang berakar dari
gagasan filsafat Karl Marx, yang berpandangan bahwa kapitalisme telah
menciptakan kelompok elit yang berkuasa yang melakukan ekploitasi
terhadap kelompok yang tidak berkuasa dan lemah. Marx berpandangan
7
Morisson, Teori Komunukasi Massa, (Bogor: Penertbit Ghalia Indonesia 2010) hlm 102
8
bahwa pesan yang disampaikan kepada khalayak audience dengan satu
tujuan yaitu membela kepentingan kapitalis.9
Walaupun faham marxisme memberikan pengaruhnya dalam aliran
cultural studies ini, namun para pemikir yang masuk dalam kelompok
studi ini memiliki arah atau orientasi yang agak berbeda dalam pemikiran
mereka disbandingkan dengan marxisme. Namun demikian, penerapan
prinsip-prinsip marxisme dalam studi kultural bersifat halus dan tidak
langsung. Hal ini mendorong beberapa sarjana menilai teori ini bersifat
neo-marxis, yang berarti dalam hal tertentu terdapat perbedaan dari
pandangan marxisme klasik. Perbedaan dapat dikemukakan sebagai
berikut.10
a. Tidak seperti marxisme, mereka bernaung dalam studi kultural
berupaya mengintegrasikan berbagai perspektif kedalam pemikiran
mereka, termasuk seni, kemanusiaan dan ilmu social
b. Para ahli teori cultural studies memperluas kelompok-kelompok
tertindas yang mencakup juga mereka yang tidak memiliki kekuasaan
dan kelompok marjinal, termasuk di dalamnya kelompok wanita,
anak-anak, homoseksual, etnik minoritas, penderita gangguan mental dan
lain-lain. Jadi, tidak terbatas hanya kelompok buruh, sebagaimana
faham marxisme.
9
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta:Kencana prenada Group Jakarta2013) hlm 535
10
c. Kehidupan sehari-hari menurut pandangan marxisme, terpusat pada
kerja dan keluarga, namun para penganut studi kultural juga meneliti
kegiatan-kegiatan, seperti rekreasi, hobi, olahraga dan lain-lain dalam
upaya memahami bagaimana individu berfungsi dalam masyarakat.
Singkatnya, pemikiran asli marxisme, menurut perfektis studi
kultural lebih cocok masyarakat yang hidup pada era Perang Dunia II dan
tidak cocok untuk masyarakat saat ini. Studi kultural tidak memandang
masyarakat hanya pada kerja dan keluarga saja tetapi jauh lebih luas dari
itu. Stuart Hall menjelaskan bahwa kajian media dan budaya, atau yang
lebih dikenal dengan media and cultural studies, pada dasarnya mencoba
untuk menggoyang kemapanan berfikir kita tentang realitas dan apa yang
dimaksud dengan real (yang sebenarnya) dalam kehidupan budaya kita
sehari-hari.11 tidak ada ideology yang bersifat tunggal. Ketika seseorang
memilih suatu ideology, maka ia telah memicu seluruh rantai ideology
yang berhubungan dengan ideology tersebut.
Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat di kecamatan
Giligenting yang kebanyakan masyarakatnya menyukai adanya
pertunjukan kesenian, biasanya yang sering ditampilkan adalah kesenian
tradisional ludruk sebagai upaya untuk melakukan hubungan dengan
individu lain atau dengan para pemain lewat pementasan kesenian
tersebut. Masyarakat tidak hanya menjadikan kesenian sebagai sebuah
tontonan yang sangat menghibur. Selain itu juga, mereka sering
11
menampilkan kesenian sebagai symbol yang dapat menimbulkan suatu
tindakan atas pertisipan yang dating dari berbagai desa.
Kesenian tradisional ludruk, merupakan tindakan simbolik, dalam
sebuah pertunjukannya, kesenian tradisional ludruk menggambarkan
realitas kehidupan sosial di masyarakat. Menurut Clifford Gertz, tindakan
simbolik secara efektif menangani kehidupan sosial masyarakat yang
termasuk di dalamnya, Agama, Ilmu pengetahuan, Ideologi dan Kesenian
yang memainkan peran yang menentukan.12
Setiap kegiatan kesenian ludruk melibatkan suatu segmen
masyarakat pada berbagai macam tingkatan. Oleh karena itu, konsep
kesenian tradisional ludruk meliputi identitas budaya dan keadaan yang
sangat bervarian dengan mencampurkan impian dan tekanan social, dunia
music dan pertunjukan masyarakat dapat menimbulkan aneka ragam
perasaan seni terwujud di dalam kemampuanya untuk memesonakan. Seni
memberikan ilustrasi tercapainya dunia maya justru pada saat menguasai
dunia material. Seperti yang dikatakan Helene, bahwa seni (ludruk)
merujuk pada dunia yang berbeda. Satu sisi dunia yang sekarang dan satu
sisi merujuk pada dunia masa lampau.13 Sehingga merangsang secara
ganda khalayak hadirin karena memperlihatkan model tingkah laku sambil
membubuinya dengan mimpi dan frustasi penonton.
2. Teori Penggunaan dan Kepuasan
12
James peacock. Ritus Modernisasi, Aspek Sosial dan Simbolik Teater Rakyat Indonesia
(Depok, Desantara:2005) h 234.
13
Teori penggunaan dan kepuasan atau uses and gratification theory
disebut-sebut sebagai salah satu teori yang paling popular dalam studi
komunikasi massa.14 Teori ini mengajukan gagasan bahwa perbedaan
individu menyebabkan audiens mencari, menggunakan dan memberikan
tanggapan terhadap isi media yang berbeda-beda yang disebabkan
berbagai factor social dan psikologis yang bebeda diantara invidu dan
audiens. Teori kegunaan dan kepuasan memfokuskan perhatian pada
audiensi sebagai konsumen media dan bukan pada pesan yang
disampaikan. Teori ini menilai bahwa audiens dalam menggunakan media
berorientasi pada tujuan, bersifat aktif sekaligus diskriminatif. Audiens
dinilai mengetahui kebutuhan mereka dan bertanggung jawab terhadap
pilihan media yang dapat memenuhi kebutuhan mereka tersebut.
Teori penggunaan dan kepuasan menjelaskan mengenai kapan dan
bagaimana audiens sebagai konsumen media menjadi aktif atau kurang
aktif dalam menggunakan media dan akibat atau konsekuensi dari
penggunaan media itu. Penggunaan media didorong oleh adanya
kebutuhan dan tujuan yang ditentukan oleh audiens itu sendiri.
Asumsi dasar yang menjadi inti gagasan teori penggunaan dan
kepuasan sebagaimana dikemukakan Katz, Blumler dan Gurevitch dalam
James W. Tankard yang mengembangkan teori ini.15 Mereka menyatakan
lima asumsi dasar teori penggunaan dan kepuasan yaitu: 1) audiens aktif
14
Morissan, Teori Komunikasi Massa, Media, Budaya dan Masyarakat (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia 2010) hlm 286
15
dan berorientasi pada tujuan ketika menggunakan media; 2) inisiatif untuk
mendapatkan kepuasan media ditentukan audiensi; 3) media bersaing
dengan sumber kepuasan lain; 4) audiens sadar sepenuhnya terhadap
ketertarikan motif dan penggunaan media; dan 5) penilaian isi media
ditentukan oleh audiens.
Alasan pengambilan teori penggunaan dan kepuasan dalam
penelitian ini karena peneliti menilai ada korelasi antara teori ini dengan
permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang selera masyarakat
Giligenting terhadap berbagai macam kesenian yang sering ditampilkan
pada saat acara-acara penting utamanya acara pernikahan.
G. Penelitian Terdahulu yang Relevan
1. Lebur! Seni Pertunjukan pada Masyarakat Madura
Penelitian terdahulu yang relevan dalam penelitian ini salah satunya adalah
buku yang berjudul Lebur! Seni Pertunjukan pada Masyarakat Madura.
Buku karanga Helena Bouvier seorang peneliti asing yang melakukan
penelitian di kabupaten Sumenep. Dalam buku ini dijelaskan secara rinci
kesenian yang ada di daerah Sumenep dari daerah yang terpencil sampai
daerah kota serta dari kesenian yang bercorak islami maupun tidak dan
memberi gambaran tentang masyarakat yang mencintai kesenian dan
pertunjukan serta mengurai secara mendalam tentang arti kesenian dalam
kehidupan sehari-hari pada masyarakat Madura khusunya di Kabupaten
Hasil penelitian Bouvier ini menjelaskan kesenian memiliki posisi yang
penting dalam denyut nadi kehidupan masyarakat di Sumenep.
Sebagaimana tergambar dalam kata lèbur, yang berarti bagus,
menyenangkan, menghibur. Secara spesifik kata ini adalah bentuk
apresiasi positif atas kesenian yang ditampilkan. Kesenian muncul dalam
setiap kegiatan yang termanifestasi dalam dua hal: kesenian itu sendiri dan
gelegar suara dari kesenian yang ditampilkan. Dalam masyarakat Madura,
gelegar suara adalah penanda paling mudah untuk mengetahui apakah
sebuah kegiatan kesenian sedang dilangsungkan atau tidak. Pengeras suara
tidak hanya merupakan aspek pragmatis untuk memperbesar jangkauan
suara, namun juga pendongkrak gengsi bagi pemilik acara. Pengeras suara
dengan demikian menghapus batasan-batasan kesenian, sehingga kesenian
dapat dinikmati oleh masyarakat luas, yang pada gilirannya akan
mendorong mereka datang, dan menaikkan gengsi pemilik acara. Dalam
tradisi kultural masyarakat, kesenian merupakan salah satu perekat
hubungan personal sekaligus komunal, sebab melalui kesenian lah
hubungan-hubungan tersebut berlangsung dan bertahan. Dalam dunia di
mana hubungan-hubungan komunal dipertahankan melalui kegiatan dan
upacara keagamaan, maka kesenian merupakan elemen pendukung yang
tidak dapat dikesampingkan.
Persamaan peneliti dengan penelitian yang ada pada buku ini adalah
sama-sama menggunakan model metode penelitian lapangan.
Buku Ritus Modernisasi Aspek Sosial dan Simbolik Teater Rakyat
Indonesia (selanjutnya Ritus) karya James L. Peacock ini merupakan hasil
penelitian penulisnya mengenai ludruk di Surabaya pada tahun 1960an.
Melalui buku yang dituliskannya dengan gaya etnografi, James Peacok
sangat detail menggambarkan ludruk sebagai mozaik kebudayaan Jawa.
Semangat Peacok yang gigih untuk menelusuri dan bergaul secara intensif
dengan seniman-seniman ludruk mampu mengilustrasikan posisi ludruk
dan setting social waktu itu. Berangkat dari konsepsi tersebut, Peacok
membawa dalam konteks perubahan social di Indonesia melalui teks
pertunjukannya.
Menurut Peacock, ludruk membantu orang menetapkan gerak peralihan
dari satu situasi ke situasi lainnya, yaitu dari situasi-situasi tradisional
menuju situasi-situasi modern. Dalam kehidupan sehari-hari, peralihan ini
memiliki beberapa bentuk, seperti: seseorang meninggalkan daerah
asalnya atau kehidupan tradisionalnya menuju kota untuk bekerja di pabrik
atau menuju kehidupan modern. Ada peralihan dari satu pemikiran yang
kuno ke pemikiran yang dianggap modern. Ludruk mencakup semua
peralihan itu. Dengan demikian, ludruk dapat membantu memahami
gerak-gerak peralihan tersebut, juga sekaligus membantu orang-orang yang
terlibat dalam gerak peralihan tersebut untuk memahami posisinya.
Dalam memahami fungsi ludruk sebagai ritus modernisasi, Peacock
menggunakan dua klasifikasi simbolik yang selalu digunakan orang Jawa,
kosmologi, dan skema maju (progresif) dan kuno (konservatif), yakni
skema klasifikasi yang disebut sebagai sebuah ideologi. Kedua skema
tersebut, meskipun bukan merupakan skema-skema yang penting bagi
partisipan ludruk yang umumnya masyarakat kelas bawah, menurut
pandangan Peacock merupakan skema-skema yang sering digunakan oleh
partisipan (para penonton dan pemain) ludruk tersebut.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menjadikan kesenian
Tradisional ludruk sebagai objek penelitian.
3. Arak-arakan, Seni Pertujukan dalam Upacara Tradisional Madura
Penelitian tentang kesenian Ludruk juga dilakukan oleh A.M Hermien
Kusmiyati dengan bukunya yang berjudul Arak-arakan, Seni Pertunjukan
dalam Upacara Tradisional Madura. Buku yang diterbitkan oleh Yayasan
Untuk Indonesia dan Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia
Yogyakarta merupakan hasil penelitian dari disertasi yang dilakukan pada
tahun 2000.
Dari penelitiannya ini, Kusmiyati menggambarkan seni pada masyarakat
Madura memiliki fungsi-fungsi yang tinggi. Fungsi seni terdiri dari tiga
bagian, yaitu sebagai ritual upacara, sebagai pertunjukan acara resmi dan
sebagai tontonan dalam masyarakat.
Penelitian ini tentu relevan dengan penelitian tentang ludruk yang akan
peneliti lakukan. Dalam hal ini peneliti menambahkan seni juga berfungsi
Dari ketiga penelitian diatas semuanya membahas tentang estetika
kesenian dan tidak ada yang membahas secara eksplisit tentang
penggunaan ludruk sebagai media dakwah. Hal inilah yang kemudian
menjadi pembeda antara penelitian ini dengan beberapa penelitian
terdahulu di atas.
H. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan, mengolah dan menganalisis
data, maka langkah-langkah yang harus dijelaskan terkait dengan hal-hal
teknis dalam metodologi penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang berhubungan
dengan kajian khalayak media. Kajian khalayak media yang banyak
dilakukan oleh penelitian studi media dan budaya adalah pendekatan
ethnografi yang meminjam dari tradisi antropologi.
Ethnografi adalah salah satu riset lapangan dimana peneliti berusaha
untuk memahami budaya yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari
khalayak media. Para peneliti ethnografi mencoba untuk hidup dalam
kehidupan subjek-subjek yang ditelitinya, mencatat semua kejadian,
peristiwa dan perilaku subjek tersebut baik menggunakan catatan maupun
alat perekam pada saat yang sama.16
2. Sumber Data
16
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari pertunjukan ludruk, dan
interview dengan sutradara, para pemain, dan penonton. Secara sederhana
data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam,
yaitu:
a. Sumber data utama
Data primer ini diperoleh dengan memahami, mengamati apa yang
terjadi di dalam acara pertunjukan kesenian tradisional ludruk yang
menjadi objek penelitian ini, dan bertanya tentang pesan-pesan dalam
pertunjukan ludruk tersebut kepada para pemain dan sutradaranya.
Serta data yang peneliti peroleh dari dokumentasi yang dimiliki oleh
pemimpin kesenian tradisional ludruk maupun dari orang-orang yang
melakukan rekaman terhadap setiap pertunjukan.
b. Sumber data pendukung
Data yang dimaksud adalah berbagai bahan yang tidak langsung
berkaitan dengan objek dan tujuan penelitian ini, bahan tersebut
diharapkan melengkapi dan memperjelas data-data primer.17 Data ini
berupa buku-buku, artikel, dan naskah yang berisi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan permaslahan yang diajukan oleh peneliti.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:
a. Observasi
17
Observasi adalah sebuah proses pengumpulan data dengan cara
mengamati dan terlibat langsung terhadap objek di lapangan, dan
kemudian mencatat secara sistematik fenomena yang akan diteliti.
Dengan menggunakan panduan observasi yang telah dipersiapkan
peneliti langsung terlibat ke lokasi pertunjukan untuk mengamati
objek.
Menurut Black dan Champion dalam Sutrisno Hadi, dalam
observasi peneliti akan mengamati berbagai peristiwa aktual yang
terjadi dalam lingkup penelitian.18 Dalam hal ini penulis secara
langsung akan melihat bagaimana pertunjukan kesenian tradisional
ludruk itu berlangsung. Dengan kata lain, dalam hal ini penulis
benar-benar terjun langsung ke lapangan dan mengamati pertunjukan.
b. Wawancara
Peneliti berusaha menggali data dari informan secara lebih
mendalam (indepht interview) dengan menggunakan interview guide19
yang telah dipersiapkan peneliti sebelum menemui informan untuk
diwawancarai.
Dari segi terminologis interview mengandung pengertian segala
kegiatan menghimpun atau mencari data dengan jalan mengajukan
beberapa pertanyaan, sherring, tanya jawab dan bertatap muka dengan
orang-orang yang menjadi narasumber informasi yang diperlukan baik
18
Ibid.... hlm.167
19
itu yang bersangkutan dengan masalah tersebut ataupun lainya yang
berfungsi menarik perhatian narasumber.
Data yang diperoleh melalui wawancara ini merupakan data primer
dan merupakan data langsung yang diberikan oleh para penonton
dalam pertunjukan maupun orang yang sangat menyenangi kesenian
tradisional ludruk.
c. Dokumentasi
Dokumentasi ini diperoleh peneliti dari pengumpulan data berupa
arsip, foto, rekaman mengenai pertunjukan kesenian tradisional ludruk,
monografi dan buku-buku yang terkait dengan tujuan penelitian. Data
yang diperoleh adalah sejarah kesenian, foto pementasan atau
rekaman, kondisi geografis, kependudukan dan keadaan social budaya
masyarkat yang menjadi objek dalam penelitian ini. Dokumen lain
adalah foto-foto yang terkait dengan penelitian yang penulis ambil dari
lapangan.
4. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan sifat penelitian ini maka, dalam pengolahan dan
menganalisis data, peneliti menggunakan metode deskriftif analisis
sebagai bagian dari penelitian kualitatif. Hasil penelitian akan dianalisis
secara induktif.20 Dalam tradisi sosiologi agama, metode ini dimaksudkan
mencatat, menguraikan, melaporkan tentang suatu yang berkaitan dengan
20
tingkah laku komunitas social.21 Titik pergantian yang akan diteliti
difokuskan pada fakta-fakta berbagai peristiwa yang ada dan masih
berlaku pada masyarakat.
Setelah data dikumpulkan, lalu diolah dengan dipilih dan
dikelompokkan sesuai dengan kerangka penelitian. Selanjutnya, data
tersebut dianalisis dengan teknik triangulasi. Analisis data dengan teknik
ini merupakan upaya untuk mencari dan menata secara sistematis catatan
hasil observasi, interview dan dokumentasi untuk meningkatkan
pemahaman tentang objek dan menyajikan sebagai temuan bagi orang
lain.22 Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta, sifat
serta hubungan antar fenomena yang diteliti.
I. Sistematika Pembahasan
Pada penelitian ini, sistematika pembahasan yang digunakan adalah
dengan membagi seluruh isi kedalam lima bab utama dan beberapa sub bab
dari bab utama. Sehingga sistematika pada pembahasan ini saling melengkapi
dan membentuk satu kesatuan yang utuh yang mudah dipahami oleh pembaca.
Adapun rincian bab dan sub bab sebagai berikut:.
Bab Pertama, yang berisi tentang latar belakang, identifikasi dan batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
teoritik, penelitian terdahulu yang relevan, metode penelitian, sistematika
pembahasan dan outline penelitian.
21
Betty Schraf, Kajian Sosiologi Agama (Yogyakarta, Tiara Wacana: 1995) h 2-3
22
Pada bab Kedua, peneliti akan membahas tentang seni sebagai media dakwah
yang meliputi hubungan seni dan dakwah, karakteristik seni Islam, dan
perkembangan dakwah melalui kesenian.
Pada Bab Ketiga, penulis akan menganalisis tentang Islam di masyarakat
Giligenting, keadaan Geografis, keadaan demografis, kondisi Sosial budaya
dan agama serta dakwah Islam pada masyarakatnya.
Bab Keempat, membahas tentang upaya menjadikan kesenian tradisional
ludruk sebagai media dakwah. Pada bab ini akan dibahas tentang kesenian
tradisional Ludruk, apresiasi dan selera dari penonton, fungsi kesenian ludruk
bagi msyarakat, dan bagaimana upaya menjadikan kesenian ludruk sebagai
media dakwah, serta pada sub terakhir akan dibahas tentang efektivitas
berdakwah melalui media ludruk.
Bab Kelima, Kesimpulan dan Saran. Bab ini mencakup kesimpulan yang
ditarik dari hasil penelitian dan saran sebagai masukan kepada pihak-pihak
24
BAB II
SENI SEBAGAI MEDIA DAKWAH A. Hubungan Seni dan Dakwah
Kegiatan dakwah sudah ada sejak adanya tugas dan fungsi yang harus
diemban oleh manusia dibelantara kehidupan dunia ini. Hal itu dilakukan
dalam rangka menyelamatkan seluruh alam, termasuk di dalamnya manusia
itu sendiri. Namun, kegiatan dakwah sering kali difahami, baik oleh
masyarakat awam ataupun masyarakat terdidik, sebagai suatu kegiatan yang
sangat praktis, sama dengan tabligh (ceramah). Kegiatan dakwah itu terbatas
hanya di majelis-majelis taklim, masjid dan mimbar keagamaan lainnya.
Dakwah pada hakikatnya merupakan risalah bagi setiap mukmin,
perintah Rasulullah yang menuntut tanggung jawab pelaksanaannya
sepanjang masa dalam berbagai keadaan. Pada tingkat realisasi, dakwah tetap
erat kaitannya dengan lima unsur, yakni juru dakwah (da’i), sasaran
(masyarakat atau mad’u), materi, metode dan media dakwah. Dalam hal ini,
seni merupakan salah satu media dakwah yang cukup efektif dalam
menyentuh kesadaran bagi sasaran dakwah.
Dalam Al Quran surat Ali Imron ayat 110 Allah menegaskan predikat
manusia sebagai khaira ummatin (umat terbaik), jika mereka mampu tampil
di tengah-tengah masyarakat, beramar ma’ruf nahi mungkar serta beriman
kepada Allah. Kegiatan ini menuntut ketrampilan dan penampilan sesuai
25
ataupun Mujadalah menjadi penting, melalui media-media yang mudah
dijangkau untuk mendukung strategi dakwah.
Dalam kedudukan mulia itu, manusia diberi status khusus sebagai
Khalifatullah dalam kehidupan di muka bumi ini. Bekal yang diberikan
kepadanya adalah kekuatan fisik dan kekuatan berfikir yang dilengkapi
dengan rasa dan nafsu. Nafsu manusia tidak selamanya mendorong kearah
yang positif. Bahkan kecenderungan ke arah negatif pada umumnya lebih
kuat, terutama bila fikir dan rasa manusia tidak mampu untuk dikendalikan.
Disinilah manusia dalam kehidupan sosial sebagai khalifatullah dituntut
untuk mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan kejelekan atau dengan
kata lain disebut dakwah.
Kegiatan dakwah sering difahami sebagai upaya untuk memberikan
solusi Islam terhadap berbagai masalah kehidupan dari seluruh aspek seperti
aspek ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik dan lain-lain. Oleh karena itu,
dakwah haruslah dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas,
dakwah harus tampil secara aktual dalam arti memecahkan masalah yang
kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti kongkrit dan
nyata, serta konstektual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang
sedang dihadapi oleh masyarakat.1
Penggunaan metode atau cara yang benar merupakan bagian dari
keberhasilan dakwah itu. Sebaliknya bila metode dan cara yang dipergunakan
1
26
dalam menyampaikan sesuatu tidak sesuai dan tidak pas akan mengakibatkan
sesuatu yang tidak diharapkan atau tidak memenuhi target yang diharapkan.
Dalam berbagai macam literatur dakwah, pembahasan tentang metode secara
dasar merujuk sepenuhnya kepada firman Allah SWT dalam Al Quran Surah
Al Nahl 125 yang artinya Seruhlah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat di jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.
Sampai saat ini metode-metode yang dijelaskan dalam Al Quran ini
dipakai dalam berbagai aktivitas dakwah yang dilakukan tidak hanya di
masjid, pesantren, dan majlis ta’lim, tetapi juga di rumah sakit, perusahaan,
hotel, radio, televisi bahkan internet.2
Namun demikian, aktivitas dakwah tampaknya belum berhasil secara
penuh merubah keadaan masyarakat menjadi lebih baik. Ada banyak faktor
yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah karena dakwah yang selama
ini dilakukan bisa jadi cenderung kering, impersonal dan hanya bersifat
informatif belaka, belum menggunakan teknik-teknik komunikasi yang
efektif. Situasi ini mengindikasikan dakwah yang belum berpijak pada
2
27
realitas sosial yang ada. Padahal dakwah dan realitas sosial memiliki
hubungan interdependensi yang sangat kuat.3
Beberapa hal yang penting diketahui dalam dakwah adalah, bahwa ada
dua segi dakwah yang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan yaitu
menyangkut isi dan bentuk, substansi dan forma, pesan dan cara
penyampaiannya, esensi dan metode. Proses dakwah menyangkut
kedua-duanya sekaligus dan tidak dapat dipisahkan. Hanya saja perlu perlu disadari
bahwa isi, substansi, pesan dan esensi senantiasa mempunyai dimensi
universal yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini substansi
dakwah adalah pesan keagamaan itu sendiri, itulah sisi pertama dalam
dakwah. Sisi kedua, meskipun tidak kurang pentingnya dalam dakwah yakni
sisi bentuk, forma, cara penyampaian dan metode.4
Selain hal diatas, sebuah media dakwah juga penting untuk dimengerti
di dalam proses komunikasi dakwah. Media dakwah yang dipilih tentunya
tidak lepas dari metode yang diterapkan dalam dakwah. Pengembangan
metode dakwah sangat berkait dengan media yang harus menyertainya.
Seorang da’i misalnya harus mampu memilih media dakwah yang relevan
dengan kondisi mad’u yang telah dipelajari secara konprehensif dan
berkesinambungan. Kegiatan dakwah yang dilakukan dengan
3
Yunan Yusuf, Metode Dakwah Sebuah Pengantar Kajian (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm 16-17
4
28
mempertimbangkan kondisi audiens tersebut akan lebih memberikan hasil
yang jelas.5
Tentu saja seorang da’i hendaklah memilih metode dan media yang
dari masa ke masa terus berkembang seperti mimbar, panggung, media cetak
atau elektronik (radio, internet, televisi, komputer). Kemudian dengan
mengembangkan media atau metode kultural dan struktural yakni pranata
sosial, seni dan karya budaya. Juga dengan mengembangkan dan
menyesuaikan metode dan media seni budaya masyarakat setempat yang
relevan seperti wayang, drama, musik, lukisan dan lain sebagainya.
Seni adalah ekspresi yang bernuansa Indah. Apakah itu ucapan atau
ungkapan, lukisan atau tulisan, pendek kata dalam segala aspek kehidupan.
Dengan ilmu segalanya menjadi mudah, dengan seni segalanya menjadi
indah. Sedangkan menurut K. Prenc.M seni adalah penjelmaan rasa indah
yang terkandung dalam hati orang yang dilahirkan dengan perantara alat-alat
komunikasi dalam bentuk yang ditangkap oleh panca indera pendengaran
(seni suara), penglihatan (seni lukis) atau yang dilahirkan dengan gerak (seni
drama dan tari).6 Maka seni dapat digunakan sebagai salah satu media
dakwah.
Secara teoritis Islam memang tidak mengajarkan seni dan estetika
(keindahan), namun tidaklah berarti Islam anti seni. Ungkapan bahwa Allah
5
Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2000), hlm.13-14
6
29
adalah jamil (indah) dan mencintai jamal (keindahan) serta penyebutan Allah
pada diriNya sebagai badi'us samawat wal ardl (maha pencipta langit dan
bumi), merupakan penegasan bahwa Islam pun menghendaki kehidupan ini
indah dan tidak lepas dari seni. Arti Badi' adalah pencipta pertama dan
berkonotasi indah. Berarti, Allah mencipta langit dan bumi dengan
keindahan.
Ditinjau dari sisi sosiokultural, sudah menjadi fakta bahwa salah satu
pilar kesuksesan dakwah nabi Muhammad SAW dikalangan masyarakat Arab
adalah strategi beliau dalam mendekati kaum Arab lewat pendekatan seni dan
budaya. Adanya kitab suci Al-Qur’an yang bernilai sastra tinggi di
lingkungan yang sangat menghargai sastra budaya pada saat itu merupakan
bukti bahwa melalui budaya masyarakat mudah menerima ajaran-ajaran
Islam. Begitu juga dalam menetapkan hukum atas sesuatu, beliau tidak
menghilangkan budaya yang ada, melainkan hanya meluruskan hingga sesuai
dengan ajaran-ajaran Islam.
Dalam pengertian yang luas, dakwah punya kaitan simbiosis dengan
seni, dimana makna dan nilai-nilai Islam dapat dipadukan. Narnun dalam hal
ini perlu adanya konsep dakwah yang lebih strategis lagi, dengan pengelolaan
secara profesional yang mampu mengakomodasi segala permasalahan sosial.
Di sini, seni dapat menjadi metode atau media dakwah, namun juga menjadi
sasaran antara bagi dakwah Islamiyah itu sendiri.
Sebagai media atau metode, seni mempunyai proyeksi yang mengarah
30
gilirannya mampu mernbentuk sikap dan perilaku Islami yang tidak
menimbulkan gejolak sosial, tetapi justru makin memantapkan perkembangan
sosial. Sedangkan sebagai sasaran, dakwah diarahkan pada pengisian makna
dan nilai-nilai Islarni yang integratif ke dalam segala jenis seni dan budaya
yang akan dikembangkan.
Pada awal era kejayaan Islam, telah lahir tokoh-tokoh besar dibidang
seni musik. Para ilmuwan muslim telah menjadikan musik sebagai media
pengobatan atau terapi. Kegemilangan peradaban Islam ditandai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan kebudayaan ini bersentuhan erat dengan moral Islam, budaya arab dan
kebudayaan besar lainnya.
Tidak heran jika pada awal kejayaan Islam telah lahir tokoh-tokoh
besar dibidang seni musik. Ada musisi terkenal yang sangat disegani yaitu
Ishaq ibn Ibrahim Al-Mausili (767-850M). Ada pula pengkaji pengkaji musik
yang disegani seperti Yusuf bin Sulaiman Al-Khatib (wafat tahun 785M).7
Munculnya seniman dan pangkaji musik di dunia Islam menunjukkan bahwa
umat Islam tidak hanya melihat musik sebagai hiburan. Lebih dari itu, musik
menjadi bagian dari ilmu pengetahuan yang dikaji melalui teori-teori ilmiyah.
Dalam konteks Indonesia, upaya penyampaian ajaran Islam melalui
media seni sudah memiliki umur yang relatif tua. Para Walisongo dengan
beberapa keahlian keseniannya telah mampu menyebarkan agama Islam
7
31
hingga keberbagai daerah di Nusantara. Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang
adalah dua dari sebagian tokoh penyebar Islam yang menjadikan seni musik
sebagai media dakwah.8
Walisongo muncul saat runtuhnya dominasi kerajaan Hindu Budha di
Indonesia. Kesembilan “wali” yang dalam bahasa Arab artinya penolong ini
merupakan para intelektual yang terlibat dalam upaya pembaharuan sosial
yang pengaruhnya terasa dalam berbagai manifestasi kebudayaan mulai dari
kesehatan, bercocok tanam, berniaga hingga kepemerintahan.
Yang menarik dari kiprah walisongo adalah aktivitas mereka yang
menyebarkan Islam di bumi pertiwi tidaklah dengan armada militer dan
pedang, tidak juga menginjak-injak dan menindas keyakinan lama yang
dianut oleh masyarakat Hindu-Budha yang saat itu mulai memudar
pengaruhnya. Namun, mereka melakukannya dengan cara halus dan
bijaksana. Mereka tidak langsung kebiasaan-kebiasaan lama masyarakat
namun justru menjadikannya sebagai sara berdakwah mereka. Salah satu
media yang mereka gunakan sebagai media dakwah adalah wayang.
B. Karakteristik Seni Islam
Menurut Islam, seni tidak boleh diklasifikasikan kepada subjek atau
objek semata-mata. Ia harus dilihat sebagai Islam sendiri memandang sesuatu.
Ia tidak dilihat pada sudut tertentu tetapi pada sesuatu yang menyeluruh.
8
32
Selaras dengan kehidupan yang telah ditentukan oleh Allah yang telah
dimuatkan dalam firmanNya (Al Quran). Cara praktikal atau amaliyah pula
melalui teladan kehidupan Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, seni Islam
mempunyai noktah dan tujuan yang jelas yaitu sebagai manifestasi beribadah
kepada Allah. Manakala kandungannya pula seiring dengan nilai-nilai Islam.9
Seni Islam mempunyai dasar yang jelas dalam melahirkan proses
kreatif di dalam berkarya. Karya seni Islam senantiasa memberikan arah
tujuan kehidupan manusia yang lurus sesuai dengan fitrah manusia yang
berlandaskan pengabdian, karena Islam mengenal adanya akhirat setelah
dunia. Seperti sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Imam Ahmad, Rasulullah bersabda kepada Umar bin Al Khattab
yang ketika melihatnya mengenakan pakaian yang baru, “kenakanlah pakaian
baru, hiduplah secara terpuji dan matilah sebagai seorang syahid dan Allah
memberimu kesenangan kehidupan di dunia dan akhirat”.10
Berdasarkan tujuan dan kandungan seni Islam maka setiap seniman
Muslim harus memahami nilai-nilai Islam terlebih dahulu sebelum menguasai
sesuatu tentang seni. Dalam arti lain, nilai Islamlah yang akan menjadi
rujukan keseniannya. Seorang seniman yang melahirkan karya seni tidak
terlepas dari pengalaman dan kehidupan yang dijalaninya. Oleh sebab itu, jika
9
Portal Komuniti Muslimah, Seni Islam yang Menyuburkan, dalam www.Hanan.com, diakses, 25 September 2015
10
33
ia memahami nilai-nilai secara baik dan meyeluruh, maka karya seni yang
dihasilkan pasti memancarkan roh keislamannya.
Menurut Sayyed Hossein Nasr di dalam Irfan Abu Bakar, seni Islam
merupakan hasil dari pengejewantahan keesaan pada keanekaragaman.
Artinya seni Islam sangat terkait dengan karakteristik-karakteristik tertentu
dari temapt penerimaan wahyu Al-Quran yang dalam hal ini adalah
masyarakat Arab. Jika demikian, bisa jadi Islam adalah seni yang terungkap
melalui ekspresi budaya lokal yang senada dengamn tujuan Islam. Sementara
itu, bila kita merujuk pada akar makna Islam yang berarti menyelamatkan
ataupun menyerahkan diri, maka bisa jadi yang namanya seni Islam adalah
ungkapan ekspresi jiwa manusia yang termanifestasikan dalam segala macam
bentuk, baik seni ruang maupun seni suara yang dapat membimbing manusia
ke jalan atau pada nilai-nilai ajaran Islam.11
Bukan permasalahan yang mudah untuk mendefinisikan apa
sebenarnya makna seni Islam tersebut. Apakah yang dalam pengungkapannya
memakai bahasa Arab sebagaimana orang awam melihat yang dapat kita
katakan sebagai seni Islam. Ataukah seni yang mendapatkan pengakuan dari
ajaran Islam, ataukah seni yang dalam operasionalnya bernuansa atau
bernafaskan nilai-nilai yang termaktub dalam sumber ajaran agama Islam.12
11
Irfan AbuBakar, Estetika Islam: Menafsir seni dan Keindahan (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 208-210
12
34
Namun demikian, jika merujuk pada pandangan para ahli, mungkin
kita dapat membangun persepsi yang setidaknya sama tentang apa sebenarnya
seni Islam tersebut. Sementara itu, bila kita merujuk pada akar makna Islam
yang berarti meyelamatkan ataupun menyerahkan diri, maka bisa jadi yang
namanya seni Islam adalah ungkapan ekspresi jiwa setiap manusia yang
termanifestasikan dalam segala macam bentuknya, baik seni ruang maupun
seni suara yang dapat membimbing manusia ke jalan atau pada nilai-nilai
Islam.
Dari definisi yang kedua ini bisa jadi seni Islam adalah ekspresi jiwa
kaum muslim yang terungkap melalui bantuan alat istrumental baik berupa
suara maupun ruang. Hal ini juga bisa kita lihat dalam cacatan sejarah
perkembangannya baik seni suara maupun seni ruang.
Dengan defisini demikian, maka setiap perkembangan seni baik pada
masa lampau maupun masa kini bisa dikatakan seni Islam asalkan kerangka
dasar dari definisi-definisi di atas. Dengan kata lain, seni bisa kita kategorikan
seni Islam bukan terletak pada dimana dan kapan seni tersebut
termanifestasikan, melainkan pada esensi dari ajaran-ajaran Islam yang
terejewantahkan dalam karya seni tersebut.13
Ungkapan artistik dalam ajaran Islam yang termanifestasikan dalam
seni ruang dan lainya, membawa kita pada pemahaman bahwa seni Islam
13
35
memiliki karakteristik yang membedakan dengan seni lainnya.
Karakteristik-karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:14
Pertama, seni Islam bercirikan abstrak dan mujarat. Ciri ini didasari
atas munculnya penafsiran seni figural yang berangkat dari pemahaman
bahwa alam ini adalah ilusi yang dinafikan. Namun bagi seni Islam, alam
adalah kreasi seni Tuhan yang dapat dirasa dan diraba.
Kedua, seni Islam bercirikan Struktur Modular. Artinya dalam karya
seni Islam senantiasa dibangun bentuk-bentuk yang lebih kecil yang pada
akhirnya bergabung menjadi bentuk yang lebih komplek.
Ketiga, seni Islam bercirikan gabungan berurutan. Artinya dalam
berbagai bentuknya baik yang berkenaan dengan seni suara, ruang dan gerak,
seni Islam senantiasa terbangun dari komponen kecil yang bergabung secara
berurutan. Gabungan berurutan yang lebih besar tersebut dalam kenyataannya
tidak menafikan keberadaan komponen yang lebih kecil. Justru
gabungan-gabungan tersebut disambung dengan komponen yang lebih besar yang
membentuk gabungan yang lebih kompleks. Contoh dari ini dapat kita lihat
dalam Al-Quran.
Keempat, seni Islam bercirikan perulangan, artinya dalam berbagai
coraknya, karya seni Islam mengandung model perulangan yang tinggi, baik
perulangan motif, struktural moduralnya maupun kombinasi berurutannya.
14
36
Manifestasi dari ciri ini juga kita dapat dalam Al-Quran. Artinya betapa tidak
bisa kita pungkiri bahwa dalam Quran kita temukan model-model
pengulangan. Dari sisi seni Islam ini merupakan karya maha agung yang
menakjubkan, sebab membuat pengulangan yang dibarengi dengan
pengulangan keseragaman makna dan bunyi adalah hal yang luar biasa
sulitnnya.
Kelima, seni Islam bercirikan dinamis. Artinya dalam karya-karya
seni Islam senantias melalui lingkungan masa. Menurut Boas bahwa setiap
seni yang ada pada dasarnya yang sama, yaitu meliputi lingkungan masa dan
ruang. Seni yang meliputi lingkungan masa adalah seni sastra dan seni musik.
Sedangkan seni yang meliputii lingkungan ruang adalah seni tampak atau
bina (arsitektur).15Adapun tari dan drama adalah menggabungkan seni masa
dan seni ruang.
Keenam, seni Islam memiliki kerumitan, jika kita menilik lebih lanjut
terhadap karya-karya seni Islam, maka kerumitan dalam
komponen-komponennya adalah dapat kita temukan. Baik dalam seni kaligrafi maupun
seni ruang. Manifestasi dari kerumitan ini juga kita ungkap dalam Al-Quran.
Artinya pemakain gaya bahasa yang ada dalam Al-Quran dari segi seni Islam
merupakan manifestasi dari gaya bahasa tingkat tinggi yang membangun
sebuah keindahan sastra.
15
37
Seni Islam mempunyai landasan pengetahuan yang diilhami oleh
nilai-nilai spiritual, yang dalam pandangan para tokoh tradisional seni Islam
disebut sebagai hikmah dan kearifan. Salah satu pesan spiritual yang
disampaikan dalam seni Islam adalah kelugasannya dalam menyampaikan
esensi Islam yang jauh lebih mudah dierna oleh pemikiran manusia daripad
penjelasan yang bersifat ilmiah. Sebaris kaligrafi tradisional justru lebih
mampu menjelaskan karakter pesan Islam dibanding dengan ungkapan ilmiah
para modernis dan aktifis.16 Orang akan merasa tenang ketika duduk diatas
karpet tradisional, memandang sebaris kaligrafi , mendengarkan syair klasik
dan tilawah Al-Quran. Betapa ini adalah macam ketenangan psikologis yang
disampaikan oleh berbagai seni dalam Islam.
Seni Islam juga dapat berfungsi sebagai wahana kotemplasi pada
manusia disaat ia disibukkan dengan aktifitas hariannya. Adalah sifat manusia
manakala ia disibukkan dengan aktifitas duniawi, baik berkaitan dengan
ekonomi, politik maupun yang lainnya cenderung untuk melupakan Tuhan.17
Seni Islam adalah sarana yang mampu menembus ruang-ruang kesibukan
manusia dalam segala bentuknya yang membimbing kearah kesadaran akan
keberadaan Tuhan. Hal uyang demikian inilah, bagi penulis yang dikatakan
sebagai pesan spiritual yang tersampaikan dalam karya seni Islam.
16
Sayyed Hossein Nasr, Intelegensi dan Spiritual Agama (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), hlm. 271-271-272
17
38
Walaupun demikian, tidak bisa kita pungkiri juga, bahwa kita sering
kali terjebak pada hal-hal formal. Dengan kata lain, seyogyanya melalui karya
seni Islam, baik seni ruang maupun suara, pesan spiritual yang seharusnya
terbaca oleh setiap individu, justru hanya berhenti pada keindahan bentuk dari
seni Islam tersebut.18 Hal yang demikian itu, bagi penulis tidak ubahnya
sebagai pola keberagaman kita. Artinya, realitas yang terdapat di sekitar kita
tersebut tidaklah mereduksi pemahaman bahwa seni Islam mampu
menyampaikan pesan spiritual terhadap setiap individu.
Jadi, pengakuan seni oleh Islam tidak lepas dari fitrah manusia yang
menuntut keserasian dan keseimbangan antara unsur-unsur fikir, rasa, karsa
dan karya. Dari sisi fungsinya, seni dapat menjadi media mensyukuri nikmat
Allah, dimana Allah telah menganugerahi manusia berbagai potensi, baik
potensi rohani maupun potensi inderawi (mata, telinga dan lai-lain). Fungsi
seni disini ialah menghayati sunnah Allah, baik pada alam, maupun yang
terdapat dalam kreasi manusia.
C. Perkembangan Dakwah melalui Kesenian
1. Era Lampau
Dakwah dimasa lalu menghadapi masalah yang cukup berbeda dengan
masa kini, sehingga para pendakwah di masa lampau mengunakan berbagai
macam pendekatan. Keadaan masa lalu yang harus mengunakan pendekatan
pada kultur yang sudah ada dan kebudayaan, serta agama yang sudah
18
39
berkembang terlebih dahulu di suatu daerah harus mengunakan cara yang
efektif pada masanya yaitu seni yang di minati di masa itu.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa strategi dakwah Walisongo
mempunyai sikap yang sangat moderat terhadap kebuyaan lokal. Mereka
mengadopsi kebudayaan dan tradisi loka dan mengisiya dengan nilai-nilai
Islam. Sikap ini terus dipertahankan, meskipun mereka sudah menjadi
mayoritas dan mempunyai kerajaan Islam.
Walisongo bahkan sengaja mngambil instrumen kebudayaan lokal
tersebut untuk mepromosikan nilai-nilai Islam. Denga kata lain, nilai-nilai
Islam dipromosikan dengan isntrumen kebuayaan lokal. Sebagai mana
contoh, Walisongo mengubah makna konsep “Jimat Kalimah Shada” yang
asalnya berarti “jimat kali maha usada” yang bernuansa theologi Hindu
menjadi makna “azimat kalimat syahada”. Frase yang terakhir merupakan
pernyataan seseorang tentang keyakinan bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan
bahwa Muhammad adalah utusanNya.
Dalam perspektif Islam, kalimah syahadah tersebut sebagai “kunci
surga” yang berarti sebagai formula yang akan mengantarkan manusia
menuju keselamatan dunia dan akhirat. Maksutnya ialah syahadat tersebut
dalam perspektif muslim mempunyai kekuatan spiritual bagi yang
mengucapkannya. Hal ini merupakan pernyataan seorang muslim untuk hidup
dengan teguh memegang prinsip-prinsi ajaran Islam sehingga meraih
kesuksesan di dunia dan akhirat.19
19
40
Nama-nama punakawan sendiri sebagai satu kesatuan sebenarnya yag
mempresentasikan karakteristik kepribadian muslim yang ideal. Semar,
berasal dari kata Ismar yang berarti seseorang yang mempunyai kekuatan
fisik dan psikis. Ia sebagai representasi seorang mentor yang baik bagi
kehidupan, baik bagi raja maupun masyarakat secara umum. Nala Gareng
(Gareng) berasal dari kata Nala Qarin yang berarti seseorang yang
mempunyai banyak teman. Ia merupakan representasi dari orang yang supel,
tidak egois dan berkepribadian yang menyenangkan sehingga ia mempunyai
banyak teman. Petruk merupakan kependekan dari Fatruk ma Siwa Allah
yang berarti seseorang yang beroreintasi dalam segala tindakannya kepada
Tuhan. Ia mempresentasikan orang yang mempunyai konsen sosial tinggi
dengan dasar kecintaan kepada Tuhan. Bagong berasal dari kata Bagha yang
berarti menolak segala hal yang brsifat buruk atau jahat, baik yang berada di
dalam diri sendiri maupun di dalam masyarakat.20
Selain menggunakan wayang, Walisongo juga mengembangkan lirik
dan langgam tembang-tembang macapat yang sudah dikenal dan berkembang
luas di masyarakat. Hanya saja Walisongo turut memberikan nilai-nilai Islam
melalui isi dari tembang tersebut. Walisongo juga menciptakan lagu-lagu
pujian keagamaan dengan model lirik semacam uyon-uyon dan ilir ilir.21
20
Sudarto, Interelasi Nilai Jawa dalam Pewayangan dalam Islam dan Kebudayaan Jawa
(Yogyakarta: Geman Media, 2002), hlm. 173-174
21
41
Jadi, dakwah pada masa lampau juga sering disebut dengan Dakwah
Kultural karena dakwah dilakukan dengan cara mengikuti budaya-budaya
kultur masyarakat setempat dengan tujuan agar dakwahnya dapat diterima di
lingkungan masyarakat setempat.
Dakwah kultural ini hukumnya syah-syah saja asal tidak bertentangan
dengan nilai-nilai syar’i yang sudah baku, misalnya masalah aqidah. Sebab
apabila dakwah yang kita anggap kultural ini kemudian kita salah
menafsirkannya, maka yang terjadi adalah kefatalan. Misalnya saja kita
berdakwah dengan harus mengikuti budaya agama lain yang dapat
menggugurkan nilai aqidah kita, maka dakwah semacam ini tidak boleh
dilakukan.
2. Era Sekarang
Sedangkan di masa sekarang ini dakwah mengalami permasalahan
yang cukup beragam. Dikarenakan masuknya atau munculnya kebudayaan
baru, ideologi-ideologi baru yang tentu saja menjadikan model penyampaian
dakwah lebih bervariasi.
Islam sebagai agama dakwah yang universal mewajibkan umatnya
untuk melakukan internalisasi, difusi, transformasi dan aktualisasi syiar
Islam. karena keuniversalannya itulah Islam mampu menenmpatkan posisi
strategis yang mampu menjawab problematika yang muncul di tengah
masyarakat modern. Untuk itu, suatu kewajiban bagi para da’i untuk
memfungsikan media dakwah secara efektif, sehingga dapat mengarahkan
42
umat. Dengan begitu, maka Islam mampu melaksanakan program dakwah
yang solutif terhadap kompleksitas umat dalam menerima aneka ragam
informasi.22
Dari sekian banyak media massa yang ada, maka film merupakan
salah satu media massa yang sangat efektif dalam pelaksanaan dakwah. Film
memiliki daya tarik tersendiri, dan dapat disajikan dalam berbagai bentuk dan
variasi sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi para penontonnya.
Film merupakan hasil olahan dari berbagai macam komponen, seperti
perwatakan, kostum, properti, alur, plot dan lainya yang mampu mengemas
pesan maupun ideologi dari pembuatnya serta menyampaikan realitas
simbolik dari sebuah fenomena secara mendalam.
Pengaruh film terhadap jiwa manusia sangat besar, ada yang psitif ada
yang negatif. Penonton tidak hanya terpengaruh sewaktu atau selama duduk
menontn, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama. Pengaruh film itu
bukan sebatas pada cara berpakaian dan cara begaya saja tetapi sering
menimbulkan pengaruh yang lebih jauh.23
Belakangan ini cara dakwah lewat film mulai banyak dilirik oleh para
aktivis dakwah di Indonesia. Kesuksesan film Ayat-ayat Cinta menyedot
perhatian seluruh lapisan masyarakat sehingga membuat sebagian aktivis
dakwah tertarik untuk turut berdakwah melalui film. Dakwah melalui film
22
Onong Uchyana Effndy, Komunikasi Dakwah (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1986), hlm. 12
23
43
dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat karena nasehat yang
disampaikan megalir tanpa ada ksan untuk menggurui.
Selain film, musik juga merupakan alat komunikasi yang cukup
efektif untuk digunakan sebagai media dakwah untuk saat ini. Melalui sebuah
lagu seseorang dapat menyampaikan sebuah pesan yang sangat mudah untuk
diterima dalam hati. Musik juga dapat mempengaruhi emosi dan perasaan
seseorang yang menikmatinya.
Seperti halnya Rhoma Irama dengan Soneta Groupnya yang
memproklamirkan The Voice of Muslim, sebagai sebuah ikrar yang
menjadikan musik pada umumnya, khususnya dangdut yang digemari oleh
banyak kalangan masyarakat, disamping sebagai sarana hiburan juga
dijad