30 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Desa Polobogo
Secara topografis desa Polobogo adalah desa di kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, propinsi Jawa Tengah. kecamatan ini berada di kaki gunung Merbabu dan di bawah puncak Telomoyo. Wilayah desa berada pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut dengan curah hujan 2000 mm per tahun, serta memiliki suhu rata-rata harian 33º C.
31 Gambar 4.1
PETA DESA POLOBOGO
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Skala 1:6500
Keterangan :
Puskesmas Pembantu Desa Polobogo
: Kantor Desa :
Posyandu : Gereja :
1. Posyandu Melati 1 Jembatan :
2. Posyandu Melati 2
3. Posyandu Melati 3 Masjid :
4. Posyandu Mawar 1 Sekolahan : M
5. Posyandu Mawar 2 Kuburan :
6. Posyandu Mawar 3 Batas Desa :
7. Posyandu Bugenvil 1 Jalan Propinsi : 8. Posyandu Bugenvil 2 Jalan Desa : 9. Posyandu Bugenvil 3 Jalan Dusun :
Sumber : Kantor Kepala Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
Kec. Banyubiru
Kec. Tuntang
Kota Salatiga Desa
32 Total penduduk desa Polobogo berjumlah 4.456 jiwa, mereka tersebar di sembilan dusun. Penduduk terbanyak berada di dusun Polobogo yang juga menjadi pusat pemerintahan (Krajan).
Tabel 4.1
Sebaran Jumlah Penduduk Menurut Dusun
No. Nama Dusun Kepala Keluarga
Jumlah %
1. Polobogo 273 21.67
2. Metes 99 7.86
3. Sodong 115 9.13
4. Clowok 153 12.14
5. Kebonpete 187 14.84
6. Karangombo 130 10.32
7. Blongaran 110 8.73
8. Breyon 121 9.60
9. Krasak 72 5.71
Total 1260 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
33 Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Penduduk
Satuan (Orang) %
1. Belum Sekolah 322 7.23
2. Tidak Pernah Sekolah 218 4.89
3. Tidak Tamat SD 628 14.09
4. SD 1876 42.10
5. SLTP 812 18.22
6. SLTA 535 12.01
7. D1 31 0.69
8. D2 4 0.09
9. D3 19 0.43
10. S1 11 0.25
Total 4456 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
4.1.2 Fasilitas Kesehatan di Desa Polobogo
34 Adapun bentuk kegiatan dari masing-masing posyandu yakni cek kesehatan ibu dan anak (KIA), imunisasi, penimbangan berat badan balita, ukur tinggi badan balita dan memberikan program tambahan kepada lansia seperti cek gula darah, cek tekanan darah, dan konsultasi kesehatan.
35
4.2 Profil Riset Partisipan Penelitian
Secara umum identitas dari kesepuluh riset partisipan ditunjukkan dalam bentuk tabel 4.3 dibawah ini.
No. Identitas Umur Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan Usia
Pernikahan
Jumlah anak
1 Ibu PH 26
Tahun
Polobogo Islam SMP Ibu Rumah
Tangga
9 tahun 2
2 Ibu KH 32
Tahun
Polobogo Islam SD Ibu Rumah
Tangga
11 tahun 2
3 Ibu CH 33
Tahun
Polobogo Islam SMA Ibu Rumah
Tangga
15 tahun 2
4 Ibu SR 23
Tahun
Polobogo Islam SMA Ibu rumah
tangga dan Bertani
6 tahun 2
5 Ibu MG 32
Tahun
Polobogo Islam SMP Ibu Rumah
Tangga
6 tahun 2
6 Ibu MT 26
Tahun
Sodong Islam SD Ibu Rumah
Tangga
10 tahun 2
7 Ibu NM 46
Tahun
Sodong Islam Tidak
Sekolah
Ibu Rumah Tangga
25 tahun 3
8 Ibu MR 23
Tahun
Sodong Islam SMP Ibu Rumah
Tangga
4 tahun 1
9 Ibu ST 30
Tahun
Sodong Islam SD Ibu Rumah
Tangga
11 tahun 1
10 Ibu EN 19
Tahun
Sodong Islam SMP Ibu Rumah
Tangga
36 Rentang umur ibu menyusui diantara 19-46 tahun. Dari hasil
penelitian kepada 10 ibu menyusui pada dasarnya umur tidak
mempengaruhi ibu menyusui dalam pemberian ASI. Pekerjaan 10
riset partisipan dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga,
sehingga memiliki waktu yang banyak bersama bayinya. Riset
partisipan pada umumnya memiliki 2 anak, namun ada satu ibu
menyusui yang memiliki 3 anak, dan 3 ibu menyusui memiliki 1
anak dalam keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian kepada 10
ibu menyusui yaitu semakin banyak jumlah balita yang dimiliki,
perilaku ibu menyusui dalam hal pemberian ASI semakin baik. Hal
ini dikarenakan adanya pengalaman menyusui sebelumnya.
Jumlah riset partisipan penelitian berpendidikan SMA ada 2
orang, SMP ada 4, SD ada 3, dan tidak menempuh pendidikan
formal hanya ada satu riset partisipan. Berdasarkan hasil penelitian,
pendidikan terakhir 10 ibu menyusui ternyata tidak terlalu
mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku mereka dalam
37
4.3 Profil Anak Riset Partisipan
Rentang umur anak riset partisipan antara 2 bulan sampai 1 tahun. Jumlah anak dengan jenis kelamin
laki-laki ada 7 anak, sedangkan 3 lainnya adalah perempuan seperti tampak pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Profil Anak Riset Partisipan No Identitas
anak
Jenis Kelamin
Tempat Tanggal
lahir Umur anak Tempat dan penolong persalinan
Antropometri BB dan
TB Lahir
1 DD Laki-laki Polobogo, 9-11-2011 7 Bulan BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 9 kg TB : 67 cm
BB : 3300 gram TB : 48 cm
2 RY Perempuan Polobogo, 4-8-2012 2 Bulan BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 6,4 kg TB : 60 cm
BB : 2800 gram TB : 40 cm
3 BE Perempuan Polobogo,12-12-2011 1 Tahun BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 8,5 kg TB : 66 cm
BB : 2700 gram TB : 50 cm
4 PA Laki-laki Polobogo, 19-3-2011 1 Tahun BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 9,6 kg TB : 69 cm
BB : 3000 gram TB : 49 cm
5 LE Perempuan Polobogo, 19-8-2011 1 Tahun BPS
Isnaningisih,
BB : 10,3 kg TB : 68 cm
38
Bandungan, Banyubiru
TB : 48 cm
6 AG Laki-laki Sodong, 18-8-2011 1 Tahun BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 8,7 Kg TB : 62 cm
BB : 3600 gram TB : 51 cm
7 AD Laki-laki Sodong, 3-3-2011 1 Tahun BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 8,4 kg TB : 65 cm
BB : 3100 gram TB :49 cm
8 TI Laki-laki Sodong, 26-12-2011 1 Tahun BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 9,7 kg TB : 68 cm
BB : 2600 gram TB : 44 cm
9 FR Laki-laki Sodong, 15-4-2012 5 Bulan BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 6,9 kg TB : 57 cm
BB : 3000 gram TB : 48 cm
10 FY Laki-laki Sodong, 26-11-2011 1 Tahun BPS
Isnaningisih, Bandungan, Banyubiru
BB : 5 kg TB : 63 cm
39
4.4 Hasil Penelitian
Pada bagian ini peneliti melakukan analisa data
berdasarkan hasil wawancara dan observasi kepada 10 riset
partisipan, yang diwakili 5 dari dusun Polobogo dan 5 dari dusun
Sodong, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, dari tanggal
12 Januari sampai 22 Oktober 2012. Berdasarkan hasil wawancara
dan observasi peneliti menentukan tema-tema dari jawaban setiap
riset partisipan. Pertama, dari segi pengetahuan yakni manfaat
mengenai manfaat menyusui, dampak tidak menyusui, hambatan
yang dialami selama menyusui, posisi menyusui, frekuensi
menyusui, waktu menyusui. Kedua, dari segi sikap yakni motivasi
menyusui, rasa percaya diri ibu dalam menyusui, keluarga, dan
pekerjaan ibu. Ketiga, dari segi tindakan yakni posisi menyusui,
frekuensi menyusui dan waktu menyusui.
Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian ini
adalah teknik analisa deskriptif kualitatif. Untuk memudahkan
peneliti dan pembaca, hasil analisa data dibuat secara terpisah
untuk setiap riset partisipan yang akan dimulai dari riset partisipan
pertama yaitu Ibu PH, kedua ibu KH, ketiga ibu CH, keempat ibu
SR, kelima ibu MG, keenam ibu MT, ketujuh ibu NM, kedelapan ibu
Untuk mengetahui status gizi anak, peneliti menggunakan pengukuran antropometri yakni berat badan,
tinggi badan, dan umur. Kemudian peneliti menentukan status gizi menggunakan standar WHO 2005 seperti
tampak pada tabel 2.
Tabel 4.5. Klasifikasi IMT menurut WHO 2005
Kategorisasi BB/U
Z-Score Klasifikasi
< -3,0 Gizi Buruk
>-3,0 sampai dengan <-2,0 Gizi Kurang
>-2,0 sampai dengan <2,0 Gizi Baik
Z-score >2,0 Gizi Lebih
Kategori TB/U
< -3,0 Sangat Pendek
>-3,0 sampai dengan <-2,0 Pendek
>=-2,0 Normal
Kategorisasi BB/TB
< -3,0 Sangat Kurus
>-3,0 sampai dengan <-2,0 Kurus
>-2,0 sampai dengan <=2,0 Normal
40
4.4.1 Ibu PH
Peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap ibu
PH pada tanggal 6-8 Juli 2012. Ibu PH merupakan riset partisipan
pertama yang peneliti kunjungi. Adapun ciri-ciri fisik dari ibu PH
adalah tinggi badan ± 150 cm, berkulit putih, berambut hitam dan
lurus, bertubuh agak gemuk. Ibu PH berusia 26 tahun, pendidikan
terakhir yang ibu PH tempuh adalah SMP. Dalam kesehariannya
ibu PH bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya
bekerja sebagai tukang kayu dan mereka mempunyai 1 orang anak
perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Anak perempuan ibu PH
berusia 8 tahun sedangkan anak laki-lakinya berusia 8 bulan.
Ibu PH berkomitmen untuk memberikan ASI terhadap
anaknya sejak awal kehamilan anak pertamanya. Hal tersebut
dikarenakan pengetahuan yang didapatkannya dari orangtua,
bidan, dan masyarakat sekitar. Akan tetapi, komitmen ibu PH
tersebut terkendala karena dirinya tidak dapat memberikan ASI
pasca melahirkan kepada anak pertamanya yang disebabkan oleh
faktor alami yakni produksi ASI yang terhambat selama 4 hari
pasca melahirkan. Untuk mengatasi kendala tersebut, hal pertama
yang ibu PH lakukan sambil menunggu produksi ASInya lancar
adalah memberikan anaknya susu formula. Cara ibu PH
melancarkan ASI menurut pengalaman orangtuanya (ibu
Pertama, anak ibu PH bernama DD, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 7 bulan. Hasil pengukuran antropometri berat badan 9 kg serta tinggi badan 67 cm. peneliti menentukan status gizi menggunakan standar WHO 2005.
Tabel 4.6 Status gizi bayi DD
Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi
BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 SD 0,41 Gizi baik
TB/U >-2,0 SD -1,62 Normal
BB/TB -2,0 sampai dengan <2,0 SD 1,79 Normal
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa DD berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan Z-Score >-2,0 sampai dengan <2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing >-2,0 SD dan -2,0 sampai dengan <2,0 yang berarti DD memiliki status gizi normal. Kedua, anak ibu KH bernama RY, berjenis kelamin perempuan dan berumur 2 bulan. Hasil pengukuran antropometri berat badan 64 kg dan tinggi badan 60 cm.
Tabel 4.7 Status gizi bayi RY
Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi
BB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 SD 2,51 Gizi kurang
TB/U >-2,0 SD 2,42 Normal
BB/TB -2,0 sampai dengan <=2,0 SD 0,92 Normal
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa RY berada dalam kategori gizi kurang menurut indeks BB/U dengan
Z-Score >-3,0 sampai dengan <-2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing
Tabel 4.8 Status gizi bayi BE
Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi
BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 0,20 Gizi baik
TB/U >-2,0 -1,85 Normal
BB/TB -2,0 sampai dengan <2,0 1,61 Normal
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa BE berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan Z-Score >-2,0 sampai dengan <2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing >-2,0 SD dan -2,0 sampai dengan <=2,0 yang berarti BE memiliki status gizi normal. Keempat, anak ibu SR bernama PA, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 9,6 kg dan tinggi badan 69 cm.
Tabel 4.9 Status gizi bayi PA
Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi
BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 -1,20 Gizi baik
TB/U < -3,0 -4,96 Sangat pendek
BB/TB -2,0 sampai dengan <2,0 1,87 normal
Tabel 4.10 Status gizi bayi LE
Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi
BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 0,89 Gizi baik
TB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 -2,84 Pendek
BB/TB >2,0 2,97 Gemuk
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa LE berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan Z-Score >-2,0 sampai dengan <2,0 SD. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing >-3,0 sampai dengan <-2,0 dan >2,0 yang berarti LE memiliki status gizi pendek dan gemuk untuk BB/TB. Keenam, anak ibu MT bernama AG, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 8,7 kg dan tinggi badan 62 cm.
Tabel 4.11 Status gizi bayi AG
Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi
BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 -0,41 Gizi baik
TB/U < -3,0 -4,82 Sangat pendek
BB/TB >2,0 3,37 Gemuk
Tabel 4.12 Status gizi bayi AD
Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi
BB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 -2,58 Gizi kurang
TB/U < -3,0 -6,70 Sangat pendek
BB/TB -2,0 sampai dengan <2,0 1,72 Normal
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa AD berada dalam kategori gizi kurang menurut indeks BB/U dengan >3,0 sampai dengan <2,0. Sementara untuk Zscore untuk indeks TB/U dan BB/TB masingmasing <>3,0 dan -2,0 sampai dengan <-2,0 yang berarti AD memiliki status gizi sangat pendek dan normal untuk BB/TB. Kedelapan, anak ibu MR bernama TI, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 9,7 kg dan tinggi badan 68 cm.
Tabel 4.13 Status gizi bayi TI
Indeks Z-Score Nilai Skala Kategori status gizi
BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 0,60 Gizi baik
TB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 -2,15 Pendek
BB/TB >2,0 2,31 Gemuk
Tabel 4.15 Status gizi bayi FR
Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi
BB/U >-2,0 sampai dengan <2,0 -1,33 Gizi baik
TB/U < -3,0 -5,06 Sangat pendek
BB/TB >2,0 3,36 gemuk
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa FR berada dalam kategori gizi baik menurut indeks BB/U dengan >=-2,0 sampai dengan <>=-2,0. Sementara untuk Z-score untuk indeks TB/U dan BB/TB masing-masing < -3,0 dan >2,0 yang berarti TI memiliki status gizi sangat pendek dan gemuk untuk BB/TB. Kesepuluh, anak ibu EN bernama FY, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 1 tahun. Hasil pengukuran antropometri berat badan 5 kg dan tinggi badan 63 cm.
Tabel 4.16 Status gizi bayi FY
Indeks Z-Score Nilai skala Kategori status gizi
BB/U >-3,0 sampai dengan <-2,0 -5,19 Gizi kurang
TB/U < -3,0 -4,90 Sangat pendek
BB/TB < -3,0 -3,81 Sangat kurus
41 Walaupun produksi ASI ibu PH sudah lancar, ibu PH tetap
mengkombinasikan antara ASI dan makanan pendamping ASI,
seperti susu formula dan bubur bayi dengan merek SUN karena
anak pertamanya sudah terbiasa dengan susu formula, akan tetapi
anak pertama ibu PH lebih suka mengkonsumsi susu formula
dibandingkan ASI.
“Aku sudah komitmen pas mengandung anak pertama untuk menyusui. Karena kata orangtuaku dan masyarakat di sini menyusui itu sudah menjadi kebiasaan di desa, bidan juga mengatakan bahwa ASI bermanfaat untuk kesehatan bayi” (A6) “Makanya dek Dila (menyebutkan nama anak pertama subjek) juga menyusui tetapi diselingi dengan susu formula dan sun karena air tetek (red:ASI) saya baru keluar hari keempat setelah lahirke Dila. Setelah ASI keluar, dek Dila malah ndak terlalu suka dan selalu menolak dengan di muntahin gitu mbak, tapi tetap aku kasih dikit-dikit ASInya. Karena dek Dila nda suka ASI, jadi tak kasih susu formula dan sun. Kalo susu formula dan sun cepat di minum sama dia mbak” (A10)
Berbeda dengan pengalaman bersama anak pertamanya,
ibu PH sudah bisa memberikan ASI kepada anak keduanya 30
menit pasca melahirkan. Memasuki usia 8 bulan, anaknya mulai
diperkenalkannya dengan makanan pendamping ASI seperti susu
formula dan bubur bayi merek SUN, akan tetapi selama perkenalan
dengan makanan pendamping ASI tersebut anak ibu PH selalu
menolaknya dengan cara memuntahkan kembali apa yang
dikonsumsinya selain ASI. Berikut pernyataan wawancara yang
mendukung informasi tersebut.
42
“Dedek (menyebutkan anak kedua subjek) dari lahir sampai sekarang umur 8 bulan masih ASI. Ga mau diberi susu formula sama nestle. Kalo diberi langsung dimuntahin sama Dedek” (A10)
Hasil Observasi yang mendukung pernyataan diatas yaitu saat
peneliti datang berkunjung, ibu PH selalu menyediakan makanan
dan minuman seperti teh dan makanan ringan lainnya. Ibu PH juga
meminta anaknya untuk minum juga tapi anaknya selalu menolak
dengan menggelengkan kepalanya.
4.4.1.1 Manfaat menyusui
Ibu PH mengatakan bahwa pengetahuannya akan manfaat
menyusui didapatkan dari buku Kartu Menuju Sehat (KMS),
penyuluhan dari bidan desa serta pengalamannya menyusui
anak-anaknya. Menurutnya manfaat dari menyusui adalah anak
keduanya jarang terkena sakit. Sebab baginya ASI bagus untuk
bayi, merupakan makanan utama dan harus diberikan. Berikut
pernyataan yang mendukung informasi tersebut.
“Saya taunya dari buku KMS, dari bidan desa yang beri penyuluhan waktu Posyandu dan pengalaman memberi ASI dari anak pertama dan kedua ini” (A1.6)
“..Manfaatnya Dedek jarang sakit mba karena air tetek kan bagus untuk bayi dan juga merupakan makanan utama untuk anak mba jadi harus diberikan..” (A10)
Selain anak keduanya jarang sakit, ibu PH juga merasakan
ada manfaat lain dari menyusui tersebut yakni tidak mudah cerewet
atau menangis, memiliki kemampuan belajar dalam hal berjalan
dengan cepat dan lincah, duduk dengan cepat, berbicara atau
43 menyimpulkan bahwa seseorang anak tidak akan kekurangan gizi
jika diberikan ASI. Dari segi lain, ibu PH mengatakan bahwa ASI
dapat menghemat pengeluaran belanja rumah tangga, seperti
pembelian akan susu formula.
“Ya selain jarang sakit, Dedek juga tidak rewel, cepat berjalan, duduk dan lincah anaknya mbak sama cepat bicara. Kaya dedek Kalo manggil-manggil saya biasanya “Ibu” (sambil menirukan gaya anaknya), kalo panggil bapak “Bapak” atau kalo mbahnya (neneknya) “mbah” atau kalo mau netek biasanya “mam” gitu mbak (sambil tertawa terkekeh) (A10.2)
“Lebih pintar anaknya mbak yah seperti cepat berjalan, duduk dan bicara itu mbak” (A10.3)
“Manfaatnya bagi saya itu lebih hemat dan lebih irit mbak jadi ga perlu keluar keluar duit lagi untuk beli susu formula” (A10.4).
Manfaat menyusui juga dapat dirasakan oleh ibu PH sendiri
melalui penurunan berat badannya, di mana sewaktu sedang
mengandung dirinya mempunyai berat badan 60 kg dan sejak
dirinya mulai memberikan ASI berat badannya turun 10 kg. Di
bawah ini pernyataan ibu PH akan hal di atas.
“…dan waktu hamil dan setelah melahirkan badan saya gemuk kan mba sampe 60 kg tapi setelah saya menyusui saya kurus lagi sekarang udah 50 kg sewaktu nyusui Dila juga seperti itu dan menyusui Dedek ini juga sama dan tetek (payudara) saya juga nda sakit mba” (A10)
Berdasarkan observasi terhadap aktivitas ibu PH dan
anaknya. Peneliti mendapatkan data bahwa pengetahuan ibu PH
sebagian besar diperoleh dari pengalamannya selama menyusui
anak pertama dan anak kedua. Hal tersebut peneliti lihat lewat
tingkah laku keaktifan anak pertama yang berbeda dengan anak
44 anak kedua yang aktif. Sebagai contoh ketika peneliti datang anak
kedua lebih akrab dan aktif bermain dengan peneliti dibandingkan
anak pertama yang malu-malu bila diajak bermain dengan peneliti;
dalam hal mengungkapkan sesuatu tingkah laku anak pertama
malu-malu untuk mengungkapkan kalau dia ingin peneliti menyisir
rambutnya sedangkan anak kedua tidak ragu untuk meminta untuk
digendong dan dipangku oleh peneliti.
Peneliti : “ Ade sini kaka sisir rambutnya, kan mau pergi ke ulang tahun temanya yah?”
Ibu PH : “Ooo mau mbak kata Dila disisir sama mbak tapi dia malu-malu untuk bilang ke mbak. sana duduk samping mbaknya kalau mau disisir ini ikat rambutnya dek dibawa”
4.4.1.2 Dampak tidak menyusui
Berdasarkan pengalaman ibu PH selama menyusui
anak-anaknya ternyata ada perbedaan dampak dari tidak memberikan
ASI sejak awal kelahiran, di mana anak pertamanya yang baru bisa
diberikan ASI setelah 4 hari pasca melahirkan dan diberikan susu
formula memiliki kemampuan belajar akan berjalan dan berbicara
yang lama dan lambat dan mudah terkena penyakit sedangkan
anak keduanya yang dapat diberikannya ASI 30 menit pasca
melahirkan memiliki kemampuan belajar yang jauh berbeda dengan
anak pertamanya tersebut, seperti kemampuan belajar akan
berjalan sudah mulai terlihat walaupun sedikit demi sedikit, dan
lincah bahkan tercipta hubungan yang lebih erat (kontak batin)
45 mana pada saat itu anak pertamanya berusia 1 tahun 5 bulan
dirinya memilih untuk bekerja di sebuah pabrik rokok di Ambarawa
sehingga anak pertamanya lebih dekat dengan neneknya. Berikut
pernyataan yang mendukung informasi tersebut
“Anak pertama saya bisa berjalannya lama, kalo anak kedua umur 7 bulan aja sudah bisa berjalan sedikit-sedikit, anaknya lincah, kalo lagi mau ngolek bumbu (menghaluskan bumbu) di dapur dan Dedek ada pasti dilempar sama dia mbak” (A11) “Mudah sakit mbak, kaya dek Dila kan lebih banyak minum susu formula jadi kalo di kampung lagi musim demam atau flu dek Dila pasti sakit juga kalo dedek ini ga mudah sakit mbak, tahan gitu tubuhnya itu mbak dan juga saya sama anak kedua tambah sayang bukan berarti ga sayang sama anak pertama hanya saja karena menyusui ke sayanya lebih lama jadi hubungan saya ke anak kedua lebih erat mbak, kalo anak pertama kan dia dari umur 4 hari sudah susu formula sama nasi yang dibuat bubur dan dila umur 1 tahun 5 bulan saya sering tinggalin sama ibu saya karena saya bekerja jadi karyawan pabrik rokok di Ambarawa mbak ”(A11.1)
“ASIkan makanan utama kan mbak yang udah ada ditiap perempuan, kayak aku merasakan kalo dia sakit gitu aku pasti tau kalo dia sakit, sama gimana yah mbak kayak ada kontak batin antara aku dan anak kedua” (A11.2)
“Jalannya sama bicaranya termasuk lambat mbak ga lincah kaya adeknya ini” (A11.3)
Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap aktivitas ibu
PH dan anaknya. Peneliti mendapatkan data bahwa pengetahuan
ibu PH mengenai dampak anak tidak diberi ASI diperoleh dari
pengalaman ibu PH selama menyusui anak kedua dan anak
pertama yang diberi ASI bersamaan dengan susu formula. Hal
tersebut peneliti dapat lihat dari kemampuan berdiri, berjalan,
berlari dan duduk serta kemampuan anak ibu PH yang kedua
mengangkat asbak rokok yang terbuat dari tanah liat dengan kuat
46 4.4.1.3 Hambatan yang dialami selama menyusui
Selama proses menyusui banyak hambatan yang dialami
oleh Ibu PH. Pertama, ASInya yang tidak keluar selama 4 hari
pasca melahirkan anak pertamanya. Menurut ibu PH, hal tersebut
merupakan sesuatu yang biasa terjadi pada setiap wanita.
Pengetahuan akan hal tersebut didapatkannya dari ibu kandungnya
yang mengatakan kepadanya ketika dia bertanya mengenai
hambatan tersebut.
“Ada mba, ASI saya keluarnya 4 hari setelah melahirkan jadi saya ga bisa kasih ASI hari pertama” (A12)
“Mungkin karena baru pertama kali menyusui. Ibu saya juga mengatakan hal demikian bahwa perempuan yang baru pertama kali menyusui pasti sulit untuk mengeluarkan ASI dalam beberapa hari” (A12.1)
Untuk mengatasi hambatan tersebut demi menjaga anak
pertamanya dari kekurangan gizi, ibu PH memberikan susu formula
sambil menunggu ASI selama 4 hari. Setelah itu, ibu PH
memberikan anak pertamanya ASI sambil diselingi dengan susu
formula. Kemudian anak pertamanya lebih menyukai
mengkonsumsi susu formula dibandingkan ASI. Sehingga setiap
kali ibu PH memberikan ASI kepada anak pertamanya pasti selalu
ditolaknya. Kedua, hambatan yang lainnya selama proses
pemberian ASI adalah anak pertamanya yang lebih senang
menyusui di payudara sebelah kanan daripada payudara sebelah
kiri karena menurut anaknya tersebut ASI ibu PH pahit. Hal tersebut
47 sakit di Ambarawa, terdapat tumor di payudara sebelah kirinya.
Dampaknya kemudian ibu PH tidak bisa memberikan ASI melalui
payudara bagian kiri. Alternatif dari hambatan tersebut adalah ibu
PH melakukan operasi pengangkatan tumor. Berikut pernyataan
yang mendukung informasi tersebut.
“Saya kasih susu formula aja, tapi setelah 4 hari baru ASI saya keluar dan tak susuin ke anak tapi susu formula juga iya diberikan karena anaknya sudah itu terbiasa sama susu formula. Oh ia mbak Sama kalo nete dilanya cuma netek di tetek saya yang sebelah kiri ga mau yang sebelah kanan, jadi dulu saya pernah dioperasi” (A12.2)
“Kata dokternya itu ada tumor, karena ga disusui ke Dila jadinya dioperasi tapi sekarang sudah sembuh” (A12.3)
“Aku juga ga tau mbak, mungkin pait kali mbak, karena ada tumor” (A12.4)
Hambatan yang ketiga dialami oleh Ibu PH adalah puting
payudaranya yang lecet karena digigit oleh anaknya pada saat
proses menyusui dan menyebabkan ibu PH harus menahan rasa
sakit pada saat menyusui kepada anak-anaknya. Usaha Ibu PH
untuk mengatasi hambatan tersebut adalah mengoleskan minyak
goreng tepat di puting yang mengalami lecet tersebut. Hambatan
tersebut ternyata dialaminya lebih parah ketika memberikan ASI
kepada anak keduanya karena anak keduanya tersebut lebih sering
membuat puting payudaranya lecet hingga membuat puting
payudara Ibu PH tidak cepat sembuh. Walaupun mengalami
hambatan yang demikian ibu PH tetap berusaha menyusui
anak-anaknya sambil menahan rasa sakit di area puting payudaranya
48
“Ada mbak puting saya pernah lecet digigit dedek waktu menyusui karena gregetan giginya yang baru mau tumbuh jadinya puting saya keiikut digigit gigit gitu sampe lecet jadi kalo menyusui sakit rasanya” (A12.8)
“Waktu itu saya kasih minyak goreng mbak lalu saya oleskan di putting tetek saya dan cepat sembuh terus lecet lagi saya tetap menyusui mbak sambil menahan sakit waktu menyusuinya, ya mau bagaimana lagi kalo ga disusui kasian anaknya saya ga tega karena ASI kan makanan utama mereka mbak dan kalo dikasih tetek saya jadi bengkak karena penuh kalo gitu jadinya sakit mbak ja di harus dikasih mbak” (A12.9)
4.4.1.4 Posisi menyusui
Berdasarkan pengalamannya bersama anak keduanya,
pengetahuan Ibu PH akan posisi menyusui adalah berbaring
dipangkuannya karena anak keduanya dapat merasa nyaman dan
bahkan hingga tertidur.
“Menurut pengalaman saya menyusui anak pertama yah mba, adeknya ini merasa nyaman menyusui dengan posisi berbaring baik di pangkuan saya sampai tertidur pulas, setelah itu baru saya pindahin ke kasur” (A13)
“Ho’oh senangnya baring mbak biar langsung tidur, tapi yah kadang ndak langsung tidur juga biasa habis nenen itu langsung maen sama mbaknya” (A13.1)
Posisi pada saat pemberian ASI biasanya disesuaikan
dengan kenyamanan ibu PH dengan anak keduanya. Berikut
informasi yang mendukung. Pertama, anak keduanya lebih
menyukai posisi berbaring dan duduk pada saat menyusui karena
anak keduanya merasa nyaman. Selama proses menyusui baik
dengan posisi menyusui berbaring maupun yang lainnya ibu PH
dengan spontan menepuk-nepuk punggung belakang anak
keduanya. Ibu PH beralasan bahwa hal tersebut dapat menambah
49 kelelahan dengan posisi menyusui berbaring, ibu PH akan merubah
posisi menyusuinya menjadi berdiri sambil menggendong anak
keduanya. Walaupun anak keduanya tidak menyukai posisi
menyusui berdiri karena bagi anak keduanya posisi tersebut tidak
membuatnya nyaman. Cara anak keduanya menyatakan
ketidaknyamanannya adalah menolak puting payudara ibu PH yang
dimasukkan ke dalam mulutnya.
“Kalo Dedek itu mbak kadang-kadang ga suka digendong maunya berbaring sama duduk aja, jadi kalo digendong dia nolak putting susu yang masuk ke dalam mulutnya mbak kalo dibawa duduk baru anteng anaknya mbak (tidak rewel)” (C10)
“Iya mba, kalo tiduran kan bisa langsung tidur dia mba, jadi ga capek. Tapi juga bisa sambil duduk (Sambil memperaga pada anaknya yang baru bangun tidur yaitu dengan meletakkan anak dipangkuannya lalu menyusui ke anaknya sebelah kiri sambil menepuk nepuk bagian bawah belakang anaknya)” (C10.1) “Sudah kebiasaan mba, spontan aja kalo udah menyusui gini pasti tanpa dipikirkan tangan langsung nepuk-nepuk gitu mba, ya adenya ngerasa nyaman waktu menyusui dan biasa langsung tidur” (C10.2)
Kedua, berdasarkan hasil observasi peneliti, diperoleh data
yaitu saat anak ibu PH menangis karena hendak menyusui ibu PH
mengambil sikap duduk dan membaringkan anaknya
dipangkuannya. Tetapi anaknya menolak sambil menangis lalu ibu
PH mengambil sikap berbaring di dipan dan membaringkan
anaknya dengan posisi berhadapan dan anaknya pun menyusui
dengan tenang. Ketiga, Setelah peneliti melakukan pengamatan
terhadap keluarga ibu PH. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa ibu
PH menyusui anaknya sesuai dengan kenyamanan anaknya. Hal
50 keduanya yang meminta menyusui di dalam kamar dengan posisi
berbaring dan ibu PH pun menuruti keinginan anaknya dan
mengajak peneliti untuk ikut ke dalam kamar sambil berbincang
dan menemani ibu PH yang sedang menyusui anak keduanya
dengan posisi berbaring.
4.4.1.5 Frekuensi Menyusui
Dalam hal frekuensi menyusui, ibu PH mengatakan dalam
sepengetahuannya dalam sehari kurang lebih anak keduanya
biasanya melakukan proses menyusui dengan frekuensi 10 kali.
“Sering mbak, bisa lebih dari 10 kali” (A14)
Dalam sehari-hari ibu PH menyatakan bahwa dia bisa
melakukan proses menyusui dengan anak keduanya secara
berkali-kali yang di mulai dari anak keduanya bangun tidur hingga
menjelang tidur malam. Akan tetapi pada dasarnya proses
menyusui tersebut berdasarkan permintaan anak keduanya. Hal
tersebut dinyatakan ibu PH bahwa anak keduanya pernah ingin
menyusui pada tengah malam sehingga ibu PH harus menyusui
anak keduanya dengan kondisi setengah sadar.
“Iya mba tadi pagi saya menyusui, bangun tidur, habis mandi sama tadi pas mau pergi ke rumah mbahnya waktu mau jemput Dila itu” (C11)
51 4.4.1.5 Waktu Menyusui
Menurut ibu PH dengan pengalamannya menyusui bersama
dengan anak keduanya, waktu menyusui yang dihabiskan adalah
5-10 menit.
“Yang saya tau itu mbak 5-10 menit mbak ya biasanya dedek menyusui segitu mbak” (A15)
Secara rutin ibu PH selalu menyusui anak keduanya pada
pukul 6 pagi sebab anak keduanya sudah terbangun dari tidurnya.
Namun, sebelum anak keduanya bangun ibu PH menyempatkan
diri untuk mengerjakan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga,
seperti memasak. Oleh karena itu, ibu PH merasa kesulitan
melakukan profesinya sebagai ibu rumah tangga saat anak
keduanya hendak meminta ASI. Sehingga ibu PH selalu merasa
pekerjaannya yang bisa diselesaikan dalam waktu sehari bisa
seperti seminggu. Selain profesinya sebagai ibu rumah tangga, ibu
PH selalu menyiapkan diri untuk pergi ke rumah mbahnya Dedek
untuk menjemput anak pertamanya dan ibu PH selalu menyusui
anak keduanya sekitar 8 menit sebelumnya.
“Jam 6 an mba, Dedek mah cepat bangunnya, jadi saya harus cepat bangun dan masak supaya selese masak langsung netekin anak. Kalo udah bangun itu susah kerja. Kerjaan sehari jadi seminggu mbak ibaratnya itu” (C12)
52
“Sekitar 8 menit juga mba setelah saya sarapan terus langsung kerumah mbahnya jemput dila, kalo sabtu kan mba Dila nginap di rumah mbahnya. Soalnya mbahnya ga ada temannya disana, Cuma sendiri aja dirumah, pas hari minggunya baru dijemput gitu setiap minggunya mba” (C12.2)
Pernyataan di atas juga didukung dengan hasil
observasi peneliti yaitu peneliti dapat menyimpulkan bahwa
waktu menyusui anaknya berbeda-beda. Hal tersebut peneliti
dapat lihat dari waktu menyusui anak ibu PH saat siang hari
pukul 12.00 WIB saat anak ibu PH bangun dari tidur dia
menyusui selama 5 menit. Setelah itu pukul 14.10 WIB anak
ibu PH menyusui kembali dengan lama menyusui 3 menit,
kemudian menyusui kembali pukul 16.00 WIB dengan lamanya
menyusui sekitar 11 menit dengan posisi berbaring.
Selanjutnya menyusui pukul 18.00 WIB setelah anaknya
bangun tidur dengan lamnya menyusui 4 menit. Setelah
anaknya selesai menyusui kemudian ibu PH memandikan anak
keduanya dan memakaikan baju dan menyisir rambutnya.
Sebelum peneliti kembali ke Salatiga pukul 21.30 WIB anak ibu
PH merenggek untuk disusui sehingga ibu PH harus
membawanya ke dalam kamar dan menyusuinya karena
waktunya untuk tidur buat anaknya dan peneliti kembali ke
53 4.4.1.6 Motivasi ibu menyusui
Ibu PH menyikapi proses menyusui dengan motivasi yang
kuat untuk menyusui anak keduanya pasca melahirkan. Seiring
dengan berjalannya waktu ibu PH mengalami kendala di mana
menurut anak keduanya ASInya memiliki rasa yang pahit
dikarenakan ibu PH sedang terkena demam. Walaupun demikian
ibu PH tetap menyusui anak keduanya dengan posisi berbaring.
Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.
“Tetap menyusui mba sambil berbaring, kasian mba kalo ga di kasih dan kadang-kadang adenya ga mau mungkin karena ASInya pait kali mba” (B10)
“Iya kalo lagi sakit atau masuk angin ASInya pait makanya dedek ga mau menyusui kalopun menyusui ga banyak-banyak mba”(B10.1)
4.4.1.7 Rasa Percaya Diri
Ibu PH ternyata memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi
dalam hal menyusui bersama anak keduanya dalam berbagai
keadaan. Menurut ibu PH, tidak perlu malu untuk menyusui
walaupun harus menyusui depan keluarga, atau tetangga yang
sedang berkunjung kerumahnya karena ibu PH merasa sedih jika
anak keduanya tidak diberikan ASI. Namun, jika orang yang
bertamu ke rumahnya adalah seorang pria secara spontan ibu PH
menyikapi hal tersebut dengan menyusui anak keduanya di dalam
kamar. Ibu PH juga mengatakan bahwa dirinya merasa malu
54 menyusui ibu PH mencari tempat yang sepi atau ke rumah teman
untuk menyusui anaknya.
Berbeda hal jika yang bertamu adalah seorang perempuan,
ibu PH menyikapinya dengan tetap menyusui anak keduanya di
depan tamu perempuan tersebut karena faktor fisik yakni
sama-sama memiliki sepasang payudara.
“Istilahnya menyusui itu mbak ga tau malu jadi tetap aja saya menyusui mbak kan keluarga sendiri sama dengan kalo ibu-ibu datang kaya tetangga gitu mbak saya biasa aja tetap aja menyusui. Kaya lagi ada mbaknya gini saya juga tetap menyusui mbak. Pokoknya sudah ga tau malu deh mbak hehehe (ucap ibunya sambil menyusui Dedek pada saat wawancara berlangsung) karena kasian kalo ga diberi” (B11.2)
“Wah kalo yang waktu itu saya menyusuinya di dalam kamar mbak. Soalnya Dedek udah nangis minta di susui. Kan laki-laki mbak, malu kalo menyusui depan laki-laki kalo sesama perempuan saya gapapa mbak tetap aja saya menyusui kan sama aja, sama-sama punya payudara (sambil tersenyum). (B11.3)
“Iya mbak dedek itu di manapun tetap minta disusui mungkin karena lapar kan dedek cuma minum ASI aja mbak. Wah malu mbak, kan kalo udah melahirkan tetenya tambah besar, jadi saya kalo netein cari tempat yang sepi baru saya tetein gitu, jadi belanjanya jadi lama karena sudah ada anak kecil atau kalo nda aku ke rumah teman dulu untuk netein Dedek” (B11.5)
Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas ibu PH dan
anaknya. Peneliti mendapatkan data bahwa sikap ibu PH terhadap
menyusui dapat dilihat dari percaya dirinya ibu PH menyusui
anaknya ketika peneliti datang berkunjung kerumah ibu PH. Ibu PH
terlihat tidak malu menyusui anaknya walaupun sambil wawancara.
Namun hal serupa tidak ibu PH praktekkan saat petugas PLN
55 anaknya hendak menyusui ibu PH menggendong anaknya
kedalam kamar untuk menyusui.
4.4.1.8 Dukungan keluarga
Ibu PH menyikapi dukungan keluarganya terhadap dirinya
dalam hal menyusui secara positif. Bentuk dukungan yang pertama
berasal dari ibu mertuanya yang selalu menyarankannya untuk
lebih memberikan ASI daripada susu formula dan tidak lupa juga
menyarankan dia untuk membeli jamu serta sayuran, seperti daun
papaya yang dipercaya dapat mempelancar produksi ASI.
“Iya mbak mereka sangat mendukung dan menyarankan untuk memberikan ASI. Dari zaman dulu kan orang desa itu taunya cuman ASI aja” (B12)
“Ibu saya sama mertua memang sangat menyarankan ASI, lagian Dedek ga mau susu formula. Kalo dikasih ga diminum dibuang-buang aja, ga ditelan gitu mba, disembur mungkin karena ga enak jadinya dia ga suka mbak. Sukanya cuma air susu aja mba (sambil tersenyum). Kan saya kerja mbak. Jadinya ya kerjanya keluar dulu demi anak mbak, kasian kalo ditinggal soalnya ga mau susu formula ga ada yang jagain dedek” (B12.1) “Kalo saya mau ke pasar gitu mba beli sayur mereka selalu mengingatkan jangan lupa kalo kepasar beli jamu atau daun papaya supaya ASInya lancar gitu mba” (B12.2)
“Daun papaya itu dibersihkan lalu direbus gitu aja mba terus airnya diminum daunnya bisa buat lalapan terus dimakan. Manfaatnya itu ASI jadi lancar mba soalnya kalo saya ga makan sayur air tete saya ga ada mba jadi harus makan sayur” (B12.3)
Bentuk dukungan kedua datang dari suaminya yakni selalu
memberi ibu PH uang Rp 25.000,00 dengan perincian Rp
20.000,00 untuk membeli sayuran dan Rp 5000,00 untuk membeli
jamu herbal yang dapat melancarkan produksi ASInya.
56 4.4.1.9 Pekerjaan Ibu
Dalam hal pekerjaan ibu PH mengatakan pekerjaan sehari
jadi seminggu. Hal tersebut dikarenakan ibu PH selalu
mengutamakan kebutuhan anaknya seperti mengutamakan
menyusui anaknya walaupun sedang hendak menyelesaikan
pekerjaan rumah atau aktivitas lainnya. Berikut pernyataan yang
mendukung informasi tersebut.
“Ya saya mah ngikutin aja mba jadi kata orang itu pekerjaan yang seharusnya jadi sehari malah jadinya seminggu kalo sudah ada anak gitu mba, biasanya dia paling suka berbaring kalo digendong gitu adeknya nda mau biasa sampe teteknya dilepas ato pernah sampe digigit sama dia” (B13.4)
Seperti halnya dengan aktivitas yang ibu PH lakukan
sebelum peneliti datang yaitu Ibu PH mengatakan pagi tadi dia
pergi ke rumah mbahnya Dedek dan Dila untuk menjemput Dila dan
kembali ke dusun Polobogo pukul 12.00 WIB untuk menunggu
kedatangan peneliti. Ibu PH juga menceritakan tentang ibu PH
keluar dari pekerjaannya sebagai pegawai pabrik karena ibu PH
merasa kasian sama anaknya selain itu juga karena anaknya
menolak minum susu formula. Setiap kali minum susu formula
anaknya selalu memuntahkannya.
57
“Kepikiran terus mba sama anak, khan waktu menyusui dila saya bekerja jadi yang jaga ibu saya, kasian juga sama ibu yang jagain terus kan ibu juga ada pekerjaannya, tapi ya mau bagaimana lagi saya juga harus bantu suami, tapi waktu melahirkan Dedek dan menyusui Dedek saya berhenti bekerja karena Dedek ga mau susu formula maunya ASI aja jadi kasian kalo ditinggal dan ga ada yang jaga mba kalo Dila khan ga mau ASI maunya susu formula aja jadi harus cari duit untuk beli susu itu mba soalnya kalo di kasih ASI dia ga mau malah dimuntahin gitu mba katanya “pait..pait” (sambil menirukan anaknya mengatakan pait pait)” (B13.1)
4.4.1.10 Triangulasi
Pada riset partisipan pertama, triangulasi dilakukan dengan
satu sumber saja yaitu suami ibu PH, bapak WR. Bapak WR
mengatakan bahwa ibu PH sangat rajin dan rutin menyusui
anak-anaknya terutama anak keduanya. Permintaan menyusui dari anak
keduanya akan langsung diikuti oleh ibu PH. Posisi menyusuinya
bisa duduk dan berbaring sesuai keinginan anaknya. Menurut
bapak WR, ibu PH juga sangat penurut kepada orangtua dan
suami, apa yang disarankan oleh orangtua dan suami untuk
kebaikan anaknya maka ibu PH akan langsung menurutinya.
Misalnya ibu PH harus rajin makan daun papaya supaya produksi
58
4.4.2 Ibu KH
Peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap ibu
KH pada tanggal 14-16 September 2012. Adapun ciri-ciri fisik dari
ibu KH sebagai berikut: tinggi badan sekitar ± 145 cm, berkulit agak
gelap, berambut gelombang sedada dan berbadan agak gemuk. Ibu
KH berusia 32 tahun, pendidikan terakhirnya adalah SMP. Ibu KH
berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja
sebagai buruh pabrik sawit di Kalimantan Timur. Mereka
mempunyai 2 orang anak perempuan, di mana usia anak pertama 9
tahun, dan anak kedua berusia 5 bulan.
Walaupun tidak bersama suaminya, Ibu KH tetap komitmen
untuk menjaga dan mengasuh anaknya dengan sebaik-baiknya. Ibu
KH memberikan ASI kepada anak-anaknya 30 menit pasca
melahirkan sesuai dengan anjuran dari bidan yang membantu
persalinan. Hal tersebut dikarenakan setelah melahirkan, bidan
yang membantu proses persalinan ibu KH akan menimbang berat
badan bayi, mengukur tinggi badan bayi, dan membersihkan bayi
dan ibu KH. Setelah semuanya sudah bersih maka bidan akan
memberikan bayinya kepada ibu KH untuk disusui. Berikut
pernyataan yang mendukung informasi tersebut.
59 Selanjutnya, ibu KH tetap menyusui anak-anaknya dengan
diselingi makanan pendamping ASI saat anak-anaknya berusia 2
bulan. Makanan pendamping ASI yang diberikan kepada
anak-anaknya adalah susu formula, bubur, air putih, dan teh hitam manis.
Alasan ibu KH memberikan makanan pendamping ASI adalah
menjaga anak-anaknya dari rasa lapar. Berikut pernyataan yang
mendukung infomasi berikut.
“Mila (Riset partisipan menyebutkan nama anak pertamanya) dari pertama lahir itu langsung disuruh bidane untuk menyusui mbak, terus yang anak kedua ini juga sama masih menyusui” (A10) “…Biar nda lapar aku juga sambil beri minum air putih juga mbak biar nda lapar adeknya soalnya menyusuinya berkurang (Riset partisipan lalu duduk kembali di samping peneliti tapi tetap menyusui anaknya dan sambil bercerita dengan peneliti)” (C11) “Usia 2 bulan itu dah tak kasih sun milna sama susu promina. Kata bidane kan usia 6 tahun baru dikasih. Tapi yaitu aku ga mau. Anaknya nangis terus kok jadi tak kasih sun sama susu promina aja mbak” (C11.1)
“Iya toe mbak, kalo anak cuma ASI aja makanannya kan itu kasian anake kelaperan, jadi biar kenyang dan nda sakit itu tambah makanan lain. Kaya kita orang tua ini kan mbak pasti lapar kalo nda ditambah makanan lain. Kalo cuma minum susu toe itu kan nda kenyang” (A10.8)
4.4.2.1 Manfaat menyusui
Berdasarkan pengalaman ibu KH mengatakan bahwa
manfaat dari menyusui adalah ASI lebih bagus dari pada susu
formula, lebih hemat untuk meminimalisir pengeluaran dalam hal
pembelian susu formula, serta lebih enak dari pada susu formula.
60 Selain itu menurut ibu KH, ASI lebih cepat dan instan dalam
pemberiannya, jadi bila malam hari anaknya terbangun dan minta
susu, ibu KH tidak harus ke dapur untuk mengambil air hangat dan
dingin lalu ditaruh di botol susu. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
dari ibu KH, yakni :
“ASI itu kan cepat mbak, instan, jadi kalo malam hari adeknya bangun minta mimi susu aku nda harus repot kedapur ambil air hangat atau air dingin dan taruh di botol. Tapi kalo menyusuikan langsung aja anaknya netek” (A10.10)
4.4.2.2 Dampak tidak menyusui
Sepengetahuan ibu KH berdasarkan pengalamannya, anak
yang tidak diberi ASI akan mengalami penurunan berat badan,
seperti kurang gizi. Ibu KH mencontohkan anak tetangganya yang
kurus karena tidak diberi ASI oleh orangtuanya yang sibuk dengan
pekerjaannya.
“Berat badannya itu mbak menurun, terus kaya kurang gizi gitu mbak. Aku melihat anak tetangga itu kurus karena ga menyusui mungkin karena orangtuanya sibuk bekerja” (A11)
Walaupun anaknya tidak pernah mengalami kurang gizi, ibu
KH mengakui bahwa anaknya pernah sakit karena di daerah tempat
dia tinggal sedang musim sakit, seperti flu dan demam.
61 4.4.2.3 Hambatan yang dialami selama menyusui
Ibu KH mengakui berdasarkan pengalamannya yang
memberikan pengetahuan bahwa ada hambatan-hambatan yang
sering dialami selama menyusui, seperti puting payudara yang
sering sakit karena anaknya gregetan sebab giginya mulai tumbuh
sehingga tanpa sengaja anaknya menggigit puting susu ibu KH.
Oleh sebab itu ibu KH sering meringgis dan menahan sakit. Namun,
ibu KH tetap berusaha menyusui anaknya. Hal tersebut
dilakukannya demi anaknya. Berikut pernyataan yang mendukung
informasi tersebut.
“Apa yo mbak. Ini puting yang sering sakit karena kasar waktu neteknya (sambil meringgis menahan sakit). Apalagi sekarang giginya udah tumbuh dua karena gregetan jadine di gigit gigit putingnya sampe pernah mau putus rasanya puting aku waktu itu mbak, mulut anak kecil itukan kasar kalo netek seenakke dewe (seenaknya sendiri)” (A12)
“Ya tetap tak susui mbak, ntar sembuh sendiri putingnya yang sakit. Sambil menahan sakit yo aku tetap menyusui, ini semua demi anak” (A12.1)
Hambatan lainnya menurut ibu KH adalah makanan pedas.
Sebab menurutnya jika dia mengkonsumsi makanan pedas maka
anaknya akan terkena diare. Oleh karena itu dia berusaha
menghindari makanan-makanan pedas.
62 4.4.2.4 Posisi Menyusui
Menurut sepengetahuan ibu KH ada beberapa posisi
menyusui berdasarkan pengalamannya, yaitu menyusui dengan
posisi berdiri atau duduk karena menurut ibu KH, anak kecil banyak
maunya dan harus dituruti.
“Iya, kalo dipaksa untuk netek sambil tiduran ga mau juga jadi mau ga mau diajak jalan-jalan atau duduk supaya mau menyusui. Namanya anak kecil kan mbak banyak maunya dan harus dituruti” (A13)
Ibu KH mengatakan saat melahirkan dia menyusui dengan
posisi berbaring karena tidak kuat untuk duduk dan oleh bidannya
meletakkan anaknya di samping ibu KH untuk di susui. Menurut
pengalaman ibu KH, posisi menyusui adalah dengan duduk dan bila
anaknya sudah merasa tidak nyaman karena gelisah maka posisi
menyusui adalah berdiri sambil mengendong anaknya untuk diajak
jalan-jalan.
“Posisi menyusuinya waktu itu aku berbaring aja mbak kan ga kuat untuk duduk tapi anaknya kuat menyusui. Bu bidannya taruh di samping saya terus ta kasih ASI terus anaknya menyusui”(A13.1)
“Menurut pengalaman aku yah mba, duduk aja biasa menyusui, kalo adeknya ngerasa nda nyaman yah aku ajak jalan-jalan” (A13.2)
“Gelisah gitu kalo disusui”(A13.3)
Mengenai posisi menyusui, ibu KH melakukan beberapa
tindakan, seperti jika dia merasa lelah saat menyusui ibu KH akan
berbaring sambil menyusui anaknya dan anaknya secara spontan
63 merasa capek dan tertidur pulas. Main-main yang dimaksud adalah
anaknya memasukkan puting ibunya ke dalam mulutnya tapi tidak
diisap sama anaknya hanya dimasukkan saja.
“Adeknya ikut berbaring juga mbak. Tapi sambil maen-maen gitu sampe capek dan puas menyusui baru tidur nyenyak enak”(C10.3)
“Ini teteknya ini dimasukin ke mulut tapi nda diisap hanya diemut aja gini mbak” (C10.4)
Ibu KH juga melakukan posisi duduk saat menyusui akan
tetapi anaknya sering meminta dirinya untuk menyusui dengan
posisi berdiri sambil digendong. Menurut ibu KH, dia merasa
nyaman menyusui dengan posisi tersebut karena sudah ada
pengalaman menyusui anak yang pertama. Ibu KH sendiri lebih
suka menyusui anaknya dengan posisi berbaring karena baginya
posisi tersebut tidak membuatnya lelah. Akan tetapi dia akan
melakukan berbagai posisi menyusui, seperti posisi menyusui
duduk, berbaring dan digendong karena semua posisi menyusui
tersebut harus sesuai dengan kenyaman anaknya. Jika anaknya
tidak merasa nyaman maka anakanya akan mengkomunikasikan
rasa ketidaknyamanan tersebut dengan cara cerewet dan
menangis.
“Posisinya yah gini ini mbak (riset partisipan sambil menyusui anaknya yang ada dipangkuannya) sambil duduk tapi ya kadang anaknya minta sambil digendong. Paling sering itu digendong mbak” (C10)
“Nyaman aja mbak udah biasa kaya gini kan udah pengalaman sama mbaknya ini jadi pas punya anak kedua ga repot-repot amat” (C10.1)
64
“Tiduran bisa, duduk bisa, digendong sambil ajak jalan juga suka tergantung suasananya aja mbak misalnya kalo adeknya nangis, cerewet gitu ya ta ajak duduk atau ga ajak jalan-jalan sambil digendong gitu” (C10.5)
Pernyataan diatas didukung dengan hasil observasi selama
berada di rumah ibu KH. Di mana pada saat itu, ibu KH yang
sedang menyusui anaknya dengan posisi menyusui duduk tiba-tiba
anaknya rewel dan akhirnya ibu KH memutuskan untuk menyusui
anaknya dengan posisi menyusui berdiri sambil digendong.
4.4.2.5 Frekuensi menyusui
Ibu KH tidak mengetahui berapa kali dalam sehari harus
menyusui karena menurutnya lebih baik menunggu anak meminta
ASI.
“Berapa kali yah mbak, aku ndak tau. Tunggu anaknya minta baru dikasih gitu aja”(A14)
Selama ibu KH sakit, frekuensi menyusui terhadap anaknya
berkurang di mana biasa delapan kali menjadi empat kali. Selain
itu, menurut ibu KH rasa ASInya tidak enak di mulut anaknya
sehingga frekuensi menyusui anaknya berkurang. Oleh karena itu
ibu KH mengambil tindakan dengan memberikan air putih kepada
65
“Menyusuinya berkurang mbak. Biasa sehari delapan kali sekarang cuma bisa empat kali sehari. Ya cuma dikit-dikit aja minumnya mbak. Lagi pula selera menyusuinya itu berkurang. Setiap diberi ASI itu dikeluarkan sama adeknya ini, kalo pun nda dikeluarin itu cuma diisap sedikit aja terus nangis lagi (Ucap riset partisipan dengan wajah sedih sambil menatap wajah anaknya). Nafsu makannya juga berkurang. Tak kasih sun nestle itu dikeluarin terus. Biar nda lapar aku juga sambil beri minum air putih juga mbak biar nda lapar adeknya soalnya menyusuinya berkurang (Riset partisipan lalu duduk kembali di samping peneliti tapi tetap menyusui anaknya dan sambil bercerita dengan peneliti)” (C11)
“Kata orang-orang mbak air susu ne nda enak di mulut adeknya kalo lagi sakit. Makanya adeknya ini nda mau menyusui kalo lagi sakit. Kayak dulu mbak waktu adeknya umur 1 bulan adeknya ini mau sempat tak tinggal karena aku harus rawat inap di rumah sakit. Jadi ASI ne tak peras ngono. Tapi untungnya ga jadi rawat inap” (C11.1)
Pernyataan diatas didukung dengan hasil observasi selama
berada di rumah ibu KH yang dimulai pukul 14.00 WIB sampai pukul
18.00 WIB. Selama berada di rumah ibu KH, dia sudah menyusui
anaknya sebanyak 5 kali.
4.4.2.6 Waktu menyusui
Berdasarkan pengalaman Ibu KH mengatakan waktu
menyusui tidak dijadwalkannya secara khusus. Ibu KH akan
menyusui apabila anaknya menangis dan dengan cara tersebut
anaknya berkomunikasi kepada ibu KH untuk memberitahu dia
sedang lapar dan haus.
“Kalo menyusui adeknya ini sewaktu nangis ya dikasih. Nda ada jadwal khusus, soalnya kalo anak kecil kan mbak, mudah laper. Badannya aja kecil tapi makannya itu walaupun sedikit-sedikit tapi banyak.” (A15)
Dalam pelaksanaannya mengenai waktu menyusui ibu KH
66 menit dan bila malam hari proses menyusui dilakukan hingga dia
bersama anaknya tertidur.
“Wah ga terhitung lamanya mbak, mungkin ya sampe 9 menitan, ya kaya seperti ini lama menyusuinya, ini mau tidur lagi, matanya pejam tapi mulutnya masih bergerak nyedot susunya, kalo malam itu ya sampe tidur” (C12)
“Iya mbak, saya menyusuinya sampe ketiduran, sampai-sampai nda ingat kalo lagi menyusui. Tahu-tahu sudah pagi saja”(C12.1)
Dalam setiap kegiatannya, seperti dirinya hendak pergi ke
Balai Pengobatan, ibu KH selalu menyempatkan diri untuk
menyusui anaknya selama 5 menit walaupun anaknya sedang tidak
ada selera untuk menyusui karena sedang sakit.
“Yah itu nda terlalu lama, cuman 5 menitan aja mbak” (C12.4) “Soale kan mbak masih sakit, jadi selera menyusuinya itu berkurang dan juga buru-buru mau ke Balai pengobatan itu”(C12.5)
Berkaitan dengan hasil observasi frekuensi menyusui anak ibu KH.
Peneliti menghitung waktu yang digunakan anak ibu KH menyusui
yaitu setiap kali menyusui anak ibu KH memerlukan waktu 4-5
menit.
4.4.2.7 Motivasi ibu menyusui
Ibu KH menyikapi kelahiran anaknya dengan motivasi yang
kuat untuk menyusui. Motivasi ibu KH tersebut menurutnya dimulai
pada saat usia anaknya 1 bulan dia pernah mengalami sakit akan
tetapi dia tetap menyusui anaknya.
67 Kemudian ibu KH termotivasi untuk menyusui karena
menurutnya ASI lebih bagus daripada susu formula dan lebih hemat
sebab ASI tidak seperti susu formula yang memerlukan biaya untuk
membelinya. Hal tersebut dilakukannya karena faktor ekonomi
keluarga, di mana kiriman uang dari suaminya yang bekerja di
Kalimantan Timur tidak pernah menentu.
“ASI kan lebih bagus dari pada susu formula jadi diberi ASI selain itu irit biar ga keluar duit beli ASI soalnya suami saya di Kalimantan itu ga nentu kiriman duitnya jadi saya juga bantu sambil kerja karena lagi menyusui ini makanya berenti kerja mbak ” (B10.1)
4.4.2.8 Rasa percaya diri
Ibu KH memiliki rasa percaya diri yang cukup baik untuk
menyusui anaknya. Sebab ibu KH selalu melihat-lihat terlebih
dahulu siapa yang bertamu ke rumah, jika yang datang tamu pria
maka ibu KH menyusui menunggu sampai tamu pria tersebut
pulang atau membawa anaknya ke kamar atau ke dapur untuk
menyusui.
“Dilihat-lihat dulu kalo tamunya perempuan ya tetap menyusui tapi kalo laki-laki ya tunggu sampe pulang dulu baru menyusui kalo ga yah bawa ke kamar dulu atau kedapur terus baru kasih mimi di sana kalo udah baru ke depan lagi, jadi minta tolong bapak dan ibu mertua dulu yang nemenin sementara saya masih mimiin adeknya” (B11.1)
Berdasarkan observasi dari perkunjungan ke rumah ibu KH,
kebetulan ada seorang tamu pria sedang bertamu dan ternyata ibu
KH tetap percaya diri untuk menyusui. Ibu KH juga tetap menyusui
68 4.4.2.9 Dukungan Keluarga
Dalam hal dukungan keluarga menurut ibu KH keluarganya
sangat mendukung selama anaknya dalam keadaan sehat dan
baik. Begitu dengan suaminya yang bekerja di Kalimantan Timur, di
mana selalu menanyakan kabar anaknya dan suaminya juga
sangat mendukung ibu KH selama anaknya sehat. Ibu KH
mendapatkan informasi dari bidan yang membantunya melahirkan
bahwa untuk lebih baik memberikan ASI karena asli dan alami dari
pada susu formula dan dapat membuat anaknya sehat.
“Yo kalo keluarga dukung-dukung aja mbak. Selama sehat dan baik-baik aja itu dukung terus mbak” (B12)
“Yah sama aja mbak, dukung juga. Sering ditanyain “kabar adeknya gimana, Sehat-sehat aja kan” gitu kalo ditelpon. Ini kemarin pas lebaran kan mau pulang Kalimantan mbak. Tapi sama suami dilarang. Katane suami nanti aja pas desember sewaktu dia balik dari Kalimantan baru kami ke malang. Sudah kangen juga sama keluarga disana. “Suami saya di kalimantan timur mbak jadi karyawan kebun sawit di sana, jadi pas melahirkan dia ga ada disini, dan sampe sekarang belum liat anaknya yang kecil ini, katanya rencana desember pulang tapi belum tau jadi apa ga, kumpulin uang dulu. kalo untuk dukungan ga ada yang penting anaknya sehat. Bapaknya cuma bisa dengar suaranya saja ga pernah ketemu langsung” (B12.1)
4.4.2.10 Pekerjaan Ibu
Ibu KH menceritakan bahwa pekerjaan dahulu selama masa
kehamilan adalah pedagang yang menjual nasi kuning dan buah
durian di depan rumahnya. Namun, pasca melahirkan ibu KH sudah
menekuni pekerjaan tersebut karena menurut mertuanya dia lebih
baik fokus mengurus anak dan ibu KH membenarkan permintaan
69 mulai tidak kuat apabila bekerja sambil mengurus anak. Menurut
ibu KH, tidak ada masalah apabila tidak berjualan karena
menurutnya lebih enak dan lebih memberikan perhatian kepada
anaknya yang apabila dia bekerja maka anaknya pasti akan
ditinggal-tinggal. Akibatnya adalah anak ibu KH akan lebih sering
menangis dan cerewet bila tidak diberi ASI. Oleh karena itu, hingga
saat ini ibu KH akan menyusui anaknya sampai kenyang. Aktivitas
ibu KH yang berhubungan dengan profesinya sebagai ibu rumah
tangga, seperti memasak dibantu oleh mertua dan anak
pertamanya karena anak pertamanya yang sudah bisa memasak
nasi. Selain itu agar kegiatan ibu KH tidak terganggu, sebagai
contoh ibu KH mengatakan bahwa hari ini dia bangun pagi jadi
sebelum anaknya bangun ibu KH menyempatkan diri untuk mandi
dan pergi ke balai pengobatan untuk melakukan rontgen. Beruntung
setelah semua pekerjaan selesai, anaknya baru bangun dari
tidurnya dan akhirnya ibu KH dapat fokus menyusui anaknya.
“Iya mbak kerja. Saya itu dulu waktu masih hamil adeknya ini jualan nasi kuning, buah durian itu didepan rumah. Pas lahirke adeknya ini, udah nda jualan lagi fokus urus anak dulu oleh mertua gitu mbak dan juga saya ga kuat. Repot kalo ada anak mbak” (B13)
“Ya tidak apa-apa mbak kan lebih enak juga bisa mengurus anak soalnya kalo ga disusui itu anaknya nangis, rewel gitu mbak kasian kalo ditinggal-tinggal” (B13.1)
70
“Tadi pagi itu saya tetap masak nyayur gitu mbak. Bangun pagi-pagi sewaktu adeknya belum bangun terus buru-buru mandi setelah itu sarapan. Adenya bangun baru nyusui dia, terus mandiin. Soale kan mau ke Balai Pengobatan itu untuk rontgen adenya”(B13.4)
4.4.2.11 Triangulasi
Pada riset partisipan kedua, triangulasi dilakukan dengan 1
sumber saja yaitu ibu dari ibu KH namanya ibu AM. Sebab suami
ibu KH sedang bekerja dikalimantan Timur dan ibu KH tingga
bersama orangtua dari suaminya. Jadi peneliti hanya bisa
mewawancarai satu orang saja. Ibu AM mengatakan bahwa
perilaku ibu KH selama menyusui anaknya yaitu ibu KH rajin
menyusui anaknya, hal tersebut dilakukan untuk menjaga
kesehatan anaknya, selain disusui ibu AM juga mengatakan sejak
usia anaknya 2 bulan ibu KH sudah memberikan anaknya air putih
dan susu botol (susu formula) supaya gizinya bertambah.
4.4.3 Ibu CH
Peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap ibu
CH pada tanggal 17-19 September 2012. Ciri-ciri fisik dari ibu CH
adalah tinggi badannya sekitar ± 145 cm, berkulit putih, berambut
ikal sebahu dan agak gemuk, pendidikan terakhir yang ibu CH
tempuh adalah SMA. Pekerjaan suaminya adalah pegawai di
sebuah pabrik rokok di daerah Ambarawa sedangkan ibu CH
berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan sebagai kader posyandu.
71 mengetahui manfaat menyusui bagi anaknya. Mereka mempunyai 1
orang anak laki-laki berusia 12 tahun dan 1 orang anak perempuan
berusia 1 tahun.
Ibu CH menyusui anaknya 30 menit setelah melahirkan
dengan dibantu oleh bidan yang membantu persalinannya. Hal
tersebut dikarenakan setelah melahirkan, bidan yang membantu
proses persalinan ibu CH akan menimbang berat badan bayi,
mengukur tinggi badan bayi, dan membersihkan bayi dan ibu CH.
Setelah semuanya sudah bersih maka bidan akan memberikan
bayinya kepada ibu CH untuk disusui. Berikut pernyataan yang
mendukung informasi tersebut.
“Anak pertama dan kedua ini semua ASI tapi diselingi juga dengan susu formula, soalnya sama bidannya waktu melahirkan itu langsung disusui ke aku mbak, karena air susu pertama itu kan bagus untuk ASI, kira-kira selang 30 menit aq baru disuruh menyusui soalnya kan aku sama anakku dibersihin dulu baru setelah itu menyusui” (A10)
Wawancara pada tanggal 17 September 2012, pukul 14.00 WIB
Ibu CH berkomitmen untuk memberikan ASI terhadap
anaknya sejak awal kehamilan anak keduanya. Hal tersebut
dikarenakan pengetahuan yang didapatkannya dari orangtua dan
pekerjaannya sebagai kader posyandu. Akan tetapi, komitmen ibu
CH tersebut terkendala karena dirinya tidak dapat memberikan ASI
pada hari keenam pasca melahirkan kepada anak pertamanya yang
disebabkan oleh faktor fisik ibu CH yang sedang sakit
menyebabkan produksi ASI tidak lancar, sehingga anak pertama
72 memberikan anaknya susu formula sebagai pengganti ASI. Ibu CH
sendiri mengakui dia tidak pergi ke tenaga kesehatan, dengan
alasan sakit yang dideritanya tidak serius dan tidak butuh
pertolongan dari ketenaga kesehatan.
Berbeda dengan pengalaman bersama anak pertamanya,
ibu CH sudah bisa memberikan ASI kepada anak keduanya 30
menit pasca melahirkan. Selanjutnya, ibu CH tetap menyusui anak
keduanya dengan diselingi makanan pendamping ASI saat anaknya
berusia 3 bulan. Makanan pendamping ASI yang diberikan kepada
anak keduanya adalah susu formula, bubur, air putih, dan teh hitam
manis. Ibu CH beralasan bahwa makanan pendamping ASI dapat
membantu anak keduanya menahan rasa lapar. Seperti
ungkapannya di bawah ini.
73 4.4.3.1 Manfaat menyusui
Berdasarkan pengalamannya ibu CH mengatakan bahwa
ada beberapa manfaat dari menyusui yang dirasakannya selama ini
baik untuk anaknya maupun dirinya. Bagi anaknya manfaat ASI
adalah berat badan anaknya bertambah, daya tahan tubuhnya kuat
sehingga tidak mudah terkena sakit seperti flu. Hal ini dipertegas
dengan pernyataan dari ibu CH sebagai berikut.
“... dan juga berat badannya tambah, daya tahan tubuhnya kebal, ga mudah sakit, flu gitu ga mudah” (A1.3)
Manfaat menyusui juga dapat dirasakan oleh ibu CH sendiri
tidak repot harus membuat susu seperti susu formula, apabila
anaknya haus atau lapar ibu CH bisa langsung memberi ASI,
“Pokoknya kita ga susah-susah harus bikin nah yang jelas itu, kalo haus atau laper langsung kasih aja ga repot-repot…”(A10.3)
Selanjutnya ibu CH merasakan ada penurunan berat
badannya, di mana berat badan yang naik sewaktu sedang
mengandung perlahan-lahan turun hingga kembali normal setelah
menyusui. Sehingga ibu CH menyimpulkan bahwa menyusui lebih
baik daripada minum obat penurun berat badan jika ingin diet pasca
melahirkan. Sebagaimana yang dinyatakan ibu CH berikut ini.
74 4.4.3.2 Dampak tidak menyusui
Menurut ibu CH, dari cont