• Tidak ada hasil yang ditemukan

Emosi marah pada dewasa awal pasca kematian pasangan hidup.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Emosi marah pada dewasa awal pasca kematian pasangan hidup."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Atik Zuhria B37213045

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

viii INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran ekspresi emosi marah dan pengelolaan emosi marah pada wanita yang ditinggal mati pasangan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Subjek penelitian ini adalah wanita dewasa awal yang di tinggal mati pasangannya. Ada tiga subjek yang dijadikan sumber informasi yang masing-masing memiliki dua significant other. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang terjadi pada ketiga subjek ini bahwa mereka mengalami emosi marah yang menjadi masalah terbesar bagi dirinya. Dengan menghadapi tantangan dalam emosi marah yang tejadi, ketiga subjek mampu mengelola emosi marahnya dengan baik. ketiga subyek dapat mengontrol emosi marahnya dengan cara membuat komitmen, relaksasi untuk mengubahnya dan berusaha mengatasinya sendiri sehingga akan menyadari kemarahannya tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing individu dapat mengelola emosi dengan baik ketika individu tersebut dapat menjalani beberapa pengelolaan emosi marah dengan baik.

(7)

ix ABSTRACT

(8)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR LAMPIRAN... vii

INTISARI... viii

ABSTRACK... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... . 7

BAB II PEMBAHASAN A. Konseptualisasi Topik Yang Diteliti... 12

1. Dewasa Awal... 12

a. PengertianDewasa Awal... 12

b. Tugas Perkembangan Dewasa Awal... 13

2. Emosi Marah... 18

a. Pengertian Emosi Marah... 18

b. Ciri-ciri Emosi Marah... 19

c. Aspek-aspek Emosi Marah... 20

d. Faktor-faktor Penyebab Marah... 23

e. Macam-macam Emosi Marah... 26

f. Bentuk-bentuk Ekspresi Emosi Marah... 29

g. Teknik Pengelolaan Emosi Marah... 30

B. Perspektif Teoritis... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43

B. Lokasi Penelitian... 44

C. Sumber Data ... 44

1. Sumber Data Primer... 45

2. Sumber Data Sekunder... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Prosedur Analisis Data ... 47

(9)

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Partisipan... 52

B. Temuan Penelitian... 59

1. Deskripsi Temuan Penelitian... 61

2. Analisis Temuan Penelitian... 85

C. Pembahasan... 92

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(10)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Transkip Wawancara Subjek 1 ... 107

Lampiran 2. Transkip Wawancara Significant Other 1... ... 118

Lampiran 3. Transkip Wawancara Significant Other 2... ... 128

Lampiran 4. Transkrip Wawancara Subjek 2... ... 135

Lampiran 5. Transkip Wawancara Significant Other 1... .... 153

Lampiran 6. Transkip Wawancara Significant Other 2... 163

Lampiran 7. Transkrip Wawancara Subjek 3 ... 170

Lampiran 8. Transkip Wawancara Significant Other 1... 186

Lampiran 9. Transkip Wawancara Significant Other 2... 195

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Manusia adalah makhluk yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama. Kehidupan manusia yang ingin bersama, melakukan kontrak dengan manusia yang lainnya tidak dapat dibatasi karena sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Tidak jarang dari mereka menjalin suatu ikatan lahir batin yang cukup kuat diantara manusia, yakni dengan jalan perkawinan (dalam Nurpratiwi, 2010).

Pernikahan merupakan hal yang paling membahagiakan bagi setiap manusia (Seligman dalam Williams, Sawyer, dan Wahsltrom, 2006). Walau demikian, bukan berarti selama masa pernikahan mereka akan selalu menikmati kebahagiaan seperti yang diimpikan saat masa pacaran (Dariyo, 2003). Kebahagiaan yang baru mereka nikmati akan terhenti saat salah satu dari mereka harus kembali menghadap Tuhan (dalam Mardhika, 2013).

Saat peristiwa kematian terjadi dalam sebuah pernikahan, pasangan yang ditinggalkan menjadi sangat sulit untuk membangun kembali kehidupan tanpa pasangannya (Duvall dan Miller,1985). Seseorang yang ia cintai dan ia harapkan untuk menjadi pelindung serta pemimpin dalam keluarga yang mereka bangun harus meninggalkannya untuk selama-lamanya (dalam Mardhika, 2013).

(12)

terjadi pada usia muda dan secara tiba-tiba, atau kematian yang tidak diharapkan akan dirasakan lebih tragis daripada kematian pada usia tua dan kematian yang terjadi melalui penderitaan penyakit yang lama (dalam Mardhika, 2013). Meskipun peristiwa kematian pasangan mendadak merupakan suatu hal yang berat, namun sebagai makhluk yang tidak dapat merubah ketetapan Tuhan maka manusia diberi kelebihan akal untuk dapat mengubah sikap serta pemikirannya terhadap keadaan itu. Dalam Papalia Olds, & Feldman (2009) dijelaskan kehilangan seseorang karena kematian sering kali dapat membawa perubahan dalam status dan peran. Merupakan suatu fase yang sulit bagi perempuan saat ia kehilangan pasangan hidupnya.

masalah yang muncul pada wanita yang di tinggal mati pasangan hidupnya antara lain masalah emosional seperti marah, kecewa dan sedih. Bila ibu tidak mampu mengelola emosi negatifnya dengan baik, bukan tidak mungkin akibatnya akan berimbas pada anak. Walaupun wanita (single mother) memiliki kekurangan dalam mengontrol emosi, namun hal itu bisa diatasi dengan belajar dan pengalaman.

(13)

seorang single mother yang di tinggal suaminya.

Marah merupakan bagian dari emosi yang mengandung muatan emosi yang negatif. Walaupun termasuk sebagai emosi negatif, akan tetapi kemunculan marah tidak selalu menjadi tanda dari adanya ketidakstabilan emosi, melainkan merupakan emosi alami yang dialami oleh setiap orang baik itu anak-anak, remaja dan orang dewasa (Golden 2003). Hal ini sesuai dengan pendapat Perritano (2011) yang menjelaskan bahwa perbahan kondisi mental kita yang terjadi pada diri kita akan menimbulkan emosi tertentu. Marah memiliki dua sisi yakni sisi positif dan sisi negatif. Memiliki makna positif jika marah diekspresikan dengan cara yang tepat sehinggan dapat membantu individu dalam mengekspresikan berbgai perasaan dengan cara yang dapat diterima lingkungan, membantu menyelesaikan masalah, dan juga memotivasi dalam mencapai tujuan yang positif. (Bhave & Saini 2009). Memiliki makna negatif, jika marah diekspresikan dalam cara yang tidak tepat seperti merusak benda, bertindak agresif baik verbal maupun fisik yang dapat mengganggu hubungan interpersonal.

(14)

bahkan rasa geram yang membuat seseorang marah pada lingkungan dan dirinya sendiri. Begitupun dengan penelitian Maciejewski et al., 2007 (dalam Parkes 2010: 91) mengalami kemarahan ketika kehilangan orang yang dicintainya dan mengalami puncak kemarahan setelah lima bulan setelah duka cita. Kemarahan terkait erat dengan kegelisahan dan ketegangan.

Seperti yang terjadi di Mojokerto seorang wanita berinisial RD yang ditinggal suaminya meninggal diusia 35 tahun. Suami RD meninggal karena penyakit jantung. Saat ini RD tinggal bersama satu anaknya yang masih menginjak usia 4 tahun. Bahkan sebelas bulan setelah ditinggal orang yang dicintainya, RD masih mudah marah baik terhadap dirinya maupun anaknya.

Sama halnya dengan masalah yang dihadapi oleh EU yang saat ini berusia 28 tahun. Masalah yang dihadapi oleh EU sama halnya dengan yang dihadapi oleh RD, keduanya juga ditinggal oleh suaminya. Hanya saja suami EU meninggal dikarenakan penyakit infeks ginjal. Seringkali EU mearasakan kemarahan terhadap dirinya ketika mengalami kesulitan dalam hal ekonomi karena sebelumnya hanya bergantung pada suami yang meninggalkannya. Bahkan EU juga merasa bahwa dirinya sudah kehilangan motivasi yang dimiliki dalam hidupnya. Keduanya mengalami kondisi yang membuat tertekan. Hal ini dikarenakan sosok suami yang dicintainya meninggalkan untuk selama-lamanya.

(15)

suaminya sejak ia berusia 26 tahun. Suaminya meninggal di karenakan kecelakaan sewaktu pulang dari bekerja. Sehingga AM merasa stres dan sempat ingin bunuh diri karena sosok orang yang dicintainya dan menjadi tulang punggung dalam keluarga meninggalkan untuk selama-lamanya.

Pada kasus yang dihadapi oleh RD, EU dan juga AM memiliki kesamaan, yaitu ketiganya ditinggal oleh suaminya. ketiga subjek tersebut masih selalu teringat dan merasakan kesedihan yang mendalam kepada sosok suaminya. Pada saat mengalami kesedihan yang cukup mendalam pada sosok orang yang dicintainya, ketiga wanita tersebut mengalami kondisi yang dapat membuat tertekan hingga marah pada lingkungan dan dirinya sendiri. Hal ini dikarenkan orang yang dicintainya tidak bisa ditemui untuk selama-lamanya.

Hal ini dipertegas dengan pendapat Hurlock (1996), bahwa wanita yang suaminya meninggal biasanya mengalami rasa kesepian yang mendalam. Perasaan ini semakin diperkuat adanya frustasi dari dorongan seksual yang tidak terpenuhi dan adanya masalah ekonomi karena mata pencaharian keluarga tidak mencukupi.

(16)

B. Fokus Penelitian

Pernelitian ini disusun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran ekspresi emosi marah pada dewasa awal pasca kematian pasangan hidup ?

2. Bagaimana gambaran pengelolaan emosi marah pada dewasa awal pasca kematian pasangan hidup ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah disebutkan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menggambarkan ekspresi emosi marah pada dewasa awal pasca kematian pasangan.

2. Untuk menggambarkan pengelolaan emosi marah pada dewasa awal pasca kematian pasangan hidup.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini bagi dunia psikologi adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

(17)

menambah ilmu pengetahuan tentang emosi marah pada dewasa awal.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman pada masyarakat umumnya pada wanita (single mother) yang mengalami emosi marah, sehingga dapat membantu serta memberikan wawasan mengenai emosi marah dan untuk dapat memberikan gambaran mengenai ekspresi emosi marah.

E. Keaslian Penelitian

Guna melengkapi laporan penelitian ini, digunakanlah pijakan dan kajian dari peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang sama tentang Emosi Marah Pada Dewasa Awal Pasca Kematian Pasangan Hidup.

Penelitian yang dilakukan oleh Naufaliasari dan Andriani (2013) yang berjudul “Resiliensi pada Wanita Dewasa Awal Pasca Kematian

Pasangan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

relisiensi pada wanita dewasa awal yang menjadi janda untuk dapat bangkit dari segala persoalan yang mereka hadapi serta berbagai pengalaman hidup sebagai janda di usia muda. Metode penelitian ini menggunakan metode wawancara yang dilakukan terhadap subjek dan significant other. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Naufaliasari

(18)

karena faktor-faktor protektif (internal dan eksternal) yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga ketiga subjek tidak terpuruk dalam kesedihan.

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2013) yang berjudul “Resiliensi dan Dukungan Sosial pada Orang Tua Tunggal

(Studi Kasus pada Ibu Tunggal di Samarinda)”. Metode penelitian ini

menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil menunjukkan bahwa resiliensi sangat penting bagi orang tua tunggal dalam menghadapi kesulitan, tekanan dan keterpurukan. Para ibu tunggal ini justru semakin resilien dan kuat ditengah minimnya dukungan yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya, karena mereka merasa harus membuktikan bahwa ada atau tidaknya dukungan yang mereka terima, mereka harus tetap bertahan untuk orang-orang yang masih membutuhkan mereka, yaitu anak-anak.

Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Mardhika (2013) yang berjudul “Gambaran Pencarian Makna Hidup pada Wanita Dewasa Muda

yang Mengalami Kematian Suami Mendadak”. Tujuan dari penelitian ini

(19)

menjadikan ketiga partisipan memiliki kehidupan yang lebih bermakna setelahnya. Terdapat beberapa sumber yang menjadi makna hidup mereka, yaitu anak-anak, aktivitas, nilai-nilai kebaikan, agama, keimanan, dan peristiwa kematian suami secara mendadak.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan Zulfiana, Suryaningrum dan Anwar (2012) yang berjudul “Menjanda Pasca Kematian Pasangan Hidup”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui mengapa seseorang memilih untuk menjanda pasca kematian pasangan hidup. Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penyebab seseorang mempertahankan status janda dan tidak menikah lagi adalah penilaian yang sangat positif tentang suami yaitu persepsi bahwa suami tidak bisa digantikan. Seorang janda memutuskan untuk tidak menikah lagi karena merasa khawatir akan beban ekonomi menjadi bertambah apabila menikah lagi. Ketidak inginan untuk menikah lagi semakin kuat dengan tidak ada dukungan dari keluarga. Selain itu, keinginan untuk berkonsentrasi pada keluarga juga menjadi penyebab seseorang menjanda pasca kematian pasangan hidupnya.

(20)

pasangan. Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan kekhasan yang terjadi pada seorang wanita karir yang single parent bahwa mereka mengalami adanya pergulatan emosi yang menjadi masalah terbesar bagi penyesuaian dirinya. Perasaan yang muncul tidak hanya perasaan sedih, terkejut dan tidak percaya, tetapi juga muncul perasaan bersalah pada suami, perasaan iri melihat keharmonisan pasangan suami istri dan keluarga yang utuh serta perasaan kecewa akan sikap suami. Dengan menghadapi tantangan dalam pergulatan emosi yang terjadi, wanita single parent mampu memaknai pengalamannya sebagai peralihan tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Makna single parent juga dimaknai sebagai peran orangtua yang lebih fokus dalam pengasuhan anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Utz, Carr, Nesse dan Wortman (2004) yang berjudul “The Daily Consequences of Widowhood”. Metode dalam

penelitian adalah studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsekuensi harian pada janda saat kehidupan akhir bergantung pada individu.

Selanjtnya penelitian yang dilakukan oleh Kleef, De Dreu, dan Manstcad (2004) yang berjudul “The Interpersonal Effects of Anger and

Happiness in Negotiations”. Metode dalam penelitian ini adalah

(21)

Penelitian yang dilakukan oleh Bennett dan Hall (2000), yang berjudul “Narratives of Death: a qualitative study of widowhood in later

life”. Metode dalam penelitian ini adalah wawancara. Hasilnya adalah

menunjukkan bahwa janda mengalami masa-masa sulit setelah kematian suami.

Penelitian yang dilakukan oleh carr (2012) yang berjudul “Death and

Dying in the Contemporary United States: What are the Psychological Implications of Anticipated Death?”. Hasil dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa Subjek dapat menyesuaikan untuk hidup sendiri dan terhadap kematian orang yang dicintai.

Penelitian yang dilakukan oleh Glazer (2010) yang berjudul

“Parenting After the Death of a Spouse”. Penelitian ini merupakan

penelitian fenomenologis kualitatif Adapun Hasil penelitian yang ditunjukkan adalah dari ke enam Subjek dapat merubah menjadi single parenting setelah kehilangan pasangan termasuk kebutuhan untuk merevisi peran parenting dan perannya mendukung. Studi ini memiliki implikasi untuk merancang intervensi dan kelompok setelah kematian pasangan.

(22)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Konseptualisasi Topik Yang Diteliti

1. Dewasa Awal

a. Pengertian Dewasa Awal

Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah seseorang yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Elizabeth Hurlock, Developmental Psychology, 1991). Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Hurlock (1980) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.

(23)

lawan jemisya. Hurlock (1980) mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu initinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya..

b. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Havighurst (dalam Dariyo, 2003) mengemukakan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal sebagai berikut : 1. Mencari dan Menemukan Calon Pasangan Hidup

(24)

2. Membina Kehidupan Rumah Tangga

(25)

anak-anak dalam keluarga. Selain itu, tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara.

(26)

waktu selama beberapa tahun. Bagaimanapun wanita yang ditinggal mati pasangan hidupnya menyebabkan kehilangan yang luar biasa dan juga berbagai masalah muncul dalam hidupnya.

3. Meniti Karir dalam Rangka Memantapkan Kehidupan Ekonomi Rumah Tangga

(27)

prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur sejahtera bagi keluarganya.

4. Menjadi Warga Negara yang Bertanggung Jawab

(28)

Tugas-tugas perkembangan tersebut merupakan tuntutan yang harus dipenuhi seseorang, sesuai dengan norma sosial-budaya yang berlaku dimasyarakat. Bagi orang tertentu, yang menjalani ajaran agama (misalnya hidup sendiri/selibat), mungkin tidak mengikuti tugas pekembangan bagian, yaitu mencari pasangan hidup dan bagian B membina kehidupan rumah tangga. Baik disadari atau tidak, bagian C dan D, setiap orang dewasa muda akan melakukan tugas perkembangan tersebut dengan baik. 2. Emosi Marah

a. Pengertian Emosi Marah

Menurut Davidoff (dalam Safaria dan Saputra, 2012), mendefinisikan emosi marah adalah suatu emosi yang mempunyai ciri-ciri aktivitas sistem syaraf simpatetik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang disebabkan adanya kesalahan yang mungkin nyata salah atau mungkin tidak. Emosi marah adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya, kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (widjaya Kusuma dalam Yosep, 2007).

(29)

respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Menurut Chaplin (dalam Safaria dan Saputra, 2012) emosi marah adalah reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, agresi lahiriah, pengekangan diri, serangan lisan, kekecewaan, atau frustasi. Emosi secara implisit disebabkan oleh reaksi serangan lahiriah, baik yang bersifat somatis atau jasmaniah maupun yang verbal atau lisan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa emosi marah adalah suatu emosi yang disebabkan oleh adanya reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam, baik yang bersifat somatis atau jasmaniah maupun yang verbal atau lisan.

b. Ciri-Ciri Emosi Marah

Hamzah (dalam Safaria dab Saputra, 2012), menjabarkan secara rinci tentang ciri-ciri marah yang terjadi pada seseorang bisa yaitu sebagai berikut:

(30)

2. Ciri pada lidah, yaitu dengan meluncurnya makian, celaan, kata-kata yang menyakitkan, dan ucapan-ucapan keji yang membuat orang berakal sehat merasa risih untuk mendengarnya.

3. Ciri pada anggota tubuh, seperti terkadang menimbulkan keinginan untuk memukul, melukai, merobek, bahkan membuuuh. Jika amarah tersebut tidak terlampiaskan pada orang yang dimarahinya, kekesalannya akan berbalik kepada dirinya sendiri.

4. Ciri pada hati, di dalam hatinya akan timbul rasa benci, dendam dan dengki (hasud), menyembunyikan keburukan, merasa gembira dalam dukanya, dan merasa sedih atas kegembiraannya, memutuskan hubungan dan menjelek-jelekkannya.

Berdasarkan uraian diatas terdapat empat ciri dalam emosi marah yaitu meliputi ciri pada wajah, pada lidah, pada anggota tubuh, dan pada hati.

c. Aspek-Aspek Emosi Marah

(31)

1. Aspek Biologis

Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi denyut jantung meningkat, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan, seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan refleks cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah. Di samping itu, ada seseorang yang tidak menyukai atau marah terhadap bagian tertentu pada tubuhnya, seperti perut buncit, betis terlalu besar, tubuh terlelu pendek sehingga dapat memotivasi seseorang untuk mengubah sikap terhadap aspek dirinya.

2. Aspek Emosional

Seseorang yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin berkelahi, mengamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahkan dan menuntut. Perilaku menarik perhatian dan timbulnya konflik pada diri sendiri perlu dikaji, seperti melarikan diri, bolos dari kerja, atau penyimpangan seksual.

3. Aspek Intelektual

(32)

penyimpangan persepsi seseorang sehingga hal itu dapat menimbulkan marah. Sebagian besar pengalaman kehidupan seseorang melalui proses intelektual, peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi pada lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Oleh karena itu, perlu diperhatikan cara seseorang marah, mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan marah, bagaimana informasi diproses, diklasifikasikan dan diintegrasikan.

4. Aspek Sosial

(33)

5. Aspek spiritual

Keyakinan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah seseorang. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan seseorang dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimilikinya akan dapat menimbulkan kemarahan dan dimanifestasi dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek marah menurut Beck meliputi aspek biologis, aspek emosional, aspek intelektual, aspek sosial, dan aspek spiritual. d. Faktor-Faktor Penyebab Marah

Menurut Purwanto dan Mulyono (dalam Safaria dan Saputra, 2012) Penyebab orang marah sebenarnya dapat datang dari luar dan dalam diri orang itu, sehingga secara garis besar sebab yang menimbulkan marah itu terdiri dari faktor fisik dan psikis.

1. Faktor Fisik

Sebab-sebab yang mempengaruhi faktor fisik antara lain: a. Kelelahan yang berlebihan. Misalnya orang yang terlalu

(34)

b. Zat-zat tertentu yang dapat menyebabkan marah. Mislanya jika otak urang mendapatkan zat asam, orang itu akan lebih mudah marah.

c. Hormon kelamin pun dapat mempengaruhi kemarahan seseorang, hal ini dapat dibuktikan pada sebagian wanita yang sedang haid, rasa marah merupakan ciri khasnya yang utama.

2. Faktor Psikis

Faktor psikis yang menimbulkan marah adalah erat kaitannya dengan kepribadian seseorang.

Menurut Edy Zaqeus (dalam Safaria dan Saputra, 2012) secara garis besar emosi marah bisa disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal antara lain menyangkut pola pandang yang dianutnya, serta kebiasaan-kebiasaan yang ditumbuhkannya dalam merespon suatu permasalahan.

b. Faktor eksternal antara lain adalah situasi di luar diri seseorang yang memancing respon emosional, latar belakang keluarga, serta budaya dan lingkungan sekitar. Sedangkan menurut Wetrimudrison (2005) berdasarkan pengalaman empirik dalam masyarakat, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan orang menjadi marah yaitu :

(35)

Orang yang merasa dirinya paling benar cenderung akan membuat dia akan menyalahkan orang lain. Demikian juga ketika manusia merasa dirinya berkuasa, maka cenderung akan meremehkan orang lain. Apabila dua sikap ini bertemu dalam satu peristiwa pada diri seseorang, maka akan terbentuklah sikap egois.

2. Dendam.

Dendam merupakan perasaan sakit hati yang tersimpan atau terpendam dalam hati seseorang, yang dinilai sangat mudah memicu timbulnya kemarahan. Orang pendendam hidupnya tidak akan pernah tenang, karena setiap dia melihat dan mendengar nama orang yang menyakiti hatinya, setiap itu pula hatinya akan semakin sakit dan marahnya semakin membara pada orang tersebut.

3. Direndahkan, dihina atau dicaci maki

Jarang orang meyadari bahwa seburuk atau serendah apapun diri orang, maka dia tidak akan pernah rela dihina, walalupun sesungguhnyaorang hanya menyebutkan keburukan sifat dan kepribadiannya, karena pada dasarnya setiap manusia punya harga diri.

(36)

marah, minimal dia telah mendengar dan menerima persepsi yang salah terhadap orang lain disebabkan penghasutnya. 5. Momentum yang tidak menyenangkan.

a) Ketika orang dalam kondisi lapar

b) Ketika orang dalam kondisi mengantuk/tertidur

c) Ketika orang sedang dalam kondisi kecewa karena perselingkuhan

d) Ketika orang sedang dalam kondisi sangat serius e) Ketika orang dalam kondisi sakit

f) Ketika orang dalam kondisi sibuk g) Ketika orang dalam kondisi sedih h) Ketika orang sedang kaget

i) Ketika orang dalam kondisi malu

Berdasarkan uraian diatas bahwa faktor penyebab orang menjadi marah menurut Wetrimudrison meliputi merasa diri paling benar dan berkuasa, dendam, direndahkan, dihina atau dicaci maki, sengaja dirangsang untuk dimanfaatkan orang, dan momentum yang tidak menyenangkan diantaranya ketika orang dalam keadaan sedih, dimana wanita yang ditinggal mati pasangan hidupnya mengalami masalah emosional seperti marah, kecewa dan sedih.

e. Macam-Macam Emosi Marah

(37)

demikian juga tingkatannya. Masing-masing manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda, dengan demikian berbeda pula perilakunya.

Al Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin berpendapat

bahwa kemarahan manusia itu banyak macamnya, yaitu lekas sekali marah, lekas terkena marah lalu cepat tenangnya, terlambat marahnya namun lekas habis marahnya.

Gymnastiar (dalam Purwanto dan Mulyono 2006) menjelaskan tentang macam-macam marah yang disebutkan al Ghazali, menurutnya jika ditimbang dari sudut kemarahan, tentang orang itu dapat dikelompokkan dalam empat golongan. 1. Orang yang lambat marah, lambat reda dan lama

bermusuhannya.

Jenis ini sungguh jelek. Bagaimana tidak, seseorang yang sedang marah dan durasi kemarahannya sangat lama, akan kesulitan saat ia harus mengambil keputusan yang tepat. Selain itu, akibat kemarahannya juga, orang lain akan menjauhi karena takut terjerumus dalam bara permusuhan. 2. Cepat marah dan lambat redanya.

(38)

kemarahannya.

3. Cepat marah dan cepat redanya.

Seseorang yang memiliki sifat ini kondisinya cenderung turun naik. Ia dapat marah secara tiba-tiba dan sedetik kembali kepada kondisi semula, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Cepat marah ketika ada sesuatu yang tidak pantas terjadi, namun ia akan reda ketika paham akan latar belakang di balik semua itu. Cepat marah, namun cepat pula redanya.

4. Lambat marah dan cepat redanya.

Orang yang memiliki sifat seperti ini sangat sulit tersinggung, walau di depan matanya terjadi sesuatu yang benar-benar salah. Ia akan mencari seribu satu alasan untuk memaklumi kesalahan orang, memaafkan lalu melupakannya. Namun sekali ia marah, ia akan cepat sekali memaafkan kesalahan orang lain.

(39)

f. Bentuk-bentuk Ekspresi Marah

Menurut Robert (1996) bentuk-bentuk ekspresi emosi marah adalah sebagai berikut :

1. Kesal atau mangkel

Adalah efek dari rasa kekecewaan karena terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan manusia, yang kebetulan pada saat itu perasaan manusia sedang tidak stabil, sehingga dia tidak sanggup menerima kekecewaan itu. Kesal dan mangkel hanya dirasakan oleh orang yang sedang mengalaminya, karena gejolak ini hanya berada dalam hati manusia.

2. Menumpahkan kata-kata yang tidak baik

Marah disini sedikit bisa mengurangi mangkel dan kesal, namun sangat berbahaya bagi orang yang mendengar atau orang yang sedang dimarahi.

3. Diam dan bermuka masam

(40)

kategori marah.

4. Memukul atau menghancurkan

Marah dengan memukul dan menghancurkan adalah tingkat kemarahan yang paling berbahaya, pada level ini orang yang marah kadang tidak sadar dia melakukan pembunuhan atau membakar rumah, bunuh diri dan lain-lain.

g. Teknik Pengelolaan Emosi Marah

Adapun teknik yang sering digunakan untuk mengelola emosi marah adalah C.A.R.E dalam bukunya Hershorn (2002) menjelaskan keempat langkah tersebut sebagai berikut :

a. Commitment to change (komitmen untuk mengubah diri) Langkah pertama dalam mengelola kemarahan adalah komitmen untuk berubah. Individu yang bermasalah dalam mengelola kemarahan haruslah mempunyai sebuah komitmen yang kuat untuk mengubah dirinya. Dengan adanya komitmen yang kuat, individu akan semakin termotivasi untuk belajar mengelola emosi marah dan menerapkan teknik-tekniknya dalam kehidupan nyata. b. Awareness of Your Early Warning Signs (Kesadaran akan

pertanda kemarahan)

(41)

“membentak” begitu saja, setiap amarah pasti memiliki

tanda-tanda peringatan awal. Tanda-tanda itu bisa bersifat fisiologis, tingkah laku, dan kognitif. Dengan belajar mengenali tanda-tanda peringatan awal kemarahan. Seseorang bisa lebih sungguh-sungguh memegang kendali atas tindakan kemarahannya. Tanda-tanda peringatan awal kemarahan meliputi tiga macam pertanda yaitu :

a) Fisiologis

Pertanda fisiologis yang sering muncul antara lain : merasa majah menjadi panas memerah, aliran darah yang cepat di urat nadi, jantung berdebar-debar, napas menjadi lebih cepat, pendek atau tidak stabil, badan terasa panas atau dingin, leher terasa nyeri, rahang menjadi kaku, otot mengeras dan tegang.

b) Tingkah laku

Pertanda tingkah laku meliputi : mengepalkan tinju, gigi mengerutuk, berjalan mondar-mandir dalam ruangan, tidak bisa tetap duduk atau berdiri, berbicara dengan lebih cepat.

c) Kognitif

(42)

dia melakukan hal itu, tidak ada orang yang bicara kepadaku seperti itu, aku akan menunjukkan kepada dia, hal ini tidak bisa diterima.

c. Relaxation (relaksasi)

Relaksasi dan kemarahan merupakan reaksi yang saling berlawanan. Keduanya melibatkan gelombang otak dan reaksi tubuh yang berbeda, sehingga tidak mungkin terjadi bersamaan. Relaksasi merupakan alat bantu yang ampuh untuk mengurangi stres secara umum, mengurangi kemarahan ketika tanda-tanda peringatan awal kemarahan muncul, dan membantu mereka yang mengalami kesulitan tidur. Dengan melakukan relaksasi setiap hari, setiap individu dapat memperoleh manfaatnya. Ada beberapa bentuk relaksasi, yaitu : relaksasi otot, indera, dan kognitif. Relaksasi otot merupakan relaksasi yang disarankan untuk pemula karena relaksasi ini paling mudah untuk dilakukan.

(43)

d. Exercising Self Control with Time Outs (latihan kontrol diri dengan waktu jeda)

(44)

waktu jeda. Jika dewasa tersebut merasakan adanya tanda-tanda peringatan marah lagi, maka dewasa tersebut dapat mengambil waktu jeda lagi.

Teknik pengelolaan emosi marah dalam Islam adalah sebagai berikut :

Ada banyak sekali cara untuk pengelolaan emosi marah, salah satunya dengan menggunakan pendekatan agama. Meskipun emosi marah merupakan sifat yang ada pada diri setiap manusia, namun islam menganjurkan setiap muslim untuk menahan dan mengendalikan kemarahan. Selain dapat menghindarkan diri dari tindakan dan perkataan yang dapat menimbulkan penyesalan di kemudian hari, menahan emosi marah juga dapat mmelihara keseimbangan serta kesehatan fisik dan psikis manusia. Dalam tinjauan ilmu kesehatan, marah dapat menimbulkan penyakit yang merugikan fisik maupun psikis. Oleh karena itulah kita diperintahkan untuk mengendalikan kemarahan.

Salah satu senjata setan untuk membinasakan manusia adalah marah. Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, ngomong jorok, dan lain sebagainya.

(45)

di sekitarnya. Dia bisa banting piring, lempar gelas, pukul kanan-pukul kiri, bahkan sampai tindak pembunuhan. Di saat itulah, misi setan untuk merusak manusia tercapai.

Tentu saja, permsalahannya tidak selesai sampai di sini. Masih ada yang namanya balas dendam dari pihak yang dimarahi. Anda bisa bayangkan, betapa banyak kerusakan yang ditimbulkan karena marah.

Menurut Hujjatul Islam Imam Ghazali, cara mengendalikan dan menahan emosi marah adalah dengan mengetahui dan memahami berbagai keutamaan mengendalikan kemarahan, memaafkan, membiasakan sikap lemah lembut, dan bersabar dengan mengharapkan keridhaan Allah dan balasan yang lebih baik atas ketegaran dan kesabarannya.

Senada dengan yang diungkapkan oleh Syauqi, bahwa obat untuk mengendalikan emosi marah adalah ilmu dan agama. Langkah praktis yang bisa dilakukan antara lain ialah dengan memahami dan merenungkan secara mendalam berbagai dalil dari Al-Quran dan hadits yang menjelaskan tentang keutamaan menahan marah.

(46)

lingkungannya sangat mempengaruhi kemampuan orang dalam mengelola kemarahannya. Setidaknya ada enam langkah yang bisa dilakukan untuk mengobati marah dengan ilmu:

1. Hendaknya seseorang mempelajari dan kemudian merenungkan hal-hal yang berkaitan dengan keutamaan menahan marah, keutamaan sabar, dan memaafkan. Dengan cara ini diharapkan orang akan sadar dan redam amarahnya karena besarnya keutamaan menahan marah.

2. Merenungkan siksaan Allah baik di dunia maupun di akhirat kepada orang yang gemar melampiaskan kemarahan dan pendendam. Padahal Allah telah berfirman bahwa kita diperintahkan untuk mengingat Allah saat marah.

3. Melakukan refleksi dan berdialog dengan diri sendiri berkaitan dengan akibat buruk yang bisa muncul akibat marah yang tidak terkontrol, yakni berupa dendam dan permusuhan.

4. Menyadari bahwa kemarahan yang tidak terkendali layaknya sifat binatang buas yang buruk. Padahal para ulama dan nabi tidak mudah marah dan bersikap penuh santun dan sabar.

(47)

6. Menyadari bahwa kalau kita marah berarti kita mau menyaingi Allah dalam sifat-Nya. Padahal kemarahan Allah itu penuh hikmah dan kebijaksanaan bagi makhluknya, sedangkan marah kita biasanya didasari karena nafsu.

Selain enam cara yang sudah dipaparkan di atas, rasulullah juga menganjurkan agar kita segera mengambil air wudhu untuk menyucikan diri ketika dalam keadaan marah. Sebab marah itu berasal dari api, di mana airlah yang dapat memadamkannya.

Selain dengan cara-cara di atas, berikut ini teknik pengelolaan emosi marah adalah sebagai berikut :

1) Perbanyak membaca ta’awudz

Marah merupakan salah satu perangkap syetan. Maka alangkah tepatnya jika marah mulai menghampiri kita, kita langsung membaca ta’awudz yang mana memiliki arti

memohon perlindungan kepada Allah dari godaan dan gangguan syetan yang terkutuk.

Dengan memperbanyak membaca ta’awudz ketika

(48)

2) Diam

Diam menjadi salah satu cara untuk mengendalikan amarah yang sedang memuncak. Lebih baik berusaha untuk diam daripada bertindak anarkis dan mengeluarkan kata-kata kasar dan mengumpat orang lain.

Pada sebuah hadits Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Imam Ahmad).

3) Mengambil posisi lebih rendah

Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi dan lebih tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan posisi lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya.

(49)

akan sulit untuk bergerak atau melakukan perlawanan pada saat marah.

Dari Abu Dzar Ra, Rasulullah Saw. menasehatkan:

“Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri,

hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa

hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil

posisi tidur.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

4) Segera berwudhu

Marah disebabkan oleh godaan setan, dan setan ini terbuat dari api. Maka untuk memadamkan api kemarahan bisa Anda lakukan dengan air seperti saat berwudhu’, seperti

yang pernah dikatan oleh Nabi Muhammad SAW, bersabda:

“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan

diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu”. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

B. Perspektif Teoritis

(50)

Kematian dapat menimbulkan penderitaan bagi pasangan yang dicintainya. Kematian orang-orang terdekat merupakan kehilangan paling menyakitkan yang dapat dialami oleh wanita yang ditinggal suaminya. Kehilangan seorang yang dekat dan dicintainya karena kematian merupakan suatu yang tidak dapat dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa lain bagi seseorang yang ditinggalkan.

Peristiwa kematian suami akan membuat seorang wanita (single mother) menjadi shock dan merasa terpukul. Kejadian kematian akan memberikan efek yang berbeda-beda terhadap individu. Reaksi seseorang sangat dipengaruhi oleh terjadinya kematian. Menurut Range, Waltson, dan Pollard (1992) kematian memiliki beberapa jenis, antara lain: 1) kematian alami yang dapat diantisipasi (misal: mengidap kanker, AIDS, atau penyakit lainnya), 2) kematian dialami yang tidak dapat diantisipasi (misal: serangan jantung, kecelakaan atau bencana), 3) kematian yang tidak alami yang disebabkan pembunuhan atau bunuh diri (Astuti,2005).

(51)

Menurut Chaplin (dalam Safaria dan Saputra, 2012) emosi marah adalah reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, agresi lahiriah, pengekangan diri, serangan lisan, kekecewaan, atau frustasi. Emosi secara implisit disebabkan oleh reaksi serangan lahiriah, baik yang bersifat somatis atau jasmaniah maupun yang verbal atau lisan.

Kondisi tersebut memunculkan emosi yang negatif seperti mudah marah, mudah tersinggung, cemas tanpa sebab, gelisah, merasa sendirian dan bahkan merasa tidak berguna lagi. Dalam Hurlock (1980) ciri-ciri masa dewasa awal diantaranya adalah masa ketegangan emosional dan masa bermasalah dimana pada masa tersebut dewasa awal mengalami berbagai macam masalah. Masalah tersebut diantaranya mengenai pekerjaan dan perkawinan terlebih saat ditinggal mati pasangan.

Rasa bersalah dan depresi yang dialami oleh wanita yang ditinggal mati pasangan seringkali disertai dengan perasaan tidak berdaya, frustasi, dan kemarahan atas hal yang terjadi serta tehadap ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu yang dapat mencegah kematian orang yang dicintainya. Rasa marah yang ditujukan pada diri sendiri dan lingkungan sekitar.

(52)
(53)

43 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu menurut Moleong (2000) pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain (Larasati, 2005).

Tujuan utama pada penelitian ini adalah ingin menggambarkan mengenai emosi marah pada wanita yang ditinggal mati pasangan. Sesuai dengan pendapat Ghony (2012) yang menyatakan bahwa tujuan terpenting dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena yang dialami subyek penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Selain itu juga mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai masalah yang diteliti.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis fenomenologi. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subyektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Dalam hal ini, para fenomenologis ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang lain (Moleong, 2009).

(54)

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian seperti wawancara dan dokumentasi. Lokasi pengambilan data adalah dirumah masing-masing subjek. Pengambilan data pada subjek pertama adalah RD, wawancara dilakukan dirumah RD yang terletak di desa pasinan, kecamatan jetis, Kabupaten Mojokerto. Untuk significant other subjek pertama adalah saudara kandung subjek yang bertempat tinggal di kota mojokerto dan rekan kerja subjek yang sangat dekat dengan subjek. Sedangkan pada subjek kedua yaitu EU, wawancara dilakukan dirumah EU yang terletak di desa wates, kecamatan jetis, Kabupaten Mojokerto. Untuk significant other subjek kedua adalah ibu subjek yang bertempat tinggal yang sama dengan subjek dan tetangga subjek. Untuk subjek yang ketiga adalah AM, wawancara dilakukan dirumah AM yang terletak di desa puri kecamatan jetis, Kabupaten Mojokerto. Untuk significant other subjek ketiga adalah ibu subjek yang bertempat tinggal yang sama dengan subjek dan adik subjek yang tinggal bersebelahan dengan rumah subjek

C. Sumber Data

(55)

1. Sumber Data Primer

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data utama adalah seorang wanita yang ditinggal mati pasangan. Pada penelitian ini menggunakan tiga subjek agar hasilnya nanti lebih variatif. Subjek pertama RD (nama inisial), dengan usia 35 tahun yang saat ini bekerja di salah satu toko di dekat rumahnya. Subjek yang kedua adalah EU. Saat ini EU bekerja juga sebagai penjaga toko yang tidak jauh dari rumahnya. Untuk subjek yang ketiga adalah AM. Saat ini AM bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang tidak jauh dari rumahnya.

2. Sumber data sekunder

Yang menjadi data sekunder atau data pendukung untuk penelitian ini yaitu subjek pertama adalah MU saudara kandung RD dan rekan kerja yaitu A. Alasan peneliti memilih significant other tersebut adalah karena saudara kandung RD tinggal berdekatan dengan rumah subjek sedangkan rekan kerja adalah sangat dekat dengan subjek sehingga subjek selalu bertemu dengan MU dan A setiap harinya. Untuk significant other subjek kedua yaitu AS dan I. AS adalah ibu subjek yang tinggal serumah dengan subjek sedangkan I adalah tetangga subjek. Alasan pemilihan significant other tersebut adalah keduanya selalu bertemu dengan subjek

(56)

untuk subjek ketiga adalah LP dan RB. Alasan peneliti memilih significant other tersebut adalah karena subjek sangat dekat dengan

LP dan RB sehingga subjek sering bercerita dan lebih terbuka mengenai keluh kesah yang dialaminya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penjelasan tentang peran peneliti akan turut menentukan penjelasan tentang masalah-masalah yang mungkin muncul dalam proses pengumpulan data. Langkah-langkah pengumpulan data meliputi usaha membatasi penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik yang terstruktur maupun tidak, dokumentasi, materi-materi visual, serta usaha merancang protokol untuk merekam/mencatat informasi. Prosedur-prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif melibatkan empat jenis strategi (Creswell, 2014).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2010).

(57)

kelompok tertentu) yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan per kelompok. Wawancara-wawancara seperti ini tentu saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur dan bersifat terbuka yang dirancang untuk memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan (Creswell, 2014).

Pada penelitian ini wawancara digunakan untuk menggali data mengenai emosi marah seperti bagaimana subjek dalam menyelesaikan masalahnya, dan apa saja hal-hal utama yang membuat subjek dapat bertahan untuk tetap hidup tanpa kehadiran pasangan, serta dalam menyelesaikan tugas setiap harinya. Selain itu, wawancara juga digunakan untuk menggali informasi mengenai subjek lebih mendalam melalui significant other (informan). Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama untuk menggali emosi marah pada wanita yang ditinggal mati pasangannya. Wawancara digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dan menemukan keunggulan yang harus diteliti dan juga hal-hal lain dari subyek secara lebih mendalam lagi yang berhubungan dengan emosi marah pada wanita tersebut. Dalam penelitian ini jenis wawancara yang digunakan adalah jenis wawancara semi struktural.

E. Prosedur Analisis Data

(58)

untuk mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin.

Prosedur analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis tematik dengan melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah di verbatim dan deskripsi observasi. Koding adalah pengorganisasian data kasar kedalam tema-tema atau konsep-konsep yang digunakan untuk menganalisis data. Penelitian kualitatif melakukan koding terhadap semua data yang telah dikumpulkan.

Koding dimasukkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang diteliti. Dengan demikian pada gilirannya peneliti akan dapat menemukan makna dari data yang telah dikumpulkan. (Poerwandari, 2005)

Langkah-langkah awal koding dapat dilakukan dengan cara berikut: (Poerwandari, 2005)

1. Peneliti menyusun transkripsi verbatim kata demi kata atau catatan lapangannya sedemikian rupa sehingga ada kolom kosong yang cukup besar disebelah kiri dan kanan transkrip. Hal ini akan memudahkannya membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu diatas transkrip tersebut.

(59)

ini dapat dilakukan dengan memberikan nomor secara urut dari satu baris ke baris lain atau dengan cara memberikan nomor baru untuk paragraf baru.

3. Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Kode yang dipilih haruslah kode yang mudah diingat dan dianggap paling tepat mewakili berkas tersebut. Jangan lupa untuk selalu membubuhkan tanggal di tiap berkas.

F. Keabsahan Data

Moleong (2007) mengutip Screven (1971) untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility), keterahlian (transferability), kebergantungan (dependabiliy),

dan kepastian (confirmability). Dalam penelitian ini menggunakan 2 kriteria dalam melakukan pemeriksaan data selama di lapangan sampai pelaporan hasil penelitian.

(60)

Adapun untuk memperoleh keabsahan data, Moleong (2007) merumuskan beberapa cara, yaitu: 1) perpanjangan keikutsertaan, 2) ketekunan pengamatan, 3) triangulasi data, 4) pengecekan sejawat, 5) Kecukupan referensial, 6) kajian kasus negatif, dan 7) pengecekan anggota. Peneliti hanya menggunakan teknik ketekunan dan triangulasi data.

Pertama, menurut Moleong (2007) ketekunan pengamatan bemaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman. Dengan ketekunan pengamatam peneliti bisa mengetahui secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

(61)
(62)

52 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Partisipan

Subjek utama dalam penelitian ini 3 orang wanita yang ditinggal mati pasangannya. Setiap subjek memiliki 2 significant other untuk membantu memperoleh data yang diinginkan oleh peneliti. Untuk significant other yang dipilih adalah orang terdekat dari subjek yang sekiranya secara nyata mengetahui seluk-beluk subjek ketika subjek mengalami emosi marah sehingga peneliti mendapatkan data yang tepat dan sesuai dengan topik yang diangkat.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara di rumah masing-masing subjek. Adapun waktu penelitian disesuaikan dengan jadwal yang dimilki subyek. Jarak lokasi menuju tempat ketiga subjek cukup dekat yaitu masih dalam satu wilayah yang mudah untuk dijangkau. Selama proses wawancara untuk mengumpulkan data, peneliti perlu berhati-hati dengan setiap pertanyaan agar tidak menyinggung subjek.

1. Subjek pertama

Nama : RD

Usia : 35 tahun

Alamat : Desa Pasinan Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto

(63)

Lama menjanda : sebelas bulan Jumlah anak : satu anak

Jumlah saudara : anak kedua dari 3 bersaudara Significant Other

1) Nama : MU Usia : 40 tahun

Alamat : Desa Pasinan Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto

Hubungan dengan subjek : saudara kandung

2) Nama : A

Usia : 35 tahun

Alamat : Desa Pasinan Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto

Hubungan dengan subjek : rekan kerja

(64)

RD anak kedua dari 3 bersaudara, mempunyai kakak laki-laki yang sudah menikah dan tinggal bersama istrinya. Istri dari sang kakak laki-laki hanya sebagai ibu rumah tangga. Kakak laki-lakinya bekerja sebagai pegawai koperasi. Kakak laki-laki memiliki dua orang anak laki-laki dan perempuan. Kakak laki-laki tinggal bersebelahan dengan rumah RD yang juga dekat dengan tempat RD bekerja. Sedangkan adik RD tinggal bersama orang tua. Orang tua RD bertempat tinggal jauh dari rumah RD. Sehingga RD jarang bertemu dengan orang tuanya. Saat ini adik RD bekerja di salah satu toko baju di dekat rumahnya. Ayah RD bekerja sebagai satpam di salah satu sekolah dekat dengan rumahnya sedangkan ibu RD hanya sebagai ibu rumah tangga.

Dalam kesehariannya RD hanya tinggal bersama anak laki-lakinya. Saat RD bekerja, anaknya di titipkan kepada kakak iparnya karena anak RD tidak ada yang menjaganya dan di ambil saat RD pulang dari bekerja. Kehidupan RD cukup sederhana. Letak rumah RD cukup bagus dan layak di tempati. Sebelum di tinggal suaminya RD hanya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus anak.

(65)

pegawai koperasi, MU berusia 40 tahun. Untuk Significant other yang kedua yaitu A. A adalah rekan kerja RD yang juga teman dekat saat masih sekolah, A berusia 35 tahun.

2. Subjek kedua

Nama : EU

Usia : 28 tahun

Alamat :Desa Wates Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto Suami meninggal : 09 september 2016

Lama menjanda : sepuluh bulan

Jumlah saudara : anak ketiga dari 5 bersaudara Significant Other

1) Nama : AS

Usia : 60 tahun

Alamat :Desa Wates Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto Hubungan dengan subjek : Ibu kandung

2) Nama : I

Usia : 45 tahun

Alamat :Desa Wates Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto Hubungan dengan subjek : tetangga

(66)

suaminya sudah berjalan sepuluh bulan. saat ini EU sedang hamil berusia 5 bulan. Sebelumnya sang suami bekerja di salah satu pabrik paku di dekat rumahnya.

Subjek anak ketiga dari 5 bersaudara, mempunyai dua kakak perempuan yang juga sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Hubungan subjek dengan sang kakak tidak terlalu dekat. Kedua kakaknya bertempat tinggal di luar kota yang jauh dari rumah EU. Kakak kedua EU memiliki satu anak laki-laki dan kakak pertama EU memiliki satu anak perempuan. Sedangkan kedua adik EU masih bersekolah menempuh pendidikan SMA dan untuk adik terakhir EU masih menempuh pendidikan SMP.

(67)

suaminya, EU hanya sebagai ibu rumah tangga karena sang suami tidak memperbolehkan EU untuk bekerja.

Kemudian significant other atau informan pendukung, untuk subjek kedua (EU) memiliki 2 orang yaitu AS dan I. Alasan peneliti memilih AS dan I kaerna dalam kesehariannya EU sering bermain ke rumah I sedangkan EU tinggal satu atap dengan AS sehingga keduanya mengetahui seluk beluk EU. AS merupakan ibu EU, pekerjaannya sehari-hari berjualan makanan di depan rumahnya. AS saat ini berusia 60 tahun. Significant other yang kedua yaitu I. I adalah tetangga EU, I hanya sebagai

ibu rumah tangga, I saat ini berusia 45 tahun. 3. Subjek ketiga

Nama : AM

Usia : 26 tahun

Alamat : Desa Puri Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto Suami meninggal : 05 oktober 2016

Lama menjanda : sembilan bulan Jumlah anak : satu anak

Jumlah saudara : anak pertma dari 2 bersaudara Significant Other

1) Nama : LP

Usia : 49 tahun

(68)

2) Nama : RB Usia : 21 tahun

Alamat : Desa Puri Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto Hubungan dengan subjek : Adik kandung

Subjek ketiga adalah AM. AM adalah seorang wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saat ini AM berusia 26 tahun. AM menikah di usia 24 tahun. Usia pernikahan AM berjalan dua tahun. Suami AM meninggal pada 05 oktober 2016 di usianya yang masih menginjak 29 tahun. AM ditinggal mati suaminya sudah berjalan sembilan bulan. Saat ini AM memiliki anak laki-laki yang masih berusia satu tahun. Sebelumnya sang suami bekerja di salah satu pabrik kertas yang cukup jauh dari rumahnya.

AM anak pertama dari 2 bersaudara, mempunyai adik perempuan yang juga sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Adik perempuannya tinggal bersebelahan dengan rumah AM. Adik AM bekerja sebagai pegawai TU di salah satu sekolah swasta dekat rumahnya. Suami dari adiknya bekerja di pabrik. Adik AM saat ini sedang hamil berusia 15 minggu.

(69)

seorang ibu rumah tangga dan mengurus cucunya (anak subjek) yang masih usia 1 tahun.

Kemudian significant other atau informan pendukung, untuk subjek ketiga (AM) memiliki 2 orang yaitu LP dan RB. Alasan peneliti memilih LP dan RB kaerna dalam kesehariannya AM sering bermain ke rumah RB sedangkan AM tinggal satu atap dengan LP sehingga keduanya mengetahui keseharian AM. LP merupakan ibu AM, pekerjaannya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan mengurus anak EU, LP berusia 49 tahun. Significant other yang kedua yaitu RB. RB adalah adik kandung AM. RB berusia 21 tahun.

B. Temuan Penelitian

1. Deskripsi Temuan Penelitian

Dalam penyajian data ini, peneliti akan menggambarkan atau mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan, guna untuk membantu keabsahan data atau kevaliditasan data yang disajikan. Data dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk ekspresi emosi marah pada wanita yang di tinggal mati pasangannya.

a. RD (Subjek Pertama)

1) Menurut Robert (1996) terdapat empat bentuk-bentuk ekspresi emosi marah adalah sebagai berikut :

(70)

Kesal atau mangkel adalah suatu situasi atau keadaan dimana ada rasa yang sangat tidak nyaman di dalam hati, hal tersebut bisa terjadi karena kecewa atau di kecewakan suatu hal. Hal ini terjadi pada diri RD. Berikut dalam kutipan wawancaranya :

“La piye gak kecewa mbak wong aku saiki wes dadi janda muda e, bojoku wes mati” (WCR.RD.14)

“Ya marah ke diriku sendiri, kenapa kok ya dulu aku kok ngga bekerja aja. Dan sekarang saat suamiku sudah tidak ada mangalami penyesalan. Baru tau kalau kebutuhan keluarga itu banyak. Tapi ya gimana lagi sudah terlanjur.” (WCR.RD.15)

Loro mbak, la bojo ku iku kan wonge meneng, dadi duwe penyakit iku gak gelem cerito. Ngertine iku yo wes parah, dadi yok opo ngunu iku onok opo-opo yo meneng ae, karepku iku yo cerito o, nek bojoku iku gak e mbak” (WCR.RD.19)

“Menyesal banget aku mbak di tinggal suamiku, (muka sedih)” (WCR.RD.39)

“Ngga mbak, suamiku aja yang kerja. La sekarang suamiku wes meninggal, mau tidak mau ya aku harus kerja mbak, asline ya gak pengen kerja” (WCR.RD.44)

“Tapi ya keterluan mbak anak ku iku. Nek njalok gak isok di penggak, la anakku nangis terus dadine yo kesel aku, wes tak jarno ae” (WCR.RD.76)

“Yo nek iku keterlaluan mbak, wong sak njalok kudu langsung di turuti. Sering tak kunci di kamar mbak dan pernah juga tak siram air di kamar mandi” (WCR.RD.79)

“Aku kesal banget mbak soale aku kerja dari pagi sampek sore terus pulang-pulang anak rewel, tambah kesel aku mbak. Kerjo iku pegel mbak malah di gawe anak rewel, yo tambah muncak emosi ku” (WCR.RD.81)

“Udah ngga bisa sabar aku mbak sejak di tinggal suamiku meninggal, gampang muring-muring” (WCR.RD.84)

“La asline gak kerjo dadi kerjo, kebutuhan juga banyak banget jadi bingung cara ngelolahnya” (WCR.RD.89)

(71)

Menurut pengamatan significant other, yaitu saudara kandung (MU) dan rekan kerja (A). Berikut kutipan wawancara saudara kandung RD :

“Ya tiap hari mbak, jemput anaknya itu malah kadang juga tak suruh tidur sini mbak daripada kesepian di rumah, sering keingat suaminya kalau lagi sendiri di rumah, kan ya kasian mbak, sering ngomong aku juga, kecewa sudah di tinggal suaminya meninggal itu kan dulunya RD ngga pernah kerja jadi ya agak susah ditinggal suaminya itu” (WCR.MU.68)

Ya lumayan sering mbak, biasa e kalau ingat itu gampang emosi” (WCR.MU.71)

“Ya marah-marah gitu mbak” (WCR.MU.75)

Biasa e se ke dirinya sendiri mas, anaknya juga sering di marahi” (WCR.MU.80)

“Sering di buat nangis mbak” (WCR.MU.106)

Ya mangkanya itu, ya gara-gara dia kesal itu mungkin mbak” (WCR.MU.130)

“Bisa juga begitu mbak, selain itu karena kesal dan jengkel, banyak faktor sih mbak” (WCR.MU.156)

Berikut kutipan wawancara rekan kerja RD : “Biasa e se ke dirinya sendiri mas, anaknya juga sering di marahi” (WCR.MU.80)

“Gampang emosi mbak” (WCR.A.83)

“Tiba-tiba marah-marah sendiri, kayak kesal gitu lo mbak” (WCR.A.85)”

“Mungkin sama dirinya sendiri mungkin mbak, kan dulu pas masih ada suaminya dia ngga pernah kerja, sekarang ya agak kerepotan mbak” (WCR.A.89)

(72)

b) Menumpahkan kata-kata yang tidak baik

Marah disini bisa mengurangi mangkel dan kesal, namun sangat berbahaya bagi orang yang mendengar atau orang yang sedang di marahi. Hal ini terjadi pada diri RD. Berikut dalam kutipan wawancaranya :

“Ya bisa di bilang gitu mbak, kadang ketika anak ku minta apa-apa tapi gak di turuti ya kadang sampek tak pisu i mbak” (WCR.RD.93)

“Secara spontan itu mbak aku berbicara seperti itu ke anak ku” (WCR.RD.99)

“Iya sih mbak, tapi waktu itu aku mangkel dan kesal mbak jadi langsung tak pisu i anak ku” (WCR.RD.104)

Menurut pengamatan significant other, yaitu saudara kandung (MU) dan rekan kerja (A). Berikut kutipan wawancara saudara kandung RD :

“Akrab banget mbak, tiap hari kan dia ke rumah” (WCR.MU.19)

Ya cuma diam aja mbak, dan waktu itu juga sempat mengatakan kata yang jorok”(WCR.MU.135)

“Ya ngga mbak. Ngga pernah marah-marah kayak gitu apalagi berkata yang kurang enak di dengar oleh telinga” (WCR.MU.147)

Berikut kutipan wawancara rekan kerja RD : “Kuat mbak tapi waktu tak tarik terus tak alihkan ke yang lain malah aku katain jorok mbak, sampek mesoh-mesoh gitu mbak terus” (WCR.A.118)

“Iya mbak, kalau udah terlanjur emosi ya begitu orangnya sering berkata jorok, kadang juga saya merasa ketakutan, kan bahaya kalau dibiarkan aja mbak” (WCR.A120)

c) Diam dan bermuka masam

(73)

kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya. Hal ini terjadi pada diri RD. Berikut dalam kutipan wawancaranya:

“Aku sering nang kamar dewean, kepikiran bojoku mbak (bermuka sedih), wes gak isok ketemu saklawase” (WCR.RD.114)

“Sek dorong pengen mbak, sek kepikiran karo bojo ku. Susah melupakan, kadang ya merasakan kekesalan sudah di tinggal suamiku itu” (WCR.RD.128)

Menurut pengamatan significant other, yaitu saudara kandung (MU) dan rekan kerja (A). Berikut kutipan wawancara saudara kandung RD :

“Kadang yo cuma diam aj di kamar sendirian gitu mbak, kadang ya sampek seharian” (WCR.MU.208 )

“Iya mbak, pas waktu itu main ke rumah ku mbak, kan kalau hari minggu libur jadi ya main ke rumah, mungkin dia bosan di rumahnya tetapi pas di rumah malah diam diri di kamar” (WCR.MU.211)

“Ya tak biarin ae mbak, mungkin lagi pengen sendiri takutnya kalau saya bilangin malah marah-marah” (WCR.MU.115)

Berikut kutipan wawancara rekan kerja RD : “Kalau lagi istirahat gitu mbk, diam aja di pojok,” (WCR.A.99)

Iya mbak, la kalau aku ya tak ajak ngobrol mbak namanya juga teman kan kasian, tapi gitu ya tetap aja diam, akunya ngga di hiraukan, kadang ya tak biarin mbak, la gimana lagi” (WCR.A.103)

d) Memukul dan menghancurkan

(74)

lain-lain. Hal ini terjadi pada diri RD. Berikut dalam kutipan wawancaranya :

“Ya ngga tau mbak, aku wes kadong cinta karo bojo ku mbak, kadang aku sempet mikir melok mati karo bojo ku, tapi orang tua ku dulu itu ngga setuju kalau aku nikah sama suamiku itu” (WCR.RD.120)

“ya itu mbak seperti melempar piring, gelas juga sering pecah. Makanya barang yang ada di rumah itu habis soale ya gitu mbak, kalau saya lagi capek kok bawaannya pengen mecahin barang mbak” (WCR.RD.144)

“Mboh mbak, sek dorong isok aku. Susah menghilangkannya, nek kadong emosi ya gitu kadang gak terkendali sampek mecahin piring gitu” (WCR.RD.146)

Menurut pengamatan significant other, yaitu saudara kandung (MU) dan rekan kerja (A). Berikut kutipan wawancara saudara kandung RD :

“Pernah dulu teriak-teriak tapi cuma sekali, yang paling itu mecahin piring mbak” (WCR.MU.85)

“Di rumahnya sendiri mbak, tapi kan ya gak pantes kalau kedengeran tetangga sampek sering terdengar pecahan piring gitu” (WCR.MU.89)

“Sampek mau habis mbak piring iku, di pecahin terus” (WCR.MU.94)

“Ya sering mbak, apalagi rumah ku kan ya bersebelahan dengan rumah dia, pastinya ya kedengeran mecahin itu mbak” (WCR.MU.100)

“Ya itu tadi mbak, sering mecahin piring, anaknya sering dimarahi, itu kan termasuk marah yang berlebihan” (WCR.MU.204)

(75)

2) Menurut Hershorn (2002) terdapat empat langkah dalam pengelolaan emosi marah adalah sebagai berikut :

a) Komitmen untuk mengubah diri

Langkah pertama dalam mengelola kemarahan adalah komitmen untuk berubah. Individu yang bermasalah dalam mengelola kemarahan haruslah mempunyai sebuah komitmen yang kuat untuk mengubah dirinya. Hal ini terjadi pada diri RD. Berikut dalam kutipan wawancaranya:

“Kalau aku sih pengenku iku berubah meskipun ngga langsung ya mbak, kan ya butuh proses juga” (WCR.RD.138)

“Di biasakan mbak pelan-pelan, kan semua butuh proses juga yang penting saya berusaha berubah” (WCR.RD.147)

Menurut pengamatan significant other, yaitu saudara kandung (MU) dan rekan kerja (A). Berikut kutipan wawancara saudara kandung RD :

“Apa yaa... (sambil mikir) mungkin dari awal di mulai dengan mengubah diri, tapi ya ngga langsung mbak, pelan-pelan asalkan bisa berkomitmen untuk berubah” (WCR.MU.230)

“Iya mbak, kan harus ada komitmen dulu baru kita bisa berubah, la kalaupun tidak ada komitmen untuk berubah ya mana bisa mbak” (WCR.MU.235)

Berikut kutipan wawancara rekan kerja RD :

(76)

“Ya harus diterapkan mbak teknik-tekniknya meskipun itu ngga banyak” (WCR.A.130)

“Kalau sudah mempunyai keyakinan untuk berubah kan pastinya sedikit-sedikit akan menyadari bahwa marah itu boleh-boleh saja yang penting tidak berlebihan” (WCR.A.134)

b) Kesadaran akan pertanda kemarahan

Setiap orang memegang kendali pada saat bertindak atas dasar kemarahan. Tidak ada orang yang meledak atau mebentak begitu saha, setiap marah pasti memiliki tanda-tanda peringatan awal. Hal ini terjadi pada diri RD. Berikut dalam kutipan wawancaranya :

“Kadang kita marah itu sadar, kadang juga ngga, jadi ketika aku marah gitu mbak ya langsung diam, terus habis itu kadang saya buat mandi, kadang juga saya buat

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran koping religius pada janda dewasa madya pasca kematian pasangan hidup digambarkan dengan koping religius yang sangat kuat pada subjek, khususnya koping

Masyarakat timur khususnya masih memiliki persepsi yang negatif terhadap wanita yang belum menikah di usia dewasa, walaupun tidak ada peraturan tertulis tentang hal itu

Selain itu, dapat juga bermanfaat dan memberikan informasi bagi informan agar dapat membantu dalam mengoptimalkan kemampuan adaptasi positif terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran resiliensi pada wanita dewasa madya setelah kematian pasangan hidup dari ketiga informan yaitu dengan menghindari

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasangan suami istri di Dusun Meduran Desa Kidangbang Kecamatan Wajak Kabupaten Malang memiliki tingkat kematangan emosi

Saya berharap dengan adanya penelitian ini, maka di masa depan akan lebih banyak lagi wanita dewasa awal yang ditinggal oleh pasangan hidupnya menjadi termotivasi untuk

Selain itu, dapat juga bermanfaat dan memberikan informasi bagi informan agar dapat membantu dalam mengoptimalkan kemampuan adaptasi positif terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan memahami proses pengambilan keputusan memilih pasangan hidup yang dilakukan oleh wanita dewasa awal yang orangtuanya berbeda