ANALISIS HUKUM ISLAM DAN FATWA DSN NO:
02/DSN-MUI /IV/2000 TERHADAP SIMPANAN AKAD
MUD{A>RABAH
(MDA) BERJANGKA DI BMT-UGT SIDOGIRI CABANG
SEPANJANG
SKRIPSI
Oleh :
Lina Rohmawati
NIM : C92213186
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
SURABAYA
ABSTRAK
Skrispi ini adalah hasil penelitian tentang ” Analisis Hukum Islam Dan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 Terhadap Simpanan Akad (Mud{a>rabah ) MDA Berjangka Di Bmt-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang” penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan tentang Bagaimana praktik simpanan akad mud{a>rabah (MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang dan Bagaimana analisis hukum Islam dan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 terhadap simpanan akad mud{a>rabah (MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang.
Dalam penelitian ini data yang diperoleh langsung melalui proses wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan metode dokumentasi. Sedangkan analisisnya berupa deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Praktik simpanan akad mud{a>rabah (MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang dalam praktiknya pihak BMT menggunakan akad mud{a>rabah. Praktik simpanan akad mud{a>rabah (MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang dalam praktiknya pihak BMT
menggunakan akad mud{a>rabah. Yang mana pengambilannya 24
bulan (bundling) dan mendapatkan bagi hasil diawal berupa sepeda motor, sedangkan perhitungan prosentase tabungan jika kurang dari yang disepakati kedua belah pihak antara BMT dan nasabah. Dan yang menutupi dari kekurangan bagi hasil tersebut adalah BMT. jadi BMT
yang menanggung kerugian dari tabungan mud}a>rabah (MDA)
berjangka.
Menurut analisis hukum Islam bahwa praktik yang ada di BMT-UGT-Sidogiri Capem Sepanjang adalah fasid atau rusak sebab akad tersebut tidak memenuhi rukun yaitu pembagian keuntungan dan
syarat-syarat yaitu shighah (ijab dan qabul). Sedangkan menurut
FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 tentang Tabungan dalam praktik tabungan mud{a>rabah (MDA) berjangka yang dijalankan oleh BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang sudah sesuai dengan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000. Alasan BMT berani mengambil kerugian pada tabungan akad mud{a>rabah (MDA) berjangka, karena
semakin banyak funding maka semakin banyak landing, sehingga
pendapatan BMT akan semakin banyak.
Saran yang dapat penulis berikan Sebaiknya sebelum
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN MUNAQASAH ... iv
MOTTO... ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II : KONSEP MUD{A>RABAH DALAM HUKUM ISLAM DAN FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 TENTANG PEMBIAYAAN MUD{A>RABAH A. Mud{a>rabah ... 24
1. Pengertian Mud{a>rabah ... 24
2. Hukum mud}a>rabah dan Dasar Hukum Mud{a>rabah ... 27
3. Rukun dan syarat Mud{a>rabah ... 30
4. Pembagian Laba dan Rugi ... 34
5. Bentuk-bentuk Mud{a>rabah ... 38
6. Hikmah Mud{a>rabah ... 40
7. Akad Mud{a>rabah berakhir dan batal ... 40
B. Fatwa DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 tentang Tabungan 1. Menimbang ... 42
2. Mengingat ... 43
3. Memutuskan... 45
4. Menetapkan ... 46
1. Latar belakang berdirinya BMT-UGT Sidogiri Capem
Sepanjang ... 48
2. Visi dan Misi BMT-UGT Sidogiri ... 51
3. Produk BMT-UGTSidogiri ... 52
B. Operasional Tabungan Mud{a>rabah (MDA) Berjangka
di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang ... 61
1. Pengajuan prosedur tabungan Mud{a>rabah (MDA)
berjangka ... 61
2. Praktik Tabungan Mud{a>rabah (MDA) berjangka ... 64
BAB IV : ANALISIS PRAKTIK MUD{A>RABAH DAN FATWA DSN NO:
02/DSN-MUI/IV/2000
A. Analisis Praktik Mud{a>rabah di BMT-UGT Sidogiri
Capem Sepanjang ... 71
B. Analisis hukum Islam dan fatwa DSN NO:
DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan ... 74
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 81
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang universal karena permasalahan yang
dibahas menyeluruh pada sendi kehidupan. Islam adalah agama yang sempurna
(komprehensif) yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik akidah, ibadah,
akhlak maupun mu‘a>malah. Salah satu ajaran yang sangat penting adalah dalam
bidang mu‘a>malah /iqtis}a>diyah (ekonomi Islam). Pembahasan dalam Islam
meliputi semua aspek dalam kehidupan manusia. Namun manusia itulah yang
kurang memerhatikan dan kurang mendalami intisari dari al-Qur’an dan al-Sunah,
sehingga beranggapan bahwa Islam hanya terkait dengan masalah ritual saja.1
Manusia sebagai makluk sosial memiliki berbagai kebutuhan yang tidak
bisa terlepas dengan peran orang lain. Interaksi sosial dalam kehidupan
masyarakat tidak bisa lepas dengan hukum Islam karena secara umum diketahui
manusia adalah objek hukum. Salah satu hukum Islam yang mengatur hal-hal
yang berhubungan secara langsung dengan tata cara hidup manusia dalam
kehidupan bermasyarakat sehari-hari adalah mu‘a>malah.
mu‘a>malah adalah aturan-aturan (hukum-hukum) Allah untuk mengatur
manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan siosial.2 Satu
1
Ismail MBA, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 3.
2
2
hal yang harus dicatat, meskipun bidang mu‘a>malah langsung menyangkut
pergaulan hidup yang bersifat duniawi, nilai-nilai agama tidak dapat dipisahkan.
Ini berarti bahwa pergaulan hidup duniawi itu akan mempunyai akibat-akibat di
akhirat kelak. Nilai-nilai agama dalam bidang mu‘a>malah itu dicerminkan oleh
adanya hukum halal dan haram yang harus diperhatikan. Misalnya, akad jual beli
adalah mu‘a>malah yang halal. Akad utang piutang dengan riba adalah yang
haram dan sebagainya.3
Kini dunia perbankan di Indonesia sudah berkembang. Lembaga
Keuangan Mikro (non bank) yang berbasis Syari’at tidak mau kalah dalam
persaingan untuk meramaikan dunia perbankan di Indonesia. Lembaga Keuangan
Mikro Syari’at hanya melakukan transaksi yang halal, bebas riba> (bunga), dan
tidak menimbulkan kemudaratan serta tidak merugikan syiar Islam.
Lembaga Keuangan Mikro syari’at mempunyai peran yang signifikan
dalam mengembangkan ekonomi masyarakat menengah kebawah sebagai sasaran
utama melalui berbagai pembiayaan mikro dan penghimpunan dananya. Hal ini
tidak terlepas dari kemudahan masyarakat untuk mengaksesnya. Lembaga
Keuangan Mikro syari’at terdiri dari berbagai Lembaga salah satunya yaitu
Baitu>l Ma>l Wa Tamwi>l.4
Baitu>l Ma>l Wa Tamwi>l merupakan suatu Lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu baitu>l ma>l dan baitu>l tamwi>l. Baitu>l ma>l lebih
3 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Yogjakarta: UII
Yogjakarta, 2004), 13.
4
3
mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit,
seperti: zakat, infaq dan sedekah. Adapun baitu>l tamwi>l sebagai usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai Lembaga pendukung kegiatan
ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan Islam. Lembaga ini didirikan
dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh
pelayanan Bank Islam atau BPR Islam.5
Dalam persoalan mu‘a>malah syari’at Islam lebih banyak memberikan
pola-pola, prinsip-prinsip dan kaidah umum dibandingkan memberikan jenis dan
bentuk mu‘a>malah terperinci. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul yang berbunyi,
ْ ها
ْ يْ
ْ
ْ ر
ْ ح
ْْ ت
ى
ْ ل
ْ ع
ْ
ْ ل
ْ لْ ي
ْْ د
ْ ل
ْ يْ د
ْ ْ
ْ ا
ْ ل
ْ ا
ْ ْ
ْ حا
ْ ب
ْ ل
ْ ا
ْ ْ
ْ ل
ْ م
اْ
ْ ْ ع
ْْ لا
ى
ْْ ف
ْ ل
ْ ص
ْ ل
ْ ا
"Hukum asal dalam mu‘a>malah adalah boleh sampai ada dalil yang
melarangnya.”
Atas dasar ini, jenis dan bentuk mu‘a>malah yang kreasi dan
perkembangannya diserahkan sepenuhnya kepada para ahli dibidangnya.6
Salah satu bentuk kerjasama antara pihak modal dan pengelolanya dengan
menggunakan sistem bagi hasil (profit sharing), yang dilandaskan rasa saling
tolong menolong.7 Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
Surat Al-Mai’dah ayat 2:
5 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis
(Jakarta: Kencana, 2010), 363.
6
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), 6.
7 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam,Fiqih Muamalat (Jakarta: PT.Raja Grafindo
4 ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْْْ ْ
Artinya: dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.8
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa dalam bermu‘a>malah
sesama manusia dianjurkan saling membantu (tolong-menolong) dan dilarang
saling memeras atau mengesploitasi. Terkadang sebagian orang memilih harta,
tetapi tidak berkemampuan memproduktifkannya, dan apalagi orang yang tidak
memiliki harta tetapi mempunyai kemampuan memproduktifkannya. Karena
itulah syari’at memperolehnya bermu‘a>malah dengan sistem mud{a>rabah .
Mud}a>rabah atau qira>d{ adalah salah satu bentuk akad kerjasama usaha antara dua belah pihak di mana pihak pertama (s}a>h}ib al-ma>l)
menyediakan modal, sedangkan pihak kedua menjadi pengelola atau
(mud}a>rib). Keuntungan usaha secara mud}a>rabah dibagi menurut
kesepakatan bersama yang dituangkan dalam kontrak, apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si
pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.9
8 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemah (Surabaya: Al-Hidayah), 132. 9
5
Tabungan mud{a>rabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan
akad mud{a>rabah . Didalam dunia perbankan Bank syari’at bertindak sebagai
mud}a>rib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai S{ahib al ma>l (pemilik modal). Bank syari’at dalam kapasitasnya sebagai mud}a>rib , mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syari’at serta mengembangkannya, termasuk
melakukan akad mud{a>rabah dengan pihak lain. Namun, disisi lain, Bank
syari’at juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee). Yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.10
Dari hasil pengelola dana mud{a>rabah, Bank syari’at akan membagi
hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut,
bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh
kelalainnya. Namun, apabila yang terjadi adalah salah urus, bank bertanggung
jawab penuh terhadap kerugian tersebut.11
Pada dasarnya mud{a>rabah dapat dikategorikan ke dalam salah satu
bentuk musyarakah, namun para cendekiawan fiqh Islam meletakkan
mud{a>rabah dalam posisi yang khusus dan memberikan landasan hukum
tersendiri. Seperti Al-Qur’an Surat al Muzammil ayat 20
10 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Anlisis Fiqih & Keuangan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), 299.
11
6 ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْْ ْ ْْ “dan orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
Mud{a>rabah berjangka merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan
dalam jangka waktu tertentu jatuh tempo, dengan mendapatkan imbalan bagi
hasil. Imbalan dibagi dalam bentuk berbagai pendapatan (profit sharing) atas
penggunakan dana tersebut secara syari’at dengan porsi pembagian sesuai
ketentuan. Jangka waktu mud{a>rabah berjangka sekitar antara 1 bulan, 3 bulan,
6 bulan 9 bulan dan seterusnya kelipatan .12
Penerapan akad mud{a>rabah dengan dikaitkan FATWA DSN NO:
02/DSN-MUI /IV/2000 tentang akad tabungan . apakah dalam praktiknya sudah
sesuai dengan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 tentang akad tabungan
apa belum. Pada praktiknya akad mud{a>rabah (MDA) yang bertanggung
jawab jika ada kerugian adalah pemilik modal (S{ahibul ma>l) bukan BMT
(mud}a>rib ). Sedangkan dalam teori mud}a>rib sebagi pengelola dan pekerja,
jika ditanggung oleh BMT (mud}a>rib ) uang dari mana BMT menutupi
kerugiannya. Oleh sebab itu penulis akan mencoba menganalisis dan mengkaji
berdasarkan hukum Islam dan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000
tersebut.
12 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam
7
Dengan berbekal itu semua, BMT –UGT Sidogiri Capem Sepanjang
sebagai Lembaga non bank juga menyediakan berbagai macam produk yakni
funding (penghimpunan dana) dan landing (penyaluran dana). Salah satu adalah produk tabungan mud{a>rabah (MDA) berjangka. Produk ini sebagai salah satu
sarana untuk memfasilitasi anggota menabung dengan menggunakan akad
mud{a>rabah . Dengan itu tabungan mud{a>rabah (MDA) bisa diambil dalam waktu tertentu yang sudah disetujui para pihak, misalkan 2 tahun.
Dalam proses mekanismenya terdapat keganjalan yakni dalam pembagian
bagi hasil mud{a>rabah (MDA) berjangka tersebut nisbah didepan dan
sedangkan nisbah diberikan didepan itu BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang
tidak mengetahui apakah untung atau rugi bila dilihat dalam setiap bulannya dan
sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak BMT-UGT Sidogiri Capem
Sepanjang. Sedangkan dalam teori akad mud{a>rabah berjangka yang
menanggung kerugian pemilik modal (S{ahibul ma>l). Tetapi disini yang
menagung adalah pihak BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penulis tertarik untuk
membahas permasalahan yang terjadi dan diangkat menjadi sebuah topik penelitian ilmiah, yang berjudul “Analisis Hukum Islam Dan FATWA DSN NO:
02/DSN-MUI /IV/2000 Terhadap Simpanan Akad Mud{a>rabah (MDA)
Berjangka Di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang”. Kemudian dari judul
tersebut dikaji dan dianalisis berdasarkan Hukum Islam dan FATWA DSN NO:
8
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa
permasalahan yang ada, anatar lain :
1. Gambaran umum BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.
2. Prosedur Tabungan mud{a>rabah Berjangka.
3. Faktor yang menyebabkan BMT berani mengambil resiko kerugian pada akad
simpanan mud{a>rabah (MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem
Sepanjang.
4. Penerapan bagi hasil serta resiko kerugian pada akad simpanan mud{a>rabah
(MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.
5. Analisis Hukum Islam Dan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000
terhadap simpanan Akad mud{a>rabah (MDA) Berjangka Di BMT-UGT
Sidogiri Cabang Sepanjang
Dari identifikasi masalah tersebut. Maka penulis akan membatasi masalah
yang akan dikaji sebagai berikut:
1. Praktik simpanan akad mud{a>rabah (MDA) berjangka yang menggunakan
akad mud{a>rabah .
2. Analisis Hukum Islam Dan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000
terhadap simpanan Akad mud{a>rabah (MDA) Berjangka Di BMT-UGT
9
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut maka masalah yang akan peneliti
bahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik simpanan akad mud{a>rabah (MDA) berjangka di
BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang?
2. Bagaimana analisis hukum Islam dan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI
/IV/2000 terhadap simpanan akad mud{a>rabah (MDA) berjangka di
BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang
sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang dilakukan ini merupakan bukan pengulangan atau
duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.13
Penelitian pertama yang ditulis Imam Ibnu Hajar pada tahun 2013 yang berjudul “Pembatalan Akad Deposito Mud{a>rabah Sisuka Sebelum Jatuh
Tempo Dan Penarikan Hadiahnya Di KJKS Binama Semarang Jawa Tengah Menurut Perspektif Hukum Islam”. Dalam penelitian ini penulis lebih
memfokuskan pada akad deposito Mud{a>rabah sisuka di KJKS Binama
10
Semarang Jawa Tengah sudah sesuai dengan fatwa DSN
No.3/DSN-MUI/IV/2000 tentang ketentuan deposito yang menggunakan akad
Mud{a>rabah . dan apabila terjadi pembatalan yang dilakukan oleh anggota sebelum jatuh tempo diperbolehkan selama disepakati oleh kedua belah pihak
yang menjalankan akad Mud{a>rabah serta tidak menimbulkan kerugian salah
satu pihak. Menurut Sayid Sabiq hadiah atau souvenir yang diberikan oleh pihak
KJKS Binama Semarang Jawa Tengah tidak bertentangan hukum Islam karena
belum menjadi hak anggota yang membatalkan deposito Mud{a>rabah Sisuka.
14
Penelitian kedua yang ditulis Abdul Khaliq Darussalam pada tahun 2015
dengan judul Skripsi “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Keuntungan
Diawal Pada Tabungan Mud{a>rabah (MDA) Berjangka Di BMT-UGT
Sidogiri Capem Sepuluh Kabupaten Bangkalan”. Dalam penelitian ini penulis
lebih memfokuskan pada aplikasi tabungan Mud{a>rabah (MDA) berjangka
yang dijalankan oleh BMT-UGT Sidogiri Capem Sepuluh Kabupaten Bangkalan
masih belum sesuai dengan konsep Mud{a>rabah secara umum karena dalam
prakteknya pihak BMT menggunakan akad wadiah dalam proses bagi hasil yang
dilakukan dalam produk tabungan Mud{a>rabah (MDA) berjangka nasabah
langsung mendapatkan bagi hasil diawal dan sudah ditentukan jumlah nominal
dan menurut analisis hukum Islam terhadap aplikasi Mud{a>rabah (MDA)
14Imam Ibnu Hajar “Pembatalan Akad Deposito
11
berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepuluh Kabupaten Bangkalan
hukumnya fasid (rusak). Karena tidak memakai akad yang sesuai dengan
prosedur yang ada dimana dalam prinsip Mud{a>rabah tidak boleh memberi
profit diawal dengan ditentukan jumlah nominalnya.15
Penelitian ketiga yang ditulis Fiqri Ainur Rosyadi pada tahun 2016 dengan judul Skripsi “Analisis Hukum Islam Terhadap Penentuan Bagi Hasil Sijangka
Mud{a>rabah KJKS Ben Iman Jalan Veteran No.80 Lamongan”.Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada penentuan bagi hasil sijangka
mud{a>rabah yang diterapkan dalam penerapannya KJKS Ben Iman JalanVeter
an No.80 Lamongan menggunakan prosentase konversi nisbah bagi hasil 60: 40
untuk S{ahibul ma>l sebesar 60% dan untuk mud}a>rib 40%. Dalam penetuan
bagi hasil sijangka Mud{a>rabah terdapat ketidaksesuaian terhadap sistem bagi
hasil yang digunakan. Sistem bagi hasil dengan prosentase baik 1% dan 0,8%
berbeda dengan ketentuan bagi hasil menurut teori bagi hasil Mud{a>rabah .
pada dasarnya dalam penentuan bagi hasil tidak bisa diketahui berapa rupiah
yang akan diterima dikemudian, melainkan hanya ukuran nisbah yang bisa
ditentukan diawal bisa 50:50, 40:60 atau berdasarkan kesepakatan diawal antara
rabb al-ma>l dengan mud}a>rib .16
15 Abdul Khaliq Darussalam “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Keuntungan Diawal Pada
Tabungan Mudarabah (MDA) Berjangka Di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepuluh Kabupaten Bangkalan” (Skripsi –UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015).
16Fiqri Ainur Rosyadi “Analisis Hukum Islam Terhadap Penentuan Bagi Hasil Sijangka
12
Dalam berbagai uraian judul skripsi dan tulisan-tulisan sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa pada penelitian ini berbeda dari yang pernah ada. Dalam
penelitian ini fokus dan mengkaji tentang praktek mud{a>rabah berjangka di
BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang dan Analisis Hukum Islam Dan Fatwa
DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 Terhadap Simpanan Akad mud{a>rabah
(MDA) Berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang. Dengan
menggunakan metode deskriptif verifikatif dengan pola pikir deduktif, yaitu
menjelaskan atau menguaraikan teori mud{a>rabah yang bersifat umum untuk
kemudian diverifikasikan dengan hasil penelitian. Dengan demikian, maka sudah
jelas bahwa penelitian ini bukan merupakan duplikasi atau pengulangan dari
peneliti terdahulu.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memahami praktik tabungan mud{a>rabah (MDA) berjangka
di BMT Sidpgiri Capem Sepanjang.
2. Untuk mengetahui Analisis Hukum Islam dan FATWA DSN NO:
02/DSN-MUI /IV/2000 Terhadap Simpanan Akad mud{a>rabah
(MDA) Berjangka Di BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang.
13
Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat dan berguna,
baik secara teoretis maupun secara praktis bagi peneliti maupun pembaca lain
diantaranya:
Secara teoretis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khusunya ilmu
Hukum Ekonomi Syari’at (Mu‘a>malah ).
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dan
manfaat bagi:
1. Peneliti
Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir untuk mendapatkan
gelar S-1 dan juga diharapkan menjadi penambah wawasan keilmuan
khususnya dalam bidang Hukum Ekonomi syari’ah.
2. Akademisi
Bagi akademisi penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa
sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang
Hukum Ekonomi Syari’at.
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam kepada masyarakat dalam melakukan berbagai macam kegiatan
14
G. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi sebuah salah paham terhadap judul skripsi “Analisis Hukum Islam
Dan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 Terhadap Simpanan Akad
mud{a>rabah (MDA) Berjangka Di BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang” maka sangat perlu sekali untuk menjelaskan arti sebuah kata dalam judul ini yakni:
Hukum Islam : Segala aturan yang berlandaskan
al-Quran, sunnah Nabi serta ijtihad para Ulama’ yang mengatur mengenai praktik
mua>malah dalam akad mud{a>rabah berjangka. Sehingga dapat diketahui
baik atau buruk, halal atau haram, serta
boleh tidaknya praktik mud{a>rabah
berjangka tersebut dilakukan.
Akad mud{a>rabah berjangka : Akad mud}a>rabah berjangka adalah
tabungan berjangka yang setoran dan
penarikannya berdasarkan jangka
wakttu tertentu,sesuai dengan akad
perjanjian antara BMT dengan nasabah
(Mucibatul Azizah, Miana Eka Rahayu,
15
BMT-UGT Sidogiri : BMT-UGT Sidogiri adalah sebuah
lembaga keuangan syariah non bank
milik Pondok Pesantren Sidogiri yang
telah menyebar di seluruh Indonesia,
seperti BMT-UGT Sidogiri Capem Jl.
Ngelom Rolak, Wonocolo, Taman,
Kabupaten Sidoarjo.
Jadi isi dimaksud dalam judul penulis adalah menganalisis aplikasi simpanan
di BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang dengan menggunakan analisis hukum
Islam dan FATWA DSN NO: 02/DSN-MUI /IV/2000 terhadap simpanan akad
mud{a>rabah berjangka dalam hal BMT berani mengambil resiko kerugian pada akad tersebut.
H.Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan metode sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni penelitian
16
kerugian bagi hasil yang ditanggung BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang
dalam akad mud{a>rabah (MDA) berjangka17
Selanjutnya, untuk dapat memberikan deskripsi yang baik, dibutuhkan
serangkaian langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut terdiri atas:
data yang dikumpulkan, sumber data, teknik analisis data, dan sistematika
pembahasan.
2. Data Yang Dikumpulkan
Berdasarkan rumusan seperti yang telah dikemukakan di atas, maka data yang
akan dikumpulkan adalah sebagai berikut:
a. Data tentang profil akad mud{a>rabah (MDA)berjangka.
b. Data tentang praktik tabungan mud{a>rabah (MDA) Berjangka di
BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang .
c. Data tentang kerugian bagi hasil yang ditanggung BMT-UGT Sidogiri
Capem Sepanjang dalam akad mud{a>rabah (MDA)berjangka .
d. Data nasabah dan pihak BMT yang menabung menggunakan Akad
mud{a>rabah (MDA) Berjangka dan ditanggung BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang .
3. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Data penelitian ini dapat
di peroleh dari beberapa sumber data sebagai berikut:18
17
a. Sumber Primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada peneliti. Dalam penelitian ini, yaitu sumber data yang
pengambilannya diperoleh dari tempat penelitian, meliputi:
1) Sumber perolehan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Farid
Nur Cahyo sebagai pimpinan di BMT-UGT Sidogiri Capem
Sepanjang.
2) Sumber perolehan yang diperoleh dari hasil observasi lapangan dari
Ahmad Jalalluddin Asyuyuti sebagai Kasir dan Syaiful Arif sebagai
AOP atau Marketing.
3) Sumber perolehan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
Mucibatul Azizah dan Miana Eka Rahayu sebagi nasabah di
BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.
b. Sumber Sekunder, yaitu informasi yang telah dikumpulkan pihak lain19.
Dalam penelitian ini, merupakan data yang bersumber dari buku-buku dan
catatan-catatan atau dokumen tentang apa saja yang berhubungan dengan
masalahmud{a>rabah (MDA) berjangka:
1) Achmad Chumaidi Umar, ,Dkk, Al-Fiqh’alal Madzahibul Araba’ah (Fiqih
Empat Madzhab Jilid IV)
2) Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Anlisis Fiqh& Keuangan
18
Arikunto Suharsini, Prosedur Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), 129.
19 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian-Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta: PT.
18
3) Ahmaed Kameel Mydin Meera, Dkk, International Shari’ah Research
Academy For Islamic Finance (ISRA)
4) Fatwa dewan syariah nasional majelis ulama Indonesia No. :
02/DSN-MUI /IV/2000 tentang mud{a>rabah .
5) Ismail MBA, Perbankan syariah
6) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah
7) Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid 3
8) Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al- Islami wa Adillatuh. Juz V
4. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat beberapa macam teknik pengumpulan data, salah satunya
adalah teknik dokumentasi, dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Observasi, pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.20 Teknik pengumpulan
data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan untuk mengamati dan
mendengar dalam rangka memahami hal-hal yang berkaitan dengan ruang,
tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan
perasaan21. Teknik ini digunakan untuk mengetahui secara langsung
20 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (komunikasi, ekonomi, kebijakan public dan ilmu social lainnya) (Jakarta: Kencana, 2011), 118.
21 M. Djuanidi dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: ar-Ruz Media,
19
terhadap alasan BMT berani mengambil resiko kerugian pada akad
simpanan mud{a>rabah (MDA) berjangka.
b. Interview (wawancara), metode wawancara atau interview yaitu metode ilmiah yang dalam pengumpulan datanya dengan jalan berbicara atau
berdialog langsung dengan sumber obyek penelitian.22 Wawancara
sebagai alat pengumpul data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang
dikerjakan dengan sistematis dan berlandasaskan pada tujuan penelitian.
Wawancara yang peneliti lakukan, yaitu dengan:
1) Pimpinan atau pihak yang bertanggungjawab terhadap BMT
berani mengambil resiko kerugian pada akad simpanan
mud{a>rabah (MDA) berjangka.
2) dua orang dari pihak nasabah dan tiga orang dari pihak BMT dan
dua orang dari pihak sekitar BMT yang mengetahui
simpanan mud{a>rabah (MDA) berjangka.
c. Studi Dokumentasi
Dalam teknik dokumentasi, peneliti menyelidiki benda tertulis (surat
pendaftaran dan warkat).23 Dari hasil pengumpulan dokumentasi yang
telah diperoleh peneliti dapat memperolehalasan BMT berani mengambil
resiko kerugian pada akad simpanan mud{a>rabah (MDA) berjangka di
BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.
20
5. Teknik Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap sumber-sumber data
akan diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing, merupakan salah satu upaya untuk memeriksa kelengkapan data yang dikumpulkan dari nasabah BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.
Teknik ini digunakan untuk meneliti kembali data-data yang diperoleh,
hal tersebut dilakukan untuk memeriksa kembali data-data tentang BMT
berani mengambil resiko kerugian pada akad simpanan mud{a>rabah
(MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.24
b. Organizing, yaitu menyusun sistematika data dari proses awal hingga akhir tentang mekanisme pendaftaran nasabah sampai dengan BMT
berani mengambil resiko kerugian pada akad simpanan mud{a>rabah
(MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.
c. Analyzing, yaitu tahapan analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang BMT berani mengambil resiko kerugian pada akad simpanan
mud{a>rabah (MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang. Analisis ini dimulai dari pendaftaran hingga BMT berani
mengambil resiko kerugian pada akad simpanan mud{a>rabah (MDA)
berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.25
24
Soeratno, Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis (Yogjakarta: UUP AMP YKPM, 1995),127.
21
6. Teknik Analisis Data
Hasil dari penggumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamanati dengan metode yang telah ditentukan.
Analisis Deskriptif, yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan
serta menjelaskan data yang terkumpul, metode ini digunakan untuk
mengetahui tentang alasan BMT berani mengambil resiko kerugian pada akad
simpanan mud{a>rabah (MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem
Sepanjang. 26
Pola Pikir yang digunakan adalah deduktif yaitu memaparkan
ketentuan-ketentuan hukum Islam dan Fatwa DSN NO: 02/DSN-MUI
/IV/2000 mengenai mud{a>rabah (MDA) berjangka selanjutnya
mepaparkan realisasi kenyataan terjadi di BMT-UGT Sidogiri Capem
Sepanjang. Kemudian diteliti dan dianalisis sehingga hasilnya dapat
digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan mengenai BMT
berani menanggung kerugian di BMT-UGT Sidogiri Capem Sepanjang.
I. Sistematika Pembahasan
22
Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan sesuai dengan apa yang
direncanakan atau diharapkan oleh penulis, maka disusunlah sistematika pembahasan
yaitu:
Bab satu berisi tentang pendahuluan yang memuat uraian tentang latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab dua membahas tentang mud{a>rabah dan Fatwa DSN NO:
07/DSN-MUI /IV/2000. Dalam bab ini terdiri dari 2 sub bab yaitu berdasarkan hukum Islam
yang terdiri dari sub bab pertama: pengertian mud{a>rabah, hukum mud{a>rabah,
dasar hukum mud{a>rabah, syarat dan rukun mud{a>rabah, macam-macam
mud{a>rabah, Pembagian laba dan rugi, hikmah mud{a>rabah, berakhir dan
batalnya akad mud{a>rabah. sub bab kedua: tentang Fatwa DSN NO: 07/DSN-MUI
/IV/2000.
Bab tiga membahas tentang gambaran umum BMT-UGT Sidogiri Cabang
Sepanjang meliputi sejarah singkat atau profil beserta visi dan misi, dasar hukum
pendirian, struktur organisasi, produk-produk, mekanisme simpanan mud{a>rabah
(MDA) berjangka, alasan dan resiko BMT berani mengambil kerugian pada akad
simpanan mud{a>rabah (MDA) berjangka di BMT-UGT Sidogiri Capem
23
Bab empat membahas tentang Analisis Hukum Islam Dan FATWA DSN NO:
02/DSN-MUI /IV/2000 Terhadap Simpanan Akad mud{a>rabah (MDA) Berjangka
Di BMT-UGT Sidogiri Cabang Sepanjang.
BAB II
KONSEP MUD{A>RABAH DALAM HUKUM ISLAM DAN FATWA DSN NO:
02/DSN-MUI /IV/2000 TENTANG TABUNGAN MUD{A>RABAH
A. MUD{A>RABAH
1. Pengertian mud{a>rabah
Menurut etimologi mud}a>rabah berasal dari kata adharbu fil ardi, yaitu
berpergian urusan dagang. 1Istilah lain dari mud}a>rabah adalah muqa>radah atau
qira>d{. Qira>d{ berasal dari kata qarad{{{{a ( ق ) yang artinya memotong, memakan, yakni proses pemilik modal memotong sebagian dari hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. 2
Mud{a>rabah menurut pengertian etimologi (bahasa) ialah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberikan modal
niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian
keuntungannya dibagi kedua belah pihak sesuai perjanjiannya, sedangkan kerugian
ditanggung pemilik modal.3
Mud{a>rabah adalah penduduk Irak dan qira>d{ bahasa penduduk Hijaz.4
Sedangkan istilah mud}a>rabah dipakai oleh mazhab Hanafi dan Hanbali.
1Muhammad Asy-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj Juz II (Jordan: Dar Al Kitab Al Tsaqafi, 2001), 309.
2Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali, 2010),135.
3 Achmad Chumaidi Umar, ,Dkk, Al-Fiqh’alal Madzahibul Araba’ah (Fiqih Empat Madzhab Jilid IV), (Semarang: CV.Asy Syifa’,1994), 66.
25
Sedangkan qira>d{ dipakai oleh mazhab Maliki dan Syafi'i.5 Laba jika ada , akan
dibagi di antara mereka berdasarkan rasio yang sudah disepakati bersama. Pada
kasus mengalami kerugian, kerugian tersebut akan ditanggung oleh penyedia
modal (rabbul mal) dan mud}a>rib akan kehilangan usaha-usahanya.6
Sedangkan secara terminologi, mendefiniskan mud}a>rabah atau qira>d{
dengan: “pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja
(pedagang) untuk diperdagangkan,sedangkan keuntungan dagang itu menjadi
milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan”. 7 Hal itu sama diungkapkan oleh
para ulama antara lain:
1. Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa mud{a>rabah ialah :
َش َعَف ْ َي ْ َا ي ِ َ ْقَي ْ َقَع
َيِل َا اَم َ َخِآ ٌصْ
هْيِف ِ ِج
Akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.8
2. Sayyid Sabiq berpendapat bahwa mud{a>rabah ialah :
“Akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak menyerahkann sejumlah
uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan, dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan kesepakatan”.9
3. Menurut Imam Saraksi sebagaimana dikutip dalam Wiroso mendefinisikan:
Mud}a>rabah sebagai sebuah perkataan yang diambil dari kata “darb” (usaha)
4. diatas bumi. Dinamakan demikian mud}a>rib berhak untuk bekerja sama bagi
hasil atas jerih payah dan usahanya.10
5 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: Pustaka Utama Graffiti, 1999), 26.
6 Ahmaed Kameel Mydin Meera, Dkk, International Shari’ah Research Academy For Islamic Finance (ISRA) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), 297.
7 Saiful Jazil, Fiqih Mu’amalah (Surabaya: Uin Sunan Ampel Press, 2014), 134. 8 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…, 137.
26
5. menurut jumhur ulama mud}a>rabah adalah :
ا
ْ
َي ْ
َف
َع
ْا
َل
ِلا
ك
ِا َل
ْا ي
َعل
ِم ا
ِل
َم
اا
ِل
َي
ِج
َ
ِف ْي
ِه
َ َي
ح
ْو
َ
ِ لا
حب
م
ْش
َ
ك
َب ا
ْي َ
َ
ِب ا
َح
ْس
ِب
َم
ش ا
ْ
َا
.Artinya:” Pemilik harta (pemodal) menyerahkan modalnya kepada pengusaha
untuk berdagang dengan modal tersebut, dan laba dibagi diantara keduanya berdasarkan persaratan yang disepakati”.11
Mud}a>rabah atau qira>d{ adalah salah satu bentuk akad kerjasama usaha antara dua belah pihak di mana pihak pertama (s}a>h}ib al-ma>l) menyediakan
modal, sedangkan pihak kedua menjadi pengelola atau (mud}a>rib). Keuntungan
usaha secara mud}a>rabah dibagi menurut kesepakatan bersama yang dituangkan
dalam kontrak, apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.12
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa dari bebearapa pengertian
yang dijelaskan oleh para ulama diatas, kiranya dapat dipahami bahwa akad
mud}a>rabah adalah kerjasama perniagaan antara dua pihak, satu pihak sebagai pemilik modal dan pihak lainnya sebagai pelaksana usaha, serta keuntungan dari
kerjasama tersebut akan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Tujuan dari
mud}a>rabah kerjasama antara pemilik modal (s}a>h}ib al-ma>l) dan pengelola
dana (mud}a>rib).13
10
Wiroso, Penghimpunan Dana Dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: IKAPI,2006), 33.
11Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bndung: Pustaka Setia, 2006), 224. 12 Mardani, Hukum Bisnis Syariah (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 138.
13Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani,2001),
27
2. Hukum mud}a>rabah dan Dasar Hukum mud}a>rabah
Asal hukum mud{a>rabah adalah boleh. Dalam buku Pokok-Pokok Hukum
Islam, yang ditulis oleh sudarsono, Menurut Husein bahreisj hukum mud{a>rabah adalah:
a. Antara kedua belah pihak yaitu pemberi modal dan penerima modal
harus berakal dan dewasa.
b. Pemberi modal harus memberikan hak penuh (bebas) kepada orang
yang akan menjalankan modalnya untuk urusan kerja atau
perdagangan.
c. Diterangkan dengan jelas atau diatur dalam perjanjian tentang
keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh orang yang sedang
menjalankan modal misalnya akan beroleh keuntungan yang
ditentukan dari hasil usahanya dan yang adil keuntungan itu dibagi
dua.
d. Kedudukan modal bisa dalam bentuk uang.
e. Penerima modal tidak dituntut ganti rugi (kecuali karena disia-siakan).
Jika terjadi kehilanagan atau mengalami kerugian.14
Dasar hukum mud}a>rabah al-qur’an dan hadis yaitu antara lain:
1. Al-Qur’an
Ayat- ayat yang berkenaan dengan mud{a>rabah , antara lain:
28
a. Surat Al-Baqarah :198
Artinya: “tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.”15
b. Surat an-nisa ayat: 29
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di anatara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.16
c. Surat al-muzzammil ayat: 20
Artinya: “dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain lagi berperang
dijalan Allah”.17
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argument dari surah
al-Muzammil: 20 adalah adanya kata yadribun yang sama dengan akar
kata mud}a>rabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.18
15
Ibid.,198.
16 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemah (Surabaya: Al-Hidayah), 122. 17 Ibid.,990.
29
Pada ayat di atas, secara umum mengandung makna
kebolehan dalam akad mud}a>rabah dalam mencari rizki dan
karunia Allah yang diberikan di muka bumi ini.
2. Hadis
Melakukan mud}a>rabah adalah hukumnya mubah (boleh). Dasar
hukumnya adalah sebagai berikut:
a. H.R. Ibnu Majah;
َع
ْن
َص
ِلا
ِح
ْب
ِن
ص
َ ْي
ب
َع
ْن
َا
ِب
ِهي
َق
َلا
َق
َلا
َ
س
لو
َِل
َص
َل ي
َع
َ ْي
ِه
َ
َس
َم
َث
َل
َ
ِف
ِي
ن
ْلا
َب ْي
ع
ِا َل
َا ي
َج
ل
َ ْلا
َق
َ ا
َض
َ َا
ْخ
َل
َا ْل
ب
ِ ِب
ْلا
ش
ِع
ِ ي
ِل ْ
َب ْي
ِت
َا
ِل ْ
َب ْي
ِع
)هج ام نبا ا (
Telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Ali al Khalal, telah menceritakan kepada kami Bisra ibn Sabit al Bazar, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Kosim dari Abdurrahman ibn Daud dari Sholih ibnu Suheb dari ayahnya berkata: Telah bersabda Rasulullah saw, Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan qira>d{ (memberi modal kepada orang lain) dan mencampurkan gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk diperjual-belika. (H.R Ibnu Majah dari Shuhaib).19
b. H.R. Malik;
َ
َح
َ َث
ِ
َم ي
ِا
َع كل
ْن
ْا
َعل
َل
ِء
ْب
ِن
َع
ْب ِ
لا
ْح
َ
ِن
َع
ْن
َا
ِب
ِهي
َع
ْن
َج
ِ ِ
َا
ع
ْث َ
َ ا
ْب
َن
َع
َق
َ ا
َا
ْع
َط
ا
َم
َاا
ِق
َ
ضا
َي ا
ْع
َ
ل
ِف
ِهي
َع
َلا
َا
ِ لا
ْب
َح
َب
ْي َ
َ
( ا
)كلام
Dan malik menceritakan kepadaku (bersumber) dari ‘Ala’ bin
(putera) Abdurrahman (bersumber dari ayahnya (bersumber) dari
kakeknya”bahwa sesungguhnya Uthman bin Affan memberi modal
untuk kerjasama dalam suatu bisnis (usaha) atas dasar (dengan akad perjanjian) bahwa keuntungan dibagi dianatar keduanya.20
3. Ijma
19 Aby ‘Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah,
juz 1 (Libanon: Dar al-Kutub,2004),720. Hadith no.2280.
20Malik,”al- Muwatta”. Hadith no.1196. dalam Mausu’ah al-Hadis al-Syarif, edisi ke-2 (Ttp.
30
Di antara ijma’ dalam mud}a>rabah adanya riwayat yang menytakan
bahwa Jemaah dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk
mud}a>rabah. Perbuatan tersebut tidak ditentang oleh sahabat lainnya. 21
4. Qiyas
Sedangkan dalil qiyas adalah bahwa mud}a>rabah dapat diqiyaskan
pada akad musyaqah (akad memelihara tanaman). Karena pertimbangan
kebutuhan masyarakat kepadanya, karena manusia itu ada yang kaya
dan yang miskin. Terkadang ada seseorang yang memiliki harta, tetapi
tidak tahu bagaimana mengelola hartanya dan membiniskannya. Ada
pula manusia yang tidak memiliki harta, tetapi pandai dalam mengelola
harta. Oleh karena itu, akad mud}a>rabah ini dibolehkan secara syara’
untuk memenuhi kebutuhan kedua. Allah tidak mensyariatkan
akad-akad kecuali karena demi kemaslahatan dan memenuhi kebutuhan
hamba-hamba-Nya”.22
3. Rukun dan syarat mud}a>rabah
Sebagaimana akad lain dalam Syariat Islam, agar mud}a>rabah atau
qira>d{ menjadi sah, maka harus memenuhi rukun dan syarat mud}a>rabah. Menurut mahzab Hanafi, rukun mud}a>rabah hanya ijab (dari pemilik modal) dan
kabul (pedagang/pelaksana).23
Menurut ulama syafi’iyah, rukun mud}a>rabah atau qira>d{ ada enam yaitu:
a. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
21Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah…, 226.
22 Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, Jilid V…, 479.
31
b. Orang yang bekerja, yaitu mengelola harta yang diterima dari
pemilik barang.
c. Akad mud}a>rabah dilakukan oleh pemilik dengan pengelola
barang.
d. Maal, yaitu harta pokok atau modal.
e. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga mengahsilkan laba.
f. Keuntungan.24
Sedangkan rukun dalam mud}a>rabah berdasarkan Jumhur Ulama ada 5
unsur yaitu: Akad, orang yang berakad, modal (ma’qud alaih), keuntungan dan
kerja (jasa).25 Menurut Sayid Sabiq rukun mud}a>rabah adalah ijab dan Kabul
yang keluar dari orang yang memiliki keahlian. 26
Syarat-syarat mud}a>rabah berhubungan dengan rukun-rukun
mud}a>rabah itu sendiri. Syarat-syarat sah mud}a>rabah adalah sebagai berikut:
1. Syarat aqidani (orang yang akan berakad) disyaratkan bagi orang yang
akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha adalah ahli
dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mud}a>rib mengusahakan
harta pemilik modal, yakni mejadi wakil. Namun demikian, tidak
disyariatkan harus muslim. Mud}a>rabah dibolehkan dengan orang kafir
dzimmi atau orang kafir yang dilindungi di Negara Islam.
24 Achmad Chumaidi Umar,dkk, Al-Fiqh’alal Madzahibul Araba’ah …,84.
25Suqiyah Musyafa’ah,
Hadith Hukum Ekonomi (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), 146.
32
Adapun ulama Malikiyah memakruhkan mud}a>rabah dengan kafir
dzimmi jika mereka tidak melakukan riba dan melarangnya jika mereka
yang melakukan riba.27
2. Syarat yang berkaitan dengan modal, yaitu:
a. Modal harus berupa yang seperti dinar, dirham, atau sejenisnya,
yakni segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian.
b. Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
c. Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada
di tempat akad. Juga dibolehkan mengusahakan harta yang dititipkan kepada orang lain, seperti mengatakan,”ambil harta saya
di si fulan kemudian jadikan modal usahakan!”.
d. Modal harus diberikan kepada pengusaha. Hal itu dimaksudkan agar
pengusaha dapat mengusahakannya, yakni mengusahakan harta
tersebut sebagai amanah.28
3. Syarat yang berkaitan dengan keuntungan, bahwa pembagian keuntungan
harus jelas presentasenya seperti 60%:40%, 50%:50% dan sebagainya
menurut kesepakatan besama. Biasanya, dicantumkan dalam surat
perjanjian yang dibuat dihadapan notaris. Dengan demikian, apabila terjadi
persengketaan, maka penyelesaiannya tidak begitu rumit. 29
27 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah… , 228.
28
Ibid .
33
Disamping itu juga disyaratkan hasil keuntungan milik berdua yaitu pemilik
modal (s}a>h}ib al-ma>l) dan pengelola (mud}a>rib) Maka tidak sah bila
dengan syarat keuntungan milik salah satu pihak.30
4. Syarat yang berkaitan dengan shighah (ijab dan qabul) normalnya, syarat
yang berkaitan dengan shighah mud}a>rabah serupa dengan shighah
kontrak-kontrak lain yang merupakan penawaran dan penerimaan.
Penawaran dilakukan dengan mengucapkan syarat-syarat mud}a>rabah .
contohnya adalah ketika A yang memiliki uang berkata keapad B ,”Ambillah uang ini dalam bentuk mud}a>rabah, dan apa yang Allah berikan dalam bentuk laba akan dibagi di antara kita…” (lalu ia merinci
suatu rasio pembagian laba). Jika B menerima tawaran tersebut dan
mengambil uang tersebut, maka kontrak mud}a>rabah disimpulkan. Laba
yang direalisasikan akan dibagi di antara mereka sesuai dengan rasio
pembagian laba yang sudah disepakati.
Penawaran dan penerimaan ini dapat dilakukan secara lisan, tertulis, atau
melalui segala sarana komunikasi yang dapat diterima oleh kedua pihak
yang berkontrak. Namun, dianjurkan perjanjian mud}a>rabah dilakukan
secara tertulis dan disertai saksi-saksi yang tepat, guna menghindari
perselisihan dan kesalahpahaman apa pun pada masa mendatang.31
5. Mud}a>rabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelolaan
harta untuk berdagang dinegara tertentu, memperdagangkan barang-barang
tertentu, pada waktu-waktu tertentu, sementra di waktu lain tidak terkena
30Aliy As’ad, Fat-Hul Mu’in Jilid 2(Menara Kudus)…, 274.
31
Ahmaed Kameel Mydin Meera, Dkk, International Shari’ah Research Academy For Islamic
34
persyaratan yang mengikat sering menyimpan dari tujuan akad
mud}a>rabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mud}a>rabah ada persyaratan-persyaratan, maka mud}a>rabah tersebut menjadi rusak (fasid)
menurut pendapat Al-Syafi’i dan Malik. Adapun menurut Abu Hanifah dan
Ahmad Ibn Hambal, mud}a>rabah tersebut sah. 32
Syarat khusus yang harus dipenuhi dalam mud}a>rabah terdiri dari syarat
modal dan kentungan. Syarat modal yaitu:
a. Modal harus berupa uang.
b. Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya.
c. Modal harus tunai bukan hutang dan
d. Modal harus diserahkan kepada mitra kerja.
Sementara itu syarat keuntungan yaitu keuntungan harus jelas ukurannya,
dan keuntungan harus dengan pembagian yang disepakati kedua belah
pihak.33
4. Pembagian Laba dan Rugi
Pembagian keuntungan antara mereka berdua antara s}a>h}ib
al-ma>ldan mud}a>rib. Agama tidak memberikan suatu ketentuan yang pasti tentang kadar keuntungan yang akan dimiliki oleh masing-masing pihak
yang melakukan perjanjian mud}a>rabah. Prosentase keuntungan akan
dibagi antara pemilik modal (s}a>h}ib al-ma>l) dan pelakasana usaha
(mud}a>rib) bisa berbentuk bagi rata atau tidak bisa dibagi rata. Hal ini
dipulangkan kepada kesepakatan yang sudah mereka buat sebelumnya.
32 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah …, 198.
35
Salah satu prinsip penting yang diajarkan oleh Islam dalam lapangan
mu‘a>malah ini adalah bahwa pembagian itu dipulangkan kepada
kesepakatan yang penuh kerelakaan serta tidak merugikan dan dirugikan
oleh pihak mana pun.34
Pembagian hasil mud}a>rabah dapat dilakukan dengan dua metode,
yaitu pembagian laba (profit sharing) atau pembagian pendapatan (revenue
sharing). Pembagian laba (profit sharing) dihitung dari pendapatan setyelah
dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mud}a>rabah .
Sementara pembagian pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total
pendapatan pengelolaan mud}a>rabah .35
Mud}a>rabah pada dasarnya adalah suatu serikat laba dan
komponen dasarnya adalah penggabungan kerja dan modal. laba bagi
masing-masing pihak dibenarkan berdasarkan dua komponen tersebut.
Risiko yang terkandung juga menjadi pembenar laba mud}a>rabah. Dalam
kasus yang kongsinya tidak menghasilkan laba sama sekali, risiko investor
adalah kehilangan sebagian atau seluruh modal, sementara mud}a>rib
adalah tidak mendapatkan upah atas kerja dan usahanya.36
Bagi keabsahan mud}a>rabah , besarnya pembagian keuntungan
anatara shahib al-mal dan mud}a>rib sudah harus ditentukan diawal.
Syariah tidak menentukan pembatasan mengenai berapa besarnya
pembagian keuntungan antara s}a>h}ib al-ma>l dan mud}a>rib. Mereka
34
Hemi Karim, Fiqh Muamalah, Cet-2…, 16. 35
Sutan Remy Sjahdeini, Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 318-319.
36 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah kritik atas Interprestasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis
36
dapat menyepakati untuk berbagi keuntungan sama besar atau berbagi
dengan porsi yang berbeda di antara keduanya.
Namun harus diperhatikan bahwa dalam membagi keuntungan
tersebut, para pihak dilarang untuk menentukan suatu jumlah yang tetap
atau tidak boleh pula mereka menentukan pembagian dengan menentukan
tingkat keuntungan tertentu terhadap modal. missal apabila mereka
menyepakati bahwa 40% dari keuntungan akan diterima mud}a>rib dan
60% kepada s}a>h}ib al-ma>latau sebaliknya.37
Apabila terjadi kerugian, maka s}a>h}ib al-ma>l kehilangan
sebagian atau seluruh modalnya, sedangkan mud}a>rib tidak menerima
remunerasi (imbalan) apa pun untuk kerja dan usahanya (jerih payahnya).
Dengan demikian, baik posisi shahib al-mal maupun mud}a>rib harus
menghadapi risiko. Namun seperti telah dikemukakan dimuka, yang
menanggung risisko finansial hanyalah s}a>h}ib al-ma>l sendiri,
sedangkan mud}a>rib sama sekali tidak menanggung risiko finansial tetapi
risiko berupa waktu, pikiran, dan jerit payah yang telah dicurahkanyya
selama mengelola proyek atau usaha tersebut, serta kehilangan kesempatan
untuk memperoleh sebagian dari pembagian keuntungan yang telah
diperjanjikan sebelumnya.
Dalam buku perbankan syariah yang ditulis oleh Sutan Remy
Sjahdeni menyatakan Menurut ulama mazhab hanafi,apabila dalam akad
mudarabah disyaratkan bahwa kerugian ditanggung bersama antara
37
s}a>h}ib al-ma>l dan mud}a>rib, maka syarat seperti itu batal dan
kerugian tetap harus ditanggung sendiri oleh pemilik modal.38
38
Bagan mud}a>rabah
Akad mud}a>rabah
Keuntungan Kegiatan usaha Pemodal (s}a>h}ib
al-ma>l)
Pengusaha
(mud}a>rib)
Bagian keuntungan pemodal Bagian keuntungan
pengusaha
39
5. Bentuk-bentuk mud}a>rabah
1. Mud}a>rabah Mutlaqah
Mud}a>rabah Mutlaqah adalah sistem mud}a>rabah dimana pemilik
modal (s}a>h}ib al-ma>l) menyerahkan modal sesuai kepada pengelola
(mud}a>rib) tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu dan dengan
siapa pengelola berinteraksi. 39
Penerapan akad mud}a>rabah Mutlaqah dalam perbankan adalah akad
mud}a>rabah dimana s}a>h}ib al-ma>l memberikan kebebasan kepada pengelola dana (mud}a>rib) dalam pengelola investasinya. Mud}a>rabah
Mutlaqah disebut dengan investasi dari pemilik dana kepada bank syariah dan bukan merupakan kewajiban atau ekuitas bank syariah.
Bank syariah tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya
apabila terjadi kerugian atas pengelolaan dana yang bukan disebabkan
kelalaian atau kesalahan bank sebagai mud}a>rib. Namun sebaliknya, dalam
hal bank syariah (mud}a>rib) melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
pengelolaan dana investor (s}a>h}ib al-ma>l), maka bank syariah wajib
mengganti semua dana investasi mud}a>rabah Mutlaqah . jenis investasi
mud}a>rabah Mutlaqah dalam aplikasi perbankan syariah dapat ditawarkan
dalam produk tabungan dan tabungan mud}a>rabah (MDA) berjangka.40
39
40
2. Mud}a>rabah Muqayyadah
Mud}a>rabah Muqayyadah atau mud}a>rabah yang terbatas apabila
pemilik modal (s}a>h}ib al-ma>l) menentukan bahwa mud}a>rib hanya
boleh berbisnis dalam bidang tertentu. Berarti mud}a>rib hanya boleh
menginvestasikan uang s}a>h}ib al-ma>l pada bisnis tertentu dan tidak
boleh pada bisnis di bidang yang lain.41
Batasannya antara lain tentang:
a. Tempat dan cara berinvestasi.
b. Jenis investasi.
c. Objek investasi.
d. Jangka waktu .42
Seperti halnya disebutkan diatas, menurut Muhammad dalam
Manajemen Bank Syariah, mud}a>rabah atas dua jenis, yakni yang bersifat
tidak terbatas (mutlaqah, untrestricted) dan yang bersifat terbatas
(muqayyadah, restricted).
Pada jenis mud}a>rabah yang pertama pemilik dana memberikan
otoritas dan hak sepenuhnya kepada mud}a>rabah untuk menginvestasikan
atau memutar uangnya.
Pada jenis mud}a>rabah kedua, pemilik dana memberi batasan kepada
mud}a>rib. Diantara batasan itu, misalnya adalah jenis investasi, tempat investasi, serta pihak-pihak yang dibolehkan terlibat dalam investasi. Pada
41
jenis ini, sahibul mal dapat pula mensyaratkan kepada mud}a>rib untuk
tidak mencampurkan hartanya dengan dana mud}a>rabah.43
6. Hikmah mud}a>rabah
Islam mensyariatkan dan membolehkan untuk memberi keringanan
kepada manusia. Terkadang sebagian orang memiliki harta,tetapi tidak
berkemampuan memproduktifkannya. Dan terkadang ada pula orang yang
tidak memiliki harta, tetapi ia mempunyai kemampuan
memproduktifkannya. Karena itu, syariat membolehkan mu‘a>malah ini
supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaat.
Pemilik harta mendapatkan manfaat dengan pengalaman mud}a>rib
(orang yang diberi modal), sedangkan mud}a>rib dapat memperoleh
manfaat dengan harta (sebagai modal). dengan demikian terciptalah
kerjasama anatara modal dan kerja. dan Allah tidak menetapkam segala
bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan terbendungnya
kesulitan.44
7. Akad mud}a>rabah berakhir dan batal
Mud}a>rabah bisa dibatalkan kalau sekiranya pihak pelaksana usaha memud}a>rabah kan pula modal yang diberikan itu keapada pihak lain.
Dalam ketentuan agama, modal yang diberikan seseorang kepada orang lain
tidak boleh dipindahtangankan kepada orang lain, sebab modal yang
diberikan itu bukanlah harta milik pelaksana usaha. Kalau hal itu terjadi,
43
42
maka mud}a>rabah pertama menjadi batal serta pelaksana usaha
berkewajiban mengembalikan modal kepada pemiliknya. 45
Akad mud}a>rabah dinyatakan berakhir (batal), apabila :
1. Masing-masing pihak menyatakan, bahwa akad itu batal, atau pekerja
dilarang bertindak untuk menjalankan modal yang diberikan, atau
pemilik modal menarik modalnya. Hendaknya diingat sebagaimana
telah disinggung terdahulu, bahwa kurang etis apabila pembatalan itu
datangnya dari sepihak.
2. Salah seorang akad gila, karena orang gila tidak dapat bertindak atas
nama hukum.
3. Pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam). Menurut Imam Abu
Hanifah, akad mud}a>rabah menjadi batal, karena kemurtadan itu.
Berdasarkan pendapat ini berarti tidak dibenarkan mengadakan
akad mud}a>rabah dengan non-muslim.
4. Modal telah habis terlebih dahulu, sebelum dikelola oleh pekerja
(pelaksana). Umpamanya, setelah dibuat perjanjian akad, modal tidak
jadio diserahkan, apakah karena dibelanjakan, dicuri orang atau
sebab-sebab lainnya.46
5. Salah seorang yang berakat meninggal wafat.jika wafat adalah pemilik
modal, maka akadnya menjadi batal, karena akad mud}a>rabah sama
dengan akad wakalah, yang gugur disebabkan wafatnya orang yang
mewakili dan akad mud}a>rabah, tidak bisa diwariskan. Tetapi
45 Helmi Karim, Fiqh Muamalah,Cet-2…, 16-17.
43