• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum Islam terhadap kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi keharmonisan rumah tangga tahanan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hukum Islam terhadap kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi keharmonisan rumah tangga tahanan."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

vii

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam terhadap Kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi Keharmonisan Rumah Tangga Tahanan” ini merupakan hasil penelitian kualitatif (field reseach) yang memiliki tujuan menjawab pertanyaan tentang apa kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi keharmonisan rumah tangga tahanan dan bagaimana analisis maslahah mursalah atas kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi keharmonisan rumah tangga tahanan.

Data penelitian dihimpun dari dokumen yang berupa data tentang kebijakan Polsek Tandes Surabaya, wawacara secara langsung dengan tahanan dan beberapa petugas yang bersangkutan di Polsek Tandes Surabaya. Serta literatur-literatur yang relevan terhadap pokok permasalahan peneliti. selanjutnya dianalisis menggunakan metode diskriptif analisis dengan pola pikir deduktif. kemudian dikelola dengan cara editing lalu dikelompokkan sehingga menghasilkan kesimpulan yang konkrit.

Jika dilihat sekilas kebijakan Polsek Tandes Surabaya bertentangan dengan hukum Islam yang ada, namun ketika dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan metode mas}lah}ah mursalah maka kebijakan ini boleh diberlakukan dengan alasan kebijakan ini bermaksud untuk menstabilkan emosional tahanan agar tetap harmonis dan sesuai dengan tujuan syariat (maqashidus syari’ah).

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan Polsek Tandes Surabaya adalah berupa bolehnya tahanan bertemu keluarga dengan syarat yang telah disepakati oleh tahanan dan petugas Polsek Tandes Surabaya sebagai upaya pengembangan kasus yang sedang dialami tahanan serta menstabilkan emosional tahanan yang sudah berkeluarga. Selanjutnya melalui pendekatan maqashidus

syari’ah yang meliputi lima prinsip kehidupan yang telah terpenuhi maka

kebijakan tersebut boleh diberlakukan.

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM NAFKAH DAN MASLAHAH MURSALAH A. Nafkah 1. Pengertin Nafkah ... 21

2. Kadar Nafkah ... 25

(3)

1. Hak Suami atas Istri ... 28

2. Kewajiban Suami terhadap Istri ... 30

C. Hak dan Kewajiban menurut Undang-Undang 1. Hak dan Kewajiban dalam UU No.1 tahun 1974 ... 35

2. Hak dan Kewajiban menurut KHI ... 36

D. Maslahah Mursalah 1. Pengertian Maslahah ... 37

2. Macam-macam Muslahah ... 38

3. Kehujjahan Maslahah Mursalah ... 45

4. Syarat-syart Kehujjahan Maslahah Mursalah ... 48

BAB III KEBIJAKAN POLSEK TANDES SURABAYA A. Gambaran Polsek Tandes Surabaya 1. Demografi ... 49

2. Struktur Bangunan ... 50

3. Kepegawaian ... 50

4. Struktur Organisasi Polsek Tandes Surabaya ... 51

5. Denah Polsek Tandes Surabaya ... 52

6. Sarana dan Prasarana ... 54

7. Luas Wilayah Polsek Tandes Surabaya ... 54

B. Data Tahanan Polsek Tandes Surabaya 1. Data Narasumber ... 57

C. Bentukk Kebijakan Polsek Tandes Surabaya... 58

D. Faktor Pendukung Dan Penghambat Di Polsek Tandes Surabaya ... 65 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Maslahah Mursalah atas Kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi Keharmonisan Rumah Tangga ... 6

(4)

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(5)

DAFTAR TABEL

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada

semua makhluk-Nya sebagai jalan berkembang biak dan melestarikan

keturunannya. pernikahan merupakan salah satu pokok hidup yang paling

utama dalam pergaulan masyarakat yang sempurna. Oleh sebab itu baik

negara maupun agama mengatur dengan tegas mengenai perkawinan agar

menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal. Dampak dari sebuah

peraturan maka timbulah hak dan kewajiban, baik suami maupun istri

mempunyai ketentuan masing masing yang diatur secara terperinci dalam

hukum Islam maupun negara, agar tidak mendholimi satu sama lain. Salah

satu hal yang diatur dan ditekankan oleh hukum Islam dan hukum positif

yaitu mengenai nafkah seorang suami terhadap istri dan anak-anaknya. baik

itu nafkah lahir yang berupa minuman, makanan, pakaian dan sebagainya.

Seringkali nafkah batin yaitu berupa kasih sayang, cinta, serta hasrat

seksual mengisi suatu hal yang masih kurang. Pemenuhan kebutuhan

tersebut membuktikan sebuah tanggung jawab suami sebagai kepala rumah

tangga dan apabila nafkah tersebut tidak terpenuhi maka suami tersebut

(7)

2

dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 80 ayat 4 yang berbunyi “sesuai

dengan penghasilannya suami menanggung:

a. Nafkah, kiswah dan kediaman bagi istri.

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan

anak

c. Biaya pendidikan bagi anak.1

Sebagaimana juga firman Allah SWT dalam Alquran surat

Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi :













...

Artinya: “dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.” 2

Ayat di atas merupakan petunjuk yang sangat jelas pergaulan antara

suami dan istri, agar keduanya bergaul secara ma’ru@f (baik). Dalam artian,

Memberi nafkah itu wajib bagi suami sejak akad nikahnya sah dan benar.

Hakikatnya pergaulan tersebut tidak hanya meliputi aspek materi namun

juga aspek immateri atau perasaan berupa hubungan yang baik, perlakuan

yang baik, keadilan dan aspek sisi ekonomi yang menjadi penunjang roda

kehidupan rumah tangga yang kuat.

Dari uraian sebelumnya secara tidak langsung menunjukkan peran

penting suami dalam memenuhi hajat istrinya, begitu juga istri mempunyai

kewajiban memenuhi hajat seksual suaminya, selama tidak ada halangan

1

Departemen Agama, KHI dan UU NO.1 thn 1974 tentang Perkawinan, (Jakarta: 1996), 223-224.

2

(8)

3

atau larangan istri melayani suami, maka istri wajib apabila suatu saat suami

mengajak berhubungan badan atau kelamin.

Sayyid Muhammad Ridhwi dalam bukunya yang dikutip dari hadist

Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa ada kalanya seorang suami wajib

melakukan hubungan seksual dengan istrinya sekurang-kurangnya sekali

dalam empat bulan, sebab ini dipandang sebagai salah satu hak perkawinan

bagi si istri. Kewajiban tersebut tetap berlaku selama tidak ada alasan yang

sah atau bila si istri membiarkan haknya itu gugur.3 Untuk memperjelas

pembahasan, seksualitas diartikan sebagai suatu pengungkapan emosi,

perasaan, watak dan orientas seksual. Terdapat dua konsep makna

seksualitas yaitu sex act dan sex behavior. Sex act merupakan konsepsi dari

pengertian sex sebagai memiliki anak dan pengungkapan rasa sayang serta

cintanya. Sedangkan Sex behavior merupakan konsepsi dari pengertian sex

sebagai kepuasan belaka.4

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat Al-Imran Ayat

14 yang berbunyi:

                                               

Artinya:”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang

3

Muhammad Ridhwi, Perkawinan dan Seks dalam Islam, (Jakarta: PT.Lentera Britama, 1996), 92.

4

(9)

4

ternak. dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”5

Namun demikian, dalam persoalan yang berkaitan dengan proses

pemenuhan nafkah batin bagi suami istri tidak selalu sesuai dengan

penerapannya, salah satunya karena keberadaan suami istri tersebut

berjauhan mungkin karena terikat kontrak kerja atau karena keadaan

tertentu. Salah satu contoh hambatan dalam pemenuhan nafkah batin

tersebut dapat dilihat pada kasus yang terjadi di RUTAN (Rumah Tahanan),

bagi suami atau istri yang tinggal sementara waktu di rutan sudah tentu

berpisah yang disebabkan salah satu dari suami istri tersebut harus menjalani

proses penyelidikan ataupun persidangan.

Upaya penahanan yang dilakukan pihak kepolisian sudah tentu

memiliki konsekwensi tersendri bagi suami maupun istri. Dari pihak suami

tidak dapat berusaha memenuhi kebutuhan nafkah lahir maupun batin

istrinya yang mana menjadi kewajibannya, begitu pula istri yang tidak bisa

merasakan haknya seperti pada umumnya karena memang sangat dibatasi

ruang geraknya. Hal seperti itu dirasakan juga oleh tahanan yang berada di

Polsek Tandes Surabaya.

Bagi tahanan yang mendekam di Polsek Tandes Surabaya yang

mayoritas adalah laki-laki merasakan kesulitan untuk memenuhi hasrat

seksual maupun pemenuhan nafkah batin lainnya. Kesulitan tersebut

disebabkan karena tidak adanya ruang khusus bagi tahanan untuk

5

(10)

5

melepaskan hajat mereka. Meskipun masa penahanan mereka dalam proses

penyelidikan yang umunya hanya 20 hari sampai paling lama ± 40 hari

sebelum akhirnya divonis oleh hakim, sebab kebutuhan seperti itu tidak

dapat diketahui kapan datangnya. Akan tetapi Polsek Tandes Surabaya

mempunyai kebijakan tersendiri untuk para keluarga jika ingin membesuk

tahanan, lembaga bersangkutan memberi izin besuk dalam jangka seminggu

dua kali yaitu pada hari selasa dan kamis dengan estimasi waktu antara jam

10.00 s/d 14.00 , di jam serta hari tersebut keluarga bisa membesuk tanpa

ada batasan waktu lamanya bertemu, sesuai situasi dan kondisi pada hari itu.

Kalau pada hari itu ramai oleh pembesuk maka petugas akan memberi

batasan karena ruang jenguk tidak begitu besar dan harus bergantian dengan

yang lain.

Pada dasarnya tidak ada peraturan yang dikeluarkan oleh pimpinan

POLRI (Polisi Republik Indonesia) yang mengatur mengenai pemenuhan

nafkah batin di dalam tahanan, hanya saja setiap tingkatan lembaga seperti

di POLRES (Polisi Resort) mempunyai kebijakan tersendiri, contoh seperti

di POLRESTA Medan yang memeberikan pelayanan berupa ruang biologis

kepada para tahanannya, sedangkan di Polsek Tandes Surabaya sendiri hanya

memberikan ruang jenguk, di sisi lain ketika menjenguk tidak boleh ada

kontak fisik yang berlebihan antara penjunguk dan tahanan ini dikarenakan

takut terjadi kecemburuan sosial antar tahanan. Sebagai pengontrol

emosional atau psikologi para tahanan Polsek Tandes Surabaya

(11)

6

kebanyakan yaitu makanan dan pakaian, dari dalam tahanan juga boleh

beribadah leluasa seperti membaca Alquran dan yang bersifat agamis.

Hubungan seksual suami istri selain dapat melanjutkan keturunan, di

sisi lain juga membawa ketentraman perasaan satu sama lain, terlebih jika

suami manjadi seorang tahanan, yang ruang geraknya jelas dibatasi oleh

negara dan peraturan dari lembaga itu sendiri, akan menjadikan kebahagian

tersendiri bagi suami, juga meminimalisir sebuah pertikaian, perceraian,

perzinahan dan penyimpangan seksual yang bisa saja terjadi antara kedua

belah pihak. Jika ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan oleh MENKUMHAM (Menteri Hukum Dan Hak Asasi

Manusia) Nomer 2 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga

Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara pada bab III dijelaskan

mengenai kewajiban dan larangan narapidana di pasal 4 pada ayat 2 yang

berbunyi “narapidana atau tahanan dilarang melakukan perbuatan asusila

dan/atau penyimpangan seksual. Adanya larangan tersebut sebaiknya

diimbangi juga dengan sebuah solusi yang bisa meminimalisir kegiatan

penyimpangan di dalam rutan.

Sebab ajaran agama Islam sendiri juga menganjurkan untuk menjauhi

sebuah kemudhorotan yang bisa merugikan diri sendiri atau disini

maksudnya para tahanan, maka menurut hematnya diperlukan sebuah

mas}lah}ah (sesuatu yang baik atau bermanfaat) untuk menjaga tujuan syarak

(12)

7

memelihara akal, memelihara keturunan dan memelihara harta.6 Jadi

mas}lah}ah tersebut tidak hanya diukur oleh akal manusia saja namun juga

selaras dengan tujuan syarak yang telah dikemukakan di atas. Akan tetapi

tidak semua syarak ada dalilnya hal ini disebut dengan mas}lah}ah mursalah,

mas}lah}ah yang menurut istilah artinya manfaat sedangkan mursalah artinya

lepas. Beberapa pendapat ulama’ mengenai pengertian mas}lah}ah mursalah ,

yaitu :

Menurut Abu Nur Zuhair, mas}lah}ah mursalah adalah suatu sifat yang

sesuai dengan hukum, tetapi belum tentu diakui atau tidaknya oleh syarak.

Abu Zahrah mendefinisikannya dengan suatu masalah yang sesuai dengan

maksud-maksud pembuat hukum secara umum, tetapi tidak ada dasar yang

secara khusus menjadi bukti diakui atau tidaknya.7 Sedangkan menurut Dr.

Nasrun Rusli, mas}lah}ah mursalah yaitu suatu upaya dalam menetapkan

hukum yang berdasarkan atas kemaslahatan, dan tidak ditetapkan

hukumnya dalam nas} maupun ijma’ serta tiada penolakan tasnya secara

tegas, akan tetapi kepentingan tersebut didukung oleh dasar syari’at yang

bersifat umum dan pasti yang sesuai dengan tujuan syarak.8

Oleh karena itu mas}lah}ah mursalah yaitu mas}lah}ah yang lepas dari

dalil khusus. Terdapat perbedaan pendapat dari 4 mazhab yang dipakai oleh

Islam mengenai kehujjahan mas}lah}ah mursalah ini dan juga mengenai

pemenuhan nafkah batin oleh tahanan mempunyai pandangan tersindiri di

6

Amir Syarifudin, Ushul Fiqh,jilid II, (Jakarta: PT.Kencana, 2009), 245-246.

7

Rachmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: PT.Pustaka Setia, 1998). 117.

8

(13)

8

setiap 4 mazhab ini ada yang membolehkan dengan syarat, ada yang yang

menolak seutuhnya. Melihat banyaknya kasus yang sebenarnya dialami oleh

tahanan akibat hal yang telah dijelaskan di atas. Penulis tertarik untuk

membahas tentang Analisis Hukum Islam terhadap Kebijakan Polsek Tandes

Surabaya bagi Keharmonisan Rumah Tangga Tahanan.

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasiknan

permasalahan yang mungkin timbul di antaranya yaitu:

1. Kewenangan Polsek Tandes Surabaya dalam membuat kebijakan

pemenuhan nafkah batin oleh tahanan.

2. Kewenangan Polsek Tandes Surabaya dalam memberi izin terhadap

pemenuhan nafkah batin.

3. Bentuk-bentuk pemenuhan nafkah batin oleh tahanan.

4. Hak dan kewajiban tahanan di dalam penjara.

5. Dampak pemenuhan nafkah batin oleh tahanan bagi keluarga.

6. Faktor pendukung dan penghambat dalam upaya pemenuhan nafkah

batin.

7. Mas}lah}ah mursalah terhadap kebijakan Polsek Tandes Surabaya.

8. Latar belakang kasus para tahanan di Polsek Tandes Surabaya.

Dari berbagai masalah yang telah diidentifikasi di atas, untuk lebih

fokus dan tidak menimbulkan bias, maka penulis membatasi masalah, yaitu:

1. Kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi keharmonisan rumah tangga

(14)

9

2. Mas}lah}ah mursalah atas kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi

keharmonisan rumah tangga tahanan?

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, beberapa permasalahan

pokok yang diteliti antara lain sebagai berikut:

1. Apa kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi keharmonisan rumah

tangga tahanan?

2. Bagaimana analisis mas}lah}ah mursalah atas kebijakan Polsek Tandes

Surabaya bagi keharmonisan rumah tangga tahanan?

C. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat

jelas perbedaan kajian yang dilakukan bukan merupaka pengulangan atau

duplikasi dari kajian atau penelitian sebelumnya.

Penelitian serupa telah dilakukan oleh Arif Pristiawan yang berjudul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perilaku Seksual Narapidana (Studi Kasus

di Rutan Banjarsari Gresik)”. Skripsi ini menjelaskan tentang penyimpangan

para tahanan seperti onani atau mansturbasi, yang dalam hukum Islam masih

(15)

10

tahanan yang sudah berstatus nikah untuk memenuhi kebutuhan seksualnya

sebagi faktor utama terjadinya penyimpangan seksual tersebut.9

Kedua, skripsi yang disusun oleh Dedy Sulistyanto yang berjudul

“Kewajiban Suami Narapidana Terhadapa Keluarga (Studi Kassus di Lapas

Kelas II A Bateng Ambarawa)” skripsi ini meniliti tentang kewajiban suami

narapidana dalam menafkahi keluarganya sesuai dengan kemampuanya,

dengan cara mengikuti program kemandirian dan mendapat upah, serta

keluarga diberi wewenang untuk mengelola barang yang ditinggalkan,

adanya dukungan dari pihak lembaga menjadi faktor pendukung bagi

narapidana. Sebab ditinjau dari hukum islam dan perundang-undangan wajib

bagi suami untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam Al-quran, KHI

dan undang-undang No.1 tahun 1974.10

Ketiga, jurnal yang disusun oleh Nicolaus Bela Marzelo Negrou yang

berjudul “Upaya Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto Dalam Memenuhi

Kebutuhan Seksual Narapidana Yang Terikat Perkawinan” jurnal ini

meneliti tentang peran lembaga dalam memenuhi kebutuhan seksual

narapidana di tengah-tengah keterbatasan ruang dan waktu serta tidak

adanya payung hukum yang jelas. Dalam upayanya lembaga pemasyarakatan

purwokerto memberi fasilitas berupa Cuti Bersyarat (CB), Cuti Menjelang

Bebas (CMB) dan Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK), di sisi lain juga ada

9

Arif Pristiawan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perilaku Seksual Narapidana, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga, 2007).

10

(16)

11

pembinaan kepribadian untuk narapidana atau tahanan agar ketika nanti

kembali kemasyarakat dapat diterima dengan baik.11

Keempat, adalah skripsi yang ditulis oleh saudari Aisy Soraya yang

berjudul “Upaya Pemenuhan Nafkah Batin Terhadap Keharmonisan Rumah

Tangga Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Telukdalam Banjarmasin”.

Dalam skripsi ini meneliti tentang masalah dari seorang suami yang tinggal

di rumah tahanan, akibat tindakan pidana yang dilakukannya, sehingga

mengalami kesulitan untuk melakukan hasrat seksual atau pun pemenuhan

nafkah batin lainnya. tidak tersedianya bilik mesra bagi pasangan suami istri

yang tempatnya nyaman, aman, dan tidak diketahui orang lain atau anggota

penghuni LP (Lemabaga Pemasyarakatan) lainnya ketika melakukan hasrat

seksual maupun pemenuhan nafkah batin lainnya bagi suami istri.

bentuk-bentuk pemenuhan nafkah batin yang bias dilakukan narapidana Lembaga

Pemasyarakatan Teluk dalam Banjarmasin, yaitu memberikan kasih sayang,

cinta, pendidikan, dan penyaluran hasrat seksual, dengan bentuk tatap muka

dan bersenda gurau yang kerap dilakukan narapidana terhadap istrinya,

sedangkan penyaluran hasrat seksual dalam upaya pemenuhan nafkah batin

jarang dilakukan narapidana terhadap istrinya demi untuk menjaga

kehormatan istrinya di tengah umum.12

11

Nicolaus Bela Marzelo Negrou, Upaya Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto Dalam Memenuhi Kebutuhan Seksual Narapidana Yang Terikat Perkawina, (Skripsi, Universitas Atma Jaya, Yoyakarta. 2015).

12

(17)

12

Kelima, thesis yang disusun oleh saudara Lukman Hakim yang

berjudul “Pemenuhan Nafkah Batin Istri Yang Terpidana di Lapas Kelas II A

Malang, Dan Implikasinya Bagi Keharmonisan Keluarga” thesis ini

menjelaskan tentang pemenuhan nafkah batin di lapas terasa sangat

kesulitan, ini disebabkan tidak adanya ruang dan waktu yang memadai

disertai dengan proses administratif yang rumit membuat enggan untuk

meminta izin penggunaan fasilitas tersebut dan dalam thesis ini lebih

ditekankan pada hubungan pemenuhan biologis.13

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibuat yaitu untuk menjawab pertanyaan

sebagaiamana yang ada dalam rumusan masalah di atas sehingga nantinya

dapat diketahui secara jelas dan terperinci tujuan diadakannya penelitian ini.

Adapun tujuan tersebut ialah:

1. Mengetahui kebijakan di Polsek Tandes Surabaya bagi keharmonisan

rumah tangga tahanan.

2. Mengetahui analisis mas{lah}ah mursalah bagi keharmonisan rumah

tangga tahanan.

E. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari dua aspek,

yaitu:

13

(18)

13

1. Kegunaaan secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan khazanah

ilmu pengetahuan kepada para akademisi guna mengetahui tentang

perkawinan khususnya yang terjadi terhadap para tahanan yang

mempunyai keadaan terbatas ruang geraknyan dan sebagai syarat

memperoleh gelar strata 1.

2. Keguanaan secara prakstis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan bagi aparat POLRI sebagai bahan masukan untuk

kedepannya agar lebih baik lagi dan untuk masyarakat pada umumnya

agar memperhatikan keadaan keluarga yang menjadi tahanan.

F. Definisi Oprasional

Agar tidak terjadi kesalah pamahaman dalam tafsiran judul penelitian

ini, maka penulis akan memaparkan pengertian yang bersifat operasional

sebagai berikut:

1. Hukum Islam : Hukum Islam yang dimaksud adalah teori tentang

mas}lah}ah mursalah dan teori tentang nafkah dalam keluarga.

2. Kebijakan Polsek Tandes Surabaya: diizinkannya tahanan untuk

bertemu dengan keluarganya dalam upaya pemenuhan nafkah batin,

dengan beberapa syarat yang telah disepakati antara tahanan dan

(19)

14

G. Metode Penelitian

Dalam upaya menemukan dan mengembangkan suatu ilmu yang

bersifat objektif, maka harus menggunakan metode penelitian yang sesuai

untuk memperoleh dan mengumpulkan data kemudian dianalisis secara

sistematis berdasarkan ilmu pngetahuan yang ada.

1. Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan merupakan data dari keterangan

seseorang yang dijadikan objek penelitian maupun yang berasal dari

dokumen-dokumen baik dalam bentuk statistik atau dalam bentuk

lainnya guna keperluan penelitian yang dimaksud.

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka dalam penelitian

ini data yang akan dihimpun yaitu:

a. Data tentang bentuk kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi

keharmonian rumah tangga tahanan.

b. Data yang diperoleh dari literasi yang relevan terhadap hukum islam

khususnya tentang mas}lah}ah mursalah.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Sumber data primer

Sumber data primer yang dipakai dalam penulisan ini adalah

penjelasan yang didapat dari hasil wawancara terhadap tahanan

yang terikat perkawinan beserta istrinya dan petugas dari Polsek

(20)

15

b. Sumber data sekunder

Yakni bahan pustaka yang menjelaskan mengenai hukum

primer, antara lain Undang-undang, hasil penelitian terdahulu,

putusan pengadilan dan pustaka yang seputar hukum primer, adapun

beberapa literatur terkait meliputi:

1) Departemen Agama, KHI dan UU NO.1 thn 1974 tentang

Perkawinan

2) Muhammad Ridhwi, Perkawinan dan Seks dalam Islam

3) Rahmat Sudirman, Kontruksi Seksualitas Islam dalam Wacana

Islam

4) Rachmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqh

5) Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-Syaukhani

6) Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh II

7) Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh

8) Taha Jabir Al Alwani, Metode Hukum Islam Konteporer

9) Masykur Anhari, Ushul Fiqh

10)Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh

3. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.14

Yang merupakan bagian terpenting dalam sebuah penelitian. Data

dapat diperoleh dengan sistem tanya jawab antara pewawancara

14

(21)

16

dengan terwawancara yang pertanyaanya sudah disusun dan

direncanakan agar pertanyaan lebih terfokus, namun tidak

dipungkiri ada tambahan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah

tersebut di atas. Sasaran wawancara adalah Kepala Petugas yang

menangani Tahanan di Polsek Tandes Surabaya dan para tahanan

yang berkeluarga.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data

dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat

oleh subjek sendiri atau orang lain.15 Sasaranya mencari data berupa

catatan, data monografi Polsek Tandes Surabaya, jumlah tahanan

yang ada dan lainnya yang dianggap perlu.

4. Tekhnik Pengolahan Data

Dari data yang telah diperoleh selanjutnya penulis mengolah data

dengan berbagai langkah pengolahan data, langkah yang harus ditempuh

dalam pengolahan data sebagai berikut:

a. Editing

Yaitu pemeriksaan kembali terhadap data-data yang

diperoleh setelah data terkumpul. Maka kegiatan selanjutnya adalah

memeriksa kembali mengenai peraturan atau kebijakan bagi

keharmonisan rumah tangga tahanan istrinya di Polsek Tandes

Surabaya. 15

(22)

17

b. Organizing

Yaitu kegiatan mengatur dan menyusun bagian-bagian

sehingga seluruhnya menjadi satu kesatuan yang teratur, kegiatan

ini dilakukan untuk menyusun data dengan sistematis untuk

memperoleh gambaran yang jelas tentang pemenuhan nafkah batin

oleh tahanan di Polsek Tandes Surabaya.

5. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk

menganalisis, mempelajari serta mengolah data tertentu, sehingga dapat

diambil kesimpulan yang konkrit tentang permasalahan yang diteliti.16

Teknis analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah:

a. Teknis diskriptif analisis

Yaitu dengan menggambarkan atau melukiskan secara

sistematis kebijakan Polsek Tandes Surabaya, kemudian dianalisis

sehingga memberikan pemahaman yang konkrit, kemudian dapat

ditarik kesimpulan. Dalam hal ini mengambil kasus di Polsek

Tandes Surabaya yang berkaitan dengan kebijakan bagi

keharmonisan rumah tangga tahanan, kemudian dikaitkan dengan

teori dan dalil-dalil yang terdapat dalam berbagai literatur sabagai

analisis, sehingga mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifat

umum.

16

(23)

18

b. Pola pikir deduktif

Yaitu metode berpikir yang pada awalnya mengemukakan

teori-teori bersifat umum tentang nafkah dan mas}lah}ah mursalah

yang ada hubungannya dengan hukum Islam, selanjutnya digunakan

untuk menganalisis kasus yang terjadi di Polsek Tandes Surabaya,

dengan analisis terhadap peraturan ataupun kebijakan bagi

keharmonisan rumah tangga tahanan tersebut.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari V bab yang

mempunyai beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang saling

berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun sistematika

pembahasan agar mempunyai alur pikiran yang jelas dan terfokus, sebagai

berikut:

Bab Pertama, sebagai Pendahuluan merupakan bab pertama dalam

pembuatan penelitian ini, agar penelitian benar-benar terfokus, oleh sebab

itu, dalam bab pendahuluan ini sedikit dijelaskan menganai problematika

tahanan dalam memenuhi kewajibannya memberi nafkah batin terhadap

istrinya. Pada bab pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah yang

menggambarkan masalah itu timbul, yang nantinya akan diidentifikasi dan

diberi batasan masalah agar nantinya pada rumusan masalah tidak melebar

ke permasalah lain atau pembahasan lain, kajian pustaka dan yang terkahir

(24)

19

Bab Kedua, Landasan Teori, berisi Gambaran Umum Tentang

Konsep Mas}lah}ah Mursalah Dan Nafkah: Pengertian Nafkah Serta kadarnya,

Hak dan Kewajiban Dalam Keluarga Menurut Islam, Hak dan Kewajiban

menurut KHI. peneliti memasukkan kajian teori sebagai perbandingan dari

penelitian ini. Dari kajian teori diharapkan sedikit memberikan gambaran

tentang objek yang akan diteliti, dan nantinya kajian teori ini akan

disesuaikan dengan permasalahan yang akan diteliti sehingga kajian teori

dapat dijadikan alat analisis untuk menjelaskan bagian data yang telah

dikumpulkan.

Bab Ketiga, Merupakan hasil dari penelitian, berisi tentang gambaran

umum tentang Polsek Tandes, data data tahanan, bentuk kebijakan Polsek

Tandes Surabaya dan faktor penghambat kebijakan Polsek Tandes Surabaya.

Bab Keempat Berisi tentang analisis hukum Islam terhadap

kebijakan Polsek Tandes Surabaya bagi keharmonisan rumah tangga

tahanan.

Bab Kelima, Merupakan bagian terakhir dari skripsi ini yang

menyajikan kesimpulan yang disertai dengan saran-saran dan dalam bab

terkahir ini akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran lampiran

(25)

21 BAB II

TINJAUAN UMUM NAFKAH DAN MAS}LAH}AH MURSALAH

A.Nafkah

1. Pengertian Nafkah

Nafkah secara etimologi berasal dari bahasa arab al-Infa@q yang

artinya “pengeluaran”. Dalam kamus Arab-Indonesia lainnya diartikan

sebagai “pembelanjaan”. Dua pemaknaan bahasa Indonesia yang

mempunyai arti “sama”. Secara terminologi nafkah adalah sesuatu yang

wajib diberikan berupa harta untuk memenuhi agar bertahan hidup baik

berupa pakaian, makanan tempat tinggal dan yang menjadi kebutuhan

istri.1 Rasulullah bersabda2:

َ وَ ع

َ نَ

َ ح

َ كَ ي

َ مََ ب

َ نَ

َ مَ ع

َ واَ

يَ ة

ََ ع

َ نََ

اَ بَ ي

َ َ

َ رَ ض

َ يَ

َ ل

ََ عَ

َ ََ ق

َ لَا

َ

َ قَ:

َ ل

َ ت

ََ ي

َ رَ

َ سَ و

َ لَ

َ ل

ََ م

َ حَا

َ قَ

َ زَ و

َ ج

ََ ا

َ ح

َ د

َ نَ

َ عَ لَ ي

َ

َ قَ؟

َ لَا

ََ ت

َ ط

َ عَ م

َ ه

َ اَا

َ ذ

َ اَا

َ كَ ل

َ ت

َ وَ,

َ تَ ك

َ سَ و

َ

َ اَا

َ ذ

َ كاَا

َ تَ س

َ ي

َ ت

ََ و

َ لَ ت

َ ضَ

ر

َ ب

َ

َ ولا

َ جَ

ََ و

َ ل

َ تََ ق

َ بَ ح

َ و,

َ لَ ت

َ ه

َ جَ ر

َ

َ ا

ََل

َ َِ

َ

َ بلاَ ي

َ ت

َ

َ ر(َ و

َ اََ

ا

َ ح

َ دَ

َ وَ اَ ب

َ وَ

َ دَ وا

َ دََ

و

ََلا

َ سَ ا

َ ئ

ََ وَ با

َ نَ

َ م

َ جا

َ َ و,

َ عََل

َ قَ

َ بلا

َ خ

َ را

َ ي

ََ بَ ع

َ ض

َ ََ و

َ ص

ََح

َ حَ

ََ با

َ نَ

َ حَ

َب

َ نا

ََ و

َ لا

َ كا

َ م)

Artinya: “dari Hakim Putera Muawiyah dari ayahnya ra, ia berkata: aku bertanya: “ya Rasulullah, apakah kewajiban seseorang diantara kami terhadap istri?”, beliau menjawab: “kamu beri makan bila kamu makan, dan memberinya pakaian bila kamu berpakaian, janganlah kamu memukul, maka dan janganlah mencela, dan jangan kamu tinggalkan kecuali didalam rumah”. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Nasa’i dan Imam Ibn Majah). Sebagian hadits ini dita’liqkan oleh Imam Bukhori

1 Mardani, Hukum Perkawinan Islam: Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 75.

(26)

22

Dipertegas oleh firman Allah SWT yang berbunyi:

                                                                                                   

Artinya :”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al Baqarah (2): 233)

Terselenggaranya akad nikah yang sah menimbulkan adanya hak

dan kewajiban antara suami istri tersebut. Diantara kewajiban dan hak yang

harus dipenuhi seorang suami adalah memberi nafkah keluarganya, baik

berupa pakaian dan tempat tinggal bersama. Adanya ikatan perkawinan

yang sah semata-mata untuk suaminya dan tertahan sebagai miliknya,

karena suami berhak menikmati secara terus menerus. Islam mewajibkan

kepada suami untuk memberikan nafkah kepada istrinya sebagai timbal

baliknya seorang istri wajib taat kepada suami, tinggal di rumahnya,

mengurus rumah tangganya dan mendidik anak-anaknya. Selama ikatan

(27)

23

ada hal-hal lain yang menghalangi pemberian nafkah itu maka wajib

hukumnya memberi nafkah. “setiap orang yang tertahan untuk hak orang

lain dan mengambil manfaatnya, maka nafkahnya atas orang yang menahan

karenanya”.3Banyak definisi yang dikemukakan para ulama tentang nafkah

tersebut, seperti Wahbah al-Zuhaili menjelaskan pengetian nafkah yaitu

“mencukupi kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya berupa

makanan, pakaian dan tempat tinggal”. apa yang diungkapkan hampir

senada dengan Syamsuddin Muhammad ibn Muhammad Khatib

al-Syarbaini yang memebatasi pemaknaan nafkah adalah “sesuatu yang

dikeluarkan dan tidak dipergunakan kecuali untuk sesuatu yang baik”.

Di sisi lain disebutkan dalam kitab Mu’jamul Wasith juz II sebagian

ulama memberikan batasan tentang nafkah yang lebih kompleks yaitu

apa-apa yang dikeluarkan oleh seorang suami untuk keluarganya berupa

makanan, pakaian, tempat tinggal dan yang selainnya. maksudnya nafkah

ini juga mencakup keperluan si istri waktu melahirkan, meliputi

pembiayaan bidan, dokter yang membantu jalannya persalinan, biaya

pengobatan dan sewa rumah sakit. Termasuk didalamnya berupa

pemenuhan hubungan bioligis. Sesuai dengan perintah Allah SWT dalam

surat At-Thalaq ayat 6 yang berbunyi:

(28)

24                                                         

Artinya:”Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS. At-Thalaq (65): 6)4

Adapun syarat-syarat seorang istri agar mendapatkan nafkah adalah

sebagai berikut:5

1. Akad pernikahan yang dilakukan sah.

2. Istri menyerahkan sepenuhnya kepada suami.

3. Istri memungkinkan suami untuk menikmatinya.

4. Istri tidak menolak untuk berpindah ke tempat manapun yang

dikehendaki oleh suami.

5. Keduanya memiliki kemampuan untuk menikmati hubungan suami istri.

Apabila dari syarat-syarat tidak terpenuhi maka nafkah tersebut

tidak wajib diberikan kepada istri.6

4Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah..., 560.

(29)

25

2. Kadar Nafkah

Seseorang wajib memberi nafkah disebabkan tiga hal yaitu: (1)

sebab kekerabatan, (2) sebab kepemilikan dan (3) sebab pernikahan. Jika

istri hidup serumah dengan suami, maka suaminya wajib menanggung

nafkahnya, sebagai istri mengurus jalannya rumah tangga dan mengatur

kebutuhan. Dalam hal ini istri tidak berhak menuntut nafkah dalam jumlah

tertentu, selama suami melaksanakan kewajiban tersebut. Namun beda

halnya jika suami pada kondisi tertentu, seperti di tahanan atau sakit.

Kalau suami mengalami kesulitan sehingga tidak sanggup memberi nafkah

istrinya, maka si istri mempunyai pilihan antara sabar dan meminta cerai.

Akan tetatpi jika seorang suami tersebut berkecukupan namun hanya

memberi nafkah “kecil” kepada istrinya sebaiknya si istri tidak meminta

cerai. Sebab syarat cerai adanya kenyataan bahwa suami benar-benar tidak

sanggup memberi nafkah atau dengan penjelasan yang dibenarkan oleh

agama.7 Sebagai dasarnya Allah SWT berfirman yang berbunyi:

                                     

Artinya:“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At-Thalaq (65) 7).8

7 Abdul Fattah Idris, Kifayatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 256.

(30)

26

Pada ayat di atas suami diperintahkan untuk memberi nafkah sesuai

dengan kemampuannya atau pendapatan yang di milikinya. Selain itu ayat

di atas mengingatkan para istri agar menutut hak nafkahnya benar-benar

mempertimbangkan kemampuan suaminya. Untuk menghindari sifat

pemborosan dan membeli sesuatu tidak sesuai dengan kebutuhan. Bukan

tidak mungkin jika suami terus dipaksa atau ditekan untuk menafkahi

dalam jumlah tertentu akan timbul rasa tidak senang yang akhirnya

berujung pada pertengkaran yang mengakibatkan perceraian. Sebab setiap

individu mempunyai kemampuan yang berbeda.

Kaitannya dengan kadar jumlah nafkah yang diberikan suami

kepada istri ulama fiqh berbeda pendapat. Jumhur ulama selain madzhab

syafi’i menetapkan bahwa jumlah nafkah diberikan secukupnya. Mereka

tidak mengemukakan jumlah pasti dalam penetuan nafkah tersebut, akan

tetapi hanya menetapkan sesuai kemampuan suami. Hal ini senafas dengan

ayat diatas. Lainnya halnya dengan ulama Syafi’iyah yang membatasi

kadar nafkah, bagi suami yang terhitung mampu atau berkecukupan wajib

perharinya memberi nafkah sebesar 2 mud9. Sedangkan bagi suami yang

kurang mampu perharinya hanya diwajibkan memberi nafkah 1 mud. Dan

bagi yang kelas menengah sebanyak 1,5 mud.10

9 Istilah mud merupakan ukuran volume yang biasanya digunakan pada masa Rasulullah SAW untuk menyebutkan banyaknya suatu makanan. Kata mud sendiri bermakna dua genggam tangan.

10Abu Ihsan Al-Atsari Al Maidani, “Nafkah Untuk Sang Istri”,

(31)

27

B.Hak dan Kewajiban dalam Keluarga

Islam telah menetapkan ketentuan yang seimbang antara hak dan

kewajiban dalam sebuah keluarga, bukan hanya dalam masalah keluarga,

namun juga dalam bermasyarakat. Keluarga yang merupakan unsur terkecil

dari sebuah masyarakat menjadikan perantara pembelajaran dalam bersosial

yang baik.

Yang dimaksud dengan hak adalah apa-apa yang harus diterima oleh

seseorang dari orang lain. Sedangkan kewajiban ialah apa-apa yang harus

dilakukan atau dilaksanakan seseorang untuk orang lain. Keawajiban timbul

semata-mata karena hak melekat pada subjek hukum.11

Nabi Muhammad SAW adalah figur yang dapat meraih puncak

kehidupan manusiawi serta mampu memenuhi tanggung jawabnya dalam

upaya menegakkan pilar-pilar agama dan mencetak generasi muslim yang

berkualitas. Beban yang dipikul oleh beliau tidak serta merta mengalihkan

perhatian beliau sebagai suami idaman yang dicintai istri-istrinya.12

Dalam suatu keluarga apabila akad nikah yang dilakukan secara sah,

maka sejak saat itu muncullah konsekwensi antara pasangan suami istri

tersebut untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Suatu kewajiban

akan mengikuti hak, apabila kewajiban tersebut dilaksanakan maka disitu hak

si istri maupun suami akan terpenuhi juga. Maka dari itu hak dan kewajiban

tidak dipisahkan satu sama lain. Bentuk-bentuk hak dan kewajiban suami istri

tersebut antara lain yaitu:

(32)

28

1. Hak suami atas istri

Diantara bebarapa hak suami terhadap istri yang paling pokok

dalam hukum islam adalah:

a. Menggauli suami secara layak sesuai dengan kodratnya.

b. Memberikan rasa tenang, rasa kasih dan sayang dalam keluarga.

Setiap wanita pasti mempunyai sisi kelembutan, istri sebagai

penyejuk didalam sebuah rumah tangga wajib memberikan rasa tenang

ketika suaminya gelisah, sedang banyak fikiran dalam bekerja. Bukan

hanya pada suaminya namun juga pada anak-anaknya yang butuh lebih

kasih sayang agar merasa diperhatikan.

c. Taat dan patuh pada suami selama tidak dalam kemaksiatan, Rasulullah

SAW. Menganjurkan wanita untuk taat kepada suami mereka, karena

dengan itu lebih membawa maslahat dan kebaikan bersama dan ridha

suami sebagai salah satu jalan menuju surga. sesuai dengan firman Allah

SWT surat An-Nisa’ ayat 34 yang berbunyi:

…”                                          

(33)

29

d. Menjaga diri dan harta suaminya bila suaminya sedang tidak di rumah.

Menjaga diri dan harta suami sama halnya dengan menjaga

kehormatan seorang suami, sangat tidak santun apabila seorang istri

tanpa izin suami menerima tamu didalam rumahnya sedangkan suami

sibuk bekerja diluar rumah.

e. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan

suami.

f. Menjauhkan diri dari bermuka masam dan kata-kata yang tidak enak

didengar suaminya.13

Seorang suami akan sangat bahagia ketika mendapati istri yang

murah senyum dan berkata lemah lembut, sebab disitu suami akan lebih

semangat lagi untuk mencari nafkah dan menjaga kecintaan suami tetap

utuh pada si istri. Maka dari itu sangat dianjurkan seorang istri dalam

menjaga kondisi suaminya.

Dari apa yang dikemukakan di atas hak-hak suami atas istri bukanlah

sebuah materiil namun berupa sebuah moril, sebuah perasaan kasih sayang

yang tulus. Sebab dalam Islam istri memang tidak dibebani kewajiban yang

berupa kebendaan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Bahkan sangat

dianjurkan apabila istri tidak keluar rumah dalam artian bekerja, dengan syarat

suami telah memenuhi kebutuhan kewajibannya memberi nafkah yang cukup

bagi keluarga. hal ini dimaksudkan agar istri dapat mencurahkan perhatian

secara utuh untuk membina keluarganya. Terlebih jika sudah mempunyai

(34)

30

anak. Kewajiban seperti ini cukup berat apabila si istri benar-benar

melaksanakan seutuhnya.

2. Kewajiban suami terhadap istri

Mengingat bahwa seorang suami mempunyai peran sentral dalam

sebuah keluarga sebagai pemimpin, maka secara tidak langsung kewajiban

seorang suami lebih besar. Kewajiban suami terbagi menjadi dua bagian,

yaitu:

a. Kewajiban berupa materiil

1) Menyerahkan mahar yang telah disepakati oleh kedua belah pihak

kepada istri pada waktu yang telah ditentukan oleh istri, baik setelah

melakukan hubungan suami istri ataupun sebelumnya.

Allah SWT berfirman:





 





 







 

 

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ (4) 4).14

Mahar atau maskawin adalah harta yang wajib diberikan bagi

suami kepada istrinya yang disebabkan akad nikah. Dalam bahasa

arab mahar disebut juga “sidaq” yang artinya pembenaran.15 Maksud

14Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah..., 78.

(35)

31

kata pembenaran adalah bentuk keseriusan seorang laki-laki untuk

menikahi wanita tersebut.

Kadar besarnya mahar dapat dijumpai pada hadis beliau yang

berbunyi:

“seorang wanita mendatangi Nabi SAW, dan berkata bahwasanya, ia telah menyerahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka beliau bersabda: “aku tidak berhasrat terhadap wanita itu.” Tiba-tiba seorang laki-laki berkata: “nikahkanlah aku dengannya.” Beliau bersabda: “berikanlah mahar berupa pakaian kepadanya,” laki-laki itu berkata: “aku tidak punya.” Beliau pun bersabda kembali: “berikanlah meskipun hanya berupa cincin besi.” Ternyata ia pun tak punya. Kemudian beliau bertanya, “apakah kamu memiliki hafalan Alquran?” laki-laki itu menjawab: “ya, surat ini dan ini”. Maka beliau bersabda: “aku telah menikahkanmu dengan wanita itu, dengan mahar hafalan Alquranmu.”

Pemberian mahar dari suami kepada istri merupakan keadilan

dan keagungan hukum Islam. Hak-hak yang diterima istri pada

hakikatnya untuk menjunjung harga dan martabat seorang

perempuan. Menengok pada zaman jahilayah dulu perempuan tidak

lebih hanya untuk pemuas nafsu belaka serta sangat direndahkan.

Terlepas dari situasi dan kondisi pada zaman itu. Namun dengan

datangnya Islam kondisi seperti itu berangsur angsur hilang dan

manjadi lebih baik.16

2) Memberikan nafkah kepada istri sebatas kemampuan materiilnya,

berupa sandang, pangan dan papan. Nafkah ini hendaklah berupa dari

yang halal.17

16 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat II, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 11.

(36)

32

Pada tulisan sebelunya sudah dijelaskan mengenai nafkah

secara menyeluruh, bahwa hukumnya memberi nafkah adalah wajib

dan kadarnya sesuai dengan kemampuan dan sesuai kebutuhan rumah

tangga. Allah SWT juga tidak menyukai sesuatu itu secara

berlebihan.

b. Kewajiban moril

Dalam bab dua secara global memang membahas hak dan

kewajiban yang termasuk didalamnya juga nafkah. Namun penulis ingin

lebih spesifik pada pemenuhan nafkah batinnya atau biasa yang disebut

moril.

1) Memperlakukan istri dengan cara yang baik.

Sebagai seorang pemimpin seyogyanya menjadi panutan bagi

keluarganya dan mengayomi dengan penuh rasa tanggung jawab

dengan cara memperlakukan istri sebaik mungkin sebab tanpa

seorang istri apalah daya seorang suami. Allah SWT berfirman dalam

surat An-Nisa’ ayat 19 yang berbunyi:

                                                       

(37)

33

bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa (4) 19).18

Pergaulan yang dimaksud pada ayat diatas adalah agar

menjaga perasaan istri dan juga berkenaan dengan pemenuhan

kebutuhan seksual.

2) Menjaganya dari api neraka dengan cara mengajarkan tentang agama

secara komperhensip.

3) Mencampuri istri.

Berbicara nafkah batin tak lepas dari peranan suami yang

memberikan memberikan rasa kasih sayang, mencintai dan

perhatian. Semua itu mencakup aspek biologis dan psikologis istri

agar tidak tertekan. Berikut beberapa pandang ulama mengenai

nafkah batin:

a) Imam Malik mengatakan wajib suami menggauli istrinya jika

tidak dalam keadaan

d

}arurat. Jika suami tidak mau menggauli

istrinya makan dipisahkanlah mereka berdua.

b) Imam Syafi’i berkata: hukumnya tidak wajib bagi suami

menggauli istrinya, karena menggauli istri adalah sebagian hak

suami.

c) Imam Abu Hanifa mengatakan hendaknya diperintah suami

bermalam di sisi istrinya dan memandanginya.

(38)

34

d) Imam Hanbali menetapkan bahwa mengumpuli istri itu dibatasi,

sekurang kurangnya sekali selama empat bulan.19

4) Apabila berada di rumah, suami harus selalu bersikap gembira,

mendengarkan pembicaraan istrinya, besikap lemah lembut dan yang

pasti penuh kasih sayang.20

C.Hak Dan Kewajiban Menurut Undang-Undang.

Pembahasan lain hak dan kewajiban juga dimuat dalam perundang

undangan Indonesia yang mengadopsi dari beberapa ulama dalam Islam, yang

dikodifikasikan menjadi undang-undang tentang perkawinan No.1 tahun 1974

dan Kompilasi Hukum Islam. Hak dan kewajiban dalam undang-undang no.1

tahun 1974 diatur di bab VI pasal 30 sampai dengan pasal 34. Sedangkan

dalam KHI di bab XII pasal 77 sampai pasal 84 yang keduanya berbunyi

sebagai berikut:21

1. Hak dan kewajiban suami dalam undang-undang no.1 tahun 1974, bab VI

pasal 30 sampai pasal 34, berbunyi:

Pasal 30

“Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.”

Pasal 31

19Hakam Abbas, “Pendapat ulama tentang kewajiban suami”,

http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/02/pendapat-ulama-tentang-kewajiban-suami.html, diakses pada hari Kamis, 10/11/2016.

20 Wahbi Sulaiman Ghawaji, Sosok Wanita Muslimah..., 102-108.

(39)

35

1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup masyarakat .

2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. 3) Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.

Pasal 32

1) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh suami istri bersama.

Pasal 33

“suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain”.

Pasal 34

1) Suami wajib melindungi istrinya, dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga, sesuai dengan kemampuannya. 2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. 3) Jika suami istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan.

2. Hak dan Kewajiban Suami Istri menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam). a. Kewajiban suami diatur dalam pasal 80 yang terdiri dari 7 ayat yang

berbunyi:

1) Suami adalah pembimbing terhadp istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengani hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.

2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 3) Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama.

4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri

b) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak

c) Biaya pendidikan anak

5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut diatas pada ayat (4) huruf a dan dan b berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

(40)

36

7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) menjadi gugur apabila istri nusyuz.

Dalam hal lain suami mempunyai kewajiban khusus yang diatur dalam KHI, berupa tempat kediaman untuk berumah tangga. Hal tersebut pada Pasal 83 dan 84 sebagai berikut:

Pasal 83

1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi si istri dan anak-anaknya atau bekas istri yang masih dalam iddah

2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak ataupun iddah wafat

3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram, tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.

4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan, serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tanggamaupun sarana penunjang lain.

b. Kewajiban istri dalam rumah tangga diatur secara lebih rinci diatur dalam Pasal 83 sampai 84.

Pasal 83

1) Kewajiban utama seorang istri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam.

2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Pasal 84

1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.

2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.

3) Kewajiban tersebut pada ayat (2) diatasa berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz.

(41)

37

c. Kewajiban dan hak juga diatur bersamaan antara keduanya agar menguatkan satu sama lain. Hal tersebt diterangkan dalam Bab XII Pasal 79.

Pasal 79 berbunyi:

1) Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga. 2) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan

kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakata.

3) Masing-masing berhak melakukan perbuatan hukum.

D.Pengertian Mas}lah}ah

Secara lughah berasal dari kata

s}

alah}a, yas}luh}u, s}alah}a@n yangsecara

etimologis berarti sesuatu yang baik, patut, layak dan bermanfaat. Pengertian

mas}lah}ah dalam bahasa arab adalah perbuatan-perbuatan yang mendorong

kepada kebaikan manusia.22 Dalam artinya yang umum adalah setiap segala

sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau

menghasilkan kesenangan atau dalam arti menolak kerusakan. Sedangkan

menurut terminilogis, terdapat berbagai pendapat dari para ulama us}ul fiqh,

yaitu:

1. Menurut Al-Ghazali, mas}lah}ah ialah sesuatu yang mendatangkan

keuntungan atau kemanfaatan, dan menjauhkan dari kerusakan (maz}arat),

dalam arti terminologi-shar’i, maslahah adalah memelihara dan

mewujudkan tujuan hukum Islam yang berupa memelihara agama, jiwa,

akal budi, keturunan dan harta kekayaan.23

22 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2005), 200.

(42)

38

2. Menurut Najmudin Al-Tufi, berpendapat bahwa mas}lah}ah adalah sebab

yang membawa kepada tujuan shar’i baik yang menyangkut ibadah

maupun mu’amalah.24

3. Ahmad Al-Rasyuni dan Muhammad Jamal Barut mengatakan, mas}lah}ah

adalah segala sesuatu yang mengandung kebaikan serta manfaat bagi

individu maupun sekelompok manusia, dengan menghindarkan dari segala

mafsadat.25

Definisi-definisi diatas yang telah dikemukakan oleh beberapa ulama

menunjukkan beberapa persamaan secara garis besar yaitu:

1. Membawa manfaat yaitu mewujudkan manfaat, kebaikan maupun

kesenangan bagi manusia. Efek manfaat atau kebaikan tersebut akan bisa

dirasakan secara langsung maupun dirasakan di kemudian hari.

2. Menolak kerusakan yaitu menghindarkan manusia dari keburukan dan

kerusakan. Keburukan dan kerusakan tersebut dapat dirasakan saat itu juga

maupun di kemudian hari.

E.Macam-macam Mas}lah}ah

Mas}lah}ah dalam artian syarak tidak hanya disandarkan pada

pertimbangan akal manusia saja. Namun jauh lebih mendalam lagi yaitu

sesuatu dianggap baik oleh akal juga harus sesuai dengan tujuan syarak.

24 Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya dengan perundang-undangan di indonesia, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat KEMENAG RI), 36.

(43)

39

Tujuan syarak tesebut adalah lima pokok prinsip kehidupan. Hakikatnya

secara garis besar tidak ada ayat pada kitab suci Al-quran yang tidak

mengandung kemaslahatan dan manfaat. Seperti contoh larangan mendekati

zina yang mengandung manfaat bagi manusia agar terhindar dari penyakit

menular seperti HIV/AIDS dan terhindar dari fitnah. hal seperti ini sejalan

dengan prinsip dasar kehidupan manusia.

Dilihat dari kekuatan sebagai hujjah dalam menetapkan hukum,

maslahah dibagi menjadi tiga macam:

1. Mas}lah}ah D}aruriyah

Mas}lah}ah d}aruriyah adalah kemaslahatan yang sangat dibutuhkan

oleh manusia dalam memenuhi kehidupannya. Bisa dikatakan juga dengan

kebutuhan primer. Keberadaan mas}lah}ah d}aruriyah dikatakan sangat

dibutuhkan artinya kehidupan manusia tidak dapat berlangsung secara

layak jika kemashlahatan ini tidak terpenuhi. Sebab kemashlahatan ini

berkaitan langsung dengan terpeliharanya agama dan dunia.

Kemaslahatan ini terdiri dari lima unsur pokok kehidupan atau biasa

yang dikenal Maqs}id Asy-Shari’at (Tujuan-tujuan Syarak) maksud dari

kelima unsur pokok adalah bahwa memelihara agama lebih didahulukan

dari pada memelihara jiwa, memelihara jiwa lebih didahulukan dari

memelihara akal dan seterusnya.26

Dalam hal ini Allah SWT melarang murtad untuk memelihara

agama, melarang membunuh untuk memelihara jiwa, melarang

(44)

40

minuman keras untuk memelihara akal, melarang berzina untuk memelihara

keturunan dan melarang mencuri untuk memelihara harta.

2. Mas}lah}ah H}ajiyah

Mas}lah}ah H}ajiyah adalah mas}lah}ah yang tidak secara langsung

memenuhi kebutuhan pokok, akan tetapi secara tidak langsung menuju

kearah tersebut dalam hal ini memberikan kemudahan bagi pemenuhan

kehidupan manusia. Kemaslahatan ini menduduki sebagai kebutuhan

sekunder, yang seandainya tidak terpenuhi tidak sampai menganggu

kelayakan dan tata sistem kehidupan manusia.

Contoh dalam hal ini adalah seperti dibolehkannya manusia tidak

berpuasa di bulan ramadhan dan menggantinya di lain hari. Bolehnya

menja>ma’ dan mengqashar sholat bagi orang yang bepergian jauh atau sakit

keras.

3. Mas}lah}ah Tah}siniyah

Mas}lah}ah tah}siniyah adalah kemaslahatan yang menempati

kebutuhan tersier manusia, dengan memenuhinya manusia terhindar dari

tindakan tidak terpuji dan menjadikan manusia menjadi lebih sempurna

dalam kehidupan.

Sebagai contohnya adalah menutupi aurat guna memperindah

panampilan dengan menggunakan baju yang baik. Apabila suatu ketika

terjadi perbenturan antar mas}lah}ah, sesuai dengan qaidah us}ul fiqh maka

harus didahulukan yang lebih tinggi kedudukannya atas kedudukan yang

(45)

41

tah}siniyah. Sehingga mas}lah}ah yang diterima lebih bersifat hakiki. Yaitu

meliputi lima dasar, seperti:27

1. Kemaslahatan agama

2. Kemaslahatan jiwa

3. Kemaslahatan akal

4. Kemaslahatan keturunan

5. Kemaslahatan harta

Selain pembagian diatas, jika ditinjau dari ada dan tidak adanya dalil

yang mendukung terhadap suatu kemaslahatan, maka para ulama membagi

dalam tiga macam, yaitu:

1. Mas}lah}ah Mu’tabarah

Mas}lah}ah Mu’tabarah yakni mas}lah}ah yang diakui secara eksplisit

oleh syarak dan ditunjukkan oleh dalil (nas}) yang spesifik.28 Jumhur ulama

bersepakat bahwa jenis maslahah ini merupakan hujjah shar’iyah yang

valid dan otentik. Sehingga kemaslahatan tersebut harus direalisasikan

secara pasti dan sesuai. Namun ada beberapa yang tidak ditunjukkan secara

langsung sebagai alasan penetapan hukum. Maslahah ini terbagi menjadi

dua, yaitu:

a. Munasib Mu’athir adalah mas}lah}ah yang didalam menetapkan hukum

terdapat petunjuk syarak secara langsung baik dalam bentuk ijma’

maupun nas}. Contoh larangan mendekati wanita yang sedang haid,

(46)

42

sebab adanya larangan ini menjauhkan diri dari penyakit, sebenarnya

darah haid itu kotor, hasil dari pemubusukan sel telur yang tidak

dibuahi.             

Gambar

Tabel                                                                                        Halaman
Tabel Daftar Kejahatan yang di lakukan Tahanan
Tabel 3.2
Tabel 3.3

Referensi

Dokumen terkait

II (sedang). Dari hasil penelitian diatas, membuktikan bahwa pemberian ekstrak tapak dara dengan dosis 19,5 mg/ekor/hari dan temulawak dengan dosis 10,4 mg/ekor/hari

Akan tetapi dengan kecenderungan harga yang terus meningkat disertai konsumsi dunia yang meningkat juga, mengakibatkan cut off grade (COG) cenderung menurun, oleh

Penelitian untuk mengetahui karakteristik kimia dan fisika Andisol yang berkembang dari beberapa sifat dan umur geologi bahan induk di Jawa Barat telah dilakukan dalam

Perpustakaan Universitas Dian Nuswantoro melakukan kegiatan literasi layanan turnitin untuk dosen dan mahasiswa bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan perannya

[r]

Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Widyatama Reguler B1 dan Reguler B2 prodi Sistem Informasi dan Teknik Informatika yang telah mengikuti proses

Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai: “semua bangunan yang direncanakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya dilengkapi

Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono, (2017) dan Mutaalimah, (2018) menemukan bahwa religiusitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat membeli produk