• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESAN MORAL ISLAM PADA FILM SANG MURABBI, SANG PENCERAH DAN SANG KIAI(ANALISIS SEMIOTIK ROLAND BARTHES).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PESAN MORAL ISLAM PADA FILM SANG MURABBI, SANG PENCERAH DAN SANG KIAI(ANALISIS SEMIOTIK ROLAND BARTHES)."

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PESAN MORAL ISLAM PADA FILM SANG MURABBI, SANG

PENCERAH DAN SANG KIAI

(Analisis Semiotik Roland Barthes )

TESIS

Diajukankepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister

Dalam Bidang Ilmu Komunikasi & Penyiaran Islam

Oleh: IMAM SAFI’I NIM. F0.7213094

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Tesis ini berjudul “Pesan Moral Islam Pada Film Sang Murabbi, Sang Pencerah dan Sang Kiai : Analisis Semiotik Roland Barthes, yang disusun oleh Imam Safi’i dengan Nim : F0.7213094.

Ada dua persoalan yang perlu dijawab pada penelitian ini (1) Bagaimana penanda dan petanda ke-lima pesan moral Islam pada film Sang Murabbi, Sang Pencerah dan Sang Kiai. (2) Bagaimana makna dari penanda dan petanda ke-lima pesan moral Islam pada film Sang murabbi, Sang Pencerah dan Sang Kiai.

Jenis penelitian ini adalah analisis isi-kritis kualitatif dengan model semiotika dari Roland Barthes, Peneliti di dalam melakukan analisis bersikap kritis terhadap realitas yang ada dalam objek penelitian yang akan di analisis.

Adapun hasil penelitian menunjukan (1) Penanda dan petanda ke-lima pesan moral Islam dalam ketiga film bersifat dialogis sehingga membentuk sebuah makna yang di sesuaikan dengan kategorisasi pesan moral Islam menurut As-Sahrawadi yang mencakup lima konsep diantaranya a). Tawadu’. b). Lemah lembut c). Amal shaleh d). Sabar dan e). Pemaaf. (2). Makna denotasi dari penanda dan petanda ke-lima pesan moral Islam adalah : a).Perilaku tawaduk pada film Sang Murabi & Sang Pencerah dengan mengikuti saran dari orang tua dan guru. b). Lemah lembut pada film Sang Murabbi & Sang Pencerah pada saat menjelaskan kebenaran pada orang lain sedangkan dalam film Sang Kiai lemah lembut dalam melawan Belanda sebagai strategi merebut kemerdekaan NKRI. c). Amal shaleh pada ketiga film dengan menyantuni faqir miskin dan orang-orang yang tidak mampu d). Sabar pada ketiga film dengan mampu menahan emosi diri Ustad Rahmad Abdullah dituduh telah menjalankan pengajian sesat, KH Ahmad Dahlan sabar saat langgarnya dirobohkan warga, dan dijuluki kiai kafir sedangkan KH. Hasyim Asy’ary sabar saat disiksa oleh Jepang dan ditinggalkan muridnya. e). Pemaaf KH. Ahmad Dahlan memaafkan santrinya yang datang meminta maaf kepadanya. Makna konotasi dari penanda dan petanda ke-lima pesan moral Islam adalah a). Tawadu sebagai mana konsep sikap tawadu’ dengan tidak menolak kebenaran yang datang, memandang minor pada diri b). Lemah-lembut pada ke-tiga film dengan menolak kejelekan dengan perilaku baik. c). Amal shaleh pada ke-tiga film di aplikasikan dengan memberikan harta kepada orang lain. d). Sabar pada ketiga film dimaksudkan sabar saat menghadapi cobaan dari orang-orang yang berperangai kasar, memilih untuk menghindari perselisihan. e). Pemaaf dengan memaafkan orang-orang yang berbuat salah serta menghilangkan rasa dendan pada film Sang Pencerah.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL DEPAN ...i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 9

G. Metode Penelitian ... 15

H. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB IIKAJIAN TEORITIK ... 20

A. Tinjauan Tentang Film ... 20

1. Potret Film Indonesia ... 20

2. Jenis-Jenis Film ... 24

3. Unsur-Unsur Pembentuk Film ... 26

4. Struktur Film ... 26

(7)

B. Tinjauan Tentang Semiotik ... 30

1. Pengertian Umum Semiotik ... 30

2. Tanda Dalam Semiotik ... 32

3. Model-Model Dalam Semiotik ... 35

4. Semiotika Roland barthes ... 38

5. Film Sebagai kajian Semiotik... 43

C. Konsep Pesan Moral Islam ... 45

1. Pesan ... 45

2. Moral Islam ... 47

D. Kajian Teori ... 57

1. Semiotika Media ... 57

BAB III PENYAJIAN DATA PENELITIAN ... 61

A. Diskripsi Subjek ... 61

1. Profil Film Sang Murabbi ... 61

2. Profil Film Pencerah ... 68

3. Profil Film Sang Kiai ... 74

B. Diskripsi Data Penelitian ... 85

1. Film Sang Murabbi 2008 ... 88

a. Pesan moral Islam mengacu perilaku Tawadu’ ... 88

b. Pesan moral Islam mengacu perilaku Lemah Lembut’ ... 90

c. Pesan moral Islam mengacu perilaku Amal Shaleh ... 93

d. Pesan moral Islam mengacu perilaku Sabar ... 93

2. Film Sang Pencerah 2010... 94

a. Pesan moral Islam mengacu perilaku Tawadu’ ... 95

b. Pesan moral Islam mengacu perilaku Lemah Lembut’ ... 97

c. Pesan moral Islam mengacu perilaku Amal Shaleh ... 99

d. Pesan moral Islam mengacu perilaku Sabar ... 100

e. Pesan moral Islam mengacu perilaku Pemaaf ... 102

3. Film Sang Kiai 2013 ... 103

a. Pesan moral Islam mengacu perilaku Lemah Lembut’ ... 104

(8)

c. Pesan moral Islam mengacu perilaku Sabar ... 108

BAB IV ANALISIS DATA ... 114

A. Penanda, Petanda Pesan Moral Islam serta Maknanya ... 114

1. Sang Murabbi ... 115

2. Sang Pencerah ... 124

3. Sang Kiai ... 135

BAB V PENUTUP ... 169

A. Kesimpulan ... 160

B. Saran-saran ... 162 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL& GAMBAR

(9)

1. Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu ... 12

2. Tabel 3.1.1 Anjuran Perilaku Tawadu’I... ... 88

3. Tabel 3.1.2 Anjuran Perilaku Tawadu’ II... ... 89

4. Tabel 3.1.3 Anjuran Perilaku Lemah Lembut I... 90

5. Tabel 3.1.4 Anjuran Perilaku lemah lembut II... 91

6. Tabel 3.1.5 Anjuran Perilaku Amal Shaleh... 92

7. Tabel 3.1.6 Anjuran Perilaku Sabar ... 93

8. Tabel 3.2.1 Anjuran Perilaku Tawadu’I ... 95

9. Tabel 3.2.2 Anjuran Perilaku Tawadu’II ... 97

10.Tabel 3.2.3 Anjuran Perilaku Lemah Lembut ... 99

11.Tabel 3.2.4 Anjuran Perilaku Amal Shaleh... ... 99

12.Tabel 3.2.5 Anjuran Perilaku Sabar I... 100

13.Tabel 3.2.6 Anjuran Perilaku sabar II... 101

14.Tabel 3.2.7 Anjuran Perilaku pemaaf ... ...103

15.Tabel 3.3.1 Anjuran Perilaku Lemah lembut... 104

16.Tabel 3.3.2 Anjuran Perilaku amal shaleh I ... 106

17.Tabel 3.3.3 Anjuran Perilaku amal shaleh II... 107

18.Tabel 3.3.4 Anjuran Perilaku sabar I... 109

19.Tabel 3.3.5 Anjuran Perilaku sabar II... 110

20.Tabel 3.3.6 Anjuran Perilaku sabar III... 111

21.Tabel 4.1.1 Analisis Anjuran Perilaku Tawadu I...116

(10)

22.Tabel 4.1.2 Analisis Anjuran Perilaku TawaduII...117

23.Tabel 4.1.3 Analisis Anjuran Perilaku Lemah lembut I... .118

24.Tabel 4.1.4 Analisis Anjuran Perilaku Lemah lembut II... 120

25.Tabel 4.1.5 Analisis Anjuran Perilaku Amal Shaleh ...121

26.Tabel 4.1.6 Analisis Anjuran Perilaku Sabar ... ...123

27.Tabel 4.2.1 Analisis Anjuran Perilaku Tawadu’I... 125

28.Tabel 4.2.2 Analisis Anjuran Perilaku Tawadu’ II... 127

29.Tabel 4.2.3 Analisis Anjuran Perilaku Lemah lembut ... 128

30.Tabel 4.2.4 Analisis Anjuran Perilaku Amal Shaleh ... .... 129

31.Tabel 4.1.5 Analisis Anjuran Perilaku Sabar I... 130

32.Tabel 4.1.6 Analisis Anjuran Perilaku Sabar II... 132

33.Tabel 4.1.7 Analisis Anjuran Perilaku pemaaf... 134

34.Tabel 4.1.1 Analisis Anjuran Lemah Lembut ... 136

35.Tabel 4.1.2 Analisis Anjuran Perilaku Amal Shaleh I...138

36.Tabel 4.1.3 Analisis Anjuran Amal Shaleh II... 139

37.Tabel 4.1.4 Analisis Anjuran Perilaku Sabar I... 140

38.Tabel 4.1.5 Analisis Anjuran Perilaku SabarII... 142

39.Tabel 4.1.6 Analisis Anjuran Perilaku SabarIII... 143

40.Tabel 4.1 Pesan Moral Islam ke-3 film ... 158

41.Gambar 1.1 Peta Tanda Roland Barthes ... 18

42.Gambar 2.1 Dua tatanan Pertandaan Barthes ... 40

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebuah media massa menyajikan berbagai produk tayangan yang

kemudian dikemas dengan berbagai rupa dengan tujuan memenuhi

kebutuhan masyarakat, mulai dari iklan, berita, film, program keluarga,

kuis dan lainya. Kalau berbicara mengenai film, film adalah salah satu

media komunikasi massa yang cukup kompleks. Film merupakan media

massa yang sangat populer karena dunia film yang gemerlap selalu

mengundang keingintahuan masyarakat. Film telah pertama kali ada

sebelum mengenal televisi. Tidak pernah ada sejarah yang pasti baik

secara estatika maupun secara tehnik.

Dikatakan Jiyanto bahwa, “film merupakan salah satu bentuk seni

audio-visual hasil dari perkembangan ilmu dan teknologi informasi yang

bersifat kompleks, menghibur, dan universal”.1Film dapat memiliki

pengaruh positif, salah satu pengaruh positif itu adalah adalah

menanamkan nilai-nilai pendidikan, budi pekerti, kebudayaan dan lainnya.

Disisi lain film dapat memiliki pengaruh negatif terhadap penikmat film

tanpa adanya filter yang baik. Seperti halnya yang terjadi selama ini

adanya kemerosotan nilai pada masyarakat disebabkan adanya film-film

yang tidak bermanfaat. Adanya film yang lebih menampilkan sisi

pornografi dan kekerasan untuk menarik simpati penontonnya dari pada

1Sugani Jiyantoro, “Representasi Hero dalam Film Kunfu Panda” ,Komunikator, Vol 2 No. 2 Yogyakarta (November 2010), 1

(12)

2

makna isi sebuah cerita yang ingin disampaikan, kesalahan tersebut

terbukti dengan adanya tindak kriminal yang terjadi disebabkan adanya

tayangan sebuah film.

Melihat permasalahan moral di negara ini perlu adanya

upaya-upaya perbaikan moral, hal ini dilakukan demi keluar dari krisis

kemanusiaan selama ini salah satunya adalah melalui media komunikasi

massa yaitu film. Lahirnya kebangkitan film di era 2000-an, dan maraknya

film religi dewasa ini telah membawa angin segar bagi tumbuhnya industri

perfilman. Kelahiran film religi mendapat perhatian yang marak dari

penonton. Film bertema religi Kiamat Sudah Dekat (2003) karya Deddy

Mizwar memang sukses komersil. Ayat-ayat Cinta (2008) karya Hanung

Bramantyo yang mengangkat genre religi menjadi populer hingga

sekarang. Film religi kental sekali dengan nuansa agama (muslim) dan

kisahnya berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan

sehari-hari dan tak jarang pula dibumbui unsur roman. Film-film religi

populer seperti Ketika Cinta Bertasbih (2009), Ketika Cinta Bertasbih 2

(2009), Perempuan Berkalung Sorban (2009), Dalam Mihrab Cinta (2010),

Tanda Tanya (?) (2011), hingga film religi anak-anak, Negeri 5 Menara

(2012). Film religi juga mengangkat kisah tokoh agama seperti Sang

Murabbi (2008), Sang Pencerah (2010), dan Sang Kiai (20013). Dari

semua tayangan film diatas memerlukan kajian lebih mendalam. Dalam

(13)

3

hasil budaya bangsa yang memiliki nilai-nilai kekayaan yang tak ternilai

harganya.2

Dari sekian banyaknya tayangan film religi di atas tampak jelas

bahwa film merupakan representasi pesan moral Islam yang ditayangkan

melalui media massa khususnya di Indonesia. Melalui tayangan film religi

masyarakat digiring untuk senantiasa berprilaku Islami mulai dari berkata,

bertingkah, atau pada tataran hati sekalipun. Film religi tidak hanya

menyuguhkan tontonan yang bersifatmenghibur saja. Tetapi film religi

juga menyuguhkan tontonan yang dapat memberikan manfaat bagi para

penontonnya. Tayangan film religi baik ceritadialog serta akting yang

diperankan aktris dan aktornya dapat dijadikan contoh yang baik karena

film religi tersebut mengandung pesan moral Islam.Film religi dapat

memberikan imbas secara emosional dan popularitas. Karena film tersebut

mempunyai pengaruh besar terhadap jiwa manusia, sehubungan dengan

ilmu jiwa sosial terdapat gejala apa yang disebut identifikasi psikologis.

Kekuatan dan kemampuan sebuah film menjangkau banyak segmen sosial,

membuat film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayak.

Potret film religi yang ditayangkan di atas menyimpan pertanyaan

besar seputar pesan moral Islam yang mewarnai alur cerita dalam suatu

film. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, objek kajian ini lebih

difokuskan pada film religi Islam di Indonesia dari tahun 2008 hingga

2

Kekayaan disini adalah sebuah karya yang dipersembahkan untuk bangsa tercinta yaitu bangsa Indonesia dengan harta hidup kita menjai mudah, dengan ilmu hidup menjadi terarah dan dengan seni hidup menjadi Indah. Keindahan disini dalam koredor syariat Islam, tayangan yang

menyimpang dari syariat sangat tidak pantas mengaku film religi.

(14)

4

2013 yang membahas tentang tokoh agama. Film-film itu diantaranya

adalah Sang Murabbi yang dirilis pada tahun 2008, Sang Pencerah pada

tahun 2010, dan Sang Kiai dirilis pada tahun 2013. Ketiga film di atas

sama-sama menceritakan tentang tokoh agama Islam di Indonesia. Sang

Murabbi adalah film dokumentar yang menceritakan tokoh KH. Rahmad

bin Abdullah. Dia adalah salah satu kiai/ustadz yang selalu berusaha

memberi nasehat kepada para mad’unya untuk bersemangat dalam

fastabiqu al-khairat yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan, mencontohkan

sikap sederhana, dermawan, tawadu’, lemah-lembut kepada para mad’u,

serta sabar dalam menghadapi tantangan dan ujian dalam dakwahnya. Film

“Sang Pencerah” adalah film biografi dari seorang tokoh pahlawan

nasional sekaligus pendiri Muhammadiyah. Pesan yang utama dalam film

ini adalah tentang konsistensi hukum Islam. Islam sebagai agama rahmata

li al-alamin dipahami sebagai agama yang mengayomi, menyantuni serta

tidak memberatkan mad’u dengan pelaksanaan ritual-ritual ke agamaan,

“memberikan sesajian kepada pohon besar” seperti dilihat pada awal saat

film ini tayang. Selanjutnya adalah film “Sang Kia”i menceritakan

perjuangan embah kiai Hasyim As’ary didalam melawan Jepang. Melalui

integritas, konsistensi, serta kesabaran ketika harus mempertahankan

akidah dan kepercayaan beliau rela disiksa. Dengan mengambil latar

belakang penjajahan film ini dimaksudkan untuk menggugah anak bangsa

akan pentingnya persatuan dan kesatuan demi tegaknya sebuah

(15)

5

Berdasarkan diskripsi singkat terkait ketiga film di atas nantinya

saya akan menyajikan secara integral pada pembahasan tentang subjek

penelitian ini, tentunya terkait diskripsi tentang ketiga film di atas. Setelah

itu saya membandingkan untuk diamati masing-masing pesan moral

Islamnya. Sayaakan mengupas satu persatu film tersebut pastilah berbeda

dalammenyuguhkan tontonan yang dapat memberikan manfaat bagi

parapenontonnya.

Dalam rangka memperoleh makna pesan moral Islam secara

mendalam dalam tiga film diatas maka saya menggunakan Analisis

Semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Analisis semiotik

model Roland Barthes yang fokus perhatiannyatertuju pada gagasan

tentang signifikasi dua tahap (two order of signification).Signifikasi tahap

pertama merupakan hubungan antara signifier dan signifieddi dalam

sebuah tanda realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagaidenotasi,

yaitu makna paling nyata dari tanda-tanda. Konotasi adalah istilahBarthes

untuk menyebut signifikasi tahap kedua yang menggambarkan interaksi

yang terjadi ketika tanda bertemu dengan kenyataan atau emosi

daripembaca serta nilai-nilai dari kebudayaan.3

3

Konotasi memiliki nilai yang subyektif atau intersubyektif, denotasiadalah apa yang digambarkan tanda terhadap subjek, sedang konotasi adalahbagaimana menggambarkannya. Pada signifkasi tahap dua yang berhubungandengan isi, tanda bekerja melalui mitos (miyt). Mitos adalah semiotika tingkatdua, teori mitos di kembangkan Barthes untuk melakukan kritik (membuatdalam “krisis”) atas ideologi budaya massa (atau budaya media).Namun, sudah bukan menjadi persoalan baru bahwa setiap metode pasti memiliki kelemahan tidak terkecuali pada metode dengan pendekatan semiotik juga terdapat kelemahan yang sangat berhubungan erat dengan peneliti sendiri. Sedikitnya ada dua kelemahan tersebut, yaitu pertama semiotik sangat tergantung pada kemampuan analisis individual dan kedua, pendekatan semiotik tidak mengharuskan kita meneliti secara kuantitatif terhadap hasil yang didapatkan, bisa jadi yang dibutuhkan hanya makna-makna

(16)

6

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Film merupakan salah satu media yang berpotensi untuk

mempengaruhi khalayaknya, karena kekuatan dan kemampuannya

menjangkau banyak segmen sosial. Dalam hubungannya, film dan

masyarakat dipahami secara linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan

membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan di baliknya, tanpa

pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini

didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana

film itu dibuat.4

Dalam satu penggunaannya, film adalah medium komunikasi

massa, yaitu alat penyampaian berbagai jenis pesan dalam peradaban

modern ini. Dalam penggunaan lain, film menjadi medium apresiasi

artistik, yaitu menjadi alat bagi seniman-seniman film untuk mengutarakan

gagasan, ide, melalui suatu wawasan keindahan. Kedua pemanfaatan

tersebut secara unik terjalin dalam perangkat teknologi film dari waktu ke

waktu semakin canggih.

Film-film religi Indonesia yang akan menjadi Objek sekaligus

fokus dari penelitian saya adalah film religi yang mengangkat perjuangan

seorang Tokoh dalam Islam pada dasarnya adalah transformasi budaya

masa lalu (sejarah). Bangsa besarlah yang mau bercermin pada sejarah,

dalam arti sejarah masa lalu dijadikan Guru bagi menata visi dan misi

bangsa kedepan.

yang dikonstruksikan dari sekian banyak pesan yang ada. Sunardi St, Semiotika Negaiva, (Yogyakarta : Kanal, 2007), 4

4

Pratista, Memahami Film, (Yokyakarta : Homarian Pustaka, 2008), 127

(17)

7

Berdasarkan kategorisasi tersebut maka film-film yang menjadi

subjek dalam penelitian saya adalah film Sang Murabbi yang dirilis pada

tahun 2008,Sang Pencerah pada tahun 2010 dan Sang Kiai pada tahun

2013. Setelah menentukan subjek pada ketiga film lalu diungkap pesan

moral Islamnya sebagai objek dalam penelitian ini. Pesan moral disini

sesuai dengan tuntutan Al-quran dan Al-Hadith. Pesan moral Islam (ahlak)

yang nantinya akan di ungkap dari ketiga film. Pesan Moral disini

diantaranya adalah sifat tawaddu’, lemah lembut, amal shaleh, sabar,

danpemaaf. Dari kelima kategorisasi pesan moral di atas tentunya dapat

dilihat dari tayangan dari ketiga tokoh dalam film KH. Rahmad bin

Abdullah dalam film “Sang Murabbi”, KH. Ahmad Dahlan dalam film

“Sang Pencerah”, dan KH. Hasyim Asy’ary dalam film “Sang Kiai”.

C. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang permasalahan di atas, supaya

pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas dan melebar pada

pembahasan yang lain, maka perlu dilakukan perumusan dari masalah

yang diteliti, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanaa penanda dan petanda ke-lima pesan moral Islam pada film

Sang Murabbi (2008), Sang Pencerah (2010), dan Sang Kiai (2013) ?

2. Bagaimana makna penanda dan petanda ke-lima pesanmoral Islam pada

(18)

8

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pokok masalah seperti

yang dirumuskan dalam rumusan masalah di atas. Dengan kata lain,

peneliti ini ingin mengetahui :

1. Penanda dan petanda ke-lima pesan moral Islam pada film Sang Murabbi

(2008), Sang Pencerah (2010), dan Sang Kiai (2013)

2. Makna penanda dan petanda ke-lima pesan moral Islam pada tayangan

film Sang Murabbi (2008), Sang Pencerah (2010), dan Sang Kiai (2013)

E. Kegunaan Penelitian

Penelitianinimerupakanmomenpentingdanmerupakanwahana agar

bisamemancingdanmelatihdayakritis,

sekaligussebagaidayanalarberfikirkitaterhadapperfilman.Hasildaripenelitia

nini di harapkandapatmemberikanmanfaat,

baiksecarateoritismaupunsecarapraktis, bahwa :

1. ManfaatSecaraTeoritis

Secarateoritispenelitianinibermanfaatbagiseluruhakademikmahasi

swaPasca Sarjana UIN sunanampel Surabaya

khususnyasebagaireferensimahasiswa Pasca Sarjana KPI

(KomunikasiPenyiaran Islam) yang

inginmengetahuimetodeanalisisSemiotik, utamanya semiotika dari Roland

Barthes.

(19)

9

Secarapraktisdiharapkanpenelitimampumelakukananalisissemioti

k melalui semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Sebelumnya

peniliti tidak pernah menggunakan metode Semiotik, hal ini merupakan

pengalaman baru bagi saya sebab sebelumnya saya mengangkat kajian

tokoh juga namun bukan pada sebuah film. Tokoh yang saya angkat

sebelumnya adalah salah satu Ulama’ di Situbondo, seorang Habaib guru

saya sendiri Habib Mustafa bin Habib Alwi Al-Djufri, dengan judul

“Dakwah berbasis konsistensi hukum Islam” : Telaah atas konstruksi

dakwah Habib Mustafa Al-Djufri.

F. Penelitian Terdahulu

Kajian pustaka atau penelitian terdahulu adalah kajian hasil

penelitian yang relevan dengan permasalahan yang diteliti yaitu sebuah

penelitian yang menggunakan Analisis Semiotik, diantara

penelitian-penelitian itu adalah :

1. Penelitian dalam Jurnal yang dilakukan oleh Lukman Hakim dengan

Judul “Kritik Nalar Agama Dalam Film “(?)”.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna Kritik Nalar Agama Dalam Film

Tanda “(?)”. penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Melalui

pendekatan semiotik dan analisis genre. Lukman berpedapat

berpendapat bahwa film besutan Hanung Bramantyo ini, termasuk

genre religi kritis-rekonstruktif, yang menawarkan kritik sosial atas

komunikasi kehidupan beragama di Indonesia yang kerap diwarnai

(20)

10

nalar agama masyarakat yang skriptural-tekstualis agar terlepas dari

jebakan fundamentalisme agama, yang kerap memicu terjadinya

konflik antar umat beragama. Dengan kata lain, Pluralisme agama

disisni bermakna bahwa tiap pemeluk agama dituntut bukan saja

memahami keberadaan dan hak agama lain tetapi terlibat dalam usaha

memahami perbedaan dan persamaan guna menciptakan dalam

kebinikaan.5

2. Penelitian dalam Jurnal yang dilakukan oleh Fahrul Islam dengan

Judul “Representasi Nasionalisme dalam Film Tanah Surga Katanya”.6 Penelitian ini bertujuan mengungkap makna Representasi Nasionalisme dalam film Tanah Surga Katanya”. Metode penelitian

dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan semiotik

model Roland Bhartes yang membahas pemaknaan atas tanda dengan

menggunakan signifikasi dua tahap signifikasi yaitu mencari makna

denotatif dan konotatif yakni makna sesungguhnya dan makna kiasan.

film ini menggambarkan realitas kehidupan yang terjadi di daerah

perbatasan. Secara denotasi dalam film “Tanah Surga....Katanya”

menggambaran keadaan dimana masyarakat daerah perbatasan tetap

berjuang meskipun keterbelakangan dalam pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan secara konotasi dalam film “Tanah

Surga...Katanya” ditemukan bahwa pemahaman nasionalisme masih

5

Lukman Hakim, “Kritik Nalar Agama dalam Film tanda ?”, Jurnal Komunikasi Islam Volume 02, No 01 (03 Juni 2012), 1- 7

6

Fahrul Islam, “RepresentasiNasionalismedalam Film Tanah SurgaKatanya”, eJournalIlmuKomunikasi, (10 Oktober 2013), 138 - 153

(21)

11

diartikan secara dangkal. Nasionalisme masih terbatas pada bendera

Merah Putih, lagu kebangsaan, Garuda Pancasila, akan tetapi

nasionalisme bukan hanya dilihat dari pakaian yang kita pakai, lagu

kebangsaan yang kita nyayikan setiap saat, atau selalu mengibarkan

bendera merah putih, akan tetapi nasionalisme adalah sikap terhadap

bangsa ini. Sikap mencintai bangsa ini dengan tindakan positif kita.

Salah satunya dengan memberikan prestasi yang terbaik untuk bangsa

dan negara ini.

3. Penelitian dalam jurnal yang dilakukan oleh Karen dengan judul

“Representasi Konsumerisme dalam Film “Confessions of a Shopaholic” studi analisis semiotika yang terdapat dalam film Confessions of a Shopaholic”.7Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumerisme yang digambarkan dalam film

Confessions of a Shopaholic” serta mengungkap sistem tanda yang

digambarkan dalam film tersebut. Metode penelitian yang digunkan

dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif. Pendekatan dalam

penelitian ini menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes,

yakni pemaknaan terhadap sign (tanda) yang terdapat dalam film

melalui Signifikansi Dua Tahap dengan menentukan denotasi dan

konotasi tanda yang ada dalam film. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa film “Confessions of a Shopaholic” telah mengkomunikasikan

adanya gaya hidup konsumerisme yang ditunjukkan melalui tokoh

7

Karen, “RepresentasiKonsumerismedalam Film Confessions of a Shopaholi”

:studianalisissemiotika yang terdapatdalam film “Confessions of a Shopaholic(Januari, 2012), 1-10

(22)

12

utama wanita dalam film tersebut. Dalam beberapa adegan, film ini

menggambarkan bagaimana seorang manusia bisa sangat konsumeris

(23)

13

(24)

14

(25)

15

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan bagian penelitian visual. Menurut Rose8

dalam Visual Metodhologies, penelitian visual dapat dilakukan dengan

menganalisis tiga situs besar. Ketiga situs besar tersebut yaitu situs

produksi, situs image (citra) dan situs penonton (audiencing). Situs

produksi meliputi pengorganisasian, teknik, tenaga kerja dan selera pasar

sebuah produk budaya. Situs kedua adalah yang melihat representasi

dalam produk budaya tersebut. Ketiga situs penonton yang memfokuskan

studi pada penonton dan respon mereka terhadap produk budaya tersebut.

Penelitian ini lebih berfokus pada situs kedua yaitu situs image

atau citra. Jenis penelitian yang berada dalam penelitian ini adalah analisis

isi kritis kualitatif dengan model semiotika Roland Barthes. Peneliti di

dalam melakukan analisis bersikap kritis terhadap realitas yang ada dalam

objek penelitian yang akan di analisis. Beberapa hal yang perlu di

perhatikan peneliti di dalam analisis terhadap media massa adalah,

pertama Isi (content) atau situasi sosial seputar data penelitian yang di

teliti. Kedua, proses suatu produk media/isi pesannya dikreasi secara

aktual dan di organisasikan secara bersama. Ketiga Emergence, yakni

8 Gillian Rose,Visual methodologies: An introduction to the interpretation of visual material. (London: Sage, 2001), 21.

(26)

16

menentukan secara gradual/bertahap dari makna sebuah pesan melalui

pemahaman dan interpretasi.9Dengan analisis isi kritis penelitian melalui

semiotika Barthes, maka data penelitian bersikap intersubjektif dengan

mengedepankan fokus sikap-sikap pada tokoh ketiga film ( KH. Rahmat

Abdullah, KH. Ahmad Dahlan, dan KH. Hasyim Asyari). Sehingga yang

akan dinilai oleh peneliti disini adalah sikap-sikap yang mencerminkan

pesan moral Islam (Ahlak) sesuai dengan pandangan kaum Sufi

sebagaimana yang dikemukakan oleh As-Suhrawadi.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber utama sebuah penelitian dimana

fokus penelitian itu diperoleh data-data yang bersangkutan dengannya.10

Adapun subjek penelitian ini adalah pada ketiga judul film, Sang Murabbi,

Sang pencerah, dan Sang Kiai. Sedangkan objek adalah menyangkut apa

yang akan di teliti dan dipaparkan dalam penelitian, yang menjadi kajian

utama masalah yang akan dipaparkan oleh peneliti di dalam penelitian ini.

Objek dalam penelitian ini adalah nila-nilai moral islam yang di tampilkan

oleh seorang tokoh dalam film tokoh disini adalah KH Rahmat Abdullah

dalam film Sang Murabbi (2008), tokoh KH. Ahmad Dahlan dalam film

Sang Pencerah (2010), dan tokoh KH. Hasyim Asyari dalam film Sang

Kiai (2013).

3. Jenis Data

9

Rahmat Kriyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta : Kencana prenada Media Group, 2007), 247

10

Tatang M. Arifin , Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta : Raja Grafido Persada, 1991), 92-93.

(27)

17

Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

tayangan tiga film religi diatas ( Sang Murabbi 2008, Sang Pencerah 2010,

dan Sang Kiai 2013). Data primer dari tayangan film diatas adalah pesan

moral Islam yang dibawakan oleh sang tokoh dalam ketiga film. Data

Sekunder Adalah data pendukung yang diambil melalui literatur seperti

buku, majalah, web yang berhubungan dengan penelitian.

4. Tekhnik pengumpulan data

Tekhnik dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil scene

dalam tiga film religi diatas, kemudian dilanjutkan dengan menganalisis

beberapa scene pada ketiga film diatas.

5. Validitas Data

Validitas data merupakan derajat ketepatan antara data yang

terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh

peneliti. Data Valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang

dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada

objek penelitian.11 Penelitian ini menganalisa mengenai berbagai lambang

yang terdapat dalam scene pada ketiga film ( Sang Murabbi 2008, sang

pencerah 2010, dan sang kiai 2013), sehingga data yang diambil

merupakan data yang layak uji dan terdapat pada objek penelitian.

6. Analisis Data

11

Sugiono, Metode penelitianKombinasi (mixed Methods),( Bandung : Alfabeta, 2013), 361

(28)

18

Untuk mengetahui makna dan tanda dalam ketiga film akan

dianalisis dengan semiotik Roland Barthes. Analisis akan dilakukan pada

secene-secene yang menunjukan pesan moral Islam menurut kaum sufi

pada ketiga film. Proses pemaknaan scenetersebut akan melalui dua tahap

yakni pemaknaan denotasi dan konotasi. Adapun langkah-langkah analisis

data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Observasi terhadap objek penelitian yaitu menonton tayangan ketiga

Film. Hal ini dimaksudkan agar saya mengetahui alur cerita ketiga

film, karakter tokoh, dan berbagai tanda tentang pesan moral Islam

pada ketiga film.

2. Film diamati secara mendalam sehingga menemukan bagian yang

mengandung unsur pesan moral Islam sesuai kategorisasi pesan yang

nantinya masuk pada pesan moral pada anjuran untuk berahlak

tawaddu’, lemah lembut, amal shaleh, sabar dan pemaaf. Adapun

langkah-langkah analisis disesuaikan dengan peta konsep seperti

dibawah ini

Gambar 1.1

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(Petanda)

3. Dennotative Sign

tanda denotatif

2. Connotative Signifier

Penanda konotatif

3. Connotative Signified

Petanda konotatif

4. Connotative Sign

(29)

19

Peta Tanda Roland Barthes12

Berdasarkan peta Barthes terlihat di atas bahwa tanda denotatatif

(3) terdiri dari penanda (1) sebagai ekspresi, bunyi, bentuk dari sebuah

tanda, selanjutnya petanda (2) sebagai isi dari penanda, akan tetapi pada

saat besamaan tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Denotasi

dalam Barthes adalah tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup,

tanda denotasi menghasilkan makna yang emplisit, langsung dan pasti.

Denotasi merupakan makna yang sebenar-benarnya, yang disepakati

bersama secara sosial, yang rujukannya kepada realita.

Tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai

keterbukaan makna atau makna yang implisit, tidak langsung dan tidak

pasti artinya memungkinkan adanya penafsiran-penafsiran baru. Dalam

simiotika Barthes denotasi merupakan signifikansi tahap pertama

sedangkan konotasi merupakan signifikansi tahap kedua. Denotasi

dikatakan sebagai makna objektif yang tetatap sedangkan konotasi

merupakan makna subjektif dan bervariasi. Contohnya Mawar secara

konotasi dimaknai sebagai bunga desa sedangkan secara konotasi

bermakna bunga yang ada ditaman atau pot bunga.

Dari data diatas disimpulkan bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2) selain itu tanda denotatif juga mendasari

makna Konotatif (4). Lebih lanjutnya sebagai berikut :

12

Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, (Ghalia : Indonesia 2014), 27

(30)

20

1. Denotasi merupakan Signifikansi tahap pertama yaitu apa yang

digambarkan terhadap tanda terhadap sebuah objek. Makna

denotasi didapatkan secara langsung dari tanda-tanda yang ada

yang menghasilakan makna yang sebenar-benarnya hadir dan

mudah dikenali.

2. Konotasi merupakan signifansi tahap kedua. Makna konotasi

didapat dari hubungan antara kode, simbol atau ambang yang satu

dengan yang lain. Selain itu makna konotasi terjadi karena adanya

Interaksi lambang denotasi dengan perasaan atau emosi dari

pembaca serta nilai-nilai kebudayaan. Karena pada dasarnya

penanda konotasi dibangun dari tanda-tanda dari sistem denotasi.

Biasanya tanda denotasi dapat dikelompokkan bersama untuk

membentuk suatu konotator tunggal, sedangkan petanda konotasi

berciri sekaligus, yakni umum, global, dan tersebar. Maka, makna

konotasi dapat ditinjau dari aspek dasar denotasi sekaligus

mempertimbangkan aspek yang berada diluar dari denotasi.

Dari analisis yang dilakukan ditarik kesimpulan seperti apakah

pemaknaan dari simbol-simbol mengenai pesan moral Islam pada

tayangan film Sang Murabbi, Sang Pencerah, dan Sang Kiai.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terbagi menjadi

(31)

21

BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini mengungkap tentang :

Latar belakang masalah, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Penelitian terdahulu, Metode Penelitian

danSistematika pembahasan.

BAB II KERANGKA TEORITIK Kerangka teoritik menguraikan tentang

beberapa hal yang terkait dengan pembahasan dalam tulisan ini dua pokok

yaitu kajian pustaka dan kajian teoritik.

BABA III GAMBARAN UMUN KETIGA FILM Mengingat adanya

objek adalah kajian tentang ketiga film mulai tahun 2008 hingga 2014

maka dalam bab III ini akan disajikan tentang gambaran ketiga film (Sang

Murabbi 2008, Sang Pencerah, 2010 dan Sang Kiai 2013. Selanjutnya

yang akan saya sajikan adalah ke-lima pesan moral Islam pada ketiga film.

BAB IV ANALISIS DATA Pada bab ini bertujuan untuk memahami

segala yang berkaitan dengan objek penelitian yang meliputi

identifikasiobyek penelitian yang meliputi : Penyajian data, analisis data,

sertatemuan penelitian sebagai

konfirmasiantarateoridengantemuanpenelitian.

BAB V PENUTUP Penutup disini berupa kesimpulan dan saran dalam

penelitian. Menyajikan hasil dari peneltian yang telah dilakukan dan

mengungkapkan saran-saran tentang beberapa rekomendasi untuk

(32)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Tinjauan Tentang Film 1. Potret Film Indonesia

Film adalah media komunikasi massa yang berupaya menyampaikan pesan

dari seorang komunikator kepada komunikan secara efektif, dikatakan demikian

dengan kemasan pesan yang disampaikan sebuah film dengan audio visual.

Dikatakan Vera bahwa, “Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual

untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di

suatu tempat tertentu.1 Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa

saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat

mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi.

Pesan dalam film adalah menggunakan mekanisme lambang – lambang yang ada

pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan, percakapan dan

sebagainya.

Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap

massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar

dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak

dalam waktu singkat. Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat

menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan

dapat mempengaruhi audiens.

1

Vera, Semiotika Komunikasi Dalam Riset Komunikasi, 70

(33)

21

Thomas Edison adalah orang pertama yang mengembangkan kamera citra

pada tahun 1888 ketika ia membuat film sepanjang 15 detik yang merekam salah

satu karyawannya ketika bersin. Lalu setelah itu memberikan pertunjukan film

sinematik kepada umum di sebuah kafe di Paris.2

Eric Eco Sassono menegaskan dalam Denesi,“dibanding media lain film

memiliki kemampuan meniru kenyataan sedekat mungkin dengan kenyataan

sehari-hari”.3 Hal ini terbukti dengan tayangan film yang telah menjadi media

bertutur manusia, sebuah kisah nyata yang sebelumnya diceritakan dengan lisan

dan tulisan ini muncul sebuh film yang mampu dilihat oleh mata dan di dengar

oleh telinga. Apa saja yang terekam oleh sebuah kamera bisa terlihat dan

terdengar jelas sepeti kenyataanya.

Film dibuat sebagai representasi dari sang pembuat film dengan cara

melakukan pengamatan terhadap masyarakat, atau bahkan dari sejarah masa lalu,

setelah itu seorang pembuat film melakukan seleksi dari pengamatannya, setelah

menyeleksi dari dari hasil pengamatannya kemudian mulai membuat sekanario

yang telah direkonstruksi sehingga film di atas selesai.

Meski demikian tayangan dalam film bukanlah gambaran realitas yang

sebenarnya, tayangan dalam film adalah imitasi dari kehidupan nyata, kalaupun

bercerita tentang tokoh agama dalam islam itupun sudah direkonstruksi ulang oleh

sang pembuat film hal ini terbukti setelah di adakan komparasi dari novel dan

2

Sobur, Semiotika Komunikasi, 60 3

Marcel Denesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta : Jalasutra, 2010), 132

(34)

22

tayangan film ada perbedaan didalamnya. Namun dalam sebuah film pesan-pesan

didalamnya sudah terbungkus rapi terbentuk dalam sebuah seni (cerita).4

Kalau berbicara masalah potret film di Indonesia sebagai negara ketiga,

Indonesia cenderung menjadi konsumen ketimbang produsen, terlebih dalam

konteks information,communication, and technology (ICT). Produksi film di

Indonesia kondisinya juga tidak jauh berbeda, serbuan film Hollywood

dengan”ideologi” tertentu masih cukup mendominasi. Dalam perkembangannya,

film tidak luput dari industrialisasi. Faktor ekonomi yang dialami negara-negara

berkembang yang notabene banyak negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.

Hal tersebut berpengaruh pada minimnya jumlah produksi film, khususnya film

religi. Indonesia mengalami kemajuan industri film pada era 1980-an, per tahun

dapat memprodusi film 50 film panjang dan banyak film Indonesia yang merajai

bioskop-bioskop lokal. Film-film terkenal pada saat itu diantaranya adalah

“Catatan Si Boy, Blok M dan lainya. namun di era 1990-an.5 Industri Perfileman

Indonesia mengalami Pasang-surut hal ini disebabkan oleh banyak faktor, antara

lain minimnya dana.

Di era 2000-an perfilman Indonesia mulai bangkit, diawali maraknya

sinetron, termasuk yang bertema religi. Namun, seiring perkembangan, kajian

terhadap budaya populer (popular culture), tak terkecuali film, menguat, termasuk

di Indonesia. Sayangnya seperti yang di ungkap oleh Atabik bahwa Indonesia

merupakan negara kedua terbesar film pornonya, hal inilah yang menjadi

penyebab utama maraknya pemerkosaan di negara kita ini, setelah mereka

4

Ade Irwansyah, Seandainya Saya Seorang Kritikus Film, (Yogyakarta : Humaniora Pustaka, 2009), 139.

5

John L. Esposito, “Film”, 67-69.

(35)

23

menyaksikan film.6 Hal ini disebabkan kelalain kita dalam menyeleksi film-film

yang akan ditayangkan sebelumnya pada public. Dalam hal ini seharusnya LSF

turun tangan dalam menyeleksi film-film Indonesia utamanya terkait film-film

porno yang hanya akan merusak fikiran anak bangsa.

Lahirnya kebangkitan film di era 2000-an, dan maraknya film religi

dewasa ini, telah membawa angin segar bagi tumbuhnya industri ini. Kelahiran

film religi mendapat perhatian yang marak dari penonton, misalnya film

Ayat-ayat Cinta, Syahadat Cinta, Ketika cinta bertasbih 1, Ketika Cinta bertasbh 2,

DalamMihrab Cinta, Sang Pencerah, Sang Kiai, dan 99 Di Langit Eropa dan

lainnnya.

Semua tayangan film di atas merupakan karya sinaes muda Indonesia yang

turut memikirkn nasib anak bangsa, ditengah maraknya film-film horor dengan

adegan menyerempet dengan suguhan pornografi didalamnya, mereka mencoba

membuat film bernuansa religi dalam rangka menuangkan pesan-pesan moral

Islam. Memang tidak mudah dalam menuangkn pesan dakwah ataupun moral

islam dalam sebuah film, dalam film yang bernuansa religipun masih banyak

penyimpangan dari koredor syariat Islam semisal saling bersentuhan antara pihak

pria dan perempuan dalam adegan, saling memandang, berduan dan lain

sebagainya.7 Hal ini memang sulit di hindarkan sebab sebagai bagian dari budaya

populer, Dakwah romantis akan selalu terjebak dalam media pasar. Meledaknya

penonton film religi bukan disebabkan karena maraknya adegan romantisme yang

6

Ahmad Atabik, “Prospek Dakwah melalui Media Televisi”, AT-TabsyirJurnal Komunikasi & Penyiaran Islam, Volume 1, Nomor 2, (Juli – Desember 2013), 201

7

Ibid., 202

(36)

24

fulgar namun karena dikemas sangat indah, serta larisnya nofel atau cerita

dipasaran.

2. Jenis-jenis Film

Marcel Danesi menjeaskan tentang film dalam bukunya semiotika media

ada tiga jenis atau kategori film yaitu film fitur, film dokumentar, dan film

animasi, penjelasannya sebagai berikut :8

a. Film Fitur

Film fitur merupakan karya fiksi yang strukturnya selalu berupa narasi

yang dibuat dalam tiga tahap. Tahap produksi merupakan periode ketika skenario

bisa memperoleh. Sekanario ini bisa berupa adaptasi dari nofel, atau cerita

pendek, cerita fiktif, atau kisah nyata yang sudah dimodifikasi, maupun karya

cetakan lainnya. Bisa juga dibuat husus untuk dibuat filmnya. Tahap produksi

merupakan masa berlangsungnya pembuatan film berdasarkan sekanario itu.

Tahap terahir, pos produksi (editing) semua bagian film yang pengambilan

gambarnya tidak sesuai dengan alur cerita dalam film disusun agar menyatu

dalam cerita sehingga membentuk sebuah cerita dalam film yang bisa dipahami

berdasar urutan Scene dan squennya.

b. Film dokumentar

Film dokumentar merupakan film nonfiksi yang menggambarkan situasi

kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan

pengamalamanya dalam situasi yang apa adanya tanpa persiapan langsung pada

8

Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media,134

(37)

25

kamera atau pewancara. Film ini di defenisikan sebagai karya ciptaan mengenai

kenyataan.

Dokumentar seringkali di ambil tanpa skrip dan jarang sekali ditampilkan

di gedung bioskop yang menampilkan film-film fitur. Akan tetapi, film jenis ini

sering tampil di televisi. Dokumentar dapat di ambil pada aplikasi pengambilan pa

adanya atau disusun secara sederhana dari bahan-bahan yang sudah di arsipkan.

Dalam kategori dokumentar selain mengandung fakta. Dokumentar mengandung

subjektifitas pembuatnya. Dalam hal ini pemikiran-pemikiran, ide-ide, dan sudut

pandang idealisme mereka. Dokumentar merekam adegan nyata dan faktual (tidak

boleh merekayasa sdedikitpun) untuk kemudian di ubah menjadi sifikasi mungkin

menjadi sebuah cerita yang menarik.

c. Film Animasi

Animasi adalah tehnik pemakain film untuk menciptakan ilusi dari

serangkain gambar dua atau tiga dimensi. Penciptaan tradisional dari anamasi

gambar-bergerak selalu di awali hampir bersamaan dengan penyusunan

storbord.yaitu serangain skesta yang menggambarkan bagian penting dari sebuah

cerita. Skesta tambahan dipersiapkan kemudian untuk memberikan ilustrasi latar

belakang, dekorasi, serta tampilan dan karakter tokohnya. Pada masa saat ini

hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan komputer.

Dengan film animasi ini seorang sutradara menuangkan ide-idenya untuk

memersuasif penontonnya. Salah satu tokoh yang legendaris dari film animasi ini

adalah Walt Disney dengan film-film kartunnya seperti Donalt Duck, Snow

(38)

26

3. Unsur-unsur pembentuk Film

Film secara umum terbagi menjadi dua unsur yaitu unsur naratif dan unsur

sinematik, dua unsur ini saling bersenerjik, berinteraksi dan berkesinambungan

dalam membentuk sebuah pesan didalamnya :

1. Unsur Naratif

Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Dalam hal ini

unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, adalah

elemen-elemennya. Mereka saling bersinerjik satu sama lain untuk membuat sebuah

jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan serta terikat dengan sebuah

aturan yaitu hukum kausalitas.

2. Unsur Sinematik

Merupakan tehnis dalam produksi sebuah film yang terdiri dari a) Mise an

sceneyang memiliki empat elemen pokok : Seting atau latar, tata cahaya, kostum,

dan Make-up, (b) Sinematografi (c) editing yaitu transisi sebuah gambar (shot)

kegambar lainnya, dan (d) suara, yaitu segala hal dalam film yang mampu kita

tangkap melalui indera pendengaran 9

4. Struktur Film

1. Shot

Adalah satu bagian dari rangkain gambar yang begitu panjang yang hanya

direkam dalam satu take saja. Secara teknis shot adalah ketika kameraran

mulai menekan tombol recordhingga menekan tombol record kembali.10

9

Pratista, Memahami Film, 1-2 10

Wahyu wary Pintokodan Diki Umbara, How to become A camerawan, (Yogyakarta : Interprebok, 2010), 97

(39)

27

2. Scene

Adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan

satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang, waktu, isi, (cerita),

tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya terdiri dari bbeberapa

shotyang saling berhubungan.

3. Sequence

Adalah satu segmen besar yang melibatkan satu peristiwa yang utuh. Satu

sequen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan.

Dalam karya literatur , sequen bisa di artikan seperti sebuah bab atau

sekumpulan bab. 11

5. Sinematografi

Sinematografi adalah perlakuan sineas tehadap kamera serta stok filmnya.

Unsur sinemtografi secara umum dibagi menjadi tiga aspek yakni kamera

dan film, framing, serta durasi gambar. Untuk kebutuhan penelitian ini

framing yang merupakan hubungan kamera dengan objek yang akan

dijadikan fokus dalam penelitian ini.

a. Jarak

Jarak yang dimaksud adalah dimensi jarak kamera terhadap objek dalam

frame secara umum, dimensi jarak kamera terhadap objek ini

dikelompokkan menjadi tujuh di antaranya adalah :

11

Ibid., Himawan Pratista, 29-30

(40)

28

1. Extreme Long Shot

Merupakan jarak kamera yang paling jauh dari objeknya. Wujud

fisik manusia nyaris tidak tampak. Tehnik ini umumnya

menggambarkan ssebuah objek yang sangat jauh tau panorama

yang luas.12

2. Long Shot

Tubuh manusia telah tampak jelas namun latar belakang masih

dominan. Long Shot sering kali digunakan sebagai estabilishing

shot yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang

berjarak lebih dekat. Secara umum penggunaan shot jauh ini akan

dilakukan jika : mengikuti area yang lebar atau ketika adegan

berjalan cepat, menunjukan dimana adegan berada atau

menunjukan teempat juga menunjukan progres.

3. Medium Long Shot

Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai atas.

Tubuh fisik manusia dan lingkungan relatif seimbang sehingga

semua terlihat netral.

4. Medium Shot

Pada jarak ini memperlihatkan sosok tubuh manuasia dari

pinggung ke atas. Sosok manusia mulai dominan dalam frame.

5. Medium close up

12

Himawan Pratista, memahami Film, 29-30

(41)

29

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas.

Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak

lagi dominan. Seperti digunkan dalam adegan percakapan

nonformal.

6. Close-Up

Umumnya pemperlihatkan wajah, tangan dan kaki atau objek kecil

lainnya. Tehnik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan

jelas serta gesture yang mendetail. Efek Close-Up biasanya akan

terkesan gambar lebih cepat mendominasi menekan ada makna

estetis ada juga makna psikologis.

7. Extreme Close Up

Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetail

bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau

bagian dari sebuah objek.

b. Sudut Kamera (Angle)

Sudut kamera adalah sudut pandang kamera terhadap objek yaang berada

dalam frame, secara umu sudut kamera dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Low angle

Pengambilan gambar dalam Low Angle posisi kamera lebih rendah

dari objek akan mengakibatkan objek lebih superior, dominan,

menekan.

2. High Angle

(42)

30

Merupakan kebaliakn dari Low Angle akan mengakibatkan

dampak sebaliknya.

3. Eye level

Sudut pengambilan gambar, subjek sejajar dengan lensa kamera.

Ini merupakan sudut pengambilan normal, sehingga subjek

kelihatan netral, tidak ada intervensi khusus subjek. 13

B. Tinjauan Tentang Semiotik 1. Pengertian umum Semiotik

Secara teminologi Semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan

sebagai tanda. Vn Zoest mengartikan Semiotik sebagai Ilmu tanda (sign) dan

segala yang berhuhubungan dengannya.14

Sepertihalnya di atas terkait devenisi Semiotik diperkenalkan oleh

Hippocrates (460- 337 M) penemu ilmu Medis Barat, seperti ilmu gejala-gejala.

Gejala menurutnya seperti Semion, bahasa Yunani untuk penunjuk (merk)atau

tanda (sign) fisik.15

Sementara Preminger dalam kriyanto menyebut Semiotik sebagai “ilmu

yang menganggap bahwa fenomena sosial atau masyrakat dan kebudayaan

merupakan sebuah tanda-tanda”. 16

Saussure mendefinisikan Semiologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji

kehidupan tanda-tanda ditengah-tengah masyarakat dan dengan demikian menjadi

13

pretista, Memahami Film, 107 14

Alex Sobur, Analisis Teks Media, :Suatu pengantar untuk Analisis wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (PT Remaja Rosdakarya : Bandung, 2002), 95

15

Marcel Daniel, Pesan, Tanda dan Makana, (Yohyakarta, 2010), 07 16

Rahmat Kriyanto, Tehnik .praktis Riset komunikasi, (Jakarta : Jalasutra, 2009), 263

(43)

31

bagian dari disiplin Psikologi Sosial. Tujuannya adalah menunjukkan bagaimana

terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah yang mengaturnya. 17

Sementara Lahte dalam Sobur menyebut Semiotik sebagai teori tentang

tanda dan penandaan lebih jelasnya lagi Semiotik adalah suatu disiplin keilmuan

yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan melalui sarana

sign sistem code .

Devenisi yang cerdas tapi juga penuh dengan makna defenisi Semiotik

yang dikemukakan oleh Umbarto Eco. Umbarto Eco mendefenisikan Semiotik

sebagai disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang bisa dipakai untuk

berbohong, menurut Eco teori ini juga disebut sebagai teori dusta, pada

kenyataannya teori ini tidak bisa dipakai untuk jujur dan pada kenyataannya tidak

bisa dipakai untuk apa juga. Walau tampaknya bermain-main ini adalah defenisi

yang cukup mendalam, karena menggaris bawahi fakta bahwa kita memiliki

kemampuan untuk merepresentasikan dunia dengan cara apapun yang kita

inginkan melalui tanda-tanda, pun dengan cara-cara dusta atau menyesatkan.

Kemampuan untuk berpura-pura ini memungkinkan kita untuk memanggil

rujukan yang tidak ada, atau merujuk kehal-hal apapun tanpa dukungan empiris

yang mengatakan bahwa yang kita lakukan itu adalah benar. 18

Oleh sebab itu Semiotik atau Semiologi adalah Studi tentang tanda dan

cara-cara tada-tanda itu bekerja. Tanda pada dasarnya mengisyaratkan suatu

makna yang dapat dipahami oleh manusia yang menggunakannya. Bagaimana

manusia mengasosiasikan objek atau ide dengan tanda. Hal ini selaras dengan

17

Sobur, Semiotika komunikasi, 12 18

Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, 33

(44)

32

pendapat Charles Sander bahwa Semiotik adalah suatu hubungan di antara tanda,

objek dan makna.19

2. Tanda Dalam Semiotik

Dalam devenisi sebelumnya kita dapat melihat bahwa para ahli

sebelumnya telah menempatkan sistem tanda dan makna sebagai gagasan pokok

dalam kajian Semiotik.

Menurut John Fiske Semiotik mempunyai tiga bidang utama :

1) Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,

dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manuia yang menggunakannya.

2) Kode atau sistem yang mengkondinasikan tanda. Studi ini terkait cara

berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat

atau budaya atau untuk meng eksploitasi selama komunikasi tersedia

untuk mentransmisikannya.

3) Kebudayaan tempat kode bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada

kode-kode dan tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik dan bisa dipersepsi oleh

indera kita. tanda mengacu pada sesuatu yang ada diluar tanda terssebut dan

bergantung pada penggunanya sehingga bisa disebut sebagai tanda.

Pierce melihat tanda, acuan, dan penggunaannya sebagai tiga titik dalam segitiga.

Sedangkan Sussure mengatakan bahwa tanda terdiri atas bentuk fisik plus konsep

mental yang terkait. Konsep ini merupakan pemahaman atas realitas eksternal.20

19

Tommi Suprapto, Pengantar Ilmu Komunikasi dan peran Menejemen Komunikasi, (Yogyakarta : CAPS, 2011), 95

(45)

33

Peirce juga menyebut tanda sebagai Representament : bentuk fisik, konsep

benda, dan gagasan di acunya sebagai objek. Makna yang diperoleh dari sebuah

tanda di istilahkan sebagai interpretan.21

Hal yang dirujuk oleh tanda secara logis dikenal sebagai referen ( objek

atau petanda). Ada dua jennis referent (1) referent kongkrit adalah referent yang

dapat ditunjukan hadir didunia nyata misalnya, Cat (kucing) dapat didekasikan

sebagai menunjuk seekor kucing. (2) referen abstrak yaitu referen yang bersifat

imajiner dan tidak bisa diindikasikan hanya dapat menunjuk suatu benda, salah

satu caranya adalah membongkar akar-akar budaya dari setiap komponen

tandanya. 22

Pierce membuat tiga kategori tanda yang masing-masing menunjukan

hubungan yang berada di antara tanda dan objeknya atau apa yang di acunya.

1) Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang

ditandainya misalnya foto, peta, dan lainya.

2) Indeks adalah hubungan langsung antara tanda dan objeknya ia merupakan

tanda yang hubungan eksistensionalnya langsung dengan objeknya

misalnya asap adalah indeks api tidur adalah indek dari ngantuk, bersin

adalah indeks dari flu dan lainnya.

3) Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya

berdasarkan konvensi, kesepakatan atau aturan kata-kata umumnya adalah

simbol. Palang merah adalah simbol dan angka adalah simbol.

20

Ibid., , 96 21

Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media,37 22

Ibid., 37

(46)

34

Ikonitas melimpah ruah dalam semua wilayah representasi manusia. Foto,

potret, angka romawi seperti I, II dan III adalah wujug ekonis yang dirancang atau

diciptakan agar mirip dengan sumber acuannya secara Visual. Parfum adalah ikon

penciuman yang meniru wangi alamiah, Zat makanan kimiawi adalah ikon

pengecap yang mensimulasikan rasa makanan alamiah. Kini ikon juga memiliki

fungsi sosial dalam cakupan yang sangat luas. Misalnya ditemukan pada poster,

pintu kamar mandi sebagai indikasi pria dan wanita dan sebagainya. Pada ikon

membuktikan bahwa persepsi manusia sangatlah tinggi terhadap pola-pola

berulang dalam warna, bentuk, rupa, demensi, gerak, bunyi, rasa dan lainya23.

Sementara indeks membuktikan bahwa manusia juga memperhatikan pola

berulang dalam hubungan serta sebab-akibat yang tidak pasti dalam waktu dan

ruang. Dalam hal ini, Pierce mengacu pada objek tanda sebagai agen ulang sebab

objek ini berupa reaksi terhadap sebuah agen yang memungkinkan kita untuk

menyimpulkan keberadaan maupun hubungannya dengan objek-objek lainnya.

Ada tiga jenis indeks (1) Indeks ruang, yang mengacu pada lokasi spesial

sebuah benda, mahluk, dan peristiwa dalam hubungannya dengan pengguna tanda.

Tanda yang dibuat dengan tangan seperti ini menunjuk, figure seperti anak panah

contohnya. (2) Indeks temporal indeks ini menghubungkan benda-benda dari segi

waktu, kata keterangan, seperti sebelum, sesudah, sekarang, tanggal dikalender,

dan lainnya. (3) Indeks persona, indeks ini saling menghubungkan pihak-pihak

yang ambil bagian dalam sebuah situasi misalnya pada sebuah kata ganti aku, kau,

dia, ia dan lainya.

23

Ibid., 39-40

(47)

35

Sementara simbol mewakili sumber acuanya dalam cara yang konensional

yang dibangun melalui kesepaktan sosial atau malalui saluran berupa tradisi

historis, bentuk salib mewakili bentuk agama kristen, Hitam mewakili bentuk

kotor, putih mewakili bentuk kebersihan, Masjid menandakan tempat peribadatan

agama Islam. 24

3. Model-model dalam Semiotik

Analisis dalam Semiotik berupaya menemukan makna tanda-tanda

termasuk hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita).

Model-model dalam Semiotik mengacu pada sebuah proses komunikasi yang

disebut Fiske sebagai pembangkit makna (the generation of meaning) bukan

model-model yang sebelumnya linier.

Fiske menyebutnya sebagai model-model struktural dimana setiap anak

panah menunjukan relasi di antara penciptaan makna. Model Struktural ini tidak

mengasumsikan adanya serangkain tahap atau langkah yang dilalui pesan

melainkan lebih memusatkan perhatian pada analisis serangkain relasi tersetruktur

yang memungkinkan pesan menandai sebuah sesuatu.25

Dari terminologi di atas dapat dinegosiasikan bahwa dalam rangka

menemukan makna dibutuhkan sebuah model. Ada dua model yang sangat

berpengaruh diantara model-model di atas adalah : pertama, model dari ahli Filsuf

dan Logika Pierce, Odgan, dan Richard. Kedua dari ahi Liguistik Ferdinan de

Saussure, namun dalam tulisan ini dua model di atas tidak dibahas begitu

24

Ibid., 34 25

Suprapto, Pengantar Ilmu Komunikasi dan peran Menejemen Komunikasi94

(48)

36

Object Sign

Interpretann

mendalam sebab model yang digunakan dalam tulisan ini adalah model Semiotika

Barthes.

Seperti telah disebutkan sebelumnya Pierce telah mengungkapkan tiga

Elemen Semiotik yang utama yaitu tanda, acuan tanda, dan pengguna tanda

(Interpretan). Tiga elemen ini disebut Pierce sebagai teori segitiga makna, yang

menjadi persoalan disini adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda

ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.26

Hubungan ketiga Elemen di atas digambarkan oleh Pierce dalam Fiske

sebagaimana berikut ini :

Gambar 2.1 Model Semiotika Pierce

Gambar diatas menunjukan panah dua arah yang menekankan bahwa

masing-masing istilah dapat dipahami hanya dengan relasinya dengan yang lain.

Sebuah tanda yang salah satu bentuk adalah kata, mengacu kepada sesuatu diluar

dirinya sendiri –objek, dan ini dipahami oleh seorang serta ini memiliki efek

dibenak penggunanya—Interpretant apabila ketiga elemen makna di atas

berinteraksi maka yang akan muncul adalah sebuah makna tentang sesuatu yang

diwakili oleh tanda tersebut.27

26

Kriyanto, Teknis Praktis Riset Komunikasi, 265 27

John Fiske, Cultural And Cummunication Sudies, (Yogyakarta : Jalasutra, 2010), 63

(49)

37

tanda

realitas eksternal/makna Sementara itu Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi

manusia dengan melakukan pemilihan antara apa yang disebut dengan Signifier

dan Signified. Jadi ide sentral dalam semiotik adalah konsepsi khusus (particular)

dari stuktural sebuah tanda (sign) yang didefinisikan sebagai ikatan dari penanda

dan petanda.

Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek

material) yakni apa yang dilakukan, ditulis, dan dibaaca. Sedangkan Signified

adalah gambaran mental dari bahasa. Saussure menggambarkan tanda yang terdiri

atas signifier dan signified sebagai berikut.

Model Sussure dapat dijelaskan sebagai berikut : tanda adalah keseluruhan

yang dihasilkan dari hubungan antara penanda dan petanda. Hubungan dari

signifier dan signified disebut sebagai makna.28 Dalam Mcquil dijelakan bahwa

hubungan antara signifier dan signified adalah produk kultur. Hubungan diantara

keduanya bersifat arbiter dan hanya didasarkan berdasarkan konvensi,

kesepakatan atau peraturan dari kultur pemakai bahasa.

Penjelasan secara detail bahwa signifier dan signified merupakan konsep

mental yang kita gunakan untuk membagi realitas dan mengkategorikannya

28

Vera, Semiotika dalam Riset Komunikasi, 20

penanda petanda

Tesusun atas petandaan

Gambar 2.2 Unsur makna Saussure

(50)

38

sehingga dapat memahami sebuah realitas. Petanda dibuat oleh manusia dan

ditentukan oleh kultur atau subkultur yang di ambil oleh manusia.29Sussure

sebagai seorang tokoh linguitik kemudian melahirkan seorang murid yang

meneruskan signifikansinya. Saussure yang berupaya mengungkap signifikansi

pada ranah penanda dan petanda kemudian menbentuk sebuah tanda pada tahap

pertama, hal ini kemudian dikembangkan oleh muridnya Roland Barthes pada

tataran kedua yang dikenal dengan penanda & petanda konotatif dan tanda

konotati bahakan sampai pada ranah mitos, mitos dalam pandangan Barthes

adalah bahasa.30Untuk lebih jelaskan selanjutnya saya paparkan tentang model

semiotika dari Roland Barthes.

4. Semiotika Roland Barthes

Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar

kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit,

tersembunyi dan tergantung pada kebudayaan. Hal ini yang akhirnya

menimbulkan makna tambahan yang disebut konotatif dan arti penunjukan pada

arti denotatif.31

Salah satu pakar semiotika sebagai penerus dari Saussure yang

menfokuskan makna semiotik pada dua makna adalah Roland Bartes. Dia adalah

pakar semiotik Perancis pada tahun 1950-an menarik perhatian dengan telaahnya

tentang media dan budaya pop dengan menggunakan semiotik sebagai pisau

29

Suprapto, Pengantar Ilmu Komunikasi dan peran Menejemen Komunikasi, 101 30

Mitos disini berbeda dengan sebutan mitos yang ada dimasyarakat selama ini yang dikenal dengan tahayul, mitos disini bisa kita contohkan pada seorang tokoh wanita pemberani dalam film misalnya, maka mitos yang ditampilkan adalah mitos feminisme pemberani pada sosok wanita. 31

Adanya makna yang terselubung akan berusaha di ungkap, baik secara nyata (Dennotative), ataupun secara tersurat. Sobur, Analisis teks media, : Suatu pengantar untuk Analisis wacana, Analisis Semiotik dan analisis freming,126-127

(51)

39

teoritisnya. Tesis tersebut mengatakan bahwa struktur makna dari mitos-mitos

kuno dan berbagai peristiwa media ini mendapatkan jenis signifikansi dan secara

tradisional hanya dipakai dalam ritual-ritual keagamaan.

Menurut Barthes dalam Sobur semiotika adalah,“suatu ilmu atau metode

analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari

bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to

signifity) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan

(to communicate)”.32 Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa

informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga

mengkonstitusi sistem yang terstruktur. Oleh sebab itu dalam penandaan Barthes

dikenal sebagai penandaan dua tahap.

Nilai Semiotika dapat dipakai untuk menunjukkan kemampuan suatu mitos

yang “ditukarkan‟ dengan suatu ide (ideologi) dan “dibandingkan” dengan mitos

-mitos lain. Roland Barthes merupakan seorang penganut Saussure dari Prancis.

Gagasan-gagasannya memberi gambaran yang luas mengenai media kontemporer.

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang

disebutnya sebagai “mitos” dan berfungsi untuk memberikan pembenaran bagi

nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Barthes mengembangkan dua tingkat penandaan yang memungkinkan

untuk dihasilkannya makna yang bertingkat-tingkat atau lebih dikenal dengan

order of signification. Pada signifikasi tahap kedua, tanda bekerja melalui mitos

32

Sobur,Analisis teks media, : Suatu pengantar untuk Analisis wacana, Analisis Semiotik dan analisis freming 15

(52)

40

(myth). Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan

atau memahami beberapa aspek dan realitas atau alam.

Menurut Barthes dalam Sobur, “mitos merupakan cara berpikir dari suatu

kebudayaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami

sesuatu. Dengan mitos kita dapat menemukan ideologi dalam teks dengan jalan

meneliti konotasi-konotasi yang terdapat dalam mitos itu sendiri”.33 Fokus

perhatian Barthes lebih tertuju pada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two

orders of signification ), seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.1

Dua tatanan pertandaan Bhartes34

33

Vera,Semiotika Dalam Riset Komunikasi29. 34

Ibid,. 30.

Denotasi Penanda

Petanda

Mitos Konotasi

Kultur

Tataran pertama Tataran Kedua

isi bentuk

kultur tanda

Realitas

Gambar

 Gambar 2.2
Tabel 3.1.1
Tabel 3.1.2
Tabel 3.1.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecenderungan tema yang ada dalam film Sang Pencerah adalah pesan dakwah untuk memujudkan ajaran agama Islam sesuai dengan

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan adegan (scene) pilihan pada film 5 Elang.. Untuk mengkaji film dalam perspektif semiotik, film 5 Elang

Film Confucius merupakan film yang cukup banyak memberikan pesan moral. yang dapat kita terapkan dalam kehidupan kita dalam

Oleh karena kasih karunia dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa, saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pesan Moral Kepedulian Dalam Film

Hasil dari analisis penelitian, dapat disimpulkan bahwa makna pesan moral yang ditujukan pada kaum remaja melalui video klip lagu Wasiat Sunan Drajat versi

13 Mukhti Ali, Etika Agama Islam dan Pembentukan Kepribadian Nasional dalam Pemberantasan Maksiat dari segi Agama Islam, (Yogyakarta: Nida, 1991), hlm 14.. 13 Moral Islami

Ideologi yang peneliti dapatkan dari analisis dalam film Bajrangi Bhaijaan tersebut memberikan kesan bahwa objek yang menjadi fokus dalam pemaknaan pesan moral tersebut

Penggunaan analisis semiotika Roland Barthes adalah untuk membuka mitos dalam film dengan memperlihatkan aspek kesejajaran sehingga tampak suatu makna yang muncul dari tanda dalam