• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01762

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01762"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SEMINAR NASIONAL DAN PELANTIKAN PENGURUS

ISPI CABANG CILACAP

PKB dan PKG Dalam Konteks Angka Kredit Jabatan Fungsional Guru

Slameto

UKSW Salatiga

slameto_usw@yahoo.com

Sebagaimana dinyatakan dalam UUSPN No 20/2003, UURI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru dinyatakan sebagai tenaga professional. Dalam kerangka itulah program sertifikasi guru dilakukan supaya guru memiliki penguasaan kompetensi sebagaimana dipersyaratkan UU Guru dan Dosen. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Guru sebagai salah satu bagian dari pendidik profesional memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam melaksanakan tugasnya, guru menerapkan keahlian, kemahiran yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu yang diperolehnya melalui pendidikan profesi.

Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik dan diberikan kepada guru yang telah memenuhi syarat. Selanjutnya, bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

Guru yang layak menerima tunjangan sebagai upaya perbaikan nasibnya agar profesi yang dijalaninya selama ini “diakui” sebagai profesi dan “disamakan” dengan profesi-profesi lainnya yang dianggap layak sebagai profesi. Guru benar-benar sebagai sosok yang siap untuk digugu dan ditiru, siap memenuhi panggilan tugas dan kewajiban dengan segala tanggungjawabnya, kemudian siap menerima tunjangan sebagai konsekuensi dari sebuah profesionalitas.

Guru memiliki peran strategis dalam bidang pendidikan; guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Sayangnya kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Berdasarkan survey UNESCO, terhadap kualitas para guru, kulitas guru kita berada pada level 14 dari 14 negara

berkembang. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal. Data dari Balitbang Depdiknas pada tahun 2005 menunjukkan terdapat 1.646.05 (69,45%) guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal (Tim Sertifikasi Guru, 2006).

Permasalahan yang muncul kemudian adalah tingkat profesionalisme guru pasca sertifikasi serta keberlanjutannya. Setelah ada jaminan kesejahteraan yang lebih baik dari sebelumnya, apakah mereka yang telah disertifikasi itu lebih baik dari sebelumnya? Atau bagaimana perbandingannya dengan guru yang belum disertifikasi? Pertanyaan ini untuk menggugah, terutama tanggungjawab moral dalam membina generasi ke depan.

Banyak kalangan masyarakat yang memandang pesimis dengan pelaksanaan program sertifikasi guru. Selain ketidakjelasan dalam proses pelaksanaannya, kompetensi guru pasca sertifikasi masih dianggap kurang menunjang kinerja guru dalam mengajar sehingga kualitas pendidikan Indonesia di dunia masih jauh tertinggal (Miftha Indasari, 2013). Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, mengatakan, tujuan sertifikasi untuk meningkatkan mutu guru tidak berjalan baik. Sebab, pemerintah tidak punya konsep yang jelas soal pembinaan guru. ”Setelah uang sertifikasi diberikan, pemerintah lepas tangan,” (kompas, 2012).

Mulai tahun 2016, pencairan tunjangan profesi guru akan berbasis kepada kinerja masing-masing guru. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Penilaian kinerja guru digunakan sebagai salah satu syarat untuk tunjangan profesi, dan akan mulai berlaku pada tahun 2016 (Sumarna Surya Pranata, Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pendidikan Dasar, Kemdikbud dalam Suara Merdeka, 25 Maret 2015).

(2)

dilakukan penilaian kinerja. Disamping memaparkan uraian tentang permasalahan seputar sertifikasi dan profesionalitas guru pasca sertifikasi berdasarkan hasil-hasil penelitian dan kaitannya dengan layanan pembelajaran, pembicara juga mengundang partisipasi peserta untuk memunculkan ide-ide cemerlang dalam mencari solusi untuk meningkatkan jenjang karir melalui angka kredit jabatan fungsional guru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran sebagai dampak sertifikasi guru.

PKG dan PKB

Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, PK GURU adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan tersebut. Sistem PK GURU adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya.

Secara umum, PK GURU memiliki 2 fungsi utama sebagai berikut.

1. Untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua kompetensi dan keterampilan yang diperlukan pada proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Dengan demikian, profil kinerja guru sebagai gambaran kekuatan dan kelemahan guru akan teridentifikasi dan dimaknai sebagai analisis kebutuhan atau audit keterampilan untuk setiap guru, yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan PKB.

2. Untuk menghitung angka kredit yang diperoleh guru atas kinerja pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.

Hasil PK GURU diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. PK GURU merupakan acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi guru, PK GURU merupakan pedoman untuk

mengetahui unsur-unsur kinerja yang dinilai dan merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu dalam rangka memperbaiki kualitas kinerjanya.

PK GURU dilakukan terhadap kompetensi guru sesuai dengan tugas pembelajaran, pembimbingan, atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Khusus untuk kegiatan pembelajaran atau pembimbingan, kompetensi yang dijadikan dasar untuk penilaian kinerja guru adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan 4 Nasional Nomor 16 Tahun 2007. Keempat kompetensi ini telah dijabarkan menjadi kompetensi guru yang harus dapat ditunjukkan dan diamati dalam berbagai kegiatan, tindakan dan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan. Sementara itu, untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/ madrasah, penilaian kinerjanya dilakukan berdasarkan kompetensi tertentu sesuai dengan tugas tambahan yang dibebankan tersebut (misalnya; sebagai kepala sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah/madrasah, pengelola perpustakaan, dan sebagainya sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009).

Dalam penilaian kinerja guru beberapa subunsur yang perlu dinilai adalah sebagai berikut. 1. Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan

proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas, meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam menerapkan 4 (empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Pengelolaan pembelajaran tersebut mensyaratkan guru menguasai 24 (dua puluh empat) kompetensi yang dikelompokkan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Untuk mempermudah penilaian dalam PK GURU, 24 (dua puluh empat) kompetensi tersebut dirangkum menjadi 14 (empat belas) kompetensi sebagaimana dipublikasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

2. Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembimbingan, mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan, menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan melaksanakan tindak lanjut hasil pembimbingan.

3. Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/ madrasah.

(3)

memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian.

PKB bagi guru memiliki tujuan umum untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan tujuan khusus PKB adalah sebagai berikut:

1. Memfasiltasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan. 2. Memfasilitasi guru untuk terus memutakhirkan

kompetensi yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya.

3. Memotivasi guru-guru untuk tetap memiliki komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.

4. Mengangkat citra, harkat, martabat profesi guru, rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru.

Dalam konteks Indonesia, PKB adalah pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan guru untuk mencapai standar kompetensi profesi dan/atau meningkatkan kompetensinya di atas standar kompetensi profesinya yang sekaligus berimplikasi kepada perolehan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru. PKB mencakup tiga hal; yakni pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.

1. Pelaksanaan Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalisme diri agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar mampu melaksanakan tugas pokok dan kewajibannya dalam pembelajaran/pembimbingan termasuk pelaksanaan tugas-tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/ madrasah. Kegiatan pengembangan diri terdiri dari diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru untuk mencapai dan/atau meningkatkan kompetensi profesi guru yang mencakup: kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sedangkan untuk mampu melaksanakan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, program PKB diorientasikan kepada kegiatan peningkatan kompetensi sesuai dengan tugas-tugas tambahan tersebut (misalnya kompetensi bagi kepala sekolah, kepala laboratorium, kepala perpustakaan, dsb).

Diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau latihan yang bertujuan untuk mencapai standar kompetensi profesi yang ditetapkan dan/atau meningkatkan keprofesian untuk memiliki kompetensi di atas standar kompetensi profesi dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah atau kegiatan bersama yang bertujuan untuk mencapai standar atau di atas standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan. Kegiatan kolektif guru mencakup: (1) kegiatan lokakarya atau kegiatan kelompok guru (KKG, MGMP, KKKS, MKKS, KKPS, dan MKPS); (2) pembahas atau peserta pada seminar, koloqium,

diskusi pannel atau bentuk pertemuan ilmiah yang lain; dan (3) kegiatan kolektif lain yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru. Kegiatan pengembangan diri yang mencakup diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru tersebut harus mengutamakan kebutuhan guru untuk pencapaian standar dan/atau peningkatan kompetensi profesi khususnya berkaitan dengan melaksanakan layanan pembelajaran. Kebutuhan tersebut mencakup antara lain (1) kompetensi penyusunan RPP, program kerja, perencanaan pendidikan, evaluasi, dll; (2) penguasaan materi dan kurikulum; (3) penguasaan metode mengajar; (4) kompetensi melakukan evaluasi peserta didik dan pembelajaran; (5) penguasaan teknologi informatika dan komputer (TIK); (6) kompetensi inovasi dalam pembelajaran dan sistem pendidikan di Indonesia, dsb; (7) kompetensi menghadapi tuntutan teori terkini; dan (8) kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.

2. Pelaksanaan Publikasi Ilmiah

Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 kelompok kegiatan, yaitu:

a. presentasi pada forum ilmiah; sebagai pemrasaran/nara sumber pada seminar, lokakarya ilmiah, koloqium atau diskusi ilmiah;

b. publikasi ilmiah hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal. Publikasi ilmiah ini mencakup pembuatan:

1) karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan di sekolahnya yang: • diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk

buku yang ber-ISBN dan diedarkan secara nasional atau telah lulus dari penilaian ISBN,

• diterbitkan/dipublikasikan dalam

majalah/jurnal ilmiah tingkat nasional yang terakreditasi, provinsi, dan tingkat

kabupaten/kota,

• diseminarkan di sekolah atau disimpan di perpustakaan.

2) tulisan ilmiah populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikanyang dimuat di:

• jurnal tingkat nasional yang terakreditasi; • jurnal tingkat nasional yang tidak

terakreditasi/tingkat provinsi;

• jurnal tingkat lokal (kabupaten/kota/ sekolah/madrasah, dsb.

c. publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan/atau pedoman guru. Publikasi ini mencakup pembuatan: 1) buku pelajaran per tingkat atau buku

pendidikan per judul yang:

2) modul/diklat pembelajaran per semester yang digunakan di tingkat:

(4)

4) karya hasil terjemahan yang dinyatakan oleh kepala sekolah/ madrasah tiap karya;

5) buku pedoman guru.

3. Pelaksanaan Karya inovatif

Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni. Karya inovatif ini mencakup:

a. penemuan teknologi tepat guna kategori kompleks dan/atau sederhana;

b. penemuan/peciptaan atau pengembangan karya seni kategori kompleks dan/atau sederhana; c. pembuatan/pemodifikasian alat

pelajaran/peraga/-praktikum kategori kompleks dan/ atau sederhana;

d. penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi.

Sajian Hasil Penelitian

Temuan D. Deni Koswara, Asep Suryana, dan Cepi Triatna dengan judul Studi Dampak Program Sertifikasi Guru Terhadap Peningkatan Rofesionalisme dan Mutu Di Jawa Barattahun 2009 diperoleh ringkasan hasil seperti berikut ini.

Temuan yang penelitian sebesar 3,22.

Hal ini berarti bahwa dilihat dari rasa

Sertifikasi pada guru SMP yang diteliti di Jawa Barat berkorelasi sangat rendah terhadap peningkatan profesionalisme dan mutu pembelajaran.

1. Sertifikasi guru tidak berkontribusi terhadap profesionalisme guru.

2. Sertifikasi guru tidak berkontribusi terhadap mutu pembelajaran.

Profesionalisme guru berkontribusi terhadap mutu pembelajaran.

Guru adalah tenaga professional. Program sertifikasi guru dilakukan supaya guru memiliki penguasaan kompetensi sebagaimana dipersyaratkan UU Guru dan Dosen. Salah satu tujuan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Guru yang memperoleh tunjangan profesi dikategorikan sebagai guru profesional. Temuan D. Deni Koswara, dkk. tahun 2009 ternyata sertifikasi guru SMP di Jawa Barat berkorelasi sangat rendah terhadap peningkatan profesionalisme dan mutu pembelajaran; Sertifikasi guru tidak berkontribusi terhadap profesionalisme guru; tidak berkontribusi terhadap mutu pembelajaran.

Selanjutnya hasil kajian Bank Dunia mengkonfirmasi kegagalan program sertifikasi guru di Indonesia. Tidak adanya hubungan yang jelas

antara program sertifikasi dengan peningkatan mutu pembelajaran. Tak tanggung-tanggung Bank Dunia meneliti pelaksanaan setifikasi guru untuk kurun waktu 2009, 2011, dan 2012. Sasaran penelitian adalah 240 Sekolah Dasar, 120 Sekolah Menengah Pertama, 3000 guru, dan 90.000 siswa. Temuan pertama, sertifikasi tidak mengubah praktik mengajar dan perilaku guru. Kedua, peningkatan pendapatan guru yang lolos sertifikasi tidak ekuivalen dengan peningkatan mutu mengajar

(Kompas, 2012). Temuan dari kajian itu dipaparkan oleh Head of Human Development Sector Indonesia Bank Dunia, Mae Chu Chang pada pertemuan Organisasi Guru ASEAN di Denpasar, Bali menyebutkan bahwa belum jelasnya manfaat sertifikasi. Bahkan sejumlah penelitian membuktikan bahwa peningkatan profesionalisme pendidik tidak berpengaruh positif terhadap peningkatan mutu pendidikan, sehingga akan terlalu cepat untuk mengatakan bahwa relevansi kebijakan sertifikasi pendidik dengan peningkatan kesejahteraan pendidikan dan mutu pendidikan.

Penelitian Badrun dengan judul “Kinerja Guru Profesional (Guru Pasca Sertifikasi) di Kabupaten Sleman” tahun 2011 diperoleh hasil dalam ringkasan seperti berikut ini.

Temuan yang dan sosial para guru yang sudah lulus

Kinerja sebagian besar guru profesional (pasca sertifikasi) yang ada di Kabupaten Sleman belum baik; dari 17 indikator yang diteliti, 7 indikator baik dan 10

indikator lainnya belum baik. Upaya atau aktivitas sebagian besar guru yang telah lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan profesi masih belum menggembirakan, terutama yang terkait dg: (1) penulisan artikel; (2) penelitian; (3) membuat karya

seni/teknologi; (4) menulis soal UN; (5) menelaah buku;

(6) mengikuti kursus Bahasa Inggris,

(7) mengikuti diklat, dan (8) mengikuti forum ilmiah Aktivitas di organisasi pendidikan dan sosial belum baik,

(1) ada sebagian (47,5%) guru yang telah lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan profesi menjadi pengurus organisasi sosial; (2) 30% guru menjadi pengurus organisasi pendidikan

(5)

Asumsi bahwa sertifikasi akan meningkat-kan profesionalisme guru dan mutu pendidimeningkat-kan, ternyata kondisi dilapangan berbeda; apa yang dialami guru dalam sertifikasi belum memberikan dampak secara signifikan pada kemampuan professional guru termasuk terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Bahkan muncul beberapa kasus yang tidak diharapkan, dimana ada guru yang menjadi lebih tidak disiplin pasca sertifikasi, ada pula yang mengasumsikan bahwa sertifikasi adalah suatu kondisi final dari profesi keguruan. Apabila diperbandingkan dengan sebelum sertifikasi, banyak guru yang sering mengikuti pengembangan kemampuan melalui berbagai pelatihan, workshop dan seminar, namun setelah sertifikasi dan dinyatakan lulus mereka cenderung tidak mengikuti lagi kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih jauh, alokasi dana tunjangan profesi yang diterima guru-guru sedikit sekali proporsinya yang digunakan untuk pengembangan profesi, bahkan kecenderungannya tidak digunakan untuk pengembangan profesi guru lebih lanjut. Para guru lebih banyak mengalokasikan dana tunjangan profesinya untuk pemenuhan sandang, pangan dan papan, seperti pembelian tanah, rehab rumah, pembelian kendaraan bermotor, ditabung di bank, dan sebagainya.

Isyu-isyu strategis terkait Implementasi

Permenagpan-RB nomor 16 tahun 2009

Mengimplementasikan berarti melengkapi atau menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang mencakup 4 komponen: a). Menciptakan dan menyusun staf sebuah agen baru untuk melaksanakan sebuah kebijakan baru, b). Menterjemahkan tujuan legislatif dan serius memasukkannya ke dalam aturan pelaksanaan, mengembangkan panduan atau kerangka kerja bagi para pelaksana kebijakan, c). Melakukan koordinasi terhadap sumberdaya agen dan pembiayaan bagi kelompok sasaran, mengembangkan pembagian tanggungjawab para agen dan antar para agen serta hubungan antar agen, dan d). Mengalokasikan sumberdaya untuk memperoleh dampak kebijakan (Arif Rohman, 2009).

Seperti dipaparkan di atas, bahwa sertifikasi guru yang semestinya meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru agar terjadi peningkatan kualitas pendidikan di kelas dan sekolah ternyata tak berjalan seperti yang diharapkan. Prestasi siswa tak meningkat signifikan, sertifikasi tak mengubah praktik mengajar dan tingkah laku guru. Perubahan yang dilakukan pemerintah untuk membayar lebih guru tak diterjemahkan oleh guru dalam hasil belajar yang bagus. Dengan demikian terdapat beberapa isyu strategis didalam implementasi kebijakan sertifikasi ini. Pertama terkait dengan peningkatan hasil belajar siswa yang diajar oleh guru pasca sertifikasi. Kedua terkait dengan rendahnya kualitas proises pembelajaran yang diampu oleh guru pasca sertifikasi. Ketiga terkait dengan perilaku guru yang kurang profesional.

Peningkatan hasil belajar siswa (yang diajar oleh guru pasca sertifikasi) memang secara empiris dipengaruhi oleh banyak faktor, namun pengaruh faktor (kompetensi) guru bisa mencapai sebesar 25,5% (Jayengsari, Reksa, 2013). Bahkan hasil penelitian Wuri Sylvia Sarce (2010) untuk mata pelajaran IPS Terpadu SMP, menemukan bahwa

besarnya sumbangan kompetensi pedagogik guru terhadap hasil belajar siswa sebesar 94,50%.

Terkait dengan isyu rendahnya kualitas proses pembelajaran yang diampu oleh guru pasca sertifikasi dapatlah dijelaskan seperti temuan Bank Dunia yang menyatakan bahwa sertifikasi tidak mengubah praktik mengajar dan perilaku guru; peningkatan pendapatan guru yang lolos sertifikasi tidak ekuivalen dengan peningkatan mutu mengajar (Kompas, 2012). Selanjutnya hasil kajian Bank Dunia mengkonfirmasi tidak adanya hubungan yang jelas antara program sertifikasi dengan peningkatan mutu pembelajaran; Sertifikasi guru tidak berkontribusi terhadap profesionalisme guru; tidak berkontribusi terhadap mutu pembelajaran. Mengapa demikian? Salah satu dugaan kuatnya karena terkait dengan isyu yang ketiga yaitu perilaku guru yang kurang profesional.

Terkait dengan isyu yang ketiga yaitu perilaku guru yang kurang profesional seperti dipaparkan oleh Badrun (2011) guru yang telah lulus sertifikasi dan telah menerima tunjangan sertifikasi justru lebih tidak disiplin, banyak guru yang tidak mau mengikuti pengembangan kemampuan melalui berbagai pelatihan, workshop dan seminar; alokasi dana tunjangan profesi yang diterima guru-guru sedikit sekali proporsinya yang digunakan untuk pengembangan profesi, bahkan kecenderungannya tidak digunakan untuk pengembangan profesi guru lebih lanjut. Terkait dengan kegiatan profesional, jarang sekali guru pasca sertifikasi yang melakukan kegiatan: penulisan artikel, Penelitian, membuat karya seni/teknologi, menulis soal UN, menelaah buku, mengikuti kursus Bahasa Inggris, mengikuti diklat, dan mengikuti forum ilmiah.

Dalam PKG isyu ini terkait dengan kompetensi 14 yaitu: “Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif” dan ini sangat eret kaitannya dengan PKB.

Kompetensi 14: Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif

Jenis dan cara menilai: Profesional (Pe-mantauan) Pernyataan: Guru melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus dan memanfaatkan hasil refleksi untuk meningkatkan keprofesian. Guru melakukan penelitian tindakan kelas dan mengikuti perkembangan keprofesian melalui belajar dari berbagai sumber, guru juga memanfaatkan TIK dalam berkomunikasi dan pengembangan keprofesian jika dimungkinkan.

Indikator:

1. Guru melakukan evaluasi diri secara spesifik, lengkap, dan didukung dengan contoh pengalaman diri sendiri.

2. Guru memiliki jurnal pembelajaran, catatan masukan dari teman sejawat atau hasil penilaian proses pembelajaran sebagai bukti yang

menggambarkan kinerjanya.

3. Guru memanfaatkan bukti gambaran kinerjanya untuk mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran selanjutnya dalam program Pengembangan Keprofesian

Berkelanjutan (PKB).

(6)

5. Guru melakukan penelitian, mengembangkan karya inovasi, mengikuti kegiatan ilmiah (misalnya seminar, konferensi), dan aktif dalam melaksanakan PKB.

6. Guru dapat memanfaatkan TIK dalam berkomunikasi dan pelaksanaan PKB.

Upaya Profesional Guru

Asumsi bahwa sertifikasi akan meningkat-kan profesionalisme guru dan mutu pendidimeningkat-kan, ternyata kondisi dilapangan berbeda; apa yang dialami guru dalam sertifikasi belum memberikan dampak secara signifikan pada kemampuan professional guru termasuk terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Bahkan muncul beberapa kasus yang tidak diharapkan. Untuk menjamin konsistensi profesionalisme guru seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, diperlukan upaya-upaya peningkatan profesionalisme secara berkesinambungan. Secara preskriptif dukungan kompetensi manajemen, strategi pemberdayaan, supervisi pengembangan, dan penelitian tindakan kelas merupakan dimensi-dimensi alternatif untuk meningkatkan profesionalisme guru.

Dukungan kampetensi manajemen diperan-kan oleh dinas pendididiperan-kan dan kepala sekolah; Kompetensi manajemen yang dibutuhkan unruk peningkatan profesionaiisme guru dibedakan atas tiga aras, yaitu (1) manajemen aras kebijakan di tingkat birokrasi dinas pendidikan, (2) manajemen aras sekolah di tingkat kepala sekolah, dan (3) manajemen aras operasional di tingkat guru (Surya Dharma, 2003). Pada aras kebijakan di tingkat dinas pendidikan, menurut Santyarsa (2008) dibutuhkan kompetensi tentang (1) pemikiran strategik (strategic thinking), (2) kepemimpinan yang berubah (change leadership), dan (3) manajemen hubungan (relation-ship management). Pada aras sekolah oleh kepala

sekolah, dibutuhkan kompetensi-kompetensi; (1) fleksibilitas, (2) terapan perubahan, (3)

pemahaman interpersonal, (4) pemberdayaan, (5) fasilitasi tim, dan (6) portabilitas (Santyarsa, 2008). Pada aras operasional di tingkat personal guru, dibutuhkan kompetensi; (1) fleksibilitas, (2) mencari dan menggunakan informasi, motivasi, dan kemampuan untuk belajar, (3) motivasi berprestasi, (4) motivasi kerja di bawah tekanan waktu, (5) kolaboratif, dan (6) orientasi pelayanan kepada siswa (Santyarsa, 2008).

Pembinaan serta pemberdayaan kompetensi guru pasca sertifikasi akan ikut pula menentukan peningkatan mutu pendidikan. Dengan adanya KKG dan MGMP maka guru yang sudah dibekali dengan pendidikan kompetensi akan bisa saling berbagi pendapat dan meningkatkan kinerjanya sebagai guru yang professional. KKG dan MGMP merupakan wadah bagi guru untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi tugas keprofesionalannya. Selain itu, guru juga perlu diberdayakan kemampuannya dalam mengimplementasikan kompetensi yang telah mereka miliki serta harus terus diberikan motivasi oleh pihak manajemen sekolah. Dengan demikian, meningkatanya penguasaan kompetensi guru maka akan meningkatkan kinerja guru yang akan berdampak pula pada meningkatnya kualitas pendidikan. Maka, perlu adanya peran utama dari pemerintah dalam memberdayakan kembali kemampuan guru-guru pasca sertifikasi. Dalam dunia pendidikan, pemberdayaan merupakan cara yang sangat praktis dan produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah, para guru, dan para pegawai. Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah,

melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif, dan efisien. Pemberdayaan guru melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru terjadi melalui beberapa tahapan (Hanafiah, 2010:161). Pertama, guru-guru mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka bisa melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja dengan baik. Tahap kedua, mengurangi rasa ketidakmampuannya dan mengalami peningkatan kepercayaan diri. Tahap ketiga, seiring dengan tumbuhnya keterampilan dan kepercayaan diri, para guru bekerja sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan.

Strategi pemberdayaan dan supervisi pengembangan merupakan peran sentral kepala sekolah; Strategi pemberdayaan adalah salah satu cara pengembangan guru melalui employee involvement. Analog dengan pikiran Wahibur Rokhman (2003), dapat dikonsepsikan bahwa pemberdayaan merupakan upaya kepala sekolah untuk meberikan wewenang dan tanggung jawab yang proporasional, menciptakan kondisi saling percaya, dan pelibatan guru dalam menyelesaikan tugas dan pengambilan keputusan. Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam proses pemberdayaan guru sebagai agen perubahan. Dalam hal ini kepala sekolah dituntut memiliki kesadaran yang tinggi dalam mendistribusi wewenang dan tanggung jawab secara proporsional. Cara ini di satu sisi dapat merupakan proses kaderisasi, dan di sisi lain sekaligus sebagai proses peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan.

Pendekatan supervisi pengembangan (developmental supervision) bertolak dari kenyataan, bahwa pada dasarnya proses supervisi adalah proses belajar. Dalam proses supervisi, hubungan antara kepala sekolah analog dengan hubungan antara guru dengan siswa. Guru dalam melayani siswa memiliki kewajiban untuk memahami semua karakteristik siswa. Demikian pula, kepala sekolah dalam melakukan supervisi kepada guru, seyogyanya guru diperhatikan sebagai individu, karena ada perbedaan-perbedaan individual dalam perkembang-an mperkembang-anusiawinya. Perlakuperkembang-an ini sperkembang-angat diperlukperkembang-an, terlebih jika guru dituntut untuk terlibat secara langsung dalam peningkatan kualitas pendidikan. Pendekatan supervisi perlu didasarkan atas perkembangan, kebutuhan, dan karakteristik guru. Pendekatan ini erat kaitannya dengan dua unsur penting keefektifan guru dalam menjalankan tugas keprofesionalan, yaitu komitmen dan kemampuan berpikir abstraks. Komitmen guru merupakan banyaknya waktu dan tenaga yang mampu dicurahkan oleh guru tersebut bagi siswa dan mengembangkan profesinya. Komitmen diistilahkan sebagai kepedulian, yang dapat diklasifikasi atas tiga kategori, yaitu kepedulian terhadap diri sendiri, terhadap siswa, dan terhadap profesionalisme. Kemampuan berpikir abstraks, adalah kemampuan kognitif berbasis pengalaman konkrit, mampu mengidentifikasi tindakan kekinian untuk membantu siswa belajar secara efektif, dan mampu mengidentifikasi tindakan yang akan datang yang lebih memberikan kesuksesan pelayanan bagi siswa.

(7)

suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif mandiri, yang dapat digunakan dalam proses pengembangan kurikulum sekolah, perbaikan sekolah, dan perbaikan kualitas pembelajaran di kelas. PTK sangat bermanfaat dalam membangun hubungan interpersonal, tipe pembelajaran yang bervariasi, pengukuran bentuk-bentuk wacana kelas, penyelidikan terhadap manusia dengan melakukan komunikasi interpersonal selektif dan langsung. Kesahihan PTK bersifat personal, dan tidak semata-mata menekankan kesahihan metodologis. Para guru diseyogyakan untuk melakukan PTK seeara berkesinambungan. Praktik pembelajaran yang dikritisi dengan kemudian ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan melalui PTK, secara bertahap akan meningkatkan profesionalisme guru.

Penutup

Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan, guru merupakan salah satu faktor yang amat penting; oleh karena itu guru dinyatakan sebagai tenaga professional. Dalam kerangka itulah program sertifikasi guru dilakukan supaya guru memiliki penguasaan kompetensi sebagaimana dipersyaratkan UU Guru dan Dosen. Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi, sertifikasi, dan tunjangan profesi. Ketiga faktor tersebut diprediksi mempengaruhi kualitas pendidikan. Mengingat hasil-hasil penelitian belum mendukung kerangka berpikir seperti itu, maka lahirlah 3 isyu terkait dengan sertifikasi guru yaitu: peningkatan hasil belajar siswa yang diajar oleh guru pasca sertifikasi, rendahnya kualitas proises pembelajaran yang diampu oleh guru pasca sertifikasi dan perilaku guru yang kurang profesional. Oleh karena itu perlu pembinaan guru pasca sertifikasi yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan, dikarenakan prinsip mendasar bahwa

guru harus merupakan manusia pembelajar (a learning person).

Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalismenya sebagai guru. Pengembangan kompetensi dan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui upaya pembinaan dan pemberdayaan guru. Dengan demikian perlu upaya peninjauan lebih mendalam terhadap program sertifikasi guru dalam jabatan, khususnya tujuan dan makna sertifikasi, perlu ada upaya pembenahan mind set guru dan perlu ada program perawatan dan pengembangan profesionalisme bagi guru-guru yang telah lulus program sertifikasi, khususnya dalam upaya-upaya peningkatan mutu layanan pembelajaran. Pengembangan profesionalisme guru pasca sertifikasi perlu kompetensi manajemen, strategi pemberdayaan, supervisi pengembangan, penelitian tindakan kelas.

Tindak Lanjut

Sesuai pokok pikiran di atas, kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda-tunda lagi adalah: 1. Pendampingan guru melakukan evaluasi diri dan

penyusunan program KG dan PKB yang dituangkan dalam Buku Panduan Guru yang memuat 14 kompetensi beserta dokumen pendukungnya mulai tahun ajaran 2015-2016 2. Pendampingan guru mewujud-laksanakan

kompetensi 14 dengan 6 indikator diatas

3. Membentuk jurnal ilmiah ber-ISSN yang akan menampung karya PTK guru

4. Membangun jejaring untuk mewadahi aktualisasi indikator 5 kompetensi 14

5. Melaksanakan pendampingan komputer litersy. Apa peran ISPI Cilacap dengan Pengurusnya yang baru?

Sumber

Badrun Kartowagiran, dkk. 2011. Kinerja Guru Profesional (Guru yang Sudah Lulus Sertifikasi Guru dan Sudah Mendapat Tunjangan Profesi) di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pusat Kajian Pengembangan Sistem Pengujian dan Pusat Kajian Pendidikan Dasar dan Menengah, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta

Deni Koswara, Asep Suryana, Cepi Triatna, 2009. Studi Dampak Program Sertifikasi Guru Terhadap Peningkatan Rofesionalisme dan Mutu di Jawa Barat. file.upi.edu/Direktori/ FIP/JUR._ ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/... Haryono, 2010. Manajemen Peningkatan Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi, Makalah Disajikan dalam Program

Teaching Clinic Pascasertifikasi Guru yang Diselenggrakan oleh Bidang PPTK Dinas Pendidikan Propvinsi Jawa Tengah Tahun 2010, dapat diakses pada http://budisusetyo.typepad.com/blog/2012/01/manajemen-peningkatan-profesionalisme-guru-pascasertifikasi.html

Jayengsari, Reksa. 2013. Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Akuntansi Di SMK Se-Kota Bandung. S1 Thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

Kompas, 2012. Sertifikasi Guru Disorot. http://tekno.kompas.com/read/2012/08/06/ 11001445/Sertifikasi.Guru.Disorot

Ratna Ayu, 2010. Membangun Kompetensi dan Profesionalisme Guru: Suatu Refleksi Pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan. http://ratna-ayu.blogspot.com/ 2010/01/ membangun-kompetensi-dan.html

Republik Indonesia. 2005. Undang- UndangRepublik Indonesia Nomor 14Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta. Santyarsa, I Wayan. 2008. Dimensi-Dimensi Teoretis Peningkatan Profesionalisme Guru. http://www.

koranpendidikan.com/artikel-8095.pdf

Siswanta, Jaka. 2009. Meningkatkan Profesionalitas Pendidik Melalui Program Sertifikasi Pendidikan. Mudarrisa, Vol. 1 (No. 2). ISSN 2085-2061

Slameto, 2008. Peran Kepala Sekolah dalam Optimalisasi Kompetensi Pedagogik Guru. Bintek Teaching Clinik Pasca Sertifikasi Bagi Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.

Slameto, 2014. Permasalahan-permasalahan terkait dengan Profesi Guru SD. Scholaria, Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol 4 No 3 September 2014, hal. 1-12

Suara Merdeka, 15 Maret 2015: 2016, Tunjangan Profesi Guru Berbasis Kinerja. suaramerdeka.com

Tim. 2006. Naskah akademik. Jakarta: Ditjen Dikti.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tesis ini membahas tentang hal apa seorang anak luar kawin memperolehpengakuan atas hubungan keperdataan dengan ayah luar kawin dan perlindungan hukum

Masalah kesehatan sapi juga dapat disebabkan oleh tidak cukupnya nutrisi yang masuk ke dalam tubuh ternak.. Ternak tidak akan tumbuh maksimal bila pakan kurang baik atau

Penggunaan teknologi nfc dapat memberikan informasi yang lebih dinamis terhadap poster film dengan cara melekatkan tag nfc pada poster film tersebut untuk dapat diakses oleh

Uji beda efek pemberian perlakuan antara kedua kelompok penelitian dapat dilakukan berdasarkan nilai akhir (post) dengan syarat nilai awal (pre) antara kedua kelompok tidak

Sebaliknya apabila pasien baru pertama kali melakukan kemoterapi, dia akan merasa asing dengan lingkungan baru tersebut sehingga dapat menyebabkan kecemasan yang

Berdasarkan pada rumusan masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah “Apakah dengan Menerapkan Model Pembelajaran Talking Stick, hasil belajar fisika

Beberapa situasi yang dialami pekerja migran yang cenderung bermasalah antara lain seperti; tidak memiliki akses informasi, pemalsuan dokumen, tidak adanya perwakilan

Dalam penelitian pembangunan aplikasi ini dapat dianalisa dan dikembangkan menjadi beberapa fungsionalitas meliputi aplikasi mampu membuat daftar belanja beserta