JURNAL FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS
HKBP NOMMENSEN
JURNAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
Volume 1 Nomor 1 September 2015
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar: Suatu Studi eksploratif pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen
Asina Christina Rosito, S.Psi, M.Sc
Mengenali Adhd (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Dan Penanganannya Pada Anak Sejak Dini
Ervina Marimbun Rosmaida Siahaan, M.Psi, Psikolog
Orang Tua Sebagai Model Utama Bagi Perilaku Makan Sehat Pada Anak-Anak Nancy Naomi G.P. Aritonang, M.Psi, Psikolog
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Well-being Karyawan in Pt. Intan Havea Industry, Medan
Nenny Ika Putri Simarmata, M.Psi, Psikolog
Perbedaan Sikap Jemaat Laki-laki dan perempuan Terhadap Efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan di gereja batak karo protestan
Karina M. Brahmana, M.Psi, Psikolog
Gambaran Kecerdasan Spiritual (SQ) Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas HKBP Nommensen Medan
Togi Fitri Afriani Ambarita, M.Psi, Psikolog
M A J A L A H I L M I A H
F A K U L T A S P S I K O L O G I - U N I V E R S I T A S H K B P N O M M E N S E N
UHN
JURNAL FAKULTAS PSIKOLOGI
Majalah Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen
Izin Penerbitan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia No. ISSN : 2460-7835
Penerbit : Universitas HKBP Nommensen
Penasehat : Rektor, Dr.Ir. Sabam Malau
Penanggungjawab : Dekan Fakultas Psikologi, Karina M. Brahmana, M.Psi
Mitra Bestari : 1. Prof. Dr. Frieda Simangunsong, M.Ed 2. Drs. Aman Simaremare, MS
3. Prof. Dr. Albiner Siagian
Ketua Dewan Redaksi : Nenny Ika Putri, M.Psi
Redaksi Pelaksana : 1. Nancy Naomi Aritonang, M.Psi 2. Hotpascaman Simbolon, M.Psi
Anggota Dewan Redaksi : 1. Asina Christina Rosito, S.Psi, M.Sc 2. Togi Fitri A.Ambarita, M.Psi
3. Freddy Butarbutar, M.Psi 4. Ervina Sectioresti, M.Psi
5. Ervina Marimbun Siahaan, M.Psi 6. Karina M.Brahmana, M.Psi
Tata Usaha : 1. KTU, Marisi Pangaribuan, SE 2. Sondang Simanjuntak
Majalah ini terbit dua kali setahun : September dan Maret Biaya langganan satu tahun untuk wilayah Indonesia
Rp. 30.000,- dan US$5 untuk pelanggan luar negeri (tidak termasuk ongkos kirim) Biaya langganan dikirim dengan pos wesel, yang ditujukan kepada Pimpinan Redaksi
Petunjuk penulisan naskah dicantumkan pada halaman dalam Sampul di belakang majalah ini
JURNAL
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
DAFTAR ISIVolume 1, Nomor 1, September 2015 ISSN : 2460-7835
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar: Suatu Studi eksploratif pada mahasiswa Universitas HKBP Nommensen
Asina Rosito, S.Psi, M.Sc
Mengenali ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Dan Penanganannya Pada Anak Sejak Dini
Ervina Marimbun Rosmaida Siahaan, M.Psi, Psikolog
Orang Tua Sebagai Model Utama Bagi Perilaku Makan Sehat Pada Anak-Anak
Nancy Naomi GP Aritonang, M.Psi, Psikolog
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Well-being Karyawan in Pt. Intan Havea Industry, Medan
Nenny Ika Simarmata, M.Psi, Psikolog
Perbedaan Sikap Jemaat Laki-laki dan perempuan Terhadap Efektivitas kepemimpinan pendeta perempuan di gereja batak karo protestan
Karina M Brahmana, M.Psi, Psikolog
Gambaran Kecerdasan Spiritual (SQ) Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas HKBP Nommensen Medan
Togi Fitri Ambarita, M.Psi, Psikolog
1-21
22-32
33-43
44-65
66-78
79-91
GAMBARAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ) MAHASISWA TINGKAT AKHIR
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
Togi Fitri Ambarita, M.Psi, Psikolog
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yang bertujuan melihat gambaran perkembangan Spiritual Quation (SQ); melalui pengukuran tingkat SQ dengan skala SQ. SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value. Pada penelitian ini SQ diukur melalui skala yang dikembangkan peneliti berdasarkan elemen-elemen SQ yang diajukan oleh Zohar dan Marshal. Penelitian diadakan pada Universitas HKBP Nommensen, universitas dengan ciri religiulitas Kristen yang cukup kuat. Penelitian diadakan untuk mengetahui perkembangan SQ pada lingkungan yang tingkat kehidupan religius cukup kuat. Peserta penelitian adalah 173 mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen. Hasil pengukuran menunjukkan skor SQ pada mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen 95,95 % berada pada kategorisasi tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual berkembang pada mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen.
Keyword: SQ, religius, mahasiswa tingkat akhir
I. PENDAHULUAN
Konsep spiritual quotion (SQ) merupakan salah satu komponen psikologi yang cukup
baru dan pesat perkembangannya saat ini, terutama dikaitkan dengan konteks pengembangan
kepribadian, dan pengaplikasiannya di bidang psikologi praktis. Penelitian tentang SQ mulai
berkembang pada akhir abad ke dua puluh hingga saat ini. Penemuan terpenting berkaitan
dengan SQ yakni ditemukannya organisasi saraf otak yang ketiga oleh Wolf Singer di tahun
1990-an. Dia membuktikan adanya proses saraf dalam otak yang dicurahkan untuk menyatukan
dan memberikan makna pada pengalaman kita atau kemampuan ini dikenal sebagai kecerdasan
spiritual atau SQ (Zohar dan Marshall, 2000).
Sebelumnya pada awal abad ke dua puluh, IQ menjadi isu besar dalam perkembangan
ilmu pengetahuan, dimana kemudian IQ digunakan sebagai indikator untuk pengukuran
intelegensia atau pengukuran kapasitas kemampuan kogntif seseorang. Hingga saat ini banyak
kognitif seseorang, untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu, seperti tes bakat minat atau seleksi.
Harapannya dengan IQ yang tinggi orang tersebut akan berfungsi secara maksimal dan sukses
dalam pekerjaannya.
Lalu pertengahan 1990-an, Daniel Goleman (1995), memperkenalkan Emotion Quation
(EQ), dimana hasil penelitiannya membuktikan bahwa kontribusi kecerdasan intelektual (IQ)
terhadap kesuksesan hidup seseorang hanya 20 %, sedangkan 80 % dipengaruhi faktor lainnya,
misalnya kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional menjelaskan mengenai tingkat
kemampuan manusia merespon secara adaptif situasi-situasi yang penuh konflik atau situasi
yang menuntut secara emosional. Dimana dengan munculnya EQ, berkembang asumsi-asumsi,
baik didunia kerja maupun dunia pendidikan, bahwasanya kemampuan IQ saja tidaklah cukup,
haruslah dibarengi kemampuan EQ, agar seorang manusia dapat berfungsi secara optimal.
Zohar dan Marshall, merupakan sepasang suami istri, sebagai tokoh pelopor munculnya
kecerdasan spiritual, atau SQ. Sekitar tahun 2000, mereka mengajukan konsep tentang SQ.
Mereka mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai rasa moral, kemampuan menyesuaikan
aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat
kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya, juga memungkinkan kita bergulat dengan
ihwal baik dan jahat, membayangkan yang belum terjadi serta mengangkat kita dari kerendahan
(Zohar dan Marshall, 2000).
Kehadiran teori kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) turut merubah orientasi
pendidikan modern yang selama ini lebih cenderung kepada kecerdasan intelektual (Intellectual
Quotient). Kecerdasan spiritual dianggap sebagai jenis kecerdasan “ketiga” dan kecerdasan
tertinggi (the ultimate intelligence) yang paling menentukan kesuksesan seseorang sekaligus
sebagai landasan yang diperlukan untuk memungsikan IQ dan EQ secara efektif. Namun teori
kecerdasan spiritual yang dikemukakan oleh Zohar dan Marshall tidak sepenuhnya relevan
dengan konsep pendidikan agama, terutama yang berkenaan dengan konsep hubungan SQ dan
agama. Menurut pasangan psikolog ini, SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Bahkan ia
menegaskan bahwa banyak orang humanis dan ateis memiliki SQ sangat tinggi; sebaliknya
banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ sangat rendah (Zohar dan Marshall, 2000).
Ronel dan Gan (2008) menjelaskan bahwa istilah spiritualitas memiliki spektrum
pemahaman cukup luas, sehingga menghasilkan berbagai pemahaman. Dimana salah satu
akan Tuhan, Ronel dan Gan menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk memahami dunia dan orang lain, dengan berpusat pada ajaran Tuhan; dan
juga berkaitan dengan kemampuan untuk mampu beradaptasi di lingkungan dengan cara yang
tepat.
Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan monoteistik yang berdasar pada ajaran, hidup,
sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Agama ini meyakini
Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias yang diramalkan dalam Perjanjian Lama, juruselamat
bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Pengikutnya beribadah di gereja
dan Kitab Sucinya adalah Alkitab. (wikipedia.org/wiki/Kekristenan). Prinsip cinta kasih menjadi
dasar ajaran kristen dimana hukum utama dari cinta kasih adalah mengasihi Tuhan dan
mengasihi sesama manusia. Bentuk dari mengasihi Tuhan adalah mengutamakan Tuhan dalam
setiap segi kehidupan yakni rajin beribadah ke gereja, berdoa dan bersekutu dengan teman
seiman. Bentuk mengasihi sesama manusia yakni memiliki kepedulian terhadap orang lain,
memperhatikan kesejahteraan orang lain, memperhatikan orang lain seperti diri sendiri (Simon
dan Danes, 2000)
Meskipun seorang rajin ke gereja, membaca alkitab atau mengikuti kegiatan-kegiatan
religius, namun nilai-nilai agama belum tentu dipahami dan melekat dalam diri orang tersebut.
Dimana dalam SQ, penekanan lebih kepada unsur pembentukan nilai dalam diri manusia
tersebut, atau bagaimana individu mampu memberikan makna pada setiap peristiwa dalam
hidupnya sehingga hidupnya lebih bernilai. Dengan demikian perkembangan SQ bisa saja tidak
sejalan dengan status keagamaan seseorang atau dengan kata lain seorang yang beragama belum
tentu memiliki SQ yang baik.
Dalam ajaran Kristen, para umatnya sesungguhnya memilik nabi-nabi yang sangat cerdas
secara spiritual, seperti yusuf, rasul Paulus, dll; selain Tuhan Yesus tentunya. Sesungguhnaya
melalui tokoh-tokoh ini, umat Kristen diharapkan memiliki kualitas religiulitas seperti mereka
atau dengan kata lain diharapkan juga mampu mengembangkan spiritual question (Siahaan
2013).
Universitas HKBP Nommensen (UHN) merupakan salah satu universitas swasta terbesar
di kota Medan, Sumatera Utara. Universitas ini sudah cukup tua dan cukup dikenal oleh
masyarakat Medan, sebagai universitas kristen terbesar di Sumatera Utara. Para mahasiswa
Kristen kesukuan di daerah Sumatera Utara. Nama Nommensen diambil dari seorang misionaris
yang menyebarkan agama Kristen di daerah Silindung, yang memiliki peran besar dalam
berkembangnya gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Dengan demikian mahasiswa di UHN, cukup homogen karakteristiknya yakni umumnya
bersuku batak dan terutama memeluk agama Kristen. Disamping itu dalam kehidupan
masyarakat Suku Batak, ajaran Kristen sangat kuat melekat dan mempengaruhi perilaku dan
kehidupan mereka sehari-hari.
Sebagai universitas dengan kecirikhasan religiulitas Kristen, kurikulum yang
dikembangkan fakultas-fakultas di UHN memiliki muatan beberapa ajaran Kristen, yang tidak
diajarkan pada universitas bersifat nasional pada umumnya, seperti Etika Kristen, Agama
Kristen. Disamping itu kegiatan religiulitas diadakan secara rutin, misalnya adanya kebaktian
pagi setiap hari yang bisa diikuit dosen, pegawai dan mahasiswa. Ditingkat fakultas, mahasiswa
terlibat kegiatan pendalamanan alkitab;, dan berkembang berbagai organisasi kemahasiswaan
yang bersifat kristiani. Kegiatan religius diadakan mulai tingkat universitas maupun fakultas.
Disamping itu ornamen-ornamen yang memberikan ciri khas Kristen cukup identik
dilingkungan universitas, seperti ada salib digantung di setiap dinding ruangan kantor dan
beberapa hiasan dinding yang berisi kutipan-kutipan alkitab. Disamping itu ada rutinitas
membawa doa secara kristiani sebelum dan sesudah mulai perkuliahan. Dengan demikian dapat
dirasakan lingkungan yang sarat dengan nilai kristiani di UHN.
Dalam sebuah penelitian dari Universitas Sains Louis yang dijelaskan dalam bukunya
Faktor-faktor yang terlupakan dalam Kesehatan Jiwa, bahwa orang-orang yang paling tidak
seminggu sekali ke gereja akan paling sedikit mengalami gangguan kejiwaan (dalam Kuhsari,
2012). Menurut Murthadha Mutahahari (dalam Kuhsari 2012) bahwa beribadah dan berdoa
adalah penyembuh batin kita, ucapnya “Bila olah raga penting untuk kesehatan kita, dan jika air
penting untuk disediakan di rumah, maka begitupula halnya dengan ibadah dan doa”. Dengan
demikian kegiatan religius berpotensi berkembangnya kecerdasan spiritual, terutama jika proses
pemahaman nilai berkembang dalam diri seseorang, bukan sekedar mengikuti rutinitas ibadah
saja.
Dengan demikian selama kuliah di universitas HKBP Nommensen mahasiswa/I sarat
akan penanaman nilai-nilai religiulitas kristiani. Meskipun perkembangan SQ tidak berkaitan
mengetahui sejauhmana perkembangan SQ pada sekelompok orang yang hidup dalam
lingkungan yang cukup kuat penanaman nilai religiulitas. Dengan situasi demikian peneliti ingin
mengetahui mengenai perkembangan SQ pada mahasiswa/I Universitas HKBP Nommensen,
yang hampir kurang lebih 4 tahun belajar di universitas yang cukup kuat ajaran-ajaran dan
nilai-nilai kristiani.
Dengan latar belakang demikian maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan
judul gambaran tingkat SQ pada mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen.
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Karakteristik Subjek Dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa universitas HKBP Nommensen, tingkat
akhir. Yang termasuk mahasiswa tingkat akhir adalah minimal tingkat 4 (semester 7).
Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa/i Universitas HKBP Nommensen, minimal semester 7
2. Agama Kristen
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara non random. Yang dipilih menjadi
sampel penelitian adalah orang-orang yang dijumpai yang sesuai dengan karakteristik penelitian,
jadi tidak semua individu dalam populasi memperoleh peluang untuk menjadi sampel. Ini disebut
dengan teknik incidental (Hadi, 2004).
2.2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan skala psikologi yakni
skala SQ yang dikembangkan peneliti berdasarkan elemen-elemen SQ yang diajukan oleh Zohar
dan Marshal (2000). Perhitungan validitas dilakukan dengan menghitung daya diskriminasi item,
dimana aitem-aitem pada skala memiliki daya diskriminasi antara 0,25 – 0,60. Perhitungan
reliabilitas menggunakan Cronbach dimana relliabilitas skala yakni 0.795. Perhitungan validitas
dan reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows.
2.3. Metode analisis data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statistik Deskriptif. Statistik
atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2004). Statistik deskriptif
mencakup distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya, yang merupakan hasil dari nilai
rata-rata, median, modus, kuartil, persentasi dan sebagainya (Sudjana,1992).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Subjek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah 173 orang mahasiswa tingkat akhir, yakni telah
mengikuti perkuliahan minimal 7 semester. Keseluruhan peserta beragama Kristen. Kisaran usia
yakni 20 – 26 tahun. Berasal dari beberapa Fakultas yakni FKIP, Fakultas Ekonomi, Fakultas
Hukum, Fakultas Psikologi, Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Peternakan dan Fakultas Teknik.
Sebagian besar sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP), yakni sebesar 55%. Subjek penelitian terdiri dari 2 angkatan yakni 2010 dan 2011,
dimana mayoritas angkatan 2011 yakni sebanyak 94, 74 %. Subjek penelitian mayoritas adalah
perempuan yakni 74,27 %, sedangkan laki-laki hanya 25,73%. Subjek penelitian mayoritas
bersuku batak yakni 94, 75 %. Dimana suku batak ini terdiri dari beberapa jenis seperti suku
Batak Toba, Simalungun, Karo dan Pakpak. Sementara itu 2,92 % dari suku Nias, dan 2,33 %
Hasil Utama
Tabel berikut merupakan hasil penelitian:
Tabel. 1. Sebaran Skor SQ Berdasarkan Kategorisasi
Kategori Rendah
Skor tingkat kecerdasan spiritual mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen 95,95
% berada pada kategori tinggi, yakni 166 orang dari 173 sampel memperoleh skor SQ berkisar
65 – 108. Sementara untuk kategori sedang, hanya 5 orang atau 2, 89 %, dan untuk kategori
rendah berjumlah dua orang (1,16 %). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kecerdasan
spiritual berkembang pada mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen.
3.2. Hasil Tambahan
Ada dua orang mahasiswa yang skor Spiritual quation (SQ) kategori rendah; dimana satu
orang adalah mahasiswa Fakultas Psikologi dan satu orang lainnya mahasiswa Fakultas Hukum.
Dan untuk kategori sedang ada 5 orang, yakni 2 orang mahasiswa Fakultas Hukum, 2 orang
mahasiswa Fakultas Psikologi dan satu orang mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni. Untuk
kategori tinggi terdapat 166 orang yang tersebar di 8 fakultas (tabel 2), dimana skor tertinggi
yang diperoleh adalah 103.
Tabel. 2. Sebaran Skor Kategori Tinggi Berdasarkan Fakultas
No Fakultas Kategori Tinggi Total
Dari tabulasi skor tabel 2, skor SQ yang tertinggi lebih banyak diperoleh mahasiswa FKIP, yakni
ada 9 orang dari total 17 mahasiswa dengan skor paling tinggi. Dimana skor mahasiswa FKIP
100% berada pada kategori tinggi. Dengan demikian tampaknya pada mahasiswa FKIP
kecerdasan spiritual cenderung lebih berkembang.
Sebaran skor SQ jika ditinjau dari jenis kelamin, menunjukkan bahwa untuk 2 orang
termasuk kategori rendah, satu orang berjenis kelamin perempuan dan satu orang berjenis
kelamin laki-laki. Sementara untuk kategori sedang, 3 orang berjenis kelamin laki-laki dan 2
orang berjenis kelamin wanita. Pada tabel berikut ini dapat dilihat sebaran skor IQ untuk kategori
tinggi, berdasarkan jenis kelamin.
Tabel. 3. Sebaran Skor Kategori Tinggi Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Kategori Tinggi Total
65 - 79 80 – 94 95 – 103
1 Wanita 29 86 12 127
2 Laki-laki 15 19 5 39
Total 44 105 17 166
Untuk kategori tinggi, baik pada jenis kelamin wanita dan pria, paling banyak skor
bekisar pada angka 80 – 94, yakni 86 orang dan 19 orang. Dimana baik jenis kelamin wanita
maupun laki-laki beberapa mahasiswa memperoleh skor sangat tinggi berkisar 95 – 103.
IV.KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini antara lain:
1. Berkembangnya Kecerdasaran spiritual pada mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP
Nommensen.
2. Karakteristik subjek penelitian termasuk homogen.
3. Kecenderungan perkembangan Kecerdasan Spiritual pada mahasiswa FKIP lebih tinggi
4.2. Diskusi
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berkembangnya kecerdasan spiritual pada
mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen. SQ tampaknya berkembang cukup
kuat diantara mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen tampak dari skor SQ
mahasiswa 95,95% berada pada kategori tinggi yakni 65 - 108. Sesuai dengan latar belakang
dilakukan penelitian ini yakni untuk melihat sejauhmana tingkat perkembangan kecerdasan
spiritual dilingkungan yang cukup kuat penanaman nilai-nilai religiulitas, maka hasilnya
menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual berkembang dilingkungan yang penanaman nilai
riligius cukup kuat.
Zohar dan Marshall (2001) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan
pencerahan jiwa. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai hidup
dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah bahkan penderitaan yang
dialaminya. Sikap memberikan makna positif terhadap masalah atau rintangan yang dialami
dalam kehidupan, ditampilkan subjek penelitian melalui respon-respon sebagai berikut:
- Masih mampu bersikap optimis saat berada dalam situasi yang kurang menguntungkan.
- Mampu memandang kesulitan sebagai kesempatan untuk membentuk pribadi yang lebih
kuat.
- Sikap yang tidak setuju untuk memandang rintangan sebagai hambatan.
Ronel dan Gan (2008) menjelaskan kecerdasan spiritual, memiliki dimensi yang berkaitan
dengan keyakinan (faith) terhadap Tuhan. Dimana kunci untuk memahami kecerdasan spiritual
ditekankan pada usaha untuk memahami bagaimana proses kecerdasan spiritual tersebut muncul,
lalu bagaimana perkembangannya. Dari hasil penelitian-penelitian, menunjukkan bahwa
pembentukan kecerdasan spiritual berkaitan dengan perkembangan faktor-faktor tertentu atau
aspek psikologis lainnya. Dimana faktor-faktor tersebut, terbentuk melalui beberapa tahapan
perkembangan. Salah satu factor atau aspeknya yakni aspek moralitas, yang merupakan attribute
penting dari kecerdasan spiritual; faktor ini berkembang melalui beberapa tahapan, seperti yang
dijelaskan teori Kohlberg. Begitu juga untuk kemampuan memaafkan (forgiveness) dan perilaku
menolong (altruistic behavior); dimana kecerdasan spiritual merupakan “bahan dasar” untuk
pembentukan kedua kemampuan tersebut. Agar kemampuan memaafkan dan perilaku menolong
terbentuk maka dibutuhkan pemahaman spiritual yang baik dan kemampuan untuk
kecerdasan spiritual lainnya yakni keyakinan (faith), dimana aspek ini merupakan aspek yang
paling utama dari spiritualitas atau kecerdasan spiritual. Semua apek-aspek tersebut berkembang
dan terbentuk dalam diri manusia melalui serangkaian tahapan perkembangan. Begitu juga
perkembangan spiritual tersebut melalui serangkaian tahapan perkembangan. Dengan demikian
kecerdasan spiritual dibangun melalui akumulasi dari berbagai bentuk pengalaman-pengalaman
spiritual yang dialami oleh manusia. Jika semakin sering seseorang mengalami pengalaman
spiritual maka kecerdasan spiritual semakin terbentuk.
Zohar dan Marshall (2005) juga menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual juga merupakan
kecerdasan moral kita, yang memberi sebuah kemampuan bawaan untuk membedakan yang
benar dan salah. Jika dikaitkan dengan perkembangan moral, hal ini berkaitan dengan tahapan
pascakonvensional, yang diajukan Kohlberg. Pada tahap pascakonvensional individu mengenali
konflik antara standar moral dan membuat penilaian mereka sendiri berdasarkan prinsip
kebenaran, kejujuran dan keadilan (dalam Papalia, 2014). Banyak individu yang tidak mencapai
tingkat tahap pascakonvensional, jika pernah mencapainya; umumnya pada dewasa awal.
Kohlberg (dalam Papalia, 2014) menjelaskan bahwa perkembangan penalaran moral adalah
sebuah proses berkelanjutan, dimana jika dikaitkan dengan usia, tampaknya hubungannya tidak
selalu linier dengan tingkat usia seseorang. Kohlberg menjelaskan ada banyak factor yang
mempengaruhi proses pembentukan moral, misalnya pergaulan (proses sosialisasi), orang tua
dan terutama berkaitan dengan aspek kepribadian seseorang. Berkaitan dengan hal tersebut
dalam penelitin ini juga ditemukan skor spiritual quotient dimana usia yang lebih tua tidak
menunjukkan kecenderungan skor yang lebih tinggi. Skor spiritual quation untuk usia 24 tahun
tidak lebih tinggi dari usia rentang 21-23 tahun. Bahkan beberapa orang di usia rentang 21-23
tahun memiliki skor spiritual quotient yang lebih tinggi dari usia 24 tahun. Ronel dan Gan
(2008) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual terutama didasarkan berapa sering seseorang
mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, sehingga pengalaman tersebut nantinya
mempengaruhi beberapa aspek dalam kepribadian, lalu pemahaman-pemahaman terhadap
pengalaman spiritual tersebut kemudian membentuk kecerdasan spiritual. Tampaknya tingginya
kecerdasan spiritual pada mahasiswa tingkat akhir Universitas HKBP Nommensen, berkaitan
dengan lingkungan kampus yang cukup religius, dimana kegiatan dan lingkungan yang demikian
memicu tumbuhnya pemahamanan dan pemaknaan nilai-nilai spiritual. Namun hal ini masih
Zohar dan Marshall (2001) juga menjelaskan bahwa spiritual tidak harus dikaitkan dengan
kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat
memliki spiritual tinggi. Dengan demikian akan lebih menarik untuk meneliti kecerdasan
spiritual di lingkungan yang jenis religiulitas lebih bervariatif atau dilingkungan yang lebih
beragam agama/aliran kepercayaan, tidak didominasi satu bentuk aliran/agama tertentu. Dengan
demikian akan diperolehnya data yang lebih mendalam dalam mengkaji perkembangan
kecerdasaran spiritual.
Disamping itu, karakteristik subjek penelitian termasuk cukup homogen, yakni 74 %
berjenis kelamin wanita, 94,29 % suku batak, 94,79% angkatan 2011. Dengan demikian adalah
wajar hasil yang diperoleh tidak menunjukkan suatu variasi yang cukup berarti. Harapannya
dengan melibatkan subjek penelitian yang karakteristiknya lebih variatif maka kecerdasan
spiritual bisa dikaji dengan lebih kaya.
4.3. Saran
1. Penelitian selanjutnya
Dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut tentang kecerdasan spiritual, antara lain
berkaitan dengan sebagai berikut:
- Meneliti kecerdasan spiritual dengan sampel yang lebih banyak dan variatif
- Meneliti tingkat pertumbuhan kecerdasan spiritual pada komunitas/kelompok tertentu
- Meneliti kecerdasan spiritual dengan mengkaji lebih mendalam proses
perkembangannya.
2. Saran Praktis (Mahasiswa Tingkat Akhir)
Berdasarkan hasil penelitian, memelihara lingkungan yang menanamkan nilai-nilai religius
dapat meningkatkan potensi berkembangnya kecerdasan spiritual. Mahasiswa tingkat akhir,
sebagai manusia dewasa tahap awal, dimana bagian dari tugas perkembangan berkaitan
dengan pembentukan tingkat moralitas yang matang maka ada baiknya agar menciptakan dan
memelihara lingkungan religius dalam kehidupannya sehari agar menunjang terbentuknya
spiritual.
Azwar, (1999). Penyusunan Skala Psikologi, Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
Agustin, A.G. (2002). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual; ESQ,
Jakarta: Arga.
Blais. (2007). Praktik keperawatan profesional konsep perspektif, Edisi 4, Jakarta: EGC
Goleman, D, (1995). Emotional Intelligen, USA; Bantam Books
Sutrisno, Hadi. (2004). Metodologi Penelitian, Jogjakarta: Andi
Kerlinger F.N. (1999), Asas-asas penelitian behavioral, Jogjakarta; Gajah Mada University
Press
Kuhsari, I.H., (2012) Al-Qur’an dan Tekanan Jiwa, Jakarta: Sadra Press
Lisda R (2012), Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan
Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan, Majalah Ilmiah INFORMATiKA Vol. 3 No. 1,
Januari 2012
Notoadmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta
Papalia, D.E, dan Feldman, R. D., (2014). Menyelami Perkembangan Manusia, jilid 2, edisi ke
12; Jakarta; Salemba Humanika
Ronel, N. & Gan, R. (2008) The Experience Spirtiual Intelligence, The Journal of
Transpersonal Psychology, 2008, Vol. 40, No. 1
Siahaan, R R. (2013). Spiritual. Tabloid Reformata Edisi 168 Oktober, By Yayasan Pelayanan
Media Antiokhia (YAPAMA)
Simon & Christopher, D. (2000) Masalah Moral Sosial Aktual Dalam Perspektif Iman Kristen,
Kanisius Jogjakarta
Sudjana. (1992). Metoda Statistika, edisi kelima Bandung,Tarsito
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D).Bandung: Alfabeta.
Suyanto, M. (2006). 15 rahasia mengubah kegagalan menjadi kesuksesan dengan kecerdasan
spiritual, Yogjakarta: Penerbit Andi
Taylor. (1997). Fundamentals of nursing : The Art and Science of Nursing Care, Philadelphia:
Lippincot
Zohar dan Marshall (2000). SQ, memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam berpikir
integralistik dan holistik untuk memaknai kehidupan, Bandung: Mizan
Zohar dan Marshall (2004), Spiritual Capital; Memberdayakan SQ didunia bisnis, Bandung:
Mizan