• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pedapatan Antar Daerah di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pedapatan Antar Daerah di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

SYARI SYAFRINA

110304110

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AG

RIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

SYARI SYAFRINA

110304110

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Diana Chalil, M.Si., Ph.D.) (Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.) NIP : 1967 0303 1998 022001 NIP : 1973 1011 1999 032002

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

SYARI SYAFRINA (110304110/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, M.Si., Pd.D. dan Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui besarnya ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara, (2) menganalisis kontribusi Sektor Pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara, (3) untuk menganalisis keterkaitan Sektor Pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara, (4) untuk menganalisis peranan Sektor Pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013.

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan metode deskriptif berdasarkan coefficient of variation oleh Williamson (CVw), analisis Shift-Share, analisis keterkaitan, serapan tenaga kerja di Sektor Pertanian, nilai tambah produk pertanian dan nilai ekspor komoditi pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) ketimpangan yang terjadi antar daerah di Provinsi Sumatera Utara berada pada level sedang dengan rata-rata Indeks Ketimpangan Williamson 0,474. (b) Sektor Pertanian Sumatera Utara berperan dalam mengurangi tingkat ketimpangan antar daerah di Sumatera Utara sebesar 32,23 persen per tahun. Sejak tahun 2008-2013 Sektor Pertanian menjadi sektor dengan kenaikan PDRB paling besar sebesar 7,07 triliyun rupiah, mengalami pertumbuhan paling cepat diantara sembilan sektor lain, memiliki daya saing paling baik, dan merupakan sektor dengan laju pertumbuhan PDRB paling besar. (c) Sektor Pertanian memiliki keterkaitan ke belakang yang rendah. Dari enam belas subsektor pertanian hanya sub sektor unggas dan peternakan lainnya yang memiliki daya penyebaran yang tinggi. Empat sub sektor yang memiliki derajat kepekaan yang tinggi adalah kehutanan, padi, karet dan kelapa sawit. (d) Sektor Pertanian dapat mengurangi tingkat ketimpangan karena merupakan penyerap tenaga kerja paling besar dan nilai tambah terbesar yaitu 42,5 dan 70,05 persen setiap tahun, serta merupakan sektor pengekspor terbesar kedua.

(4)

ABSTRACT

SYARI SYAFRINA (110304110/AGRIBISNIS) with title of skripsi ROLE OF AGRICULURE SECTOR IN REDUCING INCOME DISPARITY income disparity between regions of North Sumatera.

The used methods are descriptive analysis based on coeffiicient of variation by Williamson (CVw), Shift-Share analysis, linkage analysis, employment absorbtion in agriculture, value added of agricultur product and export of agriculture commodity.

The results of this study show that (a) the disparity that happened between regions in North Sumatera Province is in medium level with the average index of Williamson disparity 0,474 (b) Agriculture sector of North Sumatera plays role in reducing disparity level between regions in North Sumatera as 32,23 percent in a year. Since 2008-2013 agriculture has became the biggest increasing PDRB as 7,07 billion rupiahs, had the fastest growth in nine sectors, had the best competent sector, and been the biggest growth rate of PDRB. (c) Agriculture sector has low backward and forward linkage. In sixteen subsectors of agriculture, only poultry and other livestock has the high backward linkage. Four subsectors have the high forward linkage are foresty, paddy, rubber, and palm oil. (d) Agriculture sector can reduce income disparity because as the biggest employment absorbtion and the biggest vallue added namely 42,5 and 70,05 percent in every year, and as the second biggest sector exportir.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah AWT karena atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI

PROVINSI SUMATERA UTARA..

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Ayahanda tercinta Syafaruddin dan Ibunda tercinta Arbiyati, saudara tersayang Fahrizal, Am.d, Sari Rahmadani, S.KM dan M. Zaky Abdillah yang telah memberikan doa dan begitu banyak perhatian, cinta, kasih sayang, serta dukungan baik moril maupun materil bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara. Sekali lagi teruntuk Ayahanda dan Ibunda, tiada kata yang mampu mewakilkan ucapan terima kasih Ananda atas doa, perjuangan dan pengorbanan yang tiada henti-hentinya selama ini. 2. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si., Ph.D.sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu

(6)

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M. Si dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua dan sekretaris program studi Agribisnis FP USU.

4. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis serta kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Agribisnis FP USU.

5. Sahabat-sahabat luar biasa saya, Rano Fadli, S.Kep., Laila Ulfa, S.Sos., dan Zul Salasa, S.KM.

6. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada saya selama penyelesaian skripsi ini.

7. Keluarga Komisariat HMI FP USU yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa serta pengalaman dan rasa kekeluargaan selama saya dikampus.

8. Seluruh angakatan 2011 Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara khususnya Ade Rezkika Nasution, S.P., Dwi Utari, S.P., Risa Januarti, S.P., Ade Silvana Sari, S.P., Annisa Azzahra, S.P., Maya Anggraini, S.P., Denti Juli Irawati, S.P., Yuli Hariani Siregar, S.P., M. Sidik Pramono, S.P., Sri Ayu Saragih, S.P., M.Idris Alfath, S.P.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2015

(7)

RIWAYAT HIDUP

SYARI SYAFRINA, dilahirkan di Tanjungbalai pada tanggal 08 Agustus 1993 dari Ayahanda Syafaruddin dan Ibunda Arbiyati. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Bayangkara Tanjungbalai tahun 1999, SD Negeri 132407 Tanjungbalai tahun 2005, SMP Negeri 1 Tanjungbalai tahun 2008 dan SMA Negeri 1 Tanjungbalai tahun 2011. Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universetas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama Reguler.

Penulis selama menjadi mahasiswi di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti HMI Koms FP-USU (Himpunan Mahasiswa Islam Koms FP USU) dan SGC USU (Smart Generation Community USU).

(8)

DAFTAR ISI

2.3 Pengukuran Ketimpangan ... 8

2.4 Kontribusi Pertanian ... 10

2.5 Analisis Keterkaitan ... 12

2.6 Analisis Shift-Share... 13

2.7 Produk Domestik Regional Bruto ... 14

2.8 Landasan Teori ... 18

2.8.1 Ketimpangan Pendapatan Daerah ... 18

2.8.2 Kontribusi Sektor Pertanian ...19

2.9 Penelitian Terdahulu ... 20

2.10 Kerangka Pemikiran... 22

2.11 Hipotesis Penelitian... 24

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Lokasi Penelitian dan Pengumpulan Data ... 25

3.2 Metode Analisis Data ... 25

3.3 Definisi dan Batasan Operasional ... 31

3.3.1 Definisi ... 31

3.3.2 Batasan Operasional ... 32

(9)

4.1.2 Iklim... 34

4.2 Keadaan Penduduk ... 35

4.3 Sektor Pertanian ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tingkat Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Sumatera Utara .... 42

5.2 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Sumatera Utara ... 45

5.3 Keterkaitan Sektor Pertanian terhadap Sektor Lain di Sumatera Utara ... 46

5.4 Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Antar Daerah Sumatera Utara ... 50

5.4.1 Penyerapan Tenaga Kerja ... 50

5.4.2 Nilai Tambah Produk Pertanian ... 52

5.4.3 Ekspor Pertanian ... 53

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Hal

5.1 Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Sumatera Utara Tahun 2008-2013

42

5.2

Hasil Perhitungan Shift-Share PDRB Sektor-Sektor Ekonomi Sumatera Utara Tahun 2008-2013 (Milyar Rupiah)

44

5.3 SubSektor Pertanian Menurut Daya Penyebaran (Backward Linkage) Tahun 2003

46

5.4 SubSektor Pertanian Menurut Derajat Kepekaan (Forward Linkage) Tahun 2003

47

5.5 Tenaga Kerja Sektor Pertanian 49

5.6 Nilai Tambah Produk Pertanian 51

5.7 Ekspor Sektor Pertanian Sumatera Utara Tahun 2008-2013 53 5.8 Berat Bersih Ekspor Sektor Pertanian Menurut Negara Tujuan

Tahun 2008-2013 (Ton)

53

5.9 Nilai FOB/Ton Ekspor Sektor Pertanian Menurut Negara Tujuan Tahun 2008-2013 (000USS)

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan

1.1 PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2008-2013 (Rupiah)

1.2 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2008-2013 (Persen)

3.1 Ketimpangan PDRB Per Kapita dan Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB di 33 Provinsi Indonesia

3.2 PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2002-2007 (Rupiah)

3.3 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2002-2007 (Persen)

5.1 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2008 5.2 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2008 5.3 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2009 5.4 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2010 5.5 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2012 5.6 Perhitungan Indeks Williamson Sumatera Utara 2013

5.7 Laju Pertumbuhan PDRB/Kapita Kabupaten/Kota Sumatera Utara (Persen)

5.8 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2008

5.9 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2009

5.10 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2010

5.11 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2011

(13)

Sumatera Utara 2012

5.13 Perhitungan Indeks Williamson Tanpa PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara 2013

5.14 Perhitungan Shift-Share Sumatera Utara Tahun 2008-2013 5.15 Produksi dan Ekspor Komoditi Kelapa Sawit Sumatera Utara

2008-2013 (Ton)

5.16 Nilai Tukar Petani Provinsi Sumatera Utara Menurut Subsektor Tahun 2008-2013 (Persen)

(14)

ABSTRAK

SYARI SYAFRINA (110304110/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGURANGI

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, M.Si., Pd.D. dan Siti Khadijah H.N., S.P., M.Si.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui besarnya ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara, (2) menganalisis kontribusi Sektor Pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara, (3) untuk menganalisis keterkaitan Sektor Pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara, (4) untuk menganalisis peranan Sektor Pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013.

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan metode deskriptif berdasarkan coefficient of variation oleh Williamson (CVw), analisis Shift-Share, analisis keterkaitan, serapan tenaga kerja di Sektor Pertanian, nilai tambah produk pertanian dan nilai ekspor komoditi pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) ketimpangan yang terjadi antar daerah di Provinsi Sumatera Utara berada pada level sedang dengan rata-rata Indeks Ketimpangan Williamson 0,474. (b) Sektor Pertanian Sumatera Utara berperan dalam mengurangi tingkat ketimpangan antar daerah di Sumatera Utara sebesar 32,23 persen per tahun. Sejak tahun 2008-2013 Sektor Pertanian menjadi sektor dengan kenaikan PDRB paling besar sebesar 7,07 triliyun rupiah, mengalami pertumbuhan paling cepat diantara sembilan sektor lain, memiliki daya saing paling baik, dan merupakan sektor dengan laju pertumbuhan PDRB paling besar. (c) Sektor Pertanian memiliki keterkaitan ke belakang yang rendah. Dari enam belas subsektor pertanian hanya sub sektor unggas dan peternakan lainnya yang memiliki daya penyebaran yang tinggi. Empat sub sektor yang memiliki derajat kepekaan yang tinggi adalah kehutanan, padi, karet dan kelapa sawit. (d) Sektor Pertanian dapat mengurangi tingkat ketimpangan karena merupakan penyerap tenaga kerja paling besar dan nilai tambah terbesar yaitu 42,5 dan 70,05 persen setiap tahun, serta merupakan sektor pengekspor terbesar kedua.

(15)

ABSTRACT

SYARI SYAFRINA (110304110/AGRIBISNIS) with title of skripsi ROLE OF AGRICULURE SECTOR IN REDUCING INCOME DISPARITY income disparity between regions of North Sumatera.

The used methods are descriptive analysis based on coeffiicient of variation by Williamson (CVw), Shift-Share analysis, linkage analysis, employment absorbtion in agriculture, value added of agricultur product and export of agriculture commodity.

The results of this study show that (a) the disparity that happened between regions in North Sumatera Province is in medium level with the average index of Williamson disparity 0,474 (b) Agriculture sector of North Sumatera plays role in reducing disparity level between regions in North Sumatera as 32,23 percent in a year. Since 2008-2013 agriculture has became the biggest increasing PDRB as 7,07 billion rupiahs, had the fastest growth in nine sectors, had the best competent sector, and been the biggest growth rate of PDRB. (c) Agriculture sector has low backward and forward linkage. In sixteen subsectors of agriculture, only poultry and other livestock has the high backward linkage. Four subsectors have the high forward linkage are foresty, paddy, rubber, and palm oil. (d) Agriculture sector can reduce income disparity because as the biggest employment absorbtion and the biggest vallue added namely 42,5 and 70,05 percent in every year, and as the second biggest sector exportir.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan memiliki tujuan untuk menuju suatu keadaan yang lebih baik dengan membawa rakyat ke arah yang lebih sejahtera. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2003). Namun ketimpangan pembangunan antar pusat dan wilayah atau wilayah dengan wilayah lainnya merupakan fenomena lama yang selalu ada. Hal ini disebabkan oleh faktor sumberdaya manusia, investasi, bantuan pembangunan dan perbedaan awal pelaksanaan pembangunan. Secara umum yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang adalah pertambahan penduduk yang tinggi tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang, ketidakmerataan pembangunan antar wilayah, capital intensive sehingga pengangguran bertambah, kebijakan industri substitusi impor, memburuknya nilai tukar dan menurunnya industri-industri kerajinan rakyat (Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (2004)).

(17)

Khusus di Sumatera Utara, ketimpangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita terlihat jelas pada tahun 2008-2013. Selisih masing-masing PDRB per kapita antara daerah yang PDRB per kapitanya paling tinggi (Kabupaten Batubara) dengan daerah yang PDRB per kapitanya paling rendah (Kabupaten Nias Barat) adalah 6,4 kali pada tahun 2008, 6,2 kali pada tahun 2009, 6,3 kali pada tahun 2010, 6,2 kali pada tahun 2011, 6,1 pada tahun 2012 dan 5,9 kali pada tahun 2013 (Lampiran 1.1). Selisih ini menunjukkan angka yang berfluktuatif dan cenderung menurun seiring dengan kecenderungan peningkatan kontribusi pertanian tahun 2008-2013 terhadap PDRB kedua daerah tersebut. Kontribusi pertanian di Kabupaten Batubara pada tahun 2008-2013 adalah 15,31%, 15,44%, 15,51%, 15,64%, 15,84% dan 15,69% sedangkan kontribusi pertanian di Kabupaten Nias Barat tahun 2008-2013 adalah 68,41%, 68,59%, 68,65%, 68,71%, 68,65% dan 68,91% (Lampiran 1.2). Keadaan ini menunjukkan bahwa saat kontribusi pertanian terhadap PDRB daerah meningkat maka ketimpangan menurun.

(18)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan dua masalah penelitian, yaitu:

1. Berapa besar tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013?

2. Bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara tahun 2008-2013?

3. Bagaimana keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara?

4. Bagaimana peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui berapa tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013.

2. Untuk menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara tahun 2008-2013.

3. Untuk menganalisis keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara.

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambil kebijakan mengenai tingkat ketimpangan pendapatan di daerah Sumatera Utara dan peranan sektor pertanian dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan.

2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambil kebijakan mengenai kontribusi pertanian dalam perekonomian Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambil kebijakan mengenai keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor-sektor lain di Sumatera Utara.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Wilayah

Konsep pengembangan wilayah menyatakan bahwa dalam suatu wilayah atau daerah yang cukup luas hanya terdapat beberapa titik-titik pertumbuhan (growth centre), di mana industri berada pada suatu kelompok daerah tertentu sehingga menyebabkan timbulnya daerah pusat dan daerah belakang (hinterland). Untuk mengurangi ketimpangan ini perlu memperbanyak titik-titik pertumbuhan baru (Hirschman (1958) dalam Arsyad (2004)).

Anwar (1996) mengemukakan bahwa tujuan pembangunan wilayah seharusnya diarahkan untuk mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability).

1. Pertumbuhan (growth)

(21)

2. Pemerataan (equity)

Pengaturan atau pengalokasian manfaat dari hasil pembangunan harus fair dan merata sehingga setiap anggota masyarakat yang terlibat akan memperoleh pembagian yang adil dalam menikmati hasil-hasil pembangunan. 3. Keberlanjutan (sustainability)

Pembangunan wilayah harus memenuhi syarat bahwa penggunaan sumber daya baik yang diperoleh melalui sistem pasar atau di luar sistem pasar harus tidak melebihi kapasitas kemampuan produksi.

2.2 Ketimpangan

Ketimpangan pendapatan merupakan perbedaan pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga dalam suatu wilayah yang dipengaruhi oleh tingkat produktivitasnya. Ketimpangan pendapatan merupakan masalah yang terjadi jika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi, ketimpangan pendapatan yang terjadi menunjukkan bahwa pendapatan rendah dinikmati oleh sebagian kecil penduduk. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan pemerintah yang gagal menghargai property rights (Glaeser, 2006).

Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan akibat langsung dari ketimpangan pelaksanaan pembangunan ekonomi. Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pembangunan ekonomi merupakan salah satu masalah pokok dalam pembangunan (Tarmidzi, 2013).

(22)

dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada PDRB-nya, sedangkan untuk golongan masyarakat tentunya adalah jumlah yang diterimanya pula. Ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara-negara yang baru memulai pembangunan sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pendapatannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangan rendah (Todaro dan Smith, 2003).

Menurut Myrdal (1957), terdapat dua bentuk pengaruh perpindahan dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar yang dapat mengakibatkan ketimpangan, yaitu sebagai berikut:

1. Pengaruh yang menguntungkan (favourable effects) bagi wilayah di sekitar sentra-sentra ekspansi ekonomi ke wilayah lainnya, yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi dari pusat pertumbuhan ke wilayah sekitar. Aliran ini yang oleh Myrdal disebut spread effects, akan memberikan rangsangan bagi tumbuhnya inti/pusat pertumbuhan baru di wilayah sekitar/pinggiran. 2. Pengaruh yang kurang menguntungkan (unfavourable effects) bagi kegiatan

ekonomi wilayah terbelakang tempat asal tenaga kerja, yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar/pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan mereka untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti. Myrdal menyebutnya backwash effects.

(23)

pendapatan rata-rata naik lebih tinggi maka kesenjangan akan turun kembali (Todaro, 2004).

Pemerataan yang lebih adil di negara berkembang merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan antardaerah, tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut, baik golongan masyarakat maupun wilayah tertentu dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi pendapatan yang berbeda, sedangkan besar kecilnya perbedaan tersebut akan menentukan tingkat pemerataan pendapatan (ketimpangan pendapatan) daerah tersebut. Oleh karena itu, ketimpangan pendapatan ini tergantung dari besar kecilnya perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh penerimaan pendapatan (Todaro dan Smith, 2003).

2.3 Pengukuran Ketimpangan

Dalam melakukan pengukuran terhadap ketimpangan pendapatan yang terjadi, terdapat berbagai metode pengukuran yang digunakan, diantaranya Kurva Lorenz, Koefisien Gini, dan Coefficient of Variation (CV) Williamson.

1. Kurva Lorenz

(24)

sampai dengan paling tinggi. Kurva Lorenz akan memplotkan dari total pendapatan penduduk kaya dan miskin. Semakin lengkung Kurva Lorenz maka akan semakin tinggi derajat ketimpangan.

1

0,75

0,5

0,25

0 0,25 0,5 0,75 1

Gambar 1. Kurva Lorenz

(Sumber: Mackenzie, 1999) 2. Koefisien Gini

Koefisien Gini adalah dikemukakan oleh Corrado Gini (1992) dalam Webster (2014) untuk memberikan pengukuran ketidakmerataan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Koefisien ini terletak antara 0 sampai 1, semakin mendekati 1 maka ketimpangan semakin timpang. Koefisien Gini dapat ditaksir secara visual langsung dari Kurva Lorenz, yaitu pertabindingan luas area yang terletak di antara Kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area Kumulatif

Kumulatif Penduduk Nasional Kum

(25)

Pendapatan Nasional-O-Kumulatif Penduduk Nasional (yang membentuk segitiga). Selain itu juga Koefisien Gini dapat dihitung melalui perbandingan PDB per kapita dengan jumlah penduduk di masing-masing kelompok (penduduk pendapatan tinggi atau rendah).

3. Indeks Williamson

Indeks Williamson diperkenalkan oleh Jeffry G Williamson (1965), perhitungan nilai didasarkan pada coefficient of variation (CV) dan Williamson memodifikasi perhitungan ini dengan menimbangnya dengan proporsi penduduk wilayah. Berbeda dengan Koefisien Gini yang memerlukan data yang cukup spesifik seperti jumlah rumah tangga di tiap kelompok dalam suatu daerah di suatu negara, Indeks Williamson menggunakan data PDRB per kapita atas dasar harga konstan baik di tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota untuk dapat melihat ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah dalam sebuah wilayah. Besarah angka Indeks Williamson terletak antara 0 sampai 1, semakin besar angka Indeks Williamson maka semakin besar pula tingkat ketimpangan antar daerah yang terjadi (Tambunan 2003).

2.4 Kontribusi Pertanian

(26)

Sektor pertanian menempati posisi penting sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto dan penyumbang devisa yang relatif besar dan cukup lentur dalam menghadapi gejolak moneter dan krisis ekonomi, oleh karena produksinya berbasis pada sumber daya domestik maka ekspor produk pertanian relatif lebih tangguh dan relatif stabil dengan penerimaan ekspor yang meningkat pada saat terjadi krisis ekonomi. Lebih dari itu sektor pertanian memiliki keunggulan khas dari sektor-sektor lain dalam perekonomian, antara lain produksi pertanian berbasis pada sumber daya domestik, kandungan impornya rendah dan relatif lebih tangguh menghadapi gejolak perekonomian eksternal, dengan demikian upaya mempertahankan dan meningkatkan peranan sektor pertanian merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Hal ini terbukti dari fakta empiris, di saat Indonesia menghadapi krisis dan secara nasional mengalami laju pertumbuhan ekonomi negatif yaitu berkisar -13,6% menurut perhitungan BPS pada tahun 1998, hanya sektor pertanian yang tumbuh positif yaitu 5,32% pada Triwulan I tahun 1998 (Solahuddin (2009) dalam Kartika (2013)).

Pertanian Sumatera Utara juga berkontribusi dalam ekspor CPO yang merupakan komoditi yang paling besar diekspor dibandingkan dengan Sektor Perkebunan lainnya dan dari segi kepemilikan 37,72 persen perkebunan kelapa sawit adalah perkebunan rakyat (Disbun dalam Pemerintahan Provinsi Sumut (2013)).

(27)

2.5 Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri/sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri/sektor dalam penjualan terhadap total output yang dihasilkannya. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor-sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menyatakan akibat dari suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan langsung antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya ditunjukkan dari matriks kebalikan Leontief

(Nazara, 2005).

Arief (1993) mengemukakan bahwa analisis keterkaitan terbagi menjadi dua yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik)

(28)

2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan/Daya Mendorong

Bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor-sektor ini.

Menurut Rassumen dalam Nazara (2005) keterkaitan ke belakang suatu industri/sektor menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir pada sektor tersebut terhadap total pembelian input semua sektor di dalam suatu perekonomian. Keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua di dalam suatu perekonomian.

2.6 Analisis Shift-Share

Analisis Shift-Share menggambarkan performance kinerja sektor-sektor di suatu daerah dibandingkan dengan kinerja nasional. Ditunjukkan dengan Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah bila daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian. Perbandingan laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu daerah terhadap laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan-perbandingan itu dapat ditentukan keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam daerah, seandainya penyimpangan tersebut bernilai positif

(29)

Glasson (1977) mengatakan bahwa kedua komponen Shift yaitu (Ni dan Ci) memisahkan unsur-unsur pertumbuhan yang bersifat eksternal dan internal. Ni merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional dan Ci adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan.

2.7 Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) banyak dipergunakan untuk mengukur potensi ekonomi daerah. PDRB dapat diukur dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi (production approach), pendekatan pendapatan (income approach) dan pendekatan pengeluaran (expenditure approach). Pada pendekatan produksi, PDRB yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu daerah tertentu, biasanya satu tahun. Pada metode pendapatan, PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu satu tahun, sedangkan pada metode pengeluaran, PDRB diperoleh dari penjumlahan seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal domestik bruto, penambahan stok, dan ekspor neto dalam wilayah tertentu. Di antar ketiga pendekatan itu, yang paling banyak dipergunakan dan diterapkan daerah kabupaten/kota adalah pendekatan produksi (Sumidiningrat, 1996 dalam Tangkilisan, 2005).

(30)

tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Hal ini berbeda dengan metode tidak langsung yang menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan ke masing-masing daerah. Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.

Metode tidak langsung adalah perhitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator, antara lain jumlah produksi, jumlah penduduk, luas areal, sebagai alokatornya.

1. Metode Langsung

a. Pendekatan Produksi

(31)

semestinya memberikan hasil yang sama. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

b. Pendekatan Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah atau gaji dan surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung. Pada sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Surplus usaha meliputi bunga yang dibayarkan neto, sewa tanah dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa tetapi tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat dipakai dalam lmengukur nilai produksi da biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya. Selain itu, kutipan yang mereka berikan, misalnya sektor pendidikan dan rumah sakit.

c. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk:

1. Konsumsi rumah tangga

2. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung 3. Konsumsi pemerintah

(32)

6. Ekspor neto (total ekspor dikurangi impor) 2. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokator tertentu, alokator yang dapat digunakan yaitu:

a. Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan

b. Jumlah produksi fisik c. Tenaga kerja

d. Penduduk

e. Alokator tidak langsung

(33)

2.8 Landasan Teori

2.8.1 Ketimpangan Pendapatan Daerah

Dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2001).

Jinghan (2001) menyatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan wilayah :

1. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah.

Semakin tinggi konsentrasi kegiatan ekonomi di wilayah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar daerah. 2. Alokasi investasi.

Berdasarkan teori Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain bahwa kurangnya investasi di suatu wilayah akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif.

3. Tingkat mobilitas faktor-faktor produksi yang rendah antar daerah.

Kurang lancarnya mobilitas faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi regional.

(34)

Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alamnya akan lebih cepat maju dibandingkan dengan daerah yang miskin sumber daya alam.

5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah.

Ketimpangan ekonomi regional juga disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis, terutama dalam hal jumlah dan pertambahan penduduk, tingkat kepadatan, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi ekonomi lewat sisi permintaan dan penawaran. 6. Kurang lancarnya perdagangan.

Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur-unsur yang turut menciptakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Ketidakmerataan tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan sarana transportasi dan komunikasi.

2.8.2 Kontribusi Sektor Pertanian

Kuznets (1954) dalam Todaro dan Smith (2003) menjelaskan pertanian di negara sedang berkembang merupakan suatu sektor yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu:

1. Kontribusi Produk

(35)

dan minuman, tekstil dan pakaian jadi yang bahan inputnya berasal dari produk pertanian kapas, barang-barang dari kulit dan farmasi dari tanaman holtikultura.

2. Kontribusi Pasar

Kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik. Sehingga permintaan produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain sangat besar mengalir di daerah pedesaan.

3. Kontribusi Faktor-Faktor Produksi

Pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan pertanian dalam PDB dan penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi. Sektor ini dilihat sebagai sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

4. Kontribusi Devisa

Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan baik melalui ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi pertanian menggantikan impor.

2.9 Penelitian Terdahulu

(36)

(0,43) dan Indeks Ketimpangan tersebut lebih kecil jika dihitung dengan mengikutsertakan sektor pertanian dibandingkan tanpa PDRB sektor pertanian (0,63) artinya setiap tahunnya sektor Petanian menurunkan indeks ketimpangan sebesar 46%.

Dengan menggunakan analisis Shift-Share, Rinanti (2013) meyimpulkan bahwa Sektor Perikanan di Kabupaten Blitar bukan sektor yang memiliki pertumbuhan positif dan memiliki pertumbuhan yang lambat dibandingkan sektor yang sama di Provinsi Jawa Timur. Sementara dengan menggunakan analisis yang sama Mursidah (2013) menunjukkan bahwa di Kabupaten Aceh Besar sektor pertanian masih merupakan sektor ekonomi yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sektor yang sama di Provinsi Aceh namun perannya mulai berkurang dalam perekonomian Kabupaten Aceh Besar.

Dengan menggunakan analisis deskriptif Chalid (2009) menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting terhadap PDRB Riau, hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Riau pada tahun 2007 masih relatif besar (43,48%), dengan perkembangan ekspor hasil pertanian pertanian juga terus meningkat menjadi 34.792,38 (U$ 000) dari 14.946,91 (U$ 000) pada tahun 2004, dan memberikan kesempatan kerja sebesar 52,18%.

2.10 Kerangka Pemikiran

(37)

perbedaan potensi di setiap daerah seperti sumber daya alamnya sehingga mengakibatkan adanya ketimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi Sumatera Utara.

Komoditas sektor pertanian merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki peranan penting dalam menentukan kesediaan pangan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Peningkatan produktivitas pada sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan taraf hidup masyarakat pada sektor pertanian yang jumlahnya cukup besar.

Untuk mengetahui berapa besar tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Sumatera Utara dan bagaimana peranan sektor pertanian dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah Provinsi Sumatera Utara dapat dilakukan dengan Indeks Williamson.

Analisis Shift-Share digunakan untuk menganalisis kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Sumatera Utara. Dari analisis ini akan diketahui perbandingan kemampuan kinerja sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara dengan kemampuan sektor pertanian di Indonesia

(38)
(39)

2.11 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi, landasan teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ketimpangan pendapatan di daerah Sumatera Utara tanpa sektor pertanian berada pada level tinggi yaitu CVw > 0,5.

2. Sektor pertanian memberikan kontribusi penting sebagai sektor dengan peningkatan PDRB paling tinggi.

3. Sektor pertanian memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor lain.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sumatera Utara. Daerah penelitian ini dipilih secara purposive atau sengaja yaitu ditentukan agar dapat mendukung ketersediaan data untuk penelitian. Selain itu juga Sumatera Utara merupakan provinsi dengan ketimpangan PDRB per kapita kelima paling tinggi dan diantara kelima provinsi tersebut Sumatera Utara memiliki kontribusi pertanian terbesar (Lampiran 3.1).

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data ini merupakan data time series dengan range tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Data yang diambil dari tahun 2008 dikarenakan di tahun-tahun sebelumnya ketimpangan PDRB per kapita terus meningkat (Lampiran 3.2) dengan distribusi pertanian yang terus menurun (Lampiran 3.3). Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara mengenai data PDRB Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara, kependudukan dan angkatan kerja Kabupaten/Kota dan tabel input output mengenai daya penyebaran dan derajat kepekaan.

3.3 Metode Analisis Data

(41)

digunakan metode analisis deskriptif dengan membandingkan formulasi ketimpangan Williamson berdasarkan data PDRB per kapita kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan dan tanpa sektor pertanian. Perhitungan Indeks Williamson didasarkan pada data PDRB masing-masing daerah, nilai ini didasarkan pada coefficient of variation (CV). Hasil pengukuran dari CV Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < CVw <1. Indeks Williamson yang semakin mendekati angka 1 maka semakin besar tingkat ketimpangan yang terjadi (Sjafrizal (2008).

Matolla (2007) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah kesenjangan pendapatan tersebut berada pada kesenjangan level rendah jika CVw < 0,35; sedang jika 0,35 ≤ CVw ≥ 0,5; atau tinggi jika

CVw > 0,5.

Adapun rumus CVw adalah:

CVw ... (1)

Dimana:

CVw = Indeks Ketimpangan Daerah fi = Jumlah penduduk di daerah i n = Penduduk provinsi

Yi = PDRB perkapita di daerah i Y = PDRB perkapita provinsi

(42)

tingkat ketimpangan (Naufal, 2010). Kemudian peran tersebut diukur dalam satuan persen.

Untuk menganalisis masalah kedua yaitu bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara tahun 2008-2013 dengan menggunakan teknik analisis Shift-Share. Metode analisis Shift-Share dapat menggambarkan performance kinerja sektor-sektor di suatu daerah dibandingkan dengan kinerja nasional. Metode ini diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah bruto atau PDRB suatu sektor-i di Provinsi Sumatera Utara (Di) dengan formulasi:

Di = Ni + Mi + Ci ... (2) Dimana :

Ni = Ei x rn ... (3) Mi = Ei (rin-rn) ... (4) Ci = Ei (ri-rin) ... (5) Dari persamaan (2) sampai (4), ri mewakili pertumbuhan sektor/sub sektor i di daerah Sumatera Utara, sedangkan rn dan rin masing-masing laju pertumbuhan agregat nasional dan pertumbuhan sektor/sub sektor i secara nasional, yang masing-masing dapat didefenisikan sebagai berikut:

ri = (Ei,t – Ei)/Ei ... (6) rin = (Ein,t – Ein)/ Ein ... (7) rn = (En,t-En)/En ... (8) Dimana:

(43)

Ni : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan perekonomian nasional Mi : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara yang

dipengaruhi pertumbuhan sektor i secara nasional

Ci : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara yang disebabkan oleh keunggulan kompetitif sektor i tersebut di Sumatera Utara

Ei : PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara tahun 2008 Ein : PDRB sektor/subsektor i di Indonesia tahun awal 2008 En : PDRB total di Indonesia tahun awal 2008

Ei,t : PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara tahun 2013 Ein,t : PDRB sektor/subsektor i di Indonesia tahun 2013 En,t : PDRB total di Indonesia tahun 2013

Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Sumatera Utara (Di) dapat diuraikan menjadi tiga faktor berpengaruh, yaitu:

1. Regional Share (Ni) adalah komponen pertumbuhan struktur perekonomian suatu daerah dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode tertentu yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah nasional. Hasil ini menggambarkan peranan nasional yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian provinsi.

(44)

3. Differential Shift (Ci) atau DS adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah dengan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat nasional. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.

(Bappenas, 2013).

Untuk menganalisis masalah ketiga yaitu bagaimana keterkaitan sektor pertanian dengan sektor-sektor lain di Sumatera Utara digunakan analisis keterkaitan antar sektor. Keterkaitan antar sektor ini dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage).

Indeks daya penyebaran atau keterkaitan ke belakang (backward linkage) memberikan indikasi bahwa sektor-sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran lebih dari 1 berarti bahwa daya penyebaran sektor tersebut tinggi. Pengertian yang sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan atau keterkaitan ke depan (forward linkage) (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2003).

Untuk menganalisis masalah keempat yaitu bagaimana peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tahun 2008-2013 dilihat dari serapan tenaga kerja di bidang pertanian yang kemudian untuk melihat indikator kesejahteraan petani dengan Nilai Tukar Petani (NTP).

Formulasi untuk perhitungan NTP adalah:

(45)

Dimana:

NTP = Nilai Tukar Petani

It = Indeks harga yang diterima petani Ib = Indeks harga yang dibayar petani

Secara umum BPS Provinsi Sumatera Utara (2014) menyebutkan bahwa jika:

1. NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar daripada kenaikan harga barang konsumsi dan biaya produksi. Pendapatan petani naik lebih besar dari pada pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibandingkan tingkat kesejahteraan petani sebelumya.

2. NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even point. Kenaikan atau penurunan harga produksi sama dengan kanaikan atau penurunan harga barang konsmsi dan biaya produksi. Tingkat kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan.

3. NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsi dan biaya produksi. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibandingkan tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya.

(46)

persentase kontribusi nilai tambah atau ekspor ≤ 70%) dan rendah jika persentase

kontribusi nilai tambah atau ekspor <35%)

3.4 Definisi dan Batasan Operasional

3.4.1 Definisi

1. Peranan sektor pertanian adalah besaran pengaruh sektor pertanian dalam mengurangi tingkat ketimpangan daerah Sumatera Utara.

2. Ketimpangan pendapatan adalah perbedaan pendapatan yang diterima oleh setiap individu dalam setiap daerah pada tahun 2008-2013 di Sumatera Utara dalam PDRB/Kapita sebelum dilakukan perhitungan indeks ketimpangan.

3. PDRB perkapita adalah besaran penerimaan yang diterima setiap individu dari setiap lapangan usaha tahun 2008-2013 di Sumatera Utara.

4. Indeks Williamson adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan daerah Sumatera Utara dengan memasukkan ataupun tidak memasukkan sektor pertanian.

5. Kontribusi sektor pertanian adalah sumbangan yang diberikan sektor pertanian dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Sumatera Utara tahun 2008-2013 dalam ukuran persen.

(47)

7. Nilai tambah adalah nilai yang dihasilkan dari sebuah kegiatan produksi (nilai akhir produk dikurang seluruh biaya produksi)

3.4.2 Batasan Operasional

1. Penelitian diadakan tahun 2015.

(48)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.3 Letak Topografi dan Iklim

4.3.1 Letak Topografi

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10 - 40 Lintang Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan dengan daerah perairan dan laut serta dua provinsi lainnya.

a. Sebelah Utara : Provinsi Aceh

b. Sebelah Timur : Negara Malaysia di Selat Malaka c. Sebelah Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat d. Sebelah Barat : Samudera Hindia.

(BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).

(49)

Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 (tiga) kelompok wilayah/kawasan yaitu:

a. Kawasan Pantai Barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padangsidimpuan, Kota Sibolga dan Kota Gunungsitoli.

b. Kawasan dataran tinggi meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, dan Kota Pematangsiantar.

c. Kawasan Pantai Timur meliputi Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tanjungbalai, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan, dan Kota Binjai.

(BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).

4.3.2 Iklim

(50)

sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 21,40 C. Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan Maret dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan September, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.

(BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).

4.2 Keadaan Penduduk

(51)

Pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara berjumlah 14.487.307 jiwa yang terdiri dari 36.648.190 jiwa penduduk laki-laki dan 6.678.117 jiwa penduduk perempuan atau denagan rasio jenis kelamin sebesar 99,55. Pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara lebih banyak tinggal di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan adalah 6,77 juta jiwa (51,83%) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 6,55 juta (49,17%) (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).

Jumlah penduduk miskin di daerah Sumatera Utara mengalami pertambahan dari tahun 1999-2000. Akibat terjadinya krisis moneter pada pertengahan 1997, penduduk miskin pada tahun 1999 meningkat tajam menjadi 1,97 jiwa atau 16,74 persen dari total penduduk Sumatera Utara. Pada ta hun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin secara absolut maupun secara persentase, yaitu menjadi 1,89 juta jiwa atau 15,89 persen sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau 14,93 persen, kemudian pada tahun 2005 penduduk miskin menjadi 1,84 juta jiwa atau 14,68 persen, namun akibat dampak kenaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa atau 15,66 persen (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).

Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 1,77 juta atau 13,90 persen. Angka ini menurun pada tahun 2008 menjadi 1,61 juta jiwa atau 12,55 persen. Pada tahun 2009 angka kemiskinan ini kembali turun menjadi 1,50 juta jiwa atau 11,51 persen. Selanjutnya pada bulan September 2013 jumlah penduduk miskin menjadi 1,39 juta jiwa atau 10,39 persen

(52)

Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja pada Agustus 2013 sebanyak 6,31 juta jiwa yang terdiri dari 5,90 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar 412,20 ribu jiwa terkategorikan pengangguran. Penduduk yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu 43,45 persen. Sektor kedua terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 18,94 persen (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014).

4.3. Sektor Pertanian

BPS Provinsi Sumatera Utara (2014) mengemukakan bahwa produksi padi di Sumatera Utara selama periode 2003-2013 rata-rata mengalami peningkatan sebesar 0,92 persen per tahun. Peningkatan ini disebabkan bertambahnya produksi padi sawah dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 1,12 persen per tahun, sedangkan produksi padi ladang mengalami penurunan rata-rata sebesar 2,78 persen per tahun.

Tanaman palawija di Sumatera Utara cukup potensial. Produksi jagung Sumatera Utara tahun 2013 sebesar 1.182.928 ton, turun sebesar 164.196 ton atau 12,19 persen dibandingkan produksi jagung tahun 2012 yakni sebesar 1.347.124 ton. Penurunan produksi jagung ini disebabkan penurunan luas panen sebesar 31.348 hektar atau 12,89 persen dan hasil per hektar juga turun sebesar 0,45 ku/ha atau 0,81 persen.

(53)

sedangkan hasil per hektar mengalami kenaikan sebesar 0,35 ku/ha atau 0,27 persen.

Produksi ubi kayu Sumatera Utara tahun 2013 sebesar 1.518.221 ton, naik sebesar 346,701 ton dibanding produksi tahun 2012. Kenaikan produksi disebabkan oleh kenaikan luas panen sebesar 8.392 hektar atau 21,66 persen dan hasil per hektar sebesar 19,72 ku/ha atau 6,52.

Produksi kacang tanah Sumatera Utara tahun 2013 sebesar 11.352 ton, turun sebesar 721 ton dibanding produksi tahun 2012. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 777 hektar atau 7,65 persen sedangkan hasil per hektar mengalami penurunan sebesar 0,22 ku/ha atau 1,85 persen.

Produksi kedelai Sumatera Utara tahun 2013 sebesar 3.229 ton, turun sebesar 2.190 ton dibanding produksi tahun 2012. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 2.349 hektar atau 42,90 persen sedangkan hasil per hektar naik sebesar 0,43 ku/ha atau 4,34 persen.

Produksi kacang hijau pada tahun 2013 sebesar 2.345 ton, turun sebesar 1.472 ton dibanding produksi tahun 2012. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 1.368 hektar atau 39,11 persen sedangkan hasil per hektar mengalami kenaikan sebesar 0,10 ku/ha atau 0,92 persen.

(54)

Sementara produksi padi Kabupaten Simalungun dan Langkat pada tahun yang sama masing-masing mencapai 477.489 ton dan 407.918 ton.

Tanaman palawija di Sumatera Utara cukup potensial. Hasil tanaman ini menjadi salah satu andalan ekspor Sumatera Utara terutama ke Negara Singapura dan Malaysia. Produksi jagung di Sumatera Utara tahun 2012 adalah 1.347.124 ton dengan luas panen sebesar 243.098 ha, tahun 2013 turun menjadi 1.182.928 ton atau 12,19 persen dengan luas panen 211.750 ku/ha. Kabupaten/kota yang menjdai andalan produsen jagung di Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun. Produksi jagung di Kabupaten Karo sebesar 424.210 ton dengan luas persen 66.420 ha, sedangkan di Kabupaten Simalungun sebesar 284.956 ton dengan luas panen sebesar 46.933 ha.

Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini anta lain kelapa sawit, karet, kopi, coklat dan tembakau, bahkan di kota Bremen, Jerman, tembakau Deli sangat terkenal.

(55)

dengan 41,06 persen dari total luas kebun karet, atau sama dengan 41,06 persen dari total luas kebun karet rakyat Sumatera Utara.

Luas tanaman kebun kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2013 sebesar 393.990 ha dengan produksi 6.735.795, 45 ton tandan buah segar dengan Kabupaten Asahan sebagai pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Daerah ini terdapat sebesar 72.337 ha kebun sawit rakyat atau 18,36 persen dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara.

Produksi kopi Robusta dan Arabika Sumatera Utara tahun 2013 adalah sebesar 57.672 ton dengan luas lahan 80.658 ha. Kabupaten Dairi dan Simalungun merupakan penghasil kopi dari Sumatera Utara. Bahkan kopi Sidikalang sudah dikenal di Pulau Jawa dan Eropa.

Di Sumatera Utara terdapat tiga perkebunan besar milik BUMN dan ratusan perkebunan besar swasta. Sama seperti pada perkebunan rakyat, jenis tanaman perkebunan besar yang ada di Sumatera Utara diantaranya kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, dan tebu.

Produksi hasil hutan Sumatera Utara menurut jenis yaitu kayu log, kayu gergajian, kayu lapis, PULP, dan hasil ikutan lainnya seperti rotan, arang, dan getah tusam. Produksi hasil hutan terbesar tahun 2013 adalah kayu gergajian sebesar 360.066,03 m3 dan pulp yakni sebesar 182.436,56 m3.

(56)

Populasi ternak kecil terdiri dari kambing, domba dan babi. Pada tahun 2013 populasi kambing sebanyak 894.487 ekor, domba sebanyak 595.517 ekor dan populasi babi sebanyak 978.717 ekor.

(57)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daerah Sumatera Utara merupakan daerah dengan sektor pertanian sebagai penyumbang PDRB terbesar dibandingkan sektor lain walaupun terus mengalami penurunan di setiap tahun. Rata-rata sumbangan sektor pertanian tahun 2008-2013 sebesar 23,175 persen atau rata-rata Rp. 28.675 milyar per tahun terhadap PDRB Sumatera Utara. Hal ini mengakibatkan sektor pertanian menjadi sektor yang berperan penting dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara.

Dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara, sektor pertanian dapat mengurangi tingkat ketimpangan sebesar 32,23 persen per tahun. Sektor pertanian juga memberikan kontribusi paling besar dalam perekonomian Sumatera Utara sebagai sektor dengan peningkatan PDRB paling tinggi sebesar 7,07 triliyun rupiah, memiliki keterkaitan yang rendah terhadap sektor lain serta sebagai sektor penyerap tenaga kerja dan pemberi kontribusi nilai tambah produk paling besar yang masing-masing 45,25 persen dan 70,02 persen dan juga memberikan pemberi kontribusi tertinggi kedua setelah Sektor Industri dalam kegiatan ekspor produk pertanian sebesar 12,39 persen.

5.1 Tingkat Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Sumatera Utara

(58)

pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi penerimaan pendapatan antar daerah dimana pendapatan yang diterima daerah tersebut terlihat dari PDRB nya.

Peranan sektor pertanian terhadap ketimpangan pendapatan antar daerah dapat dilihat dengan membandingkan besarnya indeks ketimpangan yang memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan (Lampiran 5.1-5.6) dengan besarnya indeks ketimpangan tanpa memasukkan PDRB/Kapita sektor pertanian dalam perhitungan (Lampiran 5.8-5.13). Selisih antara kedua indeks tersebut mencerminkan besarnya peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah.

Tabel 5.1 Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Sumatera Utara Tahun 2008-2013

(59)

sebaliknya penurunan ketimpangan diakibatkan laju pertumbuhan PDRB/Kapita kabupaten/kota di Sumatera Utara khususnya Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat PDRB/Kapita rendah mengalami kenaikan (Lampiran 5.7).

Sembilan daerah dengan PDRB/Kapita terendah dan dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang signifikan menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling berperan dengan tanaman perkebunan sebagai sub sektor dengan PDRB paling tinggi diikuti dengan tanaman bahan makanan, perikanan dan kehutanan.

Tabel 5.1 juga menunjukkan bahwa angka indeks ketimpangan dengan mengeluarkan PDRB sektor pertanian dari perhitungan ternyata lebih besar jika dibandingkan dengan angka indeks ketimpangan yang memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan. Rata-rata indeks ketimpangan tanpa PDRB sektor pertanian pada tahun 2008-2013 adalah 0,733 per tahun. Indeks ini meunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antar daerah Sumatera Utara tanpa sektor pertanian berada pada ketimpangan level tinggi (CVw>0,5).

(60)

5.2 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Sumatera Utara

Analisis Shift-Share memperlihatkan bagaimana pertumbuhan sembilan sektor perekonomian di Sumatera Utara khususnya sektor pertanian dibandingkan dengan sektor yang sama di Indonesia.

Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Shift-Share PDRB Sektor-Sektor Ekonomi Sumatera Utara Tahun 2008-2013 (Milyar Rupiah)

No. Lapangan Usaha Ni Mi Ci Di

1. Pertanian 46.179,78 -40.323,84 1.216,96 7.072,90

2. Pertambangan dan penggalian

2.172,91 -1.989,15 192,90 376,66 3. Industri Pengolahan 43.753,00 -36.925,53 -940,94 5.886,53 4. Listrik. Gas. Dan Air

32.765,80 -25.775,71 -231,29 6.758,81 7. Pengangkutan dan

Komunikasi

14.418,67 -9.675,29 -1.054,03 3.689,35 8. Keuangan. Persewaan.

dan Jasa Perusahaan

10.922,65 -6.107,46 -1.880,81 2.934,39 9. Jasa-Jasa 17.088,56 -13.608,76 239,63 3.719,43 PDRB Total 179.271,76 -143.745,11 -2.362,37 33.164,28 Sumber: Lampiran 5.14

Tabel 5.3 kolom Ci memperlihatkan nilai negatif yang artinya secara umum sektor-sektor ekonomi PDRB Sumatera Utara kurang berdaya saing dibandingkan sektor-sektor ekonomi PDB Indonesia. Namun, sektor pertanian Sumatera Utara memiliki daya saing paling baik di Sumatera Utara dibandingkan dengan sektor-sektor lain.

(61)

Kolom Ni menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi Sumatera Utara yang dipengaruhi laju pertumbuhan PDB Indonesia meningkat sebesar 179,27 triliyun rupiah dari tahun 2008 hingga tahun 2013. Sektor yang mengalami peningkatan PDRB paling besar adalah sektor pertanian yaitu sebesar 46,18 triliyun rupiah diikuti dengan Sektor Industri.

Pada kolom Di yang merupakan penjumlahan dari Ci, Mi dan Ni memperlihatkan bahwa sejak tahun 2008-2013 terjadi peningkatan PDRB sebesar 33,16 triliyun rupiah di Sumatera Utara. Dalam hal ini sektor pertanian memberikan kontribusi paling besar dalam perekonomian Sumatera Utara sebagai sektor dengan peningkatan PDRB paling tinggi sebesar 7,07 triliyun rupiah sejak tahun 2008-2013.

5.3. Keterkaitan Sektor Pertanian terhadap Sektor-Sektor Lain di Sumatera Utara

(62)

Tabel 5.3 Sub Sektor Pertanian Sumaatera Utara Menurut Daya Penyebaran (Backward Linkage) Tahun 2003

Kode

13 Ternak dan Hasilnya 1,41795 0,95081

16 Perikanan, Pengeringan dan Penggaraman Ikan 12 Tanaman Perkebunan Lainnya 1,20039 0,80492

4 Sayur-sayuran 1,17131 0,78542

9 Kelapa 1,16969 0,78433

8 Coklat 1,16798 0,78319

3 Umbi-Umbian dan Pati 1,15222 0,77262

(63)

Tabel 5.4 Sub Sektor Pertanian Sumatera Utara Menurut Derajat Kepekaan (Forward Linkage) Tahun 2003

Kode

13 Ternak dan Hasilnya 1,30131 0,87259

12 Tanaman Perkebunan Lainnya 1,22284 0,81997

5 Buah-Buahan 1,02621 0,68812

16 Perikanan, Pengeringan dan

Penggaraman Ikan 1,19718 0,80277

2 Jagung 1,13941 0,76403

4 Sayur-sayuran 1,12824 0,75654

11 Kopi 1,12317 0,75314

6 Tanaman Bahan Makanan

Lainnya 1,11183 0,74553

8 Coklat 1,10137 0,73852

9 Kelapa 1,07047 0,71780

3 Umbi-Umbian dan Pati 1,04201 0,69872

Rata-Rata 1,49132 1,00000

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara (2003)

Dari tabel 5.4 dapat diketahui sub sektor kehutanan merupakan sektor yang paling tinggi derajat kepekaannya dibandingkan sektor pertanian lainnya yaitu 2,20499. Angka tersebut berarti setiap kenaikan 1 unit produksi Sektor Kehutanan akan mendorong seluruh sektor-sektor perekonomian (termasuk sektor itu sendiri) menghasilkan output sebesar 2,20499 unit. Kenaikan subsektor ini mendorong subsektor kehutanan itu sendiri diikuti dengan Industri Penggergajian Kayu dan Bahan Bangunan dari Kayu dan Industri Kayu Lapis dan Sejenisnya (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2003)

(64)

perkebunan milik rakyat (Disbun Sumut, 2013) jika dikembangkan dengan baik akan dapat menyerap pestisida dalam jumlah yang cukup besar yang akan menyebabkan daya penyebaran yang tinggi. Selain itu juga, Kabupaten Asahan, Labuhan Batu Utara, Langkat dan Labuhan Batu Selatan sebagai sentra penghasil perkebunan kelapa sawit rakyat namun memiliki PDRB yang jauh di bawah Kabupaten Batubara dengan pengembangan dan pembinaan yang baik dapat meningkatkan PDRBnya menyusul Kabupaten Batubara mengingat permintaan ekpor komoditi ini tinggi dibandingkan sektor perkebunan yang lain.

Gambar

Tabel Keterangan
Gambar Keterangan
Gambar 1. Kurva Lorenz
Tabel Input-Output
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari pengembangan sumber daya manusia kependidikan, sejauh itu rekrutmen kepala sekolah terutama pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) belum memenuhi tuntutan

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Perdana Menteri Kamboja dalam salah satu wawancara tertulis portal berita Xinhua bahwa motivasi utama ASEAN dalam ACFTA adalah untuk

Melihat peluang itu, maka kami mendapatkan ide untuk membuat Kemiri.co yang dimana merupakan start up bisnis yang bergerak dalam bidang Online yang menjual bumbu

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti

cakap buah tutur; -- catur anak catur spt bidak, kuda, gajah, dan benteng; -- congklak biji-bijian (kulit lokan dsb) yg dipakai dl permainan congklak; -- dacing batu (anak)

17 tahun 2014 ini bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat memiliki hak imunitas atau kekebalan yang dalam penjelasannya ditafsirkan bahwa hak imunitas adalah hak

Konsumsi Rumah Tangga, yaitu, subkelompok Bahan Makanan naik sebesar 0,02 persen, subkelompok Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau turun sebesar 0,05 persen,

Data pelaksanaan tindakan kelas penerapan Numbered Heads Together untuk meningkatkan motivasi dan komunikasi belajar matematika pada siswa kelas VII A SMP Negeri