• Tidak ada hasil yang ditemukan

CARA SHALAT MENURUT HPT (4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CARA SHALAT MENURUT HPT (4)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

CARA SHALAT MENURUT HPT (4) Oleh: Drs Agung Danarta, M.Ag 9. Lalu bacalah surat al-Fatihah

10. dan berdoalah sesudah itu: a-mi-n

11. Kemudian bacalah salah satu surat daripada Qur’an 12. dengan diperhatikan artinya dan dengan perlahan lahan DALIL-DALIL:

9.a. Hadis nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit:

ن

ن ع

ع

ةعدعَابععع

ن

ن بن

ت

ن منَاص

ص لا

ن

ص أع

ل

ع ُوس

ع رع

هنلصلا

َّىلصص

ع

هعلصلا

هنينلععع

م

ع لصس

ع وع

ل

ع َاقققع

لع

ةعلعص

ع

ن

ن معلن

م

ن لع

أنرعقنيع

ةنحعتنَافعبن

ب

ن َاتعك

ن لنا

“Rasulullah saw bersabda, “Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca permulaan Kitab (Fatihah)”.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahihnya (al-Adzan, 714), Muslim (Shahih, al-Shalat: 595, 597), Tirmidzi (Sunan, al-Shalat: 230), al-Nasaiy (Sunan, al-Iftitah: 901, 902), Abu Dawud (Sunan, al-Shalat: 700), dan Ibn Majah (Sunan, Iqamat al-Shalat: 828).

Para periwayat hadis dalam jalur sanad al-Bukhari secara berturut-turut adalah: Ubadah ibn al-Shamit – Mahmud ibn al-Rabi’ – Ibn Syihab al-Zuhri – Sufyan ibn ‘Uyainah – ‘Aliy ibn ‘Abdillah. Mereka ini semuanya adalah para rawi yang siqah (kredibel sebagai periwayat hadis) dan tidak dicela oleh para ulama. Hadis ini berkualitas sahih, apalagi hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dan para mukharrij hadis yang lain akan semakin menambah kekuatan hadis ini sebagai hujjah.

9.b. Hadis Nabi riwayat Ahmad, Daruquthni, dan Baihaqi dari Ubadah:

“Bahwa Rasulullah saw shalat Shubuh maka merasa terganggu oleh pembacaan ma’mum. Setelah selesai beliau bersabda, “Aku melihat kamu sama membaca di belakang imammu?. Kata ‘Ubadah bahwa kita semua menjawab, “Ya Rasulallah, demi Allah benar begitu !”. Maka sabda Nabi, “Janganlah kamu mengerjakan demikian, kecuali bacaan Fatihah”.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal (Musnad, V: 316, 321), ad-Daruqutni (Sunan, I: 318, 319), al-Baihaqiy (Sunan al-Sugra, I: 328; Sunan al-Kubra, II: 164), Ibn al-Jarud Muntaqa, I: 88), Ibn Hibban (Shahih, V: 86, 95, 156), al-Hakim (al-Mustadrak, I: 364), al-Tirmidzi (Sunan, II: 117), dan Abu Dawud (Sunan, I: 217). Dalam matan yang diriwayatkan oleh para periwayat hadis di atas hampir semuanya ada lanjutannya yang berbunyi “fainnahu- la- shola-ta liman lam yaqro’ biha-“

(Sesungguhnya tidaklah (dinilai sebagai) shalat orang yang tidak membaca al-fatihah).

(2)

oleh Ibn Hibban dan al-Hakim. Meskipun ada perbedaan dalam menilai kualitas hadis ini, tetapi perbedaannya hanya dua alternatif yaitu shahih atau hasan. Baik hadis shahih ataupun hadis hasan keduanya dapat dipakai sebagai dasar dalam berhujjah. 9.c. Hadis Nabi riwayat Ibn Hibban dari Anas:

“Rasulullah saw bersabda, “Apakah kamu sekalian membaca dalam shalatmu di belakang imammu, padahal imam sedang membaca?. Janganlah kamu mengerjakannya, hendaklah masing-masing kamu membaca Fatihah sekedar didengar olehnya sendiri”.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Hadis Rasulullah saw dari Anas ini diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam kitab Shahihnya (V: 152-153, 163), al-Baihaqi (Sunan al-Kubra, II; 166), al-Daruquthni (Sunan, I: 340), Thabrani (al-Mu’jam al-Ausath, III: 124), Abu Ya’la (Mu’jam, I: 245).

Menurut penilaian Ibn Hibban hadis ini berkualitas sahih. Pendapat ini juga didukung oleh al-Mubarakfuriy yang menyatakan bahwa hadis ini adalah mahfudz (Tuhfat al-Ahwadzi, II: 194).

Catatan:

Hadis-hadis tersebut di atas merupakan dalil wajibnya membaca al-fatihah di dalam shalat, baik di kala shalat sendirian maupun ketika menjadi makmum saat sholat berjamaah, baik ketika imam membaca dengan bacaan keras seperti dalam sholat maghrib, ‘Isya’ dan Subuh, ataupun ketika imam membaca dengan tidak dikeraskan, seperti dalam shalat Dzuhur dan Ashar.

Sebagian pengikut madzhab Hanafi berpendapat bahwa makmum tidak perlu membaca al-fatihah baik ketika imam mengeraskan bacaannya ataupun ketika tidak mengeraskannya. Mereka berdalil dengan hadis:

ن

ن ع

ع

رربنَاجع

ل

ع َاقع

ل

ع َاقع

ل

ع ُوس

ع رع

هنلصلا

َّىلصص

ع

هعلصلا

هنققينلععع

م

ع لصققس

ع وع

ن

ن ققمع

ن

ع َاققك

ع

هعققلع

ممَامعإن

ةعءعارعقنفع

م

ن َامعلن

ن ا

هعلع

ةمءعارعقن

Dari Jabir ra, Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang memiliki imam (dalam shalat), maka bacaan imam menjadi bacaannya pula”.

Dan hadis panjang yang potongannya adalah:

اذعإنوع

أعرعقع

اُوتعص

ن ننأعفع

Dari Abu Musa al-Asy’ariy, Rasulullah saw bersabda, “… Apabila (imam) membaca maka dengarkanlah”.

(3)

hadis yang munkar, dan jalur ketiga dia katakan sebagai hadis yang dha’if. Menurut Ibn Hajar al-‘Asqalani, semua jalur hadis ini adalah ma’lul (cacat) (Fath al-Bariy, II: 242). Demikian juga menurut pendapat adz-Dzahabi (Faidh al-Qadir, VI: 208). Dengan demikian hadis dari Jabir tersebut tidak bisa dipakai sebagai hujjah.

Sedangkan hadis yang dari Abu Musa al-Asy’ariy diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya (al-Shalat: 612) dan berkualitas shahih (Fath al-Bariy, II: 242). Sehingga karenanya perlu mengkompromikan dua dalil antara kewajiban membaca al-fatihah dengan perintah mendengarkan bacaan imam. Ibn Hajar al-‘Asqalani memberikan dua cara pengkompromian. Pertama, perintah mendengarkan bacaan imam selain ketika makmum membaca al-fatihah. Hal ini juga didukung adanya kebolehan makmum membaca al-fatihah ketika imam sedang membaca suatu bacaan sebagaimana hadis no. 9b dan 9c di atas. Kedua, makmum mendengarkan imam ketika bacaannya keras, dan membaca al-fatihah ketika imam diam. Untuk itu imam perlu berdiam sejenak dari bacaan kerasnya untuk memberi kesempatan kepada makmum agar dapat membaca al-fatihah, sehingga makmum tidak membaca sesuatu ketika imam sedang mengeraskan bacaannya. (Fath al-Bariy, II: 242).

10.a. Hadis Nabi riwayat dari Abu Hurairah ra:

ن

ن ع

ع

membaca ‘a-mi-n” karena sungguh barang siapa yang bacaan “a-mi-n” nya bersamaan “a-mi-n”nya Malaikat, tentulah diampuni dosanya yang telah lalu”.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Hadis Rasulullah dari Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh jama’ah ahli hadis, di antaranya adalah al-Bukhariy (Shahih, al-Adzan: 738), Muslim (Shahih, al-Shalat: 618), al-Tirmidzi (Sunan, al-Shalat: 232), al-Nasaiy (Sunan, al-Iftitah: 919), Abu Dawud (Sunan, al-Shalat: 801), Ibn Majah (Sunan, Iqamat al-Shalat: 841), Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, 6946, 9541), Malik (al-Muwaththa’, al-Nida’ li al-Shalat: 182). Hadis ini berkualitas sahih dan dapat dipakai sebagai hujjah.

10.b. Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra:

ن

ن ع

ع

“Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seorang di antaramu membaca ‘a-mi-n” sedang malaikat di langitpun membaca “a-mi-n” pula, dan bersamaan keduanya, maka diampunilah ia dari dosanya yang telah lalu”.

Sumber hadis dan nilai kualitasnya:

Hadis Rasulullah dari Abu Hurairah ini diriwayatkan oleh al-Bukhariy dalam kitab sahihnya (Adzan: 739), Muslim (Shahih, Shalat: 619, 620), Nasaiy (Sunan al-Iftitah: 921), Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad: 7774), dan Imam Malik

(4)

Catatan:

Mengenai makna lafal “ammana” dalam “idza- ammanal ima-m.. (hadis no. 10.a.), menurut Ibn Hajar al-‘Asqalaniy mengandung tiga macam kemungkinan arti.

Pertama, secara dzahir berarti ucapan “a-mi-n”. Sehingga karenanya makmum membaca “a-mi-n” setelah mendengar imam membaca “a-mi-n”. Lafal ”idza- ammanal ima-m fa amminu-“ berarti jika imam membaca “a-mi-n” maka kamu hendaklah membaca “a-mi-n” pula. Huruf fa’ dalam fa amminu-, menurut jumhur ulama, bukan merupakan fa’ sababiyah melainkan fa’ muqa-ranah, sehingga karenanya “a-mi-n” dibaca bersamaan antara imam dan makmum, dan bukannya makmum membaca setelah imam mendahului membacanya.

Kedua, artinya adalah do’a. Imam membaca “Ihdinash shira-tal mutaqi-m … wa ladh dha-lli-n” yang merupakan do’a. Sehingga karenanya setelah imam membaca doa tersebut, maka makmum segera membaca “a-mi-n”. Ketiga, artinya adalah posisi dimana imam sampai pada bacaan tertentu yang perlu diamini. Bacaan tersebut adalah “wa ladh dha-lli-n”. Sehingga kerananya setelah imam sampai pada bacaan ”waladh dha-lli-n” maka makmum perlu segera membaca “a-mi-n”. Hal ini sesuai dengan hadis berikut ini:

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Jika imam membaca “ghairil maghdu-bi ‘alaihim wa ladh dhalli-n” maka bacalah “a-mi-n” . Sesungguhnya barang siapa yang bacaannya bersamaan dengan bacaan malaikat, tentulah diampuni dosanya yang telah lalu”.

Hadis ini berkualitas sahih diriwayatkan al-Bukhari (Shahih, al-Adzan: 740), Muslim (Shahih, al-Shalat: 621), al-Nasaiy (Sunan, al-Iftitah: 918, 920), Abu Dawud (Sunan, al-Shalat: 800), Ibn Majah (Sunan, Iqamat al-Shalat: 843), Ahmad ibn Hanbal (Musnad: 6890).

Meskipun lafal “ammanal ima-m” tiga kemungkinan arti, tetapi dalam prakteknya hampir sama, yaitu: setelah imam membaca “… wa ladhdha-lli-n” maka imam dan makmum bersama-sama membaca “a-mi-n”.

Mengenai imam membaca “a-mi-n” sesuai dengan hadis berikut ini:

ن

ن ع

ع

Dari Wail, ia berkata, “Aku shalat bersama nabi saw, ketika beliau membaca “wa ladh dhall-in” beliau lalu membaca “a-mi-n” sehingga kami mendengar bacaan tersebut”. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (Sunan, Iqamat al-Shalat: 845). Hadis ini secara maknawi juga diriwayatkan oleh Abu Dawud (Sunan, al-Shalat: 797), Tirmidzi (Sunan, Shalat: 231), dan al-Darimiy (Sunan, al-Shalat: 1219). Hadis ini berkualitas hasan menurut al-Tirmidzi.

11. Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Qatadah:

(5)

ن

ن ينتعععك

ن رصلا

ن

ن ينيعرعخنلن

ع ا

ممأعبن

ب

ن َاتعك

ن لنا

َانعععمنس

ن يعوع

ةعيعلنا

ل

ع ُومط

ع يعوع

ِيفن

ةنععكنرصلا

َّىلعولن

ع ا

َامع

لع

ل

ع ُومط

ع يع

ِيفن

ةنععكنرصلا

ةنيعننَاثصلا

اذعك

ع هعوع

ِيفن

رنص

ن ععلنا

اذعك

ع هعوع

ِيفن

حنبنص

ظ لا

“Bahwa Nabi saw dalam shalat Dhuhur pada kedua rakaat permulaan (rakaat 1 dan ke 2) membaca induk Kitab (al-Fatihah) dan dua surat, serta pada dua rakaat lainnya (rakaat ke-3 dan ke-4) membaca Fatihah saja. Dan beliau memperdengarkan kepada kami akan bacaan ayat itu, dan pada rakaat ke-1 diperpanjang tidak seperti dalam rakaat ke-2; Demikian juga dalam shalat ‘Ashar dan Subuh”.

Sumber hadis dan nilai kesahihan:

Hadis Rasulullah saw dari Abu Qotadah ini diriwayatkan oleh Bukhari (Shahih, al-Adzan: 734, 717), Muslim (Shahih, al-Shalat: 685, 687), al-Nasaiy (Sunan, al-Iftitah: 966), Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad: 21569), dan al-Darimiy (Sunan, al-Shalat: 1260). Hadis ini berkualitas shahih dan dapat dipergunakan sebagai dalil.

Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa, ekstrak tongkol jagung memiliki potensi sebagai fitokimia antioksidan karena

tipe kepemimpinan demokratis juga dapat bergerak dari titik ekstrim tertinggi yang menggambarkan gaya atau perilaku kepemimpinan sangat demokratis, sampai titik ekstrim rendah

sempurna pada ruang bakar adalah 1 : 14,7. Namun pada prakteknya, perbandingan campuran ideal tersebut tidak bisa tercapai secara konstan pada setiap keadaan operasional. Nilai

Hal ini disebabkan oleh sistem percabangan rhizomnya di dalam tanah menjalar kemudian pada beberapa buku rhizomnya tumbuh batang muda ke permukaan tanah dan selanjutnya

Aplikasi Well Analyzer dari Echometer pada Metoda Sonolog Tes, membantu melihat peluang peningkatan produksi lebih lanjut seperti dengan menganalisa tinggi puncak cairan pada

Merdekawati dan Sulistyawati (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pilihan karir mahasiswa akuntansi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti penghargaan finansial,

pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari. luar Propinsi Lampung dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

Pem- buatan Sampel paving block terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama pembuatan sampel untuk menentukan kuat tekan optimum dengan variasi campuran A (10% semen 5% abu sekam